universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-pr-agatha dwi...

168
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm. 1106046635 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Upload: truongnhi

Post on 03-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. MOLEX AYUS

JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA

TANGERANG

PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm.

1106046635

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. MOLEX AYUS

JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA

TANGERANG

PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm.

1106046635

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

iii

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus untuk segala berkat dan

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja

Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus Jl. Raya Serang Km 11,5 Cikupa

Tangerang.

Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jaka Supriyanta, Apt. selaku Plant Manajer PT Molex Ayus

Pharmaceutical sekaligus pembimbing yang telah membantu dalam

pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT

Molex Ayus.

2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi

FMIPA UI.

3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Departemen

Farmasi FMIPA Universitas Indonesia atas segala ilmu, nasihat dan

dukungan yang telah diberikan.

4. Ibu Dra. Maryati K., M.Si, Apt. selaku pembimbing dari Departemen Farmasi

FMIPA UI, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini.

5. Ibu Lindy Ridyawati, S.Farm, Apt. dan Ibu Ermas Diana Sari, S.Farm, Apt.

selaku pembimbing program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT.

Molex Ayus, serta Ibu Nisa Asma Maulida, S.Farm., Apt. dan Ibu Novri,

S.Farm., Apt. selaku Pembimbing Tugas Khusus yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan.

6. Bapak Dimas Ardiansyah, S.Farm., Apt., selaku Manajer PPIC yang telah

memberikan kesempatan, membantu serta memberikan pengarahan kepada

penulis.

7. Seluruh pimpinan dan staf PT. Molex Ayus yang memberikan ilmu,

pengalaman serta bimbingan dan meluangkan waktunya untuk mengarahkan

kami selama PKPA ini berlangsung.

8. Keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa selama

masa Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

v

9. Teman-teman Apoteker angkatan 74 yang telah berjuang bersama, teristimewa

Maya, Loedfia, dan Mutiara

10. Sahabat tercinta, Veto, untuk dukungan dan doa yang diberikan kepada

penulis, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang

telah memberi bantuan dan dukungannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak

terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan

pengalaman yang diperoleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker ini

dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang

membutuhkan.

Depok, Juni 2012

Penulis

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

vi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar belakang ................................................................................ 1

1.2 Tujuan ............................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3

2.1 Industri Farmasi .............................................................................. 3

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ....................................... 9

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT MOLEX AYUS ........................................ 26

3.1 Sejarah Perkembangan PT. Molex Ayus ....................................... 26

3.2 Visi dan Misi ................................................................................ 26

3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan.................................................. 27

3.4 Struktur Organisasi ....................................................................... 27

3.5 Sumber Daya Manusia ................................................................. 29

3.6 Bidang Usaha ............................................................................... 29

3.7 Jenis Produk ................................................................................. 31

3.8 Departemen di PT. Molex Ayus ................................................... 32

3.9 Sistem Pengolahan Limbah .......................................................... 56

3.10 Pengolahan Air untuk Proses Produksi ......................................... 60

3.11 Sistem Tata Udara ........................................................................ 61

BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 64

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 84 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 84

5.2 Saran ........................................................................................... 84

DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 86

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

vii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Molex Ayus……………………….. 87

Lampiran 2. Produk PT. Molex Ayus……………………………………. 88

Lampiran 3. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Granulasi

Basah)…..................................................................................

91

Lampiran 4. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Granulasi Kering). 92

Lampiran 5. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Cetak

Langsung)................................................................................

93

Lampiran 6. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Penyalutan)........... 94

Lampiran 7. Skema Proses Pembuatan Sediaan Liquid............................... 95

Lampiran 8. Skema Proses Pembuatan Sediaan Semisolid......................... 96

Lampiran 9. Laporan Barang Datang……………………………………... 97

Lampiran 10. Daftar Periksa Penerimaan Barang………………………….. 98

Lampiran 11. Form Pengambilan Contoh………………………………….. 99

Lampiran 12. Sampel telah diambil oleh bagian Pengawasan Mutu……. 99

Lampiran 13. Label Karantina Bahan Baku dan Bahan Kemas…………. 100

Lampiran 14. Label Karantina oleh bagian Pengawasan Mutu………….. 100

Lampiran 15. Label Release oleh bagian Pengawasan Mutu……………. 101

Lampiran 16. Label Ditolak oleh bagian Pengawasan Mutu……………. 101

Lampiran 17. Serah Terima Produk……………………………………… 102

Lampiran 18. Catatan Pengolahan Bets…………………………………… 103

Lampiran 19. Catatan Pengemasan Bets…………………………………… 104

Lampiran 20. Label Bersih Alat…………………………………………… 105

Lampiran 21. Label Ruangan Telah Dibersihkan………………………… 105

Lampiran 22. Label Produk Antara/Ruahan……………………………….. 106

Lampiran 23. Label Bahan Baku…………………………………………... 106

Lampiran 24. Surat Penyerahan Barang………………………………….. 107

Lampiran 25. Skema Pengolahan Air di PT. Molex Ayus……………….. 108

Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus 109

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu tolak ukur kualitas sumber daya manusia.

Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang memadai dapat menunjang

pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang lebih berkualitas. Salah satu

indikator dari tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu adalah ketersediaan

obat. Obat merupakan bahan yang digunakan untuk menyembuhkan, mengurangi

gejala, memperlambat keparahan, atau mencegah suatu penyakit. Dengan

demikian, obat memiliki peranan dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Obat dirancang untuk dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga harus

dibuat dengan cara yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu dan tidak

membahayakan kesehatan.

Industri farmasi, sebagai penghasil obat, memiliki peran dan tanggung

jawab yang penting dalam mewujudkan tersedianya obat dalam jumlah, jenis, dan

kualitas yang memadai. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan kesadaran

masyarakat akan pentingnya kesehatan, persyaratan mutu obat semakin diperketat.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh obat yaitu berkhasiat (efficacy), aman

(safety), dan bermutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan

pengobatan. Industri farmasi, sebagai produsen obat, berkewajiban menghasilkan

obat yang memenuhi persyaratan tersebut. Industri farmasi dan produk industri

farmasi diatur secara ketat karena menyangkut nyawa manusia.

Pemerintah mengatur dan mengawasi pembuatan maupun peredaran obat

di Indonesia. Salah satu bentuk pengaturan tersebut tertuang dalam Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang menjadi pedoman bagi industri farmasi

dalam memproduksi suatu obat. Setiap industri farmasi wajib memenuhi

persyaratan dalam CPOB untuk menjamin khasiat, mutu, dan keamanan dari obat

yang dihasilkan. Produk industri farmasi nasional dapat pula diperdagangkan

secara internasional, sesuai dengan panduan dan ketentuan internasional, misalnya

ISO 9000 series, c-GMP, PIC/S, dan lain-lain.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

2

Universitas Indonesia

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, tiga posisi kunci dalam industri farmasi, yaitu Penanggung jawab

pengawasan mutu, pemastian mutu, dan produksi harus ditangani oleh seorang

apoteker. Dengan demikian, apoteker dalam industri farmasi memegang peranan

yang penting. Peranan tersebut dimulai dari segi perencanaan produksi, proses

produksi, pengawasan mutu, dan pengelolaan manajemen industri farmasi. Oleh

karena itu, seorang apoteker dituntut untuk memiliki wawasan dan keterampilan

yang cukup dalam melaksanakan tugasnya. Wawasan dan keterampilan tersebut

tidak hanya diperoleh melalui kegiatan perkuliahan, namun juga dapat diperoleh

melalui kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi.

Salah satu industri farmasi adalah PT. Molex Ayus.

Universitas Indonesia sebagai salah satu perguruan tinggi yang

menghasilkan tenaga apoteker, mengadakan kerja sama dalam bentuk Praktek

Kerja Profesi Apoteker dengan PT. Molex Ayus. Praktek Kerja Profesi Apoteker

ini dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2012 sampai dengan 30 Maret 2012.

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di PT. Molex Ayus

bertujuan untuk :

1. Mengetahui gambaran umum kegiatan di industri farmasi khususnya di PT.

Molex Ayus dalam rangka penerapan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB).

2. Mengetahui peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam menjalankan

pekerjaan kefarmasian di industri farmasi, khususnya di PT. Molex Ayus.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1799/MENKES/PER/XII/

2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan Industri Farmasi adalah

badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan

kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Definisi obat adalah bahan atau paduan

bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau

menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan

kontrasepsi, untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat

maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar

dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Sedangkan pembuatan obat adalah seluruh

tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal

dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian

mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.

2.1.2 Perizinan Industri Farmasi

Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi

dari Direktur Jenderal pada Kementrian Kesehatan yang bertugas dan bertanggung

jawab dalam pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Direktur Jenderal).

Namun, untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.

Persetujuan prinsip dapat diberikan oleh Direktur Jenderal setelah mendapat

rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu

Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan

makanan. Berikut ini adalah uraian tata cara memperoleh izin industri farmasi.

2.1.2.1 Persetujuan Prinsip Industri Farmasi

Persetujuan prinsip industri farmasi diperlukan sebagai perizinan untuk

melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

4

Universitas Indonesia

peralatan, termasuk produksi percobaan. Permohonan persetujuan prinsip

dilakukan oleh semua industri farmasi termasuk industri Penanaman Modal Asing

(PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Terlebih dahulu,

pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi

yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam pengajuan permohonan persetujuan prinsip, terdapat

2 tahap yang harus dilalui. Pertama, pemohon wajib mengajukan permohonan

persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM). Setelah persetujuan RIP diberikan oleh Kepala

BPOM, tahap selanjutnya adalah mengajukan permohonan persetujuan prinsip

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan

persetujuan prinsip adalah sebagai berikut:

a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan

b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan

c. Susunan direksi dan komisaris

d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan

Perundang-undangan di bidang farmasi

e. Fotokopi sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah

f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan

(HO)

g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan

h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan

i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi

k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan

l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

m. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing–masing apoteker

penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,

dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

5

Universitas Indonesia

n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung

jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker

penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.

Persetujuan prinsip berlaku selama tiga tahun. Persetujuan prinsip dapat

diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin industri farmasi yang

bersangkutan. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan

penyelesaian pembangunan fisik, atas permohonan pemohon, persetujuan prinsip

dapat diperpanjang paling lama satu tahun. Selama melaksanakan pembangunan

fisik, yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan

pembangunan fisik setiap enam bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Persetujuan prinsip batal demi hukum apabila setelah jangka waktu tiga tahun

dan/atau setelah jangka waktu satu tahun perpanjangan, pemohon belum

menyelesaikan pembangunan fisik.

2.1.2.2Izin Industri Farmasi

Permohonan izin industri farmasi dapat diajukan setelah tahap persetujuan

prinsip dilaksanakan. Dalam mengajukan permohonan izin industri farmasi,

terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi diantaranya surat permohonan izin

industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker

penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan

sebagai berikut:

a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi

b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka

Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri

c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan

d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya

e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan

Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi

g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala BPOM

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

6

Universitas Indonesia

h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir

i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker

penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,

dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu

j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung

jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker

penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;

k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-

masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab

pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu

l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung

atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang

kefarmasian.

Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi

yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau

perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau nama

industri, perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas harus dilakukan

perubahan izin. Permohonan perubahan izin diajukan kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

setempat.

2.1.3 Fungsi dan Kewajiban Industri Farmasi

Industri farmasi mempunyai beberapa fungsi yaitu pembuatan obat dan

bahan obat, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Selain

memiliki fungsi, industri farmasi mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi

diantaranya:

a. Pendirian Industri farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.

b. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

7

Universitas Indonesia

c. Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans atau seluruh kegiatan

tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan

efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Apabila

dalam melakukan farmakovigilans Industri Farmasi menemukan obat, bahan

obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan

keamanan, khasiat / kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi wajib

melaporkan hal tersebut kepada Kepala BPOM.

2.1.4 Penyelenggaraan Industri Farmasi

Kegiatan proses pembuatan obat dan bahan obat yang dilakukan industri

farmasi dapat berupa sebagian tahapan dan/atau semua tahapan. Pada kegiatan

proses pembuatan obat dan bahan obat untuk sebagian tahapan harus berdasarkan

penelitian dan penggembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk hasil penelitian dan pengembangan

tersebut dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh industri farmasi

di Indonesia.

Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan atau

menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek,

instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat.

Sedangkan industri farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat

mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang

besar bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit. Pendistribusian

tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri

Farmasi lain yang telah menerapkan Cara Pembuatan obat yang Baik (CPOB).

Pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki

satu fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Pemberi

kontrak dan penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat /

kemanfaatan, dan mutu obat.

Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat dilakukan oleh Industri

Farmasi dan/atau lembaga setelah mendapat pertimbangan dari lembaga yang

berwenang di bidang atom. Pembuatan sediaan radiofarmaka tersebut harus

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

8

Universitas Indonesia

memenuhi persyaratan CPOB. Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian

dengan perorangan atau badan usaha yang memiliki hak kekayaan intelektual di

bidang obat dan bahan obat untuk membuat obat dan bahan obat.

2.1.5 Pelaporan

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, industri farmasi diwajibkan

menyampaikan laporan industri secara berkala. Laporan tersebut terdiri dari dua

jenis yaitu laporan industri farmasi enam bulan sekali dan laporan industri farmasi

satu tahun sekali. Pada laporan enam bulan sekali, hal-hal yang dilaporkan

meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan.

Jangka waktu penyampaian laporan enam bulan sekali adalah tanggal 15 Januari

dan tanggal 15 Juli. Sedangkan pada laporan industri farmasi satu tahun sekali,

jangka waktu pelaporan industri farmasi tahunan ini paling lambat 15 Januari.

Kedua laporan ini dapat dilaporkan secara elektronik.

2.1.6 Pengawasan terhadap Industri Farmasi

Pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM.

Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan

pemeriksaan berupa:

a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan,

penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk

memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan

dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan

obat dan bahan obat

b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat

c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan

mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan

perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip

keterangan tersebut

d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang

digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau

perdagangan obat dan bahan obat.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

9

Universitas Indonesia

Namun, apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan

tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan, penanggung jawab atas tempat

dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak

pemeriksaan.

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga

adanya pelanggaran pidana di bidang obat dan bahan obat, segera dilakukan

penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang. Pelanggaran

terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi administratif

berupa:

a. Peringatan secara tertulis

b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan perintah untuk penarikan

kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang

tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan,

atau mutu

c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, atau mutu

d. Penghentian sementara kegiatan untuk seluruh kegiatan atau sebagian

kegiatan.

e. Pembekuan izin industri farmasi

f. Pencabutan izin industri farmasi.

Sanksi administratif berupa pembekuan izin industri farmasi dan pencabutan izin

farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal atas rekomendasi Kepala BPOM.

Sedangkan untuk sanksi administrasi lainnya diberikan langsung oleh Kepala

BPOM.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur

atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk

menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good

Manufacturing Practices (GMP)” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan

produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu

yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

10

Universitas Indonesia

CPOB adalah pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara

konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya. CPOB menjadi hal yang penting sebab pada pembuatan obat,

pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa

konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembaarangan

tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau

memulihkan atau memelihara kesehatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi

dan pengendalian mutu. Aspek dalam CPOB 2006 meliputi (BPOM, 2006):

2.2.1 Manajemen Mutu

Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang

menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan

pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang

menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya (BPOM, 2009).

Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat

sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi

persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan

resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau

tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini

melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari

semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para

distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan

diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan

secara benar (BPOM, 2006).

Unsur melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu

(BPOM, 2006):

a. Suatu Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,

prosedur, proses dan sumber daya

b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat

kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang

dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

11

Universitas Indonesia

Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu atau Quality

Assurance (QA).

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

sehat, terkualifikasi, berpengalaman praktis, dan dalam jumlah yang memadai

agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, semua personil harus

memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu.

2.2.2.1 Kesehatan Personil

Kesehatan personil dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat

dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan,

pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga

personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik

sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu

dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup

pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan

kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan harus ada catatan

tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).

2.2.2.2 Kualifikasi dan Pengalaman Personil

Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap

posisi tidak hanya ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi

juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Tugas

penanggung jawab boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta

mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai (BPOM, 2006).

2.2.2.3 Jumlah Personil

Jumlah personil yang memadai sangat penting dalam proses produksi.

Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

12

Universitas Indonesia

akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu

kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering

dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator

maupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas atau yang

melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM, 2009).

2.2.2.4 Struktur Organisasi

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi

industri farmasi dibuat sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pemastian

mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak

saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing diberi

wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat

melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil tersebut tidak mempunyai

kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi

kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan

konflik kepentingan pribadi atau finansial.

2.2.2.5 Personil Kunci

Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus

seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang

memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan

sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian

produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola

produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang

memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan,

dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya

bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan

prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.

Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri

apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan

Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat

menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

13

Universitas Indonesia

kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian

Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala

Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM,

2009).

2.2.2.6 Pelatihan

Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena

tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau

laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan

bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru mendapat pelatihan

sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan

dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Program pelatihan yang

disetujui kepala bagian masing-masing harus tersedia (BPOM, 2006).

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas (BPOM, 2006)

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat memiliki desain, konstruksi

dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik

untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain

ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya

kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,

sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu

obat.

Letak bangunan harus sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran

dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta

dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi,

dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal

dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya

serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan

fasilitas dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

14

Universitas Indonesia

Desain dan tata letak dibuat sedemikian rupa agar kegiatan yang dilakukan

sesuai dengan area yang telah ditentukan. Area yang terdapat pada bangunan

meliputi area penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan

awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk,

pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk

ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir,

pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah

sesuai dengan penggunaan dengan produksi / pengujian obat, apakah terbuat dari

material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan

peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi

tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi

identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek

pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi meliputi bangunan, peralatan dan

perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang merupakan

sumber pencemaran produk (lingkungan), sedangkan ruang lingkup higiene

meliputi personalia. Sumber pencemaran dihilangkan melalui suatu program

sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi

dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan

bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan.

Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk

keamanan, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai

dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Harus dihindarkan kontak langsung

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

15

Universitas Indonesia

antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang

terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.

Untuk sanitasi dan higiene bangunan dan fasilitas menggunakan rodentisida,

insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi. Namun tidak boleh mencemari

peralatan, bahan wal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau produk

jadi. Peralatan yang telah digunakan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian

dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam

kondisi yang bersih.

2.2.6 Produksi

Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan

dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi

dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan

spesifikasinya (BPOM, 2006).

Selain itu, produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang

kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap

produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses

produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,

bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene sampai dengan pengemasan.

Prinsip utama produksi adalah :

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang

seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah

diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (BPOM, 2006):

a. Bahan Awal

Pengadaan bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui dan

memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan

jumlah bahan tersisa harus dicatat. Catatan personil berisi keterangan

mengenai pasokan, nomor bets / lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan,

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

16

Universitas Indonesia

dan tanggal kadaluarsa. Bahan awal yang diterima personil diuji dan

dikarantina sampai disetujui dan diluluskan.

b. Pencegahan Pencemaran Silang

Tiap tahap proses, produk dan bahan personil dilindungi terhadap

pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini

dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme

dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada

alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung

dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.

c. Sistem Penomoran Bets / Lot

Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets / lot harus tersedia

dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets / lot produk antara, produk

ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot

personil menjamin bahwa nomor bets / lot yang sama tidak dipakai berulang.

d. Penimbangan dan Penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara

dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan

memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas,

produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan

mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh diserahkan.

e. Pengembalian

Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang

penyimpanan personil didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.

f. Pengolahan

Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan personil diperiksa sebelum

dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan personil diperiksa

sebelum digunakan. Peralatan personil dinyatakan bersih secara tertulis

sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan personil dilaksanakan

mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan personil dilaporkan.

Semua produk antara personil diberi label yang benar dan dikarantina sampai

diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

17

Universitas Indonesia

g. Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk

jadi. Pengemasan personil dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat

untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas.

Semua kegiatan pengemasan personil dilaksanakan sesuai dengan instruksi

yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam

prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan personil

dicatat dalam catatan pengemasan bets.

h. Pengawasan Selama Proses

Pengawasan selama proses dilakukan untuk memastikan keseragaman bets

dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel,

pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses yang dari

tiap bets produk personil dilaksanakan dengan metode yang telah disetujui

oleh kepala pengawasan mutu. Selama proses pengolahan dan pengemasan

bets personil diambil sampel pada awal, tengah, dan akhir proses oleh

personil yang ditunjuk. Pengawasan selama proses personil mencakup :

a) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada

saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.

b) Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang

waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi

dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam

prosedur pengemasan induk.

i. Karantina Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan

untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat personil dilaksanakan

untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua

spesifikasi yang ditentukan.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB) untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

18

Universitas Indonesia

persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan

mutu personil dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat

mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan

dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat

tesebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas,

kadar, kemurnian, mutu, dan keamanannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada

kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang

terkait dengan mutu produk (BPOM, 2006).

Pengawasan mutu personil mencakup semua kegiatan analisis yang

dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan

pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini

mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang

dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan

dan produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006).

Area laboratorium pengawasan mutu personil terpisah dari area produksi.

Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin

lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan

dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya

secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan

mutu menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan

digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil

pengawasan mutu memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel

dan penyelidikan yang diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan

CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan (BPOM, 2006).

Inspeksi diri dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten

yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

19

Universitas Indonesia

inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan

membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan.

Inspeksi diri mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi,

pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku,

dan bahan pengemas) (BPOM, 2009).

Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus,

misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan

berulang. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan

pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan

minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur

tetap inspeksi diri (BPOM, 2009).

Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan.

Laporan inspeksi mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan, dan

saran tindakan perbaikan. Selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap laporan

inspeksi dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari system

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang

dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan

Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.

Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai

mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau

kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi,

toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek

terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah (BPOM,

2009). Keluhan yang berupa keluhan mutu menjadi tanggung jawab Quality

Assurance, sedangkan keluhan medis menjadi tanggung jawab Medical Advisor.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

20

Universitas Indonesia

Efek samping dan cacat kualitas yang kritis dapat mengakibatkan penarikan obat

atau penghentian peredaran obat.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu

atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan

kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada

laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan.

Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian

pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan

disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap

produk tersebut (BPOM, 2009).

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian

dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,

atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan

keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.

Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya didokumentasikan dan

dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara

pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang

melaksanakan dan saksi (BPOM, 2009).

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat adalah bagian dari sistem informasi

manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari

pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan

bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci

sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya

timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen

sangat penting (BPOM, 2006).

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi

produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen

ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk

melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

21

Universitas Indonesia

lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan

(BPOM, 2006).

Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen

ditandatangani dan diberi tanggal serta perubahan tetap memungkinkan

pembacaan informasi semula. Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan

didistribusikan dengan cermat. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga

agar selalu sesuai dengan zaman. Bila suatu dokumen direvisi, sebaiknya

dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah

tidak berlaku secara tidak sengaja (BPOM, 2006).

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat

secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu

(BPOM, 2006).

Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain harus

sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat

hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima

kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan

oleh kepala bagian Manajemen Mutu pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap

bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang

digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai

hasil yang diinginkan (CPOB, 2006).

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

22

Universitas Indonesia

Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau

sistem yang digunakan dalam suatu proses / sistem akan selalu bekerja sesuai

dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.

CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di

industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi

validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis

dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan

dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk harus divalidasi. Pendekatan

dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan

validasi.

Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama

program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana

Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi mencakup sekurang-

kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan

validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi;

format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal

pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.

Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah

kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat

melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan / atau

protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap

penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap

perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol didokumentasikan

dengan pertimbangan yang sesuai.

Kualifikasi terdiri dari:

a. Kualifikasi Desain

Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap

fasilitas sistem atau peralatan baru. Desain harus memenuhi ketentuan CPOB dan

didokumentasikan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

23

Universitas Indonesia

b. Kualifikasi Instalasi

Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas sistem dan peralatan baru

atau yang dimodifikasi. Cakupan kualifikasi instalasi meliputi beberapa hal.

Pertama instalasi peralatan, pipa, sarana penunjang, instrumentasi disesuaikan

dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain. ke da namun tidak terbatas.

Kedua pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan

peralatan dari pemasok. Ketiga ketentuan dan persyaratan kalibrasi. Keempat,

verifikasi bahan konstruksi. Namun, cakupan kualifikasi instalasi tidak hanya

terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

c. Kualifikasi Operasional

Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai

dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi operasional meliputi

beberapa hal. Pertama pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan

tentang proses, sisitem dan peralatan. Kedua pengujian yang meliputi satu atau

beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah sering dikenal

sebagai kondisi terburuk (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional

tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

d. Kualifikasi Kinerja

Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi operasional selesai

dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi kinerja meliputi beberapa

hal. Pertama, pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti, yang

memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan

pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem, dan peralatan. Kedua, uji yang

meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan

bawah (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional tidak hanya terbatas

pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

e. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional

Bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas

variabel kritis pengoperasian alat harus tersedia. Selain itu, kalibrasi, prosedur

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

24

Universitas Indonesia

pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan

pelatihan didokumentasikan.

Validasi terdiri dari:

a. Validasi Proses

Validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif).

Dalam keadaan tertentu, jika hal diatas tidak memungkinkan, validasi dapat juga

dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses

yang sudah berjalan juga divalidasi (validasi retrospektif).

Pada validasi prospektif, dengan menggunakan prosedur (termasuk

komponen) yang telah ditetapkan, bets- bets dapat diproduksi dalam kondisi rutin.

Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dapat

diterima memenuhi persyaratan validasi proses. Sedangkan validasi konkuren

dilaksanakan sambil melakukan produksi rutin untuk dijual dan sesuai dengan

protokol yang telah disiapkan dan disetujui. Bets dapat diluluskan berdasarkan

hasil serangkaian uji pengawasan mutu yang intensif, pengkajian, kondisi,

pembuatan, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal tertentu validasi

konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi secara rutin apabila

terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi yang sama dan

perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu, validasi

retospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah dipasarkan

yang dilaksanakan berdasarkan data pembuatan, pengujian, dan pengawasan bets

yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang telah disiapkan dan disetujui.

