warta buruh migran nomor v edisi januari 2011

12
Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Januari 2011 Warta Buruh Migran | Edisi V | Januari 2011 Klik www.buruhmigran.or.id Tim Redaksi Setiap bulan Indonesia mengirim sekitar 60.000 tenaga kerja baru ke pelbagai negara tujuan. Dari jumlah itu, 90 persen bekerja di sektor informal, sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Tingkat pendidikan yang rendah, ditambah dengan keterampilan yang minim menjadikan BMI sangat rentan mengalami pelbagai persoalan di tempat kerja. Pada tahun 2010, ada sekitar 70 ribu Buruh Migran Indonesia (BMI) yang mengalami permasalahan di negara penempatan. Jika dipersentasekan, itu berarti setiap bulan ada sekitar 6 ribu BMI yang mengalami masalah. Tidak semua BMI yang mengalami masalah berani dan melaporkan kejadian yang dialaminya kepada pihak berwenang, sehingga jumlah 6 ribu tersebut sangat mungkin bertambah. Perlindungan BMI dapat dimulai dari Balai Latihan Kerja Luar Negeri yang dikelola dengan baik. Ketentuan pelatihan 200 jam atau 21 hari yang digagas oleh Kemnakertrans dan beberapa PPTKIS serta asosiasi BLK merupakan salah satu terobosan program yang bagus dan harus diapresiasi oleh semua pihak. Namun, pertanyaannya, apakah ketentuan tersebut sudah dibarengi dengan perubahan paradigma pengelola BLK, peningkatan kualitas BLK, dan peningkatan kompetensi instruktur. Jika belum ada perubahan pada tiga hal tersebut, kita sangat psimis pada janji pemerintah yang ingin meningkatkan kualitas BMI. Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam bendera Creative Common (CC). Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil. Salam Redaksi Cilacap Komunitas Buruh Migran Gelar Pelatihan Kerajinan Tangan Oleh: Ridlo Balasie Penanggung Jawab Yossy Suparyo Muhammad Irsyadul Ibad Pimpinan Redaksi Muhammad Ali Usman Tim Redaksi Fika Murdiana Hilyatul Auliya Fathulloh Kontributor 14 PTK Mahnettik Alamat Redaksi Jl.Veteran Gg.Janur Kuning No.11A Pandean Umbulharjo Y ogyakarta, Telp/Fax:0274-372378 E-mail:[email protected] Portal: http://buruhmigran.or.id Penerbitan buletin ini atas dukungan: Difasilitasi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Cilacap, Komunitas Buruh Migran Kesugihan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menggelar pelatihan keterampilan kerajinan tangan. Selain itu, komunitas ini juga melakukan diskusi pemetaan potensi lokal yang ada di desanya, Senin (31/1/11). Ketua Komunitas Buruh Migran Kesugihan, Muslimah mengatakan rata-rata mantan buruh migran tidak memiliki keahlian mengembangkan modal yang dimilikinya saat bekerja di luar negeri. Karena itu, diperlukan upaya pelbagai pihak untuk mengembangkan keahlian buruh migran agar modal yang didapat tidak habis dikonsumsi. “Kebanyakan memang habis sebab mereka tidak tahu akan dikembangkan dalam bentuk apa,”ujarnya. Memang tidak semunya habis dikonsumsi. Ada buruh migran yang membuat rumah, membeli sawah, sapi, dan kambing. Namun, buruh migran yang bisa mewujudkan dalam bentuk investasi ini jumlahnya sangat sedikit. Pemetaan potensi desa dilakukan agar buruh migran memahami bahwa di desanya banyak potensi bahan baku yang bisa dikembangkan. Ini akan membuka kesempatan bagi buruh migran untuk mengembangkannya.“Kebanyakan berpikir untuk kembali bekerja. Sebaliknya, kami ingin agar buruh migran bisa mengembangkan usaha yang bisa dimulai dengan usaha rumah tangga,”jelasnya. Melihat potensi pasar kerudung yang begitu besar, Muslimah dan anggota komunitas sepakat untuk berlatih memasang fanel untuk menambah daya tarik kerudung dan meningkatkan nilai jual. Kerudung yang pada awalnya berharga sekitar Rp. 12 ribu, setelah dipasangi fanel harganya akan meningkat menjadi sekitar Rp. 20 ribu. “Modalnya sedikit, tapi setelah dipasang dengan berbagai aksesoris harga kerudung akan meningkat dengan sendirinya,”jelasnya. Muslimah berharap agar tambahan ketrampilan yang dimiliki buruh migran bisa meningkatkan pendapatan rumah tangga kendati dilakukan dari rumah. Pegiat Komunit as Mant an Buruh Migran Cilacap saat mengikut i pelat ihan membuat kerajinan tangan.

Upload: infest-yogyakarta

Post on 17-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Terbitan kali ini redaksi Pusat Sumber Daya Buruh Migran akan membahas Balai Latihan Kerja (BLK). Terdapat pula kiriman kisah Narsidah, mantan buruh migran Banyumas yang berkisah pengalamannya selama dua kali berada di BLK.

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

Warta Buruh Migran| Edisi V | Januari 2011

Klik www.buruhmigran.or.id

Tim Redaksi

Setiap bulan Indonesia mengirim sekitar 60.000 tenaga kerja

baru ke pelbagai negara tujuan. Dari jumlah itu, 90 persen

bekerja di sektor informal, sebagai Penata Laksana Rumah

Tangga (PLRT). Tingkat pendidikan yang rendah, ditambah

dengan keterampilan yang minim menjadikan BMI sangat

rentan mengalami pelbagai persoalan di tempat kerja. Pada

tahun 2010, ada sekitar 70 ribu Buruh Migran Indonesia (BMI)

yang mengalami permasalahan di negara penempatan. Jika

dipersentasekan, itu berarti setiap bulan ada sekitar 6 ribu BMI

yang mengalami masalah. Tidak semua BMI yang mengalami

masalah berani dan melaporkan kejadian yang dialaminya

kepada pihak berwenang, sehingga jumlah 6 ribu tersebut

sangat mungkin bertambah.

Perlindungan BMI dapat dimulai dari Balai Latihan Kerja Luar

Negeri yang dikelola dengan baik. Ketentuan pelatihan 200 jam

atau 21 hari yang digagas oleh Kemnakertrans dan beberapa

PPTKIS serta asosiasi BLK merupakan salah satu terobosan

program yang bagus dan harus diapresiasi oleh semua pihak.

Namun, pertanyaannya, apakah ketentuan tersebut sudah

dibarengi dengan perubahan paradigma pengelola BLK,

peningkatan kualitas BLK, dan peningkatan kompetensi

instruktur. Jika belum ada perubahan pada tiga hal tersebut, kita

sangat psimis pada janji pemerintah yang ingin meningkatkan

kualitas BMI.

Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam bendera Creative Common (CC). Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Salam Redaksi Cilacap

Komunitas Buruh Migran Gelar

Pelatihan Kerajinan TanganOleh: Ridlo Balasie

Penang g ung Ja wa b

Y ossy Suparyo

Muhammad Irsyadul Ibad

Pim pina n R eda ksi

Muhammad Ali Usman

Tim R eda ksi

Fika Murdiana

Hilyatul Auliya

Fathulloh

K ont ributor

14 PTK Mahnettik

A lam at R edaksi

Jl.Veteran Gg.Janur Kuning No.11A

Pandean Umbulharjo Y ogyakarta,

Telp/Fax:0274-372378

E-mail:[email protected]

Portal: http://buruhmigran.or.id

Penerbita n bulet in ini a ta s dukung a n:

Difasilitasi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

(Lakpesdam) NU Cilacap, Komunitas Buruh Migran Kesugihan Kabupaten

Cilacap, Jawa Tengah menggelar pelatihan keterampilan kerajinan tangan.

Selain itu, komunitas ini juga melakukan diskusi pemetaan potensi lokal yang

ada di desanya, Senin (31/1/11). Ketua Komunitas Buruh Migran Kesugihan,

Muslimah mengatakan rata-rata mantan buruh migran tidak memiliki

keahlian mengembangkan modal yang dimilikinya saat bekerja di luar negeri.

Karena itu, diperlukan upaya pelbagai pihak untuk mengembangkan keahlian

buruh migran agar modal yang didapat tidak habis dikonsumsi.

“Kebanyakan memang habis sebab mereka tidak tahu akan dikembangkan

dalam bentuk apa,”ujarnya. Memang tidak semunya habis dikonsumsi. Ada

buruh migran yang membuat rumah, membeli sawah, sapi, dan kambing.

Namun, buruh migran yang bisa mewujudkan dalam bentuk investasi ini

jumlahnya sangat sedikit. Pemetaan potensi desa dilakukan agar buruh

migran memahami bahwa di desanya banyak potensi bahan baku yang bisa

dikembangkan. Ini akan membuka kesempatan bagi buruh migran untuk

mengembangkannya.“Kebanyakan berpikir untuk kembali bekerja.

Sebaliknya, kami ingin agar buruh migran bisa mengembangkan usaha yang

bisa dimulai dengan usaha rumah tangga,”jelasnya.

Melihat potensi pasar kerudung yang begitu besar, Muslimah dan anggota

komunitas sepakat untuk berlatih memasang fanel untuk menambah daya

tarik kerudung dan meningkatkan nilai jual. Kerudung yang pada awalnya

berharga sekitar Rp. 12 ribu, setelah dipasangi fanel harganya akan

meningkat menjadi sekitar Rp. 20 ribu.

“Modalnya sedikit, tapi setelah dipasang dengan berbagai aksesoris harga

kerudung akan meningkat dengan sendirinya,”jelasnya. Muslimah berharap

agar tambahan ketrampilan yang dimiliki buruh migran bisa meningkatkan

pendapatan rumah tangga kendati dilakukan dari rumah.

Pegiat Komunitas Mantan Buruh Migran Cilacap saat mengikuti pelatihan membuat kerajinan tangan.

Page 2: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 2 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

02 | Sekilas Peristiwa

Kulon Progo

Setelah sempat mengalami kesulitan terhubung dengan akses

internet, kini Pusat Teknologi Komunitas Rumah Internet TKI (PTK

Mahnettik) Kulon Progo yang dikelola oleh IWORK telah menggunakan

gedung baru yang terhubung dengan akses internet. Lokasi baru

tersebut sangat strategis, berada tepat di depan Pasar Jangkaran,

Kecamatan Temon Kulon Progo.

Melalui akses internet yang diperoleh lewat penyedia layanan internet

(internet sevice provider/ISP) dengan menggunakan antena yang

dipancangkan setinggi 10 meter, PTK Mahnettik Kulon Progo siap

melayani kebutuhan informasi dan pengetahuan teknologi bagi

masyarakat.

Fajar Purdiana, salah satu pengelola PTK Mahnettik, menyampaikan

dalam waktu dekat direncanakan Basecampnet (nama PTK Mahnettik)

memiliki 12 unit komputer dan 1 komputer server. "Saat ini ada enam

unit komputer yang siap digunakan," tuturnya di sela-sela pelatihan

kelola informasi buruh migran.

Kegiatan hari kedua pelatihan kelola informasi buruh migran di Kulon

Progo (29-31/01/2011) dilakukan di gedung baru PTK Mahnettik Kulon

Progo. Suasana saat pelatihan menunjukkan antusiasme yang tinggi

dari pegiat buruh migran di Kulon Progo untuk memanfaatkan

keberadaan PTK Mahnettik.

“Komputer dan internet hanyalah alat. Sama halnya sebuah cangkul

bagi petani. Apabila tidak dimanfaatkan, maka alat tersebut perlahan

akan rusak dengan sendirinya,”tutur Fathulloh dalam pelatihan.

Antusiasme juga ditunjukkan warga di luar Desa Jangkaran.

Keberadaan PTK Mahnettik selain melayani buruh migran dan

keluarga, kedepan juga menyediakan layanan internet untuk

masyarakat dengan biaya yang sangat terjangkau. (LMK)

Persoalan buruh migran sangatlah rumit untuk diurai. Persoalan tidak

hanya terjadi saat penempatan maupun setelah penempatan, akan

tetapi persoalan juga sering terjadi saat calon buruh migran tersebut

direkrut oleh Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta

(PPTKIS). Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima

oleh calon buruh migran.

Oleh karena itu Pusat Tehnologi Komunitas (PTK Mahnettik) Lombok

Tengah memberikan Pelatihan Penggunaan Internet bagi buruh migran

di Desa Perentek Lombok Tengah (31/01/2011) yang diikuti oleh 20

orang peserta dari kalangan buruh migran dan calon buruh migran.

Pelatihan ini diharapkan mampu membangun kesadaran buruh migran

tentang pentingnya pemanfaatan media internet dalam upaya

perlindungan buruh migran. Menurut Burhan (25), pengelola PTK

Mahnettik Lombok Tengah, pelatihan ini merupakan ajang

memperkenalkan internet kepada buruh migran agar mereka mampu

mengakses informasi yang tepat sehingga tidak mudah tertipu oleh

janji-janji calo PPTKIS. Selain itu, setelah mereka sampai di negara

tujuan, mereka diharapkan mampu berkomunikasi dengan keluarga

melalui internet.

“Selama ini calon tenaga kerja sering kali tertipu oleh calo PPTKIS yang

disebabkan mereka tidak mempunyai sumber informasi yang benar

mengenai tata cara serta prosedur pemberangkatan TKI,”ungkap

Burhan.

Dalam kegiatan ini peserta diajarkan bagaimana mengirim email,

chatting, searching dan lain sebagainya, bahkan pengelola juga

menjelaskan bagaimana prosedur pemberangkatan yang benar. (Zarki)

Lokasi Baru PTK Mahnettik Kulon

Progo

Fajar Purdiana dan salah satu teknisi PTK Mahnettik Kulon Progo sedang mempersiapkan jaringan lokal antar komputer (LAN)

Lombok

PTK Mahnettik Lombok Tengah

Gelar Pelatihan Penggunaan

Internet Bagi Buruh Migran

Suasana pelatihan yang digelar PTK Mahnettik Lombok Tengah.

