ya · pdf filetinjauan kasus penyakit bakihis di desa tumbang kejamei dan desa ... gambaran...
TRANSCRIPT
ISSN : 2087 - 9105
JU
RN
AL
FO
RU
M K
ES
EH
AT
AN
Jo
urn
al O
f Health
Fo
rum
PO
LIT
EK
NIK
KE
SE
HA
TA
N
KE
ME
NK
ES
PA
LA
NG
KA
RA
YA
Vo
lum
e II
No
mo
r 3, P
eb
ruari 2
011
Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Ester Inung Sylvia, Gad Datak, Santhy K. Samuel ...................................................... 1
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang ASI Dengan Pola Laktasi Pada Bayi
Baru Lahir Sampai Umur 6 Bulan Di Telang Siung Kecamatan Paju Epat
Kabupaten Barito Timur
Berthiana ........................................................................................................................ 8
Analisis Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Noorhani Machdat, Oktaviani, Riyanti ......................................................................... 16
Efektifitas Perubahan Posisi Tidur Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Stroke Iskemik
Akut di Ruang H Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Gad Datak, Ester Inung Sylvia, Missesa ....................................................................... 21
Gambaran Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Barto Mansyah, Nita Theresia, Fety Rahmawati ......................................................... 27
Faktor Determinan Hipertensi di Kasongan Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah
Santhy K. Samuel, Vissia Didin, Aida ........................................................................... 40
Tinjauan Kasus Penyakit Bakihis di Desa Tumbang Kejamei dan Desa Kiham Batang,
Kabupaten Katingan
Vissia Didin, Marselinus Heriteluna, Natalansyah ...................................................... 50
ISSN : 2087-9105
Volume II Nomor 3, Pebruari 2011
TIM REDAKSI
Penanggung Jawab : Santhy K. Samuel, S.Pd, M.Kes
(Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya)
Pelindung : Pudir I Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Pudir II Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Pudir III Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Kepala Unit PPM Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.
Ketua Penyunting : Iis Wahyuningsih, S.Sos.
Penyunting Ahli : DR.Djenta Saha, S.Kp, MARS
Visia Didin Ardiyani, SKM, MKM
Prof. Diana Brown
Penyunting Pelaksana : Marselinus Heriteluna, S.Kp, MA
Erma Nurjanah Widiastuti, SKM
Pelaksana TU : Arizal, A.Md
Daniel, A.Md.Kom
Alamat Redaksi :
Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah
Telepon/Fax : 0536 - 3230730
Email : [email protected],
Website : forumkesehatanpky.blog.com
Terbit 2 (dua) kali setahun.
ISSN : 2087-9105
PENGANTAR REDAKSI
Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian
dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka
diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.
FORUM KESEHATAN merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang
menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun
informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya
bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama FORUM KESEHATAN
volume kedua ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan kokoh, kami akan terus lebih
memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan yang akan muncul pada
penerbitan – penerbitan selanjutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan
kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya FORUM KESEHATAN Volume
II Nomor 3 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dewan
Redaksi yang telah meluangkan waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil
penelitian/karya ilmiah yang telah disampaikan kepada redaksi.
Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan
naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan FORUM
KESEHATAN ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam FORUM KESEHATAN Volume
II Nomor 3 ini dapat menambah wawasan dan memberikan pencerahan bagai lentera yang tak
kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
penyempurnaan penerbitan selanjutnya.
Tim Redaksi
ISSN : 2087-9105
DAFTAR ISI
Hal.
Faktor-Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Ester Inung Sylvia, Gad Datak, Santhy K. Samuel ............................................................ 1
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang ASI Dengan Pola Laktasi Pada Bayi Baru
Lahir Sampai Umur 6 Bulan Di Telang Siung Kecamatan Paju Epat
Kabupaten Barito Timur
Berthiana .............................................................................................................................. 8
Analisis Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Noorhani Machdat, Oktaviani, Riyanti ............................................................................... 16
Efektifitas Perubahan Posisi Tidur Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Stroke Iskemik Akut
Di Ruang H Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Gad Datak, Ester Inung Sylvia, Missesa ............................................................................. 21
Gambaran Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Barto Mansyah, Nita Theresia, Fety Rahmawati ............................................................... 27
Faktor Determinan Hipertensi di Kasongan Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah
Santhy K. Samuel, Vissia Didin, Aida ................................................................................. 40
Tinjauan Kasus Penyakit Bakihis di Desa Tumbang Kejamei dan Desa Kiham Batang,
Kabupaten Katingan
Vissia Didin, Marselinus Heriteluna, Natalansyah ............................................................ 50
Volume II Nomor 3, Pebruari 2011
ISSN : 2087-9105
1
FAKTOR-FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
Ester Inung Sylvia, Gad Datak, Santhy K. Samuel
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George No.30 Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Abstract : WHO told about prevalence of Diabetes Mellitus will be increasing in the world. The
incidence will be increasing in number for about two times in 2030. Based on the pattern of
population is predictable that in 2020 incidence of prevalence Diabetes Mellitus to increase about
8,2 million of people (Diabetes Atlas 2000 in Suyono, et al.2007). The number of Diabetes Mellitus
patient in Central Kalimantan based on medical record of Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Hospital, in 2007 until 2009 to increase from 375 cases in 2007, 417 cases in 2008 and 514 cases in
2009. 74% until 80% Diabetes Mellitus cases in 2007-2008 is occure at over age 45 years. The
increasing of incidence Diabetes Mellitus are depends on from the factors that influence this cases,
in risk factors that can modifyed or can’t modifyed. The objective of research: to proof that risk
factors that can modifyed or can’t modifyed are risk factors incidence of type 2 Diabetes Mellitus.
Method of research: the analytical observation of research with case control or restrospective
research. Population of this research is consist of type 2 Diabetes Mellitus and non type 2 Diabetes
Mellitus that take care in the ward or outpatient depts in Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Hospital.
The number of samples in this research are 76 people, consist of 38 respondents as case and 38
respondents as control. Results of research: the risk factors that can modifyed that proven have an
opportunity to occur type 2 Diabetes Mellitus are age (p=0.038, OR=4.753; 95% CI=2.04-14.97),
blood pressure (p=0.022, OR=3.297; 95% CI=1.288-8.444), cholesterol (p=0.000, OR=16.43; 95%
CI=4.76-56.14), triglycerida (p=0.008, OR=4.429; 95% CI=1.569-12.502), smoking habit p=0.000,
OR=25.5; 95% CI=3.581-181.607). Conclusion: The risk factors that proven have an opportunity to
occur type 2 Diabetes Mellitus are age, obesity, blood pressure, cholesterol, triglycerida, and smoking
habit.
Key Words: Type 2 Diabetes Mellitus, Risk Factors.
Pendahuluan
Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok
penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia karena adanya gangguan
metabolismee karbohidrat, lemak, dan protein
dari defek sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya1. Diabetes Melitus
mempunyai dua tipe utama, yaitu DM tipe 1
(tergantung insulin), dan DM tipe 2
(tidak tergantung insulin)2 (Ignativicius, 1999).
Kurang lebih 5% hingga 10% pasien
mengalami DM tipe 1 dan selebihnya sekitar
90% hingga 95% dari seluruh pasien diabetes
adalah DM tipe 2 3.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan bahwa prevalenssi DM di dunia
semakin meningkat. Awal tahun 2006
sedikitnya 171 juta orang mengalami diabetes.
Insiden akan meningkat dua kali lipat pada
2
tahun 2030. Di Indonesia, pada tahun 2000-an,
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah
125 juta jiwa. Jika prevalensi kejadian DM
4.6%, maka jumlah pasien DM 5.6 juta jiwa.
Berdasarkan pola pertambahan penduduk
seperti ini, diperkirakan awal tahun 2020
jumlah penduduk Indonesia yang berusia diatas
20 tahun sekitar 178 juta jiwa dan diasumsikan
akan terjadi kenaikan prevalensi kejadian DM
sekitar 8.2 juta jiwa4,5
.
Jumlah penderita DM di Kalimantan Tengah
belum peneliti dapatkan secara spesifik, namun
berdasarkan catatan medik dari RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya, tahun 2007
hingga 2009 jumlah pasien DM meningkat
dari 375 kasus tahun 2007, 417 kasus tahun
2008 dan 514 kasus tahun 2009. Tujuh puluh
empat persen (74%) hingga 80% kasus DM
tahun 2007-2008 terjadi pada usia diatas 45
tahun sedangkan tahun 2009 sekitar 42% dan
angka yang cukup tinggi sebanyak 36% terjadi
pada rentang usia 25-44 tahun6.
Meningkatnya angka kejadian DM tidak
terlepas dari faktor-faktor yang turut
mempengaruhi timbulnya kasus ini. Faktor-
faktor risiko tersebut meliputi faktor yang dapat
dirubah (dimodifikasi) dan yang tidak dapat
dirubah. Berat badan lebih (obesitas),
hipertensi, dislipedia dan trigleserida yang
tinggi, aktifitas kurang,dan pola hidup yang
tidak baik merupakan faktor risiko DM yang
dapat diubah atau dihindari agar tidak terjadi
DM. Namun adapula faktor risiko yang tidak
dapat dirubah seperti usia dan genetik. Faktor-
faktor risiko terutama yang dapat dirubah bila
tidak diatasi akan berdampak pada komplikasi
DM dan menyebabkan gangguan organ tubuh
yang lain.
Kasus DM dibandingkan dengan non DM
mempunyai kecenderungan 2 kali lebih besar
untuk terjadinya thrombosis serebral dan
jantung koroner, 17 kali lebih besar untuk
terjadinya gagal ginjal dan 50 kali untuk kasus
ulkus diabetes.
Melihat lebih besarnya kemungkinan gangguan
organ tubuh makan peneliti iningi melakukan
penelitian tentang faktor-faktor risiko
terjadinya diabetes mellitus tipe 2.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian
epidemiologi analitik dimana untuk
membuktikan bahwa faktor risiko baik yang
dapat diubah maupun tidak dapat diubah
merupakan faktor risiko kejadian DMT2.
Desain yang digunakan pada penelitian ini
adalah kasus-kontrol atau disebut dengan
retrospektif.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
pasien DMT2 dan bukan DMT2 yang dirawat
inap maupun rawat jalan di RSUD dr. Doris
3
Sylvanus Palangka Raya dengan teknik
penarikan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling. Besar sampel didapatkan
dari rumus pengambilan sampel dengan
variabel berpasangan7. Sampel penelitian
dikelompokkan menjadi:
a. Kasus yaitu pasien penderita DMT2 yang
di rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya.
b. Kontrol yaitu penderita selain DMT2 yang
dirawat inap di ruang H, B, NCC RSUD
Doris Sylvanus Palangka Raya.
Hasil Dan Pembahasan
Penelitian dilaksanakan dari minggu ke-2 bulan
Oktober sampai dengan minggu ke-2 bulan
Desember 2010. Jumlah sampel penelitian
sebanyak tigapuluh pasien, limabelas pasien
sebagai kelompok intervensi dan limabelas
pasien sebagai kelompok intervensi. Hasil dan
pembahasan penelitian sebagai berikut :
a. Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Tabel 1. Analisis Faktor Yang Tidak
Dimodifikasi Dengan Kejadian DMT 2
Umur ≥ 45 tahun terbukti berpeluang untuk
terjadinya DMT2 dengan nilai p= 0.038. Risiko
untuk terjadinya DM bagi individu yang
berumur ≥ 45 tahun sebesar 4.75 kali
dibandingkan dengan yang berumur < 45
tahun. Hasil ini sesuai dengan pernyataan
Goldberg dan Coon (2006) bahwa umur sangat
erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan
kadar glukosa darah, sehingga semakin
meningkat usia maka prevalensi diabetes
semakin tinggi8. Komponen tubuh yang dapat
mengalami perubahan adalah sel beta pankreas
yang menghasilkan hormone insulin, sel-sel
jaringan target yang menghasilkan glukosa,
sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa. WHO
menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun,
maka kadar glukosa darah akan naik 1-2
mg/dL/ tahun pada saat puasa dan akan naik
5,6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan8.
Hal ini seusuai juga dengan hasil penelitian
dari Cuasay, et al (2000) bahwa umur 45-54
tahun berpengaruh terhadap kejadian DMT2 di
Houston Texas dengan OR= 6,59. Sedangkan
penelitian di Indonesia sendiri umumnya paling
sering pada usia 40-60 tahun. PERKENI juga
merumuskan bahwa individu yang berusia
lebih dari 45 tahun berisiko untuk terjadinya
DMT2.
Sedangkan faktor genetik merupakan faktor
penting pada DM. Kelainan yang diturunkan
dapat langsung mempengaruhi sel beta dan
mengubah kemampuannya untuk mengenali
Variabel
Kontrol Kasus OR P
N=38
% N=38
% (95% CI) Value
Umur
< 45 tahun
≥ 45 tahun
11 27
78,6 43,5
3 35
21,4 56,5
4.753
(1.206-18.738) 0,038
Riwayat Keluarga DM
Ya
Tidak
18 20
41.9 60.6
25 13
58.1 39.4
0.468 (0.186-1.18)
0.165
4
dan menyebarkan rangsang sekretoris insulin.
Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu
tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang
dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta
pankreas10
. Siperstein dalam Waspadji (2007)
menyatakan dalam penelitiannya pada pasien
DM didapatkan 90% memiliki kelainan pada
membran basal otot dan kelainan serupa
didapatkan pada 53% orang non DM yang
kedua orangtuanya mengidap DM. Namun
tampaknya hasil penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan antara riwayat
keluarga dengan DMT2 dengan kejadian
DMT2 dimana nilai p= 0, 165 (OR 0.165)11
.
b. Faktor Yang Dapat Dimodifikasi
Tabel 2. Analisis Faktor Yang Dimodifikasi
Dengan Kejadian DMT 2
Obesitas dalam penelitian ini terbukti
mempunyai peluang untuk terjadinya DMT2
dengan nilai p= 0.001 . Risiko untuk terjadinya
DMT2 5.52 kali lebih besar pada responden
dengan obesitas daripada yang tidak obesitas.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ilyas
(2006) bahwa obesitas merupakan faktor utama
penyebab timbulnya DMT212
. Lebih lanjut
Soegondo (2007) menyatakan obesitas
menyebabkan respons sel beta pancreas
terhadap peningkatan glukosa darah berkurang,
selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh
tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan
keaktifannya (kurang sensitif) sehingga
keberadaan insulin dalam darah tidak dapat
dimanfaatkan13
.
Tingginya kadar trigleserida pada penelitian ini
terbukti berpeluang untuk terjadinya DMT2
dengan nilai p= 0.008. Risiko untuk terjadinya
DMT2 4.429 kali lebih besar pada responden
yang mempunyai kadar trigleserida ≥ 165
mg/dL dibandingkan responden dengan kadar
trigleserida < 165 mg/dL. Hal ini didukung dari
beberapa sumber yang mengatakan bahwa pada
individu yang mengarah pada resistensi insulin
akan mengalami kelainan profil lipid serum
yang khas, yaitu kadar trigleserida yang tinggi.
Pada keadaan resistensi insulin, hormone
sensitive lipase di jaringan adipose menjadi
aktif sehingga lipolisis trigleserida di jaringan
adipose semakin meningkat. Kondisi akan
menghasilkan asam lemak yang berlebihan.
Variabel Kontrol Kasus OR P
N=38 % N=38 % (95% CI) Value
Status Nutrisi
Normal
Obesitas
24 14
72.7
32.6
9
29
27.3 67.4
5.52
(2.04-14.97)
0.001
Tekanan Darah
< 140/ 90 mmHg
140/90 mm Hg
24 14
64.9
35.9
13 25
35.1 64.1
3.297 (1.28-8.44)
0.022
Kadar Trigleserida
< 165 mg/dL
165 mg/ dL
31 7
62.0
26.9
19 19
38.0 73.1
4.429 (1.56-12.50)
0.008
Kebiasaan Latihan
3 x/mg, ≥30 mnt
< 3x/mg, <30 mnt
12 26
63.2
45.6
7
31
36.8 54.4
2.044 (0.70- 5.94)
0.289
Kebiasaan Merokok
< 12 batang
12 batang
N=12 9 3
81.8
15.0
N=19 2
17
18.2 85.0
25.5
(3.58 -181.6)
0.000
5
Asam lemak bebas akan memasuki aliran darah
dan dibawa ke hari untuk pembentukan
trigleserida kembali.
Kebiasaan merokok terbukti mempunyai
peluang untuk kejadian DMT2 dengan nilai p=
0.000. Risiko untuk kejadian DMT2 pada
responden yang merokok ≥ 12 batang/ hari
sebesar 25.5 kali dibanding dengan responden
yang merokok < 12 batang/ hari. Merokok
merupakan kebiasaan yang membahayakan
kesehatan bahkan tingkat bahayanya lebih
tinggi terjadi pada individu yang mengalami
diabetes mellitus. Nikotin yang dikandung
rokok diketahui dapat meningkatkan kadar
glukosa darah. Studi dari para peneliti
menemukan dosis nikotin yang kecil bisa
meningkatkan kadar HbA1C sebesar 8,8
persen, dan dosis yang tinggi setelah diberikan
nikotin selama dua hari meningkatkan kadar
HbA1C sebesar 34,5 persen.
Beberapa penelitian berikut memperkuat
pernyataan bahwa rokok meningkatkan risiko
terjadinya DMT2. Menurut Willi,
mengungkapkan bahwa seorang perokok
menghadapai peningkatan risiko 44% untuk
terserang diabetes tipe 2 jika dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Dari hasil
analisis terhadap 25 kajian yang menyelidiki
hubungan antara merokok dan diabetes dengan
1,2 juta responden yang ditelusuri selama 30
tahun, mereka mendapati risiko 62% terjadinya
DMT2 lebih tinggi bagi perokok berat
dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Berhenti merokok mengurangi risiko
itu, eks perokok menghadapi risiko 23% lebih
tinggi dibandingkan dengan yang bukan
perokok, jauh lebih rendah dibandingkan
dengan perokok saat ini14
.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Zulpen
tentang hubungan antara merokok dengan
timbulnya diabetes dimana merokok lebih dari
12 batang perhari memiliki risiko 4 kali lebih
daripada yang bukan merokok. Penelitian dari
Zhank et all juga menemukan bahwa wanita
yang merokok 2 bungkus per harinya
mempunyai risiko terkena diabetes lebih tinggi
dibandingkan yang tidak merokok dan kejadian
lebih tinggi terjadi pada wanita yang terpapar
asap rokok (perokok pasif)15
.
Kesimpulan dan Saran
Faktor-faktor risiko yang berpeluang atau turut
serta menentukan timbulnya kejadian Diabetes
mellitus tipe 2 pada penelitian ini adalah factor
risiko DMT2 yang tidak dapat diubah seperti
umur, sedangkan factor risiko DMT2 yang
dapat diubah seperti berat badan (obesitas),
tekanan darah, kadar trigleserida, kebisaan
merokok. Faktor-faktor risiko yang diketahui
menentukan kejadian DMT2 namun pada
penelitian ini tidak menunjukkan peluang untuk
6
terjadinya DMT2 adalah faktor riwayat
keluarga DMT2 dan aktivitas fisik.
Hasil penelitian ini memperkuat keilmuan
keperawatan bahwa faktor-faktor risiko
tersebut berpeluang terjadinya DMT2 sehingga
berpotensi bertambahnya jumlah angka
kejadian DMT2 di Kalimantan Tegah bila tidak
dilakukan pengendalian atau penatalaksanaan
yang baik terhadap faktor-faktor tersebut.
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dengan sampel yang lebih besar dan
daerah cakupan penelitian diperluas se
Kalimantan Tengah dan dapat dilakukan untuk
mengetahui faktor risiko kejadian luka kaki
diabetik.
Daftar Rujukan
1. WHO. Definition, diagnosis, and
classification of diabetes melitus and its
complications, Archives(online) 1999
(Cited 2010 August 6) Available
from:http://www.diabetes.com.au/pdf/who_
report.pdf,.