Validasi ini mencakup analisis kecenderungan (trend analysis) dengan

menggunakan control chart dari data riwayat pembuatan dan pengendalian mutu

(uji kadar, disolusi, pH, dan bobot jenis). Pada umumnya validasi retrospektif

memerlukan data 10-30 bets.

b. Validasi Pembersihan

Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektifitas prosedur

pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih

dan pencemaran mikroba, secara rasional, didasarkan pada bahan yang terkait

dengan proses pembersihan. Batas tersebut dapat dicapai dan diverifikasi.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

25

Universitas Indonesia

c. Validasi Ulang

Secara berkala fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses

pembersihan) dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi masih absah. Jika tidak

ada perubahan yang signifikan dalam status validasinya, kajian ulang data yang

menunjukkan bahwa fasilitas, sistem, peralatan, dan proses memenuhi persyaratan

untuk validasi ulang.

d. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis

sesuai dengan tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya

dilakukan terhadap uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas

impuritas, uji kuantitas zat aktif daam sampel bahan atau obat atau komponen

tertentu dalam obat. metode analisis lain seperti uji disolusi dan untuk obat atau

penetuan partikel untuk bahan baku aktif juga divalidasi.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

26 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS PT MOLEX AYUS

3.1 Sejarah Perkembangan PT Molex Ayus

PT. Molex Ayus adalah perusahaan farmasi swasta yang berdiri pada tanggal

23 Agustus 1985 dan memperoleh izin pendirian pabrik pada tanggal 25 September

1987 dengan akta pendirian usaha No.2314/3285/01/PB/921. Pada tahun yang sama

perusahaan memperoleh izin produksi obat dalam bantuk sediaan liquid dan semi

solid melalui SK Menkes No. 02768/A/SK/PAB/IX/87. Proses produksi dimulai

secara efektif pada tahun 1989. Pada tahun 1994, PT. Molex Ayus melanjutkan

proses sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui upaya perbaikan

sarana dan prasarana produksi sesuai dengan rencana induk perbaikan yang disetujui

oleh Badan POM. Sebelum berproduksi sendiri perusahaan ini bergabung dengan PT

Pharmac Apex dalam mengawali usahanya. Pada tahun 1992 dibeli oleh manajemen

pemegang saham dan dewan komisaris PT. Molex Ayus yaitu Bapak Ismet Tahir dan

Bapak Drs. Tryana Syam‟un. PT. Molex Ayus merupakan perusahaan obat yang

memiliki tujuan yaitu membangun perusahaan yang baik, bermanfaat bagi pengusaha,

pekerja dan pelanggan PT. Molex Ayus; menciptakan lapangan pekerjaan yang

diharapkan mampu berperan serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

dan memproduksi obat-obatan yang berkualitas dengan harga terjangkau, yang

merupakan upaya nyata untuk berpartisipasi meningkatkan taraf kesehatan

masyarakat.

3.2 Visi dan Misi

Visi yang dimiliki oleh PT. Molex Ayus adalah menjadi perusahaan industri

farmasi yang menyediakan produk kesehatan yang berkualitas dengan mutu terjamin

dan harga yang kompetitif. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang dilakukan oleh

PT. Molex Ayus adalah sebagai berikut:

a. Memproduksi produk kesehatan yang dibutuhkan masyarakat serta menjamin

efektivitas dan keamanan produk.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

27

Universitas Indonesia

b. Menyediakan produk kesehatan dengan harga terjangkau serta kualitasterjamin.

c. Menjadi yang terbaik dalam bidang Produksi, Sumber Daya Manusia,

Organisasi, Pemasaran, serta Manajemen.

3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan

PT. Molex Ayus memiliki pabrik yang didirikan di Jalan Raya Serang

kilometer 11,5 Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi

Banten dan berkantor pusat di Jalan Ir. H. Juanda No. 5 C, Jakarta Pusat. Sejak

pertama kali berdiri, PT. Molex Ayus sudah melakukan beberapa kali perubahan,

baik perluasan gedung pabrik maupun perubahan terhadap penggunaan peralatan

yang lebih modern. Hal ini dilakukan sesuai dengan perkembangan produksi yang

terus berlangsung di PT. Molex Ayus .

3.4 Struktur Organisasi

PT. Molex Ayus dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan dibantu oleh

jajaran direksi lainnya seperti Direktur Keuangan dan Direktur Pemasaran. PT. Molex

Ayus dalam melakukan kegiatannya terbagi atas tiga divisi yaitu divisi kantor pusat,

pabrik dan divisi pemasaran. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan

sepenuhnya di dalam divisi pabrik, maka penulisan bab ini difokuskan untuk

menjelaskan divisi pabrik. Pada divisi pabrik, Direktur Utama membawahi Plant

Manager. Plant Manager bertugas memastikan bahwa operasional di pabrik berjalan

lancar, sejalan dengan target dan strategi perusahaan sesuai dengan peraturan

perusahaan dan pemerintah dengan memperhatikan perencanaan, Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB), sistem pencatatan dan administrasi yang baik, sistem

keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang baik.

Plant Manager membawahi beberapa departemen yaitu Produksi, Teknik,

Quality Management Representative (QMR), dan Research and Development (R&D).

Departemen QMR membawahi Pemastian Mutu (QA) dan Pengawasan Mutu (QC).

Bagian Pemastian Mutu bertanggung jawab dan memastikan bahwa kegiatan di

departemen produksi, Pengawasan Mutu, dan teknik berjalan sesuai dengan prosedur

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

28

Universitas Indonesia

yang telah ditetapkan dalam memproduksi obat serta menjamin bahwa obat-obat yang

diproduksi oleh PT. Molex Ayus sesuai dengan CPOB dan mempunyai standar mutu

yang dapat di pertanggung jawab kan. Pada struktur organisasi PT. Molex Ayus

menurut divisi pabrik, masing-masing manajer membawahi beberapa supervisor.

a. Manajer Produksi membawahi:

1. Supervisor penimbangan

2. Supervisor produksi I

3. Supervisor produksi II

4. Supervisor produksi III

5. Supervisor beta laktam

6. Supervisor kemas

7. Supervisor PKRT

8. Supervisor toll manufacturing

b. Manajer Teknik membawahi:

1. Supervisor teknik

2. Teknisi

c. Manajer Quality Management Representative (QMR) membawahi:

1. Manager QA

2. Supervisor QA

3. Koordinator validasi

4. Koordinator kualifikasi

5. Inspektor CPOB

d. Manager Pengawasan Mutu (QC) membawahi:

1. Ass. Manajer QC

2. Supervisor QC

3. Inspektor QC

4. Analis

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

29

Universitas Indonesia

Manager Quality Management Representative (QMR) berfungsi

mengkoordinasi bagian Pemastian Mutu (QA) dan Pengawasan Mutu (QC).

e. Ass. Manajer Research and Development (R&D) membawahi:

1. Staff R&D

3.5 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah komponen terpenting bagi perusahaan,

baik dalam melakukan kegiatan produksi, distribusi, maupun pemasaran. Hingga saat

ini jumlah karyawan Molex Ayus sebanyak 550 orang. Pentingnya SDM dalam

memotori perusahaan mendorong Molex Ayus untuk selalu melakukan berbagai

usaha pengembangan serta pelatihan dan pendidikan karyawan juga menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif. Semua itu bertujuan untuk menciptakan SDM yang

profesional, kompeten, serta memiliki komitmen untuk mengembangan Molex Ayus

menuju ke arah yang lebih baik.

3.6 Bidang Usaha

Molex Ayus adalah sebuah perusahaan industri farmasi yang memilikikegiatan

usaha berupa industri, riset dan pengembangan, promosi, serta pemasaran obat-

obatan.

a. Industri

Dalam memproduksi obat jadi, perusahaan memiliki fasilitas produksi yang

terdapat di Tangerang. Fasilitas produksi ini memiliki luas area seluas 17.298 m.

Fasilitas ini menyerap tenaga kerja produksi sebanyak 158 karyawan tetap dan

menggunakan lebih kurang 185 mesin produksi. Fasilitas ini memproduksi sediaan

tablet, tablet salut, kapsul, sirup, krim, salep, serta cairan obat luar. Fasilitas ini telah

memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan POM.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

30

Universitas Indonesia

b. Riset dan Pengembangan

Pengembangan, pembuatan, dan penyempurnaan produk adalah beberapa

kegiatan yang penting agar perusahaan tetap kompetitif dalam pasar. Untuk

menjalankan kegiatan usaha ini, PT. Molex Ayus memiliki Departemen

Pengembangan Produk yang terus berinovasi dalam pembuatan produk-produk baru

yang berkualitas.

c. Distribusi

Distribusi produk PT. Molex Ayus ditangani oleh PT. Kebayoran Pharma, PT.

Mensa Bina Sukses, PT. Merapi Utama Pharma, PT. Multi Husada, dan PT. Charisma

Metco.

d. Pemasaran

PT. Molex Ayus saat ini adalah perusahaan farmasi yang sedang berkembang.

Pertumbuhan ekonomi perusahaan dinilai cukup memuaskan. Hal ini tercapai berkat

dukungan tim pemasaran serta pihak-pihak yang terkait. Tim pemasaran adalah

komponen sumber daya manusia yang vital bagi perusahaan. Oleh karena itu, PT.

Molex Ayus selalu melakukan upaya peningkatan kualitas SDM melalui berbagai

kegiatan pelatihan. Pemasaran dan promosi produk dilakukan oleh Tim Pemasaran

melalui pendekatan (detailing) langsung oleh Medical Sales Representative kepada

customer. Tim Pemasaran PT. Molex Ayus berjumlah kurang lebih 288 Medical

Representative dan 54 Supervisor tersebar di 28 Kota di Indonesia, yaitu di Aceh,

Medan, Pekanbaru, Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Batam, Jakarta, Bogor,

Tangerang, Bekasi, Cirebon, Semarang, Solo, Yogyakarta, Jambi, Padang,

Palembang, Bandung, Jember, Malang, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin,

Balikpapan, Samarinda, Manado, Makasar, dan Irian Jaya. Peningkatan efektivitas

dan efisiensi pemasaran dilakukan melalui proses analisa pasar dan penjualan oleh

tim pemasaran bersama distributor. Pengembangan marketing information system

dilakukan sebagai upaya untuk mencapai hasil penjualan yang optimal. Sistem ini

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

31

Universitas Indonesia

membantu integrasi informasi penjualan antara tim pemasaran pusat dengan cabang

serta distributor.

3.7. Jenis Produk

PT. Molex Ayus telah melaksanakan program Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) sesuai dengan yang dianjurkan oleh pemerintah dan telah memperoleh

sertifikat CPOB pada 23 Desember 1994 untuk 9 bentuk sediaan nonbetalaktam,

sebagai berikut :

a. Tablet salut non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No. 1137/CPOB/A/XII/94.

b. Tablet biasa non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1138/CPOB/A/XII/94.

c. Suspensi kering oral antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.

1139/CPOB/A/XII/94.

d. Cairan oral non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No. 1140/CPOB/A/XII/94.

e. Cairan obat luar non antibiotika, dengan sertifikat CPOB

No.1141/CPOB/A/XII/94.

f. Salep/krim antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB

No.1142/CPOB/A/XII/94.

g. Salep/krim non antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.

1143/CPOB/A/XII/94.

h. Kapsul keras antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.

1144/CPOB/A/XII/94.

i. Kapsul keras non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1145/CPOB/A/XII/94.

Adapun sertifikat CPOB untuk 3 bentuk sediaan betalaktam yang diperoleh

PT. Molex Ayus pada 31 Desember 2010, yaitu :

a. Tablet biasa antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No.

3304/CPOB/A/XII/10.

b. Kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No.

3305/CPOB/A/XII/10.

c. Suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat

CPOB No. 3306/CPOB/A/XII/10.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

32

Universitas Indonesia

Selain kedua jenis sertifikat CPOB tersebut, pada tanggal 14 Oktober 2005

PT. Molex Ayus juga telah memperoleh sertifikat untuk produksi alat kesehatan, yaitu

dengan No. YF.05.02.V.B.SK.1091 yang mencakup :

a. Peralatan rumah sakit dan perorangan (kasa steril, perban, dan plester)

b. Peralatan obstetrik dan ginekologi (jeli lubrikan cairan USG dan EKG)

Obat-obatan yang diproduksi oleh PT. Molex Ayus meliputi antibiotik,

analgesik, antipiretik, antihistamin, antitusif, antidiare, obat batuk, anti rematik, obat

luka, obat kumur, alkohol, serta vitamin baik untuk anak-anak maupun dewasa.

Hingga tahun 2011, produk yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus berjumlah 127

produk obat jadi dan 5 produk alat kesehatan. Produk obat jadi tersebut meliputi obat

ethical, obat bebas, suplemen, dan obat tradisional dengan berbagai bentuk sediaan,

seperti sirup, suspensi, krim, tablet, kaplet, kapsul, dan cairan obat luar. PT Molex

Ayus juga memiliki beberapa Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), seperti

alkohol dan etanol.

3.8. Departemen di PT. Molex Ayus

3.8.1. Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC)

Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC) dipimpin oleh

seorang Ass. Manajer PPIC. Secara umum PPIC bertanggung jawab

menyeimbangkan antara permintaan dari bidang pemasaran dengan kemampuan

bidang produksi untuk memenuhi permintaan tersebut. PPIC membuat rencana kerja

bulanan yang kemudian disetujui oleh Plant Manager.

Tugas pokok departemen PPIC antara lain :

a. Merencanakan dan mengendalikan produksi

Rencana produksi dibuat setiap bulan oleh PPIC dan disetujui oleh Plant

Manager.Rencana produksi bulanan disususn menjadi rencana produksi harian

oleh manager produksi.

b. Merencanakan dan mengendalikan inventory

Membuat permintaan atau rencana pemakaian bahan baku dan bahan pengemas

yang akan digunakan untuk produksi selama 1 bulan. Memeriksa ketersediaan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

33

Universitas Indonesia

atau stok barang melalui sistem komputerisasi sebelum melakukan produksi.

Gudang di PT. Molex Ayus menggunakan sistem FIFO (First In First Out) atau

FEFO (First Expired First Out). Gudang terdiri dari gudang bahan baku, gudang

bahan kemas, gudang obat jadi, serta gudang untuk produk reject, recall, dan

retur.

3.8.1.1. Gudang Bahan Baku

Pengaturan gudang bahan baku diklasifikasikan berdasarkan sifat bahan yang

disimpan. Gudang bahan baku terdiri dari gudang mudah terbakar, tempat

menyimpan bahan-bahan yang bersifat explosif atau mudah terbakar, seperti alkohol;

dan gudang tidak mudah terbakar. Pengaturan gudang tidak mudah terbakar

diklasifikasikan berdasarkan bentuk fisik dari bahan yang disimpan di dalamnya,

yaitu terdiri dari gudang padat dan gudang cair. Gudang padat terdiri dari gudang

karantina, gudang reject, gudang release, dan gudang untuk bahan prekursor. Adapun

gudang prekursor digunakan untuk menyimpan Fenilpropanolamin HCl. Penyediaan

dan penyimpanan bahan tersebut langsung berkoordinasi dengan Plant Manager dan

dilaporkan kepada Badan POM atau Kementerian Kesehatan tiap bulan. Gudang

bahan baku juga dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang suhunya, yaitu sebagai

berikut :

a. Gudang suhu kamar (25-30°C), digunakan untuk bahan baku yang tidak

membutuhkan persyaratan khusus untuk penyimpannya, contoh: Parasetamol,

Setil Alkohol, Talkum, Mg. Stearat, Amilum, dan lain-lain.

b. Gudang sejuk, digunakan untuk menyimpan bahan baku (zat aktif ataupun zat

tambahan) berupa padat maupun cair yang stabil pada suhu 15-25°C. Contoh

bahan baku yang dapat disimpan di gudang sejuk yaitu vitamin B12, cangkang

kapsul, metil prednisolon, betametason, deksametason, berbagai essens,

omeprazol, dan lain-lain. Di dalam gudang sejuk terdapat ruang dingin dengan

menggunakan freezer untuk menyimpan bahan baku yang stabil pada suhu 2-

8°C. Contoh bahan baku tersebut adalah sodium fusidat.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

34

Universitas Indonesia

Gudang untuk produksi betalaktam terbagi menjadi dua bagian. Gudang

bahan baku zat aktif betalaktam terletak pada gedung yang terpisah dari gudang

bahan baku obat non-betalaktam, namun terdapat dalam gedung yang sama dengan

ruang produksi betalaktam. Eksipien untuk produk betalaktam disimpan dalam

gudang bahan baku obat non-betalaktam.

Sistem penerimaan barang di gudang bahan baku dilakukan sebagai berikut:

a. Bahan baku yang diterima dari supplier dimasukkan ke daerah penerimaan lalu

diperiksa kesesuaian bahan tersebut dengan surat pemesanan oleh bagian gudang.

Bagian gudang akan membuat Laporan Barang Datang (LBD) yang diserahkan

kepada bagian pembukuan atau keuangan, bagian gudang, dan bagian produksi.

b. Bahan baku tersebut lalu disimpan di gudang karantina dan pada wadahnya

ditempelkan label karantina.

c. Bagian pengawasan mutu akan mengambil contoh dari bahan tersebutuntuk

diperiksa spesifikasinya, lalu pada wadah diberi label „wadah ini telah dibuka

untuk pengambilan contoh‟.

d. Bila bagian pengawasan mutu (QC) menyatakan bahwa bahan memenuhi syarat,

wadah diberi label diluluskan, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan akan

diberi label ditolak.

e. Bahan baku yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dipindahkan ke

gudang bahan baku untuk disimpan dan dicatat dalam stok komputer. Bahan

baku yang tidak memenuhi syarat akan dikirim ke gudang reject.

Sistem pengeluaran barang dari gudang bahan baku dilakukan sebagaiberikut:

a. Dari gudang bahan baku ke bagian pengawasan mutu (QC)

1. Bagian penerimaan barang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD),

Daftar Periksa Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian

pengawasan mutu

2. Bagian pengawasan mutu memberikan Form Pengambilan Contoh dari bahan

yang akan diperiksa kepada gudang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

35

Universitas Indonesia

3. Bagian gudang mengantarkan bahan yang diminta oleh bagian pengawasan

mutu untuk dilakukan pengambilan contoh di ruang sampling

b. Dari gudang bahan baku ke bagian produksi

1. Bagian produksi mengeluarkan Catatan Pengolahan Bets (CPB) yang berisi

bahan-bahan yang digunakan dalam suatu produk

2. Bagian gudang menyiapkan bahan baku yang tertera dalam Form Permintaan

Bahan Baku, kemudian dibawa ke ruang timbang

3. Bahan baku yang telah dikeluarkan dicatat pada komputer. Laporan

pengeluaran bahan baku dibuat dalam 3 rangkap, yaitu untuk dicantumkan

dalam master bets, diserahkan ke bagian produksi (PPIC), dan disimpan oleh

bagian gudang

Sistem pemesanan barang di gudang bahan baku dilakukan sebagai berikut:

a. Bahan-bahan yang telah mendekati minimum stok dapat dipesan bagian gudang

dengan mengisi Formulir Permintaan Bahan (FPB)

b. FPB diserahkan kepada bagian PPIC yang selanjutnya akan diserahkan ke bagian

pembelian

3.8.1.2. Gudang Bahan Kemas

Pengaturan gudang bahan kemas diklasifikasikan berdasarkan fungsi bahan

kemas yang disimpan, yaitu meliputi gudang kemas primer, gudang kemas sekunder,

dan gudang karton. Gudang kemas primer terdiri dari gudang tube,gudang kemasan

gelas (digunakan sebagai tempat penyimpanan botol-botol gelas), gudang plastik

(digunakan untuk menyimpan bahan kemas plastik seperti botol plastik dan tutup

botol obat kumur), serta gudang alufoil (aluminium foil). Gudang kemas sekunder

digunakan untuk menyimpan kardus, catch cover (semacam brosur), polycello, serta

sendok untuk sirup dan suspensi oral. Di dalam gudang kemas sekunder terdapat

lemari penyimpanan etiket dan brosur. Gudang kemasan karton digunakan sebagai

tempat penyimpanan karton dan kertas.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

36

Universitas Indonesia

Sistem alur bahan kemas di gudang bahan kemas dilakukan sebagai berikut:

a. Penerimaan bahan kemas dari supplier

Penerimaan bahan kemas yang dibawa supplier dengan dokumen pengiriman

barang atau Delivery Order (DO), kemudian diperiksa kesesuaian antara barang

yang dipesan dengan barang yang diterima. Apabila semuanya sesuai dengan

permintaan, barang disimpan dalam gudang karantina.

b. Membuat Laporan Barang Datang (LBD)

LBD ditujukan ke Departemen Pengawasan Mutu, kemudian bagian pengawasan

mutu mengambil contoh bahan kemas untuk diperiksa kelayakannya. Apabila

hasilnya memenuhi persyaratan, wadah tempat bahan kemas diberi label

diluluskan. Apabila ditolak (bahan kemas tidak memenuhi syarat), bahan kemas

tersebut dikembalikan ke supplier (sesuai perjanjian) atau dimusnahkan.

c. Bahan kemas yang telah diluluskanoleh bagian pengawasan mutu dipindahkan

dari gudang karantina untuk disimpan ke gudang bahan kemas dan dicatat dalam

kartu stok gudang.

d. Pemakaian bahan kemas disesuaikan dengan waktu kedatangan bahan kemas.

Bahan kemas yang masuk ke gudang lebih awal akan dipakai terlebih dahulu

(sistem FIFO).

e. Staf gudang bahan kemas mengeluarkan bahan kemas sesuai dengan yang

tercantum dalam Form Permintaan Bahan Kemas (dibuat oleh bagian

pengemasan berkoordinasi dengan bagian PPIC), kemudian dicatat dalam kartu

stok.

f. Mengadakan stock opname bahan kemas untuk menjamin kesesuaian antara kartu

stok dengan stok aktual.

g. Membuat laporan bulanan stok bahan kemas yang ditujukan ke bagian

purchasing, keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC.

h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang bahan kemas, serta

merawat alat-alat kerja.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

37

Universitas Indonesia

3.8.1.3. Gudang Obat Jadi

Gudang obat jadi terbagi menjadi dua, yaitu: gudang obat jadi per karton,

digunakansebagai tempat penyimpanan obat jadi dalam kemasan karton; dan gudang

obat kembalian, digunakan sebagai tempat penyimpanan obat kembalian, obat jadi

yang ditarik kembali, dan product complain.

Sistem penerimaan obat jadi di gudang obat jadi dilakukan sebagai berikut:

a. Bagian gudang obat jadi menerima obat jadi dari bagian pengemasan disertai

Bon Penyerahan Hasil Produksi (rangkap dua) yang diparaf oleh Supervisor

Pengemasan dan Supervisor Gudang. Jumlah obat jadi yang diterima disesuaikan

dengan bon.

b. Obatjadi tersebut dimasukkan ke gudang obat jadi untuk disimpan dalam area

karantina obat jadi.

c. Bagian gudang obat jadi membuat Bon Retensi Sampel ke bagian pengawasan

mutu (rangkap dua) yang ditandatangani oleh Supervisor Gudang dan Supervisor

Pengawasan Mutu, disertai sampel produk.

d. Setelah obat jadi dinyatakan diluluskan oleh bagian pengawasan mutu, barang

tersebut baru dapat dikirimkan kepada konsumen melalui distributor. Adapun

distributor PT. Molex Ayus antara lain PT. Mensa Bina Sukses, PT. Merapi

Utama Pharma, PT. Multi Husada Farma, PT. Arinda, PT. Kebayoran Pharma,

dan PT. Charisma Metco.

e. Pengiriman barang masuk tersebut dicatat ke kartu stok.

f. Mengadakan stock opname obat jadi untuk menjamin kesesuaian di kartu stok

dengan stok aktual.

g. Membuat laporan bulanan stok obat jadi yang ditujukan ke bagian purchasing,

keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC.

h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang obat jadi, serta

merawat alat-alat kerja.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

38

Universitas Indonesia

3.8.2. Departemen Research and Development (R&D)

Bagian Research and Developmet atau penelitian dan pengembangan di PT

Molex Ayus harus mendukung kegiatan operasional dan pengembangan perusahaan.

Bagian ini melakukan efisiensi formulasi produk baru yang meliputi proses

pembuatan, penampilan fisik, dan efisiensi komposisi bahan baku tanpa mengurangi

mutu produk yang dihasilkan. Untuk dapat meningkatkan daya saing terhadap produk

kompetitor, diperlukan pertimbangan bentuk kemasan, desain obat, cara pemakaian,

dan meningkatkan efisiensi kerja karyawan sehingga dapat menekan biaya produksi.

Bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) dipimpin oleh seorang manajer yang

bertanggung jawab langsung kepada Plant Manager. Tugas dan tanggung jawab

bagian R&D adalah sebagai berikut :

1. Formulasi produk baru

Bagian ini bertugas mengembangkan formula untuk produk baru, mencari dan

mengembangkan cara produksi untuk mempersingkat dan memperkecil biaya

produksi, menguji stabilitas produk baru serta membuat prosedur kerja tetap untuk

bagian produksi. Kegiatan pengembangan formula baru di departemen ini meliputi

studi pustaka dan formulasi. Studi pustaka yaitu mencari spesifikasi bahan aktif,

bahan pembantu, dan obat tidak tercampurkan dari berbagai macampustaka, mencari

metode dan teknik pembuatan yang baik sesuai dengan bentuk sediaan dan kapasitas

produksi yang tersedia, serta menentukan peralatan yang akan digunakan. Formulasi

yaitu membuat formula yang aman, berkhasiat, bermutu, efektif dan efisien dari segi

proses dan biaya, serta mempunyai nilai kompetitif.

Alur proses pengembangan produk baru (me too product atau obat copy)

adalah sebagai berikut :

a. Bagian marketing melakukan analisa pasar yaitu produk apa saja yang sedang

digemari atau menjadi tren di pasaran

b. Bagian marketing mengadakan meeting dengan bagian Business Development

kemudian bagian Business Development menentukan harga, merencanakan target

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

39

Universitas Indonesia

pasar, memperkirakan apakah produk tersebut akan bertahan lama atau tidak, dan

lain-lain

c. Bagian R&D melakukan trial. Mula-mula, bagian R&D bekerja sama dengan

bagian PPIC melakukan pencarian dan pemilihan bahan baku dari berbagai

supplier. Contoh bahan baku yang dikirimkan oleh supplier dapat digunakan

untuk melakukan trial pada skala kecil sehingga diperoleh pemerian dan sifat-

sifat produk. Selanjutnya, dilakukan trial skala menengah dengan

membandingkan beberapa formula. Setelah diperoleh formula yang sesuai,

dilakukan trial skala besar (skala pilot) menggunakan mesin produksi dengan

komposisi ± 10% dari bets sebenarnya.

d. Produk melalui proses registrasi hingga memperoleh nomor registrasi atau nomor

izin edar. Waktu yang diperlukan mulai dari penemuan produk baru sampai

dengan registrasi adalah ± 1-2 tahun (termasuk di dalamnya proses trial selama 6

bulan).

e. Produksi

Pada produksi skala komersial, 3 bets pertama dari produk baru yang diproduksi

tersebut berada di bawah pengawasan R&D. Tiga bets awal masih dalam

pengawasan R&D dengan tujuan untuk memastikan bahwa produk dapat

diproduksi sesuai dengan Master batchnya. Jika selama 3 bets tersebut tidak

ditemukan masalah, tanggung jawab pengolahan produk diserahkan kepada

bagian produksi.

f. Produk dipasarkan oleh bagian marketing

2. Formulasi produk lama (reformulasi)

Formulasi ulang produk yang sudah berjalan (reformulasi) bertujuan untuk

cost reduction dan optimasi formula (perbaikan formula jika terjadi masalah di bets-

bets selanjutnya). Cost reduction hanya dilakukan terhadap pergantian principal yang

memasok bahan baku dan ruahan, misalnya bahan baku yang mulanya berasal dari

Eropa diganti menjadi bahan baku dari China/India, serta jika terdapat pergantian

eksipien dalam formulasi, misalnya penggantian laktosa menjadi amilum. Usulan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

40

Universitas Indonesia

reformulasi biasanya berasal dari pemasaran, pengawasan mutu, produksi, serta

bagian penelitian dan pengembangan itu sendiri.