Page 3: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

03 | Jejak Kasus

PPK Mataram Perjuangkan

Pengembalian 3 Tahun Gaji Sakmah di MalaysiaOleh: Hilyatul Auliya

Baiq Halwati (berdiri), Direktur Perkumpulan Panca Karsa (PPK Mataram) dalam sebuah sesi pelatihan. Selain pelbagai pelatihan untuk mantan buruh migran dan keluarga, PPK Mataran juga mendampingi pelbagai kasus yang menimpa buruh migran di Lombok. (dok.infest)

Pada 2007 Sakmah bekerja di Malaysia sebagai Penata Laksana

Rumah Tangga (PLRT). Ia menyepakati kontrak kerja selama 3

tahun 3 bulan dengan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja

Indonesia Swasta (PPTKIS) yang memberangkatkannya. Akan

tetapi, dengan alasan sakit, pada tahun 2010 Sakmah

dipulangkan ke Indonesia tanpa digaji sepeser pun oleh

majikannya.

Selama bekerja di Malaysia, Sakmah hanya memiliki dokumen

berupa paspor dan surat keterangan dari dokter. Paspornya yang

bernomor AB 766421 dikeluarkan oleh Dinas Imigrasi Mataram,

dan berlaku dari 17 November 2006 sampai 17 November 2009.

Sedangkan Surat Keterangan Dokter/Rumah sakit dikeluarkan

oleh sebuah rumah sakit di Malaysia.

Diduga pelaku kejahatan yang menimpa Sakmah ada 3 orang,

yaitu Sahre yang berprofesi sebagai tekong/calo yang beralamat

di Dusun Tuntang, Desa Lepak, Kecamatan Sakra Timur; Kelvin,

salah satu agen di Malaysia yang beralamat di Taman Antek Efnu

Teluk Intan Perak, atau sekitar wilayah Menara Condong; dan

Ayap/Aleng sang majikan yang beralamat di Taman Antek Efnu

Teluk Intan. Di Malaysia Sakmah bekerja di rumah keluarga

Ayap. Ayap memiliki sebuah kedai makan sehingga Sakmah

harus bekerja di dua tempat, yaitu rumah Ayap dan di kedai

makan.

Di rumah, jam kerja Sakmah mulai pukul 08.30-18.00,

sedangkan di kedai makan jam kerjanya dimulai pukul 18.00-

02.00.

Memasuki kerja awal tahun keempat, Sakmah kemudian

dipulangkan dengan alasan sakit. Ayap mengantarkan Sakmah

ke agen yang mempekerjakan Sakmah. Sebelum mengantar

pulang, agen sempat memeriksakan kondisi Sakmah yang

sedang sakit. Entah dokter menyimpulkan sakit apa, yang pasti

Sakmah keluar tempat praktik dokter tanpa diberi obat secuil

pun. Setelah memastikan kondisi Sakmah, lantas agennya

mengantar pulang sampai ke Kota Dumai, Riau. Perjalanan dari

Malaysia ke Dumai ditempuah dengan menggunakan Pompong,

sebuah perahu kecil. Di dalam perahu hanya ada beberapa

orang, di antaranya Sakmah dan satu orang Melayu yang

berperan sebagai tekongnya.

Sesampai di Dumai Sakmah tidak tahu harus menemui siapa

dan tinggal di mana. Tidak sedikit pun uang ia miliki. Ia tidak

mengenal seorang pun di kota baru itu. Akhirnya, ia

memberanikan diri untuk mencari tumpangan tempat tinggal

dari satu rumah warga ke rumah warga lain. Beruntung, suatu

hari Sakmah bertemu Munah.

Page 4: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

04 | Jejak Kasus

Seorang perempuan yang dikenalnya secara tidak sengaja di

Dumai. Sakmah sempat beberapa hari tinggal di rumah Munah,

sebelum akhirnya Munah menelepon keluarganya di Masbagik

agar membantu menghubungi keluarga Sakmah dan

mengirimkan uang untuk biaya kepulangan Sakmah dari Dumai

ke Lombok Timur. Setelah mendapatkan kiriman uang dari

keluarga, Sakmah pulang ke Lombok Timur diantarkan oleh

Munah.

***

Kasus yang menimpa Sakmah ini memunculkan beberapa

pelanggaran hukum, yaitu UU RI No. 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, pasal 4; UU

RI No. 39 Tahun 2004, tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Bab III tentang Hak dan

Kewajiban TKI pada pasal 8, yaitu setiap calon TKI mempunyai

hak dan kesempatan yang sama; Konvensi Internasional

Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota

Keluarganya. Bagian III: Hak Azasi bagi semua buruh migran dan

anggota keluarganya.

Pertama, di dalam UU RI No. 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal 4

disebutkan: “Setiap orang yang membawa warga negara

Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan

maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik

Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)

tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Kedua, UU RI No. 39 Tahun 2004, tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Bab III Hak

dan Kewajiban TKI pasal 8, “Setiap calon TKI mempunyai hak

dan kesempatan yang sama untuk:

(1) Bekerja di luar negeri; (2) Memperoleh informasi yang benar

mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI

di luar negeri; (3) Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang

sama dalam penempatan di luar negeri; (4) Memperoleh

kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta

kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama

dan keyakinan yang dianutnya; (5) Memperoleh upah sesuai

dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan; (6)

Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama

dengan yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di negara tujuan; (7)

Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan

peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat

merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas

hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan selama penempatan di luar negeri;

(8) Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan

keamanan kepulangan TKI ke tempat asal; (9) Memperoleh

naskah perjanjian kerja yang asli.

Ketiga, Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua

Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Di dalam Bagian III

disebutkan: Hak Azasi bagi semua buruh migran dan anggota

keluarganya. Pasal 9, Hak atas hidup dari buruh migran dan

anggota keluarganya harus dilindungi oleh hukum. Pasal 11, ayat

2: Tidak seorang pun buruh migran dan anggota keluarganya

dapat diwajibkan untuk melakukan kerja paksa atau kerja wajib.

Pasal 25 ayat 1: Buruh migran dan anggota keluarganya harus

mendapatkan perlakuan yang tidak kurang menguntungkan

daripada yang diterapkan pada warganegara dari Negara tempat

bekerja dalam hal penggajian dan: a. Kondisi-kondisi kerja

lainnya, yakni uang lembur, jam kerja, istirahat mingguan, liburan

dengan gaji, keselamatan, kesehatan, pemutusan hubungan

kerja, dan kondisi-kondisi apa pun yang menurut hukum dan

praktek nasional dicakup dalam istilah ini.

“Selain 3 tahun gajinya tidak dibayarkan,

sukmah diterlantarkan di Dumai Riau,

perjalanan dari Malaysia ke Dumai

ditempuh dengan menggunakan

Pompong (perahu kecil)....”

