warta buruh migran | edisi juli 2014

16
EDISI JULI 2014 Jejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran T ahun 2014 merupakan tahun politik bagi Bangsa Indonesia. Pemilu legislatif dan pemi- lu presiden diadakan bersamaan pada Mei dan Juli 2014. Masyarakat Indonesia menyambut tahun pemilu secara beragam, mulai dari sikap dukungan, kritikan, sampai sikap-sikap apatis dan apolitis. Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri termasuk buruh migran juga menyam- but pemilu dengan berbagai cara. Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) men- gamati perbincangan seputar calon wakil rakyat dan calon presiden banyak meramaikan lini masa (time line) buruh migran pengguna media sosial. Tidak sedikit yang saling berdebat bahwa calon yang mereka idolakan paling bagus dan pantas dipilih. Media sosial milik buruh migran pribadi atau kelompok pun riuh dengan kampanye dari berbagai simpatisan partai dan calon presiden. Antusiasme buruh migran terhadap pemilu kali ini semakin kentara pada pemilihan Presiden In- donesia. Munculnya dua calon presiden Indone- sia 2014 yang sama-sama menawarkan visi dan misi perlindungan buruh migran, diduga menjadi pemicu tingkat partisipasi pemilih dari kelompok buruh migran. Antusiasme buruh migran yang meningkat pada pemilu presiden bisa dilihat dari meningkatnya jumlah buruh migran yang memi- lih di Hong Kong. Menurut Fera Nuraini, pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) di Hong Kong, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pilpres tercatat 114.626 ribu lebih banyak daripa- da pemilu legislatif 102.000 ribu. WNI atau buruh migran yang tinggal di luar negeri bisa melakukan hak pilihnya melalui tiga cara, yakni melalui pos, drop box, dan datang langsung ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) tiap-tiap negara penempatan. TPS luar negeri berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Konsulat Jenderal Republik Indone- sia (KJRI), Sekolah Indonesia di luar negeri, atau di tempat-tempat yang sering jadi tempat berkumpulnya WNI atau buruh migran di luar negeri. Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014 Antusiasme BMI Hong Kong pada Pemilu Presiden /Foto Fera LAPORAN UTAMA

Upload: infest-yogyakarta

Post on 07-Apr-2016

230 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Gemuruh Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 melahirkan harapan besar akan perbaikan tata kelola Buruh Migran Indonesia (BMI). Calon legislatif daerah pemilihan (dapil) luar negeri yang masuk di dapil Jakarta II pun gencar menawarkan visi misi yang pro pada perlindungan BMI. Memasuki masa pemilihan presiden, dua paket capres dan cawapres pun menyasar visi misi mereka pada perlindungan buruh migran. Ibarat gayung bersambut, BMI pengguna sosial media pun mengekspresikan proses demokrasi tersebut dengan cara yang beragam. Terlepas dari riuhnya BMI menyambut Pilpres 2014, masih ada pelbagai persoalan tersisa, seperti hak konstitusi BMI yang belum sepenuhnya dijamin negara (kasus Hong Kong dan indikasi kecurangan di Malaysia) dan masih minimnya pendidikan politik di komunitas BMI. Pada edisi kali ini, redaksi akan mengupas warna-warni situasi Pemilu 2014 di luar negeri.

TRANSCRIPT

Page 1: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

EDISI JULI 2014

Jejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Bangsa Indonesia. Pemilu legislatif dan pemi-lu presiden diadakan bersamaan pada Mei

dan Juli 2014. Masyarakat Indonesia menyambut tahun pemilu secara beragam, mulai dari sikap dukungan, kritikan, sampai sikap-sikap apatis dan apolitis. Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri termasuk buruh migran juga menyam-but pemilu dengan berbagai cara.

Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) men-gamati perbincangan seputar calon wakil rakyat dan calon presiden banyak meramaikan lini masa (time line) buruh migran pengguna media sosial. Tidak sedikit yang saling berdebat bahwa calon yang mereka idolakan paling bagus dan pantas dipilih. Media sosial milik buruh migran pribadi atau kelompok pun riuh dengan kampanye dari berbagai simpatisan partai dan calon presiden.

Antusiasme buruh migran terhadap pemilu kali ini semakin kentara pada pemilihan Presiden In-donesia. Munculnya dua calon presiden Indone-sia 2014 yang sama-sama menawarkan visi dan misi perlindungan buruh migran, diduga menjadi pemicu tingkat partisipasi pemilih dari kelompok buruh migran. Antusiasme buruh migran yang meningkat pada pemilu presiden bisa dilihat dari meningkatnya jumlah buruh migran yang memi-lih di Hong Kong. Menurut Fera Nuraini, pegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) di Hong Kong, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pilpres tercatat 114.626 ribu lebih banyak daripa-da pemilu legislatif 102.000 ribu.

WNI atau buruh migran yang tinggal di luar negeri bisa melakukan hak pilihnya melalui tiga cara, yakni melalui pos, drop box, dan datang langsung ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) tiap-tiap negara penempatan. TPS luar negeri berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Konsulat Jenderal Republik Indone-sia (KJRI), Sekolah Indonesia di luar negeri, atau di tempat-tempat yang sering jadi tempat berkumpulnya WNI atau buruh migran di luar negeri.

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Antusiasme BMI Hong Kong pada Pemilu Presiden /Foto Fera

LAPORAN UTAMA

Page 2: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Gemuruh Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 mela-hirkan harapan besar akan perbaikan tata

kelola Buruh Migran Indonesia (BMI). Calon legisla-tif daerah pemilihan (dapil) luar negeri yang masuk di dapil Jakarta II pun gencar menawarkan visi misi yang pro pada perlindungan BMI. Memasuki masa pemilihan presiden, dua paket capres dan cawa-pres pun menyasar visi misi mereka pada perlind-ungan buruh migran. Ibarat gayung bersambut, BMI pengguna sosial media pun mengekspresikan proses demokrasi tersebut dengan cara yang be-ragam.

Terlepas dari riuhnya BMI menyambut Pilpres 2014, masih ada pelbagai persoalan tersisa, seperti hak konstitusi BMI yang belum sepenuhnya dijamin negara (kasus Hong Kong dan indikasi kecurangan di Malaysia) dan masih minimnya pendidikan politik di komunitas BMI. Pada edisi kali ini, redaksi akan mengupas warna-warni situasi Pemilu 2014 di luar negeri.

