18. kebijakan perlindungan buruh migran ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh...

13
18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA, HAK MOGOK, LOCK OUT DAN IKLIM KETENAGAKERJAAN INDONESIA H. Jawade Hafidz (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang) Mobile phone: 0812 2817 833; E-mail: [email protected] Abstrak: Era globalisasi, persaingan semakin terbuka di bidang industri. Buruh migranjuga harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan industri saat ini, agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Perlindungan terhadap tenaga kerja/buruh migran di era globalisasi harus lebih ditingkatkan, akan tetapi perlindungan terhadap hak-hak buruh migran Indonesia hingga saat ini sangat lemah. Pelanggaran terhadap hak-hak buruh migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha juga memi-liki hak untuk melakukan lock out, bukan berarti hak ini digunakan untuk membalas aksi mogok. Pemogokan dan lock out akan membawa dampak serta mempengaruhi industri dan iklim ketenagakerjaan di Indonesia, sehingga Pemerintah harus membuat kebijakan yang tepat untuk melindungi hak-hak buruh dan pengusaha di era globalisasi ini. Kata kunci: Buruh Migran, Hak Mogok, danLock Out. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemerdekaannya diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Selain sebagai negara maritim, Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan negara kepulauan. Kekayaan alam yang berlimpah, tidak hanya berasal dari daratan pulau besar dan pulau-pulau kecil, tetapi juga yang berasal dari lautan. Kekayaan alam yang berlimpah tersebut, akan mudah bagi bangsa Indonesia untuk mencukupi segala kebutuhan rakyatnya. Indonesia pun juga dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berlimpah tersebut, memudahkan bagi perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja. Sudah menjadi tugas dan kewajiban negara untuk memberikan kesejahteraan rakyat- nya, baik kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Sebagaimana disebutkan di dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa: ........ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan .......Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang tertuang di dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, mengidentifikasikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menganut konsep negara kesejahteraan (welfare state). Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 196/432

Upload: others

Post on 10-Aug-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA,

HAK MOGOK, LOCK OUT DAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

INDONESIA

H. Jawade Hafidz

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Semarang) Mobile phone: 0812 2817 833; E-mail: [email protected]

Abstrak: Era globalisasi, persaingan semakin terbuka di bidang industri. Buruh

migranjuga harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan industri saat ini, agar dapat

bersaing dengan tenaga kerja asing. Perlindungan terhadap tenaga kerja/buruh migran di

era globalisasi harus lebih ditingkatkan, akan tetapi perlindungan terhadap hak-hak buruh

migran Indonesia hingga saat ini sangat lemah. Pelanggaran terhadap hak-hak buruh

migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir

karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha juga memi-liki hak untuk

melakukan lock out, bukan berarti hak ini digunakan untuk membalas aksi mogok.

Pemogokan dan lock out akan membawa dampak serta mempengaruhi industri dan iklim

ketenagakerjaan di Indonesia, sehingga Pemerintah harus membuat kebijakan yang tepat

untuk melindungi hak-hak buruh dan pengusaha di era globalisasi ini.

Kata kunci: Buruh Migran, Hak Mogok, danLock Out.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kemerdekaannya diproklamirkan pada

tanggal 17 Agustus 1945 merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Selain sebagai negara maritim, Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan negara kepulauan. Kekayaan

alam yang berlimpah, tidak hanya berasal dari daratan pulau besar dan pulau-pulau kecil, tetapi juga yang berasal dari lautan.

Kekayaan alam yang berlimpah tersebut, akan mudah bagi bangsa Indonesia untuk mencukupi segala kebutuhan rakyatnya. Indonesia pun juga dikenal sebagai negara yang

memiliki sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berlimpah tersebut, memudahkan

bagi perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja.

Sudah menjadi tugas dan kewajiban negara untuk memberikan kesejahteraan rakyat-

nya, baik kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Sebagaimana disebutkan di dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

“........ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan .......”

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang tertuang di dalam

Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, mengidentifikasikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menganut

konsep negara kesejahteraan (welfare state).

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 196/432

Page 2: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

W. Riawan Tjandra mengemukakan bahwa tujuan pokok negara kesejahteraan, antara

lain:1

1. Mengontrol dan mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi untuk kepentingan publik;

2. Menjamin distribusi kekayaan secara adil dan merata;

3. Mengurangi kemiskinan;

4. Menyediakan asuransi sosial (pendidikan, kesehatan) bagi masyarakat miskin;

5. Menyediakan subsidi untuk layanan sosial dasar bagi disadvantage people;

6. Memberi proteksi sosial bagi tiap warga negara.

Sebagai negara yang menganut paham negara kesejahteraan, masih ada rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan menjadi masalah utama bagi

negara-negara berkembang yang harus segera di atasi karena akan membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, seperti meningkatnya kejahatan.

