warta buruh migran | edisi april 2014

20
EDISI APRIL 2014 Kerja Kolaboratif untuk Perlindungan Buruh Migran P ekerjaan rumah Pemerintah Indonesia terkait perlindungan buruh migran semakin menumpuk. Pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) yang masih macet di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), ancaman hukuman mati bagi ratusan TKI di luar negeri masih terus terjadi dan angka kejahatan perdagangan manusia tak kian meningkat. persoalan ego sektoral antar lembaga negara yang menaungi kebijakan BMI, hingga hak atas akses informasi bagi BMI dan keluarganya yang tak kunjung dijamin pemerintah. Infest Yogyakarta, melalui Lokakarya Gerakan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) bersama jejar- ing komunitas BMI seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Lembaga Kajian dan Pengem- bangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Cilacap, Jingga Media, Pena Desa dan Paguyuban BMI Seruni Banyumas (1-2/3/2014), mencoba memetakan pelbagai persoalan BMI dalam konteks hak atas informasi. Lokakarya yang digelar selama dua hari di sekretariat Seruni, Desa Datar, Kabupaten Banyumas, juga menel- isik isu-isu pokok seperti persoalan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), asuransi TKI, biaya penempatan, serta pelayanan perlindungan TKI. Sejak 2013, beberapa komunitas buruh migran di Indonesia dan Hong Kong mulai berjejaring dan mendesak penyediaan hak atas informasi bagi TKI dan keluarganya. Upaya tersebut dilakukan melalui aksi uji akses informasi dan pengenalan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) nomor 14 tahun 2008 di jejaring komunitas buruh mi- gran. BERITA UTAMA Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Upload: infest-yogyakarta

Post on 31-Mar-2016

227 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Laporan Uji Akses Informasi Publik di Sektor Migrasi Ketenagakerjaan yang dirilis Infest dan jejaring kerja Pusat Sumber Daya Buruh Migran (25/11/2013), menunjukkan fakta bahwa hak atas informasi bagi buruh migran belum benar-benar dipenuhi oleh pemerintah. Keberadaan UU KIP dan ragam regulasi turunannya belum mampu membuat perubahan pada pola penyediaan informasi yang dilakukan badan publik. Badan publik seperti Kemenakertrans dan BNP2TKI misalnya, persoalan keterbukaan masih dianggap formalitas semata. Hal ini tampak karena penyediaan informasi hanya terbatas saat diminta, sementara penyediaan informasi sertamerta dan berkala tidak maksimal dilakukan. Lihat saja website dua badan publik tersebut, masih sangat miskin dalam penyediaan informasi penting bagi TKI dan keluarganya. Menyikapi situasi di atas, mulai Januari 2014 jejaring komunitas buruh migran seperti DPN SBMI, SBMI Indramayu, Jingga Media Cirebon, Lakpesdam NU Cilacap, Infest Yogyakarta dan Seruni Banyumas kembali meren

TRANSCRIPT

Page 1: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

EDISI APRIL 2014

Kerja Kolaboratif untuk Perlindungan

Buruh Migran

Pekerjaan rumah Pemerintah Indonesia terkait perlindungan buruh migran semakin menumpuk. Pembahasan RUU Perlindungan

Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) yang masih macet di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), ancaman hukuman mati bagi ratusan TKI di luar negeri masih terus terjadi dan angka kejahatan perdagangan manusia tak kian meningkat. persoalan ego sektoral antar lembaga negara yang menaungi kebijakan BMI, hingga hak atas akses informasi bagi BMI dan keluarganya yang tak kunjung dijamin pemerintah. Infest Yogyakarta, melalui Lokakarya Gerakan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) bersama jejar-ing komunitas BMI seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Lembaga Kajian dan Pengem-bangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Cilacap, Jingga Media, Pena Desa dan Paguyuban BMI Seruni Banyumas (1-2/3/2014), mencoba memetakan pelbagai persoalan BMI dalam konteks hak atas informasi. Lokakarya yang

digelar selama dua hari di sekretariat Seruni, Desa Datar, Kabupaten Banyumas, juga menel-isik isu-isu pokok seperti persoalan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), asuransi TKI, biaya penempatan, serta pelayanan perlindungan TKI. Sejak 2013, beberapa komunitas buruh migran di Indonesia dan Hong Kong mulai berjejaring dan mendesak penyediaan hak atas informasi bagi TKI dan keluarganya. Upaya tersebut dilakukan melalui aksi uji akses informasi dan pengenalan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) nomor 14 tahun 2008 di jejaring komunitas buruh mi-gran.

BERITA UTAMA

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 2: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014
Page 3: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

“Di tahun pertama (2013) jejaring organisasi bu-ruh migran diajak untuk meminta informasi. Hal ini membawa angin segar bagi gerakan buruh migran, karena mereka bisa mengenal pendeka-tan baru melalui UU KIP dan mulai berani me-minta informasi ke badan publik. Namun refleksi kami menunjukkan adanya tantangan lain, bahwa setelah mendapat informasi, terlebih saat informa-si melimpah, maka muncul pertanyaan bagaimana memanfaatkannya?, bagaimana cara mengolah dan mengemasnya? serta bagaimana pendistribu-sian informasinya?. Nah inilah yang kemudian akan kita jawab dalam gerakan KIP buruh migran di tahun kedua (2014).”ujar Muhammad Irsyadul Ibad, Direktur Infest seka-ligus pendamping Gerakan KIP buruh migran.

Refleksi jejaring organisasi buruh migran sebagaima-na dipaparkan Irsyadul Ibad di atas, kemudi-an mengerucut pada pengembangan pola ger-akan KIP. Pegiat organisasi buruh migran yang tergabung dalam gerakan KIP mulai merancang model pengelolaan atau pengemasan infor-masi di masing-masih daerah. Hal ini diperlukan agar informasi bisa terdistribusikan secara efektif dan tentunya tepat alias sesuai dengan kebutu-han masyarakat.

Menurut Irsyadul Ibad, ketersediaan informasi pada dasarnya sesuai dengan hukum keterse-diaan dan permintaan (supply dan demand). Permintaan dari masyarakat sudah banyak, tetapi yang terjadi belum ada pasokan informasi dari pemerintah.

“Selain soal pengelolaan info dan data hasil permintaan informasi, refleksi di SBMI menun-jukkan bahwa badan publik, hanya melayani, saat kami minta informasi, sementara tanggungjawab lebih besar dalam penyediaan informasi kepada buruh migran dan masyarakat luas, tak kunjung dipenuhi, buktinya sederhana, lihat saja website Kemenakertrans, Kemenlu, dan BNP2TKI yang

hingga saat ini masih saja miskin informasi bagi TKI. Oleh karena itu gerakan KIP butuh juga mendesak kebijakan penyediaan informasi di badan-badan publik yang menaungi TKI.” ung-kap Hariyanto, Koordinator Advokasi DPN SBMI saat diskusi kelompok di Lokakarya KIP di Seruni Banyumas.