3. Uji stabilitas

Terdapat 2 macam uji stabilitas, yaitu :

a. Uji stabilitas dipercepat

Uji ini dilakukan pada suhu 40°± 2°C dengan kelembaban relatif 75% ± 5%

selama 6 bulan

b. Uji stabilitas jangka panjang

Uji ini dilakukan pada suhu 30°± 2°C dengan kelembaban relatif 75% ± 5%

4. Packaging development

Bagian R&D bertanggung jawab dalam menentukan jenis pengemas dan

desain kemasan produk. Desain kemasan produk harus mendapat persetujuan dari

bagian pemasaran agar sesuai dengan selera pasar.

5. Dokumentasi

Bagian R&D juga membuat dokumen produksi induk (sebagai acuan untuk

membuat Master batch) dan catatan pengolahan bets atau Master batch yang berisi

prosedur lengkap mulai dari penimbangan sampai dengan pengemasan (dibuat setelah

membuat dokumen produksi induk), kemudian bagian QA mendistribusikan Master

batch tersebut ke bagian PPIC yang mengatur seluruh proses produksinya. Besarnya

jumlah bets harus ditetapkan di awal karena jika ada perubahan maka harus

diregistrasi ulang.

3.8.3. Departemen Produksi

Departemen Produksi dipimpin oleh Manager Produksi I yang menangani

produksi mulai dari penimbangan sampai pengemasan primer dan membawahi :

a. Supervisor Penimbangan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

41

Universitas Indonesia

b. Supervisor Produksi I, yang menangani produksi sediaan solid mulai dari proses

granulasi sampai pencampuran akhiryang menghasilkan produk siap cetak

(produk antara)

c. Supervisor Produksi II, yang menangani pencetakan, pengemasan primer

(stripping), pengisian kapsul, dan coating (penyalutan)

d. Supervisor Produksi III, yang menangani sediaan semisolid dan likuid

Manager Produksi II menangani mulai dari pengemasan sekunder sampai

produk keluar dari gudang obat jadi, dan membawahi :

a. Supervisor pengemasan

b. Supervisor PKRT, yang menangani pengemasan sekunder produkrivanol dan

alkohol 70%

Secara garis besar, PT. Molex Ayus memiliki unit-unit produksi, yaitu

soliddan likuid. Proses produksi sediaan solid berupa tablet dan kaplet secara umum

dibuat dengan menggunakan tiga metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan

cetak langsung. Di PT. Molex Ayus, pembuatan tablet dan kaplet secara umum

menggunakan metode granulasi basah dan cetak langsung.

Produksi I

1). Granulasi basah

Tahap-tahap pembuatan sediaan solid dengan metode granulasi basah adalah

sebagai berikut :

a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu

b. Zat aktif + pengisi dicampur dengan alat super mixer 1.500 rpm, dan waktu

pelaksanaan disesuaikan dengan prosedur pembuatan tiap-tiap produk

c. Granulasi basah

Pada proses granulasi basah, massa hasil pencampuran ditambah dengan larutan

pengikat (misalnya mucilago), kemudian dimasukkan ke dalam granulator hingga

terbentuk massa granul yang dapat dikepal. Selanjutnya, dilakukan pengayakan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

42

Universitas Indonesia

d. Pengeringan bahan granulat

Pengeringan dilakukan menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD) pada suhu 50-

75°C, tekanan 80-85 Kpa. Pada saat proses ini berlangsung, dilakukan

pemeriksaan LOD (Lost On Drying).

e. Pengayakan granul kering

Pengayakan menggunakan mesin pengayak Fitzmill. Ukuran mesh disesuaikan

dengan besar tablet yang akan dicetak.

f. Pencampuran akhir dengan alat Polydirection Moveable Machine. Kecepatan

putaran dan waktu pencampuran disesuaikan dengan Catatan Pengolahan Bets

masing-masing produk.

g. Penambahan pelincir dan fase luar, kemudian granul dimasukkan ke dalam

wadah dan disimpan di ruang antara.

2). Granulasi kering

Proses pembuatannya :

a. Semua bahan ditimbang kemudian dicampur, kecuali pelincir hanya dimasukkan

setengah bagian

b. Massa hasil pencampuran dicetak menjadi tablet yang berukuran besar

c. Tablet diayak kering (proses slugging), kemudian dicampur

d. Ditambahkan sisa pelincir, terbentuk granul siap cetak

3). Cetak langsung

Zat aktif + bahan pembantu ditimbang, kemudian diayak. Selanjutnya, massa

yang terbentuk dicampur menggunakan mixer hingga homogen menghasilkan massa

siap cetak.

Adapun proses produksi kapsul dengan cara:

a. Penimbangan bahan-bahan

b. Pengayakan dengan mesin pengayak

c. Pencampuran menggunakanmixer sampai homogen

d. Filling atau pengisian ke dalam cangkang kapsul

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

43

Universitas Indonesia

Produksi II

1). Pencetakan tablet/kaplet, menggunakan alat Fette, Rimex, Manesty Express,

Cadmach yang seluruhnya berjumlah 9 alat.

a. Rimex, mesin pencetak tablet dengan 2 corong. Kapasitas masing-masing corong

adalah 20 kg. Satu mesin digunakan untuk cetak kaplet, sedangkan mesin lainnya

untuk cetak tablet berukuran kecil. Selama proses pencetakan berlangsung,

operator melakukan penimbangan bobot sejumlah tablet atau kaplet setiap periode

tertentu sesuai dengan prosedur IPC (in process control) tiap-tiap produk. IPC

oleh inspektur pengawasan mutu dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir

proses pencetakan yang meliputi bobot, ketebalan, kekerasan, kerenyahan, dan

waktu hancur. Jika tidak memenuhi syarat, mesin Rimex bisa diatur tanpa harus

mematikan alat terlebih dahulu.

b. Manesty Express, mesin pencetak tablet dengan satu corong. Kapasitasnya 13

punch. Pengaturan thickness (ketebalan tablet) terdapat di alat tersebut.

2). Penyalutan

Tersedia 2 mesin penyalutan dengan kapasitas besar dan kapasitas kecil. Alat

Dong Fang dengan kapasitas besar 100 kg, memiliki 2 corong. Corong yang satu

digunakan untuk menyedot debu, sedangkan yang lainnya untuk mengalirkan udara

panas.Alat diatur dengan udara panas yang masuk bersuhu 100°C dan udara panas

yang keluar 800C, suhu tablet 45-46

°C. Dibawah 45

°C, hasil penyalutan tidak bagus.

Proses penyalutan berlangsung sesuai dengan jenis produk yang disalut. Pada alat

Dong Fang, terdapat 3 selang, yaitu selang angin panas, selang angin dingin, dan

selang larutan penyalut. Selang tersebut dihubungkan dengan alat spray gun yang

terdapat didalam alat dan spray pump untuk memompa larutan. Untuk alat kapasitas

kecil (50 kg), setiap 15 menit operator melakukan pengecekan terhadap suhu tablet

dan bobot tablet.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

44

Universitas Indonesia

3). Filling kapsul

Proses pengisian kapsul menggunakan alat Scorpio 105. Kapasitas alat 360

kapsul, untuk cangkang dengan ukuran 2 dan juga tersedia ukuran cangkang nol.

Pada alat terdapat vakum yang berfungsi untuk memisahkan antara cangkang atas dan

cangkang bawah. Kemudian, dilakukan pengisian serbuk ke dalam cangkang bawah.

Cangkang bawah akan ditutup dengan cangkang atas. Setelah itu, kapsul dikeluarkan

dan dipolishing untuk membersihkan kapsul dari debu-debu sisa serbuk.

4). Stripping (pengemasan primer)

Mesin stripping terdiri dari 2 macam yaitu mesin otomatis yang berjumlah 6 buah

(Hi Pack) dan mesin manual yang berjumlah 4 buah (Kung Long-2 Wu Fu).

Kecepatan mesin Hi Pack minimal 25 rpm, dengan suhu 80°C dan 90

°C. Mesin

stripping mempunyai 2 sisi, untuk sisi bawah mencetak langsung nomor batch,

tanggal daluarsa (ED), dan harga eceran tertinggi (HET).Bagian IPC melakukan uji

kebocoran dengan menggunakan mesin Portable Absorb Phlegm Unit. Diambil 4

strip untuk dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air dan methylen blue, kemudian

mesin dihidupkan. Setelah 5-10 menit mesin dimatikan, kemudian dicek kondisi

tablet. Batas maksimal yang masih diperbolehkan rusak yaitu 2 tablet.

Produksi III

Produksi III terdiri dari sediaan likuid dan semisolid.Produksi likuid terdiri dari :

a. Obat luar

Obat luar terdiri dari dua produk, yaitu alkohol dan non alkohol. Contoh produk

alkohol, yaitu alkohol 70% sedangkan contoh produk non alkohol adalah rivanol

dan obat kumur.

b. Obat dalam

Contoh produk obat dalam adalah sirup, suspensi oral, dan elixir. Proses

produksi likuid dilakukan dengan cara penimbangan bahan aktif dan bahan

pembantu; pembuatan larutan; pencampuran akhir; filling (pengemasan primer);

dan pengemasan sekunder.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

45

Universitas Indonesia

Proses produksi semisolid dilakukan dengan cara :

a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu

b. Pembuatan fase minyak

c. Pembuatan fase air

d. Pencampuran akhir

e. Pengisian dalam tube dan pengemasan

Area produksi di PT. Molex Ayus terdiri dari:

a. Gedung produksi betalaktam

Ruangan pada area produksi betalaktam dilengkapi dengan peralatan pengendali

dan saringan udara, dikonstruksi serta dioperasikan sedemikian rupa untuk

menghindari cemaran bahan biologi yang berasal dari dalam ruangan ke

lingkungan luar.

b. Gedung produksi non betalaktam, yang terdiri dari 3 kelas yaitu :

1. Kelas E : digunakan sebagai ruang produksi, baik untuk sediaan solid,

semisolid, maupun likuid. Setiap personil yang melakukan kegiatan di ruang

kelas E harus menggunakan seragam produksi, yang terdiri dari seragam kerja

berwarna putih yang dilengkapi tutup kepala, masker, sepatu, dan sarung

tangan. Untuk produk solid dan semisolid, diberlakukan prinsip clean coridor,

yaitu tekanan udara di koridor lebih tinggi dibandingkan di dalam ruang

produksi. Untuk produk likuid, tekanan di koridor lebih rendah daripada di

dalam ruang produksi dengan tujuan mencegah kontaminasi produk oleh

lingkungan luar karena produk likuid lebih rentan terhadap cemaran.

2. Kelas F : digunakan sebagai area pengemasan sekunder

3. Kelas G : digunakan sebagai gudang

Alur proses produksi secara umum di PT. Molex Ayus adalah :

a. PPIC menyerahkan Catatan Pengolahan Bets (CPB) kepada bagian produksiI.

b. Manajer Produksi I mengeluarkan Surat Perintah Produksi (SPP).

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

46

Universitas Indonesia

c. Berdasarkan SPP, supervisor PPIC akan mencetak Catatan Pengolahan Bets

(CPB) dan Catatan Pengemasan Bets (CKB) sertamemberi nomor identitas bets

dan menyerahkan CPB ke bagian produksi.

d. Supervisor Produksi membuat Form Permintaan Bahan Baku yang kemudian

akan dikirim ke bagian gudang untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan

digunakan dalam produksi tersebut.

e. Bagian gudang menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai

permintaanproduksi lalu dibawa ke bagian produksi (penimbangan) untuk

ditimbang.

f. Bagian produksi (penimbangan) memeriksa kelengkapan dan kebenaranbahan-

bahan yang akan digunakan, kemudian melakukan penimbangan sesuai dengan

CPB.

g. Setelah ditimbang, bagian produksi melakukan pengolahan bahan-bahantersebut

sesuai dengan CPB masing-masing produk.

h. Bagian pengemasan menerima hasil produksi dari bagian produksi dengan

melampirkan Catatan Serah Terima Produk.

i. Setelah proses pengemasan produk selesai, produk tersebut dikirimkan ke

gudang obat jadi disertai Bon Penyerahan Hasil Produksi.

3.8.4. Departemen Pengawasan Mutu (QC)

Departemen Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang manajer yang

membawahi supervisor QC. Pengawasan mutu obat dilaksanakan melalui sistem

pengawasan yang terencana dan terpadu. Semua unsur yang terlibat dalam pembuatan

obat, baik personalia maupun kelengkapan sarana pabrik hendaklah menunjang

maksud pembuatan obat dan mendukung sepenuhnya persyaratan yang diinginkan

sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi aman, berkhasiat, dan

bermutu.

Bagian Pengawasan Mutu PT. Molex Ayus terbagi menjadi laboratorium

kimia dan mikrobiologi. Laboratorium pengawasan mutu bertugas melakukan

pemeriksaan rutin untuk bahan baku, bahan kemas, produk antara, dan produk

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

47

Universitas Indonesia

ruahan. Di samping itu, dilakukan pula beberapa pemeriksaan tidak rutin seperti uji

stabilitas, pemeriksaan sampel air dan limbah secara kimia, penanganan sampel

pertinggal (retained sample), dan validasi metode analisis.

Retained sample atau sampel pertinggal disimpan pada temperatur kamar

dibawah tanggung jawab bagian pemastian mutu (QA) dan pengawasan mutu (QC).

Retained sample (contoh pertinggal) adalah contoh produk lengkap dengan kemasan

atau bahan baku yang disimpan oleh pabrik selama jangka waktu tertentu sebagai

rujukan apabila terjadi keluhan setelah produk dipasarkan. Contoh pertinggal dari

setiap betsproduk yang diluluskan harus disimpan selama n+1 tahun (n=batas

kadaluarsa produk). Jumlah contoh pertinggal dari setiap bets harus mencukupi dua

kali pengujian sediaan lengkap dan disimpan di ruang contoh pertinggal sesuai

dengan suhu penyimpanan yang disebutkan dalam kemasan produk.

Analisis bahan baku secara kimia dilakukan berdasarkan spesifikasi yang

ditetapkan oleh PT. Molex Ayus berdasarkan kompendium resmi. Laboratorium

mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan sampel air dan limbah secara

mikrobiologi, analisis jumlah mikroba pada sediaan semisolid dan likuid, serta

pemeriksaan jumlah mikroba dalam ruangan produksi untuk kualifikasi sistem tata

udara (HVAC).Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab untuk memastikan :

a. Bahan baku untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk

pemerian, identitas, kekuatan (kadar), kemurnian, kualitas, dan keamanannya.

b. Bahan kemas untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk

identitas fisik; kesesuaian keterangan pada kemasan seperti tanggal daluarsa,

HET, dan nomor bets; serta ukuran, ketebalan, dan bobot bahan kemas.

c. Semua pengawasan selama proses (IPC) dan pemeriksaan laboratoriumterhadap

suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan sebelum didistribusikan.

d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutu selama waktu peredaran yang

ditetapkan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

48

Universitas Indonesia

e. Menetapkan label diluluskan atau ditolak terhadap bahan baku, bahan kemas,

produk antara, produk ruahan, dan obat jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditetapkan.

f. Melakukan analisis rutin dan non rutin, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

g. Membuat dokumentasi yang berhubungan dengan analisis bahan baku, bahan

kemas, produk antara, dan produk ruahan.

Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang untuk memberikan keputusan

akhir untuk meluluskan atau menolak berdasarkan mutu bahan baku produk obat

ataupun hal lain yang mempengaruhi obat.Pemeriksaan yang dilakukan terhadap

produk antara dan produk ruahan meliputi :

a. Produk ruahan sirup

Pemeriksaan produk ruahan sirup yaitu pemerian; pemeriksaan fisika, penetapan

pH dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); dan penetapan kuantitatif

berupa penetapan kadar.

b. Produk ruahan krim

Pemeriksaan produk ruahan krim yaitu pemerian; pemeriksaan fisika; penetapan

pH dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); penetapan kuantitatif

berupa penetapan kadar; dan uji batas mikroba.

c. Produk ruahan tablet

Pemeriksaan produk ruahan tablet yaitu pemerian; pengujian bobot, ketebalan,

kerenyahan, waktu hancur, dan kekerasan; penetapan kualitatif (identifikasi);

penetapan kuantitatif berupa penetapan kadar; dan uji disolusi.

Alur pemeriksaan bahan baku oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai

berikut :

a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang.

b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa

Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu.

c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan

memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

49

Universitas Indonesia

d. Inspektur pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut.

Jumlah wadah yang disampling menggunakan rumus 𝑛 + 1 ( n= jumlah barang

yang datang).

e. Dilakukan pengambilan contoh bahan di ruang sampling, kemudian contoh

tersebut dibawa ke laboratorium QC untuk diperiksa. Berdasarkan hasil

pemeriksaan, bagian pengawasan mutu menerbitkan label release untuk bahan

yang memenuhi syarat, dan label reject untuk yang tidak memenuhi syarat.

3.8.5. Departemen Pemastian Mutu (QA)

Departemen Pemastian Mutu dipimpin oleh seorang manager QA yang

membawahi supervisor validasi, supervisor kualifikasi, dan inspektur CPOB.Adapun

Departemen Pemastian Mutu berkoordinasi dengan Departemen Pengawasan Mutu

melalui seorang manajer QMR (Quality Management Representative). Secara umum,

tugas dan tanggung jawab Departemen Pemastian Mutu, yaitu :

a. Menyiapkan, memeriksa, dan menetapkan prosedur pengawasan mutu, program

validasi, program kualifikasi,dan prosedur-prosedur dalam proses sesuai dengan

CPOB.

b. Menetapkan spesifikasi bahan awal, produk antara, dan obat jadi.

c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan inspeksi diri dalam pelatihan CPOB.

d. Bertanggung jawab terhadap mutu obat.

e. Memastikan tahapan proses pengolahan dan pengemasan obat telah dilaksanakan

sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya, antara

lain melalui evaluasi dokumentasi produksi terdahulu.

f. Melakukan released produk.

g. Membuat kajian produk tahunan (APR).

h. Membuat Rencana Induk Validasi.

i. Membuat atau menyelesaikan masalah tentang penyimpangan-penyimpangan

yang terjadi dalam proses produksi.

j. Membuat laporan kegagalan produk dan mengevaluasi secara menyeluruh.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

50

Universitas Indonesia

k. Penanganan keluhan produk, penarikan kembali produk (recall), dan produk

kembalian.

l. Mengadakan program pelatihan untuk personil.

m. Mendampingi auditor dari luar jika ada inspeksi.

n. Melakukan kalibrasi alat.

o. Melakukan penanganan limbah.

p. Membuat CAPA (Corrective Action and Preventive Action).

q. Melakukan change control.

r. Bertanggung jawab dalam dokumentasi produk, termasuk menyimpan dan

mendistribusikan master bets serta berbagai prosedur tetap (protap).

s. Membuat sertifikat analisa obat jadi.

Pemastian mutu dilakukan mulai dari penentuan bahan yang akan digunakan

hingga produk jadi selesai diolah dan dikemas, serta selama proses produksi

berlangsung (IPC) untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Di samping itu,

dilakukan evaluasi mutu produk pasca produksi (post marketing evaluation). Tiap

proses produksi mengikuti protap yang ditentukan oleh perusahaan dan data-datanya

akan tertuang dalam master bets.

Bidang pemastian mutu harus memastikan bahwa proses produksi dan

pengujian yang dilakukan akan memberikan hasil yang meyakinkan, serta melakukan

pula validasi dan kalibrasi alat yang digunakan. Adapun validasi yang dilakukan

meliputi validasi proses dan validasi pembersihan. Validasi proses yang diterapkan di

PT Molex Ayus mencakup metode retrospektif dan metode konkuren. Metode

validasi proses retrospektif dilakukan terhadap 10 bets produk yang telah selesai

diproduksi, sedangkan untuk metode konkuren dilakukan terhadap 3 bets produk

yang sedang diproduksi. Validasi pembersihan mengikuti metode pada Maximum

Allowable Carry Over(MACO).

3.8.5.1. Obat Kembalian

Penanganan obat kembalian berlaku untuk semua produk kembalian yang

dikembalikan oleh distributor karena salah kirim, salah administrasi, kadaluarsa, serta

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

51

Universitas Indonesia

penarikan kembali (berasal dari distributor, rumah sakit, klinik, dan apotek) atau

produk kembalian oleh sebab lain, antara lain tidak sampai ke distributor karena

gangguan di perjalanan. Penarikan kembali obat disebabkan oleh :

a. Masalah keabsahan maupun salah kirim

b. Cacat kualitas

Cacat kualitas dari segi estetika tidak membahayakan pemakai, tetapi perlu

ditarik dari peredaran, seperti kerusakan label atau kemasan, dan pemasangan

tutup botol yang tidak sempurna. Cacat kualitas dari segi teknik produksi dapat

menimbulkan resiko yang merugikan konsumen, seperti salah isi, salah kadar,

dan salah label.

c. Reaksi merugikan dari obat

Reaksi merugikan dari obat yang menimbulkan resiko terhadapkeselamatan

konsumen atau terjadi peningkatan frekuensi efek samping obat yang dikeluhkan

oleh perorangan atau suatu lembaga.

Prosedur penerimaan obat kembalian, antara lain:

a. Penerimaan obat kembalian dilakukan atas persetujuan dari bagian pemasaran

yang bertanggung jawab terhadap distribusi.

b. Semua obat kembalian harus dikirim ke gudang PT. Molex Ayus.

c. Bagian gudang menerima obat kembalian,barang tersebut dimasukkan ke dalam

gudang retur/recall, dilakukan pemeriksaan berupa kesesuaian antara jumlah dan

jenis barang yang telah diterima dengan surat pengantar barang, kemudian

barang dikelompokkan sesuai dengan produk dan nomor betsnya.

d. Isi form daftar penerimaan obat kembalian yang mencakup nama produk, jumlah,

nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan asal kedatangan obat.

e. Simpan obat kembalian di daerah khusus karantina obat kembalian, serta

dilengkapi dengan label KARANTINA.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

52

Universitas Indonesia

Prosedur pemeriksaan obat kembalian oleh QA, yaitu :

a. Bagian QA melakukan penyelidikan dan analisa terhadap produk kembalian

tersebut, meliputi keaslian produk tersebut (pemeriksaan terhadap kemungkinan

adanya pemalsuan); kondisi / keutuhan kemasan, segel, dan tutup, isi kurang atau

kosong; pemeriksaan kualitas obat kembalian tersebut sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

b. Isi form daftar penerimaan obat kembalian yang mencakup alasan retur.

c. QA berwenang untuk memutuskan apakah obat kembalian tersebut akan

dilanjutkan untuk dilakukan pengujian atau tidak.

d. Selanjutnya dilakukan pengambilan sempel untuk dilakukan pemeriksaan oleh

bagian QC. Bagian QC kemudian melakukan pemeriksaan terhadap sampel obat

kembalian meliputi pemeriksaan fisika seperti organoleptis dan pemeriksaan

kimiawi seperti penetapan kadar. Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh QC dibuat

keputusan tentang tindak lanjut terhadap obat kembalian, yaitu dapat berupa:

1. Dikemas ulang (kondisi produk masih stabil)

2. Langsung dimasukkan kedalam persediaan (apabila masih memenuhi

spesifikasi serta tidak ditemukan cacat sama sekali)

3. Dimusnahkan

Keputusan tentang tindak lanjut obat kembalian ditentukan oleh manajer QA

dan diketahui oleh Plant Manager. Obat kadaluarsa yang karena alasan tertentu

dikembalikan oleh distributor dengan perjanjian khusus, maka prosedur

penerimaannya adalah sebagai berikut:

a. Lakukan langkah penanganan seperti “penerimaan obat kembalian dan

pemeriksaan obat kembalian oleh QA”

b. Keputusan terhadap hasil evaluasi obat kembalian kadaluarsa ditentukan oleh

manajer QA dan diketahui oleh PlantManager

c. Selanjutnya, barang tersebut dimasukkan kegudang reject dan ditempelkan label

merah “PRODUK DALUARSA UNTUK DIHANCURKAN”

d. Catat pada buku penerimaan barang reject

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

53

Universitas Indonesia

e. Masukkan pemusnahan barang tersebut kedalam program pemusnahan barang

secara rutin

3.8.5.2. Klasifikasi penarikan obat jadi (recall) :

a. Kelas I

Cacat produk yang berpotensi membahayakan kesehatan. Pemberitahuan harus

segera dikirimkan kepada berbagai pihak.

b. Kelas II

Cacat produk yang dapat menyebabkan penyakit atau salah penggunaan, tetapi

tidak termasuk kelas I. Pemberitahuan harus segera dikirimkan hanya kepada

pihak yang mengetahui distribusi produk dengan nomor bets tersebut.

Prosedur penarikan obat jadi (recall) antara lain:

a. Adanya keluhan atau surat perintah penarikan obat dari BADAN POM RI.

b. Penanganan/evaluasi oleh tim terhadap keluhan atau perihal surat perintah

penarikan obat dari BPOM tersebut.

c. Proses penarikan obat

Surat perintah penarikan obat dikeluarkan atas perintah pimpinanperusahaan,

kemudiandikirimkan kepada daftar distributor melalui fax atau email dan kepada

berbagai pihak yang berkaitan. Paling lambat 2 minggu setelah tanggal surat

perintah penarikan obat dari BPOM, surat perintah penarikan obat kepada

distributor harus sudah dikirimkan oleh pihak pabrik. Selanjutnya, distributor

mengambil tindakan setelah menerima surat perintah penarikan tersebut. Obat

yang ditarik tersebut dikumpulkan di gudang PT. Molex Ayus selama lebih

kurang 1,5 bulan sambil disesuaikan antara jumlah obat yang didistribusikan dari

pabrik dengan jumlah obat yang tersisa/diterima kembali oleh pabrik. Obat recall

tersebut kemudian dimusnahkan dengan menghadirkan saksi dari Balai POM.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

54

Universitas Indonesia

d. Evaluasi hasil recall

Evaluasi hasil recall dilakukan dengan membuat laporan kepada BPOM dalam 2

jangka waktu yaitu dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu dan dalam waktu tidak

lebih dari dua bulan.

