universitas indonesia laporan praktek …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351367-pr-irianthi panut-...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 1 FEBRUARI - 29 MARET 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
IRIANTHI PANUT S.Farm1206313236
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2013
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 1 FEBRUARI - 29 MARET 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
IRIANTHI PANUT S.Farm1206313236
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2013
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, serta menyusun
laporan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu selama pelaksanaan PKPA ini, khususnya kepada:
1. Ibu Dra. Niken Magdalena, Apt., M.Pharm. selaku pembimbing dari RSUP
Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang
bermanfaat selama melaksanakan kegiatan PKPA dan penyusunan laporan
ini.
2. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt. selaku pembimbing dari
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan serta penyusunan laporan ini.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
5. Bapak Ahmad Subhan, S.Si., M.Si., Apt. Selaku Ketua Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan
yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan dan penyusunan laporan.
6. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan
pengalaman yang bermanfaat serta membantu penulis selama melaksanakan
kegiatan PKPA.
7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program pendidikan profesi apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8. Keluarga terkasih, Papa, Mama, Mba Anti, Mba Irma, dan Opi, yang selalu
menjadi kekuatan bagi penulis dalam menjalani setiap langkah dalam
perjalanan menuju kesuksesan.
9. Sahabat-sahabat terbaik, Yusdam, Ima, Septi, Agye, Oci, Kak Ika, Wiwi dan
Ica yang selalu menemani, khususnya sebagai penyemangat dalam menjalani
perkuliahan, dan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
v
10. Rekan-rekan Apoteker UI angkatan LXXVI.
Penulis menyadari dalam menyusun laporan PKPA ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan laporan PKPA ini mnejadi lebih baik lagi ke depannya. Akhir kata,
semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan keberkahan, serta laporan
PKPA ini dapat membawa manfaat bagi pembaca.
Penulis
2013
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... .. iHALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ .. iiiKATA PENGANTAR ................................................................................... .. ivDAFTAR ISI .................................................................................................. .. viDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. .. vii
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... .. 11.1 Latar Belakang .................................................................................... .. 11.2 Tujuan .................................................................................................. .. 2
2. TINJAUAN UMUM ................................................................................. .. 32.1 Definisi Rumah Sakit .......................................................................... .. 32.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit .......................................................... .. 32.3 Klasifikasi Rumah Sakit ...................................................................... .. 32.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ................................... .. 52.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ........................... ............. .. 62.6 Visi dan Misi RSUP Fatmawati .......................................................... .. 72.7 Motto dan Falsafah RSUP Fatmawati ................................................. .. 82.8 Nilai dan Tujuan RSUP Fatmawati ..................................................... .. 8
3. TINJAUAN KHUSUS .............................................................................. .. 103.1 Instalasi Farmasi .................................................................................. .. 103.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ..................................................... .. 153.3 Satuan Farmasi Fungsional ........................................................... .. 423.4 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati ......................................... .. 55
4. PEMBAHASAN ........................................................................................ .. 574.1 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ..................................................... .. 574.2 Satuan Farmasi dan Fungsional .......................................................... .. 694.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati ......................................... .. 77
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ .. 785.1 Kesimpulan .......................................................................................... .. 785.2 Saran .................................................................................................... .. 78
DAFTAR ACUAN ......................................................................................... .. 82
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi RSUP Fatmawati ........................................ 83Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ............ 84Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati ................................................................................... 85Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi ............... 86Lampiran 5. Alur penerimaan perbekalan farmasi .......................................... 87Lampiran 6. Alur distribusi perbekalan farmasi ............................................. 88Lampiran 7. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik ....... 89Lampiran 8. Alur pelayanan obat sitostatika .................................................. 90Lampiran 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas ............................. 92Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription ................................................................................. 93Lampiran 11. Alur pelayanan resep di Depo ASKES ....................................... 94Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati ........................................................................ 95Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi
Bedah Sentral .............................................................................. 96Lampiran 14. Daftar paket obat dan alkes Cito ................................................ 98Lampiran 15. Daftar paket obat dan alkes Paket Elektif ................................... 99Lampiran 16. Daftar paket obat dan alkes Bedah Prima ................................... 100Lampiran 17. Alur pemantauan efek samping obat .......................................... 101Lampiran 18. Alur program pelayanan informasi obat ..................................... 102Lampiran 19. Formulir pelayanan informasi obat ............................................ 103Lampiran 20. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat ................................... 104Lampiran 21. Alur pengkajian resep ................................................................. 105
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus
memperhatikan fungsi sosial, nilai, norma agama, sosial budaya, moral, dan etika
profesi. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan pemerintah memiliki tanggung
jawab dalam hal merencanakan, mangatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat (Daris, 2010).
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya
kesehatan penunjang. Selain itu, rumah sakit juga dapat dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian, serta pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan (Siregar, 2004). Pelayanan
farmasi merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Hal ini diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pelayanan kesehatan farmasi di rumah sakit tidak terlepas dari adanya
peran apoteker. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan,
ketrampilan, dan keahlian di bidang farmasi serta memiliki hak dalam
menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Peran apoteker menjadi hal penting
guna mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan
pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan
keahlian di bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker
memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, maka
dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati Jakarta. RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang
berupaya memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan
dan penelitian diseluruh disiplin ilmu.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP
Fatmawati adalah sebagai berikut:
a. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS).
b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Satuan Farmasi
Fungsional (SFF)
c. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam Tim Farmasi dan
Terapi (TFT).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit
mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain
berdasarkan jenis pelayanan dan kepemilikan atau pengelolaannya.
2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri atas :
a. Rumah Sakit Umum kelas A
Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua
belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis.
b. Rumah Sakit Umum kelas B
Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8
(delapan) spesialis lain, dan 2 (dua) subspesialis dasar.
c. Rumah Sakit Umum kelas C
Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
(empat) spesialis dasar, dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Umum kelas D
Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2
(dua) spesialis dasar.
2. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit Khusus kelas A
Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
lengkap.
b. Rumah Sakit Khusus kelas B
Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
terbatas.
c. Rumah Sakit Khusus kelas C
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
minimal.
2.3.2 Berdasarkan pengelolaan
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat.
1. Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
2. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Rumah Sakit Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati
Soekarno sebagai rumah sakit yang mengkhususkan penderita TBC Anak dan
rehabilitasinya. Pada tanggal 15 April 1961, penyelenggaraan dan pembiayaan
Rumah Sakit Fatmawati diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga
tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Rumah Sakit Fatmawati. Tahun 1984
RS Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai unit
swadana pada tahun 1991. Tahun 1994 ditetapkan menjadi unit swadana tanpa
syarat, dan tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997,
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak). Selanjutnya, pada tahun 2000, Rumah Sakit
Fatmawati ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI
No. 117 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati
Jakarta. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati
memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP
Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16
Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri
Kesehatan No. 424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati
telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001:2008 dan OHSAS
18001:2007. Pada tahun 2013, RSUP Fatmawati sedang menuju untuk
mendapatkan sertifikat JCI (Joint Commission International).
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggaran upaya
penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu,
dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan,
dan penelitian.
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati
Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:
1. Pelayanan medis
2. Pelayanan penunjang medis dan non medis
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
3. Pelayanan dan asuhan keperawatan
4. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
5. Pelayanan rujukan
6. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
7. Penelitian dan pengembangan
8. Administrasi umum dan keuangan
2.6 Visi dan Misi RSUP Fatmawati
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
rumah sakit umum pusat fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan, paripurna,
dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:
1. terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap.
2. paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of
care) serta tuntas.
3. terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah-kaidah IPTEK terkini.
4. menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
5. berorientasi kepada para pelanggan.
Sedangkan misi dari RSUP Fatmawati adalah:
1. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan
dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi
dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
2. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
4. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
5. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.7 Motto dan Falsafah RSUP Fatmawati
Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan
3. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
4. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
5. kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
2.8 Nilai dan Tujuan RSUP Fatmawati
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
1. Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
2. Professional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya).
3. Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
4. Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
5. Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
1. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety)
2. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif
yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
3. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
4. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
5. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
daya manusia rumah sakit.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
10 Universitas Indonesia
BAB 3TINJAUAN KHUSUS
3.1 Instalasi Farmasi
IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker. Kepala
Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-
peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi
barang farmasi.
3.1.1 Bagan Organisasi
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang
dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Contoh struktur
organisasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi rumah sakit.
3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
3.1.2.1 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter,
apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih
dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. Peran
apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan
dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah
sakit ditentukan dalam panitia ini.
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.
3.1.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medis, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya.
3.1.2.3 Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit
Apoteker juga berperan dalam tim/panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain:
1. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
2. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
3. Tim penanggulangan AIDS
4. Tim transplantasi
5. Tim PKMRS, dan lain-lain.
3.1.3 Analisa Kebutuhan Tenaga
3.1.3.1 Jenis Ketenagaan
1. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, Sarjana
Farmasi, dan Asisten Apoteker (AMF, SMF)
2. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator
komputer/teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
3. Pembantu pelaksana
3.1.3.2 Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1. Kapasitas tempat tidur dan BOR
2. Jumlah resep atau formulir per hari
3. Volume perbekalan farmasi
4. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian)
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
3.1.3.3 Jenis Pelayanan
1. Pelayaan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
2. Pelayanan rawat inap intensif
3. Pelayanan rawat inap
4. Pelayanan rawat jalan
5. Penyimpanan dan pendistribusian
6. Produksi obat
3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
3.1.4.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk
menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.
3.1.4.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
3.1.4.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan
farmasi, maupun sumbangan/droping/hibah.
3.1.4.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3.1.4.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan.
3.1.4.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
3.1.4.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
a. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi
oleh Satelit Farmasi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
b. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh
Apotik Rumah Sakit.
c. Pendistribusian Perbekalan Farmasi di Luar Jam Kerja
Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh:
a. Apotik rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam
b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta
bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.
Kegiatan yag dilakukan antara lain:
1. Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap mauoun rawat jalan.
2. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai
sistem dokumentasi.
3. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
4. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
5. Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
6. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit.
7. Ronde/Visite
Ronde/visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama
tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
8. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat
yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satu-
satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi
dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan
Kepala Instalasi Farmasi dan membawahi satu orang Wakil Kepala Instalasi serta
15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu:
1. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)
2. Penyelia Depo Askes
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
3. Penyelia Depo IGD dan IRI
4. Penyelia Depo IBS
5. Penyelia Depo Teratai – IRNA A
6. Penyelia Depo Teratai – IRNA B
7. Penyelia Depo Griya Husada
8. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
9. Penyelia Gudang Farmasi
10. Penyelia Produksi Farmasi
11. Penyelia Sistem Informasi
12. Penyelia Distribusi dan Penerimaan
13. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
14. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
15. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 2. Kepala Instalasi Farmasi dalam menjalankan tugasnya
berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati.
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi
Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah:
a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian
perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
Fungsi Instalasi Farmasi adalah:
a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak-pihak tekait.
b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati.
c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta
tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi
di RSUP Fatmawati.
3.2.2 Visi Instalasi Farmasi
Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”
3.2.3 Misi Instalasi Farmasi
Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
2. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP
Fatmawati.
3. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif
dan efisien.
4. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medis.
3.2.4 Falsafah Instalasi Farmasi
Pelayanan Farmasi merupakan kesatuan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang utuh dalam kelancaran penyediaan perbekalan farmasi dan
pelayanannya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien, bermutu, tepat, aman,
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
18
Universitas Indonesia
cepat dan terjangkau serta selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3.2.5 Tujuan Instalasi Farmasi
Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang professional dan
bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah
sakit.
2. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
3. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit.
4. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim
pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
5. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
6. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
7. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi
pelayanan.
8. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.2.6 Nilai-nilai Instalasi Farmasi
Nilai-nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
1. Profesional
2. Benar dan aman (safety)
3. Penuh tanggung jawab
4. Jujur
5. Ramah dan peduli (care)
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan
3.2.7.1 Gudang Farmasi
Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati ialah
sebagai berikut:
1. Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah
dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
tersedia, dengan menggunakan dasar-dasar perencanaan dan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi. Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan
untuk merealisasikan kebutuhan dalam perencanaan melalui pembelian,
produksi/pembuatan sediaan farmasi, sumbangan/dropping/hibah. Gudang farmasi
RSUP Fatmawati memiliki 4 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi,
penyelia sistem informasi farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan, dan
penyelia perencanaan perbekalan farmasi.
Perencanaan dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk
memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Pembuatan perencanaan kebutuhan
bulanan menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi.
Perencanaan dibuat berdasarkan analisa penjualan dan distribusi gudang farmasi.
Data penerimaan pada sistem akan diolah, kemudian dikombinasi dengan analisa
penjualan depo-depo untuk penentuan jumlah kebutuhan bulan berikutnya.
Penyelia gudang dan penyelia depo melakukan cross check sehingga harus ada
komunikasi di antara keduanya. Bila terdapat peningkatan kebutuhan, maka
dibuat perencanaan tambahan. Proses penyusunan perencanaan dilakukan setiap
bulan untuk kebutuhan regular (obat formularium). Selain itu, disusun juga
perencanaan untuk kebutuhan 3 bulan (obat generik, obat dalam DPHO), dan
kebutuhan 6 bulan (PKD).
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang
diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk dimintakan persetujuannya dan
ditandatangani. Perencanaan kebutuhan kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP
Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan
dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan
dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya
mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah
mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK). PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk
dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan
dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian
Anggaranuntuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh
Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah
200 juta, maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan
pemilihan harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP untuk
dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di
bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk perencanaan
antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait. Alur
perencanaan dan perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Obat cito dapat diadakan dengan membuat disposisi untuk meminta
persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil
Pejabat Pengadaan Medik, sedangkan bila di luar jam kerja, menggunakan kas
kecil Duty Manager. Pengiriman perbekalan farmasi oleh distributor ke RSUP
Fatmawati sesuai dengan data perencanaan, diterima oleh Tim Penerima Barang.
Serah terima perbekalan farmasi dilaksanakan dari Tim Penerima Barang ke
petugas gudang farmasi dan dilakukan input data di Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS), kemudian dilaksanakan proses penyimpanan di gudang farmasi.
2. Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan merupakan suatu proses kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan pada proses pengadaan, baik melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Tujuan prosedur penerimaan
perbekalan farmasi ialah terjaminnya penerimaan perbekalan farmasi sesuai
dengan Surat Pesanan (SP) atau kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan
Pengadaan (ULP), baik dari segi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah,
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
jangka waktu kadarluarsa yang mencukupi dan waktu kedatangan. Penerimaan
perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat
Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP, tender, konsinyasi atau sumbangan. Prosedur
penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut (Lampiran 5):
a. Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari
distributor/rekanan/rumah sakit/apotik/donatur lain oleh Tim Penerima
Barang Medik, dan selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk
disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh
Tim Penerima Barang Medis untuk obat/alkes yang termasuk dalam
pengadaan rutin. Untuk obat/alkes yang dibeli di apotik luar atau rumah
sakit lain atau dari distributor karena pemesanan mendadak (cito) diterima
oleh Asisten Apoteker Depo IGD untuk selanjutnya diserahterimakan ke
Tim Penerima Barang Medis.
b. Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
- faktur perbekalan farmasi;
- kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP/SPK;
- kondisi perbekalan farmasi;
- jumlah perbekalan farmasi;
- tanggal daluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi
tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun dengan persetujuan
user;
- Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin
untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya, bila diperlukan atau perbekalan farmasi dicurigai.
c. Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia
Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima
Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
d. Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang
akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
e. Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang
Medik, Penyelia Gudang, dan Kepala Instalasi Farmasi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
f. Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.
3. Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan proses kegiatan menyimpan
dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari kehilangan serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi ialah:
a. Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan.
b. Terhindarnya kehilangan persediaan perbekalan farmasi selama
penyimpanan.
c. Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi
pencatatan persediaan perbekalan farmasi.
d. Terbantunya pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi.
Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi ialah:
1. Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai
dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk
sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Pengelompokannya
yaitu:
- Sediaan cairan infus dan nutrisi parenteral
- Alat kesehatan
- Gas medis
- Sediaan/bahan yang mudah terbakar
- Narkotika dan psikotropika
- High alert medication
- Emergency
- Investigasi
- Sampel penelitian
- Recall atau rusak
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
23
Universitas Indonesia
b. Penempatan perbekalan farmasi
- Penempatan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out)
berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi, atau
- FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu daluwarsa. Metode
FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di
depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kedaluwarsa lebih
lama.
- Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal daluwarsa, maka
penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang
tidak mencantumkan tanggal daluwarsa, maka penyimpanan
memperhatikan sistem FIFO.
- Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike)
untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan
nama/pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun
terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal
2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat
diberikan stiker LASA.
- Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang
kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada
kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan
“Awas Hati-Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”
- Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi
masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk
mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.
- Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat
diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari
kelembaban.
c. Suhu selama penyimpanan
- Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat-obat, cairan infus, alat
kesehatan, pembalut, dan gas medis.
- Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2-8oC
untuk obat-obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai
dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas
yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
- Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus dan
harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan
alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati.
d. Kelembaban
Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau
kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65%-
98%.
e. Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
f. Sirkulasi udara
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
g. Resiko kebakaran
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada
Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
h. Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
i. Pengaturan tata ruang gudang dengan memperhatikan kemudahan bergerak
dan mobilisasi perbekalan farmasi.
j. Pengawasan dan pemantauan tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.
2. Pelaksanaan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat
penyimpanan secara aman oleh petugas farmasi.
3. Pelaksanaan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi
ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit (SIRS) oleh petugas farmasi.
4. Pembuatan laporan mutasi atau distribusi perbekalan farmasi oleh petugas
farmasi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika:
1. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim
Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis,
jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu PT.