2. Ignatvicius, D.D., Workman, L.M., &
Misler, A.M. Medical surgical nursing
across the health care continum. 3th
Ed,
Philadelphia: W.B. Saunders Company :
1999
3. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.Brunner and
Suddarth’s texbook of medical-surgical
nursing. Lippincott, Philadelphia: 2002
4. Suyono, S.. Kecenderungan peningkatan
jumlah penyandang diabetes, dalam
Soegondo, S., et al, Penatalaksanaan
diabetes melitus terpadu (hlm. 1-4),
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2007
5. ________. Patofisiologi diabetes melitus,
dalam Soegondo, S., et al, Penatalaksanaan
diabetes melitus terpadu (hlm. 7-14),
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2007
6. Dinkes. Profil Kesehatan Kalteng Tahun
2007. Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah :2008
7. Lemeshow, S., Hosmer, DW., Klar, J.,
Lwanga, SK. Adequacy of sample size in
health studies, Toronto: Published on
behalf of the World Health Organization by
John Wiley & Sons :1993
8. Rochmah, W. Diabetes melitus pada usia
lanjut, dalam Sudoyo. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. (3rd Ed.). (hlm 1937-
1939). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen :
2006
9. Cuasay LC, Lee ES, Orlander PP, Steffen-
Batey L, hanis CL. Prevelence and
Determinants of tipe 2 Diabetes Among
Filipino-Americans in Houston, Texas
Metropolitan Statistical Area, Diabetes
care; 24(12), pq. 2054-8 :2001
10. Price, S. & Wilson, L.M. Pathofysiology
clinical concepts of disease processes. St.
Louis: Mosby Year Book.Inc :2002
11. Waspadji, S. Diabetes melitus : Mekanisme
dasar dan pengelolaannya yang rasional,
dalam Soegondo, S., et al, Penatalaksanaan
diabetes melitus terpadu (hlm. 29-42),
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2007
12. Ilyas, E.I. Manfaat latihan jasmani bagi
penyandang diabetes, dalam Soegondo, S.,
et al, Penatalaksanaan diabetes melitus
terpadu (hlm. 261-269), Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia:2007
13. Soegondo, S. Prinsip pengobatan diabetes,
insulin dan obat hipoglikemik oral, dalam
Soegondo, S., et al, Penatalaksanaan
7
diabetes melitus terpadu (hlm. 113-129),
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia :2007
14. Willy, Carole, 2010. Archives(online) 2010
(Cited 2010 August 6) Available from
http://jama.ama-
assn.org/content/298/22/2654.short
15. Zhang,L, Curhan G.C, Frank B.
Hu,Rimm, and Forman, JP. 2010,
Association Between Passive and Active
Smoking and Incident Type 2 Diabetes in
Women, Diabetes Care, Archives(online)
2010 (Cited 2010 Nopember 12) Available
fromhttp://care.diabetesjournals.org/content
/early/2011/02/25/dc10-2087,
8
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI
DENGAN POLA LAKTASI PADA BAYI BARU LAHIR SAMPAI UMUR 6 BULAN
DI TELANG SIUNG KECAMATAN PAJU EPAT KABUPATEN BARITO TIMUR
Berthiana
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 30 Palangka Raya - Kalimantan Tengah.
Abstract. The application of the correct pattern of lactation in the newborn to age 6 months is very
important because it gives effect to both biological and psychological health of babies and for
mothers. Knowledge about breastfeeding factors contribute to determinea correct application of
lactation patterns in newborns up to age 6 months.
The purpose of this study was to examine the level of knowledge of mothers about breastfeeding,
lactation patterns in newborn infants up to age 6 months, and identify the relationship between the
level of knowledge of mothers about breastfeeding and lactationpatterns in newborn infants up to
age 6 months.
The design of this study was descriptive analytic, data retrieval in Cross Sectional. Total
respondents in this study were 80 people who are selected using the technique of Non Probability
Sampling by purposive sampling. Independent variables in this study is the knowledge of mothers
about breastfeeding and lactation dependent variable is the patternin newborn infants up to age 6
months. The data was collected using a structuredquestionnaire and the results were analyzed with
the Spearman Rank test with asignificance level of p ≤ 0.05.
The results of this study showed 60.7% of respondents had a good knowledge level, 57.1% of
respondents apply the correct pattern of lactation on babies up to age 6 months. Based on the
results of Spearman rank test statistics obtained a highly significant relationship between
knowledge about breastfeeding mothers with lactation patterns in newborn infants up to age 6
months with a significance level of p = 0.002 with a strength of the relationship is less strong
Coeffitient Correlation = 0.157. As the referral advice was the need for researchers to increase
knowledge about breastfeeding and the mothers suckle the correct pattern of lactation by
increasing the provision of information to mothers suckle.
Keywords : Knowledge Relationships mothers about breastfeeding, lactation patterns in newborn
infants up to age 6 months.
Pendahuluan
Menyusui adalah suatu cara yang tidak ada
duanya dalam memberikan makanan yang
ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh
biologi dan kejiwaan yang unik terhadap
kesehatan ibu dan bayi. Zat-zat anti infeksi
yang terkandung dalam ASI membantu
melindungi bayi terhadap penyakit, selain
itu terdapat hubungan penting antara
menyusui dengan penjarangan kehamilan
(KB).1
Keunggulan Asi tersebut perlu ditunjang
dengan cara pemberian ASI yang benar
9
misalnya segera setelah lahir (30 menit
pertama bayi harus sudah disusui) kemudian
sampai bayi umur 6 bulan (ASI eksklusif),
selanjutnya pemberian ASI sampai 2 tahun
dengan pemberian makanan
pendamping yang benar.2
Pada saat sekarang
ini memang banyak terdapat ibu-ibu yang
bekerja yang mempunyai bayi, tetapi oleh
karena tuntutan pekerjaaan sehingga banyak
dari mereka yang cenderung untuk tidak
menyusui bayinya sampai dengan usia 6
bulan, Ibu lebih tertarik menggantinya dengan
susu formula walaupun hal ini salah. Keadaan
ini ditunjang dengan adanya data yang
menunjukkan penurunan nyata dalam
kebiasaan menyususi pada Ibu. Data yang
dilaporkan oleh Demographic and health
survey WHO 1989 mengungkapkan, bahwa
pemberian ASI secara eksklusif selama 4 – 6
bulan hanya 36 % dan laporan SDKI 1991 ibu
yang memberikan Asi pada bayi 0 – 3 bulan
47 % (di perkotaan) dan 55 % di pedesaan
(DepKes RI,1993).3 Keadaan ini dapat
menyebabkan suatu hal yang cukup serius
dalam masalah gizi bayi dan lebih jauh lagi
pada kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan data awal melalui survey
pendahuluan yang penulis lakukan di Telang
Siung Kecamatan Paju Epat terhadap 5
responden diperoleh hasil 3 orang ( 60 % )
responden memiliki pengetahuan yang baik
dan 2 orang ( 40 % ) dengan pengetahuan
tentang ASI yang rendah.
Menurut Soetjiningsih (1997)4 Penurunan
pemberian ASI dimungkinkan karena
berbagai alasan, alasan itu antara lain :
1. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap
manfaat atau keuntungan ASI untuk
anaknya, rasa takut yang akan
mempengaruhi produksi ASI sehingga
jumlah ASI yang dihasilkan sedikit
2. Terjadinya pergeseran pandangan, bahwa
pemberian susu formula akan dikatakan
lebih modern
3. Pengertian yang salah tentang menyusui
akan cepat sekali kelihatan tua dan
berkurangnya kecantikan
4. Banyaknya wanita yang turut bekerja
untuk mencari nafkah sehingga tidak dapat
menyusui secara teratur.
Dari alasan tersebut terlihat pentingnya
pengetahuan / pengertian ibu tentang ASI
dalam upaya membantu pertumbuhan dan
perkembangan bayinya dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang akan
datang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
ingin mempelajari tingkat pengetahuan ibu
tentang ASI dengan Pola laktasi pada bayi
baru lahir sampai usia 6 bulan dalam upaya
untuk memenuhi keadaan gizi yang lebih
baik, juga untuk memberikan zat kekebalan
yang dapat melindungi bayi dari berbagai
infeksi.
Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan “Cross
Sectional” dimana penelitian melakukan
observasi atau pengukuran variabel terdapat
dua variabel yaitu variabel independen yaitu
pengetahuan ibu tentang ASI dan variabel
10
dependen yaitu pola laktasi terhadap bayinya
yang berumur < 6 bulan.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
Ibu meneteki yang berada di Telang Siung
Kecamatan Paju Epat Kabupaten Barito
Timur di bulan Juli 2009. Karena penilitian
dilakukan pada seluruh polpulasi yaitu
diambil dari seluruh ibu meneteki sampai usia
bayi 6 bulan. Untuk menentukan sample yang
akan diteliti dipakai tehnik sampling yaitu
Non Probability Sampling dengan cara
Purposive Sampling. Instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah
kuesioner, pengertian kuesioner adalah usaha
untuk mengumpulkan informasi dengan
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis
untuk dijawab oleh responden5 dalam hal ini
ibu meneteki tentang pengetahuan dan pola
laktasi ibu yang berbentuk skala linkert pada
bayi yang berumur ≤ 6 bulan, dengan
prosedur yaitu setelah data terkumpul
dilakukan penyuntingan data dan koding.
Tehnik pemberian skor pada kuesoner
pengetahuan menggunakan skala ordinal
dimana responden memilih jawaban ya
dengan nilai 10 dan tidak dengan nilai 0.
untuk pola laktasi dengan skala linkert dengan
alternatif jawaban perilaku baik itu dengan
skore 75%, dan 75% untuk perlaku
kurang. Lokasi penelitian di Telang Siung
Kecamatan Telang Siung Kecamatan Paju
Epat Kabupaten Barito Timur, lamanya
penelitian 5 (lima) bulan dari Bulan Juli
sampai dengan bulan Desember 2009, dengan
analisa data yaitu data yang telah diedit
disajikan secara tabulasi silang antara variabel
independen dan dependen, selanjutnya
dilakukan uji Kolmogorov Smirnov.
Hasil Dan Pembahasan
Di dalam hasil penelitian ini akan diuraikan
tentang karakteristik demografi responden,
dan data tentang hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang ASI dengan pola
laktasi pada bayi sampai usia 6 bulan yaitu
sebagai berikut:
Karakteristik demografi responden akan
diuraikan berdasarkan umur, pekerjaan,
tingkat pendidikan, dan umur bayi serta
hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI
dengan pola laktasi pada bayi sampai usia 6
bulan.
Berdasarkan gambar 1 di atas sebagian besar
responden dalam penelitian ini berumur
antara 25-30 tahun sebanyak 31 orang (39%).
Sedangkan yang paling sedikit adalah
responden yang berumur 35-40 tahun
sebanyak 9 orang (11%).
Gambar 2. Distribusi Responden
Berdasarkan Pekerjaan
17%
39% 33%
11% <25 Th25-30 Th30-35 Th35-40 Th
Gambar 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur.
0
10
20
30
40
50
60
70 63
11
6
Tidak bekerja
Swasta/Wiraswasta
PNS
11
Berdasarkan gambar 2 di atas sebagian besar
responden dalam penelitian ini tidak bekerja
di luar rumah sebanyak 63 orang (78,75%),
sedangkan responden yang bekerja sebagai
PNS merupakan jumlah yang paling sedikit
sebanyak 6 orang (7,5%).
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan.
Berdasarkan gambar 3 di atas tingkat
pendidikan responden sebagian besar SLTA
yaitu sebanyak 34 orang (42%) sedangkan
yang paling sedikit adalah responden yang
berpendidikan SLTP yaitu sebanyak 20 orang
(25%).
Gambar 4. Distribusi Responden
Berdasarkan Usia Bayi
Berdasarkan gambar 4 sebagian usia bayi
responden adalah 2 bulan yaitu sebanyak 37
orang (46,25%) dan yang paling sedikit
adalah responden yang bayinya berumur 6
bulan yaitu sebanyak 9 orang (11,25%).
Tabel 1. Distribusi Pengetahuan
Responden.
Faktor Baik Kurang Total
Pengetahuan 49
61,25%
31
38,75%
80
100%
Mean=1,6125 SE=9,4 SD=0,4973
Berdasarkan tabel di atas sebagian
pengetahuan responden tentang ASI adalah
baik yaitu sekitar 49 orang sedangkan sisanya
sebanyak 31 orang pengetahuannya tentang
ASI kurang.
Tabel 2. Distribusi Penerapan Pola
Laktasi Responden Kepada Bayinya
(0-6 Bulan)
Faktor Baik Kurang Total
Pola laktasi 46
57,5%
34
42,5%
80
100%
Mean=1,5750 SE=0,952 SD=0,5040
Berdasarkan tabel di atas sebagian besar
responden menerapkan pola laktasi yang baik
pada bayinya (0-6 bulan) yaitu sebanyak 46
responden (57,1%). Responden yang lain
sebanyak 34 orang (42,9%) menerapkan pola
laktasi yang kurang baik pada bayinya (0-6
bulan).
Tabel 3.Tabulasi Silang Dan Uji Korelasi
Spearman Rank Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang ASI
Dengan Pola Laktasi Pada Bayi
Sampai Usia 6 Bulan Dan Uji
Faktor Pola Laktasi Total
Baik Kurang
Pengetahuan
Baik 23
74,19%
8
25,81%
31
100
%
Ku
rang
12
23,5%
37
76,3%
49
100
%
Total 35
43,75%
45
56,25%
80
100
%
Coef. Correlation=0,486 SE=0,167 p=0,009
Berdasarkan tabel di atas responden yang
mempunyai pengetahuan baik sebagian besar
menerapkan pola laktasi yang baik pada
25%
32%
43% 0%
SLTPSLTAPT
0
10
20
30
40
20
37
14 9
4 Bulan
3 Bulan
2 Bulan
1 Bulan
12
bayinya sampai usia 6 bulan yaitu sebanyak
37 orang (75,51%).
Menurut uji Kolmogorov Smirnov terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan
ibu tentang laktasi dengan pola laktasi pada
bayi sampai usia 6 bulan dengan tingkat
signifikansi p=0,009 dan coefficient
correlation sebesar 0,486 yang berarti H1
diterima dengan kekuatan hubungan kurang
kuat (0,486).
Berdasarkan hasil penelitian ini pada tabel 5
didapatkan tingkat pengetahuan responden
tentang ASI sebagian besar baik yaitu
sebanyak 49 orang (61,25%). Pengetahuan
yang baik ini didukung oleh faktor
pendidikan, di mana tingkat pendidikan
responden sebagian besar adalah SLTA
(42,5%) dan relatif lebih baik daripada
responden yang berpendidikan SD dan SLTP.
Tingkat pendidikan yang tinggi
memungkinkan tingkat pengetahuan dan
pemahaman ibu tentang ASI lebih baik pula.
Tingkat pendidikan yang baik ini juga
mempengaruhi peningkatan
kesadaran(awareness) ibu tentang pola laktasi
laktasi yang benar pada bayinya. Jenjang
pendidikan SLTA pada sebagian besar
responden memungkinkan responden lebih
banyak mendapat informasi tentang
pentingnya pola laktasi yang benar pada bayi
sampai usia 6 bulan daripada tingkat
pendidikan di bawahnya, sehingga dapat
memberikan ASI pada bayinya sampai usia 6
bulan. Faktor lain yang juga mempengaruhi
tingkat pengetahuan sebagian besar responden
pada penelitian ini adalah saat ini sudah
banyak tersedia media informasi baik media
elektronik maupun media massa yang lain
yang menyajikan informasi tentang
pentingnya pemberian ASI pada bayi sampai
usia 6 bulan. Hal ini merupakan suatu bentuk
edukasi persuasif kepada masyarakat yang
secara lambat laun dapat meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya
pemberian ASI pada bayi sampai usia 6
bulan. Dengan demikian secara perlahan-
lahan hal itu akan merubah perilaku
masyarakat untuk memberikan pola laktasi
yang benar pada bayi sampai usia 6 bulan.
Faktor lingkungan sosial juga mempengaruhi
tingkat pengetahuan ibu tentang pentingnya
pemberian ASI pada bayi sampai usia 6
bulan. Pada penelitian ini lingkungan sosial
responden adalah lingkungan yang
berpendidikan sehingga lebih banyak
informasi yang dapat diterima dari ibu-ibu
yang lain di lingkungannya sehingga
pengetahuan ibu lebih meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian ini pada tabel 2
didapatkan sebagian besar responden
menerapkan pola laktasi yang benar pada
bayinya sampai usia 6 bulan yaitu sebanyak
46 orang (57,5%). Penerapan pola laktasi
yang benar pada bayi sampai usia 6 bulan
pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antar lain adalah faktor pengetahuan
ibu tentang pentingnya pemberian ASI yang
benar pada bayi sampai usia 6 bulan, kondisi
fisik ibu terutama yang menyangkut anatomi
dan fisiologi payudara. Faktor hormonal yang
13
memproduksi dan mengeluarkan ASI
(prolactin dan oxytocin). Faktor pekerjaan ibu
juga mempengaruhi penerapan pola laktasi
yang benar pada bayi sampai usia 6 bulan.
Pada penelitian ini sebagian besar responden
tidak bekerja (ibu rumah tangga) sehingga
lebih banyak memiliki waktu luang untuk
bayinya. Faktor lain yang juga mempengaruhi
adalah kesehatan bayi yang diberi ASI. Bayi
yang dalam keadaan sehat akan dapat
menerima ASI dengan baik. Sebaliknya
kondisi bayi yang dalam keadaan sakit tidak
akan dapat menerima ASI yang diberikan
ibunya dengan baik sehingga pola laktasi
yang diterapkan oleh ibunya menjadi
terhambat. Penerapan Pola laktasi yang baik
dan benar pada bayi usia 0-6 bulan
merupakan hal yang sangat penting dan turut
menentukan pertumbuhan dan perkembangan
bayi selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian
ini didapatkan adanya hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu tentang ASI
dengan pola laktasi pada bayi sampai usia 0-6
bulan dengan tingkat kemaknaan sebesar
99,1% (p=0,009).
Pada tabel 3 didapatkan sebagian besar dari
ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik
menerapkan pola laktasi yang baik pada
bayinya sampai usia 6 bulan yaitu sebesar
74,19%. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain adalah secara
alamiah pengetahuan responden tentang ASI
adalah baik. Hal ini dibuktikan pada tampilan
tabel 6 dari 80 responden dalam penelitian ini,
46 responden termasuk dalam kriteria
pengetahuan baik. Dengan demikian secara
alamiah pula sebagian besar responden
mempunyai pemahaman yang relatif baik
tentang pola laktasi yang baik dan benar
sehingga pola laktasi yang diterapkan kepada
bayinya sampai 6 bulan juga baik. Tingkat
pendidikan responden sebagian besar (42%)
adalah tingkat menengah atas (SLTA)
sehingga tingkat pemahaman klien relatif
cukup baik. Pemahaman yang baik tentang
manfaat pola laktasi yang baik akan
menyebabkan individu untuk mengadopsinya
dan kemudian mengaplikasikannya ke dalam
kehidupan sehari-hari. Bila seseorang telah
mengaplikasikan pola laktasi yang baik yang
telah dipahami dan diadopsinya maka akan
timbul suatu habit/kebiasaan di dalam
kehidupan sehari-harinya untuk menerapkan
pola laktasi yang baik dan benar. Habit /
kebiasaan yang telah dilaksanakan sehari-hari
akan membentuk suatu perilaku bagi individu.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo (1993) bahwa memahami
merupakan domain kognitif tingkatan yang
ke-2.6
Setelah proses memahami maka
individu akan mengaplikasikan apa yang
dipahaminya kemudian menganalisis,
mensintesa dan mengevaluasi apa yang telah
diaplikasikannya. Sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Roger yang dikutip dari
Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku
yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran,
dan sikap yang positif maka perilaku tersebut
akan langgeng. Sebaliknya apabila perilaku
14
itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama.6 Faktor
lain yang mempengaruhi penerapan laktasi
yang baik pada penelitian ini adalah pekerjaan
responden. Di dalam penelitian ini sebagian
besar responden tidak bekerja sehingga lebih
banyak mempunyai waktu luang dalam
merawat bayinya termasuk dalam hal pola
laktasi baik dalam hal frekwensi meneteki,
cara meneteki yang benar, dan lama
menyusui. Bagi ibu yang bekerja di luar
rumah relatif lebih sedikit mempunyai waktu
untuk merawat bayinya. Frekwensi meneteki
menjadi berkurang, faktor kelelahan sehabis
bekerja juga mempengaruhi kondisi fisik dan
psikologis ibu di dalam menerapkan pola
laktasi yang baik dan benar. Faktor kesehatan
fisik dan psikologis ibu sangat menentukan
pola penerapan laktasi yang benar pada
bayinya. Kondisi fisik ibu yang sehat dapat
membantu meningkatkan kualitas dan
kuantitas produksi ASI. Faktor fisik ini juga
berkaitan erat dengan anatomi payudara,
hormon dan fisiologi laktasi. Anatomi
payudara yang tidak baik merupakan
handicap di dalam proses laktasi. Sedangkan
faktor psikologis juga mempengaruhi pola
laktasi dalam proses Bonding dan Attachment
. Jenis hormon yang sangat berkaitan dengan
proses laktasi adalah hormon prolaktin dan
oxytocin. Hormon prolaktin berperan di
dalam produksi ASI, sedangkan hormon
oxytocin berperan penting dalam pengeluaran
ASI saat bayi menetek. Kondisi
psikologis/emosional ibu yang tidak stabil
menimbulkan keengganan ibu untuk meneteki
bayinya.