Saat ini, kasus yang menimpa Sakmah sedang ditangani oleh

Perkumpulan Panca Karsa (PPK) Mataram. Sebuah lembaga

yang memiliki banyak program pada pemberdayaan kaum

perempuan, khususnya para buruh migran di Nusa Tenggara

Barat. Salah satunya adalah advokasi buruh migran yang sedang

mengalami berbagai permasalahan, baik pada masa

prapenempatan, masa penemtapan, maupun

pascapenempatan.

Hilya Auliya , Pekerja Manajemen Pengetahuan Pusat

Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM)

Page 5: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

05 |Kajian

Memberdayakan BMI Melalui Peningkatan

Kualitas BLK-LN

Oleh: Muhammad Ali Usman

Banyak negara tujuan kerja Buruh Migran Indonesia (BMI) masih

mempertanyakan kualitas kemampuan tenaga kerja Indonesia.

Keraguan pada kualitas BMI ini sangat beralasan karena

keterampilan BMI masih kalah dari para pekerja asal Filipina dan

China. Pertanyaan dari negara pengguna jasa tersebut sangat

penting untuk direspons oleh pemerintah sebagai bagian dari

tanggung jawab pada peningkatan kualitas BMI. Respons

tersebut tidak hanya berupa respons pernyataan, namun harus

lebih konkrit, yaitu dengan melakukan evaluasi dan perbaikan

sistem pelatihan di Balai Latihan Kerja-Luar Negeri (BLK-LN).

Kelemahan paling mendasar BMI adalah pada sisi penyiapan

Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah tampaknya sudah

cukup puas dengan BMI informal yang notabene banyak di sektor

Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Sektor yang selama ini

banyak menjadikan para BMI menjadi korban kekerasan. Di

sektor informal ini, jumlah BMI sekitar 90 persen dari sekitar 6

juta orang BMI. Mayoritas mereka bekerja di Malaysia, Arab

Saudi, Hongkong, dan Singapura. Sedangkan Filipina telah

menyiapkan tenaga kerjanya di sektor-sektor formal dan

strategis sehingga memperoleh gaji jauh lebih tinggi dibanding

gaji BMI.

Dalam bidang pekerjaan, tenaga kerja Filipina banyak bekerja di

kapal pesiar, tempat-tempat hiburan, dan hotel. Mereka sudah

disiapkan oleh pemerintah untuk memiliki keterampilan khusus

dan matang ketika datang ke negara penempatan.Mayoritas

mereka bekerja di bagian front office dan catering, sedangkan

BMI kebanyakan bekerja di bagian cleaning service dan

pekerjaan kasar lainnya.

Kelemahan lain BMI adalah mereka tidak memiliki sertifikasi

standar internasional, misalnya dalam keahlian pekerjaan dan

bahasa (Inggris) sehingga ketika dilakukan seleksi dan uji

kompetensi dengan tenaga kerja Filipina para BMI kalah siap.

Jika dibandingkan dengan Filipina, jumlah BMI lebih banyak dua

kali lipat. Menurut data BNP2TKI, jumlah tenaga kerja Indonesia

sekitar 6 juta orang, dengan besaran remitensi sekitar US$ 70

miliar pertahun. Bandingkan dengan tenaga kerja Filipina yang

berjumlah 8 juta orang dengan remitensi US$ 144 miliar.

Pada tahun 2009 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

mengeluarkan Permenakertrans No. 23/IX/2009 Tentang

Pendidikan dan Pelatihan Bagi Calon TKI yang menyebutkan

ketentuan pelatihan selama 200 jam atau 21 hari di BLK-LN.

Program pelatihan 200 jam tersebut merupakan hasil

kesepakatan antara tiga asosiasi PPTKIS dan asosiasi BLK pada

awal November 2009 lalu.

Keterlibatan tiga asosiasi BMI ini sangat penting karena mereka

juga berkepentingan atas pelaksanaan ketentuan wajib calon

BMI untuk mengikuti pelatihan 200 jam di BLK-LN.

Ditargetkan dari pelatihan ini akan dapat mengurangi

permasalahan BMI di luar negeri. Namun, hingga hari ini

peraturan tersebut masih belum dibarengi dengan sistem

pengawasan yang baik. Akibatnya, banyak pengelola PPTKIS

(Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) resmi

yang mengeluhkan persoalan banyaknya pelanggaran yang

dilakukan oleh PPTKIS abal-abal sehingga tentu saja yang sangat

dirugikan adalah PPTKIS resmi.

Page 6: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

06 | Kajian

Mereka menyaksikan banyak PPTKIS abal-abal yang

mengeluarkan sertifikat pelatihan BLK-LN bagi calon BMI

padahal yang bersangkutan tidak pernah melakukan pelatihan

200 jam. Ketua Himsataki, Yunus M. Yamani, juga mengatakan

saat ini muncul banyak penawaran dari sejumlah BLK-LN kepada

PPTKIS untuk mengikuti pelatihan TKI selama 3-7 hari dengan

biaya Rp. 700.000 perorang. Dengan mengikuti pelatihan ini

calon TKI tidak perlu lagi mengikuti pelatihan 200 jam. Lembaga

yang diberi wewenang melakukan pengawasan terhadap setiap

peluang terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan ketentuan

itu adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan

Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas,

Kemnakertrans RI. Dan Lembaga Sertifikasi Nasional (LSP) tidak

boleh mengeluarkan sertifikasi bagi calon BMI yang belum

mengkuti pelatihan 200 jam atau 21 hari di BLK.

Sebenarnya, setiap penyimpangan dari ketentuan program

kemnakertrans akan menjadi ancaman terhadap upaya

pemerintah dan semua pihak dalam memberikan perlindungan

terhadap BMI. Peraturan ketentuan pelatihan 200 jam bagi calon

BMI merupakan program yang sangat baik dalam upaya

memberikan perlindungan kepada para BMI. Kunci perlindungan

BMI dimulai dari pelaksanaan pelatihan BMI yang baik dan

benar di BLK-LN. Di antara faktor munculnya banyak

permasalahan yang melibatkan para BMI di negara penempatan

adalah karena BMI yang dikirim tidak mengikuti pelatihan di BLK-

LN sesuai standar pelatihan.

Setidaknya ada tiga hal penting yang harus dilakukan di dalam

meningkatkan kualitas pelatihan BLK, yaitu orientasi target yang

jelas, infrastruktur pendukung yang memadai, dan instruktur

yang berkualitas. Pertama, perubahan orientasi. Banyak BLK yang

menyelenggarakan pelatihan hanya sekadar dalam rangka

melaksanakan kegiatan. Tanpa pernah melakukan analisis pada

kebutuhan calon pekerja, kebutuhan pasar, dan pengembangan

kualitas pelatihan. Apa yang dilakukan oleh BLK tersebut sangat

jauh berbeda dengan visi mereka, yaitu “menciptakan tenaga

terampil, ahli, produktif, dalam berbagai bidang ketrampilan

serta berdaya saing tinggi”. Pertanyaannya, bagaimana mungkin

BMI kita dapat memiliki daya saing tinggi jika orientasi pelatihan

di BLK masih jauh dari orientasi hasil (output), lebih-lebih

berorientasi keluaran (outcome).

