warta buruh migran | edisi mei 2014

20
EDISI MEI 2014 Pemerintah Mengawasi atau Melindungi PPTKIS? B erbincang tentang Pelaksana Penem- patan Tenaga Kerja Indonesia Swastas (PPTKIS) atau yang juga dikenal den- gan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indone- sia (PJTKI), pasti terbesit pertanyaan soal bagaimana pengawasan sektor swasta ini. Pertanyaan ini berumber banyaknya mas- alah dan kasus yang berkaitan dengan Bu- ruh Migran Indonesia (BMI). Perlindungan BMI dari terkait dengan pelayanan PPTKIS selama ini masih belum ideal. Alih-alih mem- beri rasa aman dan kepastian hukum, justru banyak PPTKIS “bermain belakang” bersa- ma calo meraup keuntungan di balik peluh BMI. Banyak persoalan BMI yang dapat disebut- kan sebagai akibat minimnya pengawasan pada kinerja PPTKIS oleh pemerintah. Maraknya biaya penempatan berlebih (overcharging ), ketertutupan informasi mengenai hak dan kewajiban BMI, hing- ga pemalsuan dokumen adalah sebagian kecil perkara yang bersumber dari PPT- KIS. Sayangnya persoalan tersebut terus berulang dan terjadi hingga saat ini. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, be- narkah pemerintah mengawasi PPTKIS? Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) seolah dalil semata. Implementasi dari kata per- lindungan, masih jauh dari harapan. Ideal- nya kata perlindungan tak sekedar pe- manis yang dituangkan dalam Bab V UU tersebut. Praktek penyelenggaraan pene- mpatan TKI harus benar-benar membuk- tikan keberpihakan kepada BMI. Pemerin- tah harus serius menjalankan amanat UU 39 2004 untuk melakukan pengawasan kinerja dan pelayanan PPTKIS. Merujuk Bab IX UU PPTKILN, terdapat dua yang membahas pengawasan PPT- KIS. Implementasi kedua pasal terse- but masih jauh dari harapan dan masih menunjukkan enggannya pemerintah terlibat dalam pengawasan PPTKIS. Kedua pasal tersebut memiliki unsur ketidaktegasan peran pemerintah untuk mengawasi PPTKIS. Pemerintah (melalui Kemenakertrans) dinyatakan berkewa- BERITA UTAMA Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Upload: infest-yogyakarta

Post on 01-Apr-2016

225 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Salam solidaritas. Segenap redaksi Warta Buruh Migran (WBM) mengucapkan selamat Hari Buruh sedunia yang dirayakan setiap 1 Mei. WBM edisi Mei 2014, akan pelbagai persoalan seputar Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Redaksi akan mengupas gagasan pengawasan publik terhadap kinerja dan pelayanan PPTKIS yang dikembangkan Infest bersama jejaring komunitas buruh migran di beberapa daerah. Selain itu pada rubrik jejak kasus, redaksi akan mengangkat kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) puluhan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) PT Farhan Al Syifa yang ditempatkan di Qatar. Pada rubrik kajian, Abdul Rahim Sitorus, Koordinator Advokasi Pusat Sumber Daya Buruh Migran menyajikan analisis hukum atas persoalan biaya penempatan berlebih yang dibebankan PPTKIS dan agensi di luar negeri kepada TKI. Rubrik inspirasi akan menghadirkan pengalaman anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Banyuwangi dalam mendidik calon TKI agar aktif dan berani memilih PPTKIS, serta mulai menin

TRANSCRIPT

Page 1: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

EDISI MEI 2014

Pemerintah Mengawasi atau Melindungi PPTKIS?

Berbincang tentang Pelaksana Penem-patan Tenaga Kerja Indonesia Swastas (PPTKIS) atau yang juga dikenal den-

gan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indone-sia (PJTKI), pasti terbesit pertanyaan soal bagaimana pengawasan sektor swasta ini. Pertanyaan ini berumber banyaknya mas-alah dan kasus yang berkaitan dengan Bu-ruh Migran Indonesia (BMI). Perlindungan BMI dari terkait dengan pelayanan PPTKIS selama ini masih belum ideal. Alih-alih mem-beri rasa aman dan kepastian hukum, justru banyak PPTKIS “bermain belakang” bersa-ma calo meraup keuntungan di balik peluh BMI.

Banyak persoalan BMI yang dapat disebut-kan sebagai akibat minimnya pengawasan pada kinerja PPTKIS oleh pemerintah.

Maraknya biaya penempatan berlebih (overcharging ), ketertutupan informasi mengenai hak dan kewajiban BMI, hing-ga pemalsuan dokumen adalah sebagian kecil perkara yang bersumber dari PPT-KIS. Sayangnya persoalan tersebut terus berulang dan terjadi hingga saat ini. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, be-narkah pemerintah mengawasi PPTKIS?

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) seolah dalil semata. Implementasi dari kata per-lindungan, masih jauh dari harapan. Ideal-nya kata perlindungan tak sekedar pe-manis yang dituangkan dalam Bab V UU tersebut. Praktek penyelenggaraan pene-mpatan TKI harus benar-benar membuk-tikan keberpihakan kepada BMI. Pemerin-tah harus serius menjalankan amanat UU 39 2004 untuk melakukan pengawasan kinerja dan pelayanan PPTKIS.

Merujuk Bab IX UU PPTKILN, terdapat dua yang membahas pengawasan PPT-KIS. Implementasi kedua pasal terse-but masih jauh dari harapan dan masih menunjukkan enggannya pemerintah terlibat dalam pengawasan PPTKIS. Kedua pasal tersebut memiliki unsur ketidaktegasan peran pemerintah untuk mengawasi PPTKIS. Pemerintah (melalui Kemenakertrans) dinyatakan berkewa-

BERITA UTAMA

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 2: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014
Page 3: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

jiban untuk mengawasi PPTKIS. Instumen pengawasan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri. Hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur sanksi keras bagi PPTKIS pelanggar hukum. Jerat hu-kum yang mengenai PPTKIS umumnya sebatas administratif. Pengawasan PPTKIS oleh pemerintah pun masih setengah hati. Bukti minimnya pengawasan tersebut ada pada surat dari Badan Nasional Penempatan dan Pelind-ungan Tenaga Kerja INdonesia (BNP2T-KI) tertanggal 2 April 2013 nomor surat B.07/PPID/IV/2013. Surat yang ditujukan kepada Abdul Rahim Sitorus -Koordina-tor Advokasi PSDBM- mengakui bawah peran pemantauan PPTKIS adalah kewa-jiban aparat negara. PPTKIS seharusnya memberikan pelaporan berkala kepada BNP2TKI. Surat tersebut mengakui bahwa peran pengawasan PPTKIS yang seha-rusnya dilakukan oleh pemerintah masih sulit dilakukan. Surat yang ditandatangani Rizal Bastari, Wakil Ketua II PPID BNP2TKI, tersebut seolah meganggap wajar kesuli-tan pemantauan terhadap PPTKIS.. Jawa-ban ini menjadi indikasi bahwa BNP2TKI tidak melakukan fungsi pengawasan ter-hadap PPTKIS yang semestinya memberi-kan laporan per semester itu.

Kondisi pengawasan PPTKIS pada tahun 2014 belum berubah. Tim Pusat Sum-ber Daya Buruh Migran (PSD-BM) yang berkunjung ke BP3TKI Yogyakarta mem-peroleh keterangan yang mengindikasikan situasi tersebut. . Melalui kunjungan tersebut diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan pihak BP3TKI hanya seba-tas memeriksa kelengkapan administrasi dari PPTKIS. Hal tersebut dikatakan oleh Diah Andarini, Kepala Seksi Penempatan, BP3TKI Yogyakarta. Ketika ditanya soal pengawasan lain yang lebih tegas, Diah menyebutkan adanya sanksi tunda layan.

Sanksi ini berarti, PPTKIS tidak bisa mem-buatkan KTKLN, tidak boleh ikut serta dalam PAP, dan tidak bisa mengurus per-syaratan yang bersumber dari peraturan BNP2TKI, sebelum mereka menyele-saikan permasalahan dengan BMI yang menjadi kliennya.