Kemiskinan disebut oleh Presiden Indonesia Keempat, K.H. Abdur Rahman Wahid,

sebagai tragedi kemanusiaan dan luka bangsa yang harus diatasi dengan segera, namun

ternyata tak kunjung reda. Dampak kemiskinan telah memunculkan paradoks yang sangat

tajam. Kemiskinan ekonomi di kelas bawah menghasilkan kualitas kehidupan yang parah,

yakni malnutrisi, bunuh diri, kekerasan, frustrasi, massa yang teralienasi dan hilangnya

harapan. Kemiskinan afeksi di kalangan elit menghasilkan kekerasan dan kleptokrasi. Di satu

sisi, mayoritas rakyat kesulitan mendapatkan penghasilan sekedar untuk bisa bertahan hidup,

di sisi lain sekelompok kecil elit mencuri uang rakyat dalam jumlah ratusan atau ribuan milyar

rupiah untuk kemewahan hidup yang serba berlebih.2

Kemiskinan di negara berkembang, termasuk di Indonesia dikarenakan ketidakmam-

puan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan hidup yang disebabkan kurangnya lahan

pekerjaan, sehingga masih banyak masyarakat yang menjadi pengangguran. Banyaknya

sumber daya manusia yang tidak diikuti dengan lapangan pekerjaan yang seimbang,

menyebabkan permasalahan tersendiri. Selain itu, perusahaan juga memberikan persyaratan

bagi calon tenaga kerja untuk dapat bekerja di perusahaan.

Seperti yang berlaku di kebanyakan negara berkembang, Indonesia tidak mengenal

sistem jaminan sosial atau tunjangan pengangguran. Di Indonesia, orang tidak mungkin me-

nganggur jika ingin tetap terpenuhi kebutuhan hidupnya, maka dalam situasi krisis ekonomi

kaum miskin, para pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan orang-orang

yang tidak memiliki pekerjaan tetap memiliki caranya masing-masing untuk memenuhi

kebutuhan hidup.3

Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia membawa perubahan bagi pereko-nomian

bangsa, tidak hanya inflasi tetapi permasalahan tenaga kerja yang di-PHK karena perusahaan yang

gulung tikar, ditambah lagi dunia menghadapi era globalisasi sehingga banyak

1 W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Cet. I, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, hal. 6.

2 Wardah Hafidz, 2008, Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan: Telaah Empiris dan Alternatif Solusi, dalam KomisiYudisial dan Keadilan Sosial, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jakarta, hal. 43.

3 Wahyudi Kumorotomo, 2008, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa Transisi, Cet. II, Magister Administrasi Publik (MAP) UGM dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 164.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 197/432

Page 3: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia, yang mana dalam era globali-sasi ini ditandai dengan adanya persaingan bebas antar negara.

Persaingan bebas yang terbuka yang merupakan konsekuensi sari globalisasi pereko-

nomian itu sendiri, akan semakin mengintegrasikan kegiatan dunia usaha dan perekonomian

bangsa kita ke dalam sistem global. Oleh karena itu, kemampuan bersaing dan bekerja secara

efektif, pengembangan potensi ekonomi rakyat, wilayah dan daerah sebagai cikal bakal sentra

pertumbuhan baru; penghematan devisa dan penciptaan lapangan kerja baru, penguasaan dan

inovasi teknologi, secara keseluruhan harus dipadukan sebagai dinamisasi manajemen

kepentingan perekonomian nasional dalam sistem global.4

Era globalisasi menuntut tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan ketrampilan atau

mempunyai kualitas yang dapat disejajarkan dan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.

Di era globalisasi ini persaingan memperoleh lapangan pekerjaan semakin ketat dan semakin terbuka lapangan kerja tidak hanya untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) tetapi juga untuk

tenaga kerja asing.

Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga

setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan

seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Dapat juga di-

maknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri, sehingga seseorang merasa hidupnya

menjadi lebih berharga baik bagi dirinya, keluarganya, maupun lingkungannya. Oleh karena

itu hak atas pekerjaan merupakan hak asasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib

dijunjung tinggi dan dihormati.5

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan saat ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tenaga kerja Indonesia yang mempunyai

kualitas, tentunya sangat mendambakan pekerjaan yang baik pula, sehingga hasil yang didapatkan akan dapat mencukupi kebutuhan hidup diri sendiri maupun keluarganya.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan keluarga merupakan kondisi keharusan

untuk memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan yang

ditandai dengan adanya kemakmuran, yaitu meningkatkan konsumsi yang disebabkan oleh

meningkatnya pendapatan.6

Pekerjaan yang baik dengan upah yang sesuai adalah hal yang didambakan oleh

seluruh rakyat Indonesia. Apapun akan dilakukan untuk memperoleh pekerjaan dan upah yang tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh cukup untuk meningkatkan konsumsi. Sebagai

pelaku ekonomi, rakyat Indonesia juga berperan dalam pembangunan, dengan upaya meningkatkan pendapatan sehingga akan tercipta kesejahteraan hidup.

Kesejahteraan ditandai dengan adanya kemakmuran, yaitu meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan. Pendapatan meningkat karena adanya pe-

ningkatan produksi. Setiap warga negara sebagai pelaku ekonomi, berperan dalam proses pembangunan, mempunyai kemampuan sama, dan bertindak rasional. Artinya, yang ber-

produksi harus ikut menikmati pendapatan dan pengeluaran yang sesuai dengan pengorbanan-

4 Tanri Abeng, 2000, Dari Meja Tanri Abeng, Managing atau Chaos, Tantangan Globalisasi dan Ketidakpastian, Cet. I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 181.

5 Koesparmono Irsan dan Armansyah, 2016, Hukum Tenaga Kerja: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, hal. 225.

6 Sedarmayanti, 2012, Good Governance - Kepemerintahan yang Baik - Membangun Sistem Manajemen Kinerja GunaMeningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Bagian Kedua, Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, hal. 116.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 198/432

Page 4: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

nya. Karena kemampuan masyarakat tidak sama dan tidak merata, maka Pemerintah berperan

penting dalam menciptakan iklim kondusif sehingga setiap pelaku ekonomi akan mempunyai

kemampuan sama dalam menghasilkan dan menikmati hasil pembangunan.7

Tugas negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Negara mem-

punyai kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, baik tenaga kerja Indonesia di dalam negeri maupun tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang dikenal

dengan sebutan buruh migran.

Salah satu bidang dalam sektor ekonomi Indonesia bekerjasama dengan negara-negara

lain adalah sektor ketenagakerjaan. Indonesia membutuhkan dan menerima tenaga kerja asing.

Pada saat bersamaan, Indonesia mengirim tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Dalam hal

ini, Indonesia sebagai negara pengirim tenaga kerja. Tenaga kerja Indonesia di luar negeri

adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri

dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.8

Penempatan tenaga kerja Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri memberikan

banyak manfaat bagi pendapatan negara. Bagi buruh migran internasional (di luar negeri)

memberikan manfaat bagi pendapatan negara melalui devisa, akan tetapi tidak sedikit

permasalahan yang terjadi dialami oleh para tenaga kerja Indonesia yang bekerja secara formal di

perusahaan maupun secara domestik sebagai asisten rumah tangga, yang kerapkali berita yang

dilihat dalam media massa maupun elektronik, apa yang diperoleh para tenaga kerja Indonesia di

luar negeri maupun di dalam negeri tidak sebanding dengan pengor-banannya.

Buruh migran yang bekerja di luar negeri, juga menghadapi permasalahan ketenaga-kerjaan layaknya permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia, seperti perusahaan yang tidak memberikan hak-hak tenaga kerja, sehingga tenaga kerja melakukan mogok kerja.

Mogok kerja menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah

tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh

serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.

Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti dalam Koesparmono Irsan dan Armansyah

memberikan pengertian pemogokan sebagai tindakan dengan sengaja pihak buruh melalaikan

atau menolak melakukan pekerjaan atau meskipun diperintah dengan sah, secara semestinya

dengan perjanjian kerja yang mereka tandatangani, yang bersangkutan enggan menjalankan

atau lambat menjalankan pekerjaan yang menjadi kewajibannya.9

Jika pemogokan atau strike (tidak melakukan pekerjaan) dan slow down (lambat mela-kukan pekerjaan) adalah merupakan reaksi buruh terhadap majikan, maka penutupan atau lockout merupakan perbuatan majikan untuk merintangi dilakukannya pekerjaan oleh

buruh.10

Lock out menurut Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah

tindakanpengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.