Menurut data BNP2TKI, pada akhir tahun 2010 ada sekitar 70

ribu BMI yang sedang mengalami berbagai permasalahan di luar

negeri. Munculnya berbagai permasalahan ini tidak dapat

dilepaskan dari lemahnya pelatihan yang diberikan kepada BMI

sebelum mereka bekerja di negara penempatan. Sebenarnya,

perlindungan BMI di luar negeri dimulai dari BLK. Dengan

penyelenggaraan pelatihan dan pembekalan pengetahuan yang

baik, para BMI akan berdaya di tempat kerja. Mereka sudah

mengetahui akan melakukan tindakan apa jika suatu saat

menghadapi persoalan. Oleh karena itu, jika ingin benar-benar

memberikan perlindungan kepada BMI,

maka pengelola BLK harus segera mengubah pola pikir dan

orientasi kerjanya. Kedua, pembenahan infrastruktur BLK. Banyak

gedung BLK yang tidak memenuhi standar kualitas sebagai

tempat pelatihan. Menurut catatan, saat ini Depnakertrans

memiliki 11 BLK UPTP (Unit Pelaksana Teknis Pusat

Depnakertrans) dan 171 BLK yang dikelola UPTD (Unit Pelaksana

Teknis Daerah) di seluruh Indonesia. Data BNP2TKI juga

menyebutkan, dari penelusuran tim BNP2TKI pada 2007,

terdapat 86 BLK Luar Negeri swasta dari 181 BLK-LN dinilai tidak

memenuhi standar sebagai tempat pelatihan BMI. Sebenarnya,

tim BNP2TKI melakukan penelusuran terhadap 260 BLK-LN di

seluruh Indonesia, namun 79 BLK-LN tidak dapat dilacak karena

alamat BLK-LN tidak ditemukan dan bahkan sudah ada yang

beralih fungsi, sehingga yang dapat dilakukan rating hanya

sebanyak 181 BLK-LN.

Ketiga, instruktur yang berkualitas. Instruktur menjadi bagian

terpenting dalam proses pelatihan BMI. Seorang instruktur BLK

memiliki tanggung jawab yang cukup besar. Ia bukan hanya

sebagai pelengkap BLK. Selain mengajarkan keterampilan, ia

juga dapat menyampaikan informasi tentang seluk beluk

pekerjaan yang akan dijalani oleh para calon BMI dan juga dapat

menjadi seorang motivator. Dengan demikian, setiap instruktur

di BLK-LN harus sudah lulus uji kompetensi, karena hal ini

merupakan kunci dalam peningkatan kualitas BMI di luar negeri.

Kita tidak dapat menuntut para BMI mempunyai kompetensi

kerja tinggi jika instrukturnya tidak memiliki kompetensi.

Pelatihan yang dilakuakn tanpa arah, tujuan, dan metode yang

jelas atau hanya sekadar formalitas justru akan menghilangkan

hak-hak calon BMI. Sangat disayangkan jika sudah memiliki

fasilitas bagus, namun instrukturnya tidak berkompeten. Kondisi

BLK-LN yang memprihatinkan dan krisis kualitas dan kuantitas

instruktur yang ada di BLK sudah sampai pada tingkat yang

sangat mengkhawatirkan. [MAU]

Suasana pelatihan kerja di BLK-LN Bumenjaya Eka Putra, Jalan Inpres No.47, Kp. Tengah, Kramat Djati, Jakarta Timur. (sumber: portal BLK-LN Bumenjaya)

Page 7: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

Calon Buruh Migran (BM) telah mengupayakan banyak hal

agar bisa membiayai keberangkatannya ke luar negeri, mulai

dari mencari pinjaman uang, menggadaikan sawah, hingga

menjual barang berharga miliknya. Alasan utama mereka

adalah untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

Pada proses persiapan pemberangkatan, calon BM akan

mendapat pendidikan dan pelatihan keterampilan di Balai

Latihan Kerja (BLK) milik perusahaan yang akan

memberangkatkannya. BLK atau yang lebih familiar disebut

penampungan memilki peran yang sangat besar dalam

meningkatkan kualitas calon buruh migran yang akan

berangkat ke luar negari. Salah satu persoalan besar

penanganan buruh migran di Indonesia adalah rendahnya

kompetensi tenaga kerja kita. Ibarat pasukan perang (dalam

bahasa pemerintah pahlawan devisa), Buruh Migran

Indonesia (BMI) terus dikirim tanpa bekal keterampilan yang

memadai. Kondisi ini tidak ayal menjadi pemicu munculnya

pelbagai permasalahan yang menimpa BMI di negara

penempatan.

07 | Kajian

Melahirkan BLK-LN Berbasis Kompetensi dan

Proses TerbukaOleh: Fathulloh dan Hilya Auliya

Jika mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

PER.23/MEN/IX/2009 tentang Pendidikan dan pelatihan

Kerja bagi calon Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri maka

BLK diharuskan memiliki izin dari Lembaga Akreditasi

Lembaga Pelatihan Kerja (LALPK) dan memiliki program

diklat calon BMI yang berorientasi pada standar kompetensi

kerja dalam bentuk kurikulum dan silabus diklat calon BMI

yang dikemas dalam bentuk modul.

Salah satu syarat calon BMI bisa bekerja ke luar negeri

adalah kompetensi kerja. Oleh karena itu, calon BMI juga

diharuskan mengikuti proses belajar yang ada di BLK.

Kompetensi yang telah dimiliki tersebut diuji oleh lembaga

sertifikasi profesi yang berwenang sesuai peraturan

perundang-undangan.

Tahap selanjutnya adalah evaluasi pendidikan dan latihan

(Diklat) calon BMI yang meliputi: program, penyelenggaraan,

dan luaran. Evaluasi program meliputi kurikulum, silabus,

dan modul pelatihan. Evaluasi penyelenggaraan meliputi:

instruktur, tenaga pelatihan, sarana, fasilitas, dan

Suasana pelatihan kerja di BLK-LN PT Catur Citra Utama Karya..

Page 8: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

08 | Kajian

pendanaan. Evaluasi luaran menyangkut jumlah peserta

yang dilatih dengan hasil uji kompetensi. Evaluasi

dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Kepala dinas provinsi,

dan Kepala dinas kabupaten/kota sesuai kewenangannya.

Evaluasi menjadi kerja penting pemerintah untuk

memamtau, mengawasi, dan bersikap tegas atas proses

belajar yang dilangsungkan di setiap BLK. Jika selama ini

masih banyak BLK berperan sebatas sebagai tempat

penampungan calon BMI dan dikesankan suram seperti

penjara, di mana kegiatan BLK sangat tertutup, dan

memunculkan banyak tindak pelanggaran hukum dan HAM.