Kimia Farma.
2. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/dokumentasi
dengan ketentuan:
a. Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci
ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis.
b. Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi
terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
c. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya.
d. Dilengkapi dengan kartu stok.
3. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman kepada
beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
a. Menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
b. Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
- Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2-8oC
- Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15-25oC
c. Menurut sifatnya mudah/tidak terbakar
d. Menurut ketahanan terhadap cahaya/tidak
4. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau
berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).
5. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis, yaitu
berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” dan seterusnya.
6. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah stok
awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
7. Pemantauan selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan
fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah stok
narkotik dan psikotropik setiap hari.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
26
Universitas Indonesia
Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert:
1. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Pusat dari distributor melalui Tim
Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
2. Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa nama,
jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta kondisi
penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
3. Pemberian penanda khusus (stiker) obat high alert golongan elektrolit
konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Pusat dilakukan pada kardus
terluar obat high alert.
4. Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Pusat dilakukan
dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok gudang sebagai
penambahan jumlah.
5. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang bertanda
khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
6. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO
dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:
a. Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin, yaitu
antara 2-8oC, maka disimpan dalam lemari pharmaceutical refrigerator
dengan suhu terkendali.
b. Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan,
yaitu 25oC, maka disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda
khusus.
c. Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike Sound
Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan memberikan
selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya.
2. Pendistribusian Perbekalan Farmasi
Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan permintaan dari
depo-depo farmasi melalui sistem dan permintaan dari ruangan secara manual
atau menggunakan formulir. Setiap pagi petugas gudang mengecek sistem dan
akan menilai secara keseluruhan pembagian stok ke depo-depo agar manajemen
persediaan di gudang tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
27
Universitas Indonesia
petugas gudang, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat
serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan
farmasi. Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah
sesuai, kemudian dilakukan penginputan ke sistem dan di-print out. Setelah itu,
petugas gudang mengecek pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang akan
terpotong bila telah diverifikasi. Alur distribusi perbekalan farmasi dapat dilihat
pada Lampiran 6.
3. Pelaporan Perbekalan Farmasi
Pelaporan perbekalan farmasi gudang farmasi, antara lain:
a. Buku induk penerimaan barang
b. Rekapitulasi penerimaan barang
c. Rekapitulasi pengeluaran barang gudang farmasi
d. Rekapitulasi pengeluaran harian gudang farmasi
e. Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis
f. Laporan stok opname setiap satu bulan
g. Laporan persediaan floor stock setiap tiga bulan
h. Laporan narkotika
i. Laporan barang sumbangan
4. Prosedur Retur Perbekalan Farmasi
Retur perbekalan farmasi merupakan proses pengembalian perbekalan
farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kedaluwarsa, dan penarikan
produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar tersedianya produk
perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan terlindunginya pasien dari
penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu. Prosedur retur perbekalan
farmasi ialah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang farmasi,
depo farmasi, instalasi rawat inap perbekalan farmasi floor stock.
b. Pelaksanaan item pengecekan untuk mengetahui perbekalan farmasi yang
rusak, kedaluwarsa, dan recall.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
28
Universitas Indonesia
c. Pencatatan perbekalan farmasi yang diketahui rusak, mendekati tanggal
daluwarsa atau recall. Pencatatan dilakukan dengan mencatat nama produk,
nama pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal daluwarsa, jumlah
sediaan.
d. Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi yang rusak, kedaluwarsa,
atau recall dari seluruh depo farmasi dan floor stock rawat inap ke gudang
farmasi.
e. Pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi untuk produk yang:
- Rusak dan tidak dapat digunakan
- Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kedaluwarsa
- Recall berdasarkan surat edaran dari pabrik pembuat produk, Kementerian
Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) berdasarkan hasil audit investigasi.
f. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi
dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan
Obat Tidak Layak Pakai”
g. Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan
penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat
pesanan, dan berita acara serah terima.
h. Pemusnahan perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal daluwarsa
dan tidak dapat diretur ke distributor, yang akan dimusnahkan secara
bersamaan dalam waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang.
i. Pembuatan laporan hasil oleh wakil kepala perbekalan farmasi untuk
disampaikan pada Kepala Instalasi Farmasi.
j. Penyampaian laporan ke Direksi.
3.2.7.2 Tata Usaha Farmasi
Kegiatan administrasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilaksanakan di
Tata Usaha Farmasi. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia
Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Tata
cara persuratan yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan di
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mencakup pencatatan surat masuk dan surat
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
29
Universitas Indonesia
keluar. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit
ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar
untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah
Sakit.
Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan
oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan:
a. Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan
barang floorstock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua
satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir
bulan untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan
obat/alkes depo farmasi ke gudang untuk pembuatan laporan
pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi.
b. Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat-obat
narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo
farmasi oleh Wakil Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir
bulan untuk narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk
pembuatan laporan pemakaian obat narkotika dan laporan pemakaian
obat psikotropika.
c. Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik
dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik
di depo-depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan
pemantauan penulisan resep obat generik.
d. Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk
pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.
e. Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah R/ depo
farmasi dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap
(ruangan) di depo-depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan
instalasi farmasi.
f. Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi
dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan
laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
30
Universitas Indonesia
2. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
a. Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan
farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik
dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi,
laporan kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil
instalasi farmasi setiap bulan.
b. Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan
pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Wakil Kepala
Instalasi Farmasi.
Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan
ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran
perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik
dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan
kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Kepala Direktur Medik dan
Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Kesehatan. Pemisahan arsip
di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:
1. Arsip surat masuk/surat keluar/SK Direktur RSUP Fatmawati/SK
Kemenkes.
2. Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati.
3. Arsip laporan-laporan.
4. Arsip resep rawat jalan dan rawat inap.
5. Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati.
6. Arsip catatan lembur pegawai instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
7. Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
8. Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
31
Universitas Indonesia
Pemusnahan dilakukan setiap awal tahun untuk laporan-laporan dan resep-
resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta surat masuk dan surat keluar yang
berumur 5 tahun.
3.2.7.3 Produksi Farmasi
Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian
produksi non steril dan bagian produksi steril. Produksi steril berada di bawah
pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan produksi non steril berada di
bawah pengawasan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 1 penyelia, yaitu
Penyelia Produksi Farmasi, dan 2 asisten apoteker di produksi farmasi RSUP
Fatmawati.
1. Bagian Produksi Non Steril
Kegiatan yang dilakukan di bagian produksi non steril adalah pembuatan
sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan
yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan
semipadat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP
Fatmawati. Bahan baku yang digunakan di bagian produksi non steril diperoleh
dari gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan
bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi
untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Bagian produksi non steril
mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di bagian produksi
non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan
peruntukkannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan
yang dilakukan oleh bagian produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan
farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang kedaluwarsa.
2. Bagian Produksi Steril
Kegiatan yang dilakukan di bagian produksi steril adalah IV admixture dan
penanganan obat sitostatika. Kegiatan IV admixture yang dilakukan di bagian
produksi steril adalah mempersiapkan injeksi tuberkulin untuk Tes Mantoux dan
mencampurkan/mengencerkan KCl padat ke dalam cairan normal salin (NaCl
0,9%). Penanganan obat sitostatika adalah mempersiapkan obat sitostatika untuk
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
32
Universitas Indonesia
pengobatan kanker. Alur masuk ke ruang produksi aseptik sitotoksik dan
pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Alur penanganan
limbah padat, cair, dan gas, serta alur penanganan limbah sitostatika dapat dilihat
pada Lampiran 9.
3.2.7.4 Depo Instalasi Rawat Jalan
Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat
poliklinik bedah, poliklinik bedah plastik, poliklinik gigi dan mulut, dan poliklinik
jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf,
poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik pegawai, poliklinik edukasi,
poliklinik saraf, dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik
paru, poliklinik PPKT, poliklinik anak, poliklinik anestesi, poliklinik akupuntur,
poliklinik kulit dan kelamin, dan poliklinik jiwa. Depo farmasi terdapat di setiap
lantai Gedung Instalasi Rawat Jalan. Masing-masing lantai depo farmasi terdapat
1 penyelia. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 berjumlah 7 orang yang
terdiri dari 1 Apoteker, 4 Asisten Apoteker, dan 2 bagian administrasi. SDM di
Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 2 Apoteker dan 4 Asisten
Apoteker. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 3 Asisten
Apoteker.
Setiap pagi masing-masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke
gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai,
jaminan kantor, jalinan kasih, dan pasien HIV. Pasien ASKES dan jaminan
pemerintah yang berkunjung ke poliklinik lantai 1 dapat mengambil obat ke depo
ASKES.Pegawai RSUP Fatmawati mengambil obat di Depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1. Pegawai mendapatkan fasilitas dari rumah sakit untuk obat generik.
Untuk obat non generik pegawai mendapatkan diskon sebesar 30% untuk obat
non generik yang masuk formularium, dan diskon sebesar 10% untuk obat non
generik di luar formularium. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien
ASKES dan semua jenis jaminan, sedangkan untuk pasien tunai dapat mengambil
obat di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3
melayani pasien ASKES dan semua jenis jaminan, serta pasien tunai.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
33
Universitas Indonesia
Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan
secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan
menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat
diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian
peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara
individual prescription adalah agar:
1. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing
obat pada pasien rawat jalan.
2. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription (Lampiran
10):
1. Penerimaan resep dari dokter/perawat ruangan oleh petugas farmasi.
2. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
3. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada
skrining peresepan.
4. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan/asuransi:
pasien ASKES, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien tidak
mampu DKI dan Gakin DKI.
5. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat.
6. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai.
Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
7. Pelaksanaan permohonan ijin prinsip:
a. Resep pasien ASKES dengan verifikasi oleh penjamin ASKES, atau
b. Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas,
atau
c. Resep pasien Jamkesda DKI dengan verifikasi oleh penjamin
Jamkesda DKI, atau
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
34
Universitas Indonesia
d. Verifikasi ijin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan
farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi
beban RSUP Fatmawati.
8. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
a. Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral
(oral/sublingual/dll).
b. Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
9. Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama
pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadarluarsa.
10. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 5 benar oleh petugas yang berbeda (pengawas/penyelia), yaitu
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, dan benar rute pemberian.
11. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
a. Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
b. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)
c. Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati
d. Selesai mengikuti masa orientasi
Penyerahan obat kepada pasien oleh tenaga kefarmasian dengan verifikasi
dan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi pemberian,
benar dosis, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
12. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli
pasien atau obat tidak terlayani oleh depo farmasi.
13. Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk
menuju loket pengambilan obat.
14. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
35
Universitas Indonesia
15. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan
status pembiayaan pasien.
3.2.7.5 Depo ASKES
Depo ASKES adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta ASKES, pasien peserta Inhealth dan pasien tidak mampu
[pasien peserta Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), Jamkesda (Jaminan
Kesehatan Daerah), dan KJS (Kartu Jakarta Sehat)]. Sumber daya manusia yang
terdapat di depo ASKES terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 1 orang
apoteker dari PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon), 5 orang asisten
apoteker, 1 orang juru resep, dan 4 orang petugas administrasi.
Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk Farmasi
dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara
online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan bentuk sediaan dan disusun
secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri
dan terkunci (double lock). Obat-obat fast moving diletakkan terpisah di meja.
Obat-obat non DPHO juga diletakkan terpisah di rak tersendiri. Penyimpanan
barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan di Depo Farmasi ASKES adalah:
1. Pasien peserta ASKES
a. Resep Asli
b. SJP Merah dan Kuning
c. Surat rujukan asli dari Puskesmas
d. Kartu berobat dari RSUP Fatmawati
e. Bila prosedur khusus: dengan melampirkan formulir tindakan khusus
rangkap 2
2. Pasien peserta Jamkesmas
a. Resep asli dan 1 lembar fotokopi resep
b. SJP asli dan 1 lembar fotokopi SJP
c. Surat rujukan asli dari Puskesmas
d. Kartu berobat di RSUP Fatmawati
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
36
Universitas Indonesia
e. Fotokopi kartu Jamkesmas 2 lembar
3. Pasien peserta Jamkesda
a. Resep asli dan 1 lembar fotokopi resep
b. SJP asli dan 2 lembar fotokopi SJP
c. Fotokopi 2 lembar surat pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah
d. Fotokopi 2 lembar kartu Jamkesda
e. Surat rujukan asli dari Puskesmas
f. Kartu berobat di RSUP Faatmawati
g. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) 2 lembar
h. Fotokopi KTP, Akte (bila anak di bawah umur)
Dalam melayani pasien, Depo ASKES mengacu pada pedoman-pedoman
yang disesuaikan dengan status pasien. Beberapa pedoman yang dapat digunakan
antara lain:
1. Daftar Plafon Harga Obat (DPHO)
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) merupakan acuan obat bagi pasien
peserta ASKES. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat
diberikan kepada pasien ASKES yaitu, obat peresepan umum dan obat
khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat
dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan.
2. Daftar Obat Inhealth
Daftar Obat Inhealth merupakan acuan yang dapat digunakan bagi pasien
peserta Inhealth.
3. Formularium Jamkesnas
Formularium Jamkesmas merupakan acuan yang dapat digunakan bagi
pasien peserta Jamkesmas.
4. Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan acuan yang dapat digunakan bagi
peserta KJS ditambah dengan formularium obat tersendiri.
Alur pelayanan pasien di depo ASKES dimulai dari masuknya resep ke
bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo ASKES
akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa
oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
37
Universitas Indonesia
dilakukan skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor
pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep
distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke
komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya.
Setelah itu resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun
obat racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat (Lampiran 11).
Laporan-laporan yang dibuat oleh depo ASKES, yaitu:
1. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
2. Laporan penulisan obat generik dan non generik.
3. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO dan non DPHO.
4. Laporan analisa penjualan.
5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
6. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah R/.
3.2.7.6 Depo Farmasi Rawat Inap (Teratai)
Depo farmasi rawat inap (depo teratai) berada tepat ditengah lantai
pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas
550 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut :
1. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya
pada kondisi preeklampsia berat) dan kanker.
2. Lantai kedua yaitu ruangan kebidanan untuk kondisi pasien yang lebih
ringan, contohnya ibu yang sudah melahirkan dan bayi dan high care unit
bayi yang bermasalah (perina).
3. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak-anak (<18 tahun) dan high
care unit di bagian selatan.
4. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di
bagian utara.
5. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high
care unit di bagian selatan
6. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care
unit di bagian selatan.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
38
Universitas Indonesia
Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia.
Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1,
2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri
dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29 orang,
dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak
6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan 14 orang merupakan tenaga teknis
kefarmasian.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang induk.
Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan bentuk
sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis dan
sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat
LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunananya diberi jarak 2 box antar obat
LASA dan diberikan stiker LASA. terdapat 2 refrigerator untuk penyimpanan
obat-obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya. Obat-obat
narkotik dan psikotropik disimpan didalam lemari dengan double lock dan setiap
obat-obat tersebut diambil maka dilakukan pencatatan di buku penggunaan.
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya adalah, sistem distribusi dosis unit. Sistem ini merupakan sistem
pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai dalam
jangka waktu 24 jam. Sistem ini dipakai di lantai tiga untuk obat-obat injeksi,
lantai empat, lima dan enam. Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 12.
Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock , dan sistem resep individual berupa
resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini
diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer
dan lantai 2.
Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan
depo-depo lainnya, di antaranya adalah:
1. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2. Laporan pemakaian obat–obat narkotika dan psikotropika yang dibuat
setiap bulan.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
39
Universitas Indonesia
3. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
4. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medis selama 24 jam.
Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari
40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara
maksimal mengatasi kewatdaruratan medis. IGD memiliki pelayanan pendukung
seperti laboratorium Instalasi Rawat Darurat 24 jam, radiologi (USG, CT
Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP
Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan:
1. Ruang resusitasi (ruang merah)
Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket
resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini
dikarenakan pasien-pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdarutan
dan butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di
IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat
menghemat waktu dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap
harinya dan dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh
RSUP Fatmawati.
2. Ruang P2 (Ruang kuning)
Ruang ini bagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang ini
terdapat paket namun tidak desediakan lemari emergency.
3. Ruang Triase
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah
sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.
Depo IGD dan IRI memiliki 19 karyawan yang terdiri dari satu orang
apoteker, 4 orang bagian administrasi dan juru resep, dan 14 orang asisten
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
40
Universitas Indonesia
apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien
rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien rawat inap terdiri dari pasien yang
masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU),
Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intermediate Ward (IW). Sedangkan pasien
rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi,
ruang P2, ruang triase, maupun poli IGD.
Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan
ke gudang induk farmasi setiap hari secara online. Obat-obatan ditempatkan
disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat-obat
yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin.
Obat-obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus
tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari
tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan
kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012). Alat kesehatan
ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan
tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan IRI adalah
sediaan injeksi.
Laporan-laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah:
1. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2. Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
3. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
4. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
6. Laporan jumlah R/ dan lembar R/ setiap bulan.
3.2.7.8 Depo Instalasi Bedah Sentral
Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar.
Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal
operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket Obat dan Alkes
OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi
bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik,
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
41
Universitas Indonesia
sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat dan alat kesehatan. Saat pasien
masuk ke OK Cito, maka penata mengambil Paket Obat dan Alkes OK Cito yang
telah disiapkan oleh petugas depo. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket
kurang, maka penata dapat mengambilnya di lemari emergensi dan mencatatnya
di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi, Lembar Pemakaian dimasukkan ke
dalam Paket Obat dan Alkes OK Cito yang telah terpakai oleh pasien. Lemari
emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan pemakai, serta diisi kembali oleh
petugas depo.
Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar
dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif
telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima
jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi
kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket
tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket
berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada
hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo. Bila
terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung,
maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo
farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo akan
mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah selesai dioperasi,
maka paket akan dikembalikan ke depo dan petugas depo akan merekapitulasi
semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke bagian perincian. Perincian
selanjutnya akan dikirimkan ke depo di mana pasien dirawat. Depo Instalasi
Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket
untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran
terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan
operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di
depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 13.
SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 3 orang yang
merupakan Asisten Apoteker, termasuk 1 orang penyelia. Daftar Paket Obat dan
Alkes OK Cito, Paket Elektif, dan Paket Bedah Prima dapat dilihat pada Lampiran
14, 15, dan 16. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
42
Universitas Indonesia
puncture) 27G x 31 2”, bupivacain HCl 5 mg/ml, ondansetron 4 mg/2 ml, klonidin
HCl 150 µg/ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari propofol 10
mg/ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg/2ml, dan ketolorac 3%.
3.3 Satuan Farmasi Fungsional
Satuan Farmasi Fungsional (SFF) berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) dipimpin oleh seorang Kepala
dengan sebutan Kepala Satuan Farmasi Fungsional dan membawahi 2 (dua) orang
koordinator:
1. Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian
2. Koordinator Bidang Pelayanan
Satuan Farmasi Fungsional (SFF) merupakan wadah non struktural bagi
tenaga fungsional profesi apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP
Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) mempunyai struktur organisasi
sebagaimana tertera dalam Lampiran 3. Kepala Satuan Farmasi Fungsional (SFF)
dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Kepala Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati.
3.3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Farmasi Fungsional
Tugas Pokok Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a. Meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan
pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati.
b. Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan apoteker.
c. Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi.
d. Menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengembangan tenaga
fungsional profesi apoteker di bidang teknis profesinya.
Fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
a. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis
profesi apoteker kepada seluruh anggota SFF.
b. Mengembangkan pelayanan teknis profesi apoteker berdasarkan
perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
43
Universitas Indonesia
3.3.2 Visi dan Misi Satuan Farmasi Fungsional
Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah “Tersedianya Tenaga
Fungsional Profesi Apoteker yang terampil, professional dan berdedikasi tinggi di
RSUP Fatmawati demi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian kepada pasien”.
Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati
2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati
3. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati
4. Melaksanakan pembinaan apoteker di RSUP Fatmawati
3.3.3 Tujuan Satuan Farmasi Fungsional
Tujuan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada pasien
2. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien
3. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit
4. Meningkatkan peran Apoteker sebagai bagian integral dari Tim Pelayanan
Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan
farmasi klinik
5. Meningkatkan kemampuan Apoteker lainnya melalui pendidikan
berkelanjutan
6. Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat
3.3.4 Nilai-nilai Satuan Farmasi Fungsional
Nilai-nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:
1. Profesional
2. Kerjasama
3. Tanggung Jawab
4. Peduli
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
44
Universitas Indonesia
3.3.5 Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional
Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) antara lain:
a. Pengkajian resep
b. Pengkajian penggunaan obat
c. Ronde/visite
d. Pelayanan Informasi Obat
e. Konseling
f. Edukasi farmasi
g. Pendidikan PKPA
h. Pemantauan penanganan sitostatika
i. Pemantauan efek samping obat
j. Pemantauan interaksi obat
3.3.5.1 Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan
screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan
administratif, farmasetis, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan
terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk
resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel
keterangan “Resep/Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep
yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang
ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep ialah sebagai
berikut (Lampiran 21):
1. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
a. Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal
dari RSUP Fatmawati
b. Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP
Fatmawati
2. Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi
untuk menilai kelengkapan:
a. Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak:
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
45
Universitas Indonesia
i. Nama dokter
ii. Tanggal penulisan resep
iii. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
iv. Nomor rekam medik pasien
v. Nama pasien
vi. Umur pasien
vii. Jenis kelamin pasien
viii. Berat badan pasien
ix. Nama obat
x. Dosis obat
xi. Jumlah yang diminta dalam resep obat
xii. Aturan pemakaian obat
b. Persyaratan farmasetis dengan menilai:
i. Instruksi pengerjaan dispensing resep
ii. Kompatibilitas/ketercampuran farmasetis
iii. Ketersediaan obat dalam stok/inventori
iv. Cara penyimpanan obat
c. Persyaratan klinis dengan menilai:
i. Indikasi obat
ii. Riwayat alergi obat
iii. Duplikasi pengobatan
iv. Interaksi obat dengan obat
v. Interaksi obat dengan makanan
vi. Kontraindikasi obat
vii. Masalah lain terkait obat
3. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi dengan dokter penulis resep
a. Untuk konfirmasi bila ditemukan
i. Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
ii. Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep
iii.Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
iv. Resep tidak terbaca
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
46
Universitas Indonesia
v. Obat tidak tersedia
vi. Temuan masalah resep lainnya
b. Klarifikasi dan problem solving
i. Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
ii. Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
4. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
5. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan:
a. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda”
berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep
pasien.
b. Penandaan cap stempel HETIP yaitu:
i. Harga (billing)
ii. Etiket
iii.Timbang
iv. Isi
v. Penyerahan dan pemeriksaan
c. Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user
(pemilik/penulis resep)
3.3.5.2 Pengkajian Penggunaan Obat
Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi,
efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah:
1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
47
Universitas Indonesia
2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian
penggunaan obat antara lain:
1. Indikator peresepan
2. Indikator pelayanan
3. Indikator fasilitas
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment)
terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan
pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan
data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian
penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional
(SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan
menilai adanya potensial drug related problem (DRP) dengan menilai:
1. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa
2. Riwayat alergi obat
3. Duplikasi pengobatan
4. Efek zat aditif
5. Interaksi obat dengan obat
6. Interaksi obat dengan penyakit
7. Kemungkinan efek samping obat
8. Penggunaan obat tidak sesuai dengan indikasi
9. Lama pengobatan
10. Pasien over weight
11. Kontraindikasi obat
12. Masalah lain terkait obat
Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah
apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
48
Universitas Indonesia
2. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal
Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan untuk
evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang telah
memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan
“Resep/Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM) pasien. Untuk
obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan
DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan
pengobatan pasien.
3.3.5.3 Visite
Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan
obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam
lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan
pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien, dimana memstikan bahwa
pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional.
Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada
pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya.
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang
lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara
aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan
keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komperhensif;
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien;
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan pemantauan terapi;
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
49
Universitas Indonesia
d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat
akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;
Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu
membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi
medis, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang
diagnostik lainnya.
Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus
dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait
keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima
pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima
pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagi berikut:
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b. Pasien dalam perawatan intensif;
c. Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat;
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan
ginjal;
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis
(critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar
albumin;
f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit,
berpotensi menimbulkan reaksi obat yang mendapatkan terapi obat yang
tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan visite pasien maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari rekam medik, wawancara dengan pasien/keluarga. Setelah informasi
didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat.
Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan obat
yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang
aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
50
Universitas Indonesia
Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi.
Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada
pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan identifikasi
masalah, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah
terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan implementasi rekomendasi dan
melakukan pemenatauan efektivitas serta keamanan terkait penggunaan obat.
Sedangkan visite tim dimulai dengan memperkenalkan diri kepada pasien
dan/atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yangdisampaikan,
memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait
penggunaan obat, melakukan pemantaun implementasi rekomendasi, dan
melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat.
Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan adalah
pendokumentasian. Pendokumentasian merupakan hal yang harus dilakukan
dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Tujuannya adalah menjamin
akuntabilitas dan kredibilitas, bahan evaluasi dan perbaikam mutu kegaiatan, dan
bahan pendidikan dan penelitian kegiatan.
3.3.5.4 Pemantauan Efek Samping Obat
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping.
Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping tidak
mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah
seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko. Masalah efek
samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena
kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya efek samping obat dapat
meningkatkan morbisitas sehingga meningkatkan penderitaan, meningkatkan
perawatan/perpanjangan masa perawatan, dan dapat menyebabkan kematian.
MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, antara lain bagi badan
pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademisi. Beberapa tujuan
diadakannya MESO, yaitu:
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
51
Universitas Indonesia
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat baik yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya efek samping obat
d. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
e. Membuat peraturan yang sesuai
f. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan, dan
g. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang diapakai WHO
MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Laporan insidentil
jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit
atau laporan kasus di majalah.
b. Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat
c. Laporan intensif di RS
Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul
kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dll). Data
yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
d. Laporan wajib
Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek
samping obat di tempat tugas/praktek sehari-hari.
e. Laporan lewat catatan medis
Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima.
3.3.5.5 Pelayanan Informasi Obat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11917/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
52
Universitas Indonesia
oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan
pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit serta untuk
membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi
Panitia/Komite Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional.
Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah:
- 200 tempat tidur : 20 m2
- 400 – 600 tempat tidur : 40 m2
- 1300 tempat tidur : 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang
memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip.
Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:
- Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif
dan pasif.
- Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
- Membuat buletin, leaflet, label obat.
- Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
- Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
- Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
- Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
3.3.5.6 Pemantauan Interaksi Obat
Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati adalah tata cara
melakukan pemantauan terjadinya dan upaya pencegahan terhadap interaksi
antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan
oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
53
Universitas Indonesia
dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat yang sedang terjadi
atau interaksi obat yang akan terjadi hingga pemberian rekomendasi
penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat
mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level
signifikan dari interaksi yang sedang/akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat digunakan adalah:
- Penggantian dengan obat yang lebih aman.
- Pengaturan jadwal penggunaan.
- Penurunan dosis obat.
- Pemberian antidot/pramedikasi sebelum penggunaan obat.
Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat
pada Lampiran 20.
3.3.5.7 Konsultasi Obat
Konsultasi obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan
dan mamahamkan pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan serta untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan dengan
penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian
pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman.
Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus
dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien
atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari
kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan
dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat
(PIO).
Pelaksaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker
pada pasien dengan kriteria:
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker
3) Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan
pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
54
Universitas Indonesia
Pelaksaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker
diruang perawatan pasien. Pelaksaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan
dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya:
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi dengan apoteker
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker
3) Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti:
a. Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat(poli farmasi)
b. Pasien dengan pengobatan kronis
c. Pasien dengan riwayat alergi
d. Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi
e. Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV/AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
1) Perkenalan
2) Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya
3) Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat
meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian
obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin
terjadi, cara penyampaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan
baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung.
4) Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan
5) Penutup
3.3.5.8 Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan
penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan
masyarakat. Program ini dilakukan dengan tujuan tercapainya peningkatan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien atau keluarga pasien, serta
terwujudnya kepatuhan pasien terkait dengan penggunaan obat secara benar.
Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
55
Universitas Indonesia
untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan
oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi
kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia
Administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema
edukasi yang telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan
pengumpulan materi edukasi oleh penyelia Administrasi dan SDM Instalasi
Farmasi dalam bentuk power point/makalah/lainnya dalam softcopy atau hardcopy
dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan.
Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker sesuai jadwal kepada pasien, keluarga
pasien, atau masyarakat sesuai tema yang ditentukan dengan metode:
1) Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara
pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60
menit).
2) Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai
materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.
3.4 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk
untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang
penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit.
Tujuan dibentuknya TFT adalah:
1. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (Alkes) habis pakai
yang bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati
2. Tersusunnya standar standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati
3. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan
yang baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati
4. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP
Fatmawati
5. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan
dan pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
56
Universitas Indonesia
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung
jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur
organisasi TFT terdiri dari:
1. Ketua : Dokter
2. Sekretaris : Apoteker
3. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat
Tugas pokok dari TFT adalah:
1. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan
penggunaan obat dan alkes habis pakai
2. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat
dan alkes habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan
perubahan secara berkala
3. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite
Pengendalian Penyakit Infeksi
4. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep
dan penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama
Instalasi Farmasi
5. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat
dan perbekalan kesehatan lainnya
Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat
yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3
tahun. Formularium Alat Kesehatan Habis Pakai RSUP Fatmawati adalah daftar
dari seluruh item alat kesehatan habis pakai yang ada di RSUP Fatmawati dalam
periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Daftar obat di Formularium Obat
disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi nama generik produk (1 item), nama
merek original dari pabrik tertentu (1 item), nama merek dagang dari pabrik
tertentu (2 item), serta keterangan mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk
dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat. Daftar obat di Formularium Obat
disusun berdasarkan kelas penggunaan dan berisi nama golongan alkes, nama
kelompok penggunaan, nama produk, ukuran produk, dan nama produsen.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
57 Universitas Indonesia
BAB 4PEMBAHASAN
4.1 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan.
Untuk menunjang pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien, maka
dibentuk suatu badan organisasi yang disebut IFRS (Instalasi Farmasi Rumah
Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Apoteker dan bertanggung jawab terhadap
segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan
distribusi maupun administrasi barang farmasi. Selama melakukan praktek kerja
di RSUP Fatmawati, khususnya di IFRS RSUP Fatmawati, banyak hal yang dapat
diamati, dipelajari, dan dianalisis terkait pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan farmasi. Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati dibagi menjadi beberapa subbagian, antara lain:
1. Gudang Farmasi
Hasil pengamatan di gudang farmasi menemukan bahwa perbekalan
farmasi telah disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan
pengelompokannya, yaitu berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun
secara alfabetis. Perbekalan farmasi disusun dengan metode FIFO (First In First
Out) atau FEFO (First Expired First Out). Obat kategori LASA diselingi dengan
2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat diberikan stiker
LASA. Narkotika dan psikotropika ditempatkan pada lemari double lock (kunci
ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. Obat high alert disimpan di
lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak
tercampur dengan obat lainnya.
Perbekalan farmasi dalam kemasan besar ditempatkan di atas pallet.
Perbekalan farmasi tidak layak pakai (rusak, kedaluwarsa, recall) telah disimpan
terapisah, namun tidak diberi label “Penyimpanan Obat Tidak Layak Pakai”. Suhu
dan kelembaban penyimpanan dipantau di setiap ruang penyimpanan perbekalan
farmasi. Suhu penyimpanan dipertahankan sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional, namun kelembaban tidak sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional. Obat yang memerlukan suhu dingin telah disimpan dalam
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
58
Universitas Indonesia
pharmaceutical refrigerator. Penyimpanan perbekalan farmasi berada dalam
ruangan yang tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
Bahan berbahaya mudah terbakar/mudah meledak telah disimpan pada
ruang khusus, namun ruang tersebut bukanlah gudang tahan api. Saat ini, gudang
tahan api masih berada satu gedung dengan gedung farmasi dan belum
difungsikan sesuai dengan tujuannya. Gudang tersebut masih digunakan untuk
menyimpan stok obat yang berlebih, yaitu cairan infus.
Pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi telah
dilakukan, baik ke dalam kartu persediaan, maupunke dalam Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIRS). Stok yang terdapat secara fisik telah sesuai
dengan catatan stok yang terdapat di kartu persediaan dan Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit.
2. Tata Usaha Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati melaksanakan pencatatan, pelaporan,
dan pengarsipan secara rutin maupun tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan,
semesteran, atau tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen
berdaya guna dan tepat guna. Adanya kegiatan administrasi dalam pelayanan
kefarmasian bertujuan untuk:
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi.
b. Tersedianya informasi yang akurat.
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan.
d. Tersedianya data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan.
e. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi terkelola
secara efisien dan efektif.
Sistem rekapitulasi data pasien masih dilakukan secara manual. Hal ini
dikarenakan belum tersedianya sistem yang memadai untuk dilakukan perekapan
secara komputerisasi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
59
Universitas Indonesia
3. Produksi
Produksi adalah kegiatan untuk membuat, merubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi, baik steril maupun non steril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit dengan kriteria obat yang
diproduksi sebagai berikut:
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b. Sediaan farmasi dengan harga murah.
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran.
e. Sediaan farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan nutrisi parenteral.
g. Rekonstruksi sediaan obat kanker.
RSUP Fatmawati memiliki bagian produksi untuk sediaan farmasi non
steril dan steril pada instalasi farmasinya. Produksi sediaan farmasi yang
dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan
produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan obat
tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak
membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang
dihasilkan). Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan penerimaan obat oleh
pasien/tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan
yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual di
pasaran.
Bagian produksi non steril memiliki master formula yang berisi formula
untuk 74 item. Dari 74 item yang ada tidak semua item tersebut diproduksi karena
jumlah permintaan terhadap beberapa item sudah jarang/tidak ada lagi sehingga
jumlah item yang masih diproduksi hanya 42 item. Master formula yang terdapat
di ruang produksi non steril mengalami beberapa kali revisi, namun master
formula terdahulu masih disimpan bersama master formula yang baru. Hal ini
dapat menyebabkan kekeliruan apabila petugas menggunakan master formula
yang terdahulu untuk dijadikan acuan dalam melakukan produksi.
Bagian produksi steril hanya melakukan kegiatan IV admixture dan
penanganan obat sitostatika. Sebelumnya pernah dilakukan penyiapan nutrisi
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
60
Universitas Indonesia
parenteral, namun karena sudah tidak ada permintaan, maka pelayanan penyiapan
nutrisi parenteral tidak diadakan lagi.
Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika
dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat
obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat
sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke bagian produksi steril. Obat sitostatika
harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki
waktu daluwarsa selama 24. Preparasi obat sitostatika dilakukan dengan cara
teknik aseptik oleh tenaga kefarmasian yang telah dilatih dan melalui pelatihan
internal di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Setelah obat selesai disiapkan,
petugas produksi farmasi akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi
pasien.