7 Ibid., hal. 123.

8 S. Edi Hardum, 2016, Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI, Cet. I, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, hal. 32.

9 Koesparmono Irsan dan Armansyah, Op.cit., hal. 140.

10 Ibid., hal. 143.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 199/432

Page 5: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

Pemogokan kerja yang dilakukan buruh migran karena hak-haknya tidak dipenuhi oleh

perusahaan dan tindakan pengusaha melakukan lock out membawa dampak bagi buruh migran. Hak-hak buruh migran harus mendapatkan perlindungan, baik buruh migran internal

(dalam negeri) maupun buruh migran internasional (luar negeri).

Sebagaimana disebutkan di dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan negara Indonesia diantaranya adalah mewu-judkan kesejahteraan umum, begitu pula melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, yang dilakukan melalui kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh Pemerintah

Negara Republik Indonesia.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi dan menimpa buruh migran, membuat

Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat melindungi hak-hak buruh

migran termasuk dalam hal pemogokan dan lock out yang dilakukan perusahaan. Pemerintah

juga diharuskan menciptakan iklim ketenagakerjaan dengan mengupayakan hubungan yang

harmonis antara tenaga kerja dan perusahaan, sehingga permasalahan antara buruh migran dan

perusahaan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya tanpa ada pihak yang dirugikan.

2. Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan mengenai: Bagaimanakah kebijakan ideal perlindungan buruh

migran Indonesia berkaitan dengan hak mogok, lock out, dan iklim ketenagakerjaan di era globalisasi?

B. PEMBAHASAN

Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan terbesar bagi bangsa Indonesia. Di tengah gencarnya arus globalisasi, kemiskinan di negara Indonesia menjadi pekerjaan rumah

bagi Pemerintah untuk segera di atasi dan diselesaikan. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan ini dengan adanya bantuan-bantuan yang diberikan bagi

rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Hidup dalam kemiskinan artinya hidup dengan tingkat konsumsi pelbagai kebutuhan

hidup jauh di bawah ukuran normal. Ini tidak saja mempengaruhi status sosial dan gaya hidup

tetapi juga keadaan fisik, keadaan rumah, kesehatan secara umum, keadaan makanan dan juga

keadaan dalam memenuhi sandang dan sebagainya.11

Mengurangi tingkat kemiskinan tidak hanya dengan memberikan bantuan seperti bantuan sandang, pangan maupun papan melalui subsidi-subsidi yang selama ini diberikan. Di

era globalisasi ini, lapangan pekerjaan menjadi hal yang utama untuk mengurangi tingkat

kemiskinan, terlebih di era globalisasi ini yang ditandai dengan adanya perdagangan bebas dan negara sudah tidak mempunyai batasan-batasan yang jelas.

Dalam bidang ekonomi dan perdagangan, kehendak untuk adanya iklim perdagangan

internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis internasional dan untuk mencipta-kan

liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan di bidang bisnis, antara lain di bidang pasar modal,

perusahaan transnasional, penanaman modal, tenaga kerja, jasa termasuk jasa konsultan hukum

untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di seluruh dunia sudah dimulai

11 Esmi Warassih, 2010, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Cet. II, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, hal. 124.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 200/432

Page 6: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

sejak berdirinya General Agremeent on Tariffs and Trade (GATT) yang sudah berubah

menjadi World Trade Organization (WTO).12

Persaingan yang semakin ketat, membuat bangsa Indonesia harus dapat menunjukkan

kemampuannya, yakni dengan menempatkan tenaga kerja/buruh migran di perusahaan-

perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri, yang mempunyai keahlian yang mumpuni,

pengetahuan yang luas, ketrampilan, kualitas sumber daya yang tinggi, dan kemampuan

berbahasa di negara tempat buruh migran bekerja menjadi nilai tersendiri sehingga dapat

bersaing dengan tenaga kerja asing.

Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi buruh migran atau

pekerja migran. Buruh migran sering dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang

bekerja di luar negeri. Arti umumnya adalah orang yang bermigrasi atau berpindah dari

wilayah kelahiran atau lokasi tinggal yang bersifat tetap untuk keperluan bekerja. Guna

keperluan bekerja tersebut, pekerja migran akan menetap di tempat bekerja tersebut dalam

kurun waktu tertentu. Terdapat dua tipe pekerja migran, yaitu pekerja migran internal dan

pekerja migran internasional. Pekerja migran internal adalah pekerja yang bermigrasi dalam

kawasan satu negara. Contoh yang paling sering dan mudah dipahami adalah urbanisasi dan

transmigrasi. Pekerja migran internasional adalah perseorangan yang bermigrasi ke luar

negeri untuk keperluan bekerja.13

Penempatan tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri diatur dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Disebutkan di dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa:

“Penempatan tenaga kerja terdiri dari:

a. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan

b. Penempatan tenaga kerja di luar negeri.”

Selanjutnya disebutkan di dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

bahwa:

“Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 33 huruf b diatur dengan undang-undang”.

Mengenai undang-undang mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa:

“Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk:

a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

b. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara

tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;

12 Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai, Hukum Bisnis Aktual, Cet. I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 145-146.

13 Eka Novita Sari, Buruh Migran?, diakses dalam http://ekanoo.blogspot. co.id/2015/04/buruh-migran.html, pada tanggal 15 September, waktu : 10.51pm.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 201/432

Page 7: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

c. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.”

Mendapatkan pekerjaan yang layak untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarga adalah hak asasi manusia. Disebutkan di dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

“(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan Pemerin-tahan dan wajib menjunjung hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan;

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”

Mengacu pada Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

di mana intinya adalah harus memberikan perlindungan kepada setiap warga negara yang akan

menggunakan haknya untuk mendapat pekerjaan, khususnya pekerjaan di luar negeri, agar mereka

memperoleh pelayanan penempatan tenaga kerja secara cepat dan mudah dengan tetap

mengutamakan keselamatan tenaga kerja baik fisik, moral, maupun martabat-nya.14

Permasalahan hubungan antara perusahaan dan buruh migran sering terjadi, baik di

dalam negeri maupu di luar negeri. Dalam pemogokan, tenaga kerja mengajukan tuntutan-

tuntutan terhadap perusahaan karena hak-hak buruh migran yang belum atau tidak dipenuhi

oleh perusahaan. Pemogokan oleh buruh migran disertai dengan tindakan tidak melakukan

pekerjaan atau lambat dalam menjalankan pekerjaan. Pemogokan ini dianggap sebagai jalan

terakhir untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan, apabila semua jalan damai sudah

ditempuh, tetapi mengalami kegagalan dan belum mencapai kesepakatan antara buruh migran

dan perusahaan.

Dalam pengertian pemogokan, tidak diberikan batasan berapa lama mereka tidak

melakukan pekerjaan atau berapa lama mereka lambat melakukan pekerjaan. Dengan demi-

kian pengertian pemogokan hanya dikaitkan dengan niat, yaitu niat buruh untuk tidak mela-

kukan pekerjaan atau niat buruh untuk lambat melakukan pekerjaan.15

ILO tidak memberikan definisi tentang aksi mogok guna menghindari kemungkinan

adanya kesimpulan-kesimpulan definitif yang akan dibuat tentang legitimasi beberapa cara di

mana hak mogok dapat dilaksanakan. ILO hanya memberikan petunjuk tentang Prinsip-

Prinsip ILO tentang Hak Mogok. Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja,

secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh

pengusaha berhak mendapat upah. IL0 memberikan syarat-syarat untuk buruh agar bisa

mogok kerja, antara lain:16

1. Kewajiban untuk memberikan pengumuman sebelumnya (ILO, 1996d ayat 502-504);

2. Kewajiban untuk punya jalan lain ke prosedur konsiliasi, mediasi, dan arbitrase

(sukarela) dalam perselisihan industri sebagai kondisi awal untuk mengumumkan

14 Koesparmono Irsan dan Armansyah, loc.cit.

15 Ibid., hal. 140.

16 Ibid., hal. 142 dan 143.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 202/432

Page 8: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

mogok, selama proses ini memadai, adil, dan cepat dan pihak-pihak terkait dapat berpartisipasi dalam setiap tahap (ILO, 1996d ayat 500 dan 5001);

3. Kewajiban untuk mengamati kuorum tertentu dan memperoleh persetujuan dari mayoritas yang telah ditentukan (ILO, 1996d ayat 506-513);

4. Kewajiban untuk mengambil keputusan mogok melalui pemungutan suara secara

rahasia (ILO, 1996d ayat 503 dan ayat 510);

5. Pelaksanaan tindakan untuk memenuhi persyaratan keselamatan dan untuk men-cegah terjadinya kecelakaan (ILO, 1996d ayat 554 dan 555);

6. Penetapan layanan minimal dalam kasus-kasus tertentu (ILO, 1996d ayat 556-558);

7. Jaminan kebebasan untuk bekerja bagi mereka yang tidak ikut mogok (ILO,

1996d ayat 586).