Upaya pengawasan, seperti dituturkan Diah di atas, belum bisa dikategorikan sebagai bentuk pengawasan yang tegas. Tunda layan yang mengancam PPTKIS pelanggar aturan masih rentan dilanggar. Hal tersebut diungkapkan oleh Rahim Si-torus. yang menyebutkan bahwa banyak PPTKIS memiliki hubungan kongkalikong dengan oknum di lembaga pemerintah-an. Jika demikian, tentu sanksi tunda layan sama sekali tak memberi efek jera apapun pada sektor swasta ini.

Tak jauh beda dengan BP3TKI, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogya-karta juga tidak melakukan pengawasan PPTKIS dengan semestinya. Imam, salah seorang pegawai di Kasi Penempatan dinas tersebut menyebutkan bahwa kondisi PPTKIS khususnya di Yogyakarta baik-baik saja.

“Semua baik-baik saja, cuma kemarin sempat ada satu PPTKIS yang kami tun-tut ke pengadilan karena terlibat kasus dan sekarang sudah selesai. Untuk jum-lah PPTKIS di Yogyakarta, ada 23 PPTKIS cabang dan satu PPTKIS pusat,” papar Imam yang ditemui di kantornya Senin lalu (2/6/2014).

Sayangnya ketika ditanya lebih lanjut tentang kasus PPTKIS yang digelandang ke pengadilan tersebut, Imam tak berani

LAPORAN UTAMAPemerintah Mengawasi

atau Melindungi PPTKIS?

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Page 4: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

berkomentar banyak karena takut salah ucap. Imam mengatakan kalau penjela-san lengkap bisa didapat langsung dari Kepala Kasi Penempatan. Namun saat kunjungan tersebut dilakukan atasan yang disebutkan sedang berada di luar kota.Soal pengawasan PPTKIS pun, Imam tak berujar banyak. Dirinya justru mengatakan, istilah pengawasan bagi PPTKIS tidak dipakai di institusinya. Menurutnya, istilah tersebut terlalu ber-lebihan.

“Istilah ‘pengawasan’ PPTKIS di di-nas kami disebut dengan pembinaan PPTKIS. Istilah ini dipakai karena kami melakukan pembinaan terlebih dulu tidak langsung menjatuhkan sanksi, bila ada PPTKIS yang melanggar aturan,” terang Imam.

Kenyataan di atas tentu membuat kita bertanya-tanya, apakah mungkin ke-

beradaan PPTKIS justru disemai dan dirawat dengan baik oleh pemerintah? Bila memang demikian, ini adalah ironi. Tak mengherank-an bila selama ini Kemenakertrans selalu mengelak dan susah dimintai informasi terkait pengawasan PPTKIS. Poempida Hidayatullah anggota DPR RI, Wakil Ketua Timwas TKI juga mengatakan hal serupa, bahwa daftar PJTKI yang terkena skorsing tak pernah dibuat transparan secara publik oleh Binapenta/Kemenakertrans.

Bila pemerintah saja masih sulit menentu-kan sikapnya terhadap keberadaan PPTKIS, maka sudah saatnya pegiat buruh migran bersatu dan mandiri untuk mencari solu-si. Peran organisasi masyarakat sipil perlu diperkuat untuk mendesak perbaikan pen-gawasan kinerja PPTKIS.

LAPORAN UTAMA Pemerintah Mengawasi atau Melindungi PPTKIS?

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Portal pantaupjtki.com, yang dikembangkan infest bersama jejaring komunitas buruh migran untuk mengawasi kinerja dan pelayanan PPTKIS

Page 5: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Apakah anda ingin bekerja di luar negeri? Jika iya, maka anda harus pintar-pintar menjajaki Pelaksana Penempatan Tena-

ga Kerja Indonesia Swastas (PPTKIS) atau yang juga dikenal dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di sekitar lingkup anda. Pada dasarnya, bekerja secara mandiri di luar negeri juga bisa dilakukan tanpa melalui PPT-KIS. Namun, bekerja secara mandiri sulit dilaku-kan. Pemerintah Indonesia masih separuh hati mengawasi dan memfasilitasi pekerja migran yang hendak berangkat secara mandiri.

Pemerintah Indonesia lebih memilih melem-par tanggung jawab pada PPTKIS. Inilah yang membuat masyarakat tak punya banyak pilihan selain menggunakan perantara PPTKIS. Maka tak mengherankan, bila keberadaan PPTKIS justru menimbulkan banyak masalah karena bentuknya yang lebih berorientasi meraup keuntungan. Sebagai contoh, banyak PJTKI yang membebani Buruh Migran Indonesia (BMI) dengan biaya penempatan berlebih dan pemotongan gaji yang tidak sesuai aturan.

Bagaimana sikap calon pekerja luar negeri/ BMI terhadap PPTKIS?

Menanggapi pernyataan di atas, Wawan Kuswanto, koordinator SBMI Banyuwangi menyatakan bah-wa PPTKIS dan BMI adalah suatu realitas yang tak bisa dipisahkan. Maka dari itu, BMI harus berani mengambil posisi tawar ketika berhadapan dengan PPTKIS.

“Selama ini, masih banyak BMI kita yang berang-gapan kalau PJTKI itu pahlawan karena telah mem-berangkatkan mereka ku luar negeri. Anggapan macam itulah yang harus kita hilangkan, karena PJTKI dan BMI sama-sama memiliki relasi yang seimbang,” jelas Wawan saat dihubungi via telepon (28/4/2014).

Menurut Wawan, BMI harus memanfaatkan posisi tawarnya sebagai seorang konsumen yang sedang memilih jasa. Bagaimanapun juga, PPTKIS tetap membutuhkan calon BMI agar usahanya jalan. Un-tuk itu, jangan sampai calon BMI yang terus ditun-tut menuruti kemauan PPTKIS.

INSPIRASI

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Jalin Relasi Sebagai Cara Memilih PJTKI/PPTKIS

Anggota SBMI Banyuwangi dalam acara diskusi dan halal bi halal

Page 6: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

“Karena sulit untuk bekerja di luar negeri tanpa PJT-KI, maka giliran calon BMI untuk tanggap mencari informasi dan menjalin relasi dengan mereka,” kata Wawan menambahkan.

Jalinan relasi yang dimaksud tak lain adalah mem-bangun komunikasi dengan berbagai PJTKI. Selain PJTKI, BMI rupanya perlu berkoordinasi dengan pemerintah setempat terkait dokumen daftar PJTKI yang ada di wilayahnya. Berikut adalah mekanisme yang dapat dilakukan dalam melakukan relasi untuk memilih PJTKI:

• Membaca aturan perundang-undangan tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Nomor 39 Tahun 2004, dan peraturan turunan lainnya seperti Peraturan Menakertrans dan BNP2TKI. Kadir mengatakan, sebelum menentukan pilihan PPTKIS, BMI perlu tahu landasan hukum yang mengatur tentang penempatan BMI ke luar negeri. Hal ini penting, agar BMI tahu bagaima-na kekuatan hukum BMI.

• Memiliki daftar PPTKIS nasional resmi yang dike-luarkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) pusat.

• Membawa daftar PPTKIS tersebut pada Dinas Tenaga Kerja kabupaten. Tanyakan pada petu-gas, mana saja PPTKIS yang memiliki Surat Izin Pengerahan (SIP) di kabupaten setempat.

• Melihat daftar PPTKIS yang memiliki job order di negara tujuan yang akan dipilih. Misal, anda ingin bekerja di Hong Kong pilih mana PPTKIS yang menempatkan BMI di negara itu. Ketika ditemukan 5 PPTKIS,maka segera anda hubungi satu-persatu untuk membandingkan.

Proses menghubungi dan berkomunikasi dengan PPTKIS menjadi kesmepatan calon BMI memban-gun relasi yang setara/seimbang. Tanyakan infor-masi-informasi penting terkait hak-hak calon BMI pra penempatan. Misal, berapa biaya untuk bisa bekerja di negara tujuan, bagaimana fasilitas pen-didikan yang akan didapat, dan berapa lama waktu pelatihannya.

Bila pertanyaan-pertanyaan itu sudah terjawab, tanyakan kembali pada pihak PPTKIS, apakah jawaban/komitmen tersebut bisa dituangkan dalam surat perjanjian penempatan? Kesepakatan perjanji-an penempatan inilah yang bisa memperkuat posisi tawar buruh migran, dan hal ini dengan jelas telah tercantum dalam undang-undang.