Dengan demikian, proses evaluasi yang dilakukan

pemerintah diharapkan menjadikan pelbagai proses

pendidikan di BLK semakin terbuka. Proses yang terbuka

atau dapat terpantau oleh publik akan mendukung proses

peningkatan standar kompetensi calon BMI.

Sinergi antara calon BMI, proses pelatihan, uji kompetensi,

dan evaluasi adalah mata rantai yang tidak bisa terputus,

agar daya tawar dan serapan lapangan kerja di luar negeri

meningkat dan lebih spesifik bidang-bidang kerja dengan

kompetensi khusus.

Secara langsung, kapasitas atau keahlian calon BMI yang

meningkat akan meningkatkan pula kesejahteraan yang

mereka dapatkan.

Persoalan kompetensi calon BMI adalah pilihan tegas yang

harus diambil pemerintah. Aparatur pemerintah yang

selama ini menaungi PPTKIS bermasalah dan mendapat

keuntungan dari kegiatan tersebut harus ditindak.

Menjalankan standar kompetensi harus diikuti kebijakan

tegas, PPTKIS yang tidak mampu memenuhi standar harus

dicabut izin usahanya. Kondisi demikian adalah kondisi

ideal yang kita harapkan, namun kita masih menjumpai

kondisi yang berbanding terbalik dengan kenyataan

sebenarnya.

Runtutan pola ideal dari proses kompetensi yang dihadirkan

BLK adalah bagian dari upaya perlindungan BMI. Kemudian

pertanyaan yang muncul adalah maukah lembaga-lembaga

pemerintah yang berwewenang terkait BM untuk

berkoordinasi dan merespons permasalahan ini dengan

cepat? atau apakah kita akan terus bertahan dengan pola-

pola lama yang dengan manis diungkapkan pemerintah

melalui kata "pahlawan devisa"?. (LM-HA)

Sejumlah Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia

Swasta (PPTKIS) di Cilacap, Jawa Tengah diduga melakukan

praktik perdagangan manusia (trafficking). Dugaan ini muncul

setelah diadakan razia yang dilakukan Kepolisian Resor

Cilacap (Polres).

Kepala Bidang Pembinaan Penempatan dan Pelatihan

Produktivitas (Bina Pentad dan Lattas) Dinsosnakertrans

Cilacap, Sutiknyo mengatakan sejumlah PPTIKIS ini

melakukan usaha ilegal pemberangkatan buruh migran.

Indikasi trafficking bisa ditengarai dari sejumlah prosedur

yang tidak dilalui oleh PPTKIS yang seharusnya dilakukan

dalam proses pemberangkatan buruh migran. Paling kentara,

menurut dia, beberapa PPTKIS melakukan pemalsuan

identitas diri calon buruh migran.“Antara KTP dengan

paspor dan persyaratan lainnya berbeda,”katanya. Indikasi

lain juga terlihat dari pemalsuan umur yang dilakukan oknum

di PPTKIS untuk memberangkatkan calon buruh migran di

bawah usia 21 tahun.

Padahal, dalam Undang-undang No: 39/2004, usia BMI

(Buruh Migran Indonesia) PLRT (Penata Laksana Rumah

Tangga) ini ditentukan 21 tahun. Jadi, jika ditemukan BMI

PLRT yang usianya belum genap 21 tahun, maka bisa

dikenakan pasal pemaksaan dengan memalsukan usia,

pelakunya bisa dikenakan pasal pidana trafficking. Direktur

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia

(Lakpesdam) NU Cilacap, Hazam Bisri meminta agar

Pemerintah dan Kepolisian segera menindak tegas PPTKIS

yang diduga melakukan trafficking. Selain itu, dia juga

meminta agar segala aktifitas PPTKIS dihentikan secara

paksa sambil menunggu proses hukum yang sedang

berlangsung.“Ini untuk melindungi calon buruh migrant kita.

Soalnya jika tetap berkegiatan maka PPTKIS bersangkutan

tidak akan jera,” jelas Hazam.

Sejumlah PPTKIS di Cilacap

Diduga Lakukan TraffickingOleh: Ridlo Balasie

Ipul, Fasilitator Lakpesdam NU Cilacap sedang memberikan pegarahan Migrasi

Page 9: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

09 | Inspirasi

Sebuah Catatan Tentang Kondisi PenampunganOleh: Narsidah

Balai Latihan Kerja (BLK) merupakan tempat penampungan

calon buruh migran yang dikelola oleh Perusahaan Penyalur

Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Keberadaan BLK

seharusnya memenuhi standar prosedur sesuai dengan

peraturan pemerintah. Selama berada di BLK calon buruh

migran berhak mendapat pelbagai bekal pendidikan dan

keterampilan.

Memperbincangkan BLK sering kali kita akan menemukan

kondisi dimana masih sangat banyak BLK yang beroperasi

tanpa mengikuti peraturan. Masih banyak penampungan

yang memperlakukan calon buruh migran seperti barang

dagangan, hal ini disebabkan jumlah calon buruh migran

yang terus didatangkan setiap saat tanpa mempedulikan

kapasitas BLK.

Berikut catatan Saya, Narsidah, mantan buruh migran asal

Banyumas selama berada di penampungan, sebelum

berangkat ke Hongkong dan saat gagal berangkat ke Taiwan.

Perjalanan menuju penampungan dimulai setelah calon

buruh migran yang direkrut calo atau sponsor asal

Purwokerto terkumpul, kemudian mereka diantar menuju

penampungan PPTKIS di Jakarta. Pertama kali Saya masuk

penampungan, Saya sangat kaget melihat banyak sekali

orang didalam dan melihat kondisi ruangan yang serba

semrawut.

Kegiatan pertama yang dilakukan setelah tiba di

penampungan adalah memotong rambut. Semua calon

buruh migran harus berambut pendek tanpa terkecuali,

sehingga ketika tiba di Hongkong, majikan saya sempat

bertanya “Mengapa buruh migran yang baru datang dari

Indonesia rata-rata berambut pendek?, apa tidak boleh

memanjangkan rambut?”.

Setelah itu, dilakukan test kesehatan (medical check up),

bagi calon buruh migran yang tidak lulus tes kesehatan akan

dipulangkan oleh sponsor, namun yang dinyatakan lulus tes,

akan dilanjutkan dengan pengisian formulir kesiapan bekerja

di Singapura, Hongkong, Taiwan, dll (sesuai dengan negara

yang dituju). Formulir kesiapan kerja berisi daftar pertanyaan,

Page 10: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

misal mampu melakukan kerja apa saja? (merawat bayi atau

orang tua jompo?), mampukah mengerjakan pekerjaan

rumah tangga, memasak, tidak takut dengan anjing, bersedia

memegang daging babi, dll.

Semua calon buruh migran wajib menaati peraturan yang

ditentukan oleh PPTKIS, mengikuti belajar bahasa Inggris

dan praktek kerja, melaksanakan piket, tidak boleh keluar

dari dalam penampungan, tidak boleh menerima telepon

kecuali hari Sabtu dan Minggu, menerima tamu hanya

diperbolehkan setiap hari Sabtu dan Minggu, bagi yang

membawa HP harus dititipkan pada penjaga asrama dan

akan diberikan pada hari Sabtu dan Minggu.