Faktor makanan dan obat-obatan yang
dikonsumsi ibu sangat menentukan juga pola
laktasi. Makanan yang mengandung zat-zat
gizi yang berkualitas akan menghasilkan ASI
yang berkualitas pula, karena ASI sendiri
dibuat dari zat-zat makanan yang diambil dari
darah ibu. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu
juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas
ASI. Menurut Soetjiningsih (1997) pola
laktasi dipengaruhi oleh beberapa hal antara
lain adalah permulaan menyususi bayi, teknik
menyusui, lama menyusui, frekwensi
menyusui, produksi ASI dan pengeluaran
ASI.4 Umur ibu juga turut mempengaruhi
penerapan pola laktasi. Umur ini berkaitan
erat dengan kondisi fisik dan psikologis ibu.
Pada penelitian ini mayoritas responden
berumur antara 25-30 tahun. Rentang umur
tersebut merupakan umur yang cukup matang
bagi ibu baik dari segi fisik maupun segi
psikologis di dalam tanggung jawab merawat
seorang bayi. Dalam usia yang cukup matang
dari segi fisik, seorang ibu diharapkan
mempunyai status kesehatan yang optimal
karena dikaitkan dengan kehamilan maka
rentang usia tersebut tidak termasuk dalam
golongan resiko tinggi ibu hamil sehingga
relatif tidak ada komplikasi kehamilan dan
persalinan pada ibu yang berkaitan dengan
proses laktasi selanjutnya. Dari segi
psikologis usia yang sudah matang
diharapkan ibu mampu menerima bayinya dan
menyadari bahwa bayinya merupakan
15
penerusnya yang harus dirawat dengan baik
dan benar.
Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, maka dapat disimpulan bahwa
sebagian besar responden dalam penelitian ini
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
(61,25%). hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain tingkat pendidikan
responden yang sebagian besar relatif baik
(42% SLTA), banyak media informasi yang
menyajikan pentingnya pemberian ASI pada
bayi sampai usia 6 bulan, dan faktor
lingkungan sosial yang memungkinkan
responden mendapatkan informasi lebih
banyak, sebagian besar responden
menerapkan pola laktasi yang benar pada
bayinya sampai usia 6 bulan (57,5%). Faktor
yang mendukung antara lain tingkat
pengetahuan responden tentang ASI yang
sebagian besar baik, faktor kesehatan ibu,
hormonal (prolaktin dan oxytocin), pekerjaan
ibu dan faktor kesehatan bayi dan berdasarkan
hasil penelitian ini didapatkan adanya
hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI
dengan pola laktasi pada bayi baru lahir
sampai usia 6 bulan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain adalah tingkat
pendidikan responden, pekerjaan, kondisi
fisik dan psikologis ibu, faktor makanan dan
obat-obatan yang dikonsumsi ibu, dan faktor
umur ibu.
Disarankan hendaknya selalu mengikuti
informasi terutama yang berkaitan dengan
pentingnya pemberian ASI pada bayi sampai
umur 6 bulan karena semakin banyak
informasi yang diterima maka akan semakin
tinggi tingkat pengetahuannya tentang
pentingnya ASI pada bayi sampai umur 6
bulan, senantiasa menjaga kesehatan ibu dan
bayi serta berusaha meningkatkan
pengetahuan tentang ASI karena hal ini
mempengaruhi pola laktasi pada bayi sampai
umur 6 bulan, seyogyanya ibu yang
mempunyai bayi baru lahir sampai umur 6
bulan senantiasa menambah pengetahuannya
melalui berbagai media yang telah tersedia
tentang pola laktasi yang baik dan benar
untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari di dalam memberikan ASI kepada
bayinya.
Daftar Pustaka
1. Perinasia ( 1994 ), Menyusui, Wito,
Jakarta
2. Depkes RI ( 1992 ), ASI dan Rawat
Gabung, Depkes RI, Jakarta
3. Depkes RI ( 1993 ), Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Hamil dalam Konteks Keluarga,
Depkes RI, Jakarta
4. Soetjiningsih, ( 1997 ), ASI Petunjuk
Untuk Tenaga Kesehatan, EGC,Jakarta
5. Sutrisno (1997)
6. Notoatmojo (1993), Pengantar
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan, Andi Offset,Jogjakarta
16
ANALISIS FAKTOR RISIKO KETUBAN PECAH DINI DI RUANG
BERSALIN RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
Noorhani Machdat, Oktaviani, Riyanti
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstract. Background: About tree hundreds and sever cases of maternal mortality occur each year.
Objektcve: This Study was conducted to investigate the effect of to the risk factor of Premature
Ruptureof Membranes in Doctor Doris Sylvanus Palangka Raya Hospital, center Kalimantan
Province, to investigate in which age is the mother that giver a risk factor on Premature Rupture of
Membranes, to investigate the parity of mother, risk factor on Premature Rupture of Membranes, to
investigate work of mother risk factor on Premature Rupture of Membranes and investigate
pregnancy complication risk factor on Premature Rupture of Membranes.
Method: Thris was an observational study with an unmatched case control study design. The
subjects were divided into two groups, namely the case group consisting of mothers having
delivered with Premature Rupture of Membranes (101 cases) and the control group consisting of
mothers having delivered non Premature Rupture of Membranes (101 cases). Chisquare was used
for the hypothesis test with p<0.05 and CI 95%. The analyses employed bivariable and
multivariable analyses.
Result: Work of mother had a statistically significant increase on the risk factor of Premature
Rupture of Membranes (OR = 1,5; CI 95% 0,5-4,4).Other factors such as increase on the risk of
Premature Rupture of Membrane.
Conclusing: Work of modher will increase the risk factor of Premature Rupture of Membrane with
OR = 1,5. Other factor affecting complication with OR = 4,2.
Keywords: Premature Rupture of Membrane, risk factors
Pendahuluan
Dari survey demografi kesehatan Indonesia
(SDKI) 2002-2003 angka kematian ibu adalah
307/100.000 kelahiran hidup, dimana
penyebab kematian ibu disebabkan oleh
pendarahan, infeksi eklamsia.1
Sedangkan untuk wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah 2006 jumlah kematian
maternal 46 kasus dan tahun 2007 adalah 40
kasus kematian maternal disebabkan
oleh kehamilan, persalinan dan nifas. Pada
tahun 2007 penyebab utama kematian ibu
yaitu pendarahan sebanyak 21 kasus, infeksi 2
kasus, eklamsia 7 kasus, penyebab lain
sebanyak 10 kasus.2 Ketuban pecah dini
merupakan komplikasi kebidanan pada
kehamilan yang menempati urutan enam (6)
tersering dijumpai. Ketuban pecah dini
merupakan penyebab penting morbiditas dan
mortalitas perinatal. Neonatal yang dilahirkan
dari wanita dengan repture membrane preterm
dan persalinan yang terlambat paling
tidak30% meninggal atau mengalami cacat
neurologis.
Ketuban pecah dini sering kali menimbulkan
konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun
17
bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi ini antara lain disebabkan karena
kematian akibat kurang bulan, dan kejadian
infeksi yang meningkat karena partus tak
maju, partus lama, dan partus buatan yang
sering dijumpai pada pengelolaan kasus
ketuban pecah dini terutama pada pengelolaan
konservatif. Infeksi yang sering dialami
adalah Infeksi intrafaktum, Infeksi ini
mengakibatkan selaput janin. Pada ketuban
pecah 6 jam, resiko infeksi meningkat 1 kali.
Ketuban pecah 24 jam, resiko infeksi
meningkat 1 kali. Ketuban pecah dini
merupakan resiko terjadinya infeksi inpartu.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan di
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
pada tahun 2006 jumlah pasien 1196 orang
dan terdapat 65 kasus ketuban pecah dini,
dengan persentase 5,43% sedangkan pada
tahun 2007 jumlah pasien 1203 orang terdapat
kasus ketuban pecah dini sebanyak 70 orang
dengan persentase 5,72% sehingga
menempatkan kasus ketuban pecah dini pada
urutan ketiga dalam daftar 13 kasus di ruang
bersalin RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.3
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut,
maka penulis mengemukakan rumusan
masalah sebagai berikut: “faktor apa saja yang
beresiko pada kejadian Ketuban Pecah Dini di
Ruang Bersalin RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya?”
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam jenis
penelitian kuantitatif non-ekperimen dengan
pendekatan kohort retrospektif.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni
tahun 2009 sampai dengan bulan agustus
2009. Adapun tempat pelaksanaan penelitian
adalah Ruang Bersalin Rumah Sakit Daerah
Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, karena
merupakan rumah sakit rujukan sehingga
harapan masyarakat terhadap pelayanan yang
berkualitas sangat tinggi
Populasi yang digunakan seluruh kasus
dengan ketuban pecah dini pada periode bulan
juli tahun 2008 sampai pada bulan juni tahun
2009 diruang bersalin RSUD Dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya. Dalam penelitian ini
seluruh populasi akan dijadikan sampel
penelitian atau sampel populasi.4 Populasi
penelitian berjumlah 101 kasus.
Hasil Dan Pembahasan
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Ruang Bersalin (Ruang C) merupakan
salah satu Ruang Rawat inap di RSUD
dr.Doris Sylvanus Palangka Raya yang
dikhususkan untuk wanita dengan kasus
obstetri maupun ginekologi baik yang
rujukan maupun yang non rujukan.
Tenaga kesehatan yang bekerja diruang
bersalin (ruang C) berjumlah 24 orang,
yang terdiri dari tenaga dokter spesialis 4
orang, dokter umum 2 orang, bidan dan
17 orang dan tenaga administrasi 1 orang.
Adapun latar belakang tenaga pendidikan
18
tenaga kesehatan tersebut adalah D3
Kebidanan 15 orang dan D4 Bidan 2
orang.
Ruang bersalin terdiri dari 4 ruang yaitu 2
ruang bersalin, ruang jaga, dan ruang
kantor. Ruang bersalin juga dilengkapi
oleh fasilitas tempat tidur yang berjumlah
6 buah.
Tenaga kesehatan yang bekerja diruang
bersalin tersebut sudah mendapatkan
pelatihan Asuhan Persalinan Normal.
Penanganan ibu bersalin RSUD dr. Doris
Sylvanus mengikuti standar asuhan
Persalinan Normal (APN).
B. Analisis
1. Analisis Univariat
a. Komplikasi ibu hamil
Berdasarkan tabel 1 ibu-ibu hamil
dengan riwayat komplikasi lebih
banyak mengalami KPD (31,7%)
dibanding dengan yang tidak
mengalami KPD hanya 9,9%. Pada
kelompok ibu-ibu hamil yang tidak
ada komplikasi semasa
kehamilannya lebih banyak yang
tidak mengalami KPD (90,1%)
dibanding dengan yang mengalami
KPD (68,3%).
b. Status Pekerjaan
Ketuban Pecah Dini banyak
ditemukan pada ibu-ibu hamil yang
tidak bekerja (ibu rumah tangga)
sebesar 73%. Sedangkan pegawai
tidak tetap lebih banyak yang tidak
mengalami KPD (52,5%).
Tabel 1. Karakteristik Ibu menurut Kasus
dan Kontrol, di RSUD dr. Doris Sylvanus,
Palangka Raya, 2008/2009
Variabel Kejadian KPD Total
Kasus Kontrol
N % N %
Komplikasi
Ya 32 31,7 10 9,9 42
Tidak 69 68,3 91 90,1 160
Jumlah 101 100 101 100 202
Kerja
Ibu rumah
tangga
74 73,3 36 35,6 110
Pegawai tidak
tetap
20 19,8 53 52,5 73
Pegawai
Pemerintahan
7 6,9 12 11,9 19
Jumlah 101 100 101 100 202
c. Jumlah Kehamilan
Rata-rata responden mengalami
kehamilan sebanyak 2 kali baik pada
responden kasus maupun kontrol. Pada
kelompok kasus jumlah kehamilan
minimal yang dialami ibu yaitu 1 kali dan
jumlah kehamilan maksimum yaitu 9
kali. Hal tersebut lebih rendah daripada
kontrol dengan jumlah kehamilan
minimum yaitu 1 kali dan maksimum
yaitu 12 kali. Variabel jumlah SD= 1,6
dan SD=2. (Tabel 2).
d. Umur
Rata-rata umur responden kasus dalam
penelitian ini yaitu 28 ± 6,4 tahun lebih
tinggi sedikit dibandingkan dengan
kelompok kontrol yaitu 27 ± 5,9 tahun.
Umur termuda pada kelompok kasus
yaitu 18 tahun, umur tertua pada
kelompok kontrol yaitu 45 tahun. Pada
kelompok kontrol umur termuda yaitu 16
19
tahun dan umur tertua yaitu 40 tahun (Tabel 2).
Tabel 2.
Rata-rata (Mean) dan Deviasi Standar (standard deviation) Umur Ibu dan Jumlah Paritas
Ibu menurut kasus dan Kontrol, di RSUD dr. Doris Sylvanus , Palangka Raya. 2008-2009
Variabel Kasus
n = 101
Kontrol
n = 101
Jumlah Kehamilan
Mean (X) 2 2
Median (Md) 1 2
Standard Deviation
(SD) 1,6 2
Minimum 1 1
Maksimum 9 12
9,5% CI 1,7 – 2,4 1,7 – 2,3
Umur
Mean (X) 28 27
Median (Md) 27 26
Standard Deviation
(SD) 6,4 5,9
Minimum 18 16
Maksimum 45 40
9,5% CI 26,5 – 29,0 25,6 – 27,9
Tabel 3
Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) menurut faktor resiko ibu, di RSUD dr. Doris Sylvanus,
Palangka Raya, 2008/2009
Variabel Kejadian KPD Total P.value OR 95%CI Ket
Kasus Kontrol
N % N %
Umur
<20 tahun 8 8,8 10 10,5 18 0,697 1 - NS
20-35 tahun 78 85,7 82 86,3 160 0,729 0,84 0,32-2,24
>35 tahun 5 5,5 3 3,2 8 0,399 0,48 0.09-2,65
Jumlah 101 100 101 100 202
Paritas
>1 anak 45 44,6 52 51,5 97 0,324 0,76 0,44-1,32 NS
1 anak 56 55,4 49 48,5 105
Jumlah 101 100 101 100 202
Komplikasi
Ya 32 31,7 10 9,9 42 0,0001 4,2 1,94-9,17 S
Tidak 69 68,3 91 90,1 160
Jumlah 101 100 101 100 202
Kerja
Ibu rumah
tangga
74 73,3 36 35,6 110 0,0001 1,5 0,5-4,4 S
Pegawai
tidak tetap
20 19,8 53 52,5 73 0,3 0,1-0,8
Pegawai
Pemerintahan
7 6,9 12 11,9 19 0,3 0,1-0,8
Jumlah 101 100 101 100 202
20
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian yang telah
dilakukan di Ruang Kebidanan RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Lebih dari separuh (68,3%) ibu yang
mengalami KPD di RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya tidak disertai
penyebab langsung
2. Ibu yang mengalami Ketuban Pecah
Dini di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya lebih dari separuh
(73,3%) adalah ibu rumah tangga
3. Lebih dari separuh (63,4%) ibu yang
mengalami KPD di RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya berusia lebih
dari atau sama dengan 29 tahun.
B. Saran
Mengingat kasus KPD cukup tinggi dan
merupakan salah satu penyebab kesakitan
dan kematian ibu dan bayi, maka penulis
menyarankan :
1. Untuk institusi terkait (Dinas
Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas,
dokter/bidan praktek swasta), untuk
lebih meningkatkan sistem pelayanan
informasi tentang kehamilan,
persalinan dan kelainan yang mungkin
terjadi, baik lewat media cetak,
elektronik atau lewat media lain
seperti pamplet, spanduk dan lain-lain
yang ditetapkan atau dipasang di
tempat yang mudah dilihat dan dibaca
oleh masyarakat.
2. Untuk ibu-ibu hamil agar lebih
intensif memeriksakan kehamilannya
kepada tenaga kesehatan di sarana
kesehatan terdekat baik di Puskesmas
maupun di Rumah Sakit.
3. Bidan sebagai pemberi pelayanan
terdepan diharapkan agar melakukan
pengawasan kehamilan, deteksi dini
terhadap komplikasi kehamilan serta
tidak terlambat dalam mengambil
keputusan terutama dalam rujukan.
Daftar Pustaka
1. Depkes, RI. 2006. Profil kesehatan dan
Pembangunan Perempuan di Indonesia.
Jakarta.
2. Dinkes Kalteng. 2007. Profil Kesehatan
Provinsi kalimantan Tengah Tahun 2006.
Palangka Raya
3. Ruang bersalin. 2007. Profil Register
Ruang Bersalin RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.Ruang Bersalin RSUD
dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
4. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Praktek Suatu Pendekatan
praktek Edisi revisi V. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
21
EFEKTIFITAS PERUBAHAN POSISI TIDUR TERHADAP SATURASI OKSIGEN
PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT DI RUANG H RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
dr.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
Gad Datak, Ester Inung Sylvia, Missesa
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George No.30 Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Abstract : The arrange positioning of patient, it’s one of method for increase oxygen supplay to
brain.The fact from some research result, arrange positoning for patient with stroke showing
statisfy of oxygen saturation. This research aims to know how the effectiveness of arrange
positioning to oxygen saturation on patient with stroke acut ischemic in the ward H, RSUD Dr.
Doris Sylvanus, Palangka Raya city. The research design is quasi experiment with approach of pre
post test control design with control group, intervention group with arrange positioning every 1
hour and control group with arrange positioning every 2 hour, and than measure oxygen saturation
after and before arrange positioning.The sampling technique is consecutive sampling, number of
sample 30 person (15 persons in intervention group and 15 persons in control group). The
researchresult is the arrange positioning every 1 hour effetice increase oxygen saturation on
patient with stroke acut ischemic more than the arrangen positioning every 2 hour (p=0,005). The
conclusion and implication, the arrange positioning every 1 hour can increase oxygen saturation on
patient stroke acut ischemic and must be implementation in nursing
Keywords : The arrange positioning of patient, oxygen saturation, stroke acut ischemic
Pendahuluan
Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan
gejala berupa gangguan fungsi otak secara
fokal atau global yang dapat menimbulkan
kematian atau kelainan yang menetap lebih dari
24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan
vaskular1. Berdasarkan penyebabnya stroke
diklasifikasikan menjadi stroke hemoragik
dan stroke iskemik2. Dari seluruh kejadian
stroke, 83% adalah stroke iskemik dan sisanya
17% stroke hemoragik. Namun demikian
pemulihan akibat penyakit stroke ini tergantung
dari berbagai faktor antara lain faktor risiko
yang dimiliki pasien, ketepatan dan kecepatan
penatalaksanaan, penyakit yang
memperberat stroke dan perawatan untuk
mencegah salah satu komplikasi.