Dalam lokakarya Irsyadul Ibad juga memperke-nalkan beberapa teknik pengemasan informasi (co-producing), dari pemanfaatan ragam media dan saluran distribusi informasi, hingga gagasan

produksi informasi bersama badan pub-lik. Sementara Nurun Najib, Pegiat

MediaLink turut berbagi soal strategi merancang komuni-

tas informasi.

“Komunitas BMI yang tergabung dalam gera-kan ini, termasuk Seruni Banyumas, akan mem-bantu mengumpulkan

informasi-informasi pent-ing dan berguna bagi bu-

ruh migran. Setelah melaku-kan permintaan informasi kami

akan melakukan pengelolaan serta penye-baran informasi ke masyarakat.” papar Narsidah, Pegiat dari Paguyuban Seruni yang akan berko-laborasi dengan komunitas Pena Desa untuk merancang saluran informasi buruh migran di Banyumas.

Aksi permintaan informasi tahun ini (2014) akan menyasar badan publik seperti Kemenkertrans, BNP2TKI, Kemenlu, Mahkamah Agung, DPR komisi VI dan IX, Imigrasi, KBRI/KJRI, Dinsos-nakertrans Kabupaten dan Provinsi, Kemendi-knas, Dinas Pendidikan, Polri, Polres, Polda, Ke-menhan, P4TKI, serta Komnas HAM. Sedangkan informasi-informasi yang diminta secara umum mengenai PPTKIS, asuransi buruh migran, per-lindungan BMI anak buah kapal, perlindungan WNI di luar negeri, dan persoalan biaya penem-patan. Pemetaan kebutuhan informasi yang muncul selama lokakarya antara lain daftar PPTKIS

“Komunitas BMI yang tergabung dalam

gerakan ini, termasuk Seruni Banyumas, akan membantu meng-

umpulkan informasi-informasi penting dan berguna bagi buruh migran. Setelah melakukan permintaan informasi kami

akan melakukan pengelolaan serta penyebaran informasi ke mas-

yarakat.” papar Narsidah

LAPORAN UTAMAKerja Kolaboratif

untuk Perlindungan Buruh Migran

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 4: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

(resmi dan tunda layan atau cabut izin), contoh perjanjian kerja dan penempatan, surat pen-gantar rekrut, praktik kerja di luar negeri, biaya SKCK, mekanisme regulasi kredit biaya penem-patan, prosedur magang di Jepang, nama-na-ma PPTKIS perekrut ABK, dokumen TKI, biaya penempatan versi PPTKIS. Sedangkan persoa-lan asuransi buruh migran mengenai data-data alamat konsorsium baru, data kepersertaan asuransi, pengelolaan dana asuransi, pialang asuransi berserta data tolak dan cair pialang, polis konsorsium, persyaratan klaim asuransi pasca putusan MA akan menjadi pokok baha-san utama asuransi. Di luar pemetaan tersebut, komunitas BMI akan tetap mengembangkan permintaan informasi berdasarkan kebutuhan yang muncul.

Mengemas Ulang Informasi (co-producing)Usai mendapat data-data hasil permintaan informasi, maka data-data tersebut tak bisa dibiarkan mubazir begitu saja. Data-data yang ada harus disebarluaskan pada khalayak luas terutama buruh migran dan keluarganya. Tak berhenti disitu, penyebaran data-data per-mintaan informasi didahului dengan penyeder-hanaan konten informasi yang didapat agar mudah dicerna masyarakat.

Kebanyakan data-data yang diberikan lembaga publlik ialah data-data mentah seperti tabel, undang-undang, peraturan, dan keputusan yang perlu disederhanakan lebih dahulu agar mudah dipahami. Setiap komunitas buruh migran memiliki cara dan pola tersendiri agar informasi mudah sampai dan dipahami oleh buruh migran. Proses produksi ulang informa-si bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan membuat artikel, panduan, atau berita. Konten yang telah dikemas bisa didistribusikan melalui internet (website dan sosial media).

Bagi mereka yang terkendala akses internet, media-media seperti buletin, koran selembar (Kobar), poster, radio komunitas, atau kerja sama dengan media massa, bisa menjadi media alternatif yang tentu disesuaikan dengan kondi-si dan kebutuhan di lapangan. Jika produksi dan penyebaran lewat tulisan tak efektif ada bentuk lain produksi informasi

selain tulisan. Misalnya sosialisasi lewat arisan, pen-gajian, khotbah jumat, kultum, atau siaran radio. Media dan alat yang digunakan untuk produksi informasi bisa dipilih sesuai dengan apa yang paling dekat dan mudah digunakan oleh buruh migran.

“Komunitas diharapkan punya mekanisme penge-lolaan informasi. Informasi yang didapatkan harus dapat dipergunakan atau dimanfaatkan oleh BMI. Dengan adanya informasi diharapkan ada perubah-an-perubahan yang terjadi pada masyarakat (buruh migran),” tegas Irsyadul Ibad.

“Gerakan KIP buruh migran merupakan kerja kolaboratif yang melibatkan multi pihak, terutama pada penyebaran informasi. Kelompok buruh migran bisa bekerja sama dengan Pemerintah Desa di kantong-kan-tong buruh migran. Kerja sama dengan desa butuh dilakukan karena rantai migrasi ketenagakerjaan dimulai sejak dari ting-kat desa. Keterhubungan antar komunitas buruh migran juga dibutuhkan agar terjadi kerja kolaboratif yang akan mempermudah proses penyebaran dan pertukaran infor-masi. Ukuran keberhasilan gerakan KIP bisa jadi sederhana, namun memiliki tantangan tersendiri, yakni apakah masyarakat sipil tahu dan mampu memanfaatkan informasi tersebut. Masyarakat butuh mengontrol, mengawasi pemerintah, dan jangan men-ganggap beres pemerintahan.”

LAPORAN UTAMA

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 5: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

M uhtamiroh tentu tak akan menunggu sampai lima tahun untuk mengambil ijazah jika Ia tahu bahwa Pelaksana Penempatan

Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau yang biasa dikenal PJTKI tak berhak menahan ijazahnya. TKI Cilacap yang pernah bekerja di Hong Kong ini sempat ditahan ijazahnya oleh PJTKI sepulang sele-saikan kontrak kerja dua tahun. Ia berani melawan PJTKI yang menahan ijazahnya setelah bergabung dengan komunitas buruh migran di Nusawungu Cilacap.