Seusai menghubungi semua PPTKIS yang akan dipilih, BMI dapat menilai dan memertimbang-kan PPTKIS yang akan dipilih. Pemilihan tentu dilakukan dengan cara membandingkan apakah jumlah biaya yang harus dibayar sudah sesuai dengan aturan pemerintah atau belum. Bila su-dah sesuai, pilihlah PPTKIS yang membebankan biaya dengan jumlah paling sedikit.

Mintalah pada pihak PPTKIS agar surat perjanji-an penempatan dibuat secara transparan den-gan diketahui oleh disnaker setempat. Panduan di atas, mungkin terlihat cukup sederhana. Namun demikian, dalam prakteknya, calon BMI harus memiliki pengetahuan dasar tentang penempatan kerja di luar negeri, serta memiliki mental yang tahan gertak. Pasalnya, banyak PPTKIS yang selalu berkelit dan betutur kasar jika disinggung soal perjanjian penempatan. Rini Palupi, mantan BMI asal Taiwan berujar bah-wa setiap PJTKI memiliki ketentuan dan syarat berbeda terkait penempatan BMI ke luar negeri. Menurutnya, sebagian besar PJTKI masih tidak mau bertindak transparan soal perjanjian pene-mpatan kerja.

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Meski tidak mudah dilakukan, namun panduan memilih PJTKI ini patut untuk diperhatikan. Seperti yang dikatakan Wawan, bahwa panduan tersebut diadakan untuk melawan maraknya sosialisasi penempatan BMI yang dilakukan oleh PJTKI itu sendiri dan calo. “Sosialisasi PJTKI ten-tang kerja di luar negeri, pasti kebanyakan yang manis-manis saja. Hal inilah yang mengakibatkan calon BMI selalu pasrah ketika menghadapi PJT-KI,” pangkas Kadir menutup percakapan.

Page 7: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Gabungan 25 Organisasi Buruh Migran Indone-sia (BMI) di Taiwan yang disebut Gabungan Organisasi Buruh Migran Indonesia Taiwan

(GORBUMITA) pada 25 Mei 2014 telah menyeleng-garakan dialog untuk membahas masalah biaya penempatan berlebih (overcharging ) yang menim-pa BMI alias TKI sektor formal di Taiwan. Avendy Sahid Seba, mantan Ketua Ikatan Pekerja Indonesia di Taiwan (IPIT) mengatakan menurut hasil survey yang dilakukan IPIT Taiwan tahun 2013 lalu ada seki-tar 30% BMI sektor formal dari total 200 ribu BMI yang bekerja di Taiwan mengalami biaya penempa-tan berlebih.

Merujuk pada data tersebut, diperkirakan seki-tar 60 ribu BMI sektor formal di Taiwan rata-rata menjadi korban overcharging karena harus mem-bayar biaya penempatan sekitar Rp 50 jutaan lebih. Rinciannya, bayar di muka Rp 25 juta, lalu selama 10 bulan gaji dipotong sebesar 8500 NT atau sekitar Rp 3.145.000,- per bulan sehingga total Rp 30 juta lebih untuk potongan 10 bulan. Jadi kalau di jumlah totalnya sekitar Rp 55 juta.

Merujuk Keputusan Menakertrans No. 158 Tahun 2005 tentang Komponen dan Besarnya Biaya pen-empatan TKI ke Taiwan sektor formal jumlah total

MEMAHAMI BIAYA PENEMPATAN BERLEBIH

(Overcharging)

KAJIAN

hanya sebesar Rp 13 juta saja. Dengan begitu setiap BMI telah mengalami overcharging atau pembebanan biaya penempatan rata-rata sebesar Rp 42 juta atau sekurang-kurangnya Rp 25 juta perorang. Jika BMI sektor formal ada sekitar 60 ribu orang, maka berarti keru-gian BMI mencapai Rp 25 juta x 60 ribu = Rp 1.500.000.000.000,-atau sekitar 1,5 trilyun pertahun.

Penulis bersama Pusat Sumber Daya Buruh Mi-gran (PSD-BM) telah diundang untuk berdialog dengan GORBUMITA melalui skype dan secara khusus mencoba mengenalkan dan mem-berikan pemahaman masalah overcharging menurut aturan hukum yang berlaku di Indone-sia, khususnya berdasarkan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN).

Penulis juga menjelaskan soal, apa dan bagaimana sebenarnya yang dimaksud over-charging menurut UU PPTKILN? Bagaimana akibat hukum dan siapa yang harus bertang-gungjawab atas terjadinya overcharging? Atau siapakah yang harus bertanggungjawab atas terjadinya overcharging dan bagaimana sanksi

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Page 8: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

atau hukumannya? Apa yang menjadi hak-hak calon BMI / BMI yang menjadi korban overcharg-ing?

Pengertian overcharging atau Biaya Penempatan Berlebih Menurut UU PPTKILNovercharging baru dikenal pada abad ke 14 sebagai praktik bisnis yang memungut harga terlalu mahal atau menjual terlalu mahal. Istilah overcharging juga berarti membuat biaya ber-lebihan (excessive charge), membesar-besarkan harga (exaggerate) atau biaya tambahan (sur-charge).

Masalah biaya penempatan yang berlebihan atau yang dikenal dengan istilah overcharging sesungguhnya telah diatur oleh UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) beserta peraturan pelaksananya. Praktik overcharging sejatinya tel-ah melanggar prinsip murah yang diamanahkan Penjelasan Umum UU PPTKILN. Pada gilirannya pelanggaran atas prinsip pelayanan penempatan berbiaya murah justru memicu penempatan BMI ilegal yang berdampak minimnya perlindungan bagi BMI yang bersangkutan.

Oleh karena itu UU PPTKILN secara khusus sudah mengatur tentang biaya penempatan TKI pada Pasal 76 yang terdiri dari 3 ayat. Ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU PPTKILN tegas menandas-kan bahwa PPTKIS alias PJTKI “hanya dapat” membebankan biaya kepada calon TKI/TKI untuk 3 (tiga) macam komponen biaya penempatan saja. Yakni : 1) biaya pengurusan dokumen jati diri (sepeti paspor); 2)pemeriksaan kesehatan danpsikologi;3)pelatihankerjadansertifikasikompetensi kerja. Maknanya, biaya penempatan cukup murah !

Sayangnya, berlandaskan Pasal 76 ayat (2) UU PPTKILN malah membenarkan atau memberi izin kepada Menteri Tenaga Kerja untuk menentukan komponen biaya penempatan yang lain terha-dap calon TKI/TKI selain yang telah ditentukan oleh Pasal 76 ayat (1) di atas. Konsekuensinya, komponen biaya penempatan dimungkinkan bertambah banyak sesuai kebutuhan dan tun-tutan negara penempatan atau pihak pengguna (user).

Namun Penjelasan Pasal 76 ayat (2) UU PPTKILN,

meski susunan redaksinya agak rancu, namun terang menekankan bahwa “AGAR CALON TKI TI-DAK DIBEBANI BIAYA YANG BERLEBIHAN”, maka komponen biaya penempatan dan besarnya biaya penempatan untuk negara tujuan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pendek kata, Penjelasan Pasal 76 ayat (2) mene-gaskan perlunya komponen dan besarnya biaya penempatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja agar Calon TKI/TKI TIDAK DIBEBANI BIAYA BERLEBIHAN. Karena itu, bisa dipahami bahwa pengaturan masalah biaya pen-empatan BMI/TKI oleh UU PPTKILN adalah di-maksudkan mencegah dan menanggulangi biaya penempatan berlebihan (overcharging) demi me-lindungi calon TKI/TKI. Di samping itu, komponen biaya dan besaran biaya penempatan harus dibuat secara transparan dan memenuhi asas akutanbili-tas seperti dimaksudkan oleh Pasal 76 ayat (3) UU PPTKILN.

Lima Macam Bentuk Overcharging1. Membebankan komponen biaya penempatan

di luar ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU PPTKILN. Ini terjadi apabila kenyataannya Menakertrans tidak ada menetapkan komponen dan besaran jumlah biaya penempatan untuk negara pene-mpatan tertentu.