Pada fase stroke akut terjadi perubahan aliran
darah otak yang menimbulkan iskemik dan
pada daerah yang terkena iskemik aliran darah
menurun secara signifikan2. Ketika aliran darah
berkurang atau terhambat secara akut, maka
area susunan saraf pusat yang diperdarahi akan
mengalami infark jika tidak ada perdarahan
kolateral yang adekuat. Di sekitar zona
nekrotik sentral terdapat “penumbra
iskemik”yang tetap viable untuk suatu waktu,
yang berarti fungsinya dapat pulih jika aliran
22
darah baik kembali3,4
. Pengiriman akut oksigen
ke jaringan otak lebih banyak sebagai akibat
glikolisis anaerob yang mengakibatkan
peningkatan produksi asam laktat dan kematian
sel otak. Desaturasi oksigen arteri dihubungkan
dengan mortalitas dan morbiditas pasca stroke5
Salah satu cara untuk meningkatkan
pengiriman oksigen ke otak adalah dengan
perubahan posisi tubuh pasien (positioning).
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perubahan posisi tidur pada pasien stroke
memperlihatkan nilai saturasi oksigen yang
memuaskan 6,5,7,8,9
. Selain itu, perubahan posisi
tidur tubuh pasien dapat mengoptimalkan rasio
ventilasi dan perfusi, meningkatkan pemulihan
anggota badan, mencegah kontraktur dan
modulasi kekuatan otot10
. Perubahan posisi
tidur tubuh pasien juga telah diterima di dalam
pengelolaan masalah pernapasan dengan
perbedaan di level oksigen arteri yang
teridentifikasi melalui perubahan posisi 5.
Berdasarkan penjelasan manfaat penelitian
sebelumnya tentang perubahan posisi tidur
terhadap peningkatan nilai saturasi oksigen dan
dengan mempertimbangan bahwa perubahan
posisi berbaring tubuh merupakan intervensi
keperawatan mandiri serta mudah dilakukan,
maka akan dilakukan penelitian tentang
efektifitas perubahan posisi tidur (positioning)
terhadap saturasi oksigen pasien stroke iskemik
akut di Ruang H Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Metode
Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah quasi eksperimen dengan pendekatan
pre-post test control design with control group,
dimana desain ini melakukan tindakan pada
dua atau lebih kelompok yang akan diobservasi
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan 11,12
.
Kelompok intervensi dilakukan perubahan
posisi tidur setiap 1 jam, sedangkan kelompok
kontrol dilakukan perubahan posisi setiap 2
jam yang kemudian diukur saturasi oksigen
sebelum dan sesudah tindakan. Populasi adalah
seluruh pasien stroke yang di rawat di ruang
neurologi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya dengan teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah consecutive
sampling, dimana semua subjek penelitian
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan
di masukkan ke penelitan sampai batas
waktunya terpenuhi13,14
.15
Kriteria inklusi
responden dalam penelitian adalah pasien
riwayat stroke pertama kali, kondisi tanda-
tanda vital stabil, tidak mengalami penyakit
gangguan sistem pernapasan, tidak terpasang
oksigen dan pasien atau keluarga bersedia
dipasang pulsa oksimetri.
23
Hasil Dan Pembahasan
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober
sampai dengan Desember 2010. Jumlah
sampel penelitian sebanyak tigapuluh pasien,
limabelas pasien sebagai kelompok intervensi
dan limabelas pasien sebagai kelompok
intervensi. Hasil dan pembahasan penelitian
sebagai berikut :
1. Jenis Kelamin Responden
Diagram 1
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Pasien Stroke Iskemik Akut
Di RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangkaraya
Periode Oktober – Desember 2010 (n=30)
Pada diagram 1, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih banyak mengalami stroke iskemik akut
yaitu 16 orang (53,3%) dibandingkan wanita
sebanyak 14 orang (46,7%). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh ASNA di 28 rumah sakit seluruh
Indonesia16
, bahwa pasien stroke akut yang di
rawat yaitu laki-laki 238 (57 %) dan perempuan
117 ( 43 %). Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan pernyataan Feigin, bahwa Laki-laki
memiliki risiko terkena stroke iskemik maupun
perdarahan lebih tinggi 20 % dari pada wanita17
.
2. Umur Responden
Diagram 2
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Pasien Stroke Iskemik Akut
Di RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangkaraya
Periode Oktober – Desember 2010(n=30)
Pada diagram 2 seperti di atas, hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa umur pasien stroke
iskemik akut yang paling banyak pada rentang
45-65 tahun yaitu 20 orang ( 66,7% ), umur
lebih dari 66 tahun sebanyak 8 orang (26,7%)
dan paling sedikit di bawah usia 44 tahun
sebanyak 2 orang (6,7%). Distribusi umur
responden tersebut sesuai dengan gambaran
dan profil stroke di Indonesia yang menyatakan
bahwa pasien stroke terbanyak di umur 45-65
tahun yaitu berjumlah 54,2% dari kejadian
stroke16
. Selain itu, The National Stroke
Association menyebutkan bahwa angka
kejadian stroke dan risiko stroke akan
meningkat seiring pertambahan umur, hingga
disebutkan bahwa angka kejadian stroke dua
pertiganya terjadi pada umur diatas 65 tahun18
.
14 (46,7%)
16 (53,3%)
16 (53,3%)
24
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
pendapat Feigin, bahwa risiko terjadinya stroke
meningkat sejak usia 45 tahun, dan setelah
mencapai usia 50 tahun risiko menjadi lebih
tinggi17
. Setiap pertambahan satu tahun usia di
atas 50 tahun risiko stroke meningkat sebesar
11 - 20 %. Usia di atas 65 tahun merupakan
usia dengan risiko paling tinggi. Disamping hal
tersebut, faktor risiko stroke lainnya seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes,
arterosklerosis meningkat seiring dengan
pertambahan usia17
.
3. Efektifitas perubahan posisi tidur
(positioning) terhadap saturasi oksigen
pasien stroke iskemik akut
Tabel 1.
Beda Rata-Rata Selisih Nilai Saturasi Oksigen
Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Perubahan
Posisi Pada Kelompok Kontrol Pasien Stroke
Iskemik
Di RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangkaraya
Periode Oktober – Desember 2010 (n=30)
Berdasarkan tabel 1 di atas memperlihatkan
bahwa hasil penelitian ini ada perbedaan yang
bermakna tingkat saturasi oksigen pasien stroke
iskemik akut setelah dilakukan perubahan
posisi antara kelompok kontrol dengan
kelompok intervensi (p=0,005, =0,05),
sehingga perubahan posisi tidur setiap 1 jam
lebih efektif dibandingkan setiap 2 jam untuk
meningkatkan nilai saturasi oksigen pada
pasien stroke iskemik akut.
Analisis lebih lanjut hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perbandingan rerata nilai
saturasi oksigen pada pasien stroke iskemik
akut yang dilakukan perubahan posisi tidur
setiap 1 jam lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien yang dilakukan perubahan posisi tidur
setiap 2 jam, seperti pada grafik 1 dibawah ini.
Grafik 1
Perkembangan Nilai Saturasi Oksigen Pasien
Stroke Iskemik Akut Kelompok Kontrol
dan Kelompok Intervensi Di RSUD Dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya
Periode Oktober-Desember 2010
(n=30)
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Chatterton, HJ et al bahwa perubahan posisi
tidur setiap 1 jam sangat bermakna untuk
meningkatkan nilai saturasi oksigen yang
95
95
96
96
97
97
1 2
Nila
i Sat
ura
si O
ksig
en
kel kontrol
kelintervensi
Variabel N Mean Standar
Deviasi
Standar
Error
P
Value
Nilai
Saturasi
Oksigen
Kelompok
Kontrol
15
0,47 0,43 0,11
0,005
Kelompok
Intervensi
15
1, 02 0,54 0,14
25
direkomendasikan digunakan di dalam
mengelola pasien pasien stroke akut5.
Pada fase stroke akut terjadi perubahan aliran
darah otak yang menimbulkan iskemik dan
pada daerah yang terkena iskemik aliran darah
menurun secara signifikan2. Hipoksemia pada
fase stroke akut akan merusak iskemik
penumbra dan memperburuk clinical outcome
sehingga penatalaksanan utama pada fase
stroke iskemik akut bertujuan untuk
meminimalkan kerusakan serebral yang
disebabkan hipoksemia dan untuk
meningkatkan pengiriman oksigen ke otak
adalah dengan perubahan posisi berbaring
tubuh pasien (positioning)10,26
Keterbatasan yang ditemukan selama
pelaksanaan penelitian yaitu :
a. Jumlah sampel yang didapatkan selama
penelitian ini masih relatif sedikit sehingga
variasinya kurang dan memungkinkan
untuk tidak memperoleh hasil yang
menggambarkan keadaan seluruh populasi.
Selain itu, penelitian ini tidak mengkaji
lebih lanjut variabel-variabel lain yang
diperkirakan akan berpengaruh terhadap
nilai saturasi oksigen.
b. Ada beberapa pasien yang dilakukan
tindakan pemeriksaaan diagnostik yang
bersamaan saat akan dilaksanakan
intervensi pasien sehingga menunda atau
tidak sesuai dengan jadwal perubahan
posisi tidur yang telah ditetapkan.
Kesimpulan Dan Saran
Perubahan posisi tidur setiap 1 jam dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
digunakan oleh institusi pelayanan keperawatan
sebagai salah satu standar operasional prosedur
pada pasien stroke iskemik akut sehingga
direkomendasikan untuk dilanjutkan dan
dikembangkan penelitian yang sama pada
seluruh pasien stroke akut dengan jumlah
sampel yang lebih besar dan homogen.
Daftar Rujukan
1. Mulyatsih,E & Ahmad,A . Stroke :Petunjuk
perawatan pasien pasca stroke di rumah.
Jakarta :Balai penerbit FKUI:2008
2. Miscbah,J. Stroke aspek
diagnostik,patofisiologi, managemen :1999
3. AANN. Guide to the care of the patient
with ischemic stroke: AANN references
series for clinical practice. Glenview,IL :
AANN : 2004
4. Ginsberg,L. Lectures notes neurologi, edisi
kedelapan. Jakarta:Erlangga:2005
5. Chatterton,.J.,Pomeroy,V.M.,Connolly,M.J.
,Faragher,E.B.,Clayton,L.,&Tallis,R.C. The
effect of body position on arterial oxygen
saturation in acute stroke.Archives(online)
2000 (Cited 2008 Nopember 28) Available
from: http://proquest.umi.com/pqdweb.
6. Elizabeth,J.,Singarayar,J.,Ellul,J.,Barer,D.,
& Lye.,M. Arterial oxygen saturation and
posture in acute stroke. Archives(online)
26
1992 (Cited 2008 Nopember 29) Available
from:http://ageing.oxfordjournals.org/.
7. Roffe,C.,Sills,S,Wilde,K.,& Crome,P.
Effect of hemiparetic stroke on pulse
oximetry readings on the affected side.
Archives(online) 2001 (Cited 2008
Nopember 29) Available
from:http://stroke.ahajournals.org/.
8. Rowat ,A.M.,Wardlaw,J.M,.Dennis,M.S.,&
Warlow,C.P.(2001). Patient positioning
influences oxygen saturation in the acute
phase of stroke. Archives(online) 2001
(Cited 2008 Nopember 29) Available from
http://content.karger.com/ProdukteDB?.
9. Pang, Ja, Yeung VFT, & Zhang YG.
(1988), Do postural changes affect gas
exchange in acute hemiplegia.
Archives(online) 1998 (Cited 2008
Nopember 29) Available from
http://proquest.umi.com/pqdweb.
10. Tyson., S.F & Nigthingale,P, The effect of
position on oxygen saturation in acute
stroke : a systemic review. Archives(online)
(Cited 2008 Nopember 29) Available from
http://proquest.umi.com/pqdweb, d
11. Dempsey, P, A., & Dempsey, A,D. Nursing
research text and workbook. USA:Litte,
Brown:1996
12. Polit, B & Hungler. Essentials of nursing
research, 5 th
edition. Philadelphia:
Lippincot William & Wilkins:2001
13. Sabri, L., & Hastono, S.P. Statistik
kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada :
2006
14. Sastroasmoro, S. Pemilihan subyek
penelitian, dalam Sastroasmoro & Ismael,
dasar-dasar metodologi penelitian klinis
(hlm.67-77). Jakarta: Sagung Seto.:2006
15. Sastroasmoro, S., et.al. Usulan penelitian,
dalam Sastroasmoro & Ismael, dasar-dasar
metodologi penelitian klinis (hlm.24-47).
Jakarta: Sagung Seto :2006
16. Rasyid,A & Soertidewi,L. Unit stroke
manajemen stroke secara komprehensif.
Jakarta; Balai penerbit FKUI :2007
17. Feigin, V. Stroke : Panduan berganbar
tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
Jakarta: PT. Buana ilmu populer :2006
18. Price,S, & Wilson, L.M. Pathophysiology :
Clinical concepts of disease process.
St.Louis : Mosby year book inc: 2002
19. Rowat,A.M.,Wardlaw,J.M, & Dennis,M.S.)
Hypoxaemia in acute stroke is frequent and
worsens. Archives(online) 2006 (Cited
2008 Nopember 29) Available from
http://content.karger.com/ProdukteDB?.
27
GAMBARAN KELENGKAPAN DOKUMENTASI
ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
DAERAH UMUM dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
Barto Mansyah, Nita Theresia, Fety Rahmawati
Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Abstract. Nursing care of element of akunbilitas meaning that nurse can justify given nursing care.
Nurse responsibility in giving nursing care seen at documentation nursing care process which have
given. Documentation nursing care is important elemen in nursing care because complete
documentation and accurate can give solution a problem in clien. If the documentation not accurate
can decrease nursing care quality. Complete documentation can influence by education, workshop,
work for long time, facilities and time. First study in Dr. Doris Sylvanus Hospital was find that
quality of documentation nursing care still low. Lower quality of documentation nursing care can
weakness the aunthentic proof which owned by nurse to give nursing care to client.
This research target is to know elements that can influence the completed documentation nursing
care. Research type is description qualitative with cross sectional, sample of this research is nurse
and clien document. The instrument to know elements that influence the completed documentation
nursing care is Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan from Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Research result was find elements that influence the completed documentation nursing care. The
conclusion of this research is elements that influence the completed documentation nursing care of
Dr. Doris Sylvanus hospital Palangkaraya is education, workshop, work for long time, facilities
and time.
Keyword: Nursing Documentation
Pendahuluan
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan
bagian penting dalam proses keperawatan
wahana dan sarana komunikasi dalam tim
kesehatan dirumah sakit, hal ini sejalan
dengan kemajuan ilmu dan teknologi serta
meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan. Salah satu upaya dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat
dan ditempuh dengan terselenggaranya
kegiatan pencatatan dan pelaporan yang baik
dan benar. Dokumentasi asuhan keperawatan
memegang peranan penting terhadap segala
macam tuntutan dalam pelaksanaan proses
keperawatan, sehingga suatu yang mutlak
yang harus ada untuk perkembangan
keperawatan dan merupakan salah satu bentuk
upaya membina dan mempertahankan
akuntabilitas perawat.1
MenurutNursalam,2Dokumentasi keperawatan
mempunyai makna yang penting bila dilihat
dari berbagai aspek, yaitu aspek hukum,
jaminan mutu, komunikasi, keuangan,
pendidikan, dan penelitian. Catatan informasi
tentang klien merupakan dokumentasi resmi
dan bernilai hukum. Dokumentasi
keperawatan dapat digunakan sebagai barang
bukti dipengadilan. Oleh karena itu data-data
28
harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, dan
obyektif. Dokumentasi keperawatan yang
baik memberi kemudahan bagi perawat dalam
membantu menyelesaikan masalah klien. Hal
ini akan membantu meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan. Dokumentasi
keperawatan akan menjadi alat komunikasi
perawat dan petugas kesehatan lainnya
sebagai pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan. Dokumentasi dapat bernilai
keuangan karena semua tindakan keperawatan
yang belum, sedang dan telah diberikan
dicatat dan dapat digunakan sebagai
perhitungan dalam perhitungan pembiayaan.
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan,
karena memuat kronologis dari kegiatan
asuhan keperawatan yang dapat dijadikan
referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi
keperawatan. Selain itu data yang terdapat
dalam dokumentasi keperawatan mengandung
informasi yang dapat dijadikan bahan atau
obyek penelitian bagi pengembangan
keperawatan. Menurut Fisbach,3
perawat
memerlukan suatu keterampilan untuk dapat
memenuhi standar dokumentasi yang
sesuai.Departemen kesehatan RI memberikan
parameter mutu dokumentasi keperawatan
pada setiap tahap proses perawatan.Tahap
pengkajian keperawatan; perawat mencatat
data yang dikaji sesuai dengan pedoman
pengkajian, data dikelompokan (bio-psiko-
sosio-spiritual), data dikaji sejak pasien
masuk sampai pulang, dan masalah
dirumuskan.4
Berdasarkan kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan. Tahap diagnosa keperawatan;
diagnosa keperawatan berdasarkan masalah
yang telah dirumuskan, diagnosa keperawatan
mencerminkan PE/PES, merumuskan
diagnosa keperawatan aktual/potensial. Tahap
rencana keperawatan; berdasarkan diagnosa
keperawatan, disusun menurut urutan
prioritas, rumusan tujuan mengandung
komponen subyek, perubahan perilaku,
kondisi pasien dan atau kriteria, rencana
tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
perintah, terinci dan jelas dan atau melibatkan
pasien/keluarga, rencana tindakan
menggambarkan kerjasama dengan tim
kesehtanan lain. Tahap tindakan keperawatan;
tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana
keperawatan, perawat mengobservasi respon
pasien terhadap tindakan keperawatan, revisi
tindakan berdasarkan hasil evaluasi, semua
tindakan yang telah dilaksanakan dicatat dan
hasil evaluasi dicatat.
Kegiatan pendokumentasian asuhan
keperawatan saat ini masih banyak menemui
kesulitan. Kendala ini disebabkan oleh
banyaknya variasi format dokumentasi
sehingga staf perawat mengalami kesulitan
dan proses dokumentasi memerlukan banyak
waktu yaitu sekitar 35-140 menit. Sedangkan
menurut Carpenito,5 bahwa masalah umum
dari staf perawat dalam menuliskan
dokumentasi asuhan keperawatan adalah tidak
ada waktu yang cukup untuk menulis,
dokumentasi asuhan tidak perlu ditulis kecuali
29
untuk akreditasi dan dokumentasi asuhan
tidak digunakan setelah dibuat.
Layanan keperawatan adalah uang berbentuk
professional. Maksud dari layanan
professional adalah suatu pelayanan dimana
dalam pelaksanaannya berdasarkan atas
standar – standar yang telah ditetapkan. Yang
dimaksud standar adalah pedoman pekerjaan
agar dapat berhasil dan bermutu, oleh karena
itu agar dapat memberikan asuhan
keperawatan dapat berhasil dan bermutu
tinggi perawat harus bekerja sesuai dengan
standar – standar yang telah ditetapkan
sebagai pedoman kerja.
Standar asuhan keperawatan merupakan
pedoman kerja bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien, oleh karena itu penilaian atau
pengukuran mutu dari asuhan keperawatan
yang telah dilakukan oleh perawat dapat
diketahui dari berapa besar standar yang telah
dilaksanakan. Untuk menjaga mutu pelayanan
agar dapat bermutu tinggi, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia telah
mengeluarkan standar keperawatan yang
terdiri dari enam komponen, yaitu : 1) Standar
I, Pengkajian keperawatan ; 2) Standar II,
Diagnosis Keperawatan; 3) Standar III,
Perencanaan Keperawatan; 4) Standar IV,
Implementasi Keperawatan; 5) Standar V,
Evaluasi Keperawatan; 6) Standar VI, Catatan
Asuhan Keperawatan.6
Kegiatan pendokumentasian asuhan
keperawatan saat ini mesih banyak menemui
kesulitan. Kendala ini disebabkan oleh
banyaknya variasi format dokumentasi
memerlukan banyak waktu yaitu sekitar 35-45
menit.