Lewat kelompok ini, ia belajar mengenal apa saja hak-hak buruh migran, juga berbagi informasi den-gan sesama mantan buruh migran. Dalam perkem-bangannya komunitas buruh migran yang diinisiasi Lakpesdam NU Cilacap ini berkembang menjadi sekolah buruh migran. Ada 10 komunitas buruh migran di seluruh Cilacap yang didampingi Lakpes-dam dan di sepuluh komunitas inilah sekolah buruh migran diselenggarakan.

Lakpesdam tak sendiri dalam menelurkan ide seko-lah buruh migran. Ada Serikat Buruh Migran Indo-nesia (SBMI Banyuwangi) yang turut serta menga-wali adanya sekolah buruh migran di Banyuwangi. Di dalam sekolah ini pembangunan kapasitas organ-isasi, kemampuan advokasi, dan kelola informasi dilakukan. Buruh migran, mantan, atau keluarganya menjadi pelaku utama dalam proses belajar dalam sekolah buruh migran.

Akhmad Fadli, Pegiat Lakpesdam NU Cilacap me-ngungkapkan bahwa sekolah yang sudah berjalan tiga bulan ini juga memuat materi pendidikan para-legal. Pengetahuan hukum akan membantu komu-nitas buruh migran saat melakukan pendampingan kasus.

“Selain sekolah paralegal, ada juga sekolah mengenai kelola informasi sesuai dengan ke-butuhan BMI. Mengingat selama ini informasi tentang migrasi buruh migran di tingkat desa masih sangat minim,”ujar Fadli.

Sama halnya dengan Lakpesdam Cilacap, SBMI Banyuwangi memulai sekolah buruh migran sejak Februari 2014. Materi seputar paralegal juga menjadi materi dasar yang diajarkan se-kolah buruh migran di Banyuwangi. Menurut Wawan Kuswanto, Koordinator SBMI Banyu-wangi, materi pendidikan paralegal yang sele-sai akhir April ini dilanjutkan dengan praktik langsung pendampingan kasus di lapangan.

Peserta sekolah mencari kasus-kasus buruh migran di sekitar mereka, mengidentifikasi kasus, memberitahu hak-hak buruh migran, memberi tahu cara membuat surat pengad-uan, dan bahkan mendampingi proses pelapo-ran kasus BMI di lembaga-lembaga terkait.

“Kami berharap dengan adanya sekolah ini kesadaran kritis masyarakat terbentuk setelah didampingi paralegal, karena di lapangan banyak sekali buruh migran yang tak tahu hak-haknya,”ungkap Wawan.

Wawan juga berharap agar nantinya sekolah

Membangun Kesadaran Kritis Lewat Sekolah Buruh Migran

INSPIRASI

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 6: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

buruh migran ini bisa membangun kapasitas orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Seperti mis-alnya orang-orang yang ingin terlibat dalam kepen-gurusan SBMI harus ikut sekolah buruh migran. Di Banyuwangi sekolah diadakan setiap sabtu minggu pada minggu kedua dan keempat. Ada 30 komuni-tas buruh migran yang tersebar di 30 desa di Banyu-wangi yang mengikuti sekolah buruh migran.

Kurikulum dan Modul SekolahLaiknya sekolah-sekolah pada umumnya, sekolah buruh migran memiliki kurikulum dan modul yang digunakan sebagai pijakan dalam pembelajaran. Akhmad Fadli menuturkan bahwa model kuriku-lum yang akan diterapkan di sekolah buruh migran adalah model pembelajaran orang dewasa. Melalui kurikulum ini para BMI akan belajar sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya bukan karena faktor kepentingan atau lainnya.

Kurikulum sekolah disusun bersama komunitas pe-giat buruh migran seperti DPN SBMI Jakarta, Infest Yogyakarta, SBMI Banyuwangi, dan Lakpesdam NU Cilacap. Untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah buruh migran dibuat juga modul yang nan-tinya akan disebarluaskan di komunitas-komunitas buruh migran.

Muhammad Irsyadul Ibad, pegiat dari Infest Yog-yakarta yang terlibat dalam pembuatan modul ini menungkapkan bahwa modul yang dibuat terbagi menjadi tiga bagian, yakni modul advokasi, parale-gal, dan keorganisasian.

“Ada banyak pemahaman dasar mengenai buruh migran dalam modul tersebut yang bisa dijadikan acuan oleh komunitas buruh migran. Sebagai contoh untuk modul adovaksi, di da-lamnya sudah termasuk kelola informasi sebagai bagian dari instrumen advokasi,” kata Irsyadul Ibad.

Irsyadul Ibad juga berpendapat bahwa modul tersebut memiliki bentuk yang generik, artin-ya bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang bergerak di komunitas buruh migran lain juga. Tiap komunitas buruh migran pun juga bisa mengembangkan model-model lain dari modul disesuaikan dengan kebutuhannya. Untuk me-lihat bentuk terbaik dari modul sekolah buruh migran dilakukanlah uji coba modul di Indrama-yu, Cilacap, dan Banyuwangi.

Anwar Ma’arif, Sekjen DPN SBMI menyampaikan bahwa gagasan sekolah buruh migran mampu membongkar kemacetan sirkulasi pengetahuan di organisasi atau komunitas. Selama ini penge-tahuan-pengetahuan seperti paralegal, advokasi kebijakan, serta kelola informasi hanya dikuasai segelintir orang dalam organisasi.

“Melalui sekolah buruh migran dan kurikulum yang kami susun dalam modul, diharapkan pelbagai pengetahuan dan keahlian bisa merata di masing-masing anggota, sehingga organisasi semakin kuat dan kaderisasi bisa dipersiapkan secara matang.” pungkas Anwar Ma’arif.

Suasana Sekolah Buruh Migran yang dikelola Lakpesdam NU Cilacap

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 7: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

8 Tahun Menjadi TKWMencoba Mandiri di Desa

Dengan bermodal usaha dan keyak-inan, sampai saat ini sudah banyak

yang memesan kue buatannya. Ia ber-harap setelah ini tidak harus bekerja jauh-jauh dari keluarga, Ia ingin men-jadi wanita mandiri yang bisa meman-faatkan kemampuannya untuk men-

cari uang. “Katanya sih lumayan enak dan murah, kalau pagi saya suruh anak saya untuk mengantar jajanan ke pasar dan alhamdulillah habis”, ungkapnya dengan raut bahagia.