1. Evaluasi dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu meliputi :

a) Laporan pelaksanaan penarikan obat dari peredaran. Penarikan obat tersebut

dilakukan sampai ke seluruh outlet (Pedagang Besar Farmasi atau PBF,

apotek, rumah sakit, poliklinik/klinik, dan toko obat)

b) Jumlah obat yang masih terdapat dalam persediaan

c) Penyalur-penyalur dengan daerah pemasaran utamanya

d) Jumlah obat yang sudah diedarkan kepada penyalur

e) Laporan pertanggungjawaban terhadap produksi obat jadi tersebut dengan

menyertakan fotokopi catatan produksi bets obat tersebut lengkap dengan

hasil pengujian dan Protap Penarikan Kembali / Protap Penanganan Produk

Kembalian

2. Evaluasi dalam waktu tidak lebih dari 2 bulan meliputi :

a) Laporan mengenai hasil evaluasi penyebab produk tidak memenuhi syarat

b) Laporan hasil pelaksanaanpenarikan obat-obat tersebut yang berhasil ditarik

kembali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku disaksikan oleh

petugas Balai POM setempat

c) Berita Acara Pemusnahan Obat recall tersebut

Tingkat penyebaran penarikan kembali:

a. Tingkat 1 : bila obat baru mencapai distributor pusat

b. Tingkat 2 : bila obat sudah mencapai subdistributor

c. Tingkat 3 : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana pelayanan

obat, seperti apotek, rumah sakit, poliklinik, dan toko obat

d. Tingkat 4 : bila obat telah didistribusi secara luas dan telah mencapai konsumen,

seperti dokter, dokter gigi, serta pemakai akhir yaitu pasien

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

55

Universitas Indonesia

Program inspeksi diri di PT. Molex Ayus terus dilaksanakan untuk menilai

seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu agar selalu memenuhi pedoman

CPOB. Inspeksi diri dilakukan melalui Internal Quality Audit (IQA) yang dilakukan

setiap enam bulan dan bertujuan untuk menilai seluruh kegiatan produksi yang

berlangsung agar senantiasa memenuhi CPOB. IQA merupakan tanggung jawab

bagian Quality System dari QA dan biasanya dilaksanakan melalui pembentukan tim

inspeksi diri yang telah diseleksi. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri dari

beberapa jenis yaitu :

a. Inspeksi diri yang dilakukan per tahun dengan membentuk tim inspeksi dan

mencakup pelaksanaan CPOB di PT. Molex Ayus secara menyeluruh

b. Inspeksi supplier, baik supplier bahan baku maupun bahan kemas yang biasanya

dilakukan setiap bulan untuk 3 supplier

c. Inspeksi distributor, yang meliputi cara distribusi dan penyimpanan obat dari

pabrik kepada konsumen

d. Audit diri, yaitu audit mutu internal yang dilakukan oleh inspektor CPOB secara

rutin, dapat dilakukan setiap hari atau setiap minggu

3.8.6. Departemen Teknik

Departemen Teknik dipimpin oleh seorang manajer teknik yang membawahi

teknisi. Ruang lingkup dari kegiatan departemen teknik, yaitu perbaikan,

pemeliharaan, kalibrasi, validasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan

dengan teknik.

3.8.7. Registrasi

Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan

nomor izin edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat

diedarkan di suatu wilayah (negara) tertentu. Proses registrasi obat di Indonesia,

diajukan oleh pendaftar (industri farmasi/PBF) kepada Kepala Badan POM dengan

melampirkan data-data mengenai komposisi produk, proses pembuatan, metode

analisa, desain kemasan, data stabilitas, referensi, dan data farmakologi obat. Tugas

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

56

Universitas Indonesia

utama bagian registrasi di PT. Molex Ayus adalah mempersiapkan form-form

registrasi sediaan farmasi yang baru akan diproduksi untuk diedarkan ke Badan

POM/Dinas Kesehatan. Registrasi yang dilakukan oleh PT Molex Ayus adalah

berupa registrasi obat copy, PKRT, alat kesehatan, dan suplemen. Bagian registrasi

obat di PT. Molex Ayus berada di bawah bagian Bussiness and Development. Tahap

registrasi obat copy di PT. Molex Ayus yaitu:

a. Pra registrasi obat, dengan melampirkan dokumen administratif berupa surat

pengantar, ringkasan produk yang akan didaftarkan, dokumen penunjang

kebutuhan program, sertifikat dan dokumen administratif obat produksi lokal,

serta dokumen mutu zat aktif, baku pembanding, proses produksi, zat tambahan,

kemasan, dan stabilitas yang berupa sertifikat analisis, spesifikasi dan prosedur

pemeriksaan, protokol uji stabilitas, dan protokol validasi proses.

a. Registrasi obat, dengan melampirkan dokumen administratif berupa surat

pengantar, formulir registrasi, surat pernyataan pendaftar, sertifikat dan dokumen

administratif obat produksi lokal, salinan hasil pra registrasi (HPR), bukti

pembayaran, dokumen terkait paten, serta dokumen tentang kelengkapan

informasi obat dan desain yang terdiri dari informasi obat, penandaan pada

kemasan, serta dokumen mutu zat aktif dan obat jadi.

Sebelum melakukan registrasi obat, dilakukan pra registrasi obat ke Badan

POM. Dalam jangka waktu 1 bulan kemudian, Badan POM mengeluarkan Hasil Pra-

registrasi Obat (HPR). Setelah itu, dalam jangka waktu 5 bulan dilakukan pengajuan

registrasi obat. Jika dalam jangka waktu tersebut perusahaan tidak melakukan

registrasi, maka perusahaan tersebut harus melakukan perpanjangan HPR. Selain

melakukan registrasi obat copy, PT. Molex Ayus juga melakukan registrasi variasi

berupa kemasan, nama obat, dan penggantian formula.

3.9 Sistem Pengolahan Limbah

Dampak yang ditimbulkan dari proses produksi adalah limbah. Limbah pabrik

dapat berupa pencemaran udara, kebisingan, limbah padat, dan limbah cair. Untuk itu

diperlukan suatu penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

57

Universitas Indonesia

Pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan pabrik dapat berupa debu dari

proses produksi, uap asam yang berasal dari laboratorium, asap genset (pada saat

genset dioperasikan) dan uap air panas dari boiler. Untuk menangani debu yang

berasal dari proses produksi yaitu dengan cara dihisap oleh dust collector, sebuah alat

yang terdiri dari selang-selang seperti belalai untuk menghisap debu. Selanjutnya

debu yang terkumpul dari kedua proses tersebutakan diolah sebagai limbah padat.

Pengelolaan limbah di PT. Molex Ayus terdiri dari:

1. Pengelolaan limbah padat

Limbah padat di pabrik dapat berupa:

a. Bahan berbahaya

Contohnya adalah pembungkus primer bahan baku, debu obat dan hasil recall

obat-obatan. Untuk limbah berbahaya ditampung maksimal 90 hari dalam ruang

B3 dan diserahkan kepada pihak ketiga untuk diolah.

b. Non Bahan berbahaya

Pembungkus sekunder bahan baku dan sisa makanan dari dapur dan kantin.Kertas

dan alufoil dibakar di tempat pembakaran sampah. Kaleng, plastik, kardus dan

botol yang masih relatif baik yang berasal dari sisa/bekas kemasan dijual kepada

konsumen tertentu. Sedangkan sisa makanan dari dapur/kantin, sampah

pekarangan, sampah kantor, ditampung sementara dalam bak penampungan

sampah di lokasi pabrik untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan

sampah.

2. Pengolahan limbah cair

Limbah cair di pabrik dapat berupa:

a. Bahan berbahaya

Limbah bahan berbahaya berasal dari laboratorium seperti reagen yang telah

digunakan atau yang telah kadaluarsa ditampung dan selanjutnya diserahkan ke

Pusat Pengelohan Limbah Industri (PPLI). Sedangkan limbah yang berasal dari

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

58

Universitas Indonesia

bagian produksi selanjutnya dialirkan ke bak limbah cair atau IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah).

b. Non Bahan berbahaya

Limbah non bahan berbahaya berasal dari air hujan, kamar mandi dan air cucian

rumah tangga yang selanjutnya langsung dialirkan ke pembuangan umum (di luar

IPAL).

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki cara kerja yang terdiri dari

beberapa tahap dengan melibatkan beberapa bak sebagai berikut :

a. Bak Penampung Limbah Beta Laktam

Bak ini berfungsi sebagai penampungan hasil pencucian alat produksi beta latam.

Limbah beta laktam selanjutnya didekstruksi dengan penambahan NaOH. Hasil

dekstruksi dialirkan ke bak netralisasi beta laktam.

b. Bak Netralisasi Limbah Beta Laktam

Pada bak ini limbah beta laktam dinetralkan dengan HCl sampai pH netral yaitu 6-7.

c. Bak Penampung Beta Laktam dan Non Beta Laktam

Bak ini berfungsi untuk menampung hasil netralisasi limbah beta laktam kemudian

dicampur dengan limbah non beta laktam sampai volume mencapai ±2/3 volume

bak. Kemudian campuran ini dipindahkan ke bak oil trap

d. Bak oil trap

Pada tahap ini limbah didiamkan selama satu hari kemudian diambil lapisan

minyaknya dan dibuang ke bak filter pasir. Hasil saringan yang didapatkan

dialirkan ke bak netralisasi dan limbah yang sudah tidak mengandung minyak

dialirkan ke bak netralisasi

e. Bak netralisasi

Selanjutnya limbah dinetralkan dengan penambahan HCl jika bersifat basa dan

ditambahkan NaOH jika bersifat asam.Dilakukan pengecekan pH dengan

menggunakan pH universal ataupH elektrik sampai tercapai pH 6-8.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

59

Universitas Indonesia

f. Bak Equalisasi

Untuk meratakan konsentrasi dan debit agar air limbah dapat diolah dengan debit

dan konsentrasi yang sama. Bak equalisasi dilengkapi dengan pompa transfer

berikut alat kontrol pompa. Bak ini sudah ditambahkan udara dari kompresor

untuk membantu proses aerasi.

g. Bak aerasi I,II, dan III

Dalam bak ini air limbah diaerasi yaitu dengan jalan meniupkan udara dengan

menggunakan mesin aerator dengan tujuan untuk menurunkan parameter dan

mencegah timbulnya bau terutama yang disebabkan NH3N dan N-Total melalui

penambahan udara (oksigen) dan penguraian oleh mikroorganisme. Adapun

bakteri yang dipakai untuk menurunkan kelebihan NH3N dan N-Total

dikembangbiakkan jenis spesies Nitrobakter sp sebesar 30% dari jumlah kapasitas

air limbah yaitu 1,5 m3.

h. Bak Sedimentasi

Air limbah dari bak aerasi dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan

lumpur biologi dan juga berfungsi untuk mengembalikan sebagian lumpur dalam

jumlah yang cukup pada bak aerasi, sampai derajat pengolahan yang diperlukan

dalam waktu yang tidak ditentukan. Pada bak ini diharapkan partikel-partikel

mengendap mengalir secara horizontal bergerak dengan kecepatan aliran yang

sama dan konstan pada setiap titik sehingga memungkinkan partikel-partikel

bergerak ke bawah atau mengendap secara gravitasi.

i. Bak Stabilisasi atau Bak Kontrol

Air limbah yang sudah bersih setelah mengalami proses pengendapan kemudian

dialirkan menggunakan over flow ke bak stabilisasi yang berfungsi sebagai bak

kontrol. Disini dilakukan pengolahan secara alami dengan pemanfaatan

aquaculture yaitu pembudidayaan tanaman dan ikan, kemudian air limbah

dialirkan ke saluran umum melalui saluran outlet yang dilengkapi dengan flow

meter.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

60

Universitas Indonesia

j. Bak Penampung Lumpur

Bak penampung lumpur berfungsi untuk menampung lumpur yang di ambil dari

proses sedimentasi. Setelah mencapai volume maksimal, lumpur akan mengalami

pengentalan secara gravitasi

k. Drying Bed

Lumpur dari bak penampung kira-kira konsentrasi zat padat dalam campuran

lumpur mencapai 30%, maka lumpur tersebut dipompakan ke drying bed untuk

dikeringkan secara evaporasi kemudian dimanfaatkan untuk pupuk tanaman.

3.10 Pengolahan Air untuk Proses Produksi

PT. Molex Ayus melakukan pengolahan air untuk produksi yang bersumber

dari 4 sumur dalam. Air tanah dari keempat sumur tersebut ditampung dalam 6 buah

tangki, kemudian diolah melalui proses sebagai berikut :

1. Air dialirkan menuju resin penukar anion dan resin penukar kation untuk

menghilangkan kesadahan air serta dialirkan melalui karbon adsorben untuk

menjernihkan dan menghilangkan bau pada air.

2. Air melalui tahap klorinasi (batching) untuk membunuh mikroba dan

menjernihkan air. Pada tahap ini dihasilkan soft water yang dapat digunakan

untuk mencuci peralatan produksi yang tidak bersentuhan langsung dengan

produk.

3. Soft water dialirkan menuju resin penukar anion, resin penukar kation, dan two

bed demineralizer (mix bed). Setelah melalui proses ini, dihasilkan

aquademineralisata yang dapat digunakan untuk pencucian tahap awal dari

peralatan yang kontak dengan produk.

4. Aquademineralisata selanjutnya difiltrasi melalui membran Reverse Osmosis

menghasilkan air Reverse Osmosis (RO).

5. Air RO disaring melalui filter 0,2 μm untuk menyaring bakteri dan partikel padat

yang terdispersi dalam air. Kemudian air dilewatkan dibawah sinar UV pada

panjang gelombang 254 nm. Setelah melalui filter 0,2 μm dan lampu UV

diperoleh Purified Water. Purified Water yang dihasilkan ditampung dalam

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

61

Universitas Indonesia

tangki dan dilakukan proses looping dengan pemanasan pada suhu 50o

C.

Purified Water digunakan untuk bahan baku produk liquid dan untuk pembilasan

peralatan produksi yang bersentuhan langsung dengan produk. jika dibutuhkan

untuk proses produksi, Purified Water dialirkan menuju ruang produksi.

Purified Water yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:

1. Konduktivitas < 1,3 μS

2. pH ± 5-7

3. TOC (Total Organic Carbon) < 500 ppm

4. Mikroba < 100 cfu

5. Negatif E.coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus.

3.11 Sistem Tata Udara

Sistem Tata Udara di PT. Molex Ayus tersusun dari 22 Air Handling Unit

(AHU). Lima unit memberikan suplai udara untuk ruang produksi beta laktam dan

tujuh belas unit memberikan suplai udara untuk ruang produksi non beta laktam.AHU

merupakan seperangkat alat yang dapat mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara,

tingkat kebersihan (jumlah partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian

udara dan sebagainya, di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang

telah ditentukan. Unit / sistem yang mengatur tata udara disebut AHU (Air Handling

Unit). AHU terdiri dari beberapa alat yang masing-masing memiliki fungsi yang

berbeda.

Pada dasarnya AHU terdiri dari :

1. Cooling coil. Cooling coil (sering pula disebut dengan istilah evaporator)

berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban udara yang akan

didistribusikan keruangan produksi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan

udara, sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

2. Static Pressure Fan (Blower). Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi

untuk menggerakkan udara disepanjang sistem distribusi udara yang terhubung

dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupablower radial yang

memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

62

Universitas Indonesia

blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak.

Energi gerak inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi penggerak udara

hingga kemudian dapat menggerakkan udara. Blower ini dapat diatur agar selalu

menghasilkan frekuensi perputaran udara yang tetap, hingga akan menghasilkan

selalu output udara dengan debit yang tetap. Dengan adanya debit udara yang

tetaptersebut maka takanan dan pola aliran udara yang masuk ke dalam ruang

produksi dapat dikontrol.

3. Filter.Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan

dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme(partikelasing) yang

mengkontaminasi udara yang masuk kedalam ruang produksi. Filter yang

digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapajenis/tipe tergantung efisiensinya,

yaitupre-filter (efisiensi penyaringan: 35%);medium filter (efisiensi penyaringan

95%);High EfficiencyParticulate Air (HEPA) filter (efisiensi

penyaringan:99,997%).

4. Ducting. Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai

salurantertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan

sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan blowerdenganruang

produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluranudara yang

keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU.

5. Dumper. Dumper adalah bagian dari ducting AHU yang berfungsi

untukmengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke

dalamruanganproduksi.Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur

sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini sangat berguna terutama

untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang

akan menerima distribusi udara tersebut.

Peralatan AHU yang terdapat di PT. Molex Ayus harus dikelola dan

dipastikan berjalan sebagaimana mestinya. Pertukaran udara di ruang produksi adalah

5-20 kali per jam dengan efisiensi saringan udara 90-95% terhadap partikel 100.000

per m3 dengan filter awal 30-40%. Suhu di ruangan produksi adalah 20-28ºC dan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

63

Universitas Indonesia

kelembaban nisbi (RH) 45-75% serta tekanan minimum 10 Pascal. Dengan demikian

ruang produksi di PT. Molex Ayus sesuai dengan persyaratan CPOB.

Berdasarkan peraturan CPOB, AHU dibagi menjadi dua jenis yaitu closed

system (fresh air maksimum 20%) dan open system (fresh air maksimum 100%). PT.

Molex Ayus menggunakanclosed system yang dilengkapi dengan HEPA filter

(efisiensi minimum 99,995%) yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang.

Closed system mempunyai keuntungan energi yang dipakai lebih sedikit, tetapi

mempunyai kerugian yaitu debu yang dihasilkan banyak sehingga filternya cepat

diganti. Untuk mencegah hal tersebut, PT. Molex Ayus tetap menggunakan medium

filter dengan tujuan agar kerja HEPA filter tidak terlalu berat dan lebih tahan lama

digunakan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

64 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri PMDN (Penanaman Modal

Dalam Negeri) di Indonesia yang bergerak di bidang farmasi. PT. Molex Ayus selalu

berusaha untuk menerapkan segala aspek CPOB dalam proses pembuatan suatu

produk. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan visi perusahaan dan memajukan

kualitas serta mutu produk yang dihasilkan.

Bagi industri farmasi, pedoman CPOB merupakan petunjuk dan contoh dalam

menerapkan cara pembuatan obat yang baik. CPOB mencakup seluruh aspek

produksidan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh

sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang

bermututinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang

digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,

tetapi yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu

obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan

pengendalian mutu, bangunan, peralatan yangdipakai dan personil yang terlibat.

Di sisi lain, bagi pemerintah CPOB merupakan upaya untuk meningkatkan

mutu produk farmasi dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Adapun

tujuan lain dari pemerintah dalam menerapkan CPOB yaitu meningkatkan

kemampuan industri farmasi Indonesia agar lebih kompetitif baik secara domestik

maupun internasional sehingga siap menghadapi globalisasi pasar farmasi.

Aspek-aspek CPOB yang harus diterapkan di Industri farmasi adalah aspek

manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene;

produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan

terhadap produk, penarikan kembali produk dan produkkembalian; dokumentasi;

pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

65

Universitas Indonesia

1. Manajemen Mutu

PT. Molex Ayus menerapkan manajemen mutu yang tercermin dalam visi dan

misi yang diterapkan melalui fungsi pengawasan mutu, Inspektor CPOB, dan

pemastian mutu yang independen.Ketiga fungsi tersebut berada di bawah departemen

Quality Management Representative (QMR) yang bertanggung jawab terhadap mutu.

Semua bagian tersebut telah didukung dengan sarana prasarana yang cukup memadai,

personil yang terlatih serta proses dan prosedur yang memenuhi persyaratan.

Pemastian mutu dari PT. Molex Ayus telah berusaha melakukan tugasnya yaitu

menjamin mutu atau kualitas obat sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang

dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk

pengkajian mutu produk, bagian pemastian mutu PT. Molex Ayus membuat

Pengkajian Produk Tahunan yang membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari

spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi.

2. Personalia

PT. Molex Ayus telah menerapkan CPOB dalam hal personalia yang

mencakup struktur organisasi, kualifikasi personil, serta pelatihan untuk seluruh

karyawan, dimulai dari seleksi awal terhadap karyawan yang akan bekerja yang

meliputi penilaian fisik, mental, serta keterampilan dan pengetahuan; jumlah

karyawan yang memadai di setiap bagian sesuai dengan yang dibutuhkan serta

pelatihan CPOB bagi karyawan secara berkala.

Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Molex Ayus telah sesuai dengan

CPOB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi, manajemen mutu (pemastian

mutu)/pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung

jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing bagian dipimpin oleh seorang apoteker

yang memiliki kemampuan di bidangnya. Sesuai CPOB yang mensyaratkan bahwa

industri farmasi harus mempekerjakan minimal tiga orang apoteker yaitu pada bagian

pemastian mutu (QA), pengawasan mutu (QC) dan bagian produksi. PT. Molex Ayus

telah menempatkan apoteker pada posisi Manajer Pemastian Mutu (QA), Manajer

Pengawasan Mutu (QC), Manajer Produksi, Manajer Quality Mangement

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

66

Universitas Indonesia

Representative (QMR), Manajer PPIC dan Manajer Riset dan Pengembangan Produk

(R&D). Masing-masing kepala bagian merupakan seorang apoteker yang terdaftar

dan terkualifikasi serta memperoleh pengalaman praktis yang memadai dan

keterampilan manajerial karena telah bekerja bertahun-tahun di industri farmasi.

PT. Molex Ayus telah memberikan pelatihan-pelatihan yang meliputi

pelatihan CPOB, pelatihan sanitasi, pelatihan K3 yang diadakan oleh Bagian Quality

Management Representative (QMR) untuk meningkatkan kualitas personil yang ada.

Pelatihan diberikan kepada seluruh personil di area produksi, gudang penyimpanan,

labolatorium, personil teknik, petugas kebersihan dan perawatan. Untuk mengetahui

hasil dari pelatihan tersebut, personil diberikan pre test dan post test mengenai materi

yang telah diberikan. Apabila ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, maka langkah

yang diambil adalah dengan melakukan pelatihan ulang dimana waktu atau jadwalnya

disesuaikan dengan kebutuhan.

3. Bangunan dan Fasilitas

PT. Molex Ayus berlokasi di daerah padat industry dan jauh dari pemukiman

penduduk sehingga memiliki resiko yang kecil membahayakan penduduk. PT. Molex

Ayus memiliki bangunan produksi beta laktam dan non betalaktam yang terletak di

daerah kawasan industri yang transportasinya mudah dijangkau oleh para

karyawannya, serta memiliki bangunan yang memadai untuk dapat melaksanakan

operasional pabrik dengan didukung ketersediaan tenaga kerja yang cukup. Lokasi

bangunan dan fasilitas PT. Molex Ayus cukup memenuhi persyaratan CPOB, yaitu

memiliki fasilitas air, listrik dan sistem udara.

Bangunan pabrik di PT. Molex Ayus dibedakan menjadi beberapa bagian

yaitu kantor, area produksi, area pengemasan sekunder, area gudang, area pengolahan

limbah, serta area pengujian mutu ataulaboratorium. Bangunan pabrik dibagi menjadi

tiga area, yaitu area E,F, dan G. Area E digunakan untuk produksi sediaan padat

(tablet dan kapsul), sediaan cair (sirup dan suspensi), dan sediaan setengah padat

(krim dan salep). Area F untuk pengemasan sekunder dan area G meliputi daerah

gudang, ruang ganti pakaian, dan laboratorium. Untuk ruangan produksi di PT.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

67

Universitas Indonesia

Molex Ayus berada dalam satu bangunan terdiri dari empat bagian yaitu

penimbangan (dispensing), produksi I terdiri dari proses granulasi, pemberian larutan

pengikat, pengeringan, pengayakan, dan pencampuran akhir. Produksi II terdiri atas

proses pencetakan, pengisian kapsul, serta striping, dan produksi III terdiri atas

pencampuran untuk sediaan liquid dan semi solid. Sebelum masuk ke dalam ruang

produksi, semua personel diwajibkan untuk mencuci tangan dan mengganti pakaian

produksi di loker yang telah disediakan.Selain itu diwajibkan pula untuk memakai

penutup kepala, masker, sepatu produksi, dan sarung tangan untuk menghindari

kontaminasi terhadap produk.

Lantai ruang produksi telah disesuaikan dengan CPOB yaitu lantai epoxi

dengan tidak adanya celah dan sekat pada ujung-ujungnya, permukaan tidak berpori

dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Setiap area produksi

memiliki tekanan udara berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang serta

mendapat penerangan yang memadai. Tekanan udara dalam ruang produksi sediaan

padat diatur agar lebih rendah dari koridor agar debu dari ruangan produksi tidak

mengotori koridor, sedangkan tekanan udara dalam ruang produksi sediaan cair dan

setengah padat diatur agar lebih besar dari koridor agar debu dari koridor tidak masuk

ke ruang produksi dan mencemari produk.

PT. Molex Ayus memiliki gudang penyimpanan bahan baku, bahan

pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina,

produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, dan produk yang dikembalikan.

Sedangkan tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan terdapat di dalam

area produksi. Obat prekusor seperti fenilpropanolamin ditempatkan di ruangan

khusus yang terpisah dan terkunci serta dibawah tanggung jawab langsung dari Plant

Manager, sehingga untuk setiap pemakaian harus dilakukan pelaporan terlebih

dahulu kepada Plant Manager. Penyimpanan barang didalam gudang telah diatur

diatas palet dan rak sehingga memudahkan dalam pergerakan barang dan mampu

untuk menahan beban. Penempatan bahan baku (zat aktif dan zat tambahan) berupa

zat padat dan zat cair pada gudang juga diatur suhu serta kelembabannya dan juga

mempertimbangkan kestabilan dari bahan-bahan awal yaitu dibagi menjadi gudang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

68

Universitas Indonesia

suhu kamar, gudang sejuk, dan gudang dingin. Suhu dan kelembaban gudang diukur

dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Gudang suhu kamar bersuhu 25-30ºC.

Gudang sejuk bersuhu 15-30ºC dan khusus untuk penyimpanan kapsul, pemberi

aroma (essence), vitamin B dan mentol. Gudang dingin bersuhu 2-8ºC dan khusus

untuk menyimpan Astapure, Asam fusidat, dan Natrium fusidat.

Semua gedung yang ada di PT. Molex Ayus dicek kebersihan dan

kelembabannya dua kali sehari serta dilengkapi dengan peralatan anti serangga dan

hewan pengerat.Area penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar terletak pada

bangunan yang terpisah. Kegiatan penerimaan barang diatur mengikuti system FIFO

(First In First Out) untuk bahan baku dan sistem FEFO (First Expired First Out)

untuk obat jadi. Gudang PT. Molex Ayus selalu menerapkan pembersihan setiap hari

untuk bagian lantai, pembersihan 1 minggu sekali untuk bagian permukaan wadah

dan rak penyimpanan, 2 minggu sekali untuk bagian dinding ruangan atau jendela

kaca dan sebulan sekali untuk bagian langit-langit ruangan.

4. Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk produksi obat di PT. Molex Ayus memiliki

desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan

dikualifikasikan dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam

dari bets ke bets. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk

menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur baur

produk.

Setiap alat diberikan kode atau nomor identifikasi yang jelas. Nomor tersebut

digunakan pada semua perintah di Catatan Pembuatan Bets untuk menunjukkan unit

atau alat tertentu yang dipakai pada proses pembuatan tertentu untuk bets yang

bersangkutan. Hal ini bertujuan mempermudah penelusuran pemakaian alat jika

terjadi penyimpangan.

Semua peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa,

dan mencatat diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur

yang ditetapkan secara berkala. Kalibrasi dilakukan oleh petugas yang bertanggung

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

69

Universitas Indonesia

jawab terhadap kalibrasi alat dan pihak luar dari instansi tertentu, seperti distributor

atau badan sertifikasi.

Peralatan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Molex Ayus telah

memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perusahaan. Peralatan ini telah melalui

Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operational (KO) dan Kualifikasi Kinerja

(KK). Selain dilakukan kualifikasi, dilakukan pula program perawatan secara berkala

untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang mempengaruhi mutu produk.