Pada kolom kajian, Yudi Setiyadi, Pegiat Komunitas Pena Desa Banyumas membahas peran pemerin-tah desa dalam melindungi buruh migran, sementa-ra pada rubrik panduan akan mengulas tips bekerja di Uni Emirat Arab (UEA). Kolom jejak kasus pen-empatan tanpa prosedur ke Taiwan yang ditangani SBMI Indramayu.Selamat membaca.

EDISI JULI 2014

BERITA UTAMAJejak Pemilu di Negara

Penempatan Buruh Migran

PANDUANMengenal Negara Penempatan TKI Uni Emirat Arab

KAJIANButuh Peran Desa untuk Lindungi TKI

Kebijakan Desa dalam Pencegahan

Trafficking

Tak Ada Pengawasan Pemerintah, Wati Dipekerjakan Di Taiwan

Tanpa Pelatihan

JEJAK KASUS

Page 3: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Jalannya pesta demokrasi Indonesia di luar negeri juga berwarna-warni, di Hong Kong pada Pilpres Minggu (6/7/2014) diakhiri dengan aksi demo ratusan TKI yang ditolak menggunakan hak konstitusinya karena TPS sudah ditutup. Seban-yak 500 lebih TKI yang ditolak menggunakan hak konstitusi kemudian menggelar aksi dan melam-piaskan kejengkelannya pada panitia dengan merobohkan pagar pembatas dan merangsek masuk area pencoblosan.

“Saya sempat bertanya ke beberapa panitia soal kemungkinan perpanjangan waktu pencoblosan karena antrian masih panjang, tapi mereka hanya menggeleng tanda tak bisa. Akhirnya pencob-losan tetap ditutup pukul 5 sore sesuai jadwal, karena menurut panitia izin penggunaan lapa-ngan hanya sampai pukul 5 sore dan tidak bisa diperpanjang,” ujar Fera.

Meski sudah disediakan 13 TPS dengan 5 bilik su-ara di tiap TPS, namun tenaga pendataan di tiap TPS hanya dua orang. Pemilih yang membawa undangan juga dibuat repot karena harus men-cocokkan undangan dengan barcode di database dan KTP Hong Kong. Selang beberapa hari dari kejadian itu, hal yang disayangkan justru Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan bahwa tidak akan ada pemilu ulang bagi mereka yang telat memilih di Hong Kong.

Warna-warni pemilu di luar negeri tidak hanya terjadi di Hong Kong, pemilu legislatif di Saudi Arabia pada Sabtu (5/4/14) juga tidak diikuti oleh banyak buruh migran di Saudi Ara-bia. Pengamatan Ganjar Hidayat, koordinator Komunitas BMI-SA, banyak BMI tidak bisa hadir di pemi-lu legislatif karena selebaran berisi pengumuman pemilu yang berba-hasa Indonesia dan bahasa Arab telat disebarkan. Selebaran berisi pengumuman untuk menggunakan hak pilih baru disebarkan oleh PPLN 12 jam sebelum hari pemilihan dil-angsungkan, padahal selebaran itu juga berbentuk surat izin mengikuti pemilu untuk majikan.

Menurut Anis Hidayah dari Migrant Care, kinerja Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) pada pemilu 2014 belum bersinergi satu sama lain. Dalam waktu terbatas, PPLN terlambat dibentuk dan tak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Dikutip dari portal rumahpemilu.org, berdasarkan pemantauan Migrant Care, ada mobil yang membawa drop box yang tiba-tiba berkeliling perkebunan di Kuala Lumpur. Selain itu PPLN di Singapura juga berkeliling ke berb-agai rumah sakit.

Inovasi-inovasi PPLN tersebut menurut Anis tanpa dibarengi dengan pengawasan yang melekat sehingga ada potensi penyalahgunaan kewenangan. Selain itu masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di luar negeri juga memiliki banyak catatan. Dari pantauan Migrant Care ada 157.602 DPT bermasalah, seperti ada anak kecil, orang meninggal, dan warga negara asing yang masuk dalam DPT.

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

BERITA UTAMAJejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

Page 4: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Harapan-Harapan Buruh Migran Pada Presiden Terpilih

Buruh Migran Indonesia (BMI) atau TKI menyumbang devisa tak se-dikit bagi negara ini. Buruh migran juga menggerakkan ekonomi di desa-desa dengan remitansinya. Namun nasib mereka yang bekerja sebagai buruh migran tak kunjung membaik. Pemilihan Presiden Indo-nesia kali ini tentu menjadi penentu gerak langkah Indonesia di masa mendatang. Siapa pun Presiden terpilih nanti, tenaga kerja Indo-nesia berharap agar mereka tetap diperjuangkan nasibnya. Berikut ini beberapa buruh migran dan pegiat buruh migran yang mengungkapkan harapan-harapannya pada presiden yang nanti terpilih.

Erni YunitaBuruh Migran Indonesia di Singapura“Harapan saya tentunya sebagai BMI/TKI, Presiden ya pastinya harus pro TKI dan selalu ikut andil besar buat kesejahteraan TKI. Siapa pun yang terpilih nantinya kita mendukung sepenuhnya karena selama ini TKI hanya se-bagai komoditas ekspor tapi nggak diperhatikan sisi lain dari TKI apalagi kesejahteraannya”.

NarsidahPegiat Buruh Migran Banyumas“Semoga presiden yang baru nanti dapat membuat kebijakan-kebijakan yang benar-benar melindungi buruh migran”.

HannyBuruh Migran Indonesia di Hong Kong“Semoga presiden baru bisa mensejahterakan rakyat, menciptaka lapangan kerja, memberi kemudahan para pengusaha kecil, membina para wirausaha agar lebih maji dan bisa menyer-ap tenaga kerja. Kalau rakyat Indonesia tidak ada yang jadi penganggur maka hidup akan semakin sejahtera”.

Sring AtinBuruh Migran Indonesia di Hong kong“Presiden baru semoga benar-benar jadi presi-dennya rakyat bukan pemodal, jadi benar-benar akan menjalankan program untuk rakyat dan keberpihakanya jelas. Presiden baru juga harus menjalani apa yang sudah ia katakan saat kam-panye pemilu. Lebih dari itu bisa menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang merdeka dari kontrol asing”.