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 8: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Masalah ekonomi memang selalu menja-di hal yang tidak habis dipikirkan oleh masyarakat pada umumnya. Banyak cara

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, dari cara yang positif sampai negatif. Siti Rahayu (39) salah satu warga Desa Dawuhanwetan ini merupakan orang tua tunggal untuk kedua anakn-ya. Suaminya telah 9 tahun lebih meninggalkannya dan sejak saat itu Ia harus bekerja keras untuk membiayai kehidupan kedua anaknya yang masih kecil.

Merasa tidak ada pekerjaan yang cocok dengan gaji yang cukup di negeri sendiri menimbulkan keinginan untuk bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Saudi Arabia. Hampir selama 8 tahun Ia bekerja menjadi TKW dan selama itu pula Ia tidak pernah bertemu dengan anak-anaknya dan keluarga di Indonesia.”Saya menahan kesedihan disana selama 8 tahun, hanya bisa berkomunikasi dengan keluarga melalui surat dan telepon”, kata Siti Rahayu dengan wajah sendu pada Sabtu (14/3) dirumahnya yang terletak di RT 2 RW III Dawu-hanwetan. Ia mengatakan pada awalnya Ia bersta-tus legal saat berangkat ke Saudi Arabia, namun setelah bekerja tujuh bulan dengan majikannya ternyata gaji selama tujuh bulan Ia bekerja tidak juga diberikan.

Akhirnya Ia memutuskan kabur dari majikannya tersebut. Akibat dari keputusannya itu, Ia menjadi berstatus ilegal. Kemudian Ia menemukan majikan lain yang ternyata lebih baik dari majikan sebelum-nya, walaupun majikan tersebut dengan ragu-ragu menerimanya. Setelah menemukan majikannya yang baru, Ia bisa mengirimi uang untuk anak-anak dan keluarganya di Indonesia. Namun yang menja-di permasalahan selama 8 tahun itu adalah kesuli-tannya untuk pulang ke Indonesia dengan status ilegalnya tersebut.

“Saya selalu berdoa agar cepat-cepat ada yang membantu saya karena sebenarnya saya tidak in-gin selama itu disana, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa”, ungkap Siti. Akhirnya buah kesabarann-ya pun Ia dapatkan, Ia dapat pulang ke Indonesia dengan beberapa informasi dari temannya sesama TKW. Dengan usaha dan biaya sendiri akhirnya Ia kembali ke Indonesia pada tanggal 10 Januari 2014. “Saya merasa sangat bersyukur telah mendapa-tkan kebahagiaan seperti bertemu dengan anak-anak dan orang tua lagi”, tambahnya.

Namun setelah beberapa hari di rumah, Ia sudah memutuskan untuk kembali mencari pekerjaan di luar kota. Ini Ia lakukan dengan terpaksa kare-na memang desakan ekonomi, Ia masih harus membiayai hidup kedua anaknya yang masih bersekolah. “Sebenarnya kapok kerja jauh-jauh dari kampung sendiri tapi saya terpaksa karena tuntutan ekonomi”, ujarnya.

Baru dua minggu Ia tinggal dirumahnya, Ia memutuskan mencari pekerjaan di Jakarta. Ham-pir satu bulan berada di Jakarta namun Ia belum juga mendapatkan pekerjaan hingga akhirnya kembali ke kampung halaman atas permintaan anak-anaknya. “Saya kasihan kalau lihat Ibu kerja jauh-jauh lagi, jadi saya suruh pulang saja”, kata Fauzan (19) anak pertama dari Siti Rahayu.

Sadar terhadap sulitnya mencari pekerjaan sekarang ini dengan hanya mengandalkan ijazah Sekolah Dasar, akhirnya Ia memutuskan untuk menggunakan keahliannya membuat kue dan jajanan dirumah.

Keahliannya ini diperoleh ketika Ia bekerja menjadi TKW. Wanita yang pernah bekerja selama 8 tahun di Saudi Arabia ini mulai membuka usaha kecilnya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya tanpa harus jauh-jauh bekerja di negeri orang.”Saya bagi modal dengan adik yang juga pernah menjadi TKW di Taiwan, cuma buat warung kecil dan bikin kue kalau ada yang pesan dan alhamdulillah banyak yang pesan kalau ada acara dikampung”, katanya.

Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 9: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Pernyataan Darningsih di atas diamini oleh semua peserta Sekolah Buruh Migran, Selasa, 30 April 2014 di Rumah Sunardi Desa Kaliku-

di, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Fakta tersebut selaras dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa 53 % informasi migrasi diper-oleh dari para Calo, 30% dari teman yang pernah bermigrasi. Hanya 2% buruh migran yang mendapat-kan informasi dari pemerintah.Fakta tersebut adalah ironi. Mendapatkan informasi

INFORMASI MIGRASI MASIH DIKUASAI “CALO”

KAJIAN

“Semua informasi terkait keberangka-tan ke luar negeri untuk bekerja, Saya peroleh dari sponsor. Pokoknya saya tahunya beres dan berangkat,” ujar Darningsih, mantan TKI Singapura asal Desa Adiraja Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap.

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

tentang proses migrasi yang benar merupakan salah satu hak buruh migran dalam Undang-un-dang tentang PPTKILN nomor 39 tahun 2004. Dalam pasal 8 poin (b) disebutkan bahwa setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri. Faktanya hak bu-ruh migran pada pra penempatan tersebut lebih sering diabaikan oleh pemerintah maupun pi-

Page 10: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

hak-pihak pelaksana penempatan. Jika informasi migrasi merupakan amanat undang-undang, tentu kewajiban tersebut melekat pada ekseku-tif atau pemerintah dari pusat hingga daerah. Faktanya, hak mendapatkan informasi tersebut banyak diabaikan.

Hal yang sama terkait penyediaan informasi sejatinya juga dimandatkan oleh UU 39 tahun 2004 kepada perwakilan Republik Indonesia (RI) di luar negeri. Pasal 25 UU 39/2004 jelas meman-datkan kepada Perwakilan RI untuk melakukan penilaian terhadap agensi dan majikan bermas-alah, dimana setiap 3 bulan, hasil penilaian wajib diinformasikan kepada publik. Namun sayang, hingga di penghujung masa jabatannya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak kun-jung menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai amanah dari Pasal 25 UU 39/2004. Alhasil, TKI tetap “buta” soal informasi agensi dan majikan bermasalah.

Menurut Akhmad Fadli --pengurus Lakpesdam NU Cilacap-- bersama Yayasan Tifa, Lakpesdam NU Cilacap pernah memberikan kertas kebijakan kepada pemangku kepentingan buruh migran, baik daerah, provinsi maupun pusat. Dalam ker-tas kebijakan tersebut Fadli mengatakan dalam proses rekrutmen buruh migran, desa menjadi arena rekrutment pertama bagi sponsor atau calo buruh migran. Hal ini kemudian menjadi penting bagi pemerintah untuk menyediakan informasi migrasi hingga di tingkat desa sebagai hulu migrasi.