Program tersebut dapat berupa korektif (jika ada mesin ataupun alat yang rusak baru

dilakukan perbaikan) atau preventif (melakukan pemeriksaan secara berkala pada

mesin atau alat untuk mencegah kerusakan). Untuk menjamin agar peralatan dan

mesin dapat menghasilkan kinerja yang baik dan konsisten, pemeriksaan terhadap

peralatan yang akan digunakan dilakukan setiap hari atau sebelum peralatan tersebut

akan digunakan sehingga dapat dipastikan bahwa peralatan dalam keadaan baik.

Peralatan yang berhubungan dengan proses produksi maupun pengawasan

mutu memiliki prosedur tetap (protap) pengoperasian dan pembersihan. Peralatan

yang telah digunakan harus dibersihkan agar tidak terjadi kontaminasi silang dan

mencegah alat dari kerusakan. Untuk masing-masing peralatan, terdapat operator

yang bertanggung jawab terhadap alat tersebut dan juga bertugas membersihkan alat

tersebut sesuai dengan prosedur yang telah tervalidasi. Setelah dibersihkan, peralatan

tersebut diberi label bersih alat disertai dengan tanggal saat dibersihkan dan paraf

personil yang melakukan pembersihan. Label tersebut menunjukkan apakah alat siap

untuk digunakan atau tidak.

5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi telah diterapkan di PT. Molex Ayus

untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran. Sumber pencemaran

potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang

menyeluruh dan terpadu. PT. Molex Ayus menerapkan tingkat sanitasi dan higiene

yang tinggi meliputi aspek personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

70

Universitas Indonesia

produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

pencemaran produk.

PT.Molex Ayus telah menerapkan kebiasaaan higiene pada setiap personilnya.

Prosedur sanitasi dan higiene untuk setiap personil sudah diterapkan mulai akan

memasuki daerah pabrik sampai meninggalkan daerah pabrik. Sebelum memasuki

pabrik, tersedia loker untuk menyimpan barang-barang pribadi personil. Setiap

personil yang akan memasuki daerah produksi diharuskan mencuci tangan dengan

desinfektan dan mengganti pakaian yang dikenakannya dari rumah dengan pakaian

produksi beserta penutup kepala, masker, sarung tangan, dan sepatu produksi. Para

personil tidak diperbolehkan membawa makanan, minuman, serta merokok di ruang

produksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi baik terhadap produk

yang dihasilkan ataupun terhadap personil serta makanan yang dikonsumsi. Progam

sanitasi dan higiene ini berlaku untuk semua orang yang akan memasuki ruang

produksi baik bagi mereka yang bekerja tetap di ruang produksi maupun bagi mereka

yang sementara berada di ruang produksi seperti teknisi, petugas pembersihan, dan

tamu. Untuk pakaian produksi kotor atau telah selesai digunakan, diletakkan di

tempat tertutup sampai waktu pencucian. Progam higiene personil lainnya adalah

pemeriksaan kesehatan rutin setiap satu tahun sekali.

Penerapan sanitasi dan higiene bangunan dan peralatan di PT. Molex Ayus

dengan melakukan pembersihan sesuai dengan prosedur tetap yang meliputi metode

pelaksanaan, alat pembersihan, jadwal pelaksanaan, pelaksana dan penanggung

jawab, pengawasan, serta dokumentasinya. Program sanitasi dan higiene bangunan

meliputi tersedianya toilet dalam jumlah yang cukup di setiap gedungnya, tersedia

pula tempat cuci tangan yang memadai dan tidak terlalu jauh dari daerah kerja tiap

personil. Ruang makan yang diatur sedemikian rupa sehingga lokasinya dekat tetapi

tidak berhubungan langsung dengan kantor maupun area produksi dan dijaga

kebersihannya, tempat sampah tersedia dan diganti setiap hari serta disediakan ruang

penyimpanan rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan bahan pembersih yang

memadai untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

71

Universitas Indonesia

Program sanitasi dan higiene peralatan dilakukan setelah alat tersebut

digunakan. Pembersihan dilakukan pada bagian dalam maupun luar alat, termasuk

ruangan yang digunakan. Untuk Pembersihan peralatan yang dapat dipindahkan

dibersihkan di ruang pembersihan tersendiri yang terpisah dari ruangan lain

sedangkan peralatan besar yang bersifat statis atau tidak dapat dipindahkan maka

pembersihannya dilakukan di tempat. Pembersihan peralatan menggunakan air

produksi atau alkohol. Metode pembersihan yang digunakan harus divalidasi untuk

memastikan bahwa tingkat kebersihan yang dihasilkan setiap metode sudah memadai

dan juga dilakukan dokumentasi dengan menempelkan status pembersihan peralatan.

6. Produksi

Proses produksi di PT. Molex Ayus telah mengikuti prosedur yang ditetapkan

dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk

yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin

edar (registrasi). Prinsip dasar utama dari produksi adalah konsep keseragaman dari

bets ke bets sehingga proses produksi akan selalu menghasilkan produk dengan

kualitas yang sama.

Untuk menjamin kualitas obat yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus,

dilakukan pengawasan terhadap bahan awal. Setiap penerimaan bahan awal baik

bahan baku maupun bahan kemas di PT. Molex Ayus terlebih dahulu diperiksa dan

disesuaikan dengan spesifikasinya yang tertulis dalam Certificate of Analysis (CoA).

Oleh karena itu, setiap bahan-bahan yang datang harus selalu disertai dengan

Certificate of Analysis (CoA). Semua bahan awal yang digunakan dalam proses

produksi harus dinyatakan lulus oleh bagian Quality Control (QC).

Kegiatan yang mencakup proses produksi berawal dari permintaan produk

yang berasal dari bagian Pemasaran dan Penjualan yang diberikan dalam bentuk

Forecast kepada bagian PPIC, kemudian bagian PPIC mengkaji permintaan tersebut

dan kemudian menyusun forecast. Forecast yang disusun memuat produk-produk

yang diminta oleh bagian Pemasaran dan Penjualan selama satu tahun berdasarkan

kebutuhan pasar beserta jumlahnya dalam satu dus. Berdasarkan Forecast inilah

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

72

Universitas Indonesia

bagian produksi membuat Rencana Produksi (Production Plan) yang dibuat per bulan

dan berisi produk apa saja yang harus dibuat oleh bagian produksi beserta jumlahnya

dalam satuan bets untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.

Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah stok produk di gudang dan

permintaan pasar yang mendesak. Jika stok barang di gudang menipis, maka produk

tersebut menjadi prioritas untuk diproduksi dengan mempertimbangkan ketersediaan

bahan baku produk tersebut. Setelah itu bagian produksi akan membuat rencana

mingguan yang berisi jadwal produksi. Setelah mendapatkan persetujuan maka dapat

ditetapkan sebagai jadwal kerja bagian produksi untuk pembuatan selama 1 minggu.

Pada proses produksi, line clearance merupakan salah satu hal penting yang

harus diperhatikan untuk setiap produk yang akan diproduksi. Line clearance

dilakukan melalui line clearance check list yang dilakukan sebelum proses produksi

dan bertujuan untuk memastikan bahwa jalur yang digunakan pada proses produksi

tidak tercampur dengan produk sebelumnya atau produk lain.

Produksi PT. Molex Ayus terdiri atas 3 jalur produksi yaitu, Produksi I, untuk

tahapan penimbangan hingga pencampuran akhir, Produksi II dilakukan tahapan

pencetakan bahan setelah dilakukan pencampuran akhir, serta pengisian kapsul, dan

proses stipping tablet atau kapsul. Untuk proses produksi III digunakan untuk produk

liquid dan semi solid meliputi proses pencampuran hingga pengemasan.

Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process

Control (IPC) yang prosedurnya tercantum dalam prosedur tetap, sebagai suatu

bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara

departemen produksi dengan QC. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameter-

parameter kritis, diantaranya adalah keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan,

kerenyahan, waktu hancur, untuk sediaan tablet. Evaluasi parameter kritis seperti

keseragaman bobot, dan uji kebocoran tube dilakukan untuk sediaan semi solid.

Sedangkan evaluasi parameter kritis volume terpindahkan dan visual capping

dilakukan untuk sediaan liquid. Pemeriksaan IPC pada proses stripping dilakukan

terhadap dua parameter kritis, yaitu uji kebocoran strip dan pemeriksaan visual untuk

melihat kesesuaian penandaan strip dengan Catatan Pengolahan Bets. Pemeriksaan-

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

73

Universitas Indonesia

pemeriksaan tersebut dilakukan tiap 15 menit oleh operator yang bertanggung jawab

atas kegiatan produksi tersebut. Sedangkan bagian IPC melakukan pemeriksaan pada

awal, tengah, akhir selama proses produksi berlangsung.

Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan

uji disolusi dilakukan oleh QC. Sampling dilakukan oleh bagian IPC, sedangkan

pemeriksaannya dilakukan oleh QC. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya

kelainan atau kegagalan maka harus diselidiki, diatasi dan didokumentasikan.

Agar prinsip dasar produksi yaitu keseragaman dari bets ke bets terpenuhi,

PT. Molex Ayus melakukan validasi proses. Tujuan dari validasi proses adalah

membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dari bets ke bets senantiasa

dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi

ketentuan mutu yang ditetapkan. Semua hal yang berhubungan dengan proses

produksi terdokumentasi dalam Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan

Pengemasan Bets (CKB).

7. Pengawasan Mutu

Sediaan farmasi yang akan digunakan oleh masyarakat harus memenuhi

beberapa persyaratan, seperti berkhasiat, aman, dan bermutu. Mutu sediaan farmasi

tidak hanya ditentukan oleh hasil akhirnya, tetapi di pengaruhi oleh proses produksi.

Oleh karena itu, pengawasan mutu merupakan salah satu aspek penting dalam Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan bahwa produk yang

dihasilkan mempunyai kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya secara

konsisten. Bagian Pengawasan Mutu dikepalai oleh seorang manajer. Bagian

Pengawasan Mutu berkoordinasi dengan Bagian Pemastian Mutu melalui manajer

Quality Management Representative (QMR). Bagian Pengawasan Mutu, sesuai

dengan ketentuan dalam CPOB 2006, berada terpisah dari Bagian Produksi.

Pengawasan mutu dilaksanakan terhadap bahan baku, bahan kemas, produk antara,

produk ruahan, produk jadi, dan penyimpanan produk jadi. Tugas utama bagian

pengawasan mutu atau Quality Control (QC) di PT. Molex Ayus adalah meluluskan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

74

Universitas Indonesia

(release) atau menolak (reject) semua sampel yang diuji setelah dilakukan

pemeriksaan.

Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di

laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal,

produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji

stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka

validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi

bahan dan produk, serta validasi metode analisis.

Bagian pengawasan mutu atau QC di PT. Molex Ayus terbagi menjadi

laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, dan bagian IPC (in process control).

Fasilitas laboratorium kimia terpisah dari laboratorium mikrobiologi dan keduanya

terpisah secara fisik dari area produksi. Laboratorium untuk IPC berada dalam area

produksi untuk memudahkan pengujian. Dalam laboratorium kimia, terdapat ruang

tersendiri untuk instrumen dan terdapat ruang asam.Laboratorium mikrobiologi

dilengkapi laminar air flow (LAF) dengan aliran udara horizontal maupun vertikal.

LAF beraliran udara horizontal digunakan untuk pengujian Angka Lempeng Total

dan Angka Kapang Khamir, sedangkan LAF dengan aliran udara vertikal untuk uji

bakteri patogen. Sampel pertinggal untuk bahan baku maupun obat jadi disimpan

dalam ruang khusus yang dilengkapi dengan climatic chamber.

Tugas harian laboratorium kimia yaitu melakukan pemeriksaan bahan awal

(bahan baku dan bahan kemas); pemeriksaan produk antara, produk ruahan, produk

jadi (uji disolusi); pemeriksaan aqua demineralisata (uji fisik yang dilakukan setiap

hari meliputi pemerian, pH, konduktivitas, TDS, serta uji kimia yang dilakukan setiap

satu minggu sekali). Laboratorium mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan

aqua demineralisata secara mikrobiologi setiap satu minggu sekali, Angka Lempeng

Total (ALT) yaitu analisis jumlah angka bakteri, Angka Kapang Khamir (AKK) yaitu

analisis jumlah angka jamur, Growth Promotion Test (GPT), serta uji mikroba

patogen berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu untuk bakteri Escherichia

coli, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri

Salmonella sp.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

75

Universitas Indonesia

Kegiatan IPC (In Process Control) di PT. Molex Ayus, dilakukan pada ruang

khusus yang tersedia pada masing-masing unit produksi.IPC dilaksanakan langsung

oleh personel dari bagian QC ataupun oleh personel produksi yang sebelumnya telah

dilatih oleh QC. Kegiatan IPC meliputi pengujian secara fisik pada saat proses

pengolahan maupun pengemasan obat.Penetapankadar dan disolusi tetap

dilaksanakan oleh bagian pengawasan mutu di laboratorium QC.

Selain itu, bagian pengawasan mutu di PT. Molex Ayus juga melakukan tugas

berkala yaitu pengawasan limbah dan validasi metode analisa. Validasi metode

analisa meliputi uji linearitas, akurasi (ketepatan atau ketelitian), presisi (repeatability

atau keberulangan dan presisi antara atau intermediate presition), selektivitas,

robustness (ketangguhan metode), serta dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS),

perhitungan LOD (Limit of Detection), dan LOQ (Limit of Quantitation) terhadap

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang digunakan. Pengujian

limbah oleh bagian pengawasan mutu dilaksanakan setiap sebulan sekali, meliputi uji

Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), uji

alkalinitas, uji identifikasi (uji klorida dan uji sulfat), serta pengujian fisik seperti

pengukuran pH, TDS, dan suhu.

Dalam melaksanakan analisis, Bagian Pengawasan Mutu menggunakan baku

pembanding berupa baku kerja yang telah dibakukan terhadap baku primer. Alur

pemeriksaan bahan awal oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai berikut :

a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang.

b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa

Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu.

c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan

memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.

d. Inspektor pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut.

Jumlah wadah yang disampling untuk bahan baku menggunakan rumus √n + 1

(n= jumlah barang yang datang).Untuk bahan pengemas, metode pengambilan

contoh yang digunakan mengacu pada metode ANSI dengan tingkat inspeksi

normal (tingkat II).

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

76

Universitas Indonesia

e. Dilakukan pengambilan contoh bahan di ruang sampling, kemudian contoh

tersebut dibawa ke laboratorium QC untuk diperiksa. Ruang sampling untuk

bahan baku memenuhi persyaratan kelas E yang setara dengan kelas kebersihan

untuk area produksi non steril. Pada saat dilakukan pengambilan contoh, dalam

ruang sampling hanya boleh terdapat satu bahan baku dari satu nomor lot. Alat

sampling yang berbeda digunakan untuk tiap lot bahan baku. Alat sampling yang

digunakan dapat berupa :

a) Pipet, digunakan untuk sampel berupa bahan cair dengan kuantitas ≤ 5 liter

b) Liquid sampler, digunakan untuk sampel berupa bahan cair dalam drum

c) Thief sampler/three zones powder sampler, digunakan untuk sampel berupa

serbuk dalam kantong atau drum besar

d) Sendok pengambil sampel, digunakan untuk sampel berupa bahan setengah

padat

e) Spatel atau sendok pengambil sampel, digunakan untuk sampel berupa

bahan padat dengan kuantitas kecil.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, bagian pengawasan mutu menerbitkan label

release untuk bahan yang memenuhi syarat, dan label reject untuk yang tidak

memenuhi syarat. Pengujian untuk bahan baku meliputi pemerian, kelarutan,

identifikasi, penetapan kadar, serta beberapa uji fisikokimia yang sesuai dengan

monografi masing-masing bahan, sedangkan untuk bahan kemas meliputi ukuran

(panjang, lebar, tinggi, dan diameter), spesifikasi fisik (warna, bentuk tulisan,

penandaan), nomor registrasi, berat bahan, dan jenis bahan pengemas.

Jika ditemukan hasil uji di luar spesifikasi (HULS), bagian pengawasan mutu

melakukan pengujian kembali terhadap sampel tersebut. Pengujian dilakukan oleh

analis yang sama maupun oleh analis lain. Jika hasil pengujian masih tidak sesuai

dengan spesifikasi, HULS dilaporkan kepada bagian pemastian mutu.

Pengawasan mutu yang dilakukan oleh bagian QC PT. Molex Ayus telah sesuai

dengan CPOB karena selalu disesuaikandengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pihak

pabrik maupun ketentuan yang berlaku dalam kompendia.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

77

Universitas Indonesia

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri farmasi yang sedang

berkembang pesat. Di samping telah memperoleh sertifikasi Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB), PT. Molex Ayus sedang menyusun langkah untuk

menyempurnakan sistemnya sesuai dengan PIC’s. Oleh karena itu, PT. Molex Ayus

perlu mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu yang

dilakukannya telah memenuhi ketentuan CPOB. Evaluasi tersebut dilakukan melalui

inspeksi diri.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan

dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang

diperlukan.Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas

yang kompeten dari perusahaan atau auditor luar yang independen.Inspeksi diri

hendaklah dilakukan secara rutin dan di samping itu pada situasi khusus, misalnya

dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.

Inspeksi diri di PT. Molex Ayus menjadi tanggung jawab Quality Management

Representative (QMR). Untuk itu, manajer QMR membawahi inspektor CPOB. Saat

ini, PT. Molex Ayus memiliki 2 orang inspektor CPOB untuk melaksanakan program

inspeksi diri dan audit mutu.

Inspeksi diri dan audit mutu di PT. Molex Ayus dilakukan tiga tahap, yaitu Audit

Kecil (Acil) yang dilakukan minimal 1 bulan sekali, Audit Sedang (Adang) yang

dilakukan minimal 6 bulan sekali, dan Audit Besar (Asar) yang dilkukan setiap satu

tahun sekali dalam bentuk inspeksi diri. Inspeksi diri tersebut dilakukan untuk

memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan meningkatkan efisiensi serta

produktivitas kerja dari masing-masing bagian. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri

dari dua jenis, yaitu inspeksi internal dan inspeksi eksternal. Inspeksi diri internal

dilakukan dengan membentuk tim inspeksi yang bertujuan untuk mengevaluasi semua

bagian yang ada di PT. Molex Ayus. Inspeksi diri internal dilakukan terhadap

personel, bangunan dan fasilitas, penyimpanan, peralatan, produksi, pengawasan

mutu,dokumentasi, dan pemeliharaan gedung. Inspeksi eksternal dilakukan oleh

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pihak-pihak yang melakukan toll

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

78

Universitas Indonesia

inspeksi ke PT. Molex Ayus, maupun pihak PT. Molex Ayus yang melakukan audit

ke pemasok/supplier bahan baku, bahan kemas, distributor, atau ke penerima toll.

Selain melaksanakan program inspeksi diri dan audit mutu, manajer Quality

Management Representative bekerja sama dengan bagian pemastian mutu

mengadakan pelatihan untuk para personel di PT. Molex Ayus agar dapat menerapkan

CPOB secara lebih tepat. Pelatihan tersebut misalnya meliputi pentingnya penerapan

CPOB, sanitasi dan higienitas, serta keamanan dan keselamatan kerja (K3).

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan

Produk Kembalian

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan satu,beberapa, atau

seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk (recall)

dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutunya atau terdapat laporan

mengenai reaksi merugikan yang serius sehingga berisiko terhadap kesehatan

konsumen. Hal tersebut dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian produksi

obat tersebut. Produk kembalian (retur) adalah obat jadi yang telah beredar, namun

dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa,

atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan

keraguan akan identitas, mutu, jumlah,serta keamanan obat yang bersangkutan.

PT.Molex Ayus selalu menanggapi keluhan terhadap obat yang telah diedarkan

dengan cepat, yaitu melalui pembandingan dan pemeriksaan kembali terhadap contoh

pertinggal (retained sample). Bagian pemastian mutu (QA) akan melakukan analisa,

evaluasi, perbaikan-perbaikan, serta bila perlu akan dilakukan penarikan produk obat

yang bersangkutan. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa saran-saran

mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan. Ada 2 jenis penarikan kembali

produk, yaitu mandatory recall (keluhan berasal dari Badan Pengawasan Obat dan

Makanan) dan voluntary recall (penarikan produk berdasarkan inisiatif dari pihak

pabrik sendiri).

Alur proses penarikan kembali produk adalah sebagai berikut : setelah mendapat

surat keluhan resmi atau laporan keluhan, bagian pemastian mutu akan melakukan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

79

Universitas Indonesia

evaluasi dan memeriksa Master batch produk tersebut. Jika tidak ditemukan masalah,

bagian pengawasan mutu (QC) akan melakukan uji terhadap retained sample produk

tersebut. Jika hasilnya memenuhi syarat atau released, kesalahan mungkin disebabkan

oleh masalah penyimpanan yang tidak sesuai pada saat produk berada di tangan

distributor atau di apotek sehingga bukan menjadi tanggung jawab perusahaan.

Namun, jika hasilnya tidak memenuhi syarat atau reject, perusahaan akan melakukan

penarikan kembali produk melalui distributor.

Produk kembalian dibagi menjadi dua jenis yaitu obat daluarsa dan obat yang

cacat atau rusak. Produk kembalian diterima dari distributor, kemudian pabrik akan

mengumpulkan produk-produk tersebut dalam gudang recall. Produk yang diterima

akan diperiksa kelengkapannya, kemudian bagian pengawasan mutu (QC) akan

melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku. Produk tersebut diperiksa

jumlah, nomor bets, dan dibandingkan dengan retained sample. Retained sample

untuk obat jadi disimpan selama masa expired date ditambah satu tahun, setelah itu

dimusnahkan. Penandaan untuk produk recall terdiri dari 3 jenis, yaitu label merah

untuk produk yang ditolak dan akan dimusnahkan, label kuning untuk produk yang

masih menunggu keputusan ditolak atau diluluskan dari bagian pemastian mutu, dan

label hijau untuk produk yang diluluskan oleh bagian pemastian mutu.

Produk kembalian yang telah daluarsa atau berdasarkan hasil pengujian oleh

bagian pengawasan mutu terbukti tidak memenuhi syarat akan dimusnahkan.

Pemusnahan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh bagian

pemastian mutu dan disertai dengan Berita Acara Pemusnahan. Produk yang

dikembalikan tiga bulan sebelum tanggal daluarsanya akan diganti dengan yang baru.

Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dimanfaatkan atau

dikembalikan sebagai stok. Jika hanya kemasan produk yang rusak, akan dilakukan

proses pengemasan ulang.

Prosedur penarikan kembali produk (recall) di PT. Molex Ayus telah berjalan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat gudang khusus untuk menampung

produk-produk kembalian. Kasus penarikan kembali produk relatif jarang terjadi di

PT. Molex Ayus. Kebanyakan produk yang dikembalikan adalah berupa produk retur

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

80

Universitas Indonesia

yang hanya mengalami cacat kemasan sehingga dapat ditangani dengan pengemasan

ulang.

10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen.Dalam

mengoperasikan suatu industri farmasi, dokumentasi merupakan bagian yang sangat

essensial agar industri farmasi yang bersangkutan berjalan sesuai dengan yang

dipersyaratkan oleh CPOB. Dokumentasi yang digunakan oleh suatu industri farmasi

hendaklah mengutamakan tujuan dari pembuatannya, yaitu menentukan, memantau,

dan mencatatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil

menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan terperinci sehingga dapat

mengurangi resiko terjadinya kekeliruan yang dapat ditimbulkan jika hanya

mengandalkan komunikasi secara lisan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

keseluruhan dokumen yang diperlukan seperti: spesifikasi, dokumen produksi

induk/formula pembuatan, prosedur tetap (protap), metode dan instruksi, serta

laporan dan catatan kesemuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan

dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan.

Pembuatan dokumentasi di PT. Molex Ayus dilakukan oleh beberapa bagian

yang masing-masing memiliki peranan dalam pembuatan dokumentasi yang berbeda-

beda sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing, yaitu :

a. Research and Development (R & D)

Dokumen yang dibuat meliputi : Formula, protokol dan uji stabilitas (stabilitas

dipercepat dan jangka panjang).

b. Quality Control (QC)

Dokumen yang dibuat meliputi: Spesifikasi, pengujian (bahan baku, bahan

kemas, produk ruahan, produk antara, dan produk jadi), sampel pertinggal,

reagen, baku pembanding (primer dan sekunder), dan validasi metode analisa.

c. Quality Assurance (QA)

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

81

Universitas Indonesia

Dokumen yang dibuat meliputi: Kualifikasi mesin, validasi proses,

kalibrasiperalatan, master batch, Annual Product Review (Evaluasi Produk

Tahunan), penanganan bila terdapat keluhan terhadap produk obat, penarikan obat

yang tidak memenuhi syarat, pemusnahan obat, analisa air dan limbah, Certificate

Analysis (CA), inspeksi diri, audit internal, validasi pembersihan, dan Corrective

Action and Preventive Action (CAPA).

d. Planning Production Inventory Control (PPIC)

Dokumen yang dibuat meliputi: Laporan barang datang, stok opname, stok bahan

baku dan bahan kemas, toll manufacturing, obat jadi, serta perencanaan produksi

(baik perencanaan per hari, per bulan maupun per tahun).

Dokumentasi yang dilakukan oleh PT. Molex Ayus telah memenuhi

persyaratan CPOB serta tersimpan dengan baik untuk memudahkan pencarian bila

sewaktu-waktu diperlukan.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara teliti, tepat,

dan disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan agar dapat dihasilkan produk yang

memuaskan dan sesuai dengan persyaratan CPOB. Kontrak tertulis antara pemberi

kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung

jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan dengan jelas

prosedur pelulusan tiap bets produk yang akan diedarkan dimana tanggung jawab

tersebut secara penuh berada pada bagian manajemen mutu.

Pada bagian ini terdapat tiga komponen penting yaitu :

a. Pemberi kontrak

Tiap bahan atau produk yang diserahkan oleh pemberi kontrak kepada penerima

kontrak hendaklah yang sudah diluluskan oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu

dari pemberi kontrak. Tiap bahan atau produk yang ditransfer ke penerima

kontrak hendaklah disertai dengan sertifikat analisis dan tiap wadahnya

hendaklah diberi label pelulusan.

b. Penerima kontrak

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

82

Universitas Indonesia

Pada tiap penerimaan produk atau bahan penerima kontrak hendaklah

memastikan kesesuaian penerimaan tersebut dengan tujuan penggunaannya

yaitu dengan mencocokkan apakah nama produk atau bahan, nomor kode, dan

jumlahnya sesuai dengan perintah kerja dan spesifikasi yang sudah disetujui

bersama antara pemberi dan penerima kontrak yang bersangkutan.

c. Kontrak

Kontrak harus dibuat dengan bahasa yang jelas dan tidak mengandung makna

ganda agar pemberi dan penerima kontrak mengetahui tanggung jawabnya

masing-masing.