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya, adalah Rumah Sakit
Daerah dengan tipe B Non Pendidikan,
terletak di jalan Tambun Bungai. Distribusi
perawat di Rumah Sakit Umum dareah dr.
Doris Sylvanus adalah seperti yang terlihat
dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Distribusi Tenaga
Keperawatan Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya Tahun 2010
Ruangan
Jumlah Tenaga Perawat Jumlah
Total
Perawat
Jumlah
Tempat
Tidur SPK D
III
D
IV
S1
+
Ns
A 3 6 1 - 10
B 4 7 - 1 12
D 2 7 1 - 10
E 4 6 - 1 11
F 6 5 1 - 12
G 3 6 - 1 10
H 1 8 - - 9
Perina 7 3 1 - 11
ICU 2 10 - 1 13
ICCU 4 8 - 1 13
NICC 1 11 - 1 13
Kls Utama 3 6 1 - 9
VIP I 4 7 - - 11
VIP II 5 6 - 1 12
VIP III 4 4 - 1 9
Total 53 100 5 8 155
Sumber: Bidang Keperawatan 2010
Komposisi tenaga keperawatan berdasarkan
pendidikannya secara keseluruhan ruangan
adalah SPK 34,19 %, D III 64,52 %, D IV
3,23 % dan S1 + Ns 5,16 %.
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
peneliti pada tanggal 18 Agustus 2010
terhadap kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Doris Sylvanus palangka Raya di ruang
rawat inap yang diambil secara acak dari 3
30
ruangan, dimana pasien yang bersangkutan
telah pulang adalah seperti yang tercantum
pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Nilai kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan di IRNA Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
No Aspek yang dinilai Jumlah Kriteria tiap
aspek yang dinilai Jumlah sampel Total Nilai %
1 Pengkajian
keperawatan 3 15 18 40
2 Diagnosa
keperawatan 3 15 18
40
3 Perencanaan
keperawatan 5 15 20
26,6
4 Implementasi
keperawatan 3 15 18
40
5 Evaluasi
keperawatan 2 15 17
56,6
6 Catatan asuhan
keperawatan 4 15 19 30,6
Rata - rata 39,13
Sumber : Data sekunder (Rekam Medis) dari bagian Medical Record RSUD dr. Doris Sylvanus palangka
Raya
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa
dokumentasi asuhan keperawatan di ruang
rawat inap RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya masih kurang lengkap.
Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti tentang gambaran
mempengaruhi kelengkapan dokumentasi
asuhan keperawatan di ruang rawat inap
RSUD dr. Doris Sylvanus palangka Raya.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriftif
kualitatif sedangkan pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Cross
Sectional, yaitu penelitian survei dimana
varabel bebas dan terikat yang diteliti
dikumpulkan secara hampir bersamaan atau
simultan.7
A. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terhadap faktor –
faktor yang mempengaruhi kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan
dalam bentuk kuesioner dengan
menggunakan pertanyaan tertutup, penulis
menggunakan dua kuesioner :
1. Kuesioner A berisi tentang data
demografi yang terdiri dari 8 item
pertanyaan yaitu nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, pelatihan
yang pernah diikuti, ruangan, lama
kerja dan jabatan
2. Kuesionr B berisi tentang faktor –
faktor yang mempengaruhi
31
kelengkapan dokumentasi asuahan
keperawatan ( pendidikan, pelatihan,
manajemen sarana waktu dan motivasi)
3. Kuesioner kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan
Instrument yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah instrument
A dalam buku Instrumen Evaluasi
Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Di Rumah Sakit dari
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 1997. Evaluasi
meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, evaluasi, dan
catatan asuhan keperawatan.
4. Instrumen A terdiri dari 24 item yang
meliputi pengkajian 4 item, diagnosa 3
item, perencanaan 6 item, pelaksanaan
5 item, evaluasi 2 item dan catatan
asuhan keperawatan 4 item.
Kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan diolah dengan cara sebagai
berikut:
a. Pada setiap kolom diisi dengan
tanda “V” bila aspek yang dinilai
ditemukan dan diberikan skor 1,
tanda “O” bila aspek yang dinilai
tidak ditemukan dan diberi skor 0.
b. Sub total sesuai dengan hasil
penjumlahan jawaban nilai “V”
yang ditemukan pada masing-
masing kolom.
c. Total diisi dengan penjumlahan sub
total.
d. Tiap variabel dihitung prosentasinya
dengan cara:
Prosentase =
e. Selanjutnya dibuat rekapitulasi nilai
untuk pencapaian rata-rata dengan
rumus:
Pencapaian rata – rata =
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Setelah didapat nilai rata-rata
kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan selanjutnya dimasukkan
dalam kategori:
1) Baik : 76 – 100
2) Cukup : 51 – 75
3) Kurang : 26 – 51
4) Tidak baik : < 26
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perawat pelaksana yang bekerja di unit rawat
inap yang berjumlah 207 perawat.
Pengambilan sampel dengan menggunakan
purposive sampel. Penelitian ini adalah
perawat pelaksana yang bekerja di unit rawat
inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
Hasil Dan Pembahasan
Responden dalam penelitian ini sebanyak 97
perawat yang bekerja di ruang di Ruang A,
B, D, E, F, G, ICU, ICCU dan VIP.
32
Tabel 3. Karakteristik responden
berdasarkan pendidikan, jenis kelamin,
lama bekerja dan umur serta pelatihan
yang pernah diikutidi Ruang A, B, D, E,
F, G, ICU, ICCU dan VIP Rumah Sakit
Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Bulan
September 2010
No Karakteristik
Responden Total Prosentase
1 Jenis Kelamin:
Laki-laki
Perempuan
12
85
12,37 %
87,63 %
2 Lama Kerja:
≤ 5 tahun
5 – 10 tahun
> 10 tahun
53
16
28
54,64 %
16,50 %
28,86 %
3 Umur:
≤ 30 tahun
> 30 tahun
59
38
60,82 %
39,18 %
4 Pelatihan yang
pernah diikuti:
Pelatihan tentang
pendokumentasian
asuhan
keperawatan
Pelatihan tidak
tentang
pendokumentasian
asuhan
keperawatan
0
97
0
100 %
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas nampak bahwa pada
karakteristik responden menurut jenis
kelamin, jumlah yang terbanyak adalah
perempuan yaitu ada 85 responden (87,63 %),
sedangakan laki-laki ada 12 responden
(87,63%).
Karakteristik responden menurut lama kerja,
ada 53 responden ( 54,64%) dengan lama
kerja kurang dari 5 tahun, 28 responden
(28,86 %) dengan lama kerja lebih dari 10
tahun dan 16 responden (16,50 %) dengan
lama kerja 5 – 10 tahun.
Karakteristik responden menurut umur,
sebagian besar berumur kurang dari 30 tahun
yaitu ada 59 responden (60,82 %) sedangkan
yang berumur lebih dari 30 tahun ada 38
Responden (39,18 %).
Sedangkan karakteristik menurut pelatihan
yang pernah diikuti didapatkan hasil yaitu
semua responden belum pernah mengikuti
pelatihan yang terkait dengan
pendokumentasian yaitu sebanyak 97
responden (100 %).
1. Distribusi Pendidikan, Pelatihan,
Manajemen, Sarana dan Waktu
Tabel 4. Distribusi Pendidikan, Pelatihan,
Manajemen, Sarana dan Waktu di Ruang
A, B, D, E, F, G, ICU, ICCU dan VIP
Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya Bulan September 2010
No Kategori Frekuensi Prosentase
1 Baik 82 84,54 %
2 Sedang 15 15,46 %
3 Kurang 0 -
Total 97 100 % Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
bahwa sebagian besar faktor-faktor yang
mempengaruhi kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan
adalah baik yang ditunjukkan ada 82 perawat
(84,54 %) dan ada sekitar 15 perawat (15,46
%) yang menyatakan fasilitas yang berada di
33
rumah sakit untuk mendukung
pendokumentasian dalam keadaan sedang.
2. Distribusi Motivasi
Tabel 5. Distribusi Motivasi di Ruang di
Ruang A, B, D, E, F, G, ICU, ICCU dan
VIP Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya Bulan September 2010
No Motivasi Frekuensi Prosentase
1 Baik 88 90,72 %
2 Sedang 7 7,22 %
3 Kurang 2 2,06 %
Total 97 100 % Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
bahwa sebagian besar motivasi perawat
adalah baik yang ditunjukkan ada 88 perawat
(90,72 %). Motivasi kategori sedang ada 7
perawat (7,22 %), sedangkan motivasi
kategori kurang ada 2 perawat (2,06 %).
3. Kelengkapan Dokumentasi Asuhan
Keperawatan
Tabel 6.Kelengkapan Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan di Ruang A, B, D,
E, F, G, ICU, ICCU dan VIP Rumah Sakit
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Bulan
September 2010
No Aspek Yang
Dinilai
Skor
Dilaksa
nakan
Prosen
tase
Skor
Tidak
Dilaksa
nakan
Prosen
tase
1 Pengkajian
Keperawatan 135
34,79
% 253
65,21
%
2 Diagnosa
Keperawatan 11
3,78
% 280
96,22
%
3 Perencanaan
Keperawatan 582 100 % 0 0 %
4 Tindakan
Keperawatan 483
99,59
% 2 0,41%
5 Evaluasi
Keperawatan 194 100 % 0 0 %
6
Catatan
Asuhan
Keperawatan
485 100 % 0 0 %
Rata-rata 315 73,03
% 88,83
26,97
%
Sumber: Data Primer
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil
pengkajian yang dilaksanakan ada 135 (35,79
%), diagnosa keperawatan ada 11 (3,78 %),
perencanaan keperawatan 582 (100 %),
tindakan keperawatan ada 483 (99,59 %),
evaluasi keperawatan ada 194 (100 %) dan
catatan keperawatan 485 (100 %).
4. Distribusi Kelengkapan Dokumentasi
Asuhan Keperawatan
Tabel 7.Distribusi Kelengkapan
Dokumentasi Asuhan Keperawatandi
Ruang A, B, D, E, F, G, ICU, ICCU dan
VIP Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya Bulan September 2010
No
Dokumentasi
Asuhan
Keperawatan
Frekuensi Prosentase
1 Baik 67 69,07 %
2 Cukup 30 30,93 %
3 Kurang -
4 Tidak Ada -
Total 97 100 % Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa
dari 97 rekam medik klien frekuensi
tertinggi adalah kategori baik yaitu 67 rekam
medik klien (69,07 %) dan frekuensi
terendah adalah kategori cukup yaitu 30
rekam medik klien (30,93 %).
34
Tabel 8.Gambaran Kelengkapan Pendokumentasian Menurut Karakteristik Responden di
Ruang di Ruang A, B, D, E, F, G, ICU, ICCU dan VIP Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya Bulan September 2010
No Karakteristik Responden
Kelengkapan Pendokumentasian
Total Prosentase Baik Cukup Kurang Tidak
Ada
1 Jenis Kelamin:
Laki-laki
Perempuan
5 (5,15 %)
62 (63,92 %)
7 (7,22 %)
23 (23,71 %)
-
-
-
-
12
85
12,37 %
87,63 %
2 Lama Kerja:
≤ 5 tahun
5 – 10 tahun
> 10 tahun
40 (41,24 %)
9 (9,28 %)
12 (12,37 %)
13 (13,4 %)
7 (7,22 %)
16 (16,49 %)
-
-
-
-
-
-
53
16
28
54,64 %
16,50 %
28,86 %
3 Umur:
≤ 30 tahun
> 30 tahun
37(38,14 %)
21 (21,65 %)
22 (22,68 %)
17 (17,53 %)
-
-
-
-
59
38
60,82 %
39,18 %
4 Pelatihan yang pernah diikuti:
Pelatihan tentang
pendokumentasian asuhan
keperawatan
Pelatihan tidak tentang
pendokumentasian asuhan
keperawatan
0
18 (18,56 %)
0
79 (81,44 %)
-
-
-
-
0
97
0
100 %
5 Pendidikan, Pelatihan,
Manajemen, Sarana dan Waktu:
Baik
Sedang
Kurang
31 (31,96 %)
7 (7,22 %)
0
51 (52,58 %)
8 (8,25 %)
0
-
-
-
-
-
-
82
15
0
84,54 %
15,64 %
0
6 Motivasi:
Baik
Sedang
Kurang
53 (54,64 %)
1 (1,03 %)
0
33 (34,02 %)
6 (6,19 %)
2 (2,06 %)
-
-
-
-
-
-
88
7
2
90,72 %
7,22 %
2,06 %
Dari tabel di atas nampak bahwa perawat
yang melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan dengan baik adalah berjenis
kelamin perempuan yaitu ada 62 responden
(63,92 %) sedangkan yang melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan yang
cukup berjenis kelamin laki-laki yaitu ada 5
responden(5,15 %). Hasil tersebut
dikarenakan perempuan lebih teliti, sabar
dalam melengkapi dokumentasi asuhan
keperawatan. Ini sesuai dengan penelitian
Utami,8
bahwa pendokumentasian asuhan
keperawatan lebih lengkap perempuan
daripada laki-laki.
Dari tabel di atas nampak bahwa perawat
yang melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan dengan baik adalah berjenis
kelamin perempuan yaitu ada 62 responden
(63,92 %) sedangkan yang melaksanakan
pendokumentasian asuhan keperawatan yang
cukup berjenis kelamin laki-laki yaitu ada 5
responden(5,15 %). Hasil tersebut
dikarenakan perempuan lebih teliti, sabar
dalam melengkapi dokumentasi asuhan
keperawatan. Ini sesuai dengan penelitian
Utami,8
bahwa pendokumentasian asuhan
keperawatan lebih lengkap perempuan
daripada laki-laki.
35
Karakteristik responden menurut lama kerja,
yang paling banyak mempunyai lama kerja ≤
5 tahun melakukan pendokumentasian yang
baik yaitu sekitar 40 (41,24 %). Sedangkan
paling sedikit perawat yang melaksanakan
pendokumentasian cukup ada 7 (7,22 %)
dengan lama kerja 5 – 10 tahun.
Karakteristik responden menurut umur,
sebagian besar berumur kurang dari 30 tahun
dengan kelengkapan pendokumentasian
asuhan keperawatan baik ada 37 responden
(38,14 %) sedangkan yang yang paling sedikit
berumur lebih dari 30 tahun dengan
kelengkapan pendokumentasian cukup ada 17
responden (17,53 %).
Sedangkan karakteristik menurut pelatihan
yang pernah diikuti didapatkan hasil yaitu
semua responden belum pernah mengikuti
pelatihan yang terkait dengan
pendokumentasian dengan kelengkapan
pendokumentasian cukup ada 79 responden
(81,44 %) dan kelengkapan
pendokumentasian baik ada 18 responden
(18,56 %).
Pada karakteristik motivasi yang paling
banyak adalah baik yaitu 53 perawat (54,64
%) dengan kelengkapan pendokumentasian
baik dan yang paling rendah adalah perawat
yang memiliki motivasi cukup dengan
kelengkapan pendokumentasian baik yaitu
ada 1 (1,03 %).
Dari hasil penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan crossectional faktor-
faktor – faktor yang mempengaruhi
kelengkapan pendokumentasian asuhan
keperawatan di RSUD dr. Doris Sylvanus
didapatkan hasil mengenai faktor tersebut.
Faktor yang mempengaruhi kelengkapan
pendokumentasian berdasarkan lama kerja
terhadap kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan lebih banyak pengalaman kerja
antara kurang dari 5 tahun yang mempunyai
kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan berkategori baik. Hasil tersebut
tidak sesuai dengan teori Capernito,5 bahwa
semakin lama kerja perawat semakin baik
kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan. Hal ini dipengaruhi oleh
keinginan atau motivasi masing-masing
individu dalam melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
Faktor yang mempengaruhi kelengkapan
pendokumentasian berdasarkan umur
terhadap kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan dengan kategori baik sebagian
besar berumur kurang dari 30 tahun ini
menunjukkan bahwa antara umur muda dan
tua perbedaan dalam kelengkapan
dokumentasi asuhan keperawatan. Umur
muda (kurang dari 30 tahun) termasuk umur
yang masih produktif, dimana pada umur
tersebut motvasi masih tinggi, sedangkan
pada umur tua (lebih dari 30 tahun) motivasi
terhadap pendokumentasian masih belum
baik.
Faktor lain yang mempengaruhi kelengkapan
pendokumentasian adalah pelatihan yang
pernah diikuti. Hasil yang didapat
menunjukkan perawat tidak pernah mengikuti
pelatihan yang menyangkut
36
pendokumentasian asuhan keperawatan tetapi
mempunyai kelengkapan pendokumentasian
yang cukup. Hal ini disebabkan karena
banyak responden yang masih ingat cara
melakukan pendokumentasian dengan benar
yang diajarkan waktu sekolah.
Hasil dari faktor pendidikan, pelatihan,
manajemen, sarana dan waktu menunjukkan
baik. Hal ini sesuai dengan hasil akhir yang
didapatkan bahwa kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan
sebagian besar baik.
Faktor yang mempengaruhi kelengkapan
pendokumentasian yang lain adalah motivasi
dari perawat sendiri. Hasil yang didapat
menunjukkan motivasi yang paling banyak
adalah baik dengan kelengkapan
pendokumentasian yang sebagian besar baik.
Hal ini sesuai bahwa motivasi yang baik akan
memberikan pengaruh terhadap hasil kegiatan
yang dilakukan seseorang.
Kelengkapan dokumentasi pengkajian
mempunyai kelengkapan dengan rata-rata
prosentase 34,79 %. Menurut Iyer,9
pengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data
sebagai dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
klien, oleh karena itu pengkajian yang akurat,
lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran
data sangat penting dan merumuskan masalah
keperawatan.
Pendokumentasian diagnosa keperawatan
harus sesuai dengan rumusan masalah karena
berguna untuk mengidentifikasi dan
memberikan intervensi keperawatan.5 Hasil
penelitian tentang dokumentasi diagnosa
keperawatan mempunyai kelengkapan dengan
rata-rata prosentase 3,78 %, hal ini karena
dalam menegakkan diagnosa keperawatan
tidak berdasarkan rumusan masalah tetapi
berdasarkan keluhan klien atau kesenjangan
data yang ditemukan. Sedangkan dalam
penulisan diagnosa keperawatan ada yang
belum sesuai menuliskan diagnosa
keperawatan yaitu diagnosa aktual disertai
dengan penyebab dan tandanya, diagnosa
potensial serta penyebabnya.
Pendokumentasian perencanaan keperawatan
harus sesuai dengan diagnosa keperawatan
dan prioritasnya karena intervensi merupakan
rencana tindakan dependen atau
interdependen untuk mengatasi masalah dan
memenuhi kebutuhan klien.9Hasil penelitian
tentang dokumentasi perencanaan
keperawatan mempunyai kelengkapan dengan
rata-rata 100 %. Responden sudah menyusun
perencanaan dari diagnosa sesuai dengan
prioritas, rumusan tujuan mengandung
komponen yang sesuai,rencana tindakan
mengacu pada tujuan, melibatkan tim
kesehatan lain serta keluarga.
Pelaksanaan keperawatan merupakan
pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah
secara optimal. Dalam pelaksanaan harus
mengacu pada rencana, semua tindakan yang
telah dilakukan harus dicatat dan
mencantumkan keterangan yang jelas.6 Hasil
37
penelitian tentang dokumentasi keperawatan
mempunyai kelengkapan dengan rata-rata
prosentase 99,59 %, hal ini dikarenakan ada
rekam medik klien dalam aspek revisi
tindakan tidak dilakukan tetapi mencatat
tindakan yang dilakukan sama dengan yang
dilakukan sebelumnya. Selain itu, ada rekam
medik tidak mencantumkan nama, paraf dan
jam, tanggal pelaksanaan atau hanya ditulis
paraf saja.