“Lemahnya kontrol pemerintah atas proses rekrutmen buruh migran, proses rekrutment seringkali sangat bermasalah. Minimnya informa-si membuat warga sangat menggantungkan diri pada informasi calo atau sponsor PPTKIS yang sering tidak tepat hingga pemalsuan dokumen lazim terjadi. Disisi lain, desa hanya ditempatkan sebagai “stempel” administrasi dari surat-surat yang dibutuhkan dalam proses keberangkatan. Padahal, desa bisa berperan lebih penting kare-na meskipun sifatnya administratif, desa adalah struktur pemerintahan pertama yang bersentu-han dengan TKI dan proses keberangkatannya ke luar negeri,” ujar Fadli.

Cilacap, sebagai Kabupaten pemasok Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri

terbesar se-Provinsi Jawa Tengah, agaknya juga belum memprioritaskan upaya tata kelola infor-masi buruh migran di daerah. Dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Cilacap, sejak 2008, hampir tidak ada anggaran khusus yang dialokasikan untuk tata kelola informasi, pendidikan maupun perlindungan TKI di Cilacap.

Dinsosnakertrans Cilacap sebagai garda depan pe-merintah daerah dalam per-TKI-an, pernah mem-bagikan daftar PPTKIS dan Cabang PPTKIS yang resmi ke Pemerintah Kecamatan dan Desa. Namun sayangnya sudah lama informasinya tidak diper-barui. Beberapa waktu yang lalu, informasi daftar PPTKIS yang ada di Desa Cinangsi masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya yakni berjumlah 73. Padahal, dalam diskusi Tim Terpadu Pember-dayaan TKI di Cilacap, September 2013 di Rumah Makan Manjabal, pihak Dinsosnaker menyatakan jumlah PPTKIS dan Cabang yang resmi sekarang berjumlah 64.

Lemahnya tata kelola informasi di Cilacap juga diiyakan oleh Muhammad Ridlo Susanto, peneli-ti informasi Lakpesdam NU Cilacap, Pada tahun 2013 lalu, ia mengajukan permintaan informasi kepada Dinsosnakertrans, Dinas Pendidikan dan Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (P4TKI) Cilacap.

“Hasil permintaan informasi masih jauh dari yang diharapkan dan semestinya diberlakukan. Pemer-intah daerah Kabupaten Cilacap belum sepenuhn-ya siap menyambut adanya undang-undang no-mor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Tata kelola penyediaan informasinya juga belum tertata, apalagi pengelolaan informasi bu-ruh migran sampai ke desa,” ujar Ridlo.

Menurut Saiful Musta’in, Ketua Lakpesdam Nu Cilacap, tata kelola Informasi buruh migran di Cila-cap sudah harus diprioritaskan. “Apalagi Kabupat-en Cilacap sudah ada Peraturam Daerah tentang Perlindungan TKI. Walaupun saya belum meng-etahui persis bagaimana sistem perlindungan di Perda tersebut, namun keberadaan Perda mengin-dikasikan perlindungan TKI harus menjadi prioritas di Kabupaten Cilacap,” jelas Saiful.Menurut Saiful ketidaktahuan masyarakat tentang hak atas informasi, tata cara migrasi dan perlind-

KAJIAN

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 11: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

ungan TKI, berimplikasi langsung dengan maraknya praktik kejahatan para calo. “Sebagai contoh kasus yang terjadi di Cipari yakni kasusnya Taufik. Ia ber-sama 35 orang lainya ditipu 35 juta per orang agar bisa berangkat ke Taiwan,” lanjut Saiful.

“Kasus yang terjadi pada Sunarni, warga Adipala Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap juga bisa menjadi contoh yang merugiikan warga karena ketiadaan informasi di daerah. Sunarni dipulangkan majikannya karena depresi. Ia tidak bisa mendapa-tkan hak asuransinya karena menggadukan kasus-nya ke Forum Warga Buruh Migran Adipala setelah 1,5 tahun. Ketidaktahuan keluarga, tetangga dan pemerintah desa menjadi sebab hilangnya hak asur-ansi yang mestinya bisa di dapatkan,” lanjutnya.

Pengelolaan Informasi Migrasi TKI di DesaDalam rangka mengatasi kemiskinan informasi bu-ruh migran tersebut, harus ada upaya massif oleh pemerintah daerah. Upaya tersebut harus disebar-kan menjadi model tata kelola informasi yang diim-plementsikan oleh pemerintah desa bekerjasama dengan masyarakat atau komunitas buruh migran di desa.

Beberapa komunitas buruh migran di Cilacap (FWBM) sedang mencoba upaya tata kelola infor-masi buruh migran di desa. Diah P. Widiantini, ketua FWBM Desa Danasri mengatakan bahwa tahap pertama akan mencoba mengumpulkan informasi migrasi terlebih dulu.

“Caranya dengan mengirimkan surat permintaan informasi kepada lembaga yang menyediakan infor-masi terkait. Tahap selanjutnya, kita akan menge-mas informasi menjadi tulisan, atau bisa juga dalam bentuk rekaman suara (audio) dan video, lalu infor-masi akan disebarkan khususnya kepada anggota kami dan masyarakat umum,” jelas Diah.

“Hal tersebut penting dilakukan karena praktik migrasi seringkali tidak melibatkan desa sebagai entitas penting. Diperlukan kesadaran masyarakat untuk mengatasi hal tersebut. Calo bebas berkeli-aran membawa calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) langsung dibawa ke Jakarta tanpa melaporkan ke desa.” lanjut Diah.

Diah juga memaparkan, bahwa pemerintah desa saat ini tidak memiliki informasi yang cukup terkait

prosedur migrasi yang aman, hingga informasi terkait hak-hak buruh migran. Informasi masih saja dikuasai oleh para calo atau sponsor dari PT.

Akibatnya, buruh migran tidak pernah memiliki pengetahuan tentang hak dan prosedur mi-grasi yang aman. Pemerintah desa juga tidak dibekali sistem dan petunjuk teknis untuk me-meriksa kesahihan dokumen-dokumen. Akibat-nya, banyak tindak pemalsuan dokumen dalam pemberangkatan buruh migran ke luar negeri. Kondisi ini mencerminkan tata kelola pemerin-tahan dan pelayanan buruh migran yang perlu dibenahi secara bersama-sama.