2. Membebankan komponen biaya di luar keten-tuan Peraturan / Keputusan Menakertrans. Ini berarti melanggar Pasal 46 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (1) Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 atau Pasal 54 Permenakertrans No. 22 Tahun 2008 atau Pasal 44 ayat (2) jo Pasal 43 ayat (1) Permenakertrans No. 18 Tahun 2007 atau Pasal 36 jo Pasal 34 ayat (1) Permenakertrans No. 19 Tahun 2006.

3. Apa yang dikategorikan sebagai overcharging adalah pembebanan komponen biaya pene-mpatan yang telah ditanggung oleh majikan / pengguna seperti diatur Pasal 45 ayat (2) Per-menakertrans No. 14 Tahun 2010 atau sebelum-nya Pasal 53 ayat (2) Permenakertrans No. 22 Tahun 2008 atau Pasal 43 ayat (2) Permenaker-trans No. 18 Tahun 2007 atau Pasal 34 ayat (2) Permenakertrans No. 19 Tahun 2006.

4. Membebankan atau memungut biaya penem-patan melebihi batas maksimal besaran jumlah biaya penempatan yang telah ditetapkan oleh menakertrans berdasarkan Peraturan / Keputu-

KAJIAN

Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Page 9: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

san Menakertrans. Ini sebagaimana diatur Pasal 47 Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 : “PPT-KIS wajib mencantumkan besarnya biaya pene-mpatan yang akan dibebankan kepada calon TKI dalam Perjanjian Penempatan dan tidak boleh melebihi biaya yang ditetapkan oleh Menteri.”

5. Overcharging juga bisa terjadi jika BMI dibe-bani komponen biaya yang tidak dapat dapat dipertanggungjawabkan karena melanggar asas akuntabilitas sebagaimana dimaksud ketentu-an Pasal 76 ayat (3) UU PPTKILN. Contoh, BMI sektor formal kerja pabrik dipungut komponen biaya pelatihan, tapi pada kenyataannya tidak pernah mengikuti / menjalani pelatihan apapun sebagaimana mestinya. Di sini pungutan untuk komponen biaya pelatihan tersebut dapat di-golongkan sebagai pembebanan biaya berlebih lantaran tidak memenuhi asas akuntabilitas sesuai ketentuan Pasal 76 ayat (3) UU PPTKILN.

Sanksi / Hukuman bagi PJTKI Pelaku Over-chargingTindakan PJTKI/Agensi Asing yang membebank-an biaya penempatan berlebihan kepada BMI sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat (1) adalah merupakan pelanggaran terhadap Pasal 100 UU PPTKILN yang diancam sanksi administratif.

Menindaklanjuti ketentuan Pasal 100 UU PPTKILN, maka secara tegas Pasal 12 ayat (1) huruf d Per-menakertrans No. 17 Tahun 2012 tentang SANKSI ADMINISTRATIF dalam Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (atau sebel-umnya Pasal 12 ayat (1) huruf e Peraturan Menaker-trans No. 5 tahun 2005) menggolongkan perbuatan membebankan biaya penempatan kepada TKI melebihi komponen biaya sesuai ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU PPTKILN yang dilakukan oleh PJTKI sebagai perbuatan melanggar hukum dengan sank-si administrasi berupa pencabutan SIPPTKI alias membubarkan dan menutup PJTKI.

Hak Calon BMI / BMI Korban OverchargingSetelah PJTKI ditutup, pengembalian biaya pene-mpatan yang berlebih diberikan kepada Calon TKI yang belum ditempatkan sesuai perjanjian penem-patan seperti diatur Pasal 13 huruf a Permenaker-trans No. 17 Tahun 2012 yang sama bunyinya den-gan Pasal 13 huruf a Permenakertrans No. 5 Tahun 2005.

PJTKI yang terbukti melakukan overcharging dan sudah dijatuhi hukuman penutupan juga berkewajiban memberangkatkan calon TKI yang telah memenuhi syarat dan memiliki dokumen lengkap dan visa kerja seperti dimak-sud Pasal 13 huruf b Permenakertrans No. 17 Tahun 2012 yang sama bunyinya dengan Pasal 13 huruf b Permenakertrans No. 5 Tahun 2005.

Bunyi Pasal 13 huruf a Permenakertrans No. 17 Tahun 2012 atau Pasal 13 huruf a Permenaker-trans No. 5 Tahun 2005 :“Dalam hal SIPPTKI telah dicabut, PPTKIS yang bersangkutan tetap berkewajiban untuk :a. mengembalikan seluruh biaya yang telah diterima dari calon TKI yang belum ditempat-kan sesuai dengan perjanjian penempatan;b. memberangkatkan calon TKI yang telah me-menuhi syarat dan memiliki dokumen lengkap dan visa kerja.”

Dengan demikian jelas bahwa tindakan memu-ngut biaya penempatan berlebih alias over-charging adalah merupakan perbuatan me-langgar hukum yang bersifat tercela lantaran menimbulkan kerugian bagi calon BMI / BMI. Pengaturan overcharging dalam UU PPTKILN beserta peraturan pelaksananya cukup mema-dai untuk menanggulangi praktik overcharging dan melindungi hak-hak calon BMI /BMI kor-ban overcharging.

Sebenarnya masalah overcharging alias biaya penempatan berlebih sudah diatur dan diakui sebagai perbuatan tercela yang bersifat me-langgar hukum lantaran melanggar prinsip murah yang diamanahkan dalam Penjelasan Umum UU PPTKILN demi melindungi calon BMI / BMI.

KAJIAN

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Abdul Rahim SitorusAdvokat & Konsultan Bantuan Hukum TKIKoordinator Advokasi Pusat Sumber Daya

Buruh Migran Yogyakarta

Page 10: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Penempatan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang juga dikenal dengan Tenaga Kerja Indo-nesia (TKI) tidak saja melibatkan aktor pe-

merintah secara tunggal. Lembaga-lembaga publik negara, beberapa di antaranya, diberi mandat se-caraspesfikuntukmenyelenggarakanpelayanan,mengatur dan mengawasi implementasi sektor penempatan tenaga kerja di luar negeri. Melalui Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004, pihak swasta turut diberi hak dan wewenang untuk turut ambil bagian sebagai pengerah tenaga kerja ke luar negeri. Persyaraatan dan kewajiban diberlaku-kan kepada pihak swasta yang kemudian dikenal dengan nama Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

Kedua elemen tersebut, baik pemerintah maupun swasta, diatur secara rinci oleh Undang-undang dan peraturan lain yang bersangkutan dengan penempatan dan perlindungan BMI secara spesi-fik,atauaturanlainyangbersinggungandengantata pelayaan publik dan perlindungan konsumen. Keduanya memiliki kewajiban konstitusional ter-hadap negara. Keduanya pula memiliki beberapa kewajibanspesifikyangharusdipenuhidalamtatalayanan kepada BMI.

Metode survei yang ditawarkan kepada publik ini mencoba mengajak masyarakat secara luas untuk turut terlibat dalam pemantauan sektor swasta dan lembaga pemerintah yang terkait dengan tata kelola migrasi ketenagakerjaan. Survei ini secara spesifikditujukanuntukdiisiolehindividuyangtelah berpengalaman bersentuhan dan menjadi pengguna jasa atau klien dari PPTKIS. Survei ini, dilain sisi disediakan bagi publik BMI untuk mem-berikanpenilaiansecaraspesifikkepadalemba-ga-lembaga pemeriintah penyedia pelayanan publik terkait sektor migrasi ketenagakerjaan.

Rincian objek dalam survei ini adalah:1. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia

Swasta (PPTKIS);2. Negara tujuan penempatan TKI;

3. Penyedia layanan asuransi TKI;4. Lembaga publik pemerintah yang menangani

sektor migrasi ketenagakerjaan; dan5. Lembaga Publik Perwakilan Indonesia di Luar

Negeri;

Tujuan survei ini adalah untuk memberikan gam-baran persepsi TKI atas beragam pelayanan yang berkaitan dengan sektor pengerahan tenaga ker-ja ke luar negeri, baik yang diselenggarakan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Data yang terkumpul dalam sistem ini diharapkan menjadi acuan bagi kedua pihak tersebut untuk memper-baiki pelayanan kepada TKI. Di lain sisi, metode penggalian pendapat publik ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada TKI, keluarga dan calon TKI untuk mengambil keputusan secara te-pat dalam pemilihan lembaga penyedia layanan.