Dokumentasi evaluasi keperawatan
mempunyai kelengkapan dengan rata-rata
prosentase 100 %, responden sudah mengacu
pada tujuan dan evaluasi yang dilakukan
segera setelah dilakukan tindakan
keperawatan.2
Catatan asuhan keperawatan mempunyai
kelengkapan dengan rata-rata prosentase 100
%, hal ini karena perawat sudah mencatat
nama, paraf dan jam, tanggal pelaksanaan
serta paraf dan berkas sudah di simpan sesuai
ketentuan.
Kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan yang baik ada 67 rekam edik
klien (69,07 %) dan ada 30 rekam medik klien
yang kelengkapannya cukup (30,93 %).
Faktor-faktor yang menyebabkan
dimungkinkan karena pendokumentasian
membutuhkan waktu yang lama. Menurut
hasil penelitian Utami,8 waktu yang
diperlukan untuk pendokumentasian sekitar
15 – 30 menit untuk satu klien, sedangkan
dalam tim setiap perawat bertanggung jawab
terhadap 3 – 4 klien. Faktor lain, adalah
jumlah tenaga perawat yang kurang. Hal ini
akan mempengaruhi dalam kelengkapan
dokumentasi asuhan keperawatan.
Motivasi diperlukan untuk meningkatkan
kegiatan pendokumentasian standar asuhan
keperawatan. Dengan pengawasan yang baik,
reward dan hukuman harus dilakukan untuk
meningkatkan pendokumentasian yang baik.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
kelengkapan pendokumentasian asuhan
keperawatan di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya adalah motivasi, lama kerja,
pendidikan, pelatihan, manajemen, sarana,
dan waktu. Hasil penelitian ini didukung oleh
hasil penelitian Adityawarman,10
bahwa ada
hubungan yang bermakna antara motivasi dan
pengetahuan perawat terhadap mutu
dokumenasi.
Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik suatu
kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik responden menurut jenis
kelamin, jumlah yang terbanyak
adalah perempuan yaitu ada 85
responden (87,63 %), sedangkan laki-
laki ada12 responden ( 87,63 %).
2. Karakteristik responden menurut lama
kerja, ada 53 responden ( 54,64%)
dengan lama kerja kurang dari 5
tahun, 28 responden (28,86 %) dengan
lama kerja lebih dari 10 tahun dan 16
responden (16,50 %) dengan lama
kerja 5 – 10 tahun.
38
3. Karakteristik responden menurut
umur, sebagian besar berumur kurang
dari 30 tahun yaitu ada 59 responden
(60,82 %) sedangkan yang berumur
lebih dari 30 tahun ada 38 Responden
(39,18 %).
4. Sedangkan karakteristik menurut
pelatihan yang pernah diikuti
didapatkan hasil yaitu semua
responden belum pernah mengikuti
pelatihan yang terkait dengan
pendokumentasian yaitu sebanyak 97
responden (100 %).
5. Sebagian besar faktor pendidikan,
pelatihan, manajemen, sarana dan
waktu adalah baik yang ditunjukkan
ada 82 perawat (84,54 %).
6. Sebagian besar motivasi perawat
adalah baik yang ditunjukkan ada 88
perawat (90,72 %).
7. Kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan catatan keperawatan
yaitu berkategori baik ada 67 rekam
medik klien (69,07 %).
B. Saran
Dari penelitian yang peneliti lakukan,
untuk pengembangan keperawatan ada
beberapa hal yang dapat peneliti sarankan
bagi:
1. Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus
khususnya bidang keperawatan agar
mengadakan supervisi kegiatan
pendokumentasian secara rutin
maupun periodik dan pelatihan bagi
perawat atas pendokumentasian yang
baik sesuai dengan target rumah sakit.
2. Bagi ilmu keperawatan, perlu
modifikasi format-format
pendokumentasian sedemikian rupa
sehingga mempermudah dan
menghemat waktu dalam
pendokumentasian asuhan
keperawatan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, supaya
dapat mengembangkan penelitian
serupa tentang pendokumenasian
asuhan keperawatan dengan gambaran
kelengkapan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
Daftar Pustaka
1. Sulistiyani E. Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan, Studi Dokumentasi di
RS.II PT PN VIII. Subang Jawa Barat:
PSIK FK-UGM; 2003
2. Nursalam. Proses dan Dokumentasi
Keperawatan. Konsep dan Praktek.
Jakarta: Salemba Medika; 2001
3. Fisbach FT. Documenting Care.
Philadelphia : F. A. Davis Company;
1991
4. Departemen Kesehatan RI. Instrumen
Evaluasi Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta:
Dirjen Depkes; 1995
39
5. Capernito, L. J. (2000). Nursing
Diagnosis. Application to Clinical
Practice. 8 th
ed. Philadelphia: Lippincott;
2000
6. Arikunto S. Manajemen Penelitian.
Jakarta: PT. Rineke Cipta; 1998
7. Utami I. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pelaksanaan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
di ruang Perawatan dengan Nilai
Penerapan SAK Rendah Irna I RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: PSIK
FK-UGM; 2002
8. Iyer PW, Taptich BJ, Berochi-Losey D.
Nursing Process and Nursing Diagnosis.
Philadelphia : W. B. Saunders Company;
1996
9. Departemen Kesehatan RI. Instrumen
Evaluasi Penerapan Estándar Askep di
RS. Jakarta; 1997
10. Adityawarman. Hubungan Motivasi dan
Pengetahuan Perawat dengan Mutu
Dokumentasi Keperawatan di RSU PKU
Muhammadiyah. Yogyakarta: PSIK
UMY; 2002
40
Faktor Determinan Hipertensi di Kasongan, Kabupaten Katingan,
Kalimantan Tengah
Hypertension Determinant in Kasongan, Katingan Distric,
Central Kalimantan
Santhy K. Samuel, Vissia Didin, Aida
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Palangka Raya
Abstract
Hypertension is an important risk factor for cardiovascular and cerebrovascular disease. The
prevalence of hypertension in Indonesia tends to increase, so it should be anticipated as early
as possible. Based on Riskesdas 2007 survey found that the prevalence of hypertension in
Central Kalimantan Province is number 8. The prevalence of hypertension in Central
Kalimantan exceed the national average of more than 36%. And Katingan have the highest
prevalence of hypertension among the other districts. The unknown factors associated with
an increased prevalence of hypertension in Kasongan. There should be a research to know
risk factors for hypertension for disease prevention hipertensi. The aim of this study was to
determine the factors associated with incident hypertension in Kasongan using cross
sectional design. Analysis data of this study using univariate analysis, bivariate, and
multivariate. The results of the analysis found seven variables associated with hypertension
can be proved that the consumption of salted fish, tempuyak, wadi, obesity, stress and age.
Keywords: hypetension, food consumption
Pendahuluan
Hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni mencapai 6,7% dari populasi
kematian pada semua umur di Indonesia1.
Angka prevalensi hipertensi berdasarkan
hasil Berdasarkan Survei SKRT 2004
penyakit kardiovaskuler dengan hipertensi
di urutan pertama setelah menjadi
penyebab kematian utama untuk kelompok
usia 35-44 tahun. Sedangkan berdasarkan
hasil survei WHO MONICA Jakarta I
(1988), II (1993), dan Riskesdas (2007)
prevalensi hipertensi cenderung
menungkat di Indonesia, masing-masing
yaitu 14,9%, 17,0%, dan 31,7%.
Prevalensi hipertensi ini diperkirakan akan
terus meningkat sejalan dengan terjadinya
perubahan gaya hidup dan meningkatnya
usia penduduk.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya
penyakit jantung dan stroke2.
Penyellidikan epidemiologi membuktikan
bahwa hipertensi berhubungan secara
linier dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskuler, karena
merupakan faktor risiko utama terjadinya
stroke dan penyakit jantung koroner.
Data faktor risiko hipertensi dari penelitian
epidemiologi di Indonesia jarang
dilaporkan, padahal data tersebut sangat
penting untuk program pencegahan
hipertensi. Disamping itu perlu dilakukan
updating terhadap data hipertensi yang
ada, karena memakai cut of point tekanan
darah ≥160/95 mmHg, sedangkan WHO
41
pada tahun 1999 menetapkan cut off point
hipertensi ≥140/≥90 mmHg3.
Salah satu upaya pencegahan dini penyakit
hipertensi adalah melalui pendekatan
faktor risiko utama dari penyakit tersebut,
namun laporan kasus hipertensi yang ada
saat ini tidak diikuti dengan laporan faktor
risikonya. Oleh sebab itu untuk
mengetahui faktor risiko utama penyebab
terjadinya peningkatan hipertensi di
Kasongan, Kabupaten Katingan, perlu
dilakukan suatu kajian agar upaya
pencegahan lebih efektif dan efisien.
Metoda
Desain penelitian ini yaitu penelitian
analitis dengan pendekatan cross-
sectional. Lokasi penelitian ini adalah di
Kereng Pangi, Kecamatan Katingan Hilir,
Kabupaten Katingan. Pelaksanaan
penelitian yaitu pada bulan September
2010. Sebagai populasi studi adalah
seluruh penduduk yang berumur 25-64
tahun di Kasongan Kabupaten Katingan.
Dari hasil perhitungan sampel tersebut
didapatkan jumlah sampel minimal sebesar
344 sampel. Dibulatkan menjadi 350
sampel. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara multistage random sampling
menggunakan kerangka sampling dari
daftar kepala keluarga (KK) yang
diperoleh dari masing-masing RW (unit
sampling terkecil adalah KK).
Diperkirakan terdapat 2 sampai 3 orang
yang berumur 25 sampai 65 tahun pada
setiap KK. Disetiap RW akan dipilih
sejumlah RT secara proporsional,
diasumsikan bahwa jumlah penduduk
setiap RT sama begitu juga jumlah
penduduk usia 25-65 tahun, maka di setiap
RT yang terpilih 10-12 KK. Pada KK
terpilih diambil seluruh keluarga berusia
25 tahun s.d. 65 tahun sebagai sampel
penelitian. Cara pengumpulan data dengan
melakukan interview terhadap responden
memakai kuesioner. Selain wawancara
dilakukan juga pemeriksaan fisik seperti
pengukuran tekanan darah, pengukuran
berat badan dan tinggi badan, serta
pemeriksaan kadar kolesterol darah.
Analisis data yang dilakukan secara
bertahap meliputi analisis univariat,
bivariat, dan multivariat. Analisis univariat
dilakukan untuk membandingkan
distribusi responden berdasarkan berbagai
variabel independen. Analisis bivariat
digunakan mengidentifikasi variabel
perancu dengan menggunakan uji chi
square dan keeratan hubungan dinilai
dengan ukuran odds ratio (OR).
Analisis multivariat digunakan untuk
menilai keeratan hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen
secara simultan dalam populasi. Metoda
analisis multivariat yang digunakan yaitu
logistic regression.
Hasil
Hipertensi yaitu apabila rata-rata hasil
pengukuran 2 kali terhadap tekanan darah
sistolik sebesar > 140mmHg, dan tekanan
darah diastolik sebesar >90 mmHg. Hasil
penelitian didapatkan 39,7% responden
menderita hipertensi. Tiga ratus lima puluh
responden yang menjawab pertanyaan
sesuai kuesioner secara lengkap, distribusi
frekuensi responden berdasarkan Faktor -
faktor yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi yang disajikan dalam ukuran
proporsi.
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar
responden terdiri dari wanita yaitu sebesar
61.2 %, dan pria sebesar 38.8
%.Berdasarkan kategori umur, umur
responden terbanyak yaitu pada kelompok
umur 40-54 tahun sebesar 46.5 % yang
diikuti kelompok umur 25-39 tahun
sebesar 27.5 %, umur 55-59 tahun 16.1 %
dan kelompok umur > 60 tahun 9.9
%.Hiperkolesterolemia diukur berdasarkan
pengukuran kadar kolesterol pada darah
vena. Hiperkolesterolemia bila hasil ukur
kolesterol darah diatas 250 mg/dl,
kolesterol normal apabila nilai kolesterol
dibawah 250 mg/dl. Dari hasil ukur kadar
kolesterol darah responden, maka
didapatkan 20,1% responden mempunyai
kolesterol tinggi dan 79,9 % responden
mempunyai kadar kolesterol normal. Diet
tinggi lemak diukur berdasarkan jumlah
42
konsumsi daging melebihi 3 kali seminggu
dan konsumsi telor melalui 3 kali
seminggu. Dari karakteristik responden
tersebut didapatkan 45,9% responden
mengkonsumsi tinggi lemak dan 54,0 %
responden telah melakukan diet rendah
lemak. Aktifitas fisik dan olah raga
responden diukur dengan melihat kegiatan
olah raga yang dilakukan responden dalam
satu minggu serta kegiatan fisik sedang
sampai berat, rata-rata dilakukan selama
20 menit setiap aktifitas. Dari hasil
penelitian ini didapatkan bahwa 66.1 %
responden telah melakukan aktifitas fisik
aktif, sedangkan 33.9 % responden tidak
melakukan aktifitas fisik aktif. Obesitas
diukur berdasarkan berat badan (kg) dibagi
kuadrat tinggi badan (m). Berdasarkan
hasil ukur yang dilakukan, 32.4 % dari
responden menderita obesitas dan 67.6 %
dari responden tidak menderita obesitas.
Pengukuran stress dilakukan dengan
menanyakan 24 pertanyaan kepada
responden yang berkaitan dengan stress,
apabila >6 pertanyaan dijawab ya, maka
responden dikelompokkan sebagai
kelompok stress. Dari hasil penelitian yang
dilakukan, didapatkan 27.2 % responden
mengalami stress, dan 72.8 % responden
tidak mengalami stress (Tabel 1).
Dari hasil analisis bivariat didapat variabel
bebas yang masuk sebagai kovariat adalah:
konsumsi garam, konsumsi tempuyak,
konsumsi wadi, hiperkolesteralemia, diet
tinggi lemak, olah raga dan aktifitas,
obesitas, stress dan umur (Tabel 2).
Model akhir multivariat ditemukan bahwa
responden yang mengkonsumsi. ikan asin
mempunyai hubungan yang bermakna
dengan hipertensi dengan p = 0,005, ( CI
95 % 1,588-3,175 ). Konsumsi wadi dan
tempuyak juga memiliki hubunguan yang
bermakna dengan hipertensi (nilai p
<0,005). Variabel hiperkolesterol, pada
penelitian ini tidak terdapat hubungan
yang bermakna dengan kejadian hipertensi
dengan nilai p = 0,083 pada 95 % CI
0,975- 1,827. Responden yang tidak
berolah raga atau kurang melakukan
aktifitas fisik juga tidak mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kejadian
hipertensi p = 4,114 dengan 95 % CI 0,937
- 1,827. Responden yang obesitas
mempunyai risik0menderita hipertensi
sebesar 2,23 kali dibanding respanden
yang tidak obesitas nilai p
=0,000 ( 95 % Cl 1,603 - 3,114 ).
Responden yang menderita stress
mempunyai risiko 1,98 kali untuk
menderita hipertensi disbanding responden
yang tidak stress p = 0,000 ( 95 % Cl, l,
389 - 2,834). Berdasarkan umur,
didapatkan bahwa semakin tua umur
seseorang semakin tinggi risiko untuk
menderita hipertensi (Tabel 3).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel N = 350 Persentase
Hipertensi
Hipertensi
Tidak hipertensi
Jumlah
139
211
350
60,3
39,7
100
Konsumsi ikan asin
Ya
Tidak
Jumlah
236
114
350
67,4
32,5
100
Konsumsi tempuyak
Ya
Tidak
Jumlah
211
139
350
60,3
39,7
100
43
Tabel 1. (Lanjutan)
Variabel N = 350 Persentase
Konsumsi wadi
Ya
Tidak
Jumlah
197
153
350
56,3
43,7
100
Hiperkolesterolemia
Hiperkalesterol
Normal
Jumlah
68
282
350
19,4
80,6
100
Diet tinggi lemak
Tinggi lemak
Rendah lemah
Jumlah
161
189
350
45,9
54,0
100
Olah raga dan aktifitas
Tidak berolah raga/tidak aktif
Berolah raga/aktif
Jumlah
119
231
350
33,9
66,1
100
Obesitas
Obesitas
Tidak
Jumlah
113
237
350
32.4
67.6
100
Stress
Stress
Tidak
Jumlah
95
255
350
27.2
72.8
100
Umur
25 - 39 th.
40 - 54 th.
55 - 59 th,
> 60 th
Jumlah
96
163
56
35
350
27.5
46.5
16.1
9.9
100
Jenis kelamin
Pria
Wanita
Jumlah
136
214
350
38.8
61.2
100
Tabel 2. Hasil Uji Bivariat Hipertensi dengan Variabel Independen
Variabel
Hipertensi (%) Nilai
p OR dengan CI 95% Hipertensi Normal Total
n % n % n %
Konsumsi Ikan
Asin
≤2 kali
>2 kali
Jumlah
59 28,5 148 71,5 207 100 0,000* 3,2 (2,037-4,982)
80
139
55,9
39,7
63
211
44,1
60,3
143
350
100
100
Kons.
Tempuyak
<2 kali 123 38 201 62 324 100 0,031* 2,6 (1,150-5,944)
≥2 kali 16 61,5 10 38,5 26 100
Jumlah 139 39,7 211 60,3 350 100
44
Tabel 2. (Lanjutan)
Variabel
Hipertensi (%) Nilai
p OR dengan CI 95% Hipertensi Normal Total
n % n % N %
Kons. Wadi
≤2 kali 89 33,6 176 66,4 265 100 0,000* 2,8 (1,711-4,665)
>2 kali 50 58,8 35 41,2 85 100
Jumlah 139 39,7 211 60,3 350 100
Hiperkolesterol
Hiperkolesterol
Normal
Jumlah
25 36,5 43 63,5 68 100 0,000* 1,901 (1,331 - 2,715)
65
139
23,2
39,7
217
211
76,8
60,3
282
350
100
100
Diet tinggi
lemak
Tinggi lemak
Rendah lernah
Jumlah
208 62,1 127 37,9 335 100 0,003* 6,2 (1,124 – 8,571)
3
139
20,0
39,7
12
211
80,0
60,3
15
350
100
100
Olah raga dan
aktifitas
Tidak Aktif
Aktif
Jumlah
46 38,7 73 61,3 119 100 0,034* 1,394 (1,025 -1,895 )
76
139
32,7
39,7
155
211
67,3
60,3
231
350
100
100
Obesitas
Obesitas
Tidak
Jumlah
55 48,3 58 51,7 113 100 0,000* 2,387 (1,757 - 3,243 )
73
139
29,2
39,7
164
211
70,8
60,3
237
350
100
100
Stress
Stress
Tidak
Jumlah
34 36,1 61 61,9 95 100 0,006* 1,567(1,137-2,160)
69
139
27,2
39,7
186
211
70,8
60,3
255
350
100
100
Umur
25 - 39 th.
40 -54 th.
55 - 59 th.