Pemogokan adalah sarana untuk mencapai tujuan, yang biasanya muncul dengan

didahului oleh tuntutan-tuntutan pekerja/buruh. Tuntutan pekerja/buruh bilamana dikaitkan

dengan norma-norma hukum ketenagakerjaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:17

1. Tuntutan Normatif

Tuntutan ini adalah tuntutan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, sebagai akibat pihak majikan yang tidak meme-nuhi kewajibannya yang ditetapkan oleh peraturan perundang-perundangan tersebut.

2. Tuntutan yang Tidak Normatif

Tuntutan yang tidak didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam peraturan per-undang-undangan. Contohnya, karena kegagalan mendapatkan kesepakatan, maka buruh mogok dengan tuntutan agar general manager contohnya dipecat.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak melarang apabila buruh migran melaku-

kan pemogokan, dan tidak ada ancaman pidana terhadap tenaga kerja yang melakukan pemo-

gokan. Pemogokan merupakan hak dasar bagi pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh

apabila pemogokan tersebut dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya

perundingan (Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 mengakui adanya hak mogok tenaga kerja, akan tetapi pemogokan tersebut harus

memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 139 dan Pasal 140

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Pemogokan yang dilakukan oleh buruh migran sebenarnya adalah sebuah sindiran

keras bagi Pemerintah yang tidak dapat menegakkan hukum ketenagakerjaan. Pemogokan

buruh migran telah dinilai negatif oleh perusahaan dan Pemerintah, padahal yang diper-

juangkan oleh tenaga kerja tidak hanya upah, akan tetapi lebih dari itu. Pemerintah pun juga

tidak mengetahui jika perusahaan melakukan pelanggaran terhadap buruh migran, seperti

melakukan memecat buruh migran yang melakukan mogok kerja dan lock out.

Selain adanya hak mogok, buruh migran juga mendapatkan perlindungan terhadap tindakan lock out perusahaan. Sebagai hak, maka buruh migran yang melakukan pemogokan

untuk menuntut hak-haknya tidak dapat dipecat begitu saja, dan terhadap tindakan lock out

perusahaan yang merugikan tenaga kerja, Pemerintah juga tidak bisa membiarkan hal tersebut

17 Ibid., hal. 145.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 203/432

Page 9: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

terjadi begitu saja. Buruh migran, baik yang penempatannya di dalam maupun di luar negeri

harus mendapatkan perlindungan kerja dari Pemerintah Negara Republik Indonesia. Secara

teoretis ada 3 (tiga) jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai berikut: 18

1. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasya-

rakatan, yang memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai

anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial disebut juga

dengan kesehatan kerja;

2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-

usahauntuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini

lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja;

3. Perlindungan ekonomis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup

untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam

hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.

Bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri, tidak sedikit permasalahan yang

menerima mereka, sama halnya yang terjadi menimpa buruh migran di negeri sendiri. Bagi

buruh migran yang bekerja di sektor formal (perusahaan), yang menjadi permasalahan adalah

pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja, upah yang tidak dibayar, kecelakaan

kerja, pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Oleh karena jauhnya tempat mereka

bekerja, maka perlindungan bagi mereka mengalami kendala. Lebih menderita lagi adalah

buruh migran yang bekerja di sektor domestik atau sebagai asisten rumah tangga, yang sering

mendapatkan perlakuan kejam majikan hingga sampai mengorbankan nyawa karena hukuman

mati di negeri orang.

Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa bahwa:

“Dalam melaksanakan hubungan industrial, Pemerintah mempunyai fungsi menetap-kan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.”