Bagi calon buruh migran, setiap mereka melakukan

kesalahan, baik saat belajar maupun menjalankan tugas-

tugas di penampungan akan dikenai sanksi, seperti

hukuman berdiri di depan murid-murid yang lain,

mengangkat ember yang berisi pasir dan dibawa naik turun

tangga hingga berulang kali.

Calon buruh migran tidak bisa menolak dan harus menerima

kondisi penampungan yang sangat memprihatinkan. Mereka

hanya tidur beralas tikar dan berdesak-desakan, bantal yang

tersedia sangat terbatas, hampir setiap malam ada yang

berkelahi karena berebut bantal. Selain bantal, air juga

menjadi masalah karena penampungan yang dihuni ratusan

orang, airnya tidak mencukupi, sehingga setiap pukul tiga

pagi, calon buruh migran sudah harus berjuang berebut air

untuk mandi dan mencuci pakaian. Makanan yang

disediakan oleh penampungan juga sangat tidak cukup dan

tidak memenuhi standar gizi.

Pagi hari, menu sarapan kami hanya sepotong singkong,

siang hari sepiring nasi dengan lauk ikan asin dan sayur yang

sangat terbatas. Kami harus menambah makanan dengan

membeli dari luar melalui lubang kecil yang hanya bisa

dimasuki tangan untuk bertransaksi.

Proses selanjutnya adalah pembuatan paspor bagi calon

buruh migran secara kolektif. Ketika sudah dipastikan

mendapat majikan, seorang calon buruh migran kemudian

diminta menandatangani kontrak kerja. Saat pengurusan

dokumen tersebut, oleh petugas PPTKIS, calon buruh migran

hanya ditunjukan bagian-bagian mana saja yang harus

dibubuhi tandatangan, tanpa dijelaskan apa isi dari kontrak

kerja tersebut.

Selama empat bulan di penampungan, akhirnya saya

terbang ke Singapura bersama tiga orang calon buruh migran

dari penampungan yang sama. Sesampainya di bandara

Singapura saya dijemput oleh pegawai agen tenaga kerja di

sana dan diajak ke kantornya. Saya sempat menginap satu

malam di rumah agen dan paginya diantar ke rumah majikan

di daerah Tanjung Katong. Sampai di rumah majikan,

ternyata sudah ada satu orang Indonesia yang bekerja

khusus merawat bayi (cucu majikan saya).

Saya bekerja di rumah bungalow tiga lantai dengan jumlah

anggota keluarga sepuluh orang (delapan perempuan dan

dua laki-laki). Pekerjaan saya dimulai dari pukul 05.00

sampai pukul 02.00 dini hari. Diawali dengan

membangunkan anak majikan, kemudian menyiapkan

sarapan, mencuci 4 mobil, membersihkan rumah, memasak,

mencuci serta menyetrika pakaian, merawat kebun,

merawat tiga ekor anjing, pergi ke pasar belanja sayuran,

merekam acara TV kesukaan anak majikan yang sedang

sekolah di Australia, dll.

Di rumah majikan, saya mendapat makan yang cukup dan

gizi penuh, fasilitas kamar tidur dengan kamar mandi sendiri.

Penerimaan gaji setiap bulan melalui bank atas nama saya

sendiri. Setiap enam bulan sekali saya diwajibkan

melakukan tes kesehatan, biaya ditanggung oleh majikan.

Komunikasi dengan anggota keluarga majikan terjalin

dengan baik (akrab). Jika ada masalah dengan pekerjaan

bisa diselesaikan dengan baik. Setiap saat saya juga

diperbolehkan mengakses berita melalui televisi saat siaran

berita dan membaca koran, kususnya berita tentang

Indonesia.

Namun demikian, pekerjaan yang begitu banyak dan jarak

yang jauh, membuat saya tidak kuat dan tidak betah. Saya

tidak mendapatkan libur sama sekali. Sering ketika mencuci

mobil saya menyambung tidur sebentar di dalam mobil.

Pernah suatu ketika majikan mencari-cari saya, melihat ada

sepasang sandal di samping mobil, akhirnya majikan

menemukan saya sedang tidur di dalam mobil, beruntung

majikan memaklumi dan saya langsung meminta maaf.

Pagi hari, menu sarapan kami

hanya sepotong singkong, siang hari

sepiring nasi dengan lauk ikan asin

dan sayur yang sangat terbatas.

Sebulan sekali, saya mengirim surat pada orang tua atau

menelpon dari telepon umum. Setiap menelpon atau

menerima surat dari keluarga di rumah, saya pasti menangis

ingin sekali pulang. Selama bekerja saya selalu berpikir ingin

pulang terus, namun tidak mengerti bagaimana caranya.

Setelah masa kerja saya mendekati satu tahun, saya

memberanikan diri berbicara dengan majikan, agar mau

mengembalikan saya ke Indonesia. Majikan berjanji akan

10 | Inspirasi

Page 11: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

mengembalikan saya setelah ada penggantinya, setelah

menunggu satu bulan pengganti saya tidak datang juga. Saya

kembali minta dipulangkan, akan tetapi jawaban yang saya

terima berbeda, majikan mengingatkan saya, kondisi di

Indonesia sedang rusuh, banyak kejahatan.

Majikan memberi tawaran kalau sekadar ingin pulang

melepas rindu dengan orang tua, majikan akan mengijinkan

saya. Dia bersedia membelikan tiket pesawat pulang pergi

tanpa memotong gaji. Namun saya tetap menolak, saya

hanya ingin pulang. Akhirnya majikan bertanya pesawatnya

mau lewat Jawa Tengah atau Jakarta? saya memilih lewat

Jakarta, karena belum tahu bandara di Jawa Tenah. Selang

beberapa hari majikan memesankan tiket, saya sangat

gembira sekali akhirnya bisa pulang ke Indonesia.

“Calon BMI yang berada di

penampungan tidak serta merta

dipulangkan apabila tidak lolos

seleksi ke Taiwan, bagi PPTKIS,

mereka masih bisa dikirim ke

Singapura atau Malaysia”

Setelah pulang dari Singapura, saya kembali berkumpul

dengan orang tua dan saudara, namun tidak lama kemudian

calo atau sponsor kembali datang ke rumah dan

menawarkan bekerja ke Taiwan. Sponsor yang datang ke

rumah terus merayu saya, “kalau ke Taiwan gajinya lebih

besar beberapa kali lipat dari Singapura. Namun ada biaya

sebesar lima juta, biaya bisa dibayar setengah dulu. Sisanya

dibayar setelah menerima gaji di Taiwan. Itu sudah termasuk

pengurusan dokumen,” begitu rayunya.

Hanya tiga bulan di rumah, Febuari 2000, saya kembali

ditampung di penampungan, kali ini di PPTKIS Pademangan

Semesta Lestari. Seperti pengalaman berangkat ke

Hongkong, segala persyaratan di urus oleh sponsor sehingga

tidak tahu persis apa saja yang diperlukan. Di penampungan

tersebut, PPTKIS tidak hanya mengurus calon buruh migran

yang akan bekerja ke Taiwan saja, tetapi calon buruh migran

yang akan ke Singapura dan Malaysia juga diproses di

penampungan tersebut.