Beberapa pengamatan yang diperoleh dari kegiatan orientasi bagian
produksi farmasi adalah pengemasan obat kadang-kadang dibagi tidak
berdasarkan takaran menggunakan alat ukur (berdasarkan kasat mata), QC
(Quality Control) uji keseragaman bobot pada kapsul tidak dilakukan, produk dari
bagian produksi non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu,
tidak adanya pass box untuk memasukkan/mengeluarkan obat sitostatika, tidak
adanya particle counter, dan sudah lama tidak dilakukan usaha pemantauan
mikrobiologis di ruang produksi steril. Pengemasan obat berupa pembagian
sediaan cair bervolume besar menjadi beberapa sediaan cair bervolume kecil
terkadang tidak dilakukan dengan alat ukur. Hal ini mengakibatkan volume
produk sediaan cair yang dikemas kembali tidak terdistribusi merata.
Pengontrolan kualitas untuk menjamin keseragaman bobot pada kapsul hasil
produksi pun tidak dilakukan sehingga tidak dapat dijamin tepatnya isi tiap kasul
yang dikemas. Keterbatasan SDM di bagian produksi non steril menyebabkan
produk non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu. Petugas
depo farmasi yang membutuhkan produk dari bagian produksi non steril datang ke
gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke bagian
produksi non steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke
gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat. Sistem distribusi produk
seperti ini dapat mendukung timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
61
Universitas Indonesia
Dalam penanganan obat sitostatika di bagian produksi steril, obat
dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi tidak melalui pass box (obat dimasukkan
hanya melalui lemari 2 pintu biasa). Penggunaan lemari biasa pada saat
memasukkan obat ke dalam ruang rekonstitusi menyebabkan seringkali terjadi
suatu keadaan dimana kedua pintu lemari dibuka bersamaan karena tidak ada
sistem interlock guard. Dengan dibukanya kedua pintu lemari, terjadi hubungan
langsung antara ruang penyiapan obat dengan ruang rekonstitusi sehingga
memungkinkan terjadinya gangguan aliran udara dan kontaminasi partikel pada
ruang rekonstitusi. Dengan tidak adanya particle counter pada bagian produksi
steril, pemantauan dan pengontrolan jumlah partikel di tiap kelas ruangan menjadi
semakin sulit untuk dilakukan. Pemantauan secara mikrobiologis dengan cawan
papar atau pengambilan sampel permukaan juga perlu dilakukan untuk
mengontrol jumlah mikroba di tiap kelas ruangan.
4. Depo Instalasi Rawat Jalan
Jumlah Apoteker dan Asisten Apoteker di depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1 adalah 5 orang, cukup untuk melayani resep obat dengan jumlah sekitar
150 per hari. Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur pelayanan
resep rawat jalan secara individual prescription dengan baik. Akan tetapi, depo
Instalasi Rawat Jalan lantai 1 masih sering melakukan permintaan obat ke depo-
depo lain karena stok obat kosong.
Penyimpanan obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 yang tidak
disusun sesuai abjad mengakibatkan proses pengisian obat menjadi lama.
Penyimpanan obat-obat LASA di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 juga tidak
diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya. Kondisi
blender obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 yang kurang baik
mengakibatkan masih terdapat serpihan kasar pada serbuk obat yang dihasilkan.
Blender juga tidak dibersihkan sebelum digunakan untuk keperluan peracikan
obat berikutnya sehingga berpotensi menimbulkan interaksi obat dengan obat
yang sesungguhnya tidak diresepkan untuk pasien tertentu. Tempat pengisian
kapsul di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 kondisinya kurang baik. Kapsul
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
62
Universitas Indonesia
sering jatuh pada saat pengisian obat sehingga dosis, sanitasi, dan efisiensi kerja
berkurang.
Selain pelayanan resep, depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 juga melayani
konseling bagi pasien HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk
diberikan pelayanan konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan
regimen obat yang baru, dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang
dibutuhkan untuk konseling per pasien adalah 15-30 menit.
5. Depo ASKES
Pasien ASKES merupakan pasien yang paling banyak di RSUP
Fatmawati. Selain dilayani di depo ASKES, pasien ASKES juga dilayani di Depo
Instalasi Rawat Jalan lantai 2 dan 3. Selain melayani pasien ASKES, depo
ASKES juga melayani pasien tidak mampu (pasien Jamkesmas, Jamkesda dan
KJS). Terdapat beberapa pedoman yang digunakan dalam melayani pasien-pasien
tersebut, antara lain DPHO ASKES, Daftar Obat Inhealth, Formularium
Jamkesmas, Formularium Rumah Sakit, dan lain-lain. Acuan tersebut digunakan
untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien beserta
batasan jumlah maksimal yang dapat diberikan.
Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-
berkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.
Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-
obat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat
diserahkan kepada pasien). Resep kemudian diinput untuk pemotongan stok obat,
lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan obat. Masing-
masing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda dan akan diberikan stempel
HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut
bertujuan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan.
Sebelum pembuatan etiket, petugas bagian etiket terlebih dahulu
memeriksa kartu rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang
diberikan pada tanggal tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan
pengecekan apabila pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau
pasien sebelumnya telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
63
Universitas Indonesia
bagian ini, petugas juga akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang
tidak terdapat di depo ASKES sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain.
Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat,
baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan
memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket.
Untuk penyiapan obat racikan, disediakan mortar dan alu. Di Depo Askes tidak
tersedia blender untuk membuat obat racikan yang mungkin disebabkan oleh
jumlah resep racikan yang tidak terlalu banyak sehingga masih dapat dikerjakan
hanya dengan mortar dan alu.
Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan.
Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas
pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, permintaan
nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan permintaan
tanda tangan pasien.Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi
mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat yang
diberikandisebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani Depo
Askes sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat.
Jumlah resep yang dilayani depo ASKES dapat mencapai 200-300
resep/hari dengan obat yang sering diresepkan adalah obat-obat kardiovaskular.
Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya tenaga kefarmasian yang terdapat di depo ASKES.
Beban kerja yang tinggi juga seringkali menyebabkan pekerjaan yang berbeda
dilakukan oleh orang yang sama, misalnya seorang petugas dapat melakukan
penyiapan obat dan penyerahan obat dalam hari yang sama.
Depo ASKES juga melayani pelayanan obat sitostatik, namun pelayanan
yang diberikan hanya terbatas pada pelayanan administratif, yaitu hanya
mengurus berkas.Obat sitostatik dititipkan di ruang produksi steril di Gedung
Instalasi Farmasi. Selain gudang farmasi dan ruang produksi steril,tidak ada
tempat yang diizinkan melakukan penyimpanan obat-obat kemoterapi. Ketika
kemoterapi akan dilakukan, obat akan direkonstitusi dan diantarkan ke ruang
kemoterapi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
64
Universitas Indonesia
Selain melayani obat DPHO, depo ASKES juga melayani obat non-DPHO
tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non-DPHO,
pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Untuk pasien peserta ASKES
yang mendapatkan obat-obat DPHO, pembayaran dilakukan dengan cara
melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input
kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES untuk
diklaim ke ASKES. Klaim ASKES dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien
(IPP). Oleh karena itu, di depo ASKES disediakan komputer yang digunakan
untuk klaim ASKES. Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesmas dan Jamkesda
menggunakan sistem INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-paket yang
telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan,
selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sebaliknya, bila tagihan pasien
kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit
yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah
sakit. Dengan demikian terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya
melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket.
Penyimpanan barang di depo ASKES dilakukan berdasarkan stabilitas,
bentuk sediaan, dan alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari
khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh depo ASKES antara lain laporan
analisa penjualan, obat generik dan non generik, obat DPHO dan non-DPHO,
narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah
resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan
mengetahui beban kerja pegawai di depo ASKES.
6. Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai)
Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai) merupakan depo yang
menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki
jumlah sumber daya manusia sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker
sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep
sebanyak 5 orang dan tenaga teknis kefarmasian sebanyak 14 orang. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan obat, penerimaan
obat, penyimpanan obat, penyiapan obat, distribusi obat, dan dokumentasi.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
65
Universitas Indonesia
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. Setiap hari, Depo Teratai akan membuat perincian kebutuhan
yang diinput ke komputer yang terhubung dengan sistem di gudang farmasi dan
selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan oleh petugas gudang
farmasi. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, maka pihak gudang farmasi akan
mengonfirmasi pihak Depo Teratai melalui telepon untuk pengambilan barang
dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas gudang farmasi dan
petugas Depo Teratai. Setelah dilakukan verifikasi, secara otomatis maka stok
barang yang diminta oleh pihak Depo Teratai telah menjadi stok di Depo Teratai
di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka dapat memungkinkan stok obat
di Depo Teratai (real stock) sama dengan di sistem.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan
baik. Obat disusun berdasarkan generik dan non generik, stabilitas, bentuk sediaan
dan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga mempercepat pelayanan
obat. Obat-obat mahal dan mudah pecah disimpan didalam lemari kaca dan
terkunci dengan tujuan mencegah kehilangan atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi
juga disimpan rapi dan terlindung dari cahaya yang bertujuan untuk menjaga
kestabilan sediaan tersebut.
Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual
(individual prescription), floor stock serta dosis unit. Pada sistem resep individual,
resep obatakan dikirim ke depo Teratai oleh perawat. Obat disiapkan sesuai
dengan resep dan didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan untuk
penyediaan resep puyer pasien anak-anak, sediaan cair, infus, obat yang dipakai
dalam keadaan tertentu (seperti obat diare), dan obat untuk dibawa pulang.
Pada sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan
tertentu disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Biaya
penggunaan obat-obat/alat kesehatan ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat
yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri
dari obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang
tersedia di unit perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan pada
penggunaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari emergency.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
66
Universitas Indonesia
Depo Teratai memiliki beberapa lemari emergency yang berisi obat dan
alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care
Unit) yang ada di setiap lantai gedung teratai. Tiap lemari emergency berisi obat
dan alat kesehatan dengan jumlah yang telah distandardisasi. Obat dan alat
kesehatan yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa
harus menunggu penyediaan dari depo. Setiap penggunaan obat dan alat
kesehatan dari lemari emergency akan dicatat oleh perawat. Setiap hari, petugas
Depo Teratai akan datang untuk mengecek persediaan obat dan alat kesehatan
yang ada di dalam lemari emergency. Bila ada pengurangan jumlah obat/alat
kesehatan, petugas Depo Teratai akan mencatat nama pasien yang menggunakan
beserta dengan jenis dan jumlah obat/alat kesehatan yang digunakan di lembar
insidentil pasien untuk dimasukkam ke dalam tagihan obat dan alat kesehatan
pasien. Selanjutnya, petugas Depo Teratai akan mengisi kembali lemari
emergency sesuai dengan standar jumlah obat/alat kesehatan.
Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitusistem
distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24 jam.
Penyediaan obat dosis unit dilakukan dengan cara mengemas obat-obat pasienke
dalam kemasan dosis unit tunggal yang cukup untuk suatu waktu tertentu.Untuk
penyediaan obat dosis unit, satu petugas Depo Teratai bertanggung jawab
terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada salah satu bagian lantai (utara atau
selatan) gedung teratai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan obat dosis
unit dilakukan di pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat kedalam
kemasan dosis unit, pengecekkan kembali, hingga peletakkan kemasan dosis unit
di dalam troley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya,di sore hari,
petugas Depo Teratai yang betanggung jawab akan mengantarkan obat dengan
menggunakan troley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya dilakukan
serah terima dan dilakukan pengecekkan kembali.
Depo Teratai juga menyediakan paket-paket kebidanan untuk digunakan
di gedung teratai lantai satu (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan
untuk mempercepat pelayanan obat dan alat kesehatanbagi pasien emergency
kebidanan. Sebanyak delapan jenis paket berisi obat dan alat kesehatan tersedia
di Depo Teratai, yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
67
Universitas Indonesia
Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket
Abortus Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket Preeklamsi
Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Di antara ketiga sistem distribusi yang digunakan, sistem dosis unit
merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan. Beberapa keuntungan
dari sistem ini diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan
hanya perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban
kerja perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan
oleh petugas depo. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan
kesalahan waktu pemberian obat. Sekalipun demikian, sistem distribusi dosis unit
juga memilki beberapa keterbatasan, yaitu diperlu teknik kerja yang cepat dan
tepat oleh karena obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien,
serta dibutuhkan tenaga kefarmasian yang lebih banyak.
Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Teratai juga melakukan
pencatatan dan pelaporan. Laporan yangdisusun di Depo Teratai adalah laporan
analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan psikotropika,
laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep dan jumlah R/, serta
laporan medication error.
7. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat akan dipilih atau
dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang
membutuhkan penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan
resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien. Pasien
yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning.
Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya
diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang
Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang belum mendapat
kamar di gedung rawat inap.
Depo IGD melakukan pengadaan yang juga berdasarkan sistem satu pintu
dari Instalasi Farmasi. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan generik dan non
generik, stabilitas, bentuk sediaan, dan alfabetis. Pendistribusian obat untuk
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
68
Universitas Indonesia
pasien rawat inap dilakukan dengan sistem dosis unit, sedangkan untuk pasien
rawat jalan dilakukan dengan sistem resep individual. Di ruang resusitasi terdapat
lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak tiga kali
sehari. Sebaliknya, di ruang rawat inap intensif seperti ruang ICU, NICU, dan
PICU, lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Petugas Depo IGD akan
memeriksa jumlah penggunaan dan nama pasien yang menggunakan obat dari
lemari emergency pada lembar insidentil pasien. Jika terjadi ketidaksesuaian
antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency dengan yang ada di lembar
insidentil, petugas depo akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut
kepada perawat agar perawat segera mencari pasien yang menggunakan obat
tersebut.
Paket obat dan alat kesehatan yang diterima pasien IGD bergantung pada
dimana pasien ditempatkan. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket
berisi alat kesehatan yang diambil oleh perawat di Depo IGD. Pasien yang masuk
ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi
tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan
paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan
dikembalikan ke Depo IGD dan dibuat perincian penagihan untuk obat dan alat
yang telah dipakai oleh pasien.
8. Depo Instalasi Bedah Sentral (Depo IBS)
Depo IBS berada di gedung IBS lantai 2. Di gedung ini, lemari emergency
hanya terdapat di kamar operasi Cito karena operasi bersifat segera. Selain itu,
paket alat kesehatan juga sudah disiapkan di kamar operasi Cito untuk
mempermudah pengambilan alat kesehatan yang diperlukan selama operasi
dilakukan di kamar operasi Cito.
Berbeda dengan kamar operasi Cito, paket obat dan alat kesehatan untuk
pasien kamar operasi elektif tidak disiapkan di kamar operasi tersebut. Penata
anestesi dan penata bedah akan melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke
Depo IBS. Paket anestesi dan paket bedah dibedakan dengan tujuan untuk
mempermudah pendistribusian keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya,
permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan penata bedah akan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
69
Universitas Indonesia
digabungkan. Obat di Depo IBS disimpan pada lemari yang terpisah dari alat
kesehatan, namun obat tidak disusun alfabetis sehingga menyulitkan pengambilan
obat saat diperlukan. Fasilitas lemari penyimpanan yang sempit mengakibatkan
kesulitan dalam penyusunan obat secara alfabetis. Obat yang memerlukan suhu
dingin telah disimpan di pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan
monitor suhu.
4.2 Satuan Farmasi Fungsional
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Satuan Farmasi Fungsional RSUP
Fatmawati mencakup pengkajian resep, pengkajian penggunaan obat, ronde/visite,
pemantauan efek samping obat, pelayanan informasi obat, pemantauan interaksi
obat, konsultasi obat, dan edukasi farmasi. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pelayanan farmasi klinik dijelaskan berikut ini.
1. Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan dalam terapi obat pasien. Tujuan akhir dari
kegiatan pengkajian resep adalah untuk mencapai rasionalisasi penggunaan obat
pasien. Kegiatan pengkajian resep mencakup seleksi persyaratan administratif,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis, baik untuk pasien rawat inap
maupun pasien rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pengkajian resep tidak
sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap
dari segi administrasi. Misalnya pada resep untuk pasien anak, umur pasien sering
kali tidak tertera pada lembar resep padahal info tersebut sangat diperlukan
terutama untuk menghitung dosis penggunaan obat pada pasien anak. Pada
beberapa resep bahkan hanya tertulis nama pasien dan permintaan obat. Penanda
kegiatan pengkajian resep berupa stempel keterangan “Resep telah di review
Farmasi” juga tidak terlihat pada banyak resep.
Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh
banyaknya resep yang harus dilayani petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain
itu, kegiatan pengkajian resep secara keseluruhan membutuhkan waktu yang
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
70
Universitas Indonesia
cukup lama sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena
banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan.
2. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya,
kegiatan ini dilakukan untuk menilai ada/tidaknya masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat pada terapi obat pasien. Di RSUP Fatmawati, kegiatan
pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat inap dengan melihat
catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat pada rekam medik
pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dicatat ke dalam lembar
Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada/tidaknya masalah yang
berkaitan dengan penggunaan obat. Kegiatan pengkajian resep belum sepenuhnya
dilakukan oleh petugas farmasi RSUP Fatmawati oleh karena masalah waktu.
Banyaknya resep obat yang harus dilayani seringkali membuat petugas farmasi
tidak sempat melakukan kegiatan pengkajian penggunaan obat.
3. Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang
lebih baik. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan
secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi
dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat memperoleh
informasi terkini dan komprehensif, menjadi fasilitas pembelajaran, serta
mendiskusikan langsung masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
mengimplemantasikan rekomendasi yang dibuat. Sekalipun demikian, tipe visite
ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu jadwal visite harus disesuaikan
dengan jadwal tiap peserta visite dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi
dan penyampaian informasi selama visite menjadi kurang lengkap.