KAJIAN

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Isnaeni Wardatul Islamiyah, Pegiat PTK Mahnetik Cilacap

Page 12: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Semangat tersebut tampak dalam dinamika kerja-kerja pengelolaan informasi dari tahun ke tahun. Jejaring informasi PSD-BM hingga

April 2014 tercatat telah mengunggah (upload) 1.504 konten informasi di website www.buruh-migran.or.id, puluhan video di Youtube, rekaman audio, hingga puluhan ribu kicauan di Twitter.

Sejak 2013, jejaring informasi PSD-BM juga mengi-nisiasi gerakan akses keterbukaan informasi publik (KIP) yang menyasar berbagai badan publik di daerah, pusat, hingga perwakilan RI di luar negeri. Pada 2014 gerakan KIP buruh migran mulai dikem-bangan hingga proses produksi dan kemas ulang informasi (co-producing).

Guna mendukung kerja kelola informasi yang lebih taktis, maka pegiat di jejaring informasi PSD-BM butuh memetakan kebutuhan dan ketersediaan informasi. Salah satu alat untuk membantu pros-es pemetaan informasi adalah dengan membuat diagram konteks.

Apa itu Diagram Konteks? Diagram konteks merupakan alat (tool) untuk menjabarkan aktor-aktor yang terlibat dalam suatu konteks (dalam hal ini informasi), serta dinamika dan ketersediaan informasi masing-masing aktor. Diagram konteks menggambarkan sebuah organi-sasi, dan dengan siapa saja organisasi tersebut ber-hubungan secara informasi. Kemudian hubungan itu dirinci dalam jenis informasi yang tersedia di masing-masing aktor, frekuensi ketersediaan infor-masi, serta bentuk keputusan yang akan diambil

antar aktor sebagai penerima informasi. Masih ingat dengan siklus informasi yang biasa digunakan tentor PSD-BM di setiap pelatihan atau lokakarya?. Dalam siklus tersebut dijelaskan bahwa informasi akan berujung pada pengam-bilan keputusan yang mewujud dalam tindakan dan melahirkan kejadian baru. Diagram konteks yang akan dibuat suatu organisasi juga harus diarahkan untuk memetakan kemungkinan keputusan yang akan diambil aktor penerima informasi.

Model ini kemudian menjadi peta tentang alur informasi di seputar organisasi tersebut. Kare-na pihak-pihak yang digambarkan adalah pihak luar organisasi maka pada tahap pertama yang dihasilkan adalah analisis eksternal. Analisis eksternal yang dihasilkan dari diagram konteks akan membantu organisasi dalam mengelola dan merencanakan produksi informasi.

Diagram konteks dapat dibuat berjenjang mu-lai dari yang paling umum sampai yang paling terperinci. Bentuk lebih terperinci dari diagram konteks dapat dibuat dalam format tabel.

MeMetakan InforMasI Dengan DIagraM konteks

PANDUAN

Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

“Kelola Informasi, Perkuat Posisi Buruh Migran”, slogan ini masih menjadi semangat di jejaring informasi Pusat Sumber Daya Buruh

Migran (PSD-BM) sejak 2010.

Page 13: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

(contoh)

Page 14: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Apakah anda ingin bekerja di luar negeri? Jika iya, maka anda harus pintar-pintar menjajaki PJTKI/ PPTKIS yang berada di sekitar lingkun-

gan anda. Pada dasarnya, bekerja secara mandiri di luar negeri juga bisa dilakukan tanpa harus melalui PJTKI. Namun demikian, bekerja secara mandiri sulit diwujudkan karena Pemerintah Indonesia enggan menanggung resikonya. Pemerintah Indonesia leb-ih memilih melempar tanggung jawab pada PJTKI, dan inilah yang membuat masyarakat tak punya banyak pilihan selain menggunakan perantara PJT-KI. Maka tak mengherankan, bila keberadaan PJTKI justru menimbulkan banyak masalah karena orien-tasinya lebih mementingkan bisnis. Misal, banyak PJTKI yang membebani BMI dengan biaya penem-

PanDUan MeMILIH PJtkI / PPtkIs

patan berlebih dan pemotongan gaji tak sesuai aturan. Lalu, bagaimana sikap calon pekerja luar negeri/ BMI terhadap PJTKI?Menanggapi pernyataan di atas, Wawan Kuswanto, koordinator SBMI Banyuwangi menyatakan bahwa PJTKI dan BMI adalah suatu realitas yang tak bisa dipisahkan. Maka dari itu, BMI harus berani mengambil posisi tawar ketika berhadapan dengan PJTKI. “Se-lama ini, masih banyak BMI kita yang berang-gapan kalau PJTKI itu pahlawan karena telah memberangkatkan mereka ku luar negeri. Anggapan macam itulah yang harus kita hilan-gkan, karena PJTKI dan BMI sama-sama memi-liki relasi yang seimbang,” jelas Wawan saat

Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 15: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

dihubungi via telepon (28/4/2014). Menurut Wawan, BMI harus memanfaatkan po-sisi tawarnya sebagai seorang konsumen yang sedang memilih jasa. Bagaimanapun juga, PJTKI tetap membutuhkan calon BMI agar usahanya jalan. Untuk itu, jangan sampai calon BMI yang terus dituntut menuruti kemauan PJTKI. “Karena sulit untuk bekerja di luar negeri tanpa PJTKI, maka giliran calon BMI untuk tanggap mencari informasi dan menjalin relasi dengan mereka,” kata Wawan menambahkan. Jalinan relasi yang dimaksud tak lain adalah membangun komunikasi dengan berbagai PJTKI. Selain PJTKI, BMI rupanya perlu berkoordinasi dengan pemerintah setempat terkait dokumen daftar PJTKI yang ada di wilayahnya.

Berikut adalah mekanisme yang dapat dilakukan dalam melakukan relasi untuk memilih PJTKI:

1. Membaca aturan perundang-undangan tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Nomor 39 Tahun 2004, dan peraturan turunan lainnya seperti Peraturan Menakertrans dan BNP2TKI. Kadir mengatakan, sebelum menentukan pili-han PJTKI, BMI perlu tahu landasan hukum yang mengatur tentang penempatan BMI ke luar negeri. Hal ini penting, agar BMI tahu bagaima-na kekuatan hukum BMI.

2. Memiliki daftar PJTKI nasional resmi yang dikel-uarkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) pusat.

3. Membawa daftar PJTKI tersebut pada Dinas Tenaga Kerja kabupaten. Tanyakan pada petu-gas, mana saja PJTKI yang memiliki Surat Izin Pengerahan (SIP) di kabupaten setempat.

4. Melihat daftar/ list, mana PJTKI yang memiliki job order di negara tujuan yang akan dipilih. Misal, anda ingin bekerja di Hong Kong pilih mana PJTKI yang menempatkan BMI di negara itu. Ketika ditemukan 5 PJTKI, maka segera anda telepon satu-persatu.