ThobibBuruh Migran Indonesia di Arab Saudi“Harapannya presiden baru melindungi rakyatn-ya sebagi buruh migran Indonesia di luar negeri.

BERITA UTAMAJejak Pemilu di Negara Penempatan Buruh Migran

Page 5: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Harapan-Harapan Buruh Migran Pada Presiden Terpilih

Yunita RohaniPegiat Buruh Migran SBMI Lampung“Kami berharap pada presiden baru nanti perlind-ungan bagi BMI dan anggota keluarganya lebih dikedepankan sesuai peraturan yang ada. Perek-enomian bagi mantan TKI lebih dikedepankan kare-na selama ini mereka tidak bisa mengelola hasil yang didapat dari luar negeri dengan baik. Lebih banyak lagi sosialisasi di tingkat kampung-kam-pung untuk migrasi. Intinya kami berharap pres-iden benar-benar berpihak kepada BMI dan bisa memberi hukuman yang tegas bagi pelaku kejaha-tan apapun itu”.

Asty MaharaniBuruh Migran Indonesia di Singapura“Siapapun presiden yang terpilih nanti harus mam-pu mensejahterakan rakyat”.

Ummai UmairohBuruh Migran Indonesia di Singapura“Harapannya presiden yang terpilih nanti siapa pun itu semoga menjadi pemimpin yang amanah, mem-berikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap semua rakyat tanpa menilai agama dan jabatannya. Tentunya buruh migran akan tetap menagih jan-ji-janji Anda. Presiden yang terpilih nanti juga harus melakukan perubahan yang signifikan bukan hanya obral janji. Indonesia juga harus meratifikasi ILO C189, dimana perlindungan dan hak Penata Laksa-na Rumah Tangga (PLRT) atau TKI harus dan jelas dalam memberikan perlindungan sebagai mana tercantum dalam ILO C189. Presiden baru juga ha-rus melakukan gebrakan Internasional dimana neg-ara Indonesia harus berani bernego dengan negara tujuan untuk mengimplementasikan perlindungan yg tertera dalam ILO C189 tersebut. Selain itu juga menghapus adanya KTKLN dan merevisi kembali UU 39 tahun 2004 atau mencabut UU tersebut. UU PPRT dalam negeri juga juga harus secepatnya di-wujudkan. Kesejahteraan dan perlindungan rakyat baik dalam negeri maupun yg berada di luar negri Harus Lebih signifikan”.

David Wuda WeaBuruh Migran Indonesia di Malaysia“Harapan saya siapapun yang terpilih nanti harus bisa menyelesaikan berbagai masalah yang sering dialami Buruh Migran di luar neg-eri, termasuk meninjau kembali UU Nomor 39 tahun 200, juga masalah penggunaan KTKLN dan asuransi TKI yang selama ini selalu diperde-batkan di forum dunia maya”.

Fera NurainiBuruh Migran Indonesia di Hong KongHarapannya rakyat lebih sejahtera, birokrasi yang rumit bisa dipermudah, lapangan kerja banyak jadi tidak perlu lagi rakyat pergi ke luar negeri untuk bekerja dan terpisah dengan anak dan keluarganya”.

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

BERITA UTAMA

Page 6: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Informasi tentang ketenagakerjaan, khususnya yang berkaitan dengan proses migrasi ke luar neg-

eri bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI), hingga saat ini masih didominasi oleh sponsor atau calo yang mengurus proses pemberangkatan. Keter-batasan informasi prosedur, hukum, hak dan kewa-jiban, serta kondisi/budaya negara tujuan membuat TKI berada dalam situasi rentan dari pra hingga purna migrasi.

Calon TKI yang sebagian besar berasal dari desa, tidak memiliki informasi resmi yang bisa digunakan untuk perbandingan dengan informasi dari PJTKI/PPTKIS, calo, atau sponsor. Ketidaktahuan calon TKI dikarenakan mereka tidak memiliki akses infor-masi yang bisa menjadi rujukan. Desa sebagai ger-bang pertama bagi warganya yang hendak bekerja sebagai TKI, selama ini masih berada pada posisi yang lemah dalam pengawasan dan perlindungan warganya.

Peran desa selama ini hanya sebatas pada legalitas dokumen persyaratan migrasi. Pemerintah desa hanya berperan untuk tanda tangan dan stempel dokumen migrasi calon TKI, sebagai pengesahan dokumen dari desa. Sementara itu masih ban-yak desa yang tidak tahu dengan benar tentang prosedur migrasi. Pemerintah desa selama ini hanya berpatokan pada surat rekomendasi dari Dinas Ketenagakerjaan daerah masing-masing.

Lemahnya peran desa dikarenakan desa tidak memiliki akses informasi resmi tentang prosedur migrasi dari pemerintah. Sedangkan warga desa yang menjadi calon TKI lebih banyak bergantung pada calo atau sponsor dalam pengurusan doku-

Butuh Peran Desa untuk Lindungi TKI men migrasi. Sebaliknya, ketika ada masalah yang terjadi dengan warganya yang menjadi TKI ke luar negeri, pemerintah desa akan direpot-kan dan bahkan kelabakan seperti kebakaran jenggot karena ketidaktahuannya.

Desa membutuhkan informasi yang lengkap dan resmi tentang prosedur migrasi dari lem-baga pemerintah terkait, sehingga pemerin-tah desa tahu dan bisa memberikan rujukan sumber informasi bagi warganya yang hendak bekerja ke luar negeri. Dengan terpenuhinya in-formasi tersebut, desa bisa berperan dalam hal pengawasan dan perlindungan warganya yang menjadi TKI dari awal pemberangkatan hingga kepulangan. Desa bisa memastikan bahwa war-ganya yang bekerja di luar negeri telah melaui prosedur yang legal dan aman, sehingga dapat meminimalisir masalah yang terjadi.

Keterbatasan informasi yang dimiliki menjad-ikan desa belum bisa melakukan peran yang maksimal. Bahkan jika ada warganya yang tidak dilayani oleh pemerintah desa karena tidak memenuhi persyaratan migrasi sebagai calon TKI, desa akan disalahkan dan bahkan dianggap menyusahkan warganya.