Visite pasien yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan pada
pasien yang berada dalam perawatan intensif dan memiliki risiko mengalami
terjadinya kesalahan obat (medication errors). Beberapa tempat dilakukanya
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
71
Universitas Indonesia
visite oleh apoteker di RSUP Fatmawati adalah Intensive Care Unit (ICU),
Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),
Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang
perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Visite yang dilakukan di RSUP
Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan umumnya dilakukan setiap seminggu
sekali contohnya pada ruang perawatan pasien High Care Unit (HCU) IRNA
Teratai dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Visite pasien
Intensive Care Unit(ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu oleh
karena kondisi pasien yang dirawat di ruang perawatan tersebut merupakan pasien
yang menderita penyakit komplikasi sehingga memiliki riwayat pengobatan yang
lebih kompleks dibandingkan pasien rawat inap lainnya. Hal ini memungkinkan
terjadinya masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dengan prevalensi
yang lebih tinggi sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan
keoptimalan terapi obat yang diterima oleh pasien.
Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi,
apoteker akan berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling
mengklarifikasi, mengonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat.
Pada saat visite secara tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang
merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau
rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker di antaranya adalah
pemilihan terapi obat (misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen), obat
alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat,
dan pertimbangan obat dari sisi cost effectiveness. Setelah rekomendasi yang
diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan
pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu
dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi pasien.
Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang dikelola
dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya pendokumentasian yang
baik, maka tersedia data yang menunjukkan terlaksananya kegiatan visite dan
bahan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
72
Universitas Indonesia
4. Pemantauan Efek Samping Obat (MESO)
Program pemantauan efek samping obat (MESO) adalah program untuk
menganalisis kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini
merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik
dokter, perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta
keluarganya. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pemantauan penggunaan obat
dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta
kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat
akan dikaji oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat
dan tindakan penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik
pasien serta dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan
Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh
kepala satuan kerja terkait. Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi
(Lampiran 17):
a. Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap
timbulnya efek samping obat
b. Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga
kesehatan, keluarga pasien atau pettugas lainnya
c. Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping
obat dalam formulir pelaporan
d. Pelaksanaan kegiatan komunikasi/interview oleh tim kerja (tim
pemantauan efek samping obat) yang terdiri dari dokter penanggung jawab
pasien (DPJP), perawat ruangan, apoteker ruangan.
e. Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim pemantauan efek samping obat
terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua
sumber
f. Pelaksanaan kegiatan diskusi sevara komperhensif sebagai media problem
solving oleh tim pemantauan efek samping obat atas hasil analisa yang
telah dilakukan
g. Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim pemantauan efek
samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan
terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasan efek
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
73
Universitas Indonesia
samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat
yang akan datang.
h. Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim pemantauan efek samping
obat. Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan,
mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan,
menurunkan dosis obat, memberikan antidot/premedikasi sebelum
penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi
formulir laporan insiden (internal).
i. Pelaksanaan implementasi rencana tindakan pengatasan efek samping obat
j. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan
intervensi yang dilakukan
k. Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim pemantauan efek samping obat jika
diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan
l. Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada
formulir laporan MESO Nasional.
Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi dilakukan segera
oleh tim pemantauan efek samping obat kepada kepala satuan kerja tempat
temuan kejadian efek samping obat. Selanjutnya, dibuat laporan yang ditujukan
kepada Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
(KMKP) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam
kategori kejadian tidak diharapkan (KTD) dan Sentinel.
5. Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan
pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,
efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
74
Universitas Indonesia
pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka
dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat
penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat
yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan
informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier.
Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di
RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 18.
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga
dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk:
a. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan
dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.
b. Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
c. Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
d. Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.
e. Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan
pelayanan.
f. Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Contoh Formulir Pelayanan Informasi Obat dapat dilihat pada Lampiran
19. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup
penilaian/pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi
penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun
demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan
menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to
date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah
pertanyaan yang masih sedikit.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
75
Universitas Indonesia
6. Pemantauan Interaksi Obat
Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan
seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurur SPO yang ada, kegiatan
pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi
obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur
pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan
interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga
tidak dilakukan dengan rutin oleh karena kesibukkan apoteker pelaksana di
pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi
obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.
7. Konsultasi Obat
Konsultasi obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati diawali
dengan tahap perkenalan diri kepada pasien. Selanjutnya, apoteker mulai
menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker
akan berusaha menggali informasi terkait penggunaan obat dari pasien sebagai
bahan pertimbangan dalam memberikan jawaban untuk masalah yang dialami
pasien. Apabila informasi telah cukup, apoteker mulai menjelaskan/memberikan
solusiatas obat-obat yang diterima pasien. Setelah pasien mendapat penjelasan
tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan
yang telah diberikan sebelumnya untuk memastikan info yang telah diberikan
telah dipahami dengan tepat oleh pasien. Jika pasien masih kurang memahami
penjelasan yang diberikan, maka apoteker akan mengulang kembali penjelasan
tersebut dan meminta pasien untuk mengulang kembali penjelasan dari apoteker.
Setelah pasien memahami dengan tepat apayang dijelaskan apoteker, maka
apoteker akan menanyakan kembali apakah ada masalah lain yang dialami pasien.
Apabila pasien sudah tidak memiliki pertanyaan, maka sesi konsultasi obat
dinyatakan selesai.
Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker RSUP Fatmawati terkadang
kurang menggali informasi pasien seperti adakah obat/vitamin/obat tradisional
yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien.Apoteker juga tidak menanyakan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
76
Universitas Indonesia
apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker terkadang hanya memberikan
informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien sehingga informasi lain yang
penting seperti cara kerja obat, efek samping penting yang mungkin terjadi, dan
interaksi obat yang mungkin terjadi.
8. Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi di RSUP Fatmawati dilakukan dengan
mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu untuk mendengarkan
penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu, misalnya tentang penggunaan
dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih
satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai masalah apa pun
mengenai obat, seperti cara pakai, penyimpanan, dan masalah-masalah terkait
obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan edukasi farmasi diperlukan fasilitas
penunjang seperti LCD, layar, laptop, mikrofon, dan lain-lain.
Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan
peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil questioner digunakan sebagai bahan
evaluasi untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan edukasi berikutnya. Hasil
pengamatan kegiatan edukasi farmasi menemukan bahwa slide yang ditampilkan
pada saat kegiatan edukasi kurang menarik bagi peserta karena menggunakan
cukup banyak tulisan. Banyak peserta program edukasi yang juga tidak mengisi
questioner oleh karena tidak membawa alat tulis. Kegiatan edukasi yang pada saat
itu dilaksanakan di Depo Askes membuat perhatian peserta edukasi terbagi antara
mendengarkan penjelasan presentator dengan mendengarkan panggilan petugas
depo yang akan memberikan obat. Hal ini mengakibatkan kurang
tersampaikannya informasi yang diberikan presentator kepada peserta kegiatan
edukasi obat.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
77
Universitas Indonesia
4.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati
Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah
menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi pedoman penggunaan obat
di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT
rumah sakit adalah dengan melihat edisi formularium yang digunakan. Evaluasi
atau review untuk penyempurnaan formularium dilakukan tiap 6 bulan atau
maksimal 1 tahun. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi
setiap setahun oleh karena masalah biaya untuk mencetak formularium terbaru
dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Oleh karena itu, revisi
formularium obat dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati setiap 3 tahun sekali.
Adanya kesinambungan proses revisi menunjukkan bahwa TFT RSUP Fatmawati
sudah berjalan dengan baik. Selain formularium obat, RSUP Fatmawati juga
menyusun formularium alat kesehatan habis pakai, namun formularium ini masih
belum diterbitkan.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
78 Universitas Indonesia
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Fatmawati yaitu memberikan pelayanan yang bermutu, meliputi kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan
perbekalan farmasi dimulai dari proses perencanaan, pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu.
Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, pengkajian
penggunaan obat, ronde/visite, pemantauan efek samping obat, pelayanan
informasi obat, pemantauan interaksi obat, konsultasi obat, dan edukasi
farmasi.
b. Peran dan tanggung jawab Satuan Farmasi Fungional (SFF) adalah menjamin
berjalannya fungsi farmasi klinik yang profesional, antara lain melakukan
visite pasien, pemantauan/review penggunaan obat, pemantauan efek samping
obat, pemberian edukasi, dan edukasi bagi staf farmasi.
c. Peran dan tanggung jawab Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk membantu
Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan
obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Diantaranya adalah dengan
menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit, melaksanakan pengawasan, pengendalian dan
evaluasi penggunaan obat dan alkes, serta melaksanakan edukasi bagi staf
farmasi dan profesi lain tentang perbekalan farmasi.
5.2 Saran
5.2.1 Tata Usaha Farmasi
a. Sistem rekapitulasi data pasien masih secara manual, hal ini dapat
menyebabkan kesalahan pendataan. Sebaiknya pendataan status pasien
dibuat secara online dengan sub bagian IFRS.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
79
Universitas Indonesia
5.2.2 Produksi Non Steril
a. Penambahan SDM dapat dipertimbangkan terkait produksi non steril tidak
didistribusikan ke gudang farmasi yang berakibat timbulnya kesalahan
pencatatan stok produk
b. Master formula yang ada di ruang produksi non steril sebaiknya hanya yang
terbaru, dokumen master formula yang sudah lama sebaiknya disimpan agar
tidak terjadi kekeliruan ketika akan digunakan.
c. Sebaiknya pengemasan obat dibagi berdasarkan takaran menggunakan alat
ukur, tidak berdasarkan kasat mata.
5.2.3 Produksi Steril
a. Obat yang dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi sebaiknya melalui pass
box.
b. Pemantauan jumlah partikel perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah
partikel di tiap kelas ruangan.
c. Pemantauan secara mikrobiologis dengan cawan papar atau pengambilan
sampel permukaan juga perlu dilakukan untuk mengontrol jumlah mikroba
di tiap kelas ruangan.
5.2.4 Depo Instalasi Rawat Jalan
a. Penyimpanan obat di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 disusun sesuai
dengan abjad dan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat
Jalan lantai 1 sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat non kategori
LASA di antaranya sesuai dengan SPO yang telah dibuat.
b. Blender seharusnya dibersihkan terlebih dahulu untuk menghindari
terjadinya interaksi obat.
c. Fasilitas untuk tempat pengisian kapsul di Depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1 sebaiknya ditambah.
d. Melakukan perencanaan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan stok
obat.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
80
Universitas Indonesia
5.2.5 Depo Farmasi ASKES
a. Depo ASKES melayani pasien dalam jumlah yang cukup banyak,
sedangkan tidak sesuai dengan SDM yang tersedia. Walau jam pelayanan
telah selesai namun petugas masih disibukkan dengan jumlah resep yang
cukup banyak. Penambahan SDM dapat menjadi bahan pertimbangan.
b. Penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1
sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat.
5.2.6 Depo Farmasi Rawat Inap (Depo Teratai )
a. Stok obat antara sistem dan fisik harus sesuai, pengecekan terhadap stok
harus lebih sering dilakukan.
5.2.7 Depo Farmasi IGD
a. Sebaiknya petugas tersebut memberikan semacam pemberitahuan yang
diletakkan di meja yang berisi petugas sedang menyiapkan obat.
5.2.8 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral
a. Obat disusun sesuai abjad.
5.2.9 Pengkajian Resep
a. Setelah pengkajian resep, resep diberi stempel keterangan “Resep telah di
review Farmasi”.
5.2.10 Pengkajian Penggunaan Obat
a. Setelah pengkajian penggunaan obat, rekam medik pasien diberi stempel
keterangan “Resep/Obat telah di review Farmasi”.
5.2.11 Pelayanan Informasi Obat
a. Penambahan literatur yang terbaru.
b. Peran aktif apoteker dalam membuat dan menyebarkan buletin/leaflet obat.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
81
Universitas Indonesia
5.2.12 Pemantauan Interaksi Obat
a. Penyediaan software interaksi obat untuk memudahkan proses analisis
interaksi obat yang berpotensi terjadi.
b. Kegiatan dilakukan secara rutin dan bersifat prospektif
5.2.13 Konsultasi Obat
a. Saat melakukan konsultasi obat, sebaiknya apoteker tidak hanya
memberikan informasi yang ditanyakan pasien, melainkan memberikan
informasi lain terkait obat yang digunakan pasien.
5.2.14 Edukasi Farmasi
a. Kegiatan edukasi sebaiknya dibawakan atau dipresentasikan dengan
tampilan slide yang lebih baik dan komunikatif.
b. Untuk memotivasi peserta agar berkenan mengisi questioner, sebaiknya
diberikan hadiah kecil seperti pulpen, produk vitamin, dan lain-lain.
c. Dilaksanakan dalam kondisi yang lebih kondusif sehingga tidak
menimbulkan perhatian peserta edukasi terbagi
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
82
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2010). Suplemen Himpunan Peraturan Perundang-undangankefarmasian. Jakarta: ISFI.
Menteri Kesehatan RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi diRumah Sakit. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
RSUP Fatmawati. (2009). Sejarah Singkat. 10 Februari 2013.http://www.fatmawatihospital.com/mode1.php?id=1&mode=2
RSUP Fatmawati. (2009). Pelayanan Rawat Darurat. 10 Februari 2013.http://www.fatmaweatihospital.com/mode2.php?id=8&mode=3
RSUP Fatmawati.(2012). Keputusan Direktur Utama No.HK.03.05/II.1/779/2012tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: RSUPFatmawati.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.Jakarta: EGC.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Lampiran 1. Struktur organisasi RSUP Fatmawati
83
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
84
Lampiran 2. Stuktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Penyelia Depo IRJ (Lt. 1, 2,dan 3)
Penyelia Depo ASKES danPegawai
Penyelia Depo IGD dan IRI
Penyelia Depo IBS
Penyelia Depo Teratai –IRNA A
Penyelia Depo Griya Husada
Penyelia Depo Gedung Prof.Soelarto
Penyelia Gudang Farmasi
Penyelia Produksi Farmasi
Penyelia Sistem InformasiFarmasi
Penyelia Distribusi danPenerimaan
Penyelia Perencanaan PerbekalanFarmasi
Penyelia Pencatatan danPelaporan
Penyelia Tata Usaha (TU) dan
SDM Farmasi
Penyelia Depo Teratai –IRNA B
Direktur Utama
Kepala InstalasiFarmasi
Satuan FarmasiFungsional
Wakil Kepala Instalasi Farmasi
Direktur Medik danKeperawatan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
85
Lampiran 3. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi
Direktur Utama
Direktur Medik danKeperawatan
KepalaSatuan Farmasi
Fungsional
Koordinator
Bidang Pendidikan dan
Penelitian
Koordinator
Bidang Pelayanan
Apoteker
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
86
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
87
Lampiran 5. Alur penerimaan perbekalan farmasi
Penyimpanan perbekalan farmasi
Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, PenyeliaGudang, dan Kepala Instalasi Farmasi
Bukti Penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi
Penyesuaian Bukti Penyerahan Barang dengan faktur oleh Penyelia Gudang
Serah terima Tim Penerima Barang Medik dan Petugas Gudang Farmasi.Cek: faktur; SP/SPK; kondisi; jumlah; tanggal daluwarsa (minimal 2 tahun);
Certificate of analysis (bahan baku obat), Certificate of origin (alkes), MSDS (bahanberbahaya) bila diperlukan atau dicurigai.