PT. Molex Ayus melakukan toll manufacturing yaitu apabila suatu

perusahaan ingin memproduksi obat tetapi tidak memiliki fasilitas yang memenuhi

persyaratan CPOB. Dalam hal ini seluruh bahan awal untuk memproduksi obat

disediakan oleh perusahaan pemberi kontrak, sedangkan PT. Molex Ayus sebagai

penerima kontrak yang melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan isi prosedur

pengolahan bets yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi kontrak. Beberapa

perusahaan yang bekerjasama dengan PT. Molex Ayus adalah Landson, Sunti

Sepuri, dan Indofarma.

12. Kualifikasi dan Validasi

PT. Molex Ayus telah melakukan kualifikasi dan validasi sesuai dengan apa

yang dipersyaratkan dalam CPOB. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi

instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan

terhadap alat baru dan setelahnya dilakukan rekualifikasi secara rutin yang dilakukan

setiap satu tahun sekali. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun

ruangan yang digunakan memenuhi standar atau tidak. Rekualifikasi atau kualifikasi

ulang terhadap peralatan dilakukan jika terjadi pemindahan alat, alat mengalami

perbaikan atau terjadi penambahan komponen pada alat untuk meningkatkan kinerja

alat tersebut. Rekualifikasi tersebut dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan kondisi

alat yang ada sehingga produk akhir yang dihasilkan memiliki mutu yang terjamin

untuk setiap betsnya.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

83

Universitas Indonesia

Validasi yang dilakukan di PT. Molex Ayus meliputi validasi proses, validasi

proses pengemasan,validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang.

Validasi tersebut dilakukan terhadap proses yang dapat mempengaruhi mutu produk.

Revalidasi dilakukan jika terjadi perubahan pemasok bahan awal, mesin yang

digunakan dan perubahan formula.

Seluruh kegiatan validasi direncanakan dan dirinci dengan jelas dan

didokumentasikan di dalam Laporan Validasi. Setiap tahun tim validasi menyusun

Rencana Induk Validasi (RIV). Rencana Induk Validasi ini mencakup informasi

tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa

format protokol, laporan validasi dan jadwal perencanaan pelaksanaan validasi.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

84 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil bimbingan dan pengamatan selama pelaksanaan Praktek

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus dapat disimpulkan

bahwa:

a. PT. Molex Ayus selalu berusaha menerapkan prinsip CPOB dalam tiap

aspek dan rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek manajemen

mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hiegene,

produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan

keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk

kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,

serta kualifikasi dan validasi.

b. Profesi apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam suatu

industri farmasi yang berperan dan bertanggung jawab dalam

mengendalikan mutu dari suatu produk. Di PT. Molex Ayus, apoteker

ditempatkan sebagai Plant Manager, Manager Quality Management

Representative (QMR), Manager QA, Manager Produksi, Manager QC,

Asisten Manager R & D, Asisten Manager PPIC, Inspektor CPOB,

Koordinator Validasi, Koordinator Kualifikasi, Asisten Manager QC,

Supervisor Pengemasan, dan Staf R&D.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan perluasan area gudang dan ruang staging untuk

mengantisipasi peningkatan volume produksi. Di samping itu, perlu

disusun suatu sistem penyimpanan yang dapat memudahkan pengambilan

barang, misalnya dengan penyusunan secara alfabetis.

b. Perlu disediakan ruang khusus kesehatan karyawan untuk menangani

karyawan yang sakit atau jika terjadi kecelakaan kerja.

c. PT. Molex Ayus diharapkan dapat meningkatkan produksi dan

penjualannya dengan melakukan kegiatan promosi melalui media

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

85

Universitas Indonesia

elektronik dan media cetak, sehingga produk yang dihasilkan dapat

dikenal oleh masyarakat luas.

d. Perlunya pemisahan ruangan antara laboratorium pengawasan mutu (QC)

dengan laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D) serta

perluasan ruangan laboratorium kimia dan mikrobiologi di bagian

pengawasan mutu sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi

personil dalam bekerja.

e. Penanganan terhadap limbah padat maupun limbah cair yang dihasilkan

oleh PT. Molex Ayus perlu ditingkatkan agar pemeriksaan air limbah

dapat memenuhi persyaratan serta tidak mencemari lingkungan di sekitar

pabrik.

f. Pemeliharaan bangunan dan fasilitas, yang meliputi kebersihan dan

kerapihan perlu ditingkatkan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

86 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. (2006). Jakarta: Badan

Pegawas Obat dan Makanan RI.

Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2001). Jakarta: Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI.

Anonim. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang

Baik.(2001). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Anonim. Guidance Notes on Heating, Ventilation and Air-Conditioning (HVAC)

System for Manufacturers of Oral Solid Dosage Forms. (2008). Singapura:

Health Sciences Authority Regulatory Guidance.

Darwis, Azwar. Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian.

(2008). Jakarta : PT ISFI Penerbitan.

Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal Products, (2004),

Inspection Co-Operation Scheme/PIC’S, Geneva.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Molex Ayus

87

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

88

Lampiran 2. Produk PT. Molex Ayus

Nama obat jadi, bentuk sediaan, dan kekuatan

Aciblok 150 tablet Lexicam 20 kapsul

Aciblok 300 kaplet Lexigo

Alkohol 70% Lexmodine tablet 20 mg

Alkohol 70% Lexmodine tablet 40 mg

Alkohol 70% Melocid

Alpara sirup Methylprednisolon tablet

Alpara kaplet Mofulex krim

Alphamol drops 100 mg Molacort 0,75 mg

Alphamol sirup 120 mg Molacort 0,5 mg

Alphamol kaplet 500 mg ASKES Molacort 0,5 mg ASKES

Alphamol kaplet 150 Moladerm krim 20 mg

Antasida DOEN Moladerm krim 20 mg ASKES

Balsem Hijau Moladerm krim 20 mg

Balsem Hi-rub Moladec drops

Bevalex krim Molaflam tablet

Bevalex krim Molafate suspensi

Clatatin tablet 10 mg Molagit tablet

Cefalex DS Molakrim 30 g

Cefalex Kapsul Molaneuron

Ciprolex 500 kapsul Molapect sirup 15 mg

Dexmolex sirup Molapect sirup 30 mg

Dextral sirup Molapect tablet 30 mg

Dextral sirup Molasic kaplet 500 mg

Dextral kaplet Molasma

Dextral forte kaplet Molason krim 0,1%

DMP 60 ml Molason krim 0,1% ASKES

Diclofam tablet 25 mg Molason krim 0,1%

Diclofam tablet 25 mg ASKES Molavir krim

Diclofam tablet 50 mg Molavir krim ASKES

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

89

Enerfos energy drink Molazol tablet

Enerfos sachet Molazol tablet ASKES

Enerfresh energy drink Molexdine MW 1%

Fexazol tablet 200 mg Molexdine solution 10%

Fexazol tablet 200 mg ASKES Molexdine solution 10%

Fexazol krim 20 mg Molexdine solution 10%

Fucilex krim 20 mg Molexdine solution 10%

Fucilex krim 20 mg ASKES Molexdry sirup

Gentalex krim Molexflu sirup

Glyceril guaiacolat Molexflu kaplet

Glucosamin kaplet Neo kaominal suspensi

Infatrim tablet Neo kaominal suspensi ASKES

Infatrim forte OBH Molex

Infatrim suspensi Omeyus kapsul

Infatrim suspensi ASKES Pedisweet sirup jeruk

Klorfeson krim Pedisweet sirup strawberry

Lexacorton 25 mg Pedisweet granul original

Lexacorton 25 mg ASKES Pedisweet granul jeruk

Lexacorton 25 mg Pedisweet granul strawberry

Lexacrol tablet Phenylbutazone 200 mg

Lexacrol susp 190 Phenylbutazone 200 mg

Lexacrol susp 100 Phenylbutazone 200 mg ASKES

Lexadium tablet Pritacort tablet

Lexadon tablet Pritacort tablet ASKES

Lexadon suspensi Pritagesic kaplet

Lexagin kaplet Pritalinc 500 mg

Lexagin kaplet 1000 Pritamox DS 125 mg

Lexahist tablet 4 mg Pritamox kapsul 500 mg

Lexahist tablet 4 mg Pritanol tablet

Lexamet Pritanol tablet ASKES

Lexapram sirup 60 ml Pritasma tablet

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

90

Lexapram tablet 10 mg ASKES Pritasma tablet ASKES

Lexapram tablet 2mg Pritavit kaplet

Lexaprofen suspensi 100 mg Radivit kaplet

Lexaprofen suspensi 100 mg Rivanol 0,1 %

Lexaprofen kaplet 400 mg Rivanol 0,1%

Lexatrans kapsul Thiamfilex 500 mg

Lexatrans kaplet Thiamfilex DS

Lexavit kaplet Ultraway C

Lexavon sirup Ultraway ACES

Lexavon tablet 8 mg Vical suspensi

Lexcomet tablet 4 mg Vical suspensi

Lexcomet tablet 4 mg tablet Vitalex kapsul

Lexicam 10 kapsul Vitner-Z kaplet

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

91

Lampiran 3. Skema proses pembuatan sediaan solid (granulasi basah)

Penerimaan bahan

kemas

Karantina

Penyimpanan

Penerimaan bahan

baku

Karantina

Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Pembuatan granul basah

Pengayakan granul basah

Pengeringan granul

Pengayakan granul kering

Pencampuran fase luar

(bahan pelincir)

Pencetakan tablet

Stripping

Pengepakan

Karantina Gudang obat jadi

Alufoil

Dus, etiket,

leaflet, box

QC

IPC

Kadar air

QC

Kadar air

IPC (Produksi)

Keseragaman bobot

Kekerasan tablet

Waktu hancur

Friabilitas

IPC

Kebocoran strip

IPC

Kemasan

QC

QC

Pemeriksaan p.ruahan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

92

Lampiran 4. Skema proses pembuatan sediaan solid (granulasi kering)

Penerimaan

bahan kemas

Karantina

Penyimpanan

Penerimaan bahan

baku

Karantina

Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Slugging

Penghancuran

Pengayakan

Pencetakan tablet

Stripping

Pengepakan

Karantina Gudang obat jadi

Alufoil

Dus, etiket,

leaflet, box

QC

IPC

Uji sifat alir

QC

Pemeriksaan produk antara

IPC (Produksi)

Keseragaman bobot

Kekerasan tablet

Waktu hancur

Friabilitas

IPC

Kebocoran strip

IPC

Kemasan

QC

QC

Pemeriksaan p.ruahan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

93

Lampiran 5. Skema proses pembuatan sediaan solid (cetak langsung)

Penerimaan bahan

kemas

Karantina

Penyimpanan

Penerimaan bahan

baku

Karantina

Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Pencetakan tablet

Stripping

Pengepakan

Karantina

Gudang obat jadi

Alufoil

Dus, etiket,

leaflet, box

QC

QC

Pemeriksaan produk antara

IPC (Produksi)

Keseragaman bobot

Kekerasan tablet

Waktu hancur

Friabilitas

IPC

Kebocoran strip

IPC

Kemasan

QC

QC

Pemeriksaan produk ruahan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

94

Lampiran 6. Skema proses pembuatan sediaan solid (penyalutan)

Penerimaan bahan

kemas

Karantina

Penyimpanan

Penerimaan bahan

baku

Karantina

Penyimpanan

Penimbangan

Pencampuran

Pencetakan tablet

Stripping

Pengepakan

Karantina Gudang obat jadi

Alufoil

Dus, etiket,

leaflet, box

QC

IPC (Produksi)

Keseragaman bobot

Kekerasan tablet

Waktu hancur

Friabilitas

IPC

Kebocoran strip

IPC

Kemasan

QC

QC

Pemeriksaan

produk ruahan

Penyalutan IPC (Produksi)

Keseragaman bobot

Kekerasan

Waktu hancur

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

95

Lampiran 7. Skema proses pembuatan sediaan liquid

Penerimaan bahan

kemas

Karantina

Penyimpanan

Penerimaan bahan

baku

Karantina

Penyimpanan

Penimbangan

Pengolahan larutan

Penyaringan

Filling

Pengepakan

Gudang obat jadi

Etiket

Dus, etiket, box

QC

QC

Pemeriksaan produk ruahan

IPC

Uji keseragaman volume

Capping

Uji kebocoran

IPC

Kemasan

QC

Pemasakan aquadest

Karantina

Labelling

Karantina

Botol

Pencucian

Pengeringan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

96

Lampiran 8. Skema proses pembuatan sediaan semisolid

Penerimaan bahan

kemas

Karantina

Penyimpanan

Penerimaan bahan

baku

Karantina

Penyimpanan

Penimbangan

Pembuatan fase air

Filling

Pengepakan

Gudang obat jadi

Dus, etiket, box

QC

QC

Pemeriksaan produk

ruahan

IPC

Kemasan

QC

Karantina

Tube

Pembuatan fase lemak

Pembuatan fase air dan lemak

QC

Uji keseragaman bobot

Uji kerapihan tube

Uji kebocoran

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

97

Lampiran 9. Laporan barang datang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

98

Lampiran 10. Daftar periksa penerimaan barang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

99

Lampiran 11. Form pengambilan contoh

Lampiran 12. Sampel telah diambil oleh bagian Pengawasan Mutu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

100

Lampiran 13. Label karantina bahan baku dan bahan kemas

Lampiran 14. Label karantina oleh bagian Pengawasan Mutu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

101

Lampiran 15. Label release oleh bagian Pengawasan Mutu

Lampiran 16. Label ditolak oleh bagian Pengawasan Mutu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

102

Lampiran 17. Catatan serah terima produk

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

103

Lampiran 18. Catatan pengolahan bets

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

104

Lampiran 19. Catatan pengemasan bets

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

105

Lampiran 20. Label bersih alat

Lampiran 21. Label ruangan telah dibersihkan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

106

Lampiran 22. Label produk antara/ruahan

Lampiran 23. Label bahan baku

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

107

Lampiran 24. Surat penyerahan barang

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

Lampiran 25. Skema pengolahan air di PT. Molex Ayus

Deep well

(raw water)

Aqua Demin

(Anion-Kation-

Karbon)

Klorinasi

Reverse osmosis

Lampu UV

Filter 0,2

Purified water

(Soft water)

Anion-

Kation-

mixed-bed

108

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus

109

109

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. MOLEX AYUS

JL. RAYA SERANG KM 11,5

CIKUPA TANGERANG

PERIODE 6 FEBRUARI – 30 MARET 2012

VALIDASI PEMBERSIHAN

TERHADAP SUPERMIXER DAN FLUID BED DRYER

DENGAN DEKSAMETASON SEBAGAI MARKER

AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm.

(1106046635)

ANGKATAN LXXIV

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

ii

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv

DAFTAR RUMUS …………………………………………………………… ..... v

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar belakang ................................................................................ 1

1.2 Tujuan ............................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3

2.1 Validasi ........................................................................................ 3

2.2 Validasi pembersihan ..................................................................... 5

2.3 Dokumentasi validasi pembersihan ............................................... 19

BAB 3. METODOLOGI VALIDASI PEMBERSIHAN ................................. 21 3.1 Tempat dan waktu pelaksanaan .................................................... 21

3.2 Alat dan bahan ............................................................................. 21

3.3 Cara kerja ..................................................................................... 21

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 25

4.1 Penentuan marker……………………………………… .............. 27

4.2 Pengambilan sampel……………………………………. .............. 28

4.3 Analisis sampel……………………. ............................................ 30

4.4 Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil

validasi pembersihan………………… ......................................... 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 35 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 35

5.2 Saran ........................................................................................... 35

DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 36

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

iii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus ……………….. 12

Gambar 4.1. Rumus struktur deksametason ………………………………. 28

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

iv

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tingkat prosedur pembersihan ………………………………….. 7

Tabel 2.2. Kategori produk berdasarkan kelarutan substansi yang

dibersihkan ………………………………………………………

9

Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu …………………. 9

Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu ……………….. 10

Tabel 2.5. Kategori produk berdasarkan pengamatan visual terhadap residu 10

Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis …….. 33

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

v

Universitas Indonesia

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1. Rumus perhitungan MACO berdasarkan dosis terapetik

harian………………………………………………………

16

Rumus 2.2. Rumus perhitungan NOEL……………………………….. 17

Rumus 2.3. Rumus perhitungan MACO berdasarkan data toksikologi.. 17

Rumus 3.1. Rumus perhitungan target value untuk metode apus…….. 23

Rumus 3.2. Rumus perhitungan target value untuk metode bilasan

terakhir ……………………………………………………

23

Rumus 3.3. Rumus perhitungan jumlah residu untuk metode apus…… 24

Rumus 3.4. Rumus perhitungan kadar residu/cm2 untuk metode apus .. 24

Rumus 3.5. Rumus perhitungan kadar residu untuk metode bilasan

terakhir ……………………………………………………

24

Rumus 4.1. Rumus perhitungan recovery rate ………………………... 30

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

vi

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data analisis sampel untuk peralatan Supermixer DY 250….. 38

Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo... 39

Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar residu secara kimia …………… 40

Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250 ………….. 41

Lampiran 5. Prosedur pembersihan alat Fluid Bed Dryer Toyo ………… 43

Lampiran 6. Gambar alat Supermixer ……………………………………. 44

Lampiran 7. Gambar alat Fluid Bed Dryer ………………………………. 44

Lampiran 8. Label Bersih Alat di PT. Molex Ayus ………………………. 45

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Peralatan yang digunakan dalam industri farmasi biasanya bersifat multi-

purpose equipment sehingga satu peralatan dapat digunakan untuk beberapa

produk yang berbeda. Hal tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi silang.

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi suatu produk terhadap produk

berikutnya, yang diproses menggunakan peralatan yang sama, dibutuhkan

prosedur pembersihan. Prosedur pembersihan seharusnya dapat menghilangkan

residu-residu yang berpotensi menyebabkan pencemaran silang, seperti residu

yang berasal dari produk sebelumnya, hasil degradasi produk, maupun sisa bahan

pembersih dan pelarut yang digunakan dalam pembersihan. Namun, pada

kenyataannya prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak

dapat membersihkan kontaminan secara absolut. Oleh karena itu, metode

pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi harus divalidasi untuk

menjamin bahwa residu yang tersisa masih dalam batas penerimaan yang

ditetapkan. Perhitungan batas residu dapat dilakukan dengan analisis kimia

maupun mikrobiologi.

Validasi pembersihan dinyatakan memenuhi syarat jika kadar residu yang

terdeteksi tidak lebih dari target value yang ditetapkan. Terdapat beberapa

metode untuk menentukan target value. Salah satunya adalah produk selanjutnya

mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk sebelumnya (BPOM, 2006;

PICS, 2007; dan Startup, 2009). Di samping itu, penentuan batas residu dapat

dilakukan menggunakan perhitungan Maximum Allowable Carryover (MACO).

Penentuan batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih

memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas

residu dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada

dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang bersangkutan

(APIC, 2000).

Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin

kualitas, keamanan, serta efektivitas dari sediaan yang diproduksi, PT. Molex

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

2

Universitas Indonesia

Ayus melaksanakan validasi pembersihan. Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker

di PT. Molex Ayus, penulis diberikan tugas khusus untuk mengkaji pelaksanaan

validasi pembersihan yang dilakukan terhadap alat Supermixer dan Fluid Bed

Dryer. Zat aktif yang digunakan sebagai marker dalam pengkajian adalah

deksametason. Data-data yang dianalisis diperoleh dari Protokol dan Laporan

Validasi pembersihan kedua alat tersebut.

1.2. Tujuan

Pelaksanaan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri

farmasi PT. Molex Ayus bertujuan untuk :

1. Mengetahui tujuan, metode pelaksanaan, dan kriteria penerimaan validasi

pembersihan yang berlaku di PT. Molex Ayus, khususnya untuk alat

Supermixer dan Fluid Bed Dryer.

2. Membuktikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex

Ayus telah tervalidasi dengan baik.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap

bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang

digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai

hasil yang diinginkan (BPOM, 2006). Menurut World Health Organization

(WHO), validasi adalah kegiatan pembuktian dan pendokumentasian terhadap

berbagai proses, prosedur, atau metode sehingga hasil yang diinginkan dapat

tercapai secara konsisten. Unsur utama dalam program validasi dirinci dengan

jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master

Plan). Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah

kualifikasi selesai dilakukan, persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap

kualifikasi dan validasi selanjutnya akan diberikan. Protokol validasi mencakup

data sebagai berikut :

1. Kebijakan validasi

2. Struktur organisasi kegiatan validasi

3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi

4. Format dokumen yang terdiri dari format protokol, format laporan validasi,

serta perencanaan dan jadwal pelaksanaan

5. Pengendalian perubahan

6. Acuan dokumen yang digunakan

Validasi terdiri dari :

a. Validasi proses

Validasi proses manufaktur didefinisikan sebagai bukti yang

terdokumentasi bahwa proses manufaktur, termasuk pengemasan, memakai

peralatan yang sesuai sehingga menghasilkan produk yang memenuhi syarat dan

reprodusibel. Validasi proses terdiri dari 3 tipe, yaitu validasi proses prospektif,

konkuren, dan retrospektif. Validasi proses prospektif dilakukan sebelum produk

dipasarkan. Untuk produk berskala kecil atau berbiaya produksi mahal, dapat

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

4

Universitas Indonesia

dilakukan validasi proses konkuren atas izin regulator. Validasi proses konkuren

dilakukan selama proses produksi rutin. Dalam hal tersebut, produksi rutin

dimulai sebelum validasi selesai dilakukan. Validasi retrospektif dilakukan

terhadap proses yang telah stabil atau berjalan.

Validasi prospektif umumnya digunakan pada proses pengembangan

produk baru. Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang

disetujui dinyatakan memenuhi persyaratan validasi proses. Validasi konkuren

dilaksanakan seiring dengan berjalannya produksi rutin berdasarkan protokol yang

telah ditetapkan. Validasi konkuren dilakukan terhadap 3 bets berurutan dari suatu

produk. Bets dapat diluluskan berdasarkan serangkaian hasil uji pengawasan mutu

yang intensif, pengkajian, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal

tertentu, validasi konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi

secara rutin apabila terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi

yang sama dan perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu,

validasi retrospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah

dipasarkan yang dilaksanakan berdasarkan data pengolahan, pengemasan,

pengujian, dan pengawasan bets yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang

telah disiapkan dan disetujui. Validasi retrospektif mencakup analisis

kecenderungan (trend analysis) dengan menggunakan data riwayat dari proses

pengolahan, pengemasan, dan pengendalian mutu (uji kadar, disolusi, pH, dan

bobot jenis). Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data 10-30 bets.

b. Validasi pembersihan

Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur

pembersihan. Validasi pembersihan dilakukan dengan menentukan batas

kandungan residu suatu produk, bahan pembersih, dan pencemaran mikroba

secara rasional yang didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses

pembersihan. Definisi, tujuan, metode pengambilan sampel, protokol dan laporan

validasi pembersihan, serta interpretasi hasil dan kriteria penerimaan dari validasi

pembersihan akan dijelaskan dalam subbab berikutnya.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

5

Universitas Indonesia

c. Validasi ulang (revalidasi)

Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses produksi dan

pembersihan) dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi bahwa validasi masih

absah. Validasi ulang merupakan suatu pengulangan dari validasi sebelumnya

untuk memastikan bahwa perubahan dalam proses atau lingkungan, baik yang

disengaja maupun tidak disengaja, tidak mengakibatkan dampak yang merugikan

terhadap karakteristik proses dan mutu produk yang dihasilkan. Dengan kata lain,

revalidasi adalah peninjauan kembali terhadap dokumen validasi yang telah

disusun (protokol dan laporan validasi) untuk selanjutnya dibandingkan dengan

kondisi terkini (current situation). Untuk produk-produk yang jarang diproduksi,

perlu dilakukan revalidasi proses setelah 1-2 tahun meskipun tidak terdapat

perubahan (Priyambodo, 2007).

d. Validasi metode analisis

Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode

analisis yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu sesuai

dengan tujuan penggunaannya sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan

secara konsisten (Priyambodo, 2007). Validasi metode analisis umumnya

dilakukan terhadap uji identifikasi; uji kandungan impuritas; uji batas impuritas;

uji kuantitas zat aktif dalam sampel bahan, obat, atau komponen tertentu dalam

obat. Metode analisis lain seperti uji disolusi juga divalidasi. Parameter-parameter

yang diuji dalam validasi metode analisis meliputi akurasi, presisi, selektivitas,

Limit of Detection (LOD), Limit of Quantitation (LOQ), rentang, linearitas,

robustness (ketangguhan), dan ruggedness (kekuatan).

2.2. Validasi pembersihan

Validasi pembersihan dapat didefinisikan sebagai tindakan pembuktian

bahwa prosedur pembersihan yang ditetapkan mampu dipergunakan untuk

membersihkan peralatan secara terus-menerus (konsisten) dan dapat

menghasilkan tingkat residu yang diperbolehkan dengan hasil yang terpercaya.

Prosedur pengujian yang digunakan harus cukup efektif untuk mendeteksi sisa

produk dan bahan pembersih yang digunakan (BPOM, 2006). Prosedur

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

6

Universitas Indonesia

pembersihan yang telah tervalidasi perlu untuk dikaji ulang (BPOM, 2009).

Validasi pembersihan terutama ditujukan untuk bahan-bahan dengan kriteria

sebagai berikut (Priyambodo, 2007) :

1. Bahan-bahan yang sulit dibersihkan

2. Produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan yang rendah

3. Produk-produk yang mengandung bahan yang sangat toksik, karsinogenik,

mutagenik, atau teratogenik

4. Untuk bahan yang sama, dipilih produk dengan dosis yang lebih tinggi

Kriteria alat atau mesin yang akan divalidasi adalah (Priyambodo, 2007) :

1. Peralatan atau mesin baru

2. Untuk mesin dengan merk dan tipe yang sama, cukup salah satu yang

divalidasi

3. Jika proses produksi menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara

berkelanjutan (in line machine), masing-masing mesin tetap divalidasi secara

terpisah. Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi yang permanen, validasi

dapat dilaksanakan secara bersamaan.

2.2.1. Tujuan validasi pembersihan

Validasi pembersihan bertujuan untuk (Priyambodo, 2007) :

1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang

digunakan sudah tepat dan bersifat reprodusibel

2. Memastikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan tidak menimbulkan

efek negatif terhadap peralatan atau mesin yang dibersihkan

3. Memastikan bahwa operator melaksanakan prosedur pembersihan secara

kompeten, sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah

ditentukan

4. Memastikan bahwa cara pembersihan dapat menghasilkan tingkat residu

sesuai dengan ketentuan

5. Menjamin bahwa peralatan yang digunakan bersih sehingga produk yang

dihasilkan selalu terjamin mutu dan keamanannya. Prosedur pembersihan

dapat menghindarkan terjadinya pencemaran silang suatu produk terhadap

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

7

Universitas Indonesia

produk berikutnya yang pada umumnya dibuat menggunakan peralatan yang

sama (BPOM, 2009).