Terdapat dua alat ukur yang diimplementasikan dalam survei terbuka ini. Alat ukur pertama, menggunakan rantai nilai dengan rentang pe-nilaian 1 (satu) sampai 5 (lima). Semakin besar skor yang diperoleh pada setiap aspek menun-jukkan semakin positifnya nilai yang dimiliki oleh objek yang diulas pada aspek tertentu. Sebalikn-ya, semakin kecilnya angka nilai yang diperoleh menunjukkan situasi yang semakin buruk pada aspek tertentu yang melekat pada objek ulasan.

Alat ukur kedua berbentuk alat pilihan yang ber-tujuanuntukmemastikanataumemverifikasike-beradaan aspek atau elemen tertentu. Alat ukur ini akan menyajikan data dalam bentuk persen-tase. Semakin besar persentase yang dimiliki objek pada satu aspek, berarti semakin besar pula kemungkinan ketersediaan aspek tersebut. Sebaliknya, semakin kecil persentase pada aspek tertentu menunjukkan semakin kecilnya kemun-gkinan ketersediaan aspek tertentu.

Metode survei di atas selanjutnya tertuang dalam sistem layanan Pantau PJTKI yang dapat diakses di www.pantaupjtki.com.

Sebuah Metode Audit Sosial Penyelenggaraan Tata Kelola Penempatan dan Perlindungan Buruh Migran IndonesiaOleh: Muhammad Irsyadul Ibad

PANDUAN

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Survei BMI:

Page 11: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Berikut panduan sederhana 6 langkah menilai PJTKI/PPTKIS:

Panduan dalam bentuk video juga dapat diakses di: http://www.blankon.in/b3

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Muhammad Irsyadul IbadDirektur Infest

Page 12: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Daftar PPTKIS/PJTKI Bermasalah Wajib Diinformasikan ke Publik

Buruh migran Indonesia di sektor informal atau domestik sebagian besar ditempatkan oleh perusahaan swasta atau PJTKI. Penempatan

buruh migran oleh PJTKI terjadi karena ketidakber-dayaan pemerintah dalam mengurus penempatan buruh migrannya sendiri. Peran pemerintah itulah yang kemudian digantikan oleh perusahaan swasta.PJTKI memiliki beban ganda untuk merekrut dan melindungi buruh migran. Padahal posisi mereka sebagai perusahaan swasta pada dasarnya mencari profituntukbertahanhidup.Akhirnyabanyakdarimereka yang kemudian menerima segala pekerjaan dari luar tanpa mempertimbangkan keamanan dan keselamatan para calon pekerjanya. Contohnya sajadalamrangkamengerukprofitPJTKImember-ikan iming-iming pada calon TKI bahwa bekerja di luar negeri itu enak, aman, gajinya tinggi. Tetapi luput membekali calon TKI dengan hal-hal buruk di negara penempatan.

Perkara penempatan dan perlindungan pun ber-masalah. Meski di negara penempatan PJTKI berhubungan dengan agensi, tetapi fungsi dan peran agensi untuk perlindungan dipertanyakan. Di lapangan agensi tak melakukan pengawasan dan perlindungan yang semestinya. Pun demikian dengan kinerja pemerintah yang tidak melakukan perlindungan sebagaimana mestinya.

Bulan Maret lalu Dirjen Binapenta Kemenakertrans mengeluarkan daftar PJTKI yang menerima sanksi skorsing. Data PJTKI nakal tersebut dikeluarkan Binapenta pada saat rapat dengar pendapat den-gan Tim Pengawas (Timwas TKI) DPR RI. Menurut Poempida Hidayatullah, Wakil Ketua Timwas TKI, daftar PJTKI yang terkena skorsing tak pernah dibuat transparan secara publik oleh Binapenta/Kemenakertrans. Padahal data yang sangat krusial tersebut seharusnya dipublikasikan setiap saat jika ada perubahan merujuk pada UU KIP nomor 14 tahun 2008.

PJTKI atau PPTKIS nakal yang mendapatkan sanksi skorsing harus dibuka ke publik agar masyarakat atau calon buruh migran tak salah pilih menentu-kan PJTKI mana yang hendak dipakai. Selama ini

buruh migran ditempatkan oleh PJTKI yang tak semuanya memberi perlakuan adil bagi buruh migran. Banyak kasus dimana buruh migran dirugikan, seperti misalnya biaya penempatan yang melebihi standar, pemalsuan dokumen, atau bahkan perlakuan buruk berujung ke-kerasan yang terjadi pada BMI/TKI.

Dalam data yang disebarkan via website http://www.dpr.go.id/ tersebut ada 231 PJTKI yang melakukan pelanggaran terhadap pasal 32, pas-al 55, pasal 82 undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri. Pasal 32 mengenai surat izin pengerahan (SIP), pasal 55 mengenai perjanjian kerja antara PJTKI dan TKI, dan pasal 82 menge-nai PJTKI yang bertanggungjawab untuk mem-berikan perlindungan pada CTKI sesuai dengan perjanjian penempatan.

Namun dalam data tesebut, Binapenta juga telah mencabut skorsing 160 PJTKI, karena telah bersedia memenuhi kewajiban dan keten-tuan untuk perbaiki mekanisme penempatan sesuai UU 39 tahun 2004 dan Permen No 17 tahun 2012 tentang sanksi administratif. PJTKI yang tak dapat memenuhi kewajibannya dan tidak melaporkan hasil perbaikan diusulkan untuk dicabut. Selain Binapenta Kemenaker-trans, BNP2TKI juga menerapkan mekanisme tunda layan untuk PJTKI yang memiliki ma-salah. Proses tunda layan yang dimaksud adalah penundaan pelayanan bagi calon TKI sampai PJTKI merampungkan masalah-masalah yang ada. Sebelum diberlakukan tunda layan, BP3TKI akan memberikan surat peringatan terlebih dahulu hingga tiga kali. Jika PJTKI tak menanggapi surat akan dilakukan pemanggi-la. Daftar nama TKI besera PJTKI yang tekena tunda layan mulai Januari-Mei 2014 sebanyak 107. Daftar PJTKI bermasalah dijadikan sebagai acuan menentukan pilihan PJTKI yang layak dan tidak layak dipakai. Sekaligus juga untuk menyelamatkan BMI/TKI dari perusahaan swas-ta yang mengeruk untuk saja.

Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

POJOK KIP

Page 13: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Sebanyak 70 orang buruh migran asal Pati, Lamongan, Gresik, dan Jogja diputus kerja secara sepihak oleh

perusahaan yang mempekerjakan mere-ka di Qatar. Perusahaan tempat mereka bekerja bernama KNZ International Con-tracting Co. yang mengaku sebagai peru-sahaan jasa konstruksi asal Korea Selatan. Ketika sampai di Qatar, BMI asal berbagai Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

JEJAK KASUS

70 Orang Buruh Migran Indonesia di Qatar Terkena PHK

daerah tersebut baru mengetahui bahwa KNZ ternyata bukan perusahaan konstruksi yang bertanggung jawab atas pembangu-nan seluruh proyek. Penanggung jawab pembangunan proyek asrama atlet yang rencananya akan dipakai pada Piala Dunia 2022 adalah Al Ali Engineering Contracting & Trading Est.

Page 14: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Cerita mengenai puluhan BMI yang diputus kerja tersebut diawali oleh proses rekrut yang buruk. Bulan Oktober 2013 beredar pengumu-

man dari calo perekrut bahwa KNZ membutuhkan pekerja konstruksi yang akan ditempatkan di Qatar. Calo bernama Darmin tersebut mengatasnamakan PT Farhan Al Syifa yang berkantor di Jakarta. Di Pati, Jawa Tengah, mereka yang tertarik untuk men-jadi BMI/TKI dikumpulkan di rumah Darmin untuk pendataan dan interview sebagai seleksi awal.

Di rumah Darmin itulah datang Abdi dan Een En-drawati. Abdi bukan orang PJTKI, ia berprofesi perantara job, yang menghubungakn KNZ dengan PJTKI. Sedangkan Een Endrawati adalah direktur PJTKI PT Farhan Al Syifa. Di dalam pendataan dan interview tersebut Abdi dan perwakilan dari KNZ (Jekie dan Mr. Han) memberikan janji dan iming-im-ing pada calon TKI. Mereka dijanjikan akan diumrah-kan, mendapat gaji 1700 riyal, overtime (lembur ) 2 jam, dan akomodasi gratis. Setelah menyelesaikan kontrak selama 2 tahun mereka juga dijanjikan akan mendapat pesangon 5000 riyal.