Penerimaan oleh Tim Penerima Barang Medik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Lampiran 6. Alur distribusi perbekalan farmasi
Permintaan(sistem/manual)
Petugas gudang ceksistem
Serah terima petugasgudang dan petugasdepo. Cek:• Volume• Expired date
Tanda tangan
Input ke sistemPrint outCek pengeluaranVerifikasi
Stok gudang terpotong
88
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
89
Lampiran 7. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik
Memakai baju sitostatika
Ruang III BRuang III A
- Mematikan lampu UV ruang III A/III B- Memasukkan obat ke dalam passbox- Mencuci tangan
- Melepas sandal- Memakai baju Steril- Mematikan lampu UV ruang II
Mencuci tangan dan kaki
RuanganMembuka sepatu danmemakai sandalMembuka sepatu danmemakai sandalMembuka sepatu dan
PusatPintumasukPintu
Ruang0Ruang 0
ruanganRuang IRuang I
farmasiRuan
N Sitostatika
Ruang IV
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
90
Lampiran 8. Alur pelayanan obat sitostatika
1. Pasien datang membawa obat 2. Pasien rawat jalan
sendiri
Pasien membawa obat kePPKT:
Pemberian formulirpermintaan obat sitostatika
dan jadwal kemoterapi
Obat dititipkan di ruangproduksi steril
Pasien membawa resep obat keDepo Askes
Petugas Depo Askes ke ruangproduksi steril:
obat disiapkan & resep dikembalikan
Depo Askes:
Konfirmasi pasien bahwa obattelah disiapkan dan pemberian
formulir penitipan obatsitostatika ke pasien
PPKT:
Pemberian formulir permintaan obatsitostatika dan jadwal kemoterapi
Ruang produksi steril:
Obat dititipkan di ruang produksisteril
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
91
(lanjutan)
3. Pasien rawat inap
Pasien dirawat inap; resepditerima di Depo Teratai
Depo Teratai:Pembuatan formulir permintaan
obat sitostatika
Petugas Depo Teratai ke gudangfarmasi:
Permintaan obat sitostatika
Ruang produksi steril:Obat dititipkan di ruang produksi steril
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
92
Lampiran 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas
1. Limbah Padat
2. Limbah Cair 3. Limbah Gas
Limbah cair
Saluran pembuangan air
Air kran(Dibiarkan mengalir beberapa saat)
Limbah gas
Disaring dengan HEPAFilter 2 lapis
Udara bebas
Limbah padat
Non infeksius Sitostatika
Plastik hitam Plastik kuning Plastik ungu
Infeksius
Incinerator
DebuTempat pembuangan akhir
Tempat pembuangan sementara
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription
Penerimaan resep daridokter/perawat ruangan
oleh petugas farmasi
Pelaksanaan skriningresep untuk menilai
kesesuaian penulisanresep
Pelaksanaan pelayananobat pasien yang telahmemenuhi persyaratan
pada skrining peresepan
Pemeriksaan berkaskelengkapan resep untukpasien jaminan/asuransi
Pembuatan billingtransaksi untuk resepyang telah memenuhi
persyaratan dari skriningdan kajian peresepan
obat
Pembayaran resepberdasarkan billing resep
untuk pasien tunai
Pelaksanaan permohonanijin prinsip untuk pasien
jaminanPembuatan etiket obat
Pengecekan obat tentangkebenaran obat yang
sudah disiapkan denganklarifikasi 5 benar
Penyerahan obat kepadapasien oleh tenaga
kefarmasian denganverifikasi dan klarifikasi
7 benar
Pelaksanaan pembuatancopy resep untuk obatyang tidak jadi dibelipasien atau obat tidak
terlayani oleh depofarmasi
Pemanggilan namapasien rawat jalan
melalui pengeras suarauntuk menuju loketpengambilan obat
Pelaksanaan konselingobat apabila pasien
membutuhkan penjelasanlebih lanjut
Pendokumentasian resepdan bukti print out dalamfile sesuai dengan status
pembiayaan pasien
93
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
94
Lampiran 11. Alur pelayanan resep di depo ASKES
Penerimaan Resep
Pemeriksaankelengkapan berkas
Pasien mendapatkannomor
Input data kekomputer
Penulisan etiket
Penyiapan Obat
Penyerahan +informasi singkat
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
95
Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati
- Obat- Kereta Obat
Obat di luarjam kerja
FormuliPemberianObatInsidetil
- ObatSoreMalamPagiSiang
- Resep- Map (Formulir
Instruksi Obat)< Pukul 14.00
Obat di luarjam kerja
Formulirpemberian obatinsidentil
± Pukul 15.00
- Resep- Map (Formulir Instruksi Obat)- Kereta Obat
- Obat- Kereta Obat- Map Obat
Dokter
Farmasi
Pasien
Perawat
Depo
Lemariemergency
RuanganTPNTP
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral
OK Cito
Pasien masuk ke OK CitoPenata mengambil Paket Obatdan Alkes OK Cito yang telahdisiapkan oleh petugas depo.
Bila kurang, maka penatadapat mengambilnya di lemariemergensi dan mencatatnya di
Lembar Pemakaian.
Lembar Pemakaiandimasukkan ke dalam Paket
Obat dan Alkes OK Cito yangtelah terpakai oleh pasien
Depo IBS melakukanperincian biaya pasien dan
mengirimkan ke depo di manapasien dirawat
Petugas Depo IBSmenyiapkan kembali Paket
Obat dan Alkes dan OK Cito,serta melengkapi lemari
emergensi.
96
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
(lanjutan)
OK Elektif
Sehari sebelum operasi,Depo IBS menerimajadwal operasi dan
permintaan anestesi umumatau spinal
Petugas depo menyiapkanpaket anestesi dan
memberi label namapasien pada paket tersebut
Pada hari operasi, penatabedah mencatat
permintaan di buku padahari operasi dan paketbedah disiapkan oleh
petugas depo
Pada hari operasi, penatabedah dan penata anestesimeminta paket masing-
masing ke Depo IBS
Bila kekurangan obat dan alatkesehatan saat operasi sedang
berlangsung, maka penatadapat meminta secara
langsung ke depo farmasidengan menyebutkan namapasien dan kamar operasi.
Petugas depo mencatatpermintaan obat dan alat
kesehatan.
Setelah operasi, paketdikembalikan ke depo dan
petugas depomerekapitulasi semua
penggunaan obat dan alatkesehatan ke bagian
perincian
Perincian selanjutnyadikirimkan ke depo dimana pasien dirawat.
97
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
98
Lampiran 14. Daftar paket obat dan alkes OK Cito
No. Nama Barang Jumlah
INJEKSI
1. Aqua pro injection 25 ml 2
2. Epinefrin 1 mg/ml 1
3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2
ALKES
1. Blood administration set JMS 1
2. Disp. Syringe 3 cc 3
3. Disp. Syringe 5 cc 3
4. Disp. Syringe 10 cc 3
5. Electrode 3
6. Infus set JMS 1
7. Mata pisau no.10 1
8. Mata pisau no.15 1
9. Mata pisau no.23 1
10. Mata pisau no.24 1
11. Kapas alkohol/Wippy 3
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
99
Lampiran 15. Daftar paket obat dan alkes Paket Elektif
No. Nama Barang Jumlah
INJEKSI
1. Aqua pro injection 25 ml 1
2. Epinefrin 1 mg/ml 1
3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2
4. Diazepam 1
ALKES
1. Blood administration set JMS 1
2. Disp. Syringe 3 cc 3
3. Disp. Syringe 5 cc 3
4. Disp. Syringe 10 cc 3
5. Electrode 3
6. Infus set JMS 1
7. Kapas alkohol/Wippy 2
8. Vasofix Safety no.18 1
9. Vasofix Safety no.20 1
10. Veca C 1
INFUS
1. Ringer Lactate 500 ml 2
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
100
Lampiran 16. Daftar paket obat dan alkes Paket Bedah Prima
No. Nama Barang Jumlah
INJEKSI
1. Aqua pro injection 25 ml 1
2. Epinefrin 1 mg/ml 1
3. Sulfas atropin 2 mg/ml 2
4. Diazepam 1
ALKES
1. Disp. Syringe 3 cc 3
2. Disp. Syringe 5 cc 3
3. Disp. Syringe 10 cc 3
4. Electrode 3
5. Infus set JMS 1
6. Kapas alkohol/Wippy 2
7. Vasofix Safety no.20 1
INFUS
1. Ringer Lactate 500 ml 2
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
101
Lampiran 17. Alur pemantauan efek samping obat
Tim pemantauan ESO (Dokter/apoteker/perawat)
1. Penyusunan saran/rekomendasi secara tertulis dalam formulirrekomendasi farmasi klinik untuk penaganan ESO
2. Penyampaian rekomendasi kepada tenaga kesehatan
Tidak
Tidak
Klarifikasi
Klarifikasi
Ya
KKMP (Tinjauan Menajemen)
Menerima laporan ESOberdasarkan Grading bentuk
KTD dan SENTINEL
Dokter DPJP
1. Menerima saran/rekomendasi2. Memberikan respon umpan balik atas saran dan
rekomendasi
OK ?
Selesai
Tim pemantauan ESO(Dokter/apoteker/perawat)
Penyampaian laporan kejadianESO pasien
Ka. Satker
(Tinjauan Menajemen)
Menerima laporan ESO danpenyususnantindak lanjut
dalam 48 jam
MULAI
Dokter/apoteker/perawat/pasien/keluarga pasien
Identifikasi dan melaporkan kejasian ESO
Tim pemantauan ESO (Dokter/apoteker/perawat)
1. Menerima laporan ESO2. Assasement kejadian ESO pada pasien dengan obat
pasien
Dokter DPJP
Pencatatan danpendokumentasian ESO dalam
Rekam Medik
OK ?Ya
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
102
Lampiran 18. Alur program pelayanan informasi obat
Tidak Ok
Ok
Tidak Ok
Ok
Apoteker1. Menerima pertanyaan2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Selesai
Apoteker1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.4. Penyampaian jawaban kepada user.
User1. Menerima jawaban pertanyaan2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan.
User (pasien/lainnya)Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
103
Lampiran 19. Formulir pelayanan informasi obat
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
104
Lampiran 20. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat
Selesai
Apoteker1. Penyusunan rekomendasi dalam formulir
rekomendasi farmasi klinik untukpenanganan interaksi obat.
Penyampaian rekomendasi pada tenagakesehatan.Ruang produksi steril:
Dokter/SMFInstruksi perbaikan terapi
Apoteker/Asisten ApotekerPerubahan instruksi terapi
Apoteker1. Entry data pasien dalam software interaksi obat.2. Entry data pengobatan pasien dalam software
interaksi obat.3. Penilaian informasi data interaksi obat dari
software (penilaian level signifikansi)
Signifikan
Tidak Ok
Tidak Signifikan
Ok
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
105
Lampiran 21. Alur pengkajian resep
Dokter DPJP/Representatif DPJP
1. Menulis resep untuk pasien2. Melengkapi persyaratan resep
Petugas Farmasi(Apoteker/Penyelia)
1. Menerima resep dokter2. Screening resep dokter
Lengka
Petugas Farmasi (AA)
Pelayanan resep obat pasien yang telahlengkap/benar
Selesai
Mulai
Belum
Ya
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS INTERAKSI OBAT PASIEN INTENSIVE CAREUNIT (ICU) RSUP FATMAWATI PERIODE
DESEMBER 2012 - JANUARI 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
IRIANTHI PANUT, S. Farm.1206313236
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2013
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iDAFTAR ISI .....................................................................................................iiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................iiiDAFTAR TABEL ............................................................................................ivDAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 11.1 Latar Belakang ........................................................................................... 11.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 32.1 Definisi Interaksi Obat ............................................................................. 32.2 Mekanisme Interaksi Obat ......................................................................... 32.3 Level Signifikansi Interaksi ........................................................................ 72.4 Intervensi Sebagai Tindakan Pencegahan Interaksi Obat ....................... 8
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 93.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ................................................................. 93.2 Metode Pengkajian..................................................................................... 93.3 Sampel Penelitian ....................................................................................... 9
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 104.1. Hasil ........................................................................................................... 104.2. Pembahasan ............................................................................................... 27
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 305.1. Kesimpulan ............................................................................................... 305.2. Saran ......................................................................................................... 30
DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 31
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Diagram persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensidan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulanDesember 2012 - Januari 2013................................................... 10
Gambar 4.2. Sepuluh besar kasus interaksi obat yang berpotensi terjadi padapasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari2013 ............................................................................................. 14
Gambar 4.3. Diagram jumlah dan persentase kasus interaksi obatberdasarkan mekanisme interaksi yang berpotensi terjadipada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember2012 - Januari 2013 .................................................................... 14
Gambar 4.4. Lima besar interaksi obat level signifikansi 1 yang berpotensiterjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulanDesember 2012 - Januari 2013 ................................................... 22
Gambar 4.5. Lima besar interaksi obat level signifikansi 2 yangberpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati padabulan Desember 2012 - Januari 2013 ......................................... 22
Gambar 4.6. Lima besar interaksi obat level signifikansi 3 yangberpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati padabulan Desember 2012 - Januari 2013 ......................................... 23
Gambar 4.7. Lima besar interaksi obat level signifikansi 4 yangberpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati padabulan Desember 2012 - Januari 2013 ......................................... 23
Gambar 4.8. Lima besar interaksi obat level signifikansi 5 yangberpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawati padabulan Desember 2012 - Januari 2013 ......................................... 24
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Jumlah dan persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yangberpotensi dan tidak berpotensi mengalami interaksi obat padabulan Desember 2012 - Januari 2013......................................... 10
Tabel 4.2. Interaksi Obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUPFatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari 2013............... 10
Tabel 4.3. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkanmekanisme interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICURSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari 2013.... 14
Tabel 4.4. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahanabsorpsi obat ................................................................................ 15
Tabel 4.5. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahanmetabolisme obat......................................................................... 15
Tabel 4.6. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahanekskresi obat ................................................................................ 17
Tabel 4.7. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat yangmenghasilkan peningkatan toksisitas .......................................... 17
Tabel 4.8. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat yangmenghasilkan penurunan efektivitas obat ................................... 18
Tabel 4.9. Rekapitulasi jumlah dan persentase mekanisme interaksi obatpada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember2012 - Januari 2013 .................................................................... 18
Tabel 4.10. Level signifikansi interaksi obat yang berpotensi terjadi ............ 19Tabel 4.11. Intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat............... 24Tabel 4.12. Rekapitulasi jumlah dan persentase intervensi sebagai
tindakan pencegahan interaksi obat pada pasien ICU RSUPFatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari 2013............... 27
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 4.1 Data Interaksi Obat ...................................................................... 32
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan upaya kesehatan bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan terpadu. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara, meningkatkan kesehatan. dan tempat untuk menyelenggarakannya
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan
penunjang (Charles, 2004). Salah satu contoh sarana kesehatan adalah rumah
sakit. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelanggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-
Undang Republik Indonesia No 44, 2009).
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam
keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1333/Menkes/SK/XII/2004 tentang standar
pelayanan farmasi di rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat (Depertemen Kesehatan, 2006).
Profesi farmasi merupakan salah satu peran yang mendukung pelayanan
kefarmasian di rumah sakit yang tidak hanya memberikan saran profesional pada
saat peresepan saja, namun mencakup kegiatan sebelum peresepan, saat peresepan
dan setelah peresepan. Kegiatan profesi farmasi selama peresepan contohnya saat
memberikan saran profesional kepada dokter atau tenaga kesehatan lain terkait
dengan terapi pada saat peresepan dilakukan. Sedangkan kegiatan profesi farmasi
setelah selesai peresepan yaitu setiap kegiatan yang berfokus kepada pengoreksian
dan penyempurnaan resep, seperti monitoring problem terkait obat (Drug Related
Problem). Salah satu klasifikasi problem terkait obat (Drug Related Problem)
yaitu interaksi obat (drug interaction).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
2 Universitas Indonesia
Interaksi obat didefinisikan sebagai suatu keadaaan bilamana efek suatu obat
berubah dengan adanya pengaruh dari obat lain, obat herbal, makanan, minuman,
atau oleh suatu substansi kimia (Baxter, 2010). Interaksi obat dapat menghasilkan
efek yang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak
dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interaction) yang lazimnya
menyebabkan terjadinya efek samping obat dan/atau toksisitas karena meningkat
nya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menyebabkan hasil terapi yang
tidak maksimal. Meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam
rangka pengobatan pasien dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan
terjadinya interaksi obat semakin besar.
Pasien Intensive Care Unit (ICU) merupakan pasien yang menderita penyakit
komplikasi sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam-macam jenis
obat. Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi obat yang dapat mempengaruhi
outcame pasien. Dengan mengetahui bagaimana mekanisme interaksi obat, maka
dapat diperkirakan kemungkinan efek yang terjadi serta memungkinkan antisipasi
dan penanggulangan guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.2. Tujuan
Untuk menganalisa interaksi obat yang terjadi pada pasien di Intensive Care
Unit (ICU) RSUP Fatmawati periode Desember 2012 - Januari 2013.
2
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Interaksi Obat
Interaksi obat didefinisikan sebagai suatu keadaaan bilamana efek suatu obat
berubah dengan adanya pengaruh dari obat lain, obat herbal, makanan, minuman,
atau oleh suatu substansi kimia. Interaksi dianggap penting secara klinik jika
berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat yang
berinteraksi. Beberapa obat berinteraksi dengan beberapa cara yang unik.
Terdapat beberapa mekanisme interaksi yang pasti dan umum diantaranya adalah
interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas), interaksi secara farmakokinetik, dan
interaksi secara farmakodinamik (Baxter, 2010).
2.2 Mekanisme Interaksi Obat
2.1.1 Interaksi Secara Farmasetik (inkompatibilitas)
Interaksi farmasetik atau yang disebut juga inkompatibilitas farmasetik
merupakan interaksi yang terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara
obat yang tidak bercampur (inkompatibel). Interaksi ini bersifat langsung dan
dapat terjadi secara fisik atau kimiawi, misalnya presipitasi, perubahan warna,
tidak terdeteksi (invisible) yang selanjutnya berakibat inaktivasi obat. Contohnya
pada fenitoin yang mengendap dalam larutan dekstrosa 5% (Baxter, 2010).
2.1.2 Interaksi Secara Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi proses
ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat) sehingga
menyebabkan kadar plasma obat yang dipengaruhi meningkat atau menurun.
Akibatnya adalah terjadinya peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas
obat tersebut. Interaksi obat secara farmakokinetik yang terjadi pada suatu obat
tidak berlaku untuk obat lainnya meskipun masih dalam satu kelas terapi,
disebabkan karena adanya perbedaan sifat fisikokimia, yang menghasilkan sifat
farmakokinetik yang berbeda (Syarif, et al, 2007).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
2.1.2.1 Interaksi dalam Absorpsi di Saluran Cerna
Mekanisme interaksi yang terjadi terkait mekanisme absorpsi di saluran
cerna terjadi melalui berbagai cara diantaranya adalah:
a. Interaksi secara langsung
Yaitu interaksi yang terjadi secara fisik/kimiawi antara obat dalam lumen
saluran cerna sebelum absorpsi sehingga dapat mengganggu proses absorpsi.