> 60 th
Jumlah
9 9,1 87 90,9 96 100
43 26,3 120 73,7 163 100 0,000* 3,358 (2,109 - 5,346)
22 39,9 34 60,1 56 100 0,000 6,019 (3,550 -10,207)
16
139
45,1
39,7
19
211
54,9
60,3
35
350
100
100
0,340 7,783 (4,342 - 13,949)
Jenis kelamin
Pria
Wanita
Jumlah
54 39,6 82 60,4 136 100 0,971 1,006 ( 0,742 -1,363 )
85
139
39,7
39,7
129
211
60,3
60,3
214
350
100
100
* = Variabel yang akan masuk dalam kandidat model (nilai p < 0,25)
Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat Variabel Dependen dan Variabel Independen pada
penelitian Analisis Faktor Risiko Hipertensi di Kasongan, Kabupaten Katingan, 2010
Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.l.for
Exp(B)
Lower Upper
Konsumsi grm 0.185 0.177 1.095 1 0.005 2,83 1.588 3.175
Konsumsi wadi 0.185 0.177 1.095 1 0.035 2,4 1.478 6.125
Konsumsi temp. 0.185 0.177 1.095 1 0.003 2,1 1.389 4.134
45
Tabel 3. Lanjutan
Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.l.for
Exp(B)
Lower Upper
Kel_umur - - 55.453 3 0.000 - - -
Kel_umur
(40-54 thn)
1.167 0.256 20.846 1 0.000 3.211 1.946 6.298
Kel_umur
(55-59 thn)
1.839 0.289 40.514 1 0.000 6.288 3.570 11.075
Kel_umur
(>60 thn)
0.084 0.317 43.198 1 0.000 8.033 4.316 14.953
Stress 0.685 0.182 14.175 1 0.000 1.984 1.389 2.834
Obesitas 0.804 0.169 22.548 1 0.000 2.234 1.603 3.114
Hiperkolesterol 0.341 0.196 3.008 1 0.083 1.406 0.957 2.066
Diet tinggi lmk 0.341 0.196 3.008 1 0.000 1.5 0.957 2.066
Olahraga 0.269 0.170 2.491 1 0.114 1.309 0.937 1.827
Constant 2.851 .260 119.993 1 0.000 0.058 - -
Pembahasan
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan
penulis dalam melakukan analisis, agar
didapatkan hasil yang optimal diusahakan
untuk meminimalisasi keterbatasan
tersebut. Beberapa hal yang berhubungan
dengan keterbatasan tersebut meliputi:
Rancangan potong lintang (cross
sectional) adalah rancangan yang paling
lemah dalam melihat hubungan sebab
akibat, oleh sebab itu kajian analitik pada
penelitian ini lebih cenderung untuk
membangun suatu hipatesis. Hipotesis
tersebut dapat dibuktikan melalui studi
dengan rancangan yang lebih baik dalam
menyatakan hubungan sebab dan akibat.
Secara teori hipertensi dipengaruhi
berbagai faktor (multifactorial), namun
karena keterbatasan data yang dimiliki
maka variabel yang akan diteliti yang
berhubungan dengan hipertensi dibatasi
hanya 8 variabel saja, yaitu konsumsi ikan
asin, hiperkolesterol, konsumsi lemak,
olah raga dan aktifitas fisik, obesitas,
stress, umur dan jenis kelamin. Variabel
yang berhubungan dengan konsumsi
makanan seperti konsumsi ikan asin dan
konsumsi lemak hanya didasarkan kepada
food frequency, yang berarti tidak
diketahui jumlah konsumsi setiap makanan
tersebut secara kuantitatif. disamping itu
untuk konsumsi ikan asin tidak diketahui
kadar keasinan setiap ikan asin tersebut
serta pola memasak setiap responden yang
kemungkinan akan berbeda, hal ini akan
mengakibatkan keasinan setiap ikan asin
tersebut akan sangat berbeda pula. Oleh
sebab itu pengukuran konsumsi ikan asin
yang dilakukan pada penelitian ini
kemungkinan tidak valid.
Prevalensi Hipertensi
Pada ini menemukan sebagian besar dari
responden yang menderita hipertensi
tergolong kepada hipertensi ringan yakni
sebesar 12,8 %. Sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam tatalaksana hipertensi,
bahwa terdapat dua macam dalam
tatalaksana penderita hipertensi yakni
melalui modifikasi gaya hidup dan melalui
pemberian obat anti hipertensi Penderita
pada fase hipertensi ringan dapat
diintervensi melalui modifikasi gaya
hidup4. Melihat prevalensi terbesar di
Kelurahan Kasongan Lama dan Baru
adalah penderita dengan hipertensi ringan,
maka prioritas utama intervensi akan lebih
tepat apabila ditujukan kepada upaya
modifikasi gaya hidup.
Konsumsi Ikan Asin, Wadi, dan
Tempuyak dan Hubungannya dengan
Hipertensi
Pada penelitian ini dapat dibuktikan
hubungan antara ikan asin, wadi, dan
tempuyak dengan kejadian hipertensi. Hal
46
ini mungkin saja disebabkan karena
kebiasaan makan masyarakat adalah
konsumsi ikan asin, wadi, dan tempuyak.
Kebiasaan masyarakat di sana yang
menyanyangkan makanan untuk dibuang
sehingga makanan yang tidak termakan
diolah dengan cara diawetkan. Makanan
yang diawetkan tersebut yaitu ikan asin,
wadi, dan tempuyak. Wadi merupakan
makanan yang diolah lagi yang berasal
dari ikan dan daging. Sedangkan tempuyak
adalah makanan yang berbahan dasar
durian yang difermentasi. Pengukuran
kebiasaan makan ini adalah dengan cara
menanyakan kebiasaan makan responden
selama seminggu terakhir. Diet history dan
food frequency terutama dipakai untuk
pengukuran konsumsi makan seseorang
secara kualitatif. Penelitian epidemiologis
biasanya memakai secara ini dengan
tujuan melihat hubungan konsumsi
makanan dalam jangka waktu lama dengan
kejadian penyakit. Hal ini didasarkan pada
hipotesa bahwa jumlah konsumsi makanan
pada masa lalu bila dikaitkan dengan
resiko sakit lebih penting dari apa yang
dimakan saat ini5 cara ini saat ini jarang
dipakai. Pengukuran konsumsi makanan
seseorang tidaklah mudah, namun ada 4
metoda yang dapat dipakai dalam
menentukan diet perorangan yaitu recall
24 jam, record 3-7 hari dengan
penimbangan dan diet history dan food
frequency5. Penentuan jumlah konsumsi
ikan asin seseorang mungkin dapat
dilakukan dengan metode recalls dan
records 3-7 hari dengan penimbangan dan
pengkatagorian keasinan setiap ikan asin
tersebut sehingga dapat memperkirakan
kandungan garam ikan asin tersebut secara
kuantitatif.
Diet Tinggi Lemak dan Hubungannya
dengan Hipertensi
Bertambahnya kadar lemak tubuh dapat
meningkatkan risiko berbagai penyakit
antara lain penyakit jantung dan darah
tinggi. Lemak jenuh yang bersumber
hewani dapat meningkatkan kolesterol
darah6. Disamping itu konsumsi tinggi
lemak dapat meningkatkan body weigh
atau obesitas yang merupakan risiko
hipertensi. Pada penelitian ini didapatkan
bahwa respanden yang mengkonsumsi
tinggi lemak lebih besar menderita
hipertensi dibanding responden yang
mengkonsumsi rendah lemak. Pada
responden yang mengkonsumsi tinggi
lemak 62,1% diantaranya menderita
hipertensi sedangkan responden yang
mengkonsumsi rendah lemak hanya 20%
menderita hipertensi. Pada hasil penelitian
eksperimental yang dilakukan di
Findlandia yaitu dengan memberikan
makanan yang mengandung lemak jenuh
sebesar 9-15 % selama 6 minggu, ternyata
dapat meningkatkan tekanan darah sistolak
dan diastolik sebesar 2,7 mmHg pada pria
dan 3,3 mmHg pada wanita7. Hasil yang
sama juga didapatkan pada penelitian yang
dilakukan terhadap pekerja perkebunan di
Itali, Findland dan USA membuktikan
bahwa konsumsi lemak berhubungan
dengan tekanan darah, dimana pekerja dari
Findlandia diberi konsumsi lemak jenuh
selama 7 hari, ternyata terdapat
peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik yang cukup signifikan dibanding
pekerja dari Itali dan USA7.
Obesitas dan Hubungannya dengan
Hipertensi
Para peneliti sebelumnya membuktikan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara
kegemukan dengan hipertensi. Menurut
ketua federasi para spesialis jantung
diseluruh dunia menyatakan bahwa saat ini
sekitar 1 miliar penduduk dunia berisiko
terkena sakit jantung dan stroke akibat
kegemukan dan 17 juta orang setiap
tahunnya meninggal8. Hasil yang sama
juga ditemukan pada penelitian ini yaitu
48,3 % dari responden yang obesitas
menderita hipertensi sedangkan responden
yang tidak obesitas hanya 29,2 %
menderita hipertensi. Setelah variabel ini
dikontrol dengan variabel lainnya secara
bersama-sama ditemukan bahwa
responden yang obesitas mempunyai risiko
menderita hipertensi sebesar 2,2 kali
dibandingkan dengan responden dengan
berat badan normal atau kurang, dengan
47
nilai p = 0,000 dan CI 95% 1,643 - 3,114.
Hasil ini sama dengan hasil penelitian
terhadap 692 orang karyawan sebuah
BUMN di Bandung yaitu responden yang
obesitas mempunyai risiko sebesar 2,32
kali dibanding yang tidak obesitas CI 95 %
= 1,45 - 3,719. Hasil penelitian ini lebih
kecil dari hasil penelitian yang dilakukan
di daerah rural yang menemukan bahwa
risiko orang yang obesitas untuk terkena
hipertensi 6,3 kali lebih besar
dibandingkan responden yang tidak
obesitas dengan CI 95 % = 2,65-15,2910
.
Muchtar dan Fenida di Bagian Ginjal
RSCM melaporkan penderita yang
obesitas mempunyai risiko 1,6 kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari
penderita yang tidak obesitas11
. Hubungan
obesitas dan hipertensi ini memperkuat
pula hasil penelitian yang dilakukan
terhadap 81 penderita hipertensi, setelah
dilakukan diet selama 4 bulan dan berat
badannya turun 9 kg, 79 penderita
mengalami penurunan tekanan darah
sistolik. sebesar 30 mmHg dan 7.OmmHg
untuk tekanan darah diastolik11
. Dengan
bermaknanya hubungan obesitas dengan
hipertensi di Kelurahan Kasongan Lama
dan Baru ini, maka perlu dilihat variabel
lain yang dapat memberikan kontribusi
terhadap terjadinya obesitas tersebut, agar
intervensi dapat diarahkan secara tepat.
Beberapa faktor yang mungkin
berhubungan dengan obesitas tersebut
antara lain konsumsi tinggi lemak, dimana
proporsi responden yang mengkonsumsi
tinggi lemak sebesar 55,1 % dan kurang
aktifitas fisik dan olah raga sebesar 33,9
%.
Stress dan Hubungannya dengan
Hipertensi
Hubungan stress dengan hipertensi diduga
melalui aktifitas syaraf simpatik yang
dapat meningkatkan tekanan darah sebagai
reaksi fisik bila seseorang mengalami
ancaman (respon fight or fight). Hal ini
menyebabkan meningkatnya denyut
jantung dan menyempitkan semua arteri
kecil yang dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Keadaan ini
dapat dilihat secara jelas pada white coat
higeriensi, namun apabila stress menjadi
berkepanjangan dapat mengakibatkan
hipertensi persisten. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa 36,1% dari responden
yang mengalami stress menderita
hipertensi dan 27,2 % hipertensi terjadi
pada responden yang tidak mengalami
stress. Besar risiko responden yang stress
untuk terkena hipertensi 1,9 kali lebih
besar dibandingkan responden yang tidak
menderita stress, nilai P = 0,000 pada CI
95 % 1,39 - 2,83. Hasil ini lebih rendah
dari hasil penelitian yang dilakukan pada
orang yang bekerja ditempat yang stress
seperti pengontrol lalu lintas udara, dimana
insiden hipertensi 4 kali lebih besar
dibandingkan orang yang bekerja di
tempat yang tidak stress atau tidak sibuk 12
.
Umur dan Hubungannya dengan
Hipertensi
Hampir semua studi yang dilakukan
sebelumnya melaporkan bahwa umur
mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan hipertensi. Semakin tua umur
seseorang semakin besar risiko terkena
hipertensi. Pada suatu negara dimana
terjadi perubahan struktur umur
penduduknya biasanya akan terjadi pula
peningkatan penyakit degeneratif maupun
penyakit tidak menular antara lain
hipertensi. Hal ini antara lain disebabkan
terutama terjadinya kekakuan dan
penyempitan pada pembuluh darah,
sehingga menyebabkan jantung
memompakan darah lebih kuat 12
. Pada
penelitian ini terlihat bahwa hubungan
umur dengan hipertensi sangat kuat,
dimana semakin tua usia seseorang
semakin besar risiko untuk terkena
hipertensi. Responden pada kelompok
umur > 60 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi paling besar yaitu 8,9
kali, sedangkan kelompok umur 55-59 th
mempunyai risiko sebesar 7,7 kali, hal ini
lebih rendah dari kelompok umur > 60
tahun. Kelompok umur yang paling muda
yaitu 40-54 tahun ternyata mempunyai
risiko yang paling rendah pula yaitu
48
sebesar 3,7 kali dibanding kelompok umur
tua. Hasil ini sama dengan hasil yang
didapatkan dari hasil penelitian di daerah
rural dimana kelompok umur diatas 44
tahun mempunyai risiko lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur 17-39
tahun, dan sangat mencolok terjadi pada
kelompok usia 55-59 tahun yang
mempunyai risiko sebesar 21,62 kali
dibandingkan kelompok usia lainnya
dengan CI 95 % = 4,10 - 113,97 10
.
Kesimpulan
Penyakit hipertensi merupakan penyakit
yang mempunyai penyebab multifaktor,
dimana penyakit hipertensi esensial
dihubungkan dengan pola gaya hidup
seseorang. Untuk efektifitas upaya
pencegahan, maka perlu dicari faktor yang
paling dominan yang berhubungan dengan
hipertensi sehingga dapat ditetapkan skala
prioritas dalam pencegahan. Dari hasil
penelitian ini belum semua faktor yang
diduga berhubungan dengan hipertensi
dapat diteliti karena keterbatasan data yang
ada. Hasil penelitian ini didapatkan
beberapa faktor yang berhubungan dengan
hipertensi yaitu konsumsi ikan asin (OR
adjusted=2,8), konsumsi wadi (OR
adjusted=2,4), konsumsi tempuyak
(OR=2,1), stress (OR ajusted= 1,98),
obesitas (OR ajusted= 2,23), dan umur
yang dikelompokkan ke dalam 3 katagori
yaitu 40 - 54 th (OR ajusted= 3,2), 55 - 59
th (OR ajusted= 6,3 ), dan 60 -6S th (OR
ajusted= 8,0). Semakin tua usia seseorang
semakin besar risiko menderita hipertensi,
namun walaupun faktor usia mempunyai
kontribusi cukup besar, tetapi tidak dapat
dilakukan modifikasi. Nilai OR ajusted
yang terbesar adalah umur, oleh sebab
umurdalam penelitian ini faktor yang
paling dominan memberikan kontribusi
terhadap hipertensi yaitu umur, namun
tidak dapat dilakukan modifikasi,
sedangkan ikan asin mempunyai nilai OR
ajusted (2,8) sedikit lebih besar dari
variabel lain.
Saran
Penelitian epidemiologi tentang hipertensi
yang mencakup seluruh variabel yang
berhubungan dengan hipertensi, baik dari
aspek lingkungan, perilaku, genetic
maupun dari aspek lainnya.
Penyempurnaan penelitian untuk
pengukuran terhadap jumlah konsumsi
garam terhadap kejadian hipertensi,
Penelitian diharapkan dapat menentukan
jumlah konsumsi garam secara kuantitatif
(cut of point) konsumsi garam yang
dianjurkan untuk masyarakat Indonesia.
Pengukuran jumlah konsumsi garam
seseorang secara kuantitatif sulit diukur,
namun pendekatan yang paling mungkin
dilakukan saat ini yaitu dengan
pengukuran recall 24 hours diet, atau
records dengan penimbangan. Disamping
itu penelitian tentang sensitifitas seseorang
terhadap garam dan hubungannya dengan
hipertensi juga menggunakan salah satu
yang perlu mendapat perhatian bagi para
peneliti dimasa yang akan datang.
Penyempurnaan penelitian terhadap
pengukuran aktifitas fisik dan olah raga
yang dapat dilakukan dengan pengukuran
work index, sport index dan leisure time
index oleh Baecke et all, 1982. Karena
masih rendahnya prosentase masyarakat
yang menjalani pengobatan hipertensi
secara teratur, maka perlu dilakukan
penelitian tentang hal tersebut. Keteraturan
berobat akan berdampak dalam
menurunkan akibat yang lebih lanjut dari
hipertensi seperti kecacatan dan kematian
akibat stroke dan jantung koroner
Daftar Pustaka
1. Sedyaningsih, Endang 2010,
Hipertensi Penyebab Kematian nomor
Tiga, disampaikan pada The 4th
Scientific Meeting on Hypertension,di
Jakarta 13 Februari 2010.
2. CDC 2002, State Spesific Mortality
from Stroke and Distribution of Place
of Death United States, 1999,
MMWR, 51 (20): 429.
3. Darmojo, B. 2000, Mengamati
Penelitian Epidemiologi Hipertensi di
49
Indonesia, disampaikan pada seminar
Hipertensi PERKI.
4. Mansjur A. et al. 1999, Kapita Selekta
Kedokteran, Jakarta.
5. Jalal, F.Muhilai dan Hardiansyah
1998, Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan. Dalam: Widyakarya
Pangan dan Gizi VI, 1998, Puspitek.
6. Kaplan N.M. 2006, Clinical
Hypertension, 9th
edition, Lippincott.
7. Laragh, John H. And Brenner Barry
M. 1999, Hypertension,
Phatofisology,Prognosis and
Management, Volume One, Raven
Press.
8. Maranho 2008, Satu Orang
Kegemukan terancam Stroke dan
Penyakit Jantung, Media Indonesia
[online], diunduh dari
http://www.obesitas.web.id, diakses
tanggal 8 juni 2008.
9. Brotoprawiro 1999, Prevalensi
Hipertensi pada Karyawan Salah Satu
BUMN yang Menjalani Pemeriksaan
Kesehatan, Kelompok Kerja Serbro
Vaskular FK Unpad/RSHS,
disampaikan pada seminar hipertensi
PERKI.
10. Basuki B dan Setianto, B, 2000, Age
Body Posture, Dayli Working Load,
Past Antihypertensive drugs and Risk
of Hypertension: A Rural Indonesia
Study.
11. Muchtar dan Fenida 1998, Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan
Hypertensi Tidak Terkendali pada
Penderita Hipertensi Ringan daN
Sedang yang Berobat di Poli Ginjal
Hipertensi.
12. Kaplan N.M. 2006, Clinical
Hypertension, 9th
edition, Lippincott.
50
Tinjauan Kasus Penyakit Bakihis di Desa Tumbang Kejamei dan
Desa Kiham Batang, Kabupaten Katingan
A Case Study on Bakihis Diseases in Tumbang Kejamei Village and
Kiham Batang Village, Katingan Distric
Vissia Didin, Marselinus Heriteluna, Natalansyah
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Palangka Raya
Abstract
Itching (pruritus) is a feeling that automatically demands scratching. Scratching the skin is a
sign of a skin disease caused by fungus. The data of skin diseases caused by fungi that have
been reported by the education center in Indonesia stated that the incidence of fungal skin
disease is the incident number three of all cases of skin disease after infection by bacterial
diseases and skin diseases due to allergy. Dermatophytosis is an infection of the skin caused
by dermatophytes fungi in tissues that contain keratin (skin, hair, nails). Reported by District
Health Katingan that there is itching in the skin disease known by the people in the village
Bakihis Tumbang Sanamang Katingan. The cases recorded in the local health center during
2009, namely: Tumbang Sanamang Village there are 16 cases, 2 cases in Kuluksapangi
Village, 3 cases in Village Rantau Bahai, 5 cases in Village Dehes Asem, 2 cases in Kuai
Tumbang Village, 5 cases in Village Rantau Puka, 1 case in Village Rangan Kawit, 2 cases in
Village Kilam Batang, 1 case in Ije Tumbang Village, and 2 cases in Tumbang Labaning
Village. The purpose of this study is want to know the diagnosis of diseases suffered by
people in the Tumbang Kejamei Village and Kiham Kahayan Village and what factors cause
the skin disease. Design used in this research is descriptive research. The analysis data using
qualitative analysis by looking for sources of relevant literature.
Keywords : Pruritus, Tinea imbrikata, Village Disease
Pendahuluan
Gatal-gatal (Pruritus) adalah suatu
perasaan yang secara otomatis menuntut
penggarukan. Penggarukan terus menerus
bisa menyebabkan kemerahan dan goresan
dalam pada kulit. Penggarukan juga bisa
mengiritasi kulit yang selanjutnya akan
menyebabkan bertambahnya rasa gatal.