Kebijakan adalah suatu bentuk keputusan yang mengikat bagi orang tertentu atau

dengan kata lain orang banyak dengan tataran strategis dan mengarah kepada yang lebih

bersifat mengandung garis besarnya saja terhadap sesuatu yang dibuat oleh pemegang otoritas

publik dan otoritas privat.19

Aksi mogok buruh migran harus disikapi dengan baik oleh perusahaan dengan Peme-

rintah. Pemogokan oleh buruh migran tentu ada penyebabnya. Perusahaan dan Pemerintah harus mendengarkan aspirasi dari buruh migran, sehingga aksi mogok tidak dibiarkan begitu

saja. Terkait dengan masalah lock out yang merupakan hak dari pengusaha untuk menolak

18 R. Joni Bambang S., 2013, Hukum Ketenagakerjaan, Cet. I, Pustaka Setia, Bandung, hal. 265.

19 Makmur, 2011, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, Cet. I, Refika Aditama, Bandung, hal. 11.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 204/432

Page 10: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

buruh migran seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan. Lock out ini tidak boleh dilakukan sebagai tindakan balasan adanya pemogokan oleh buruh.

Terhadap permasalahan tersebut, Pemerintah harus mengambil kebijakan untuk

mengatasinya. Pemogokan oleh buruh migran, dapat merugikan perusahaan, dan tindakan lockout oleh pengusaha juga dapat merugikan buruh migran. Kebijakan yang dapat diambil

olehPemerintah untuk mengatasi permasalahan pemogokan, lock out, dan iklim

ketenagakerjaan dapat dilihat dari segi:

1. Substansi Hukum

Menyempurnakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dengan konvensi maupun peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan negara lain.

2. Struktur Hukum

Pemerintah perlu membuat tim khusus yang tugasnya melakukan pengawasan terhadap kondisi dan aktivitas para buruh migran di perusahaan. Tim tersebut juga

mengawasi perusahaan agar tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak buruh migran. Pemerintah juga berupaya untuk memperkuat lembaga ketenagakerjaan.

3. Kultur Hukum

Selama ini, penyelesaian masalah melalui musyawarah adalah jalan yang terbaik.

Komunikasi dua arah antara buruh migran dan pengusaha harus terus dilakukan

agar dapat menghindari segala konflik yang mungkin dapat terjadi diantara kedua

belah pihak. Selama ini buruh migran hanya menjadi masyarakat kelas dua yang

harus tunduk pada pengusaha, kesenjangan tersebut yang pada akhirnya menim-

bulkan masalah.

Telah menjadi pendapat umum (public opini) di dalam kehidupan masyarakat, ada 2

(dua) argumentasi perasaan terhadap sasaran utama kebijakan, yaitu:20

1. Sasaran yang bersifat positif, yaitu bagi orang yang merasakan memperoleh kebaikan atau keuntungan dalam kebijakan tersebut;

2. Sasaran yang bersifat negatif, yaitu orang yang merasakan adanya hambatan atau

kesulitan terhadap pelaksanaan sesuatu jenis kebijakan.

Kebijakan yang dibuat Pemerintah harus dapat memberikan manfaat bagi pihak ter-kait, sehingga tidak ada yang dirugikan. Dalam pembuatan kebijakan, semua pihak dilibatkan sehingga tidak akan ada permasalahan di dalam pelaksanaannya.

Kebijakan seharusnya dibuat hanya untuk menjaga dan menjamin kepastian seseorang terhadap sesuatu yang menjadi hak mereka, dan kewajiban yang harus mereka penuhi baik

sebagai anggota individu, anggota organisasi, maupun sebagai warga negara di mana mereka berada. Bagaimana setiap orang melaksanakan kegiatan masing-masing dengan berpedoman

20 Ibid., hal. 19.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 205/432

Page 11: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

kepada kebijakan yang telah ada sebenarnya diserahkan kepada setiap individu untuk bekerja

sesuai keinginan masing-masing.21

Dalam meningkatkan iklim ketenagakerjaan, maka Pemerintah Negara Republik

Indonesia menciptakan lapangan pekerjaan dengan memberikan modal bagi masyarakat untuk membuka usaha. Pemerintah juga harus berupaya untuk meningkatkan hubungan yang

harmonis antara pekerja dan perusahaan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah yang mutlak dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh industri saat ini.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat ditempuh melalui pendidikan (formal

dan non formal) dan penyuluhan, peningkatan kesehatan dan nutrisi, serta penyediaan rang-

sangan untuk berusaha, termasuk penyediaan akses terhadap modal kerja dan pelayanan

umum lainnya. Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang penting

adalah penajaman daya nalar, peningkatan ketrampilan dan kualitas penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semangat dan etos kerja, disiplin dan

tanggung jawab, serta peningkatan kemampuan kewirausahaan.22

Banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh Pemerintah di bidang ketenaga-