Interaksi ini dapat dihindarkan dengan adanya jeda waktu pemberian obat.
b. Perubahan pH cairan saluran cerna
Kondisi cairan saluran cerna yang bersifat alkalis mengurangi kelarutan
beberapa obat yang bersifat basa.
c. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus
(motilitas saluran cerna)
Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan
absorpsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi. Hal ini berarti bahwa
kecepatan pengosongan lambung hanya mengubah tinggi kadar puncak dan waktu
untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas. Waktu transit
dalam usus biasanya tidak mempengaruhi absorpsi obat, kecuali untuk obat yang
sukar larut dalam cairan saluran cerna (misalnya digoksin dan kortikosteroid),
obat yang diabsorpsi secara aktif hanya di satu segmen usus halus (misalnya Fe
dan riboflavin di usus halus bagian atas).
d. Kompetisi untuk transporter membran di saluran cerna
Mekanisme kompetisi untuk transporter membran di saluran cerna misalnya
pada grape fruit, yakni suatu inhibitor protein transporter uptake pump di saluran
cerna, akan menurunkan bioavailibilitas beta-bloker dan beberapa antihistamin
(misalnya fexofenadin) jika diberikan bersamaan.
e. Perubahan flora usus
Adanya perubahan flora usus misalnya akibat penggunaan antibiotika
spektrum lebar (misalnya tetrasiklin, kloramfenikol) akan mensupresi flora normal
usus dan mengakibatkan peningkatan efektivitas antikoagulan oral (antagonis
vitamin K) yang diberikan bersama, menurunkan efektifitas kontrasepsi oral, dll.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
f. Efek toksik pada saluran cerna
Terapi dengan asam mefenamat, neomisin dan kolkisin menimbulkan
sindrom malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi obat lain terganggu (Syarif, et
al, 2007).
2.1.2.2 Interaksi dalam Distribusi
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena
pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi ini akan bermakna secara klinik jika:
(1) obat indeks sempit memilki ikatan protein sebesar ≥85%, volume distribusi
yang kecil (Vd) obat ≤0,15 l/kg sehingga pergeseran sedikit saja akan
meningkatkan kadar obat bebas secara bermakna; ini berlaku untuk obat bersifat
asam, karena kebanyakan obat bersifat basa nilai Vd nya sangat luas; (2)
mempunyai batas keamanan sempit, sehingga peningkatan kadar bebas obat
tersebut dapat mencapai kadar toksik; (3) efek toksik yang serius telah terjadi
sebelum kompensasi tersebut di atas terjadi, misalnya pada pendarahan pada
antikoagulan oral, hipoglikemia pada antidiabetik oral; (4) eliminasinya
mengalami kejenuhan, misalnya fenitoin dan salisilat (Syarif, et al, 2007 dan
Baxter, 2010).
2.1.2.3 Interaksi dalam Metabolisme
Mekanisme interaksi yang terjadi dapat berupa hambatan metabolisme obat,
induksi metabolisme obat, dan perubahan aliran darah hepar. Hambatan
metabolisme terutama menyangkut obat-obat yang merupakan substrat enzim
metabolisme sitokrom P450 (CYP) dalam mikrosom hati. Terdapat 6 isoenzim
CYP yang penting untuk metabolisme obat (CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C,
CYP1A1/2, dan CYP2E1. Tiap isoenzim tersebut memiliki susbtrat dan
penghambatnya masing-masing. Pemberian bersama salah satu substrat dengan
salah satu penghambat dari enzim yang sama akan meningkatkan efek atau
toksisitasnya.
Jika substrat isoenzim CYP merupakan obat dengan indeks terapi sempit,
maka hambatan metabolismenya akan menimbulkan efek toksik sehingga dosis
substrat harus diturunkan jika hendak diberikan bersama penghambatnya atau
bahkan tidak boleh diberikan bersama peghambatnya (kontraindikasi) jika
akumulasi obat susbtrat berakibat membahayakan.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
Induksi metabolisme obat tergantung dari jenis enzim yang diinduksinya,
suatu zat penginduksi dapat mempercepat metabolisme obat beberapa beberapa
obat tetapi tidak mempengaruhi metabolisme obat-obat lain. Akan tetapi, ada
beberapa zat penginduksi yang dapat menginduksi hampir semua isoenzim CYP,
misalnya rifampisin, fenobarbital, fenitoin dan karbamazepim.
Jika metabolit hanya sedikit atau tidak mempunyai efek farmakologi,
maka zat penginduksi mengurangi efek obat, sehingga dosis obat perlu
ditingkatkan. Sebaliknya, jika metabolit lebih aktif atau merupakan zat yang
toksik, maka zat penginduksi meningkatkan efek atau toksisitas obat.
Perubahan aliran darah ke hepar berhubungan dengan obat-obat yang
dimetabolisme oleh hepar dengan kapasitas tinggi (mempunyai rasio ekstraksi
hepar = EH yang tinggi), klirens hepar sangat dipengaruhi oleh perubahan QH
(Syarif, et al, 2007).
2.1.2.4 Interaksi dalam Ekskresi
Mekanisme interaksi obat dapat terjadi pada proses ekskresi melalui
empedu dan pada sirkulasi hepatik, sekresi tubuli ginjal, dan karena terjadinya
perubahan pH urin. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat
kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama,
contohnya kuinidin yang menurunkan ekskresi empedu digoksin.
Sirkulasi enterohepatik dapat diganggu dengan mengikat obat yang
dibebaskan atau dengan mensupresi flora usus yang menghidrolisis konjugat obat,
sehingga obat tidak direabsorpsi. Contoh: kolestiramin akan mengikat warfarin
atau digoksin sehingga reabsorpsi terhambat dan klirens meningkat.
Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat
dan metabolit obat untuk sistem transporter yang sama. Sedangkan perubahan pH
urin akan menghasilkan perubahan klirens ginjal (melalui perubahan jumlah
reabsorpsi pasif di tubuli ginjal) yang berarti secara klinik jika fraksi obat yang
diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih dari 30%), dan obat berupa basa
lemah dengan pKa 6,0 – 12,0 atau asam lemah dengan pKa 3,0 – 7,5 (Syarif, et al,
2007).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
2.1.3 Interaksi secara Farmakodinamik
Merupakan interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat
kerja atau sistem fisilogik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis
atau antagonis, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma. Interaksi
farmakodinamik umumnya dapt diekstrapolasikan (tidak diberlakukan) ke obat
lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat
adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian
interaksi ini dapat diprediksi sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui
mekanisme kerja obat. Mekanisme interaksi dapat berupa interaksi pada reseptor,
interaksi fisiologik, perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan mekanisme ambilan amin di ujung saraf adrenergik, dan interaksi
dengan penghambat monoamin oksidase (penghambat MAO) (Baxter, 2010).
2.3 Level Signifikansi Interaksi
Level signifikansi adalah derajat dimana obat yang berinteraksi akan
mengubah kondisi pasien. Level signifikansi dikelompokkan berdasarkan
keparahan dan dokumentasi interaksi yang terjadi. Pembagian level signifikansi
adalah sebagai berikut:
a. Level signifikansi 1: Tingkat keparahan mayor, tingkat dokumentasi diduga
(suspected) atau lebih.
b. Level signifikansi 2: Tingkat keparahan sedang, tingkat dokumentasi diduga
(suspected) atau lebih.
c. Level signifikansi 3: Tingkat keparahan minor, tingkat dokumentasi diduga
(suspected) atau lebih.
d. Level signifikansi 4: Tingkat keparahan mayor/sedang, tingkat dokumentasi
mungkin (possible).
e. Level signifikansi 5: Tingkat keparahan minor, tingkat dokumentasi mungkin
(possible); tingkat keparahan mayor/sedang/minor, tingkat dokumentasi
diragukan (unlikely) (Baxter, 2010).
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.4 Intervensi Sebagai Tindakan Pencegahan Interaksi Obat
Intervensi didefinisikan sebagai setiap aksi yang dilaksanakan oleh
seorang profesi kesehatan yang menghasilkan perubahan dalam menajemen
maupun terapi pasien. Intervensi yang dapat dilakukan oleh profesi farmasi terkait
pencegahan interaksi obat diantaranya adalah sebagai berikut (Departemen
Kesehatan, RI, 2006):
a. Intervensi memonitor kondisi klinik pasien yang dapat dilakukan dengan
pemantauan parameter hasil laboratorium
b. Intervensi pengaturan jadwal pemberian, yang dapat dilakukan dengan
memberikan jeda waktu pemberian untuk obat-obat yang berinteraksi
c. Intervensi pengaturan dosis obat yang dapat dilakukan dengan
menurunkan maupun meningkatkan dosis, dan
d. Intervensi menghindari penggunaan bersamaan kedua obat yang dapat
dilakukan dengan cara mengganti obat yang berinteraksi dengan obat
alternatif lain.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
BAB 3METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Februari - 29 Maret 2013 yang
bertempat di RSUP Fatmawati , Cilandak, Jakarta Selatan.
3.2 Metode Pengkajian
Pengkajian observasional yang dilakukan secara retrospektif. Data yang
digunakan adalah data primer yang berasal dari instruksi harian pasien ICU RSUP
Fatmawati. Metode pengkajian yang digunakan dengan melakukan studi literatur
(studi pustaka). Pustaka yang digunakan bersumber dari buku terbitan dan jurnal-
jurnal yang dipublikasikan di internet yang berkaitan dengan interaksi obat.
3.3 Sampel Pengkajian
Semua pasien ICU RSUP Fatmawati yang dirawat pada periode Desember
2012 – Januari 2013.
9
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
10 Universitas Indonesia
74%
26% pasien yangberpotensi mengalamiinteraksi obatpasien yang tidakberpotensi mengalamiinteraksi obat
BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari hasil pemantauan interaksi obat di ruang ICU RSUP Fatmawati
diperoleh 74% dari 111 pasien berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan
Desember 2012 - Januari 2013.
Tabel 4.1. Jumlah dan persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensidan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulan Desember2012 - Januari 2013.
Pasien ICU RSUP Fatmawati Jumlah Pasien Persentase
Pasien yang berpotensi mengalami interaksi obat 82 74%
Pasien yang tidak berpotensi mengalamiinteraksi obat 29 26%
Jumlah 111 100%
Gambar 4.1. Diagram persentase pasien ICU RSUP Fatmawati yang berpotensidan tidak berpotensi mengalami interaksi obat pada bulanDesember 2012 - Januari 2013.
Tabel 4.2. Interaksi Obat yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUPFatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari 2013.
Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level JumlahKasus
Persentase(%)
Allopurinol - Kaptopril Farmakodinamik 5 2 0,59
Amikasin - Furosemid Farmakodinamik 4 2 0,59
Ampisillin - Gentamisin Farmakodinamik 5 1 0,29
Aminofillin - Flukonazol Farmakokinetik 4 2 0,59
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level JumlahKasus Persentase (%)
Aminofillin - Levofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29
Aminofillin - Norepinefrin Farmakodinamik 4 1 0,29
Antasida – Kaptopril Farmakkinetik 2 1 0,29
Antasida – Vitamin C Farmakokinetik 1 1 0,29
Asam folat – Fenitoin Farmakodinamik 2 1 0,29
Aspirin – Heparin Farmakodinamik 1 1 0,29
Aspirin – Kaptopril Farmakodinamik 2 2 0,59
Aspirin - Klopidogrel Farmakodinamik 1 4 1,18
Asiklovir – Sefoperazon Farmakodinamik 1 1 0,29
Bisoprolol – Epinefrin Farmakodinamik 2 1 0,29
Bisoprolol – Dopamin Farmakodinamik 2 1 0,29
Bisoprolol – Fentanyl Farmakodinamik 2 8 2,35
Bisoprolol – Ketorolac Farmakodinamik 2 1 0,29
Bisoprolol – Midazolam Farmakokinetik 2 3 0,88
Bisoprolol – Parasetamol Farmakokinetik 2 1 0,29
Deksametason – Fenitoin Farmakokinetik 2 3 0,88
Deksametason – Furosemid Farmakodinamik 3 1 0,29
Deksametason – Ketorolac Farmakodinamik 2 1 0,29
Deksametason – Metronidazol Farmakokinetik 5 3 0,88
Deksametason – Metilprednisolon Farmakodinamik 5 1 0,29
Deksametason – Norepinefrin Farmakodinamik 2 2 0,59
Deksametason – Omeprazol Farmakodinamik 3 2 0,59
Deksametason - Midazolam Farmakokinetik 5 4 1,18
Deksametason – Levofloxacin Farmakodinamik 2 1 0,29
Digoksin – Sucralfat Farmakokinetik 3 1 0,29
Digoksin – Dobutamin Farmakodinamik 5 1 0,29
Digoksin - Norepinefrin Farmakodinamik 5 1 0,29
Dobutamin – Furosemid Farmakodinamik 3 1 0,29
Dobutamin – Fenitoin Farmakokinetik 3 2 0,59
Dobutamin – Ranitidin Farmakokinetik 5 5 1,47
Domperidon – Salbutamol Farmakodinamik 4 1 0,29
Epinefrin – Furosemid Farmakodinamik 3 2 0,59
Epinefrin – Heparin Farmakodinamik 2 2 0,59
Fenitoin – Furosemid Farmakokinetik 4 1 0,29
Fenitoin – Ibuprofen Farmakokinetik 4 1 0,29
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level JumlahKasus Persentase (%)
Fenitoin – Isoniazid Farmakokinetik 2 1 0,29
Fenitoin – Ketorolac Farmakokinetik 5 2 0,59
Fenitoin – Metronidazol Farmakokinetik 4 1 0,29
Fenitoin - Midazolam Farmakokinetik 2 3 0,88
Fenitoin – Kloramfenikol Farmakokinetik 2 1 0,29
Fenitoin – Omeprazol Farmakokinetik 3 3 0,88
Fenitoin – Parasetamol Farmakokinetik 2 3 0,88
Fenitoin - Ranitidin Farmakokinetik 3 7 2,05
Fenitoin – Sucralfat Farmakokinetik 3 1 0,29
Fenitoin – Norepinefrin Farmakokinetik 4 1 0,29
Fentanyl - Fenitoin Farmakokinetik 2 8 2,35
Fentanyl – Fluconazol Farmakokinetik 2 15 4,41
Fentanyl - Midazolam Farmakodinamik 2 11 3,24
Fentanyl – Nifedipin Farmakodinamik 4 4 1,18
Fentanyl – Ranitidin Farmakokinetik 5 33 9,70
Flukonazol – Isoniazid Farmakokinetik 3 1 0,29
Flukonazol - Metilprednisolon Farmakokinetik 5 1 0,29
Flukonazol – Midazolam Farmakokinetik 5 3 0,88
Flukonazol – Ranitidin Farmakokinetik 3 3 0,88
Flukonazol – Sucralfat Farmakokinetik 3 3 0,88
Flukonazol – Rifampisin Farmakokinetik 2 1 0,29
Furosemid - Kaptopril Farmakodinamik 1 3 0,88
Furosemid – Seftriaksone Farmakokinetik 5 5 1,47
Furosemid – Norepinefrin Farmakodinamik 3 5 1,47
Gentamisin – Seftriakson Farmakodinamik 2 2 0,59
Gentamisin – Ketorolac Farmakokinetik 4 3 0,88
Heparin – ISDN Farmakodinamik 5 1 0,29
Heparin – Norepinefrin Farmakodinamik 5 2 0,59
Heparin – Seftriakson Farmakodinamik 4 2 0,59
Insulin – Kaptopril Farmakodinamik 4 1 0,29
Isoniazid – Rifampisin Farmakokinetik 1 3 0,88
Kalsium Atorvastatin – Midazolam Farmakokinetik 5 1 0,29
Kalsium karbonat – Midazolam Farmakokinetik 4 1 0,29
Kalsium karbonat – Norepinefrin Farmakokinetik 5 1 0,29
Kalsium karbonat – Ofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
Nama Obat yang Berinteraksi Jenis Interaksi Obat Level JumlahKasus Persentase (%)
Ketorolac – Ranitidin Farmakokinetik 5 10 2,94
Ketorolac – Metilprednisolon Farmakodinamik 5 1 0,29
Ketorolac – Midazolam Farmakokinetik 5 2 0,59
Ketorolac – Vankomisin Farmakokinetik 1 1 0,29
Klonidin – Norepinefrin Farmakodinamik 5 1 0,29
Kloramfenikol – Ranitidin Farmakodinamik 2 2 0,59
Klopidogrel - Simvastatin Farmakokinetik 4 2 0,59
Levofloksasin – Midazolam Farmakokinetik 4 2 0,59
Magnesium Sulfat – Nifedipin Farmakodinamik 3 22 6,47
Metronidazol – Ranitidin Farmakokinetik 5 1 0,29
Metilprednisolon – Midazolam Farmakokinetik 5 1 0,29
Metilprednisolon – Norepinefrin Farmakodinamik 4 1 0,29
Metronidazol – Warfarin Farmakokinetik 2 1 0,29
Midazolam – Omeprazol Farmakokinetik 5 7 2,05
Midazolam – Ofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29
Midazolam – Parasetamol Farmakokinetik 5 9 2,65
Midazolam – Propofol Farmakokinetik 4 5 1,47
Midazolam – Ranitidin Farmakokinetik 5 11 3,24
Midazolam – Simvastatin Farmakokinetik 5 1 0,29
Nifedipin – Ranitidin Farmakokinetik 5 3 0,88
Norepinefrin – Ranitidin Farmakokinetik 5 4 1,18
Ondansetron - Rifampisin Farmakokinetik 3 2 0,59
Ondansetron - Tramadol Farmakodinamik 2 5 1,47
Ofloksasin – Teofilin Farmakokinetik 5 1 0,29
Ofloksasin – Sucralfat Farmakokinetik 3 1 0,29
Parasetamol – Ranitidin Farmakokinetik 3 6 1,76
Ranitidin – THP Farmakokinetik 5 2 0,59
Ranitidin – Seftriaksone Farmakokinetik 5 16 4,71
Ranitidin – Siprofloksasin Farmakokinetik 5 1 0,29
Ranitidin - Sukralfat Farmakokinetik 5 3 0,88
Rifampisin – Pirazinamid Farmakodinamik 4 3 0,88
Sucralfat – Warfarin Farmakokinetik 4 1 0,29
Triheksipenidil – Propofol Farmakodinamik 5 2 0,59
Jumlah 340 100
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
Gambar 4.2. Sepuluh besar kasus interaksi obat yang berpotensi terjadi padapasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari2013.