Gaji yang KNZ janjikan dibagi menjadi beberapa tipe yakni gaji A, B, dan C. Gaji A 1700 riyal, B 1500 riyal, dan C 1200 riyal. Di dalam proses pendataan dan interview tersebut ada yang lolos dan ada juga yang tidak lolos. Mereka yang lolos seleksi tersebut kemudian melakukan praktik kerja sederhana dan dijadwalkan berangkat secara bertahap.

Menurut Abdul Rahim Sitorus, Koordinator Pusat Sumber Daya Buruh Migran, PT Farhan Al Syifa menyalahi cara rekrut kerja BMI/TKI di Qatar. PT Farhan Al Syifa yang berkantor di Jakarta seharus-nya memiliki cabang jika melakukan perekrutan di daerah Pati, Gresik, Lamongan, atau Jogja.

“Selain itu PT di cabang juga harus memiliki surat izin rekrut dari Disnakertrans setempat. Tapi faktan-ya PT Farhan Al Syifa tak memiliki cabang di daerah dan hanya memakai jasa calo untuk merekrut calon BMI/TKI,”ujar Rahim Sitorus.

Selanjutnya calon BMI/TKI yang lolos seleksi melakukan tes kesehatan di Ultra Medika Surabaya dengan biaya 1 juta rupiah. Mereka yang lolos tes kesehatan tinggal menunggu waktu keberangka-tan, sedangkan mereka yang belum memiliki paspor masih harus menunggu proses pembuatan paspor.

Total biaya penempatan yang harus ditanggung oleh masing-masing calon BMI/TKI berbeda-be-da tergantung dari kelengkapan dokumen yang dimiliki oleh mereka. Calon BMI yang memiliki paspor ditarik 6 juta rupiah, sedangkan mereka yang belum memiliki paspor ditarik 7 juta rupiah.

Paspor yang dibuatkan untuk tiap calon BMI/TKI pun berbeda, ada yang dibuat 24 lembar dan ada yang dibuat 48 lembar. Calon BMI/TKI sudah harus membayar lunas biaya penempa-tan pada calo sebelum proses pemberangka-tan tiba. Nahasnya ketika bertransaksi mereka tak diberi kwitansi atau alat bukti pembayaran apapun. Ketika tanggal pemberangkatan sudah dekat, calon BMI/TKI menunggu keberangka-tan di Jakarta. Selama 5 hari di Jakarta mereka mengikuti kegiatan PAP, pembuatan KTKLN, dan pra asuransi. Menuju Jakarta calon BMI/TKI berangkat dari daerah masing-masing dengan biayanya sendiri. Pun ketika di Jakarta, meski di tampung di tempat penampungan PJTKI, mere-ka menanggung makanan sehari-harinya sendiri.

Ketika proses PAP di BP3TKI Ciracas, petugas sempat tak memperbolehkan mereka mengi-kuti PAP lantaran calon BMI/TKI dari PT Farhan Al Syifa belum memiliki kontrak kerja dan su-rat perjanjian penempatan. Begitu pun ketika proses pembuatan KTKLN, petugas sempat tak memperbolehkan karena di dalam berkas tak ada kedua jenis surat tersebut. Salah seorang dari calon BMI/TKI PT Farhan Al Syifa ini kemudi-an menghubungi Abdi (perantara job dan yang mengurus segala sesuatu mengenai penempa-tan). Entah apa yang diobrolkan antara Abdi dan pegawai BP3TKI Ciracas via telepon, yang jelas mereka bisa mengikuti PAP dan mendapat KTKLN meski tanpa ada perjanjian kerja dan perjanjian penempatan.

Kejanggalan Penempatan BMI/TKI Qatar

Calon BMI/TKI Qatar pada akhirnya menan-datangani surat perjanjian penempatan dan perjanjian kerja dari PJTKI sesaat sebelum mer-eka naik pesawat menuju Qatar. Di sinilah letak kejanggalan penempatan itu. Seharusnya calon BMI/TKI sudah menandatangani surat perjanjian kerja dan perjanjian penempatan jauh-jauh hari

Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

JEJAK KASUS

Page 15: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

sebelum diberangkatkan agar mereka sempat meneliti detail kedua surat tersebut. BMI/TKI tersebut tiba di Qatar pada 11 Oktober 2013 dan mulai bekerja pada 13 Oktober 2013.

Selama satu setengah bulan mereka dipeker-jakan sesuai dengan keterampilannya. Setelah satu setengah bulan berlalu, mereka tak lagi dipekerjakan sesuai keterampilan yang dimilik-inya. Ada yang dipekerjakan untuk menyapu, mengumpulkan kardus, dan bersih-bersih lokasi proyek. Ketika mereka protes tak dipekerjakan sesuai keterampilan lagi, KNZ beralasan bah-wa kondisi perusahaan sedang tidak baik dan pekerja migran Indonesia disuruh untuk menye-lamatkan perusahaan.

Janji-janji yang diutarakan oleh calo dan per-wakilan KNZ ketika di Indonesia faktanya tak sesuai dengan kenyataan. Mereka yang tadinya diiming-imingi gaji 1700 riyal akhirnya hanya mendapat gaji 1400-1200 riyal saja. Mereka yang dijanjikan mendapat makanan sehari-hari khas Indonesia, akhirnya hanya mendapat makanan khas Nepal. Mereka yang dijanjikan mendapat jaminan kesehatan, akhirnya tetap menang-gung separuh uang kesehatan ketika sakit di Qatar.

Selain ketidaksesuaian janji, BMI/TKI juga tak diizinkan untuk sembahyang pada jam-jam kerja. Kartoyo, koordinator BMI yang di PHK ini mengungkapkan bahwa jika merujuk pada aturan ketenagakerjaan di Qatar, sembahyang di saat jam-jam sembahyang boleh dilakukan.

“Karena aturan dari perusahaan itu, seorang BMI asal Yogyakarta yang melaksanakan sem-bahyang disaat jam kerja malah dimarahi dan dipotong (cuting) gajinya 200 riyal oleh perusa-haan,”ungkap Kartoyo.

Sebagian dari BMI/TKI tersebut kemudian mel-apor pada KBRI Qatar. Entah apa yang dilaku-kan oleh KBRI Qatar, pada akhirnya mereka diperbolehkan untuk sembahyang saat jam-jam kerja. Kasus lainnya, BMI/TKI asal empat kabu-paten di Indonesia itu tak diasuransikan di Qa-tar. Padahal mereka merupakan pekerja proyek bangunan yang rawan mendapat kecelakaan di tempat kerja. Meski di Indonesia mereka diasur-

ansikan oleh PJTKI pada konsorsium Mitra TKI, kartu peserta asuransi (KPA) bersama dengan polisnya tak diberikan pihak PJTKI.

Sebulan bekerja untuk KNZ, mereka belum juga dibayar upahnya. Masing-masing dari mereka hanya mendapat pinjaman 300 riyal untuk membeli pulsa. Pada bulan kedua bekerja, mereka baru dibayar dan gaji yang mereka terima pun hanya gaji satu bulan saja. Perlakuan tak adil semakin menjadi-jadi, BMI/TKi yang tak masuk kerja dengan alasan apapun gaji akan dipotong 100 riyal/harinya.

Pada bulan ke-3,4,5 mereka masih juga dipekerjakan tak sesuai dengan keterampilannya. Di bulan kelima mereka akhirnya di PHK dan dipulangkan dengan alasan KNZ sedang memiliki masalah. Pada 2 hari terakhir sebelum pemulangan pun mereka sempat tak diberi makan oleh pihak perusahaan. Mereka akhirnya melapor ke KBRI dan diberi bantuan mie instan gula, kopi, teh.

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

JEJAK KASUS

Nisrinapegiat Pusat Sumber Daya Buruh Migran saat

memeriksa dokumen BMI PHK Qatar yang akan mengurus klaim asuransi

Page 16: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Nasib buruk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih saja terjadi, kali ini menimpa Ratem (akrab

dipanggil Ratna) seorang TKI asal Desa Widarapa-yung, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Malaysia. Selama lima tahun, tanpa ala-san yang jelas, Ratem dilarang pulang oleh majik-annya. Selain itu, Ia juga diperlakukan kasar dan sering dipukul oleh majikan.