5. Saat proses telepon itulah, kita membangun relasi yang setara/ seimbang. Tanyakan informa-si-informasi penting terkait hak-hak calon BMI pra penempatan. Misal, berapa biaya untuk bisa bekerja di negara tujuan, bagaimana fasilitas pendidikan yang akan didapat, dan berapa lama waktu pelatihannya.

6. Bila pertanyaan-pertanyaan itu sudah terjawab, tanyakan kembali pada pihak PJTKI, apakah jawaban/ komitmen tersebut bisa dituangkan

dalam surat perjanjian penempatan? Kese-pakatan perjanjian penempatan inilah yang bisa memperkuat posisi tawar buruh mi-gran, dan hal ini dengan jelas telah tercan-tum dalam undang-undang.

7. Setelah kelima PJTKI ditelpon, di situlah calon BMI melakukan penilaian dan per-timbangan mana PJTKI yang akan dipilih. Pemilihan tentu dilakukan dengan cara membandingkan apakah jumlah biaya yang harus dibayar sudah sesuai dengan aturan pemerintah atau belum. Bila sudah sesuai, pilihlah PJTKI yang membebankan biaya dengan jumlah paling sedikit.

8. Mintalah pada pihak PJTKI agar surat perjanjian penempatan dibuat secara transparan dengan diketahui oleh disnaker setempat.

Panduan di atas, mungkin terlihat cukup se-derhana. Namun demikian, dalam prakteknya, calon BMI harus memiliki pengetahuan dasar tentang penempatan kerja di luar negeri, serta memiliki mental yang tahan gertak. Pasalnya, banyak PJTKI yang selalu berkelit dan betutur kasar jika disinggung soal perjanjian penempa-tan. Rini Palupi, mantan BMI asal Taiwan beru-jar bahwa setiap PJTKI memiliki ketentuan dan syarat berbeda terkait penempatan BMI ke luar negeri. Menurutnya, sebagian besar PJTKI masih tidak mau bertindak transparan soal perjanjian penempatan kerja.

Meski tidak mudah dilakukan, namun pan-duan memilih PJTKI ini patut untuk diperha-tikan. Seperti yang dikatakan Wawan, bahwa panduan tersebut diadakan untuk melawan maraknya sosialisasi penempatan BMI yang dilakukan oleh PJTKI itu sendiri dan calo. “Sosialisasi PJTKI tentang kerja di luar negeri, pasti kebanyakan yang manis-manis saja. Hal inilah yang mengakibatkan calon BMI selalu pasrah ketika menghadapi PJTKI,” pangkas Kadir menutup percakapan.

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

Page 16: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Dalam rapat koordinasi pendampingan lembaga komunikasi dan informasi mas-yarakat yang digelar oleh Diskominfo

Provinsi Jawa Barat di Hotel Banana Inn Band-ung, Kamis (24/4/2014), Salah satu peserta dari Komunitas Jingga Media Cirebon menanyakan tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cirebon yang tidak memiliki website dan tidak maksimal pula dalam pelayanan penye-diaan informasi. Menanggapi pertanyaan tersebut, Mahi M Hikmat selaku Komisioner Komisi Informasi Daerah Jawa Barat, menyampaikan bahwa sudah ada peraturan yang mengatur tentang masalah tersebut. Menurut Hikmat, seluruh SKPD wajib memiliki website yang bisa mempublikasikan informasi tentang kegiatan yang dilaksanakan dan kebutuhan informasi masyarakat yang lain-

LINTAS PERISTIWA

Cirebon

Seluruh Disnakertrans Wajib Miliki Portal Informasi

Halaman 16 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

nya, karena website merupakan salah satu media yang bisa memberikan pemenuhan informasi untuk masyarakat. Bahkan, dalam aturannya sendiri ditulis bahwa setiap website harus memiliki data wajib, berkala dan serta merta. “Semua Dinas, tak terkecuali Dinas Tenaga Kerja harus memiliki dan menuliskan tentang in-formasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, bahkan ada informasi wajib, berkala dan serta merta,” Ujar Hikmat. Secara teknis, website bisa dimiliki oleh seti-ap SKPD atau bisa juga menginduk kepada website milik pemerintah kota atau kabupaten. Nanti dalam website milik pemerintah kota/kabupaten, dican-tumkan tautan (link) untuk bisa mengakses infor-masi tentang SKPD tersebut.

Page 17: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Baik Undang-Undang 39/ raturan Menteri Tenaga Kerja No: PER.14/MEN/X/2010 ten-tang Pelaksanaan PPTKILN, tidak mensyarat-

kan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai dokumen yang disyaratkan untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Namun sering kali calon TKI masih diminta PT maupun Dinas Tena-ga Kerja dan Transmigrasi untuk mengurus SKCK sebagai syarat menjadi TKI. Alih-alih melengkapi syarat bekerja ke luar negeri, calon TKI mengalami ketidakpastian soal berapa biaya yang harus dibayarkan untuk mengu-rus SKCK. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) wilayah Indramayu mencatat ada beberapa CTKI yang mengeluh soal biaya pengurusan SKCK yang mencapai 250 sampai 350 ribu rupiah. “SKCK untuk calon TKI diurus dari Polsek

Indramayu

Perjelas Biaya SKCK untuk CTKI, SBMI Surati Kepolisian

Halaman 17 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

LINTAS PERISTIWA

hingga ke Polda, anehnya pengurusan dokumen SKCK hanya dilakukan sampai Polres, selanjutn-ya petugas Polres Kabupaten Indramayu sendiri yang akan mengurus hingga Polda. Selain itu, biayanya pun tidak pasti, nah ini lah yang kami permasalahkan dan ingin kami minta penjela-sannya dari pihak kepolisian.” papar Juwarih, Ketua SBMI Indramayu. Melalui mekanisme Keterbukaan Infor-masi Publik yang diatur di UU KIP No.14/2008, beberapa pegiat SBMI mendatangi Kantor Polres Indramayu (19/5/2014) dan menyerahkan surat yang meminta pihak kepolisian menjelaskan soal biaya SKCK. SBMI berharap informasi dari pihak kepolisian dapat memberi kepastian hukum bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang men-gurus dokumen bekerja ke luar negeri.

Page 18: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perem-puan, Seruni Banyumas bersama Komunitas

Pena Desa dan pegiat Infest Yogyakarta meng-gelar Rembug Gerakan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Buruh Migran (5/4) di Sekretari-at Seruni, Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Banyumas. Kegiatan ini merupakan tindaklanjut lokakarya Gerakan KIP Buruh Migran yang juga digelar di sekretariat Seruni awal Maret lalu.