Sementara karena ketidaktahuannya, desa tidak bisa menjelaskan dan mengarahkan war-ganya sesuai dengan aturan yang berlaku. Tak jarang calon TKI dan keluarganya akan memak-sa pemerintah desa untuk tetap melakukan le-galitas dokumen, walaupun tidak ada rekomen-dasi resmi dari dinas ketenagakerjaan.

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

KAJIAN

Page 7: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Salah satu desa yang mengeluhkan tentang perlindungan dan pengawasan TKI adalah Desa Dawuhanwetan, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. Selama ini, Desa Dawuhwetan sudah melakukan pengawasan sampai tingkat Rukun Tetangga (RT) saat pengu-rusan izin dan kegiatan-kegiatan lain warganya. Meskipun demikian, Nasrul, Kepala Desa Dawuh-wetan, mengungkapkan bahwa pemahaman dan informasi yang minim dari pemerintah desa dan masyarakat terkadang justru menimbulkan sedik-it konflik. “Calon TKI dan keluarga menganggap pemerintah desa dawuhanwetan mempersulit ijin dokumen TKI,”papar Nasrul.

Melalui program KIP Buruh Migran, Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas mencoba menginisiasi sebuah saluran informasi, yang menghubungkan antara Dinsos-nakertrans Kabupaten Banyumas dengan Pemer-intah Desa pada desa-desa basis TKI. Pembuatan saluran informasi ini dengan tujuan untuk mem-berikan peran pemerintah desa dalam hal penye-diaan informasi kepada masyarakat.

Dengan terpenuhinya informasi pada level pe-merintah desa, menjadikan desa memiliki peran yang lebih dalam hal pengawasan dan perlind-ungan warganya yang menjadi TKI. Desa bisa menjadi sumber rujukan informasi bagi war-ganya; desa bisa mengawasi dan mengarahkan warganya untuk mengikuti prosedur yang benar; desa memiliki peran untuk meminimalisir praktek nakal calo dan sponsor yang merugikan calon TKI; desa menjadi tahu apa yang harus dilakukan jika ada warganya yang mendapat masalah.

Dengan adanya saluran informasi yang ter-hubung antara Dinsosnakertrans dengan Pemer-intah Desa, memungkinkan adanya koordinasi secara berkala yang dilakukan oleh dinas den-gan desa. Bukan hanya sebatas pada informasi ketenagakerjaan, desa juga bisa menjadi sumber rujukan informasi lain yang dibutuhkan oleh war-ganya. Informasi tentang lowongan pekerjaan di daerah, atau informasi tentang program dari dinas untuk masyarakat misalnya. Dengan mu-dah bisa didapatkan oleh masyarakat dari pemer-intah desa melalui kegiatan sosialisasi di tingkat desa, atau melalui papan pengumuman yang ada di ruang publik di wilayah desa.

Beberapa desa di Banyumas menunjukkan maksud positif dengan adanya saluran informasi dari dinas ke desa seperti desa Gumelar, Pan-ingkaban, Dermaji, Dawuhankulon, dan Dawu-hanwetan. Saluran informasi mengenai migrasi bermanfaat bagi desa-desa dimana banyak warganya menjadi buruh migran. Terlebih lagi beberapa desa seperti Dermaji, Dawuhankulon, Dawuhanwetan, dan Gumelar sudah akrab den-gan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai salah satu alat Saluran Informasi.

Hanya Desa Paningkaban yang belum begitu akr-ab dengan TIK karena keterbatasan infrastruktur yang ada. Menurut pengakuan Samsudin, salah satu Kepala Dusun di Paningkaban, desa masih kesulitan mengakses internet karena keter-batasan sinyal. Pemerintah desa memang pernah mencari solusi dengan memasang internet di balaidesa, namun tetap susah sehingga akhirnya mengandalkan modem.

“Meski terbatas untuk akses TIK, kami tetap siap dan sangat mendukung implementasi saluran informasi dinas dengan desa karena Pemdes juga mengatakan bahwa selama ini informasi yang dimiliki tentang ketenagakerjaan sangat minim,”-papar Samsudin. Terpenuhinya hak informasi bagi calon TKI dan Pemerintah Desa akan memperkuat peran desa dan masyarakat dalam pengawasan dan perlind-ungan TKI. Sehingga masalah yang selama ini sering dihadapi oleh TKI akan bisa diminimalisir dan dicegah sedini mungkin. Saluran informa-si ini juga sebagai tujuan dari diberlakukannya Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik No 14 tahun 2008. Informasi publik bukan hanya menjadi monopoli dari pihak-pihak tertentu saja, tapi juga menjadi hak dari seluruh masyarakat yang harus dipenuhi.

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Yudi SetiyadiPegiat Desa di Banyumas

KAJIAN

Page 8: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Situasi Desa yang tidak banyak menyediakan lapangan pekerjaan, menyebabkan para pemuda merantau bahkan sampai ke luar

negeri. keadaan ini diperparah lagi oleh gem-puran media yang menjejali anak muda dengan berbagai informasi tentang kemewahan yang hanya mungkin dimiliki oleh orang kaya sehing-ga menambah daya tarik para pemuda untuk meneguhkan tekad mencari uang dengan cara apapun, tanpa memikirkan resiko yang mungkin bisa terjadi. Celah ini digunakan oleh orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk menjerumuskan mereka ke dalam kejahatan per-dagangan orang.

Atas upaya gerakan perempuan mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk serius menanggani kasus perdagangan orang, akhirnya terbit UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pem-

berantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Keseriusan itu diikuti di tingkat daerah, beber-apa Provinsi telah mengeluarkan Perda khusus tentang trafficking seperti Lampung, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan beberapa kabupaten/kota. Upaya penanggulan-gan perdagangan orang ditindaklanjuti dengan ratifikasi atas Konvensi PBB melawan kejahatan transnasional dan Protokol Palermo, menjadi UU no 14 tahun 2009. Salah satu bentuk trafficking adalah pengiriman buruh migran perempuan di bawah umur dan melanggar ketentuan peraturan.Isu buruh mi-gran atau yang dikenal dengan sebutan tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi isu penting pedes-aan. Desa menjadi unit pemerintahan terkecil yang terhubung langsung dengan kelompok pekerja yang rentan ini. Erakan Desa secara tidak

Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Kebijakan Desa dalam Pencegahan Trafficking

KAJIAN

Page 9: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

langsung dilibatkan dalam soal migrasi, seperti amanat Undang-undang No 39 tahun 2004 tentang Tata Lak-sana Penempatan TKI. Situasi tersebut menyebabkan perangkat desa harus terlibat secara aktif dalam usaha mengawal migrasi warga untuk bekerja di luar negeri.