kerjaan. Pemerintah mempunyai peranan penting dalam menciptakan iklim ketenagakerjaan yang lebih kondusif dengan memerhatikan keadaan atau kondisi perekonomian bangsa secara

keseluruhan, maka Pemerintah dapat membuat kebijakan perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja dan pengusaha pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Edy Suandi Hamid dan M. B. Hendrie Anto sebagaimana dikutip oleh Akadun menya-

takan bahwa bahwa Pemerintah memiliki peran strategis dalam perekonomian suatu negara

baik sebagai pelaku maupun fasilitator tidak lagi diperdebatkan dalam teori-teori maupun

khasanah pemikiran ekonomi. Melalui berbagai kebijakan yang terkait sektor publik, Peme-

rintah mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi contohnya, didorong oleh kebijakan Pemerintah yang berupaya melakukan investasi

dan menarik investor, mendorong perkembangan teknologi, atau menghasilkan tenaga kerja

yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja.23

Tentunya, kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat baik dalam pembentukan hingga pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh Peme-

rintah. Terkait dengan peran Pemerintah sebagai fasilitator, maka terkait dengan hubungan industrial, Pemerintah dapat dapat menjadi penghubung dan memfasilitasi komunikasi antara

pengusaha dengan pekerja, sehingga dapat terjalin hubungan industrial yang harmonis.

C. KESIMPULAN

Kebijakan ideal perlindungan buruh migran Indonesia berkaitan dengan hak mogok, lock out, dan iklim ketenagakerjaan di era globalisasi dari segi:

a. Substansi Hukum: dengan cara menyempurnakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan Indonesia baik dengan konvensi maupun peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yangt sudah ada;

21 Ibid., hal. 26.

22 Sedarmayanti, Op.cit., hal. 122.

23 Akadun, 2007, Administrasi Perusahaan Negara, Cet. I, Alfabeta, Bandung, hal. 1.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 206/432

Page 12: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

b. Struktur Hukum: dengan membuat tim khusus yang tugasnya melakukan peng-

awasan terhadap kondisi dan aktivitas para buruh migran di perusahaan dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Tim tersebut juga mengawasi perusahaan

agar tidak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak buruh migran. Pemerintah juga berupaya untuk memperkuat lembaga ketenagakerjaan; serta

c. Kultur Hukum: dengan cara membangun budaya musyawarah untuk mufakat dan

komunikasi dua arah antara buruh migran dan pengusaha agar dapat menghindari segala konflik yang mungkin dapat terjadi diantara kedua belah pihak.

D. Saran

Selalu mengupayakan pemecahan permasalahan hubungan industrial melalui musya-

warah untuk mufakat, sehingga dapat tercipta suasana yang seimbang antara pekerja dan pengusaha, guna menghindari pemogokan dan lock out yang akan merugikan pekerja dan

pengusaha.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku:

Akadun, 2007, Administrasi Perusahaan Negara, Cet. I, Alfabeta, Bandung.

Esmi Warassih, 2010, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Cet. II, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Jhonny Ibrahim, 2011, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang.

Koesparmono Irsan dan Armansyah, 2016, Hukum Tenaga Kerja, Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.

Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2008, Komisi Yudisial dan Keadilan Sosial, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jakarta.

Makmur, 2011, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, Cet. I, Refika Aditama, Bandung.

Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai - Hukum Bisnis Aktual, Cet. I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Joni Bambang S., 2013, Hukum Ketenagakerjaan, Cet. I, Pustaka Setia, Bandung.

S. Edi Hardum, 2016, Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI, Cet. I, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.

Sanapiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3, Malang.

Sedarmayanti, 2012, Good Governance - Kepemerintahan yang Baik - Membangun SistemManajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance,Bagian Kedua, Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 207/432

Page 13: 18. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN ...migran masih terjadi, sehingga pemogokan dilakukan buruh migran sebagai upaya akhir karena gagalnya perundingan dengan pengusaha. Pengusaha

Tanri Abeng, 2000, Dari Meja Tanri Abeng, Managing atau Chaos, Tantangan Globalisasi danKetidakpastian, Cet. I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Cet. I, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta.

Wahyudi Kumorotomo, 2008, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa Transisi, Cet.

II, Magister Administrasi Publik (MAP) UGM dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

B. Internet:

Eka Novita Sari, Buruh Migran?, sebagaimana diakses dalam http://ekanoo.blogspot.

co.id/2015/04/buruh-migran.html, pada tanggal 15 September, waktu 10.51pm.

Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 208/432