“Bersama Komunitas Pena Desa, Kami akan mendesak Disnakertrans untuk terhubung dan secara berkala mendistribusikan pelbagai infor-masi seperti data penempatan TKI, data rekrut atau job order PPTKIS di Banyumas, data kasus, dan informasi lain soal TKI yang dibutuhkan oleh pemerintah desa. Hingga saat ini desa-desa basis TKI di Banyumas masih miskin informasi, hal ini membuat desa tidak banyak berperan dalam upaya perlindungan TKI.” papar Narsidah, Koor-dinator Pendampingan Kasus di Seruni.

Surat elektronik (email) bisa menjadi solusi atas kendala anggaran distribusi informasi yang sela-ma dikeluhkan Disnakertrans Banyumas. Selama ini sosialisasi yang dilakukan Disnakertrans han-ya setahun sekali dan tidak menjangkau desa-de-sa basis TKI di Banyumas.

Pemilu lesgislatif di Saudi Arabia pada Sabtu (5/4) ternyata tak diikuti oleh banyak BMI/

TKI yang bekerja di Saudi sebagai penata laksa-na rumah tangga. Menurut pengamatan Ganjar Hidayat, dari Komunitas BMI SA, banyak warga Indonesia yang tak bisa hadir di pemilu karena selebaran berisi pengumuman pemilu yang ber-bahasa Indonesia dan bahasa Arab telat disebar-kan.

“Selebaran-selebaran berisi pengumuman untuk menggunakan hak pilih baru disebarkan oleh

Arab SaudiPileg di Saudi Tak Diikuti TKI Overstay

BanyumasButuh Saluran Informasi Antara Disnakertrans dan Desa

Halaman 18 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

LINTAS PERISTIWA

orang KJRI 12 jam sebelum hari-H pemilihan. Padahal selebaran dua bahasa itu juga sebagai bentuk surat izin kepada majikan,”tutur Ganjar Hidayat. Ganjar berpendapat seandainya sele-baran bagi pemilih itu sudah disebar seminggu atau tiga hari sebelumnya mungkin banyak warga negara Indonesia yang ikut berpartisipasi. Ia juga menyayangkan pihak KJRI Jeddah yang baru menyebarkan pemberitahuan tersebut mendadak. “Padahal di kota Riyadh seminggu sebelumnya sudah disosialisasikan akan ada pemilu, tapi di Jeddah mendadak sekali pemberi-tahuannya,”imbuh Ganjar.Selain persoalan sosialisasi pemilihan umum yang kurang, ribuan TKI overstay di penjara Sumaisyi juga tak mengikuti pemilihan legislatif 2014 ini. Berdasarkan pengamatan Thobib, rel-awan Gusdurian, hanya TKI overstay di Mathor Qadim yang mengikuti Pileg sedangkan mereka yang berada di penjara Imigrasi Sumaisyi tak diperhatikan hak pilihnya.

“Ada kurang lebih 127 BMI/TKI overstay yang tinggal sementara di Mathor Qadim dan mengi-kuti Pileg di Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ) karena lokasinya berdekatan dengan Mathor Qadim,”ujar Thobib.Area penjara Imigrasi lama Mathor Qadim saat ini dihuni oleh 127 TKIO perempuan dan laki-laki yang sudah satu bulan lebih menetap di sana. Mereka tinggal di bawah pohon dan bagian terluar bangunan untuk berlindung dari terik matahari yang menyengat. Thobib berharap agar pemerintah ataupun Caleg yang nantinya menang dalam Pileg peduli pada nasib TKI over-stay Saudi Arabia.

Page 19: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014

Hotung Secondary School Hong Kong sudah sejak pagi dipadati buruh migran Indonesia.

Minggu (13/4) lalu buruh migran berkumpul demi berkesempatan bertemu dengan Erwiana, BMI Hong Kong yang sering mendapat siksa majikan, tak diberi makan layak, dan tak dibayar gajinya. Parahnya, Erwiana dipulangkan oleh majikannya secara diam-diam pada 9 Januari lalu hanya den-gan uang 100 ribu rupiah.

Acara yang diselenggarakan oleh Mission for Mi-grant Workers dan Komite Keadilaan untuk Erwi-ana dihadiri sekira 300 BMI. Mereka ingin melihat secara dekat Erwiana dan kondisi kesehatannya setelah dirawat di rumah sakit. Erwiana ditemani bapaknya dan Riyanti yang menemukannya di bandara dengan kondisi luka parah. Hadir juga dalam acara, Eni Lestari, Sringatin, Ate Cyntia dari Mission, dan Susi BMI yang pernah bekerja ditem-pat yang sama dengan Erwiana dan mendapat penyiksaan.

Erwiana dan bapaknya mengucapkan terima kasih atas dukungan dari para BMI dan berharap tak akan ada lagi kasus seperti dirinya. “Semoga pe-merintah lebih perhatian pada buruh migran dan jangan cuma saya yang dispesialkan,”ujarnya.

Tak sedikit buruh migran yang menitikkan air mata melihat Erwiana dan cerita dibaliknya. Ia sangat berhati-hati menjaga ucapannya dan tak terlalu banyak bicara. Banyak BMI yang bertanya kenapa Erwiana tak tinggal di KJRI HK saja. Sringatin dari JBMI alu menjelaskan bahwa Erwiana telah meminta Mission untuk meny-iapkan tempat tinggal dan akomodasi selama di Hong Kong.

Erwiana paham betul bahwa selama ini yang membantu kasusnya ialah Mission. Ate Cyntia dari Mission yang sejak 1981 menangani berb-agai permasalah buruh migran diberi kuasa oleh Erwiana membantu kasusnya. Pengacara Erwiana di Hong Kong pun sudah 30 tahunan menangani kasus buruh migran dan sangat pa-ham dengan persoalan itu.

Erwiana hanyalah bagian kecil dari persoalan yang dialami buruh migran dan ia merupakan cermin bagaimana pemerintah lepas tangan dengan menyerahkan semuanya pada PJTKI dan agen yang hanya memikirkan laba semata. Erwiana membuka mata dunia mengenai kondi-si BMI, ia juga mematahkan pernyataan bahwa Hong Kong merupakan negara tujuan penem-patan terbaik.

Hong KongErwiana: “Semoga Pemerintah Perhatian Pada BMI, Jangan Cuma Saya yang Dispesialkan”

Halaman 19 | Warta Buruh Migran | Edisi April 2014

LINTAS PERISTIWA

Erwiana saat bersama-BMI Hong Kong

Page 20: WARTA BURUH MIGRAN | EDISI APRIL 2014