Pada pasal 51 UU No. 39 tahun 2004 ini, calon TKI di antaranya diharuskan dapat melampirkan beberapa dokumen yang sebenarnya menjadi wewenang admin-istratif pemerintah desa, yaitu:1. Kartu tanda penduduk, Akta Kelahiran atau surat

keterangan kenal lahir2. Keterangan status perkawinan3. Surat keterangan izin suami dan istri, izin orang tua

atau wali yang telah diketahui oleh Kepala Desa.

Meski selama ini sebenarnya terlibat secara admin-istratif, namun pemerintah desa jarang dibicarakan dalam konteks migrasi aman. Kepala desa kerap hanya didudukkan semata sebagai penanggungjawab admin-istratif, padahal mereka kerap turut harus bertang-gungjawab atas pelbagai kasus yang terjadi pada TKI. Pada kasus-kasus yang diketemukan unsur pemalsuan dokumen, kepala desa kerap harus turut bertanggung-jawab, terutama jika dokumen tersebut berada dalam wewenang administrasi desa, seperti tanda kenal lahir, dan persetujuan migrasi dari keluarga yang bertanggu-ng jawab atas sepengetahuan perangkat desa.

Seringkali terjadi, calo datang ke desa dengan sudah membawa konsep surat, sehingga kerap menimbulkan masalah. Kepala desa, terkadang juga hanya menan-datangani dan memberikan nomor surat untuk surat yang dibuat oleh agen atau calo. Dengan rumitnya data administrasi desa, kepala desa terkadang men-galamai kesulitan untuk memastikan kebenaran data yang diajukan oleh calo.

Administrasi dan pengelolaan database desa, saat ini masih mengedepankan cara manual melalui pen-catatan kertas. Kekurangan pengelolaan data dengan model ini adalah kesulitan untuk melakukan akses cepat untuk data-data terperinci tertentu, semisal data pekerjaan pada salah satu warga, catatan riwayat hidup, atau datum lain yang bersifat spesifik perseo-rangan (Ibad, 2011).

Administrasi pedesaan yang tertata diharapkan turut membantu mengurangi kerawanan calon TKI untuk bermigrasi. Melalui administrasi dan data calon TKI yang tertata sejak dari desa, setidaknya beberapa per-soalan seperti pemalsuan identitas dapat dicegah dari level desa. Pemalsuan data oleh calo yang kerap terja-

di pada level desa dapat diperkecil angkanya dengan kemudahan pengelolaan database yang memungkinkan pihak desa secara cepat dapat mengklarifikasi dan melakukan validasi data calon TKI.Setelah memberikan surat keterangan, kepala desa tidak tahu lagi warganya bagaimana dan kemana. Padahal, kalau ada masalah, pemer-intah desa turut harus bertanggungjawab kepada warga Situasi tersebut menggambarkan keter-batasan wewenang desa dalam penanganan migrasi tenaga kerja.Idealnya, Desa justeru dapat menjadi bagian penting dalam penga-wasan migrasi. Pemalsuan, perekrutan secara tidak bertanggungjawab oleh calo, penga-wasan operasi PPTKIS di desa, hingga pen-gawasan kualitas pelayanan dapat dilakukan oleh desa. Wewenang lebih luas dibutuhkan desa untuk turut serta dalam pengawasan migrasi ketenagakerjaan. Amanat undang-un-dang seharusnya juga menyebutkan dan memperinci wewenang desa terkait migrasi tenaga kerja.

Beberapa wewenang yang idealnya diperoleh desa adalah pembatasan dan pencegahan perekrutan tenaga kerja oleh PPTKIS yang dinilai menyalai prosedur; dan wewenang meminta pihak PPTKIS memberikan laporan berjangka kepada pihak desa terkait pene-mpatan warga. Selama wewenang ini tidak diberikan, desa hanya akan menjadi pengelola administrasi migrasi, tanpa kekuatan melind-ungi warganya.

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Imelda ZuhaidaKoordinator Media dan Dokumentasi Data

Mitra Wacana WRC

KAJIANKAJIANKebijakan Desa dalam Pencegahan Trafficking

Page 10: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Uni Emirat Arab (UEA) merupakan negara persatuan yang terdiri dari tujuh emirat meliputi Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah,

Ras al-Khaimah, Sharjah, dan Umm al-Qaiwain. Sedangkan ibukota UEA adalah Abu Dhabi. UEA berada di barat daya Asia dan dikelilingi Teluk Oman, Teluk Persia, di antara Arab Saudi dan Oman. Negara ini mempunyai daratan yang ker-ing kerontang dan mempunyai padang pasir luas dengan gunung-gunung di sebelah timur.

Dalam bidang ketenagakerjaan negara ini memiliki UU Federal No 8 tahun 1980 tentang Hubungan Ketenagakerjaan. Meskipun demikian undang-un-dang tersebut hanya mengatur tenaga kerja sek-tor formal seperti bidang perhotelan, rumah sakit, kapal laut, penerbangan, pabrik/industri, restoran, konstruksi, perbankan, investasi, perdagangan dan wisata. Jika terjadi perselisihan terhadap tenaga kerja

formal maka penyelesaiannya dilakukan melalui Kementerian Perburuhan (Ministry of Labour) UEA. Pemerintah Indonesia dan pemerintah UEA telah menandatangani perjanjian bilateral (MoU) khusus mengatur tenaga kerja formal pada tang-gal 18 Desember 2007.