Mumtahanah (28) salah seorang keluarga Ratem menuturkan selama bekerja di Malaysia, Ratem sering mendapat kekerasan bahkan sampai mendapatkan pukulan ketika bekerja. Selama lima tahun bekerja, Ratem putus kontak dengan kelu-arga selama 3 tahun dan pada mei 2012 keluarga mendapat surat dari Ratem yang mengabarkan keinginan dirinya untuk pulang tetapi dilarang oleh majikan.

Pihak keluarga merasa bingung untuk meminta bantuan siapa, kemudian keluarga menanyakan keberadaan Ratem pada PT yang memberang-katkan. Pihak PT tidak memberikan hasil yang memuaskan, malah pengaduan pihak keluarga terkesan diabaikan.

Ratem bekerja di Kuala Lumpur sejak 2009, majik-annya bernama Mis Khaw dengan alamat Menara Duta 2 Blok B 16.17 no 20, jalan 1/38 segambut, Kuala Lumpur, Malaysia 51200. Wanita malang ini berangkat melalui PT GUNA DARMA AMANAH MANDIRI yang beralamat di Sunter Jakarta den-gan direkrut Siti seorang calo TKI asal Desa Sidau-rip Kecamatan Binangun Cilacap.

Kini kasus tersebut telah dilaporkan ke Pos Pe-layanan Penempatan dan Perlindungan Tenanga Kerja Indonesia (P4TKI) dan juga Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disosnakertrans) Kabupaten Cilacap senin (12/5/2014). Sampai saat ini kasus tersebut sudah masuk ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Malaysia, hal ini diketahui dari surat yang dikirim Dinsosnakertrans Cilacap kepada keluarga Ratem.Surat yang ditandatangi langsung oleh kepala Disosnakertrans Cilacap Kosasih ditujukan ke

Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia dengan no-mor surat 562/784/16, tertanggal 16/05/2014.

Dalam surat tersebut juga telah dicantumkan tuntutan sesuai yang ditulis oleh Mumtahanah. Tuntutan tersebut yakni;1. Agar Ratem Segera dipulangkan ke Cilacap agar bisa berkumpul dan merawat anak-anaknya2. Dipenuhinya hak-hak sebagai seorang TKI (di-bayarkan kekurang gajinya dengan penuh)3. Majikan juga diproses secara hukum yang ber-laku karena telah melarang pulang dan mengu-rung dirumah, serta sering melakukan tindakan kekerasan kepada Ratem.

Keluarga Ratem melalui Forum Warga Buruh Migran Cilacap berharap KBRI Kuala Lumpur bisa membantu kasus tersebut. Selain mendesak agar Ratem segera bisa diselamatkan, keluarga juga mendesak agar hak-hak Ratem selama 5 ta-hun berkerja di Malaysia bisa dipenuhi majikan.

“Kasus ini menunjukkan betul, bagaimana prilaku buruk PJTKI alias PPTKIS, maunya hanya menempatkan dan mengambil keuntungan dari TKI, namun tidak bertanggungjawab saat TKI ada masalah. Kini Kita tunggu saja apakah pe-merintah bergerak untuk membantu?, jika tidak, maka akan kami pertanyakan apa bedanya mere-ka dengan PJTKI.” pungkas Khotibul Umam, Pegiat Forum Warga Buruh Migran Cilacap saat selepas mewawancarai keluarga Ratem.

Cilacap Lima Tahun, Ratem Ditahan Majikan di Malaysia

Mumthahanah saat melaporkan kasus Ratem di Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenanga Kerja Indonesia (P4TKI) Cilacap

Halaman 16 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

LINTAS PERISTIWA

Page 17: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Tati binti Durakhman TKI Indramayu yang bekerja di Arab Saudi pulang dengan kondisi

lumpuh akibat disiksa majikannya. Mengenai kondisi Tati ketika sakit dan dirawat di salah satu rumah sakit Arab Saudi bisa dibaca di sini. DPN SBMI dan SBMI Indramayu dengan bantuan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berhasil mem-ulangkan Tati ke Indramayu.Pemerintah mengutus pengacara untuk melaku-kan negosisasi dengan majikan Tati di Arab Saudi. Tati mendapatkan hak atas gajinya. Ia mendapat-kan hak gajinya dari majikan sebesar 50 ribu real. Negosisasi dengan majikan Tati menghasilkan kesepakatan bahwa majikan hanya akan mem-bayar gaji Tati 50 ribu real dari 90 ribu real yang dituntut oleh pihak Tati.

Ketika dipulangkan ke Indonesia, Tati sempat dirawat di RS Polri meski hanya satu hari dan kemudian di pulangkan ke Indramayu. Juwarih menyayangkan kenapa Tati dipulangkan dari RS Polri saat lumpuh dan luka-lukanya belum sembuh. Ini dibuktikan ketika Juwarih dari SBMI Indramayu mendatangi rumah Tati pada akhir April lalu, ia kaget dengan kondisi Tati yang mem-prihatinkan.

“Kondisi kaki Tati masih lumpuh dan memiliki lu-ka-luka di bagian punggung,”ujar Juwarih ketika dikonfirmasimelaluisalurantelepon.Melihat kondisi itu, Tati kemudian dirujuk di RSUD Indramayu untuk diobati lagi. Juwarih berusaha mengetuk Dinsosnakertrans Indrama-yu agar mau membantu biaya pengobatan Tati. Tetapi Dinsosnakertrans Indramayu hanya mem-

LINTAS PERISTIWA

IndramayuAsuransi TKI Tati Belum Turun

Halaman 17 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

berikan rekomendasi ke BNP2TKI, membantu membuatkan KTP (Tati tak memiliki KTP), dan tanpa memberikan pertolongan langsung pada TKI Tati.

Selang satu minggu dirawat di RSUD Indramayu yang menghabiskan dana kurang lebih 10 juta rupiah, Tati kemudian baru dirujuk ke RS Polri Ja-karta. Sampai berita ini diunggah, klaim asuransi yang diajukan Tati belum ditanggapi. Menurut Ju-warih, Ia dulu sempat mencari nama Tati di daftar asuransi online tetapi tak ditemukan namanya. Misalpun Tati tak diikutsertakan dalam asuransi itu bukan salahnya, tetapi salah PT. Rizka Berkah Guna yang menempatkan Tati ke Saudi Arabia.

Juwarih berharap pada Pemerintah Kabupaten Indramayu agar memiliki program perlindungan bagi buruh migran sehingga ketika ada kasus seperti Tati, langkah dan kebijakan yang diambil sudah tertata. Pasalnya Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten yang terkenal sebagai kantong-kantong TKI di Jawa Barat.

Tati Binti Durakman (tengah), TKW asal Indrama-yu yang lumpuh karena penganiayaan majikan di Arab Saudi saat dirawat di RSUD Indramayu

Arab SaudiNasib BMI/TKI di Penjara Breman Saudi

Ada banyak BMI/TKI yang ditahan di penjara Breman, Jeddah, Arab Saudi. Salah satunya

adalah Nurhayati, TKI yang pernah bekerja di Sau-di menceritakan pengalamannya ketika ditahan di penjara Breman selama 8 bulan. Nurhayati yang takmelakukankesalahanapapundifitnahdandipenjara selama 8 bulan.

Nurhayati semula akan dikenai hukuman cambuk karenafitnahyangdituduhkanpadanya.Be-runtung suaminya orang Yaman berhasil mem-buktikan bahwa mereka telah menikah. Hal itu dibuktikan dengan surat nikah keduanya, akh-irnya Mahkamah pun tak menjatuhkan hukuman cambuk. Menurut Nurhayati ada banyak BMI/TKI masuk penjara Breman karena tuduhan mencuri, jual diri, tanazul, dan pembunuhan. Padahal tak semua BMI/TKI melakukan kejahatan-kejahatan tersebut karena banyak juga dari mereka yang korbanfitnah.