Calon buruh migran yang diprioritaskan untuk diberangkatkan

ke Taiwan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman

bekerja di luar negeri. Apabila ada calon buruh migran yang

akan bekerja di Taiwan namun tidak memenuhi standar

PPTKI, maka dipindah ke Singapura atau ujung-ujungnya

diberangkatkan ke Malaysia. Pertimbagan PPTKIS adalah

apabila ada calon buruh migran yang sudah sampai di

Jakarta mengapa harus dipulangkan lagi ke kampung.

Jumlah calon buruh migran di penampungan kali ini lebih

banyak, hampir empat ratus orang. Rata-rata pegawainya

bersikap kejam, khususnya pegawai perempuan kepada

calon buruh migran yang dianggap melakukan kesalahan.

Misalnya, jika ada calon BMI yang tidak bisa mengerjakan

tugas saat belajar bahasa atau praktek kerja lainnya,

langsung di beri hukuman berlari naik turun tangga sampai

sepuluh kali atau disuruh berdiri di depan teman-temanya.

Proses di BLK ini sangat lamban, tidak diketahui apa

penyebabnya. Banyak calon buruh migran yang sudah tiga

bulan ditampung, belum sampai ke proses pembuatan

paspor. Ada juga yang sudah setahun lebih tidak diupayakan

untuk mendapatkan majikan, tapi justru dipekerjakan di

rumah orang lain dengan alasan praktek kerja atau mencari

uang saku karena sudah kehabisan.

Terkait fasilitas, air untuk mandi dan mencuci baju juga

sangat terbatas, harus berebut karena tidak mencukupi. Juga

sangat kotor dan banyak cacing, apalagi air untuk minum,

sama sekali tidak mencukupi sehingga saya harus membeli

air untuk minum sendiri. Dengan jumlah orang yang banyak

sementara bantal untuk tidur sangat sedikit, bantal satu

harus digunakan dua orang. Seperti pengalaman di

penampungan sebelumnya, persoalan bantal juga sering

menimbulkan keributan. Setiap kali menjelang tidur selalu

ada beberapa orang yang ribut karena berebut bantal. Selain

itu, di penampungan juga tidak disediakan kasur. Begitu juga

dengan makanan, jatah makan yang diberikan sangat sedikit.

Narsidah (kanan), saat berada di Pusat Teknologi Komunitas Rumah Internet TKI (PTK Mahnetti) yang dikelola bersama pegiat Paguyuban Seruni lainnya. Narsidah juga aktif dalam pelbagai pendampingan kasus buruh migran di Kabupaten Banyumas.

11 | Inspirasi

Page 12: Warta Buruh Migran Nomor V Edisi Januari 2011

Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Januari 2011

““Warta Buruh Migran merupakan buletin online yang diterbitkan Warta Buruh Migran merupakan buletin online yang diterbitkan oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran setiap bulan.oleh Pusat Sumber Daya Buruh Migran setiap bulan.

Redaksi menerima pelbagai tulisan dari rekan-rekan PTK Redaksi menerima pelbagai tulisan dari rekan-rekan PTK Mahnettik dan pegiat buruh migran lainnya melalui email: Mahnettik dan pegiat buruh migran lainnya melalui email:

[email protected]@buruhmigran.or.id““

Dengan kondisi yang sudah sangat memprihatinkan, PPTKIS

masih saja melakukan perekrutan. Akhirnya, jumlah

penghuni BLK semakin bertambah dan terus bertambah,

sedangkan jumlah orang yang diberangkatkan ke luar negeri

sangat sedikit. Orang-orang yang ada hanya dijadikan

persediaan, tanpa kepastian berangkat atau tidak.

Semakin lama ditunggu semakin tidak ada kepastian,

khusunya bagi calon buruh migran yang akan ke Taiwan,

mereka merasa semakin dirugikan, banyak waktu yang

terbuang. Melihat kondisi tersebut kami berlima (Saya,

Wahyuni, Puji, Leni, dan Atun) mulai merancang sebuah

rencana, setelah satpam tertidur, kami mengumpulkan

teman-teman yang lain untuk diajak diskusi, dengan

menggunakan penerangan lilin.

Rencana dimulai dengan mendata kondisi penampungan

yang tidak layak, proses yang tidak jelas, mendata orang-

orang yang sudah lebih dari satu tahun di penampungan agar

segera diproses.

Pada malam kedua, diskusi diketahui oleh satpam yang

sedang tugas berkeliling. Akhirnya rencana mendekati

pegawai PPTKIS dan mogok mengikuti kegiatan belajar pun

gagal. Saat bangun tidur semua pintu sudah dikunci gembok,

kondisi tersekap, suasana menjadi panik, banyak yang

menangis histeris. Setelah itu, salah satu pintu berhasil

dibobol, karena kunci gembok dibakar menggunakan korek

sehingga bisa terbuka.

Semua orang yang ada di dalam lari keluar halaman sambil

menangis. Dengan akal yang ada kami membuang tulisan-

tulisan ke luar pagar yang isinya meminta bantuan supaya

diteleponkan ke polisi atau lembaga yang bisa membantu.

Kebetulan ada seorang warga disekitar penampungan yang

mengetahui salah satu Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) di

Jakarta yang bekerja untuk perlindungan buruh migran,

lembaga tersebut adalah Center for Indonesian Migrant

Workers (CIMW),

tidak lama kemudian datang tim dari CIMW mengevakuasi

kami dan membantu menghubungkan dengan pihak PPTKIS

berkaitan dengan tuntutan yang kami ajukan. Khususnya

calon buruh migran yang dijanjikan akan diberangkatkan ke

Taiwan, tim CIMW meminta agar uang yang sudah

dibayarkan dikembalikan seluruhnya. Semua dokumen

dikembalikan dan calon buruh migran yang berada di

penampungan selama setahun lebih, harus dipulangkan

tanpa dipungut biaya.

Diskusi kemudian menjadi alot, PPTKIS tidak mau memenuhi

semua tuntutan kami, khususnya tentang pengembalian

uang. Mereka beralasan uang tersebut dibawa oleh sponsor.

Kesepakatan soal pengembalian uang akhirnya kami terima

setelah dua minggu. Sponsor kemudian mengembalikan

uang calon buruh migran yang akan ke Taiwan. Selama satu

minggu sebelumnya, kami melakukan perundingan dengan

PPTKIS, selama itu pula kami selalu berpindah-pindah

tempat tidur. Setiap hari pegiat CIMW harus mencari

dermawan-dermawan yang mau membantu untuk makan

dan menginap. (Narsidah)

Na rs ida h, Mantan buruh migran asal Kabupaten

Banyumas yang kini bergiat di Paguyuban Perlindungan

Perempuan dan Buruh Migran “Seruni” Banyumas.