Jika tenaga kerja formal diurus oleh Kementeri-an Perburuhan, tenaga kerja di sektor peroran-gan/rumah tangga/PLRT/domestik merupakan tanggung jawab dari Kementerian Dalam Negeri (Ministry of Interior) c.q. General Directorate for Residence and Foreigner Affairs /Dirjen Imigrasi UEA. Sesuai UU Federal PEA no. 6 tahun 1973 tentang Keimigrasian dan Residensi, Dirjen dimaksud memiliki kewenangan yang terkait pengaturan isu PLRT, supir, pengasuh anak, pen-gasuh orang jompo, tukang kebun, dan lainnya.Mulai 1 Juni 2014, pemerintah UEA memberlaku-kan aturan yang mewajibkan pihak majikan dan

Mengenal Negara Penempatan TKI Uni Emirat Arab

PANDUAN

Page 11: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

pekerja domestik untuk menggunakan satu unified contract dari pemerintah UEA yang ditandatangani oleh sponsor/majikan dan TKI-PLRT tanpa melibat-kan legalisasi dari Perwakilan (KBRI/KJRI). Unified contract pemerintah memerintahkan seluruh agensi perekrut di UEA untuk:

1. Tidak melakukan ratifikasi perjanjian kerja (PK) bagi TKI-PLRT di Perwakilan RI

2. Majikan/sponsor TKI PLRT tidak menandatan-gani kontrak dengan Perwakilan RI

3. Dalam kaitan tersebut, Perwakilan RI di UEA sejak tanggal 15 Oktober 2013 telah menghen-tikan legalisasi PK TKI PLRT karena PK tersebut selama ini tidak diakui oleh majikan/sponsor dan Pemerintah UEA.

Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri menilai bahwa kebijakan pemerintah UEA terkait dengan unified contract tersebut dinilai bertentangan den-gan UU RI no. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan WNI di luar negeri.

Menanggapi berita tersebut, Farida Aini, buruh migran formal di Dubai, berpendapat jika kontrak yang ditandatangani di KJRI/KBRI memang tidak diakui di UEA ketika buruh migran mendapat perk-ara. Ketika tiba di UEA, TKI yang bekerja di sektor domestik akan menandatangani Perjanjian Kerja (PK) yang dikeluarkan oleh Ministry of Interior. Di dalam perjanjian kerja tersebut memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak, antara pekerja domestik dan majikan, di dalamnya juga disebut-kan jika terjadi persilisihan ada tata cara menyele-seaikannya. Sayangnya tak semua majikan mem-berikan salinan perjanjian kerjanya kepada buruh migran, padahal perjanjian kerja wajib diberikan

pada pekerja migrannya.

“Fakta yang terjadi di lapangan tak semua ma-jikan memberikan salinan perjanjian kerja terse-but kepada pekerja domestiknya. Ditambah lagi perjanjian kerja dibuat dengan bahasa Inggris dan bahasa Arab yang tak semua pekerja domestik paham,”ujar Farida pada Redaksi Buruh Migran.

Selain mengenai kontrak kerja, terkait biaya pen-empatan buruh migran ke UEA pun juga belum jelas. Selama ini belum ada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mengatur mengenai komponen biaya penempatan buruh migran ke UEA. Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) sempat melakukan permohonan infor-masi publik ke Kementerian Luar Negeri terkait besarnya biaya penempatan TKI ke UEA, Kemenlu menjawab bahwa biaya penempatan TKI PLRT ke UEA sekitar 52-57 juta untuk satu orang.

Menurut Farida Aini biaya penempatan untuk satu orang buruh migran sesuai yang diungkap-kan Kemenlu terlalu mahal. Ia mempunyai teman yang mendatangkan pekerja domestiknya dari Indonesia, dan hanya membayar 24 juta dengan calling visa dan proses nitip ke PJTKI. Biaya pene-mpatan buruh migran Indonesia (BMI) domestik tersebut dinilai mahal dan memberatkan majikan di UEA.

“Biaya penempatan yang mahal tersebut mem-beratkan majikan dan imbasnya gaji buruh migran domestik di UEA rendah, hanya sekitar 800-1000 dirham atau setara dengan 2-3 juta saja,”papar Farida Aini.

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi Juni 2014

Suasana BMI Dubai, Uni Emirat Arab saat menggunakan waktu

libur mereka untuk berkumpul dan ber-

diskusi

PANDUANMengenal Negara Penempatan TKI Uni Emirat Arab

Page 12: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Sukmawati (27) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Tegalmulya, Blok Klampok, Kecamatan Krangkeng–Indramayu menjadi korban penempa-

tan tanpa prosedur oleh sponsor/calo dan PT. Nurwira Cahaya. Baru tiga hari bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Taiwan, Ia dipulangkan oleh majikan ke Indonesia dikarenakan belum siap untuk bekerja (7/6/2014).

Sukmawati bekerja ke Taiwan direkrut oleh sponsor bernama Khalim dan diproses oleh PT. Nurwira Cahaya, kemudian di Taiwan ditempatkan oleh agensi berna-ma Tian Shing International Manpower Intermediary Co.LTD. Selain menawarkan pekerjaan sebagai PRT, Khalim juga menawarkan pekerjaan sektor formal den-gan biaya rekrut sebesar 12 juta dan 9 bulan potongan gaji pada Sukmawati.

“Awalnya pada Februari 2014 anak saya didatangi oleh sponsor, Ia ditawari bekerja ke Taiwan sebagai PRT, namun sponsor juga menawarkan kalau mau gajinya besar (NT$ 19.047 atau sekitar 7,4 juta rupiah/bulan) nanti prosesnya sebagai pekerja di sektor formal, akan tetapi harus membayar uang sebesar 12 juta dan tetap ada potongan gaji 9 bulan, serta tidak mengikuti pros-es pelatihan bahasa Taiwan di Penampungan PPTKIS (cukup di rumah tanpa proses pendidikan di penampun-gan).” ungkap Akromi, ibu kandung Sukmawati tentang iming-iming Khalim pada pihak keluarga.

Setelah dimusyawarahkan oleh keluarga, akhirnya pihak keluarga berminat dan mendaftarkan Sukmawati ke sponsor. Kemudian Wati (pangilan sehari-hari Sukmawa-ti) dibawa oleh sponsor ke Jakarta untuk didaftarkan sebagai Calon TKI di PT. Nurwira Cahaya. Kurang lebih satu minggu berada di penampungan PPTKIS di Jakarta. Wati hanya mengikuti pemeriksaan medis dan proses pembuatan paspor saja, kemudian oleh sponsor, Wati dibawa pulang ke Indramayu.