Page 18: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

LINTAS PERISTIWA

Halaman 18 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

Hong KongKartika BMI Hong Kong yang Pernah Disiksa Majikannya

Dihubungi secara terpisah melalui Whatsapp, Konjen RI di Hong Kong, Chalif Akbar menga-

takan, “Kami selalu memberikan pendampMinggu (25/4), Kartika Puspitasari, BMI Hong Kong yang mengalami penyiksaan dan dikurung selama satu minggu di dalam kamar mandi tanpa air dan makan datang ke Victoria Park di markas organ-isasi Wanodya Indonesia Club. Ia menceritakan kejadian yang menimpanya saat bekerja di rumah majikan yang tidak menggajinya selama dua tahun lebih. Kartika juga memperlihatkan bekas luka-lu-ka di tubuhnya. Salah satunya adalah bekas luka di bagian lengan yang diiris dengan silet. Bekas luka tersebut terlihat seperti daging tumbuh dari dalam.Saat ditanya apa yang dirasakannya saat itu, ia menjawab bahwa perlakuan kasar dan penyiksaan itu kerap diterimanya hampir setiap hari. Saking seringnya disiksa, hingga kini ia sering tak mera-sakan apa-apa (kebal atau mati rasa) pada bekas lukanya.Sementara itu kawan-kawan BMI yang ikut men-dengarkan cerita Kartika terlihat tegang dan geram. Bahkan beberapa dari mereka ada yang terlihat berkaca kaca seperti ikut merasakan sakit

“Sekarang ada banyak kasus BMI/TKI yang masuk penjara Breman karena tanazul,”ujar Nurhayati.Tanazul ialah pindah majikan, BMI/TKI yang tidak cocok dengan majikan pertama bisa pindah majik-an dengan cara tanazul. Majikan yang tak terima dengan cara tanazul sering memperkarakan ke pengadilan dengan tuduhan-tuduhan palsu. Nur-hayati juga menceritakan mengenai keluh kesah yang dialami kawan-kawannya dulu di penjara Breman.“Kita yang berada di dalam penjara juga manu-sia jangan disia-siakan seenaknya. Jangan dicaci maki seperti orang tolol yang tidak tahu apa-apa. Pemerintah kita harus belajar mengurus kasus pekerja migran yang berada di penjara dari negara Filipina,”ujar Nurhayati.Nurhayati berharap agar pemerintah Indonesia memantau dengan baik BMI/TKI yang masuk pen-jara Breman. Menurutnya tak semua BMI/TKI yang masuk masuk penjara di Jeddah tersebut bersalah

yang dialami Kartika waktu itu. Lantas apa yang membuatnya punya keberanian untuk lari? Kar-tika menjawab hati-hati sekali, seperti kembali pada kejadian waktu itu, “Saya diancam gigi saya akan dirontokkan,” jelasnya.Menanggapi kekalahan kasusnya di pengadilan Hong Kong, ia tetap optimis akan menuntut banding. Sidang lanjutannya akan digelar tanggal 9 juni di Jordan, pukul 9.30. “Itu adalah sidang penentuan buat saya, berharap sekali lagi bisa mendapatkan gaji saya yang tak dibayar selama dua tahun lebih,” begitu harapnya.Sementara Ryan Aryanti, ketua dari organisasi Wanodya Indonesia Club mengajak kawan-kawan

seluruhnya. Ada kasus BMI/TKI yang dituduh melakukan sihir oleh majikannya, padahal nyatan-ya tak melakukan apa-apa dan tetap ditahan di penjara Breman.Kondisi tahanan yang ada di penjara Breman juga luput dari pengawasan pemerintah Indonesia. Nurhayati bercerita mengenai tetangganya yang berada di penjara Breman sakit-sakitan sampai kakinya bengkak. Seorang kenalannya di penjara bernama Rosita binti Idi juga sakit-sakitan karena dijebloskan oleh majikan baru terkait kasus tana-zul. Nurhayati berharap agar pemerintah lebih serius dalam mengawal dan membantu mereka yang berkasus di penjara Breman karena tak semuanya bersalah.“Tolong semaksimal mungkin pemerintah men-gawal kasus BMI/TKI yang ada di penjara Breman, karena mereka juga ingin bertemu sanak saudara-nya kembali di Indonesia,”kata Nurhayati.

Page 19: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014

Halaman 19 | Warta Buruh Migran | Edisi Mei 2014

JakartaMantan ABK Tuntut Pemerintah RatifikasiKonvensiILONomor188

Sebanyak 74 mantan ABK yang sempat ditahan di penjara Afrika Selatan dan tidak dibayar ga-

jinya menuntut pengesahan Konvensi ILO nomor 188 tentang Work in Fishing. Mengenai penuntut-anratifikasitersebutterjadikarenapemerintahRepublik Indonesia belum mempunyai aturan khusus penempatan dan perlindungan pelaut peri-kanan atau ABK nelayan.Adanya kekosongan hukum menyebabkan keru-gian bagi ABK nelayan karena tak sedikit diantara-nya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang dan perbudakan modern. Menurut Bobi AM, Sekjen SBMI, UU No 39 tahun 2004 hanya mengatur tentang penempatan dan perlindungan buruh migran di darat. Sedangkan buruh migran di laut tidak diatur dalam undang-undang ini juga.“Begitu pun yang terjadi pada UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang tidak mengatur buruh migran ABK nelayan,”ujar Bobi AM ketika berdiskusi dengan para ABK di sekretariat DPN SBMI.Satu-satunya aturan yang khusus mengatur ABK nelayan adalah Peraturan Kepala BNP2TKI PER.03/KA/I/2013 tentang Penempatan dan Perlindungan Pelaut Perikanan yang terbit pada Januari 2013. Namun aturan kepala BNP2TKI tersebut dinilai Bobi tidaklah cukup karena aturan tersebut dibuat hanya untuk mengisi kekosongan hukum. Selain itu adanya aturan itu juga bentrok dengan pem-bagian kewenangan, Kemenakertrans sebagai regulator dan BNP2TKI sebagai pelaksana seperti

yang diamanatkan dalam Permenakertrans No 14 tahun 2010.Erna Murniaty, Ketua Umum DPN SBMI mem-bandingkan peraturan tentang penempatan buruh migran di Filipina lebih komprehensif jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia. Peraturan di Filipina mengenai penempatan buruh migran sudah dibagi menjadi dua, yakni berbasis darat dan laut.“Di Indonesia aturan penempatan buruh migran lebih banyak mengatur di darat dan ini sangat njomplang dengan sebutannya sebagai negara maritim,”ujar Erna.Menurut data BNP2TKI yang tertuang dalam PER.03/KA/I/2013, masalah gaji, perjanjian kerja, kompetensi kerja yang rendah, menjadi beber-apa masalah pokok yang sering dialami oleh ABK nelayan. Rizky Oktaviana, Koordinator ABK Afsel, berharap pemerintah yang berkuasa nanti peduli dengan nasib ABK Nelayan baik sekarang atau ke depan.

untuk memberikan dukungan terhadap Kartika. Ia berharap kawan-kawan BMI bisa keluar pada hari persidangan Kartika untuk mensuport Kartika agar ia tak merasa sendirian. Mega Vriestian, salah satu koordinator Solidaritas Untuk Kartika (SOLIKA) membuat penggalangan dana terbuka untuk Karti-ka. Selama menunggu persidangan, sesuai pera-turan, Kartika tidak diperbolehkan untuk bekerja. Penggalangan dana itu dilakukan untuk memban-tu keluarga Kartika di tanah air.ingan bagi mbak Kartika dan juga menghormati proses hukum pemerintah Hong Kong,” terangn-ya.Setelah mendapat balasan dari Konjen tentang kasus Kartika, kawan-kawan buruh migran yang

tergabung dalam Aliansi Migran Progresi (AMP) dan massa luas mengirimkan sms tuntutan kepada KJRI agar mengupayakan pembelaan maksimal serta upaya naik banding. Selain itu juga KJRI harus menjamin Kartika mendapatkan hak gaji dan hak-hak lainnya. Namun sejauh mana pendampin-gan itu dilakukan oleh KJRI? Pendampingan yang dilakukan kasus perkasus hanya akan menjadi tambal sulam bagi permasalahan yang menimpa BMI. Pemerintah Indonesia sepertinya tidak mau belajar dari apa yang terjadi, bahwa kasus-kasus yang ada adalah akibat dari kebijakan-kebijakan yang bukan menjadi kebutuhan dasar buruh mi-gran yang masih tetap diberlakukan.

LINTAS PERISTIWA

Page 20: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI MEI 2014