Penggarukan dan penggosokan jangka
panjang bisa menyebabkan terbentuknya
jaringan parut dan penebalan kulit.
Penggarukan pada kulit ini merupakan
tanda adanya penyakit kulit yang
disebabkan karena jamur.
Berbeda dari penyakit lain, penyakit kulit
dapat dilihat langsung dengan mata
pemeriksa. Data-data penyakit kulit akibat
jamur yang pernah dilaporkan oleh pusat
pendidikan di Indonesia menyatakan
bahwa insiden penyakit jamur kulit
merupakan insiden nomor tiga dari seluruh
kasus penyakit kulit setelah penyakit
infeksi oleh bakteri dan penyakit kulit
karena alergi. Di Jakarta golongan
penyakit kulit karena infeksi oleh jamur
selalu menempati urutan kedua setelah
dermatitis. Di daerah lain seperti Padang,
Bandung, Semerang, Surabaya, dan
Menado, kedaannya kurang lebih sama,
yakni menempati urutan ke-2 sampai ke-4
terbanyak dibandingkan golongan penyakit
lainnya. Gambaran penyakit kulit karena
jamur kulit ini sangat sulit dibedakan
dengan penyakit kulit yang disebabkan
karena bakteri maupun karena sebab lain1.
51
Dermatofitosis merupakan infeksi pada
kulit yang disebabkan oleh jamur
dermatofita pada jaringan yang
mengandung keratin (kulit, rambut, kuku).
Golongan jamur yang dapat mencerna
keratin dengan enzim keratinase yaitu
Trichophyton, sp; Microsporum, sp;
Epidermophyton, sp. Perlu digaris bawahi
bahwa estimasi penyakit kulit bisa bias.
Estimasi penyakit kulit tersebut dapat lebih
dari yang diperkirakan atau dibawah dari
yang diperkirakan2. Masalah lain pada
penyakit kulit adalah masyarakat tidak
mencari pengobatan segera. Hal ini
disebabkan karena jenis penyakit, sosial
ekonomi, dan keberadaan saran kesehatan.
Penderita penyakit kulit tidak mencari
pengobatan segera karena mereka tidak
tahu bahwa dirinya terkena infeksi jamur.
Berbeda dengan penyakit lain, penyakit
kulit memiliki morbiditas yang tinggi
namun mortalitas rendah dan
mempengaruhi kualitas hidup. Jumlah
kunjungan ke rumah sakit dan puskesmas
lebih banyak daripada jumlah yang
dirawat inap di rumah sakit3.
Dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Katingan bahwa terdapat
penyakit gatal di kulit yang dikenal dengan
Bakihis pada masyarakat di Desa
Tumbang Sanamang Kabupaten Katingan.
Adapun kasus yang tercatat di Puskesmas
setempat selama tahun 2009 yaitu: Desa
Tumbang Sanamang terdapat 16 kasus,
Desa Kuluksapangi 2 kasus, Desa Rantau
Bahai 3 kasus, Desa Dehes Asem 5 kasus,
Desa Tumbang Kuai 2 kasus, Desa Rantau
Puka 5 kasus, Desa Rangan Kawit 1 kasus,
Desa Kilam Batang 2 kasus, Desa
Tumbang Ije 1 kasus, dan Desa Tumbang
Labaning 2 kasus. Keadaan ini bagaikan
fenomena gunung es dimana kasus yang
terlaporakan adalah masyarakat yang
datang berobat sementara masyarakat yang
tidak berobat tidak terdeteksi. Ada
kemungkinan kasus penyakit gatal ini
lebih banyak lagi. Belum adanya informasi
mengenai apa faktor penyebabnya, oleh
karena itu diperlukan penelitian yang
mendalam mengenai kasus ini.
Metoda
Desain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian deskriptif melihat
gambaran keadaan penyakit ‘Bakihis’.
Lokasi penelitian bertempat di Desa
Tumbang Kejamei dan Desa Kiham
Batang, Kabupaten Katingan Provinsi
Kalimantan Tengah. Pertimbangan
pemilihan lokasi adalah jumlah kasus di
daerah ini paling banyak kasusnya
dibanding dengan desa lainnya.Waktu
penelitian yaitu pada bulan 1 Juni – 30
November 2010. Populasi pada penelitian
ini adalah masyarakat yang telah
didiagnosis oleh paramedis menderita
penyakit bakihis. Sampel diambil dengan
cara purposive sampling. Adapun sampel
yang akan diambil yaitu mengambil
sampel pemeriksaan fisik (kerokan kulit)
di Desa Tumbang Kajamei (11 orang) dan
Desa Kiham Batang (5orang). Wawancara
dan Observasi dengan sampel (11 orang)
dan Desa Kiham Batang (5 orang).
Hasil dan Pembahasan
Penduduk yang terserang Tinea Imbrikata
di Desa Kiham Batang dan Desa Tumbang
Kejamei tidak menunjukkan penonjolan
pada jenis kelamin maupun umur tertentu.
Penderita berasal dari penduduk setempat,
sebagian besar hanya bersekolah sampai
SD, dan bermata pencaharian petani.
Memperhatikan kondisi rumah dan barang-
barang yang dimiliki penderita Tinea
Imbrikata tidak dapat dikatakan sebagai
rumah sehat. Jendela yang jarang dibuka
dan tidak mencukupi. Rata-rata suhu udara
dalam ruangan adalah 280 – 30
0 C dengan
kelembaban rata-rata 82%. Suhu dan
kelembabab yang mendukung untuk
bakteri yaitu suhu ruangan. Kelembaban
yang relatif tinggi (kelembaban ideal:
60%) dibandingkan dengan musim
kemarau menyebabkan jamur mudah
berkembang. Jamur mudah berkembang
saat kelembaban 80-90% dengan suhu 10-
420C
4.
Pada penelitian ini dicari penderita yang
menderita penyakit ‘bakihis’ kemudian
melakukan observasi dan wawancara
52
kepada penderita selama 3 hari. Dilakukan
pula pengamatan dan wawancara terhadap
masyarakat yang tidak menderita ‘bakihis’.
Penderita penyakit ‘bakihis’ sebagian
besar telah menderita penyakit ini
sebelumnya. Diantara yang pernah sakit
80% pernah berobat dan diantara yang
berobat sembuh semua, tetapi pada saat ini
terinfeksi kembali atau kambuh. Hal ini
mungkin dikarenakan penderita hanya
diobati dengan griseofulvin tablet dalam
jangka pendek, mengingat obat ini di
pedesaan masih dirasakan cukup mahal.
Persepsi penderita mengenai penyakit ini
tidak terlalu berbda dengan kelompok
penduduk yang sehat, kecuali dalam hal
pendapat bahwa penyakit ini berbahaya.
Kelompok penderita cenderung
mengatakan penyakit kulit ini tidak
berbahaya. Mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat seperti mandi dan ganti
pakaian tidak ada perbedaan pendapat
antara penderita dengan bukan penderita
penyakit ‘bakihis’.
Perbedaan yang dapat diungkapkan dalam
hal perilaku sehari-hari adalah pada
kelompok penderita lebih banyak yang
mandi tanpa sabun. Dalam hal kebersihan
rumah kelompok yang sakit jarang
membersihkan lantai rumah sheingga
kamar tidur dan kamar tamu yang dimiliki
lebih banyak yang kotor.
Kondisi lingkungan rumah, masyarakat
yang menderita penyakit bakihis lebih
banyak yang mempunyai rumah tanpa
jendela. Jikalau ada ventilasi yang
mencukupi mereka cenderung tidak
membuka jendela. Dari pengamatan rumah
pada penderita penyakit ‘bakihis’ sebagian
besar mempunyai rumah yang sangat
sederhana (dari atap kulit kayu) dan terdiri
dari datu ruangan untuk segala keperluan
(bekerja, tidur, memasak, dll).
Dari hasil biakan kerokan kulit penderita
‘bakihis’ terdeteksi jamur kontaminan
(Gambar 1). Hasil pemeriksaan
laboratorium dari Balai Laboratorium
Kesehatan Palangka Raya yang bekerja
sama dengan laboratorium patologi klinik
Universitas Indonesia tidak menyatakan
secara spesifik adanya jamur Tinea
imbrikata. Hal ini mungkin disebabkan
jamur tersebut tertutup oleh jamur
kontaminan yang ditemukan. Menurut,
petugas laboratorium UI bahwa jamur
Tinea imbrikata relatif sukar untuk
dibiakan. Namun, dengan penemuan jamur
kontaminan ini menjadi indikator bahwa
dapat ditemukan jamur Tinea imbrikata
(Gambar 2).
Gambar 1. Gambar Pengambilan Spesimen Jamur di Kulit
53
Gambar 2. Gambar Fisik Kasus Penyakit Kulit
Berdasarkan wawancara dengan penduduk
setempat, dilaporkan bahwa di kedua desa
tersebut juga terdapat penderita TB-paru.
Dilihat dari pola kebiasaan makan
penduduk setempat tidak memakan
makanan dengan gizi seimbang. Keadaan
ini dikarenakan kondisi area tempat yang
susah untuk dijangkau (di daerah
pedalaman) dengan satu sumber air yaitu
sungai. Kondisi sungai juga tidak terlalu
baik karena banyaknya petambang emas
tidak berijin. Hal tersebut yang
menyebabkan tidak ada hasil sungai yang
didapat untuk pemenuhan kebutuhan
bahan pangan. Kebiasaan makan penduduk
tersebut lebih banyak makan-makanan
yang lebih awet seperti mie, sarden,
dengan sedit sayur-sayuran.
Tinea imbrikata tidak hanya terdapat pada
Desa Tumbang Kejamei dan Desa Kiham
Batang. Pada beberapa desa di Kecamatan
Sokan Kabupaten Malawi Kalimantan
Barat juga terdapat infeksi jamur Tinea
imbrikata. Dilihat dari letak antara Desa
Kiham Batang dan Desa Tumbang
Kejamei sangat dekat dengan Kabupaten
Malawi. Kedua desa tersebut berbatasan
dengan Kabupaten Malawi. Kejadian
penyakit ‘bakihis’ yang disebabkan karena
Tinea imbrikata ini sangat dimungkinkan
mengingat letak di kedua desa dengan
Kabupaten Malawi berada pada jajaran
pegunangan Miller di perbatasan
Kalimantan Tengah dengan Kalimantan
Barat. Disarankan kepada Dinas Kesehatan
untuk melakukan intervensi berupa
penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat melalui kunjungan rumah.
Kesimpulan
Prevalensi penderita Tinea imbrikata
cukup tinggi di Desa Tmbang Kejamei dan
Desa Kiham Batang Kabupaten Katingan.
Jumlah penderita bervariasi 1,1-17,62%.
Tidak ada perbedaan penderita laki-laki
dan perempuan. Penyakit ini umumnya
diderita sejak kecil dengan luas daerah
yang terkena gatal >10% luas permukaan
tubuh. Bahkan ada yang lebih dari1/3
penderita mempunyai penyakit yang
menyelimuti seluruh tubuh. Banyak
penderita yang memiliki keluarga dengan
infeksi serupa. Penderita umumnya petani
peladang berpindah dengan taraf
pendidikan rendah. Higiene perorangan
dan lingkungan kurang rumah penduduk
ialah rumah panggung dengan 1 ruang
utama dan 1 ruang dapur. Lokasi daerah
yang diteliti ini termasuk desa terpincil
dengan saran perhubungan melalui sungai.
Saran
Pendidikan kesehatan pada masyarakat
terutama dalam hal Pola Hidup Bersih dan
Sehat. Melakukan kunjungan rumah untuk
melakukan perawatan terhadap penderita
penyakit kulit.
54
Daftar Pustaka
1. Harahap, Marwali 1998, Ilmu
Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta.
2. Siregar, R.S. 2004, Penyakit Jamur
Kulit, EGC, Jakarta.
3. Budimulya U., 1980, Penyelidikan
Dermatofitosis di RS Dr.
Ciptomangunkusumo, Tesis,
Universitas Indonesia, Jakarta.
4. Bramono, Kusmariah, Dermatofitosis,
[online]diunduh
dari:http://fkui.ac.id.edu, tanggal
akses 20 Mei 2010.
PANDUAN PENULISAN NASKAH
SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN
Unsur - unsur yang ada dalam laporan akhir Penelitian Risbinakes
1. Halaman Sampul, Judul dan Penelitian
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. Abstrak (Indonesia an Inggris)
5. Bab I Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang masalah, tujuan umum, tujuan khusus,
hipotensi, manfaat penelitian.
6. Bab II Tinjauan Pustaka, Meliputi : kerangka teori, kerangka konsep dan definisi
operasional.
7. Bab III Metodologi Penelitian meliputi ; lokasi penelitian, waktu penelitian, desain
penelitian, instrumen penelitian, populasi dan sample, tehnik pengumpulan data,
tehnik pengolahan data, dan analisa data statistik.
8. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi : Penyajian hasil pengumpulan data
dalam bentuk tabel dan atau grafik, membandingkan hasil penelitian dengan bahan
publikasi lain yang sejenis dengan penelitian seperti buku, jurnal dll.
9. Bab V Kesimpulan dan Saran, Kesimpulan pada umumnya mengemukakan hasil
pembahasan yang berkaitan dengan tujuan khusus sehingga dapat menggambarkan
sekaligus menjawab tujuan umum, sedangkan saran adalah tindak lanjut dari
kesimpulan yang diperoleh sehingga jika saran ini dilakukan maka akan dapat
mengurangi atau mengeliminasi masalah yang ada.
10. Daftar Pustaka
11. Lampiran, meliputi jadwal kegiatan, surat izin selama penelitian, hasil analisa statistic
(bila ada) denah lokasi, dll yang dianggap mendukung tujuan penelitian.
Petunjuk Bagi Calon Penulis Jurnal Forum Kesehatan
1. Jurnal Forum menerima naskah tentang Kesehatan atau yang berhubungan dengan
Kesehatan, baik berupa telaah pustaka (hanya atas undangan) dan hasil penelitian yang
bermanfaat bagi kemajuan ilmu Kesehatan maupun perbaikan program kesehatan
khususnya di Indonesia. Naskah belum pernah dimuat ataupun sedang diajukan untuk
dimuat dalam media komunikasi lainnya. Naskah yang dikirim belum tentu dimuat
tergantung pada pertimbangan Dewan Redaksi. Naskah yang tidak dimuat tidak akan
dikembalikan kecuali disertai perangko Pengiriman.
2. Naskah yang ditulis untuk Jurnal Forum Kesehatan diketik dengan huruf Times New
Roman, ukuran 12 pts, dengan jarak (2) spasi, diatas kertas HVS ukuran kuarto (A4),
panjang naskah minimum 8 maksimum 15 halaman. Naskah diketik dengan (2) kolom,
dikirim rangkap dua (2) disertai dengan Disket,CD-Rom atau Flasdisk ke alamat :
ISSN : 2087-9105
Jurnal Forum Kesehatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya, Unit
Perpustakaan Jalan George Obos Nomor 32 Palangka Raya 73112, Telepon (0536)
3230730 / 08561073357, email : [email protected].
3. Judul naskah dicetak dengan huruf besar ditengah dengan huruf sebesar 14 pts.
Peringkat judul dicetak dengan ukuran yang berbeda :
Peringkat 1 (Huruf Besar Semua, Tebal, Rata Tepi Kiri), Pts 12
Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri) pts 11
Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) pts 10
4. Nama penulis artikel/naskah dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan
dibawah judul artikel. Nama penulis hendaknya dilengkapi dengan alamat
korespondensip serta nama dan alamat lembaga tempat peneliti. Jumlah penulis
maksimum tiga (3) orang. Dalam hal peneliti dilakukan oleh tim, penyunting hanya
berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan
pertama. Penulis dianjurkan menggunakan email untuk memudahkan komunikasi.
Penulis utama juga diminta untuk mengisi Formulir pernyataan originalitas naskah
yang ditulis. Formulir disediakan oleh Jurnal Forum Kesehatan.
5. Dibawah nama penulis dicantumkan abstrak dalam bahasa Inggris untuk naskah
berbahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris bila naskah berbahasa Inggris. Abstrak
ditulis tanpa alenia (paragraf) maksimum 200 kata, satu spasi, disertai lima (5) kata
kunci.
6. Artikel/naskah ditulis dalam bahasa Indonesia/Inggris dengan sistematika penulisan
naskah asli (hasil penelitian) terdiri atas : Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode,
Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran dan Rujukan (hanya memuat sumber-
sumber yang dirujuk).
7. Segala Sesuatu yang menyangkut Ethical clearance, perijinan, pengutipan dan
penggunaan software computer untuk pembuatan naskah atau hal lainnya yang terkait
dengan HKI yang dilakukan oleh penulis, berikut konsekuensi hukum yang mungkin
timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel.
8. Biodata seluruh penulis yang memuat data pribadi ditulis pada lembar terpisah. Data
pribadi diisi nama, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, instansi tempat kerja, alamat
kantor dan rumah beserta nomor telpon/hp, riwayat pendidikan (hanya Pendidikan
Tinggi), pengalaman penelitian dan publikasi.
9. Judul tabel ditulis pada bagian atas, sedangkan judul grafik atau bagan ditulis dibagian
bawah. Lambang dan singkatan kecuali satuan ukuran yang sudah baku hanya
digunakan dalam tabel dengan mencantumkan keterangan pada bagian bawah.
Lambang atau singkatan didalam naskah boleh digunakan hanya sesudah ada
penjelasan atau kepanjangannya.
10. Sumber rujukan sedapat mungkin menggunakan pustaka terbitan 10 (sepuluh) tahun
terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber sumber primer berupa laporan
penelitian, atau artikel-artikel dalam jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi
secara nasional atau Internasional. Jumlah rujukan minimum delapan (8) dan
maksimum Lima Belas (15). Pencantuman sumber pada kutipan langsung disertai
dengan nomor halaman tempat asal kutipan.
contoh : (Polit and Hungler, 2006:47)
11. Penulisan rujukan menggunakan Harvard Style diurut secara alfabetis seperti contoh
berikut ini;
Buku :
Green, S.B.& Salkind, N.J. 2004. Using SPSS for Windows and Macintosh Analysing
and Understanding Data. Fourth Editon.New Jersey: Prentice Hall
Buku Kumpulan Artikel :
Nicol,M.& Glen,S. (Eds.). 1999. Clinical Skills in Nursing: The return of the practical
room?
London: McMilla Press LTD
Atikel dalam Buku Kumpulan artikel :
Rideout, E.& Carpio,B.2001. The Problem-Based Learning Model of Nursing
Education. In B.Rideout (Eds.)Transforming Nursing Education Through Problem-
Based Learning.(p.21-49). Toronto: Jones and Bartllet Publisher.
Ariel dalam Jurnal atau Majalah :
Husaini, Y.K.2006. Perilaku Memberi Makan Untuk Meningkatkan Tumbuh
Kembang Anak.
Gizi Indonesia, 29 (1): 58-64
Artikel Dalam Koran :
Sunarty, S.31 Desember, 2010. Penurunan Kepekaan Sosial Remaja.Kalteng Post,
hlm.11
Tulisan/berita dalam Koran (tanpa nama pengarang) :
Kalteng Post. 31 Desember,2010.RSUD Berlaku Tarif Baru, hlm.9.
Dokumen Resmi :
Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti, 2006. Himpunan Peraturan Tentang Pola
Pembinaan Karier Dosen Perguruan Tinggi di Indonesia.Jakarta: Depdiknas.
Buku Terjemahan:
Tits,S,Mayers,M.,Wodak,R.& Vetter,E.1999. Metode Analisis Teks & Wacana.
Terjemahan Oleh : Abdul Syukur Ibrahim (Eds.) Gazali,Frans Thomas dan Suwarna
Priggawidagda., 2000. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Skripsi, Thesis, Disertasi, Laporan Penelitian:
Kuncoro,T.1996. Pengembangan Kurikulum pelatihan Magang di STM Nasional
Malang Jurusan Bangunan Program Studi Bangunan Gedung : Suatu studi
Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis Tidak Diterbitkan
Malang - PPS IKIP MALANG.