“Setelah kurang lebih tiga bulan berada di rumah, Wati diantar oleh sponsor untuk kembali ke Jakarta dan pada 3 Juni 2014 oleh PT. Nurwira Cahaya, Wati diterbangkan ke Negara Taiwan. Total biaya yang sudah dikeluarkan keluarga untuk proses penempatan Wati adalah sebesar 17 juta.” ungkap ibu kandung Wati kepada Moh.Jihun Hidayat, Koordinator Tim Advokasi SBMI Indramayu (15/7/14).

Halaman 12| Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

JEJAK KASUSTak Ada Pengawasan Pemerintah, Wati Dipekerjakan Di Taiwan Tanpa Pelatihan

“Wati takut pada anjing dan majikannya punya ban-yak anjing, padahal waktu bilang sama sponsor dan pihak PPTKIS, kami sudah meminta pada sponsor dan pihak PPTKIS agar dicarikan majikan yang tidak memiliki anjing. Dengan bahasa isyarat, Wati berbic-ara dengan majikannya untuk meminta dikembalikan ke agensi, biaya yang sudah kami keluarkan kata pihak sponsor tidak bisa dikembalikan lagi. Saat pihak keluarga meminta agar Wati tetap bekerja di Taiwan dengan majikan yang berbeda, pihak sponsor malah meminta biaya lagi sebesar 6 juta.” papar Akromi pada Jihun.

Kasus penempatan tanpa prosedur dan penipuan yang menimpa Sukmawati, menunjukkan fakta bah-wa pengawasan terhadap proses penempatan TKI masih diabaikan oleh pemerintah. Sukmawati dapat dengan mudah diproses sponsor dan PT. Nurwira Cahaya dengan mudah pula memberangkatkannya ke Taiwan tanpa melewati prosedur pendidikan dan pelatihan kerja.

“Minimnya informasi dan ketidaktahuan calon TKI tentang prosedur, justru dimanfaatkan oleh calo dan PPTKIS untuk memperdayai calon TKI dengan jeratan biaya penempatan yang tinggi. Lantas yang menjadi pertanyaan, dimana peran pengawasan pemerintah dari daerah hingga pusat?, mengapa Sukmawati tetap bisa diproses PPTKIS, walau tidak melewati proses pelatihan dan prosedur penempatan yang benar?.” pungkas Jihun.

SBMI Indramayu juga meminta kepada para Calon TKI maupun keluarganya agar berhati-hati dan tidak mudah tergiur oleh janji manis para sponsor. “Kami akan mendesak kepada pemerintah terutama Din-sosnakertrans Kabupaten Indramayu meningkatkan pengawasan penempatan dan menindak tegas tindak penipuan para calo atau sponsor terhadap calon TKI. Selain itu, kami berharap sosialisasi tentang migrasi aman juga harus sampai hingga ke desa-desa agar para calon TKI mendapat Informasi yang tepat dan tidak mudah tertipu iming-iming para calo.”ungkap Juwarih, Ketua SBMI Indramayu.

Page 13: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Suasana ramadan di luar negeri tentu berbeda dengan suasana ramadan di tanah air. Perbe-

daan suasana ramadan itulah tak jarang membuat buruh migran yang merantau ke luar negeri rindu untuk pulang. Namun tak bisa begitu saja pulang, karena tuntutan pekerjaan banyak Buruh Migran Indonesia (BMI) yang merayakan ramadan dan lebaran di negara penempatan.Di bulan ramadan BMI/TKI sektor domestik di Arab Saudi misalnya, disibukkan dengan peker-jaan-pekerjaannya, terlebih lagi di hari-hari men-jelang lebaran. Thobib dari Komunitas Gusdurian di Arab Saudi menceritakan pada Redaksi Buruh Migran jika BMI/TKI yang menjadi sopir dan Pena-ta Laksana Rumah Tangga (PLRT) akan tambah sibuk di bulan ramadan. Sedangkan TKI yang bekerja di perkantoran atau perusahaan lebih san-tai karena hanya bekerja selama 6 jam saja ketika ramadan.“Meski banyak buruh migran yang sibuk, kita tetap menjalankan puasa ramadan 15 jam. Selain itu juga ada kegiatan buka bersama dan umroh bersama,”ujar Thobib.Sama halnya dengan Arab Saudi, BMI/TKI yang tinggal di Taiwan juga melaksanakan ibadah puasa selama kurang lebih 15 jam. Atin Safitri, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Taiwan menceritakan jika kegiatan-kegiatan ramadan seperti buka bersa-

ma, tadarus bersama, diadakan di masjid-masjid Taiwan. Meskipun demikian tak semua buruh mi-gran bisa keluar saat jam-jam kegiatan ramadan itu. Pun demikian dengan di Hong Kong, Fera Nuraini, BMI Hong Kong, bercerita jika tak semua buruh migran bisa melaksanakan salat tarawih.“Kegiatan tarawih biasanya diadakan pukul 8 malam, padahal pada pukul 8 sebagian besar buruh migran sudah kembali ke rumah majikan-,”kata Fera.Kondisi berbeda dirasakan oleh buruh migran di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapu-ra, karena ibadah puasa di negara tetangga ini hanya 13 jam dari pukul 5.33 – 7.18. Buka puasa dan kegiatan keagamaan lain pun diselenggara-kan oleh komunitas buruh migran, salah satunya Indonesian Family Network.“Kami (IFN) menggelar buka puasa bersama, belajar baca Qur’an, dan mengundang ustadzah untuk tausiyah dengan tema-tema kewanita-an,”ujar Atien Suwito dari IFN pada Redaksi Buruh Migran.Ramadan berada di negara penempatan buruh migran pun memiliki tantangan sendiri, mulai dari panjangnya waktu puasa sampai terbatasn-ya waktu ibadah bagi buruh migran di negara muslim minoritas. Bagi sobat buruh migran yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, komunikasikan jadwal ibadah ra-madhan baik saat puasa atau saat melaksanaan ibadah lainnya agar tidak terjadi kesalahpaha-man.