2.2.2. Tingkat prosedur pembersihan

Bahan-bahan yang terlibat dalam proses produksi memiliki karakteristik

yang bervariasi. Oleh karena itu, Active Ingredients Committee (APIC) menyusun

suatu pedoman mengenai tingkat prosedur pembersihan. Tingkat prosedur

pembersihan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan validasi pembersihan,

seperti dijelaskan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tingkat prosedur pembersihan (APIC, 2000)

Tingkat

pembersihan Jenis kontaminan

Validasi

pembersihan

2

Kontaminan yang terbawa dari produk

sebelumnya bersifat kritis. Prosedur

pembersihan yang cermat dibutuhkan

untuk mengantisipasi kandungan residu

melebihi kriteria penerimaan yang

ditentukan.

Esensial atau

penting dilakukan

1

Kontaminan yang terbawa dari produk

sebelumnya tidak bersifat kritis.

Prosedur pembersihan dibutuhkan untuk

meminimalkan kemungkinan terjadinya

kontaminasi dari produk sebelumnya.

Namun, kriteria penerimaan untuk

tingkat 1 tidak seketat pada tingkat 2.

Dalam kasus

tertentu

dibutuhkan,

namun dalam

beberapa kondisi

tidak dibutuhkan

0

Kontaminan dari produk sebelumnya

tidak kritis. Prosedur pembersihan tidak

detail.

Tidak dibutuhkan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

8

Universitas Indonesia

2.2.3. Bracketing dan worst case rating

Peralatan yang digunakan dalam industri farmasi biasanya bersifat multi-

purpose equipments sehingga beberapa produk yang berlainan dapat diproduksi

dengan alat yang sama. Urutan produk yang diproses dengan suatu alat terdiri dari

berbagai kemungkinan. Jika semua kemungkinan prosedur pembersihan

divalidasi, tentunya akan memakan waktu dan tenaga. Oleh karena itu, validasi

pembersihan dapat dilakukan hanya terhadap beberapa kasus tertentu yang

ditentukan dengan berbagai pendekatan sebagai berikut (APIC, 2000 dan Startup,

2009) :

a. Penentuan batas residu yang spesifik untuk produk tertentu

b. Penentuan batas residu dalam suatu kelompok, kemudian dipilih kasus

kontaminasi terburuk yang mungkin terjadi

c. Mengelompokkan produk menurut risiko yang ditimbulkannya, seperti

berdasarkan kelarutan, potensi, toksisitas, atau kemampuan produk untuk

dideteksi

d. Menggunakan faktor keamanan (safety factor) yang berbeda untuk setiap

bentuk sediaan (terutama ditujukan untuk bahan berpotensi tinggi)

Berikut ini akan dijelaskan mengenai contoh pengelompokan produk yang

akan dibersihkan dan prioritas kemungkinan terburuk (worst case rating) yang

dapat ditetapkan (APIC, 2000).

a. Berdasarkan tingkat kesulitan residu untuk dibersihkan, produk dapat

dikategorikan menjadi :

i. Kategori 1 : residu mudah dibersihkan

ii. Kategori 2 : residu agak mudah dibersihkan

iii. Kategori 3 : residu sulit dibersihkan

b. Berdasarkan kelarutan residu

Berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan dalam pelarut yang

digunakan, dapat dibuat pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.2.

Angka kelarutan yang diuraikan dalam Tabel 2.2. mengacu pada United States

Pharmacopoeia (USP) 30.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

9

Universitas Indonesia

Tabel 2.2. Kategori produk berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan

(The United States Pharmacopeial Convention, 2007 e-book dan APIC, 2000)

Kategori Deskripsi kelarutan residu Jumlah pelarut yang dibutuhkan

untuk melarutkan 1 bagian residu

1 Sangat mudah larut

Mudah larut

< 1

1-10

2 Larut

Agak larut

10-30

30-100

3

Agak sukar larut

Sukar larut

Praktis tidak larut

100-1000

1000-10000

> 10000

c. Berdasarkan toksisitas residu

Berdasarkan toksisitas residu, dapat dibuat pengelompokan produk seperti

terlihat pada Tabel 2.3. Deskripsi mengenai toksisitas yang diuraikan dalam Tabel

2.3. mengacu pada Toxicology - The Basic Science of Poisons.

Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu (Casarett dan Doull,

1980 dan APIC, 2000)

Kategori Deskripsi toksisitas residu Dosis letal per oral untuk manusia

(mg/kg)

1 Praktis tidak toksik

Sedikit toksik

> 15000

5000-15000

2 Agak toksik (medium) 500-5000

3 Toksik 50-500

4 Sangat toksik 5-50

5 Super toksik < 5

d. Berdasarkan dosis terapetik

Studi mengenai dosis terapetik biasanya dilakukan menggunakan data oral

atau parenteral. Jika dosis terapi tidak diketahui, dapat digunakan data toksisitas.

Kategori produk berdasarkan dosis terapi disajikan pada Tabel 2.4.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

10

Universitas Indonesia

Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu (APIC, 2000)

e. Berdasarkan pengamatan visual terhadap residu

Berdasarkan pengamatan visual terhadap residu, dapat dibuat limit

pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kategori produk berdasarkan pengamatan visual terhadap residu

(APIC, 2000)

Kategori Deskripsi limit Keterangan

1 High limit Dapat terdeteksi pada alat secara visual

2 Moderately high limit Cukup terdeteksi pada alat secara visual

3 Moderately low limit Mungkin terdeteksi pada alat secara visual

4 Low limit Kemungkinan tidak dapat terdeteksi pada alat

secara visual

5 Very low limit Tidak dapat terdeteksi pada alat secara visual

Berdasarkan kategori-kategori yang telah diuraikan di atas, dapat disusun

prioritas mengenai kasus terburuk yang mungkin terjadi, misalnya :

a. Residu yang sulit dibersihkan lebih diprioritaskan untuk memperoleh validasi

pembersihan karena dapat menyebabkan lebih banyak residu yang tertinggal

pada alat dibandingkan jika residu tersebut mudah dibersihkan

b. Residu dengan kelarutan rendah lebih diprioritaskan untuk memperoleh

validasi pembersihan karena dapat menyebabkan lebih banyak residu yang

tertinggal pada alat dibandingkan jika residu tersebut larut dalam pembilas

yang digunakan

Kategori Interval dosis (dosis terapi terkecil)

1 > 1000 mg

2 100-1000 mg

3 10-99 mg

4 1-9 mg

5 < 1 mg

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

11

Universitas Indonesia

c. Residu dengan toksisitas yang tinggi lebih diprioritaskan untuk memperoleh

validasi pembersihan karena residu dengan kadar kecil dapat menyebabkan

efek samping berbahaya bagi konsumen

d. Residu dari produk dengan dosis terapi kecil lebih diprioritaskan untuk

memperoleh validasi pembersihan karena relatif lebih sulit dibersihkan, sulit

dideteksi, dan cenderung menyebabkan limit penerimaan yang lebih kecil

Re-rating, atau penyusunan ulang terhadap prioritas yang telah ditetapkan,

dilakukan jika terjadi perubahan pada (APIC, 2000) :

a. Metode analisis yang digunakan

b. Proses (prosedur pembersihan)

c. Produk, misalnya terdapat penambahan produk baru

d. Peralatan

2.2.4. Metode pengambilan sampel untuk validasi pembersihan

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan seksama agar dapat

mewakili tempat yang sulit dibersihkan. Metode pengambilan sampel untuk

validasi pembersihan terdiri dari 3 jenis, yaitu metode apus, metode pembilasan

terakhir, dan metode plasebo. Ketiga metode tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut.

1. Metode apus (swab sampling method atau direct surface sampling method)

Pengambilan sampel dengan metode apus menggunakan batang apus yang

dibasahi pelarut. Metode tersebut secara langsung dapat menyerap residu dari

permukaan alat. Jenis pelarut yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat

fisikokimia dan tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diperiksa (Priyambodo,

2007). Pelarut yang sering digunakan antara lain air, etanol, dan heksana.

Sebelum mengambil sampel, dilakukan uji perolehan kembali (recovery test)

dengan larutan yang telah diketahui kadarnya yang dikeringkan pada sebidang

area seluas (5x5) cm2. Setelah diambil secara apus, sampel diperiksa

menggunakan metode analisis yang ditetapkan. Recovery untuk cara apus minimal

70%. Area pengambilan sampel dengan metode apus ditentukan secara seksama

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

12

Universitas Indonesia

sehingga dapat mewakili seluruh permukaan alat (BPOM, 2009). Contoh batang

apus dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Hasil swab melalui proses ekstraksi sebelum dilakukan analisis terhadap

kadar residu yang terkandung dalam sampel. Untuk pengujian kandungan mikroba

dalam sampel yang diambil secara apus, terlebih dahulu dilakukan kultur mikroba

dan inkubasi terhadap sampel. Batang apus untuk pengambilan sampel harus

kompatibel dengan pelarut dan metode analisa yang digunakan, serta tidak

melepaskan serat-serat yang dapat mengganggu proses analisa (Priyambodo,

2007).

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengambilan

sampel dengan metode apus yaitu (Startup, 2009) :

a. Batang apus yang digunakan, termasuk supplier dari material tersebut

b. Luas dan jumlah area yang akan diapus

c. Lokasi pengambilan sampel

d. Kondisi peralatan yang dibersihkan, misalnya terbuat dari bahan gelas atau

stainless steel

[Sumber : www.asianproducts.com]

Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus

Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit

larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang

sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan

evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area permukaan

alat. Adapun kekurangan metode apus yaitu (Priyambodo, 2007) :

a. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar

tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang

diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

13

Universitas Indonesia

b. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu

c. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali

d. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang

2. Metode bilasan terakhir (rinse sampling method atau indirect method)

Sampel pada metode bilasan terakhir diperoleh dengan mengumpulkan

pelarut pembilas yang telah bersentuhan dengan permukaan alat yang dibersihkan,

kemudian dianalisis untuk menentukan kandungan residu dan atau mikroba yang

terkandung di dalamnya. Metode bilasan terakhir umumnya dipilih untuk

alat/mesin yang sulit dijangkau dengan metode apus, misalnya karena tersusun

oleh banyak pipa atau lekukan. Metode bilasan terakhir dapat menganalisa adanya

residu dari detergen atau desinfektan yang digunakan dalam proses pembersihan

(Startup, 2009). Pelarut yang digunakan untuk pembilasan tidak boleh bereaksi

atau menyebabkan degradasi pada sampel yang diuji. Pelarut pembilas harus

bersentuhan dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup agar residu yang

akan dianalisis dapat terlarut sempurna (Priyambodo, 2007). Untuk memperoleh

sampel bilasan (rinse sample), digunakan pelarut yang diketahui jumlahnya.

Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut organik seperti etanol atau air murni

(BPOM, 2009). Tingkat recovery untuk metode bilasan terakhir adalah sebagai

berikut (Startup, 2009) :

a. Recovery > 80% : baik

b. Recovery > 50% : cukup sesuai

c. Recovery < 50% : diragukan

Kekurangan metode bilasan terakhir adalah ada kemungkinan tidak

seluruh bahan terlarut dalam pelarut yang digunakan sehingga tidak seluruh residu

dapat terdeteksi (BPOM, 2009). Di samping itu, metode tersebut tidak cocok

digunakan untuk peralatan yang kompleks atau tersusun dari beragam instrumen,

seperti mesin cetak tablet, Fluid Bed Dryer (FBD), dan granulator (Priyambodo,

2007). Adapun kelebihan metode bilasan terakhir antara lain :

a. Metode tersebut memungkinkan pengambilan sampel dari peralatan yang

memiliki permukaan luas (Priyambodo, 2007)

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

14

Universitas Indonesia

b. Metode tersebut dapat menjangkau seluruh permukaan alat termasuk bagian

sudut yang sukar diambil dengan metode apus sehingga memungkinkan

tercapainya tingkat recovery rate yang tinggi. Jika dilakukan dengan benar,

hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh permukaan peralatan

(Startup, 2009).

c. Variasi hasil analisis dengan metode bilasan terakhir lebih kecil dibandingkan

dengan metode apus (Priyambodo, 2007)

3. Metode plasebo

Peralatan yang telah dibersihkan digunakan untuk proses produksi dari

satu bets produk plasebo. Pengambilan sampel dilakukan sepanjang proses

produksi, kemudian dianalisis kandungan residu dan atau mikroorganisme yang

terkandung dalam sampel. Bets produk plasebo tidak mengandung zat aktif. Jika

hasil analisis menunjukkan adanya kandungan residu dalam sampel yang diambil,

kemungkinan residu tersebut berasal dari kontaminasi produk sebelumnya.

Metode plasebo biasanya dikombinasikan dengan metode apus atau metode

bilasan terakhir (Startup, 2009).

Kelebihan metode plasebo adalah contoh yang diambil merupakan

simulasi dari proses produksi yang sebenarnya sehingga memungkinkan penilaian

langsung terhadap efek akumulasi dari tahapan proses produksi karena prosedur

validasi dilakukan terhadap satu rangkaian peralatan (Priyambodo, 2007). Adapun

kekurangan metode tersebut antara lain (Startup, 2009) :

a. Metode plasebo kurang disarankan karena tidak reprodusibel, membutuhkan

biaya yang tinggi, dan sulit dilakukan

b. Metode plasebo tidak dapat menjamin kontaminan akan terbawa dan

terdeteksi pada saat analisis sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu

c. Tingkat sensitivitas pengujian relatif rendah akibat faktor pengenceran selama

proses produksi

2.2.5. Metode analisis untuk pengujian validasi pembersihan

Metode pengujian yang digunakan harus spesifik terhadap bahan yang

diperiksa dan telah dibuktikan kehandalannya melalui validasi metode analisa

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

15

Universitas Indonesia

(Priyambodo, 2007). Di samping itu, metode analisis yang digunakan harus

sensitif sehingga dapat mendeteksi adanya residu dalam jumlah yang kecil (FDA,

1993). Metode analisis didokumentasikan sebagai bagian dari protokol validasi

(BPOM, 2009). Hasil pengujian, dari 3 kali pembersihan berturut-turut,

dirangkum dalam suatu tabulasi berdasarkan parameter uji yang telah ditentukan,

seperti pengamatan secara visual (jernih atau keruh), pH, kadar residu, dan

konduktivitas. Beberapa metode analisis yang umum digunakan yaitu (Startup,

2009) :

a. Metode kromatografi, seperti High Performance Liquid Chromatography

(HPLC), Gas Chromatography (GC), dan High Performance Thin Layer

Chromatography (HPTLC)

b. Metode Total Organic Carbon (TOC) dan ELISA digunakan untuk

menentukan residu biologis pada produk (Canada Health Products and Food

Branch Inspectorate, 2000)

c. Spektrofotometri UV-Vis

2.2.6. Penentuan batas residu

Validasi pembersihan merupakan pembuktian bahwa prosedur

pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu yang berasal dari

(Ghosh dan Dey, 2010) :

a. Produk sebelumnya

b. Produk antara, hasil reaksi, atau hasil degradasi produk

c. Bahan pembersih (detergen) atau pelarut yang digunakan dalam prosedur

pembersihan

d. Mikroorganisme

Kriteria penerimaan batas residu yang biasa digunakan dalam industri

farmasi dijelaskan sebagai berikut.

1. Menurut Petunjuk Operasional Pedoman CPOB (BPOM, 2009)

Di dalam protokol ditetapkan metode penentuan/ perhitungan batas residu

yang rasional. Penentuan batas residu mempertimbangkan faktor antara lain:

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

16

Universitas Indonesia

ukuran bets, kapasitas alat, dosis, dan toksisitas. Salah satu kriteria yang dapat

dipakai sebagai patokan adalah apabila residu produk memenuhi kriteria berikut :

a. Kriteria dosis (0,1%)

Residu bahan aktif dari produk sebelumnya tidak melebihi 0,1% x dosis

terapetik maksimal per hari dalam produk selanjutnya.

b. Kriteria 10 ppm

Produk berikut mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk

sebelumnya.

c. Bersih secara visual

Pada alat yang telah dibersihkan tidak terlihat secara visual adanya sisa

produk sebelumnya. Studi dengan cara spike telah menunjukkan bahwa bahan

aktif yang terkandung dalam obat akan tampak secara visual pada tingkat

konsentrasi lebih kurang 100 μg per daerah yang diapus dengan ukuran (5x5)

cm2. Dapat terjadi residu produk memenuhi dua kriteria pertama, tetapi masih

terlihat adanya residu pada permukaan setalah pembersihan. Oleh karena itu,

alat tersebut harus dibersihkan kembali sampai residu tidak terlihat secara

visual.

2. Menurut Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Ingredient

Plants (APIC, 2000)

1. Berdasarkan dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose)

Prinsip : kontaminasi suatu bahan (residu) terhadap produk selanjutnya tidak

boleh melebihi proporsi tertentu yang dinyatakan sebagai safety factor, yang

umumnya bernilai 1

1000 dari dosis residu. Metode tersebut digunakan jika dosis

terapi harian diketahui, dapat dirumuskan sebagai berikut :

(2.1.)

Keterangan :

MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang

diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya

TDDprevious : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

17

Universitas Indonesia

TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya

MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk

selanjutnya

SF : Safety factor, umumnya bernilai 1000

2. Berdasarkan data toksikologi

Jika dosis terapi harian tidak diketahui, misalnya untuk residu yang berasal

dari deterjen atau zat intermediet hasil suatu reaksi, data toksikologi dapat

digunakan untuk menghitung batas residu yang diperbolehkan. Rumus

perhitungannya adalah sebagai berikut :

(2.2.)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut, MACO dapat

ditentukan dengan cara sebagai berikut :

(2.3.)

Keterangan :

MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang

diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya

NOEL : No Observed Effect Level

LD50 : Letal dose 50 (dalam g/kg hewan uji), yaitu dosis yang

menyebabkan 50% dari hewan uji mengalami kematian.

70 : Berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg)

2000 : Konstanta empiris

TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya

MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk

selanjutnya

SF : Safety factor, nilainya bervariasi tergantung dari bentuk sediaan

dan rute pemberian obat, yaitu :

i. Topikal, nilai SF 10-100

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

18

Universitas Indonesia

ii. Oral, nilai SF 100-1000

iii. Parenteral, nilai SF 1000-10000

3. Target value

i. Pengambilan sampel dengan metode apus (swab limit)

(

Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

Keterangan :

M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)

WF : recovery rate

Ftot : luas total permukaan alat bagian dalam (dm2)

Mi : jumlah residu dari sampel i (mg)

Ci : jumlah residu dalam sampel i yang terukur oleh metode analisa

yang digunakan (mg)

CBi : Blanko dari sampel i (mg). Blanko sampel diberi perlakuan yang

sama dengan sampel uji, tetapi batang apus untuk blanko sampel

tidak diusap pada permukaan alat yang dibersihkan (blanko

negatif).

Fi : luas area yang diapus pada pengambilan sampel i (dm2)

N : jumlah sampel yang diapus

i : nomor sampel (dari 1 sampai dengan N)

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

19

Universitas Indonesia

ii. Pengambilan sampel dengan metode bilasan terakhir (rinse limit)

Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

M = V x (C-CB), persyaratan : M < target value

dengan

M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)

V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L)

C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode

analisis yang sesuai (mg/L)

CB : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan)

yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/L)

2.3. Dokumentasi validasi pembersihan

2.3.1. Protokol validasi pembersihan

Protokol validasi pembersihan disiapkan dengan mempertimbangkan

kondisi terburuk, seperti (BPOM, 2009) :

1. Alat dibersihkan setelah ditinggal dalam keadaan tidak dibersihkan selama 24

jam atau lebih

2. Cemaran berasal dari bahan yang sukar dibersihkan karena kelarutannya

dalam air sangat rendah atau mempunyai sifat melekat kuat pada permukaan

alat

3. Cemaran berasal dari bahan yang memiliki potensi atau toksisitas tinggi

Protokol validasi pembersihan harus mencakup hal-hal sebagai berikut

(Priyambodo, 2007) :

1. Halaman pengesahan

2. Tujuan pelaksanaan validasi

3. Cakupan atau ruang lingkup proses validasi

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

20

Universitas Indonesia

4. Latar belakang pelaksanaan validasi

5. Pembagian tugas dan tanggung jawab

6. Dokumen terkait yang digunakan

7. Garis besar pelaksanaan proses pembersihan

8. Rencana pengambilan sampel dan pengujian

9. Rencana analisa hasil uji

10. Penetapan kriteria penerimaan, yaitu batas kebersihan yang dapat diterima

2.3.2. Laporan validasi pembersihan

Laporan validasi pembersihan mencakup (Priyambodo, 2007) :

1. Halaman pengesahan

2. Tujuan pelaksanaan validasi

3. Ringkasan pelaksanaan validasi

4. Pembagian tugas dan tanggung jawab

5. Garis besar proses pembersihan yang dilakukan

6. Pengambilan sampel

7. Pengujian

8. Hasil pengujian

9. Analisis hasil pengujian

10. Penetapan kriteria penerimaan

11. Pembahasan

12. Kesimpulan

13. Rekomendasi

14. Daftar pustaka/rujukan

2.3.3. Revalidasi pembersihan

Revalidasi pembersihan terdiri dari (PIC/S, 2007) :

1. Revalidasi saat terjadi perubahan peralatan, produk, ataupun proses yang

berkaitan dengan prosedur pembersihan yang telah divalidasi

2. Revalidasi periodik yang dilakukan dalam interval waktu tertentu

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

21 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI VALIDASI PEMBERSIHAN

3.1. Tempat dan waktu pelaksanaan

Pengkajian terhadap validasi pembersihan dilakukan di PT. Molex Ayus

pada tanggal 19-30 Maret 2012. Pengkajian validasi pembersihan tersebut

dilakukan terhadap dua peralatan, yaitu :

1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk

pengolahan produk Molacort 0,75

2. Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk

pengolahan produk Molacort 0,75

3.2. Alat dan bahan

3.2.1. Alat-alat yang digunakan dalam validasi pembersihan meliputi :

1. Supermixer DY 250

2. Fluid Bed Dryer Toyo kapasitas 100 kg

3. Batang apus

4. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

5. Peralatan gelas

3.2.2. Bahan yang digunakan untuk validasi pembersihan meliputi :

1. Deksametason

2. Asetonitril

3. Aquabidestilata

4. Metanol

3.3. Cara kerja

3.3.1. Bracketing

Bracketing dilakukan untuk menentukan kasus terburuk yang

mungkin terjadi pada prosedur pembersihan suatu alat. Langkah tersebut

dibutuhkan untuk menetapkan marker. Validasi pembersihan dilakukan

terhadap peralatan yang telah dibersihkan dari residu marker. Adapun cara

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

22

Universitas Indonesia

menentukan marker di PT. Molex Ayus adalah dengan

mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Toksisitas marker

2. Kelarutan marker dalam air

3. Dosis marker

4. Tingkat kesulitan pembersihan marker

3.3.2. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada alat dilakukan dengan metode apus

(swab) dan bilasan terakhir (rinse), dengan rincian sebagai berikut :

1. Untuk Fluid Bed Dryer, dilakukan pengambilan sampel dengan

metode apus pada bagian dinding dan dasar pan, sedangkan pada

bagian bed dilakukan pengambilan sampel dengan metode rinse

sebanyak 3 kali.

2. Untuk Supermixer, dilakukan pengambilan sampel dengan metode

rinse pada bagian granul discharge, sedangkan metode apus dilakukan

pada bagian tutup dan pan. Untuk bagian pan, pengambilan sampel

dilakukan pada bagian dasar pan, impeller, dan chopper.

3.3.3. Prosedur pengujian terhadap sampel

Sampel dianalisis secara kimia dengan menggunakan HPLC untuk

menetapkan kadar residu yang tertinggal di peralatan setelah proses

pembersihan. Sistem HPLC untuk kedua alat yang divalidasi yaitu :

1. Kolom : Purospher C18 (L1)

2. Laju alir : 1,5 mL / menit

3. Waktu analisa : 5,0 menit

4. Fase gerak : asetonitril : air (1,5 : 2,5)

5. Detektor : UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm

6. Baku pembanding : deksametason

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

23

Universitas Indonesia

(3.2.)

3.3.4. Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi

pembersihan

Kriteria penerimaan ditetapkan berdasarkan metode Maximum

Allowable Carryover (MACO), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang

diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya

TDDprevious : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)

TDDnext : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya

MBS : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk

selanjutnya

SF : Safety factor, umumnya bernilai 1000

Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus

sebagai berikut :

1. Untuk metode apus

(3.1.)

2. Untuk metode bilasan terakhir

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

24

Universitas Indonesia

(3.3.)

(3.4.)

(3.5.)

Kadar residu dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

1. Untuk metode apus

Mula-mula dihitung jumlah residu dalam sampel, dengan rumus :

Harga χ yang diperoleh dari perhitungan di atas digunakan untuk

menghitung kadar residu dengan cara :

Keterangan :

C1 : konsentrasi larutan baku pembanding (ppm)

χ : jumlah residu dalam sampel (μg)

V : volume analit (mL)

A1 : luas puncak baku pembanding

A2 : luas puncak sampel yang dianalisis

25 cm2 : luas daerah apus (5x5) cm

2

2. Untuk metode bilasan terakhir

M = V x (C-CB)

dengan :

M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg)

V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L)

C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode

analisis yang sesuai (mg/L)

CB : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan)

yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/L)

Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu

(M) < target value

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

25 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosedur pembersihan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang dari

suatu produk terhadap produk selanjutnya yang diproduksi menggunakan

peralatan yang sama. Selain berasal dari produk sebelumnya, residu yang

berpotensi menyebabkan pencemaran dapat berasal dari hasil degradasi atau hasil

reaksi bahan-bahan dalam suatu produk, mikroorganisme, maupun residu bahan

pembersih atau pelarut yang digunakan dalam proses pembersihan. Prosedur

pembersihan seharusnya dapat menghilangkan residu-residu tersebut. Namun,

prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak dapat

membersihkan kontaminan secara mutlak sehingga dibutuhkan validasi

pembersihan untuk menjamin bahwa residu kontaminan masih berada dalam batas

penerimaan yang diizinkan. Hal tersebut penting untuk memastikan mutu dan

keamanan sediaan farmasi yang diproduksi.

Untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan, PT.

Molex Ayus melaksanakan validasi pembersihan. Kegiatan tersebut ditangani oleh

seorang Koordinator Validasi yang bertanggung jawab kepada Manajer QMR

(Quality Management Representative) dan Manajer Pemastian Mutu (QA). Dalam

melaksanakan validasi pembersihan, Koordinator Validasi bekerja sama dengan

Bagian Pengawasan Mutu (QC) dan Bagian Produksi. Bagian Pengawasan Mutu

bertanggung jawab terhadap analisis sampel, baik secara kimia maupun

mikrobiologi. Bagian Produksi, dalam hal ini operator dengan pengawasan dari

supervisor produksi, bertugas melakukan prosedur pembersihan mesin.

Validasi pembersihan di PT. Molex Ayus dilakukan terhadap seluruh

peralatan produksi yang bersentuhan dengan produk, seperti Supermixer, Fluid

Bed Dryer, Polydirection Moveable Mixer, mesin cetak tablet, mesin penyalut

tablet, dan mesin striping untuk sediaan solid. Di samping itu, peralatan produksi

untuk sediaan semi solid dan liquid, seperti mixer dan mesin pengisi (filling) juga

membutuhkan validasi pembersihan. Peralatan produksi yang terdapat di PT.