IndramayuRamadan di Negara Penempatan Buruh Migran

Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

LINTAS PERISTIWA

Page 14: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

LINTAS PERISTIWA

Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

Peran masyarakat dalam kerja sama ini misalnya diwujudkan dengan upaya masyarakat dalam menyampaikan informasi-informasi yang berkai-tan dengan buruh migran Indonesia. Masyarakat memberikan dukungan karena sudah melihat hasil-hasil yang diraih oleh paralegal Desa Nge-ru.Hubungan yang baik antara Pemdes dengan Kelompok di Desa Ngeru sudah terlihat sebel-umnya terkait dengan perekrutan dan penyele-saian kasus BMI/TKI. Salah satu contoh kasus yang baru-baru terjadi, yaitu kasus perekrutan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) yang di bawah umur dan perekrutan CTKI yang tidak jelas Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJT-KI) nya.Mengetahui informasi tersebut dari Pemdes, paralegal langsung bergerak dan menindak tegas supaya CTKI tersebut berangkat di jalur yang jelas, dengan alasan ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan mudah ditangani. Tinda-kan tersebut dilakukan tentu saja dengan jalan memberikan pemahaman terhadap CTKI dan keluarganya. Untuk memperkuat kerja sama itu, kelompok Bina Bersama dalam memperoleh Informasi menempatkan banyak Kadus di Desa Ngeru sebagai Divisi Informasi, sebagai ketua adalah Arifuddin Kadus Kali Jaga.“Membentuk jaringan di berbagai unsur mas-yarakat dengan hubungan yang baik dapat membantu memudahkan penyelesaian masalah karena adanya kerjasama yang baik dan kuat,” kata Amiruddin (37) ketua paralegal Kelompok Bina Bersama Desa Ngeru.

Kepala Desa Ngeru Keluarkan SK Pembagian Tugas Paralegal TKI

Dilatarbelakangi banyaknya kasus TKI yang ter-jadi di Desa Ngeru, Kelompok Peduli TKI Bina Bersama Desa Ngeru mengadakan rapat pen-

guatan kelompok. Acara ini diikuti oleh Kepala Desa (Kades), Kepala Dusun (Kadus), anggota kelompok, Ketua RT dan RW, serta tokoh Masyarakat. Kegia-tan ini diadakan di Aula Kantor Desa Ngeru yang bertujuan untuk mensosialisasikan pembagian tugas antara Pemerintah Desa (Pemdes) dengan Paralegal, serta peningkatan hubungan kerja sama antara kelompok masyarakat dan Pemdes dalam perlindungan BMI pasca Program Koslata, Selasa (01/07).Kades Ngeru memberikan beberapa masukan yang menyangkut perlindungan BMI/TKI sebagai bentuk dukungan. Sedangkan bentuk kongkrit dukungan ini berupa Surat Keputusan Kepala Desa tentang Pembagian Tugas Kepada Paralegal.“Makin banyaknya jaringan makin mudah kita memperoleh informasi dan makin mudah pula kita menyelesaikan masalah karena kita bergerak bersama,” kata Khaeruddin (36) Kades Desa Ngeru dalam sambutannya.Masyarakat Desa Ngeru mendukung adanya pem-bagian tugas tersebut karena dinilai bisa mengu-rangi kasus-kasus yang merugikan buruh migran.

Kelompok Peduli TKI Bina Bersama Desa Ngeru mengadakan rapat penguatan kelompok.

Page 15: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014

Belanda

IMWU Belanda: Tak Ada Penempatan Resmi

TKI Domestik ke Belanda

Indonesian Migrant Workers Union Netherlands (Belanda) turut mengutuk penembakan atas pe-sawat sipil MH017 yang terjadi pada 17 juli 2014

lalu. Satu diantara para korban MH017 tersebut merupakan anggota IMWU Netherlands, Suparti-ni. Berita tragedi MH017 banyak mewarnai media, termasuk mengenai Supartini yang secara khusus menceritakan bahwa ia merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sukses di Belanda.

Kami turut berbela sungkawa dan prihatin khu-susnya atas wawancara pihak keluarga Supartini. Akan tetapi di lain pihak timbul kekhawatiran kami mengenai kesalahpahaman cerita TKI sukses di balik berita duka ini. Dalam press release ini kami berniat untuk meluruskan beberapa hal mengenai Buruh Migran Indonesia (BMI) di Belanda sebagai berikut :1. Meskipun banyak WNI yang bekerja di sektor

domestik sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Belanda dan menurut cerita banyak yang sukses dan berpenghasilan tinggi. Lebih tinggi daripada menjadi PRT di negara lain sep-erti di Hongkong, Taiwan, Malaysia Singapura, Arab. Tetapi ada yang perlu diketahui bahwa tidak ada penempatan resmi untuk bekerja di sektor domestik di Belanda. Jadi apabila ter-dapat iming-iming dari calo, agen, PJTKI yang memberi impian akan menempatkan kerja pada keluarga di Belanda, langsung mendapat pekerjaan, diberi tempat tinggal, serta gaji bu-

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi Juli 2014

lanan yang besar, dimohon untuk mengkroscek terlebih dahulu kebenarannya.

2. Mohon berhati-hati dengan agen kerja karena terdapat agen yang menggunakan situasi yang ada dan melakukan penipuan. Banyak kawan yang sudah membayar tetapi tidak diberang-katkan.

3. Ketahuilah bahwa kemungkinan besar ke-berangkatan dilakukan dengan visa yang bukan visa kerja. Dan hal ini beresiko jika kawan-kawan tak memiliki dokumen resmi untuk ting-gal dan kerja. Tidak memiliki dokumen berarti beresiko dengan pihak imigrasi, inspektur per-buruhan, serta pihak-pihak lain yang meman-faatkan situasi seperti penyewa rumah yang seenaknya pemberi kerja yang eksploitatif.

4. Bilapun ada kawan-kawan yang sudah sampai di Belanda, ketahuilah bahwa tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan di negeri kincir angin tersebut. Selain karena masalah bahasa, saat ini juga situasi ekonomi Belanda masih dalam krisis dimana banyak penduduk yang menjadi pengangguran. Sedangkan biaya hidup semakin tinggi, seperti biaya kamar, transport, makan dan sebagainya. Jika kawan-kawan membutuhkan informasi atau asistensi, silah-kan hubungi IMWU Netherlands.

LINTAS PERISTIWA

Page 16: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI JULI 2014