Molex Ayus bersifat multi-purpose equipments sehingga satu peralatan dapat

digunakan untuk memproduksi berbagai produk. Urutan produk yang diproses

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

26

Universitas Indonesia

dengan suatu alat terdiri dari berbagai kemungkinan. Jika validasi pembersihan

dilakukan terhadap semua kemungkinan tersebut, tentunya akan memakan waktu

dan tenaga. Oleh karena itu, dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT.

Molex Ayus menetapkan beberapa marker. Marker ditentukan berdasarkan

beberapa faktor seperti toksisitas, kelarutan, dosis, dan tingkat kesulitan bahan

untuk dibersihkan. Di PT. Molex Ayus terdapat 3 marker, yaitu deksametason

untuk produk solid, betametason untuk produk semi solid, dan fenilpropanolamin

HCl untuk produk cair. Ketiga marker tersebut dipilih berdasarkan toksisitas yang

dapat ditimbulkannya.

Validasi pembersihan dilakukan terhadap peralatan yang telah dibersihkan

dari residu produk yang mengandung marker. Penilaian terhadap validasi

pembersihan ditentukan berdasarkan residu yang terdeteksi pada peralatan. Mula-

mula, sampel yang akan dianalisis harus diambil terlebih dahulu dari peralatan

yang akan divalidasi. Pengambilan sampel di PT. Molex Ayus dapat

menggunakan metode apus (swab) dan metode bilasan terakhir (rinse).

Selanjutnya, sampel diuji secara kimia maupun mikrobiologi. Analisis secara

kimia bertujuan untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal pada alat setelah

dilakukan pembersihan. Analisis kimia dilakukan menggunakan High

Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisis mikrobiologi digunakan

untuk menentukan jumlah mikroba pencemar yang terdapat pada sampel, yaitu

dengan metode Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK).

Kriteria penerimaan residu dapat ditentukan dengan berbagai metode. PT.

Molex Ayus menggunakan metode Maximum Allowable Carryover (MACO)

yang didasarkan pada dosis terapi harian obat yang dijadikan marker. Penentuan

batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih

memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas residu

dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada dosis

terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang dianalisis (APIC,

2000). Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus

sebagai berikut :

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

27

Universitas Indonesia

1. Untuk metode apus

2. Untuk metode bilasan terakhir

Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu < target

value.

Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus, penulis

mendapat tugas khusus untuk mengkaji validasi pembersihan yang dilakukan

terhadap :

1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk

pengolahan produk Molacort 0,75.

2. Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk

pengolahan produk Molacort 0,75.

4.1. Penentuan marker

Produk Molacort® 0,75 digunakan sebagai marker dalam validasi

pembersihan yang diamati. Kedua produk tersebut mengandung zat aktif

deksametason. Pemilihan deksametason sebagai marker didasarkan pada

toksisitas zat tersebut. Prosedur pembersihan yang tidak tervalidasi dapat

menyebabkan sebagian residu deksametason tertinggal pada peralatan. Hal

tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran silang. Residu Deksametason yang

mencemari produk selanjutnya dapat menyebabkan efek samping yang

membahayakan konsumen.

Berikut ini akan diuraikan mengenai sifat farmakologi dan fisikokimia dari

deksametason (Sweetman (ed.), 2009).

4.1.1. Pemerian : serbuk kristal putih sampai hampir putih, tidak berbau

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

28

Universitas Indonesia

4.1.2. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut sebagian dalam alkohol,

aseton, dioksan, dan metil alkohol; agak larut dalam

kloroform; sedikit larut dalam eter

4.1.3. Dosis : 0,5-10 mg per hari, diberikan secara per oral

4.1.4. Toksisitas : berdasarkan post-marketing study yang dilakukan oleh

eHealthMe, sejumlah 1,53% dari pasien yang mendapatkan

deksametason mengalami efek samping obat (drug toxicity)

(eHealthMe, 2012). Toksisitas deksametason dalam bentuk

sediaan relatif lebih kecil dibandingkan dalam bentuk zat aktif.

Efek samping yang ditimbulkan oleh deksametason antara lain

mual, muntah, peningkatan nafsu makan, kerusakan ginjal,

dan intoleransi glukosa. Beberapa efek samping bersifat

kronik, seperti hipertensi dan osteoporosis. Toksisitas akut

dari deksametason dinyatakan dengan nilai LD50 yaitu >3000

mg/kg. Nilai LD50 ditentukan dengan tikus uji yang diberi

deksametason per oral (Boehringer Ingelheim Roxane

Laboratories, 2008).

[Sumber : The United States Pharmacopeial Convention, 2007 e-book]

Gambar 4.1. Rumus struktur deksametason

4.2. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada validasi pembersihan yang dikaji menggunakan

metode apus dan metode bilasan terakhir. Pengambilan sampel pada Fluid Bed

Dryer dilakukan menggunakan metode apus untuk bagian pan dan dengan metode

rinse untuk bagian bed. Pengambilan sampel pada Supermixer dilakukan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

29

Universitas Indonesia

menggunakan metode rinse untuk bagian granul discharge dan metode apus

untuk bagian tutup pan, dasar pan, impeller, dan chopper.

Metode apus dilakukan dengan mengusapkan batang apus ke permukaan

peralatan yang akan dianalisis. Residu yang terdapat pada permukaan peralatan

akan menempel pada batang apus. Selanjutnya, residu diekstraksi menggunakan

pelarut metanol. Hasil ekstraksi dianalisis secara kimia dan mikrobiologi untuk

menentukan kadar residu dan jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya.

Namun, pengkajian yang dilakukan oleh penulis hanya berfokus pada pengujian

secara kimia, sedangkan analisis secara mikrobiologi tidak dibahas lebih lanjut.

Sebelum menetapkan kadar residu dalam sampel, Bagian Pengawasan

Mutu terlebih dahulu menguji tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari

metode pengambilan sampel yang digunakan. Area pengambilan sampel dengan

metode apus ditentukan secara seksama sehingga dapat mewakili seluruh

permukaan alat (BPOM, 2009). Pengambilan sampel secara apus dilakukan pada

daerah seluas (5x5) cm2.

Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit

larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang

sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan

evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area di

permukaan alat. Namun, metode apus juga memiliki beberapa kekurangan, seperti

(Priyambodo, 2007) :

1. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar

tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang

diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain

2. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu

3. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali

4. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang

Untuk menanggulangi keterbatasan metode apus tersebut, PT. Molex Ayus

melakukan pengambilan sampel dengan dua cara, yaitu dengan metode apus dan

metode rinse. Pemilihan metode didasarkan pada bagian alat yang akan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

30

Universitas Indonesia

disampling. Kombinasi keduanya diharapkan dapat saling melengkapi sehingga

dapat diperoleh data analisis yang akurat.

Sampel pada metode bilasan terakhir diperoleh dengan mengumpulkan

pelarut pembilas yang telah bersentuhan dengan permukaan alat yang dibersihkan,

kemudian dianalisis untuk menentukan kadar residu yang terkandung di

dalamnya. Pelarut yang digunakan untuk pembilasan tidak boleh bereaksi atau

menyebabkan degradasi pada sampel yang diuji. Pelarut yang digunakan adalah

metanol. Seperti pada metode apus, Bagian Pengawasan Mutu terlebih dahulu

menentukan tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari metode rinse yang

dilakukan. Kelebihan metode bilasan terakhir antara lain :

1. Metode tersebut memungkinkan pengambilan sampel dari peralatan yang

memiliki permukaan luas (Priyambodo, 2007).

2. Metode tersebut dapat menjangkau seluruh permukaan alat termasuk bagian

sudut yang sukar diambil dengan metode apus. Jika dilakukan dengan benar,

hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh permukaan peralatan

(Startup, 2009).

Tingkat perolehan kembali (recovery rate) untuk metode apus ditentukan

dengan cara melarutkan sejumlah marker dalam pelarut yang sesuai sehingga

diketahui konsentrasinya, kemudian dilakukan pengambilan sampel dari larutan

yang mengandung marker tersebut dengan metode apus pada bidang berukuran

(5x5) cm2. Selanjutnya, dilakukan penetapan kadar marker dalam sampel yang

dianalisis. Kadar marker hasil analisis dibandingkan dengan konsentrasi larutan

marker sebenarnya. Recovery rate dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Recovery rate = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑠𝑤𝑎𝑏 × 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑈𝐾𝑆

𝑅𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑈𝐾𝑆 × 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑤𝑎𝑏 × 100% (4.1.)

4.3. Analisis sampel

Dalam melaksanakan validasi pembersihan, Koordinator Validasi bekerja

sama dengan Bagian Pengawasan Mutu. Bagian Pengawasan Mutu bertugas

melakukan analisis terhadap sampel yang diambil dari peralatan. Analisis sampel

meliputi pengujian secara kimia dan mikrobiologi. Pengujian secara kimia

bertujuan untuk menetapkan kadar residu dalam sampel, sedangkan analisis

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

31

Universitas Indonesia

mikrobiologi bertujuan untuk menghitung jumlah mikroorganisme yang terdapat

dalam sampel. Pada kesempatan ini, penulis hanya akan membahas mengenai

analisis sampel secara kimia.

Sampel dianalisis secara kimia menggunakan High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal di

peralatan setelah proses pembersihan. Metode analisa yang digunakan telah

divalidasi oleh Bagian Pengawasan Mutu. Sistem HPLC untuk kedua alat yang

divalidasi yaitu :

1. Kolom : Purospher C18 (L1)

2. Laju alir : 1,5 mL / menit

3. Waktu analisa : 5,0 menit

4. Fase gerak : asetonitril : air (1,5 : 2,5)

5. Detektor : UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm

6. Baku pembanding : deksametason

4.4. Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi

pembersihan

Validasi pembersihan dinyatakan memenuhi syarat jika kadar residu yang

dianalisis lebih kecil dibandingkan kriteria penerimaan yang ditetapkan.

Penetapan kriteria penerimaan di PT. Molex Ayus menggunakan metode

Maximum Allowable Carryover (MACO). Menurut metode MACO, kriteria

penerimaan ditentukan dengan menghitung target value. Target value diperoleh

dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat. Nilai

MACO diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

TDDprevious merupakan dosis terapi harian dari marker. Validasi

pembersihan yang dikaji menggunakan marker deksametason dengan dosis terapi

harian 0,75 mg. SF atau safety factor merupakan proporsi tertentu yang

menyatakan batas kontaminasi yang diperbolehkan. SF umumnya bernilai 1000.

MBS merupakan besar bets dari produk selanjutnya. TDDnext menyatakan dosis

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

32

Universitas Indonesia

terapi harian dari produk selanjutnya. Menurut data dari PT. Molex Ayus, terdapat

71 kemungkinan produk selanjutnya. Perhitungan MACO dilakukan terhadap 71

kemungkinan tersebut, kemudian dipilih nilai MACO terkecil. Pemilihan tersebut

mengasumsikan bahwa nilai MACO terkecil akan memberikan target value

terkecil pula. Semakin kecil harga target value, semakin kecil pula kadar residu

yang diizinkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa deksametason yang

diizinkan tertinggal pada peralatan dan mungkin mengontaminasi produk

selanjutnya berjumlah minimum. Berdasarkan data dari PT. Molex Ayus, nilai

MACO terkecil yaitu 48600 μg.

Setelah memperoleh nilai MACO, target value untuk metode apus dapat

dihitung dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat.

Luas permukaan Supermixer DY 250 adalah 15379,2 cm2 sehingga target value

yang diperoleh yaitu 3,160 μg/cm2. Luas permukaan Fluid Bed Dryer Toyo adalah

75033,4 cm2 sehingga target value yang diperoleh yaitu 0,648 μg/cm

2. Untuk

metode bilasan terakhir, target value dihitung dengan membandingkan nilai

MACO terhadap volume pembilas. Volume pembilas yang digunakan adalah 5

mL, sehingga target value yang diperoleh yaitu 9720 mg

/L atau sama dengan 9,720

mg.

Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis dapat dilihat

pada Tabel 4.1. Kadar residu yang ditampilkan pada Tabel 4.1. merupakan hasil

rata-rata. Data hasil analisis secara lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1

dan 2. Berdasarkan data pada Tabel 4.1., terlihat bahwa rata-rata kadar residu

pada alat Supermixer berkisar antara 0,007-0,1005 μg/cm2 untuk sampel yang

diambil dengan metode apus, sedangkan sampel yang diambil dengan metode

rinse menghasilkan kadar residu 0,00112 dan 0,00014 mg. Residu yang diperoleh

dengan metode apus menunjukkan hasil yang bervariasi sesuai dengan lokasi

pengambilan sampel. Residu terbesar terdapat pada bagian dasar pan, sedangkan

residu terkecil pada bagian tutup pan. Dengan demikian, metode apus dapat

memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap bagian alat yang

hendak dianalisis secara spesifik.

Rata-rata kadar residu yang diperoleh dengan metode apus untuk alat Fluid

Bed Dryer berkisar antara 0,003-0,015 μg/cm2. Residu terbesar diperoleh dari

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

33

Universitas Indonesia

bagian dasar pan, sedangkan residu terkecil dari bagian dinding pan. Seperti

halnya pada Supermixer, kadar residu yang diperoleh dengan metode apus pada

Fluid Bed Dryer memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap

bagian alat yang dianalisis secara spesifik. Kadar residu yang diperoleh dengan

metode rinse yaitu 0,00318, 0,00025, dan 0,00026 mg.

Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis

Peralatan Sampel yang

diambil

Rata-rata kadar

residu

Kriteria

penerimaan Kesimpulan

Supermixer

DY 250

Sampel rinse dari

bagian granul

discharge

0,00112 mg 1.MACO =

48600 μg

2.Target value

swab =

3,160 μg/cm2

3.Target value

rinse =

9,720 mg

Memenuhi syarat

0,00014 mg

Sampel swab dari

bagian tutup pan 0,007 μg/cm

2 Memenuhi syarat

Sampel swab dari

bagian dasar pan 0,1005 μg/cm

2 Memenuhi syarat

Sampel swab dari

bagian impeller 0,0089 μg/cm

2 Memenuhi syarat

Sampel swab dari

bagian chopper 0,0098 μg/cm

2 Memenuhi syarat

Fluid Bed

Dryer Toyo

Sampel rinse dari

bagian bed

0,00318 mg 1.MACO =

48600 μg

2.Target value

swab =

0,648 μg/cm2

3.Target value

rinse =

9,720 mg

Memenuhi syarat 0,00025 mg

0,00026 mg

Sampel swab dari

bagian dinding

pan

0,004 μg/cm2 Memenuhi syarat

0,004 μg/cm2 Memenuhi syarat

0,005 μg/cm2 Memenuhi syarat

0,003 μg/cm2 Memenuhi syarat

Sampel swab dari

bagian dasar pan

0,015 μg/cm2 Memenuhi syarat

0,012 μg/cm2 Memenuhi syarat

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

34

Universitas Indonesia

Prosedur pembersihan dibutuhkan untuk menghilangkan residu produk

sebelumnya sehingga dapat meminimalkan potensi terjadinya pencemaran silang.

Namun, prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi belum tentu

dapat menghilangkan residu tersebut secara absolut. Oleh karena itu, dilakukan

validasi pembersihan untuk menjamin bahwa residu yang tertinggal pada

peralatan masih dalam batas yang diizinkan.

Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, PT. Molex Ayus melakukan validasi

pembersihan. Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus

terlebih dahulu menentukan marker. Salah satu marker yang digunakan adalah

deksametason karena tingkat toksisitas zat tersebut relatif lebih tinggi

dibandingkan zat-zat lain yang digunakan di PT. Molex Ayus. Selanjutnya,

dilakukan pengambilan sampel dengan metode apus dan metode bilasan terakhir.

Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis secara kimia menggunakan HPLC

untuk menetapkan kadar residu. Hasil analisis dibandingkan terhadap kriteria

penerimaan. Kriteria yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada metode

Maximum Allowable Carryover (MACO).

Berdasarkan hasil analisis, kadar residu yang diperoleh dari alat

Supermixer maupun Fluid Bed Dryer lebih kecil dibandingkan target value untuk

masing-masing alat. Dengan demikian, residu yang tertinggal setelah proses

pembersihan alat berada dalam rentang yang diizinkan. Dapat disimpulkan bahwa

prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex Ayus telah mampu

menghilangkan residu deksametason dari peralatan Supermixer DY 250 dan Fluid

Bed Dryer Toyo dengan baik.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

35 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengkajian terhadap validasi pembersihan yang dilakukan di

PT. Molex Ayus, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

5.1.1. Validasi pembersihan bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur

pembersihan dapat meminimalisir residu yang terdapat di mesin produksi

sehingga mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin mutu

produk yang dihasilkan.

5.1.2. Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus terlebih

dahulu menentukan marker. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel

dengan metode apus dan metode bilasan terakhir. Sampel yang diperoleh

kemudian dianalisis secara kimia maupun mikrobiologi untuk menetapkan

kadar residu atau jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya. Hasil

analisis dibandingkan terhadap kriteria penerimaan.

5.1.3. Kriteria penerimaan yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada

metode Maximum Allowable Carryover (MACO) karena metode tersebut

bersifat lebih spesifik (bergantung pada dosis terapi harian dari bahan yang

dianalisis).

5.1.4. Prosedur pembersihan terhadap alat Supermixer DY 250 dan Fluid Bed

Dryer Toyo, menggunakan deksametason sebagai marker, telah tervalidasi

dengan baik.

5.2. Saran

Residu pelarut dan bahan pembersih yang digunakan dalam prosedur

pembersihan sebaiknya dianalisis dan dijadikan salah satu parameter validasi

pembersihan selain kadar residu dari produk sebelumnya dan jumlah mikroba

dalam sampel.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

36 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

APIC. (2000). Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active

Pharmaceutical Ingredient Plants. Diunduh dari www.apic.cefic.org/pub/pub-

cleaning-validation pada tanggal 19 Maret 2012 pk. 10.00 WIB.

Boehringer Ingelheim Roxane Laboratories. (2008). Dexamethasone Tablets USP-

Material Safety Data Sheet. Diunduh dari www.bi-msds.e3solutionsinc.com

pada tanggal 30 Maret 2012 pk 11.00 WIB.

BPOM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan

Pegawas Obat dan Makanan RI.

BPOM. (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang

Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Canada Health Products and Food Branch Inspectorate. (2000). Cleaning

Validation Guidelines.

Casarett dan Doull. (1980). Toxicology - The Basic Science of Poisons. Dalam :

APIC. Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Pharmaceutical

Ingredient Plants. Diunduh dari www.apic.cefic.org/pub/pub-cleaning-

validation pada tanggal 19 Maret 2012 pk. 10.00 WIB.

eHealthMe. (2012). Does Dexamethasone Cause Drug Toxicity? Diunduh dari

http://www.ehealthme.com/ds/dexamethasone/ pada tanggal 28 Maret 2012 pk.

13.30 WIB.

Ghosh, A. dan Dey, S. (2010). Overview of Cleaning Validation in

Pharmaceutical Industry. International Journal of Pharmaceutical Quality

Assurance 2010; 2(2), 26-30.

PIC/S. (2007). Validation Master Plan Installation and Operational Qualification

Non-Sterile Process Validation - Cleaning Validation. Diunduh dari

http://www.picscheme.org pada tanggal 21 Maret 2012 pk 13.30 WIB.

Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global

Pustaka Utama.

PT. Molex Ayus. (2010). Prosedur Tetap Pembersihan Fluid Bed Dryer Toyo

Kapasitas Maksimal 100 kg. Nomor Dokumen 05-03-121. Tangerang: PT.

Molex Ayus.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

37

Universitas Indonesia

PT. Molex Ayus. (2010). Prosedur Tetap Pembersihan Supermixer. Nomor

Dokumen 05-03-048-01. Tangerang: PT. Molex Ayus.

Startup, J. (2009). Cleaning Validation. WHO Supplementary Training Modules

in Training workshop on regulatory requirements for registration of Artemisin

based combined medicines and assessment of data submitted to regulatory

authorities, February 23-27, 2009, Kampala, Uganda.

Sweetman, S. C. (ed.). (2009). Martindale the Extra Pharmacopoeia 36th Edition.

London : Pharmaceutical Press.

The United States Pharmacopeial Convention. (2007). US Pharmacopoeia 30-NF

25 (e-book).

U.S. Food and Drug Administration. (1993). Validation of Cleaning Processes-

Guide to inspections validation of cleaning processes. Diunduh dari

www.fda.gov pada tanggal 21 Maret 2012 pk 13.00 WIB.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

38

Lampiran 1. Data analisis sampel untuk peralatan Supermixer DY 250

1. Rata-rata luas puncak baku pembanding (deksametason) : 1148774

2. Hasil analisis secara kimia dapat dilihat pada tabel berikut :

Nama sampel Waktu retensi

(menit) Luas puncak Kadar residu

Sampel rinse 1 3,856 25992

0,00113 mg

3,856 25628 0,00111 mg

Rata-rata 0,00112 mg

Sampel rinse 2 3,834 3200

0,00014 mg

3,834 3274 0,00014 mg

Rata-rata 0,00014 mg

Sampel pan 3,854 28848 0,1005 μg/cm2

Sampel impeller 3,855 2578 0,00896 μg/cm2

Sampel chopper 3,854 2827 0,0098 μg/cm2

Sampel tutup

pan

3,855 1611 0,0056 μg/cm2

3,855 2153 0,0075 μg/cm2

3,853 1497 0,0052 μg/cm2

Rata-rata 0,007 μg/cm2

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

39

Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo

1. Rata-rata luas puncak baku pembanding (deksametason) : 1431180

2. Hasil analisis secara kimia dapat dilihat pada tabel berikut :

Nama sampel Waktu retensi

(menit) Luas puncak Kadar residu

Sampel rinse 1 5,075 90551

0,00316 mg

5,075 91709 0,00320 mg

Rata-rata 0,00318 mg

Sampel rinse 2 5,079 7029

0,00025 mg

5,079 7188 0,00025 mg

Rata-rata 0,00025 mg

Sampel rinse 3 5,092 7308

0,00026 mg

5,092 7557 0,00026 mg

Rata-rata 0,00026 mg

Sampel swab

dinding pan 1 5,060 1480 0,004 μg/cm

2

Sampel swab

dinding pan 2 5,061 1347 0,004 μg/cm

2

Sampel swab

dinding pan 3 5,059 1854 0,005 μg/cm

2

Sampel swab

dinding pan 4 5,069 998 0,003 μg/cm

2

Sampel swab dasar

pan 1 5,076 5513 0,015 μg/cm

2

Sampel swab dasar

pan 2 5,041 4116 0,012 μg/cm

2

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

40

Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar residu secara kimia

A. Untuk metode apus

Diketahui :

Kadar baku pembanding deksametason : 10 ppm

Volume analit : 10 mL

Rata-rata luas puncak baku pembanding : 1148774

Luas puncak sampel : 28848

Area yang diapus : 25 cm2

Kadar residu :

10𝑥

10 =

1148774

28848

χ = 2,5112 μg

kadar residu = 2,5112 𝜇𝑔

25 𝑐𝑚 2 = 0,1005 μg/cm2

B. Untuk metode bilasan terakhir

Diketahui :

Kadar baku pembanding deksametason : 10 ppm

Konsentrasi deksametason dalam blanko negatif (pembilas) : CB = 0 ppm

Volume rinse (V) : 5 mL

Rata-rata luas puncak baku pembanding : 1148774

Luas puncak sampel : 25992

Kadar residu :

10 𝑝𝑝𝑚

𝐶 =

1148774

25992 C = 0,23 ppm

M = V x (C-CB)

M = 0,005 L x (0,23 - 0) mg

/L

M = 0,00115 mg

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

41

Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250

PROSEDUR

1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian

2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan “OFF”

3. Ketika memasang atau melepaskan bagian-bagian mesin, operator diwajibkan

menggunakan sarung tangan bersih, penutup kepala, dan masker

4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets,

prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :

4.1. Bersihkan sisa-sisa granul yang menempel pada mesin menggunakan cave

4.2. Bersihkan debu yang melekat pada bagian luar mesin dengan kain lap

5. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur

pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :

5.1. Pastikan saklar dalam keadaan menyala atau “ON”, yaitu dengan cara

membuka handle ke arah atas

5.2. Masukkan air panas dan teepol ke dalam Supermixer, kemudian tutup

alat rapat-rapat

5.3. Putar mixer dengan cara menekan tombol “ON”

5.4. Jika diperkirakan mesin telah bersih, matikan mesin dengan cara

menekan tombol “OFF”, kemudian turunkan handle untuk

memutuskan aliran listrik

5.5. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air ke dalam bak

penampung

5.6. Buka penutup mesin sebelah atas, bilas tutup dan badan Supermixer

dengan aquademineralisata hingga bersih

5.7. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air bilasan ke

dalam bak penampung

5.8. Bilas mesin dengan purified water

5.9. Keringkan bagian dalam mesin dengan lap bersih

5.10. Lap dengan alkohol teknis

5.11. Bersihkan debu yang menempel pada bagian luar mesin dengan kain

lap

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

42

Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250 (lanjutan)

5.12. Tutup mesin Supermixer dan tempelkan label “alat telah dibersihkan”

6. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih

dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

43

Lampiran 5. Prosedur pembersihan alat Fluid Bed Dryer Toyo

PROSEDUR

1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian

2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan “OFF”

3. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets,

prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :

3.1. Bersihkan wadah penampung dari sisa-sisa granul menggunakan Cave.

Hati-hati, bagian alas mudah robek.

3.2. Bersihkan debu pada bagian luar mesin dengan vaccum cleaner

4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur

pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut :

4.1. Cuci wadah penampung dengan cara menyemprotkan air sampai bersih.

Bila perlu, wadah penampung dapat disikat dengan sikat plastik.

4.2. Keringkan wadah penampung dengan lap bersih

4.3. Buka pintu mesin di sebelah kiri, lepaskan tali pengikat atas dan bawah,

kemudian ambil kain filter

4.4. Cuci kain filter dengan larutan deterjen sampai bersih. Sikat bagian

sudut kain filter untuk membersihkan granul-granul yang menempel,

kemudian jemur hingga kering

4.5. Bersihkan debu yang menempel pada bagian dalam dan luar mesin

dengan vaccum cleaner

4.6. Pasang kembali kain filter dan wadah penampung bersih pada mesin

sehingga mesin siap digunakan

4.7. Alirkan udara panas sesuai dengan prosedur tetap (Protap)

pengoperasian Fluid Bed Dryer

4.8. Keringkan wadah penampung dan kain filter sampai kering

4.9. Setelah prosedur pembersihan alat selesai dilakukan, tempelkan “label

alat telah dibersihkan” pada alat tersebut

5. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih

dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan.

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

44

Lampiran 6. Gambar alat Supermixer

[Sumber : www.indonetwork.co.id]

Lampiran 7. Gambar alat Fluid Bed Dryer

[Sumber : www.tradekorea.com]

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20361525-PR-Agatha Dwi Setiastuti-PT... · universitas indonesia. laporan praktek kerja profesi apoteker

45

Lampiran 8. Label bersih alat di PT. Molex Ayus

Laporan praktek..., Agatha Dwi Setiastuti, FMIPA UI, 2012