Tabel 4.3. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanismeinteraksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawatipada bulan Desember 2012 - Januari 2013.
Mekanisme Interaksi ObatJumlah
Farmakodinamik Farmakokinetik
Interaksi Obat 43 63 106
Persentase 41% 59% 100%
Gambar 4.3. Diagram persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanismeinteraksi yang berpotensi terjadi pada pasien ICU RSUP Fatmawatipada bulan Desember 2012 - Januari 2013
8
8
9
10
11
11
15
16
22
33
0 5 10 15 20 25 30 35
Fentanyl - Fenitoin
Bisoprolol - Fentanyl
Midazolam - Parasetamol
Ketorolac - Ranitidin
Midazolam - Ranitidin
Fentanyl - Midazolam
Fentanyl - Fluconazol
Ranitidin - Seftriaksone
Magnesium Sulfat - Nifedipin
Fentanyl - Ranitidin
Jumlah kasus
41%59%
InteraksiFarmakodinamik
InteraksiFarmakokinetik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahan absorpsiobat
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
1 Antasida – Vitamin C 1 0,29
2 Digoksin – Sukralfat 1 0,29
3 Fenitoin – Furosemid 1 0,29
4 Fenitoin – Sucralfat 1 0,29
5 Flukonazol – Pantoprazol 1 0,29
6 Flukonazol – Ranitidin 3 0,89
7 Flukonazol – Sucralfat 3 0,89
8 Kalsium karbonat – Midazolam 1 0,29
9 Kalsium karbonat – Norepinefrin 1 0,29
10 Ketorolac – Midazolam 2 0,59
11 Ofloksasin – Sucralfat 1 0,29
12 Ranitidin – THP 2 0,59
13 Ranitidin – Seftriaksone 16 4,73
14 Ranitidin – Siprofloksasin 1 0,29
15 Ranitidin – Sukralfat 3 0,89
16 Sucralfat – Warfarin 1 0,29
Jumlah 39 11,54
Tabel 4.5. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahanmetabolisme obat
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
1 Aminofillin – Flukonazol 2 0,59
2 Aminofillin – Levofloksasin 1 0,29
3 Antasida – Kaptopril 1 0,29
4 Asam folat – Fenitoin 1 0,29
5 Bisoprolol – Midazolam 3 0,89
6 Bisoprolol – Parasetamol 1 0,29
7 Deksametason – Fenitoin 3 0,89
8 Deksametason – Metronidazol 3 0,89
9 Deksametason – Midazolam 4 1,18
10 Dobutamin – Fenitoin 2 0,59
11 Dobutamin – Ranitidin 5 1,48
12 Fenitoin – Ibuprofen 1 0,29
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
13 Fenitoin – Isoniazid 1 0,29
14 Fenitoin – Ketorolac 2 0,59
15 Fenitoin – Metronidazol 1 0,29
16 Fenitoin – Midazolam 3 0,89
17 Fenitoin – Kloramfenikol 1 0,29
18 Fenitoin – Omeprazol 3 0,89
19 Fenitoin – Parasetamol 3 0,89
20 Fenitoin – Ranitidin 7 2,07
21 Fenitoin – Norepinefrin 1 0,29
22 Fentanyl – Fenitoin 8 2,37
23 Fentanyl – Fluconazol 15 4,44
24 Fentanyl – Ranitidin 33 9,76
25 Flukonazol – Isoniazid 1 0,29
26 Flukonazol – Metilprednisolon 1 0,29
27 Flukonazol – Midazolam 3 0,89
28 Flukonazol – Rifampisin 1 0,29
29 Kalsium Atorvastatin - Midazolam 1 0,29
30 Ketorolac – Ranitidin 10 2,96
31 Klopidogrel – Simvastatin 2 0,59
32 Levofloksasin – Midazolam 2 0,59
33 Metronidazol – Ranitidin 1 0,29
34 Metilprednisolon – Midazolam 1 0,29
35 Metronidazol – Warfarin 1 0,29
36 Midazolam – Omeprazol 7 2,07
37 Midazolam – Ofloxacin 1 0,29
38 Midazolam – Propofol 5 1,48
39 Midazolam – Ranitidin 11 3,25
40 Midazolam – Simvastatin 1 0,29
41 Nifedipin – Ranitidin 3 0,89
42 Norepinefrin – Ranitidin 4 1,18
43 Ondansetron – Rifampisin 2 0,59
44 Ofloksasin – Teofilin 1 0,29
45 Ofloksasin – Sucralfat 6 1,76
Jumlah 169 50
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
Tabel 4.6. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berupa perubahan ekskresiobat
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
1 Furosemid – Seftriakson 5 1,48
2 Gentamisin – Seftriakson 3 0,59
3 Kalsium karbonat – Norepinefrin 1 0,29
4 Ketorolac – Vankomisin 1 0,29
Jumlah 10 2,96
Tabel 4.7. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat yang menghasilkanpeningkatan toksisitas
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
1 Allopurinol – Kaptopril 2 0,59
2 Amikasin – Furosemid 2 0,59
3 Aminofillin – Norepinefrin 1 0,29
4 Aspirin - Heparin 1 0,29
5 Aspirin – Klopidogrel 4 1,18
6 Asiklovir – Sefoperazon 1 0,29
7 Bisoprolol – Fentanyl 8 2,37
8 Deksametason – Furosemid 1 0,29
9 Deksametason – Ketorolac 1 0,29
10 Deksametason – Methylprednisolon 1 0,29
11 Deksametason – Levofloxacin 1 0,29
12 Digoksin – Dobutamin 1 0,29
13 Dobutamin – Furosemid 1 0,29
14 Domperidon – Salbutamol 1 0,29
15 Epinefrin – Furosemid 2 0,59
16 Fentanyl – Midazolam 11 3,25
17 Fentanyl – Nifedipin 4 1,18
18 Furosemid – Kaptopril 3 0,89
19 Karbamazepin – Furosemid 1 0,29
20 Furosemid – Norepinefrin 5 1,48
21 Gentamisin – Seftriakson 2 0,59
22 Heparin – Seftriakson 2 0,59
23 Insulin – Kaptopril 1 0,29
24 Isoniazid – Rifampisin 3 0,89
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
18
Universitas Indonesia
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
25 Ketorolac – Metilprednisolon 1 0,29
26 Klonidin – Norepinefrin 1 0,29
27 Kloramfenikol – Ranitidin 2 0,59
28 Magnesium Sulfat – Nifedipin 22 6,51
29 Midazolam – Parasetamol 9 2,66
30 Rifampisin – Pirazinamid 3 0,59
Jumlah 98 29
Tabel 4.8. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat yang menghasilkanpenurunan efektivitas obat
No. Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)
1 Ampisillin – Gentamisin 1 0,29
2 Aspirin – Kaptopril 2 0,59
3 Bisoprolol – Epinefrin 1 0,29
4 Bisoprolol – Dopamin 1 0,29
5 Bisoprolol – Ketorolac 1 0,29
6 Deksametason – Norepinefrin 1 0,29
7 Deksametason – Omeprazol 2 0,59
8 Digoksin – Norepinefrin 1 0,29
9 Epinefrin – Heparin 2 0,59
10 Heparin - ISDN 1 0,29
11 Heparin - Norepinefrin 2 0,59
12 Metilprednisolon – Norepinefrin 1 0,29
13 Ondansetron - Tramadol 5 1,48
14 Triheksipenidil – Propofol 1 0,29
Jumlah 22 6,51
Tabel 4.9. Rekapitulasi jumlah dan persentase mekanisme interaksi obat padapasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 - Januari2013.
No. Mekanisme Interaksi Obat Jumlah Kasus Persentase (%)1 Perubahan Absorpsi Obat 39 11,542 Perubahan Metabolisme Obat 169 503 Perubahan Ekskresi Obat 10 2,964 Peningkatan Toksisitas 98 295 Penurunan Efektivitas Obat 22 6,51
Jumlah 338 100
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
Tabel 4.10. Level signifikansi interaksi obat yang berpotensi terjadi
No LevelSignifikansi Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah
KasusPersentase
(%)
1. Level 1
Antasida – Vitamin C 1 0,29
Aspirin – Heparin 1 0,29
Aspirin – Klopidogrel 4 1,18
Asiklovir – Sefoperazon 1 0,29
Furosemid - Kaptopril 3 0,88
Isoniazid – Rifampisin 3 0,88
Ketorolac – Vankomisin 1 0,29
Jumlah 40 11,20
2. Level 2
Asam folat – Fenitoin 1 0,29
Aspirin – Kaptopril 2 0,59
Bisoprolol – Epinefrin 1 0,29
Farmakodinamik 1 0,29
Deksametason – Fenitoin 3 0,88
Deksametason – Ketorolac 1 0,29
Deksametason – Norepinefrin 2 0,59
Deksametason – Levofloxacin 1 0,29
Fenitoin – Isoniazid 1 0,29
Fenitoin – Midazolam 3 0,88
Fenitoin – Kloramfenikol 1 0,29
Fenitoin – Parasetamol 3 0,88
Fentanyl – Fluconazol 15 4,41
Fentanyl - Midazolam 11 3,24
Flukonazol – Rifampisin 1 0,29
Gentamisin – Seftriakson 2 0,59
Kloramfenikol – Ranitidin 2 0,59
Metronidazol – Warfarin 1 0,29
Ondansetron – Tramadol 5 1,47
Jumlah 43 12,04
3 Level 3
Deksametason – Furosemid 1 0,29
Deksametason – Omeprazol 2 0,59
Digoksin – Sucralfat 1 0,29
Dobutamin – Furosemid 1 0,29
Dobutamin – Fenitoin 2 0,59
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
No LevelSignifikansi Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah
KasusPersentase
(%)
3. Level 3
Epinefrin – Furosemid 2 0,59
Fenitoin – Omeprazol 3 0,88
Fenitoin - Ranitidin 7 2,05
Flukonazol – Isoniazid 1 0,29
Flukonazol – Ranitidin 3 0,88
Flukonazol – Sucralfat 3 0,88
Magnesium Sulfat – Nifedipin 22 6,47
Furosemid – Norepinefrin 5 1,47
Ondansetron - Rifampisin 2 0,59
Ofloksasin – Sucralfat 1 0,29
Parasetamol – Ranitidin 6 1,76
Jumlah 62 17,36
4. Level 4
Amikasin - Furosemid 2 0,59
Allopurinol – Insulin 2 0,59
Aminofillin - Flukonazol 2 0,59
Aminofillin - Norepinefrin 1 0,29
Domperidon – Salbutamol 1 0,29
Fenitoin – Furosemid 1 0,29
Fenitoin – Ibuprofen 1 0,29
Fenitoin – Metronidazol 1 0,29
Fenitoin – Norepinefrin 1 0,29
Fentanyl – Nifedipin 4 1,18
Gentamisin – Ketorolac 3 0,88
Heparin – Seftriakson 2 0,59
Insulin – Kaptopril 1 0,29
Kalsium karbonat – Midazolam 1 0,29
Klopidogrel - Simvastatin 2 0,59
Levofloksasin – Midazolam 2 0,59
Metilprednisolon – Norepinefrin 1 0,29
Midazolam – Propofol 5 1,47
Rifampisin – Pirazinamid 3 0,88
Sukralfat – Warfarin 1 0,29
Jumlah 57 15,96
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
No LevelSignifikansi Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah
KasusPersentase
(%)
5. Level 5
Allopurinol – Kaptopril 2 0,59
Ampisillin - Gentamisin 2 0,59
Aminofillin - Levofloksasin 1 0,29
Antasida – Kaptopril 1 0,29
Bisoprolol – Parasetamol 1 0,29
Deksametason – Metronidazol 3 0,88
Deksametason - Midazolam 4 1,18
Digoksin – Dobutamin 1 0,29
Digoksin - Norepinefrin 1 0,29
Dobutamin – Ranitidin 5 1,47
Fenitoin – Ketorolac 2 0,59
Fentanyl – Ranitidin 33 9,70
Flukonazol - Metilprednisolon 1 0,29
Flukonazol – Midazolam 3 0,88
Furosemid – Seftriaksone 5 1,47
Heparin – ISDN 1 0,29
Heparin – Norepinefrin 2 0,59
Kalsium Atorvastatin – Midazolam 1 0,29
Kalsium karbonat – Norepinefrin 1 0,29
Kalsium karbonat – Ofloksasin 1 0,29
Ketorolac – Ranitidin 10 2,94
Ketorolac – Metilprednisolon 1 0,29
Ketorolac – Midazolam 2 0,59
Klonidin – Norepinefrin 1 0,29
Metronidazol – Ranitidin 1 0,29
Metilprednisolon – Midazolam 1 0,29
Midazolam – Omeprazol 7 2,05
Midazolam – Ofloksasin 1 0,29
Midazolam – Parasetamol 9 2,65
Midazolam – Ranitidin 11 3,24
Midazolam – Simvastatin 1 0,29
Nifedipin – Ranitidin 3 0,88
Norepinefrin – Ranitidin 4 1,18
Ofloksasin – Teofilin 1 0,29
Ranitidin – THP 2 0,59
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
No LevelSignifikansi Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah
KasusPersentase
(%)
5. Level 5
Ranitidin – Seftriaksone 16 4,71
Ranitidin – Siprofloksasin 1 0,29
Ranitidin – Sukralfat 3 0,88
Triheksipenidil – Propofol
Jumlah 145 40,6
Gambar 4.4. Lima besar interaksi obat level signifikansi 1 yang berpotensi terjadipada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 -Januari 2013.
Gambar 4.5. Lima besar interaksi obat level signifikansi 2 yang berpotensi terjadipada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 -Januari 2013.
0 2 4 6
Asiklovir – Sefoperazon
Ketorolac – Vankomisin
Isoniazid – Rifampisin
Furosemid - Kaptopril
Aspirin – Klopidogrel
Jumlah Kasus
0 5 10 15 20
Deksametason – Fenitoin
Fenitoin – Midazolam
Ondansetron – Tramadol
Fentanyl - Midazolam
Fentanyl – Fluconazol
Jumlah Kasus
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
23
Universitas Indonesia
Gambar 4.6. Lima besar interaksi obat level signifikansi 3 yang berpotensi terjadipada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 -Januari 2013.
Gambar 4.7. Lima besar interaksi obat level signifikansi 4 yang berpotensi terjadipada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 -Januari 2013.
0 5 10 15 20 25
Fenitoin – Omeprazol
Flukonazol – Sucralfat
Furosemid – Norepinefrin
Parasetamol – Ranitidin
Magnesium Sulfat – Nifedipin
Jumlah Kasus
0 2 4 6
Amikasin - Furosemid
Rifampisin – Pirazinamid
Gentamisin – Ketorolac
Fentanyl – Nifedipin
Midazolam – Propofol
Jumlah Kasus
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
Gambar 4.8. Lima besar interaksi obat level signifikansi 5 yang berpotensi terjadipada pasien ICU RSUP Fatmawati pada bulan Desember 2012 -Januari 2013.
Tabel 4.11. Intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat
No Intervensi Nama Obat yang Berinteraksi JumlahKasus Persentase (%)
1. Monitor kondisi klinikpasien
Allopurinol – Kaptopril 2 0,83
Aminofillin – Flukonazol 2 0,83
Aminofillin – Levofloksasin 1 0,41
Aminofillin – Norepinefrin 1 0,41
Asam folat – Fenitoin 1 0,41
Aspirin – Kaptopril 2 0,83
Aspirin – Klopidogrel 4 1,66
Asiklovir – Sefoperazon 1 0,41
Deksametason – Fenitoin 3 1,25
Deksametason – Furosemid 1 0,41
Deksametason – Ketorolac 1 0,41
Deksametason – Metronidazol 3 1,25
Deksametason - Omeprazol 2 0,83
Dobutamin – Furosemid 1 0,41
Dobutamin – Fenitoin 2 0,83
Dobutamin – Ranitidin 5 1,47
Domperidon – Salbutamol 1 0,41
Epinefrin – Furosemid 2 0,83
0 5 10 15 20 25 30 35
Midazolam – Parasetamol
Ketorolac – Ranitidin
Midazolam – Ranitidin
Ranitidin – Seftriaksone
Fentanyl – Ranitidin
Jumlah Kasus
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
No Intervensi Nama Obat yang Berinteraksi JumlahKasus Persentase (%)
1. Monitor kondisi klinikpasien
Epinefrin - Heparin 2 0,83
Fenitoin – Furosemi 1 0,41
Fenitoin – Ibuprofen 1 0,41
Fenitoin – Isoniazid 1 0,41
Fenitoin – Ketorolac 2 0,83
Fenitoin – Metronidazol 1 0,41
Fenitoin – Midazolam 3 1,25
Fenitoin – Omeprazol 3 1,25
Fenitoin – Parasetamol 3 1,25
Fenitoin - Ranitidin 7 2,05
Fenitoin – Norepinefrin 1 0,41
Fentanyl – Fluconazol 15 6,25
Fentanyl – Ranitidin 33 13,75
Flukonazol - Metilprednisolon 1 0,41
Furosemid – Norepinefrin 5 1,47
Gentamisin – Seftriakson 2 0,83
Heparin – ISDN 1 0,41
Insulin – Kaptopril 1 0,41
Kalsium Atorvastatin – Midazolam 1 0,41
Kalsium karbonat – Norepinefrin 1 0,41
Ketorolac – Metilprednisolon 1 0,41
Ketorolac – Vankomisin 1 0,41
Levofloksasin – Midazolam 2 0,83
Metronidazol – Warfarin 1 0,41
Midazolam – Omeprazol 7 2,05
Midazolam – Propofol 5 1,47
Midazolam – Ranitidin 11 4,58
Midazolam – Simvastatin 1 0,29
Parasetamol – Rifampisin 2 0,83
Ranitidin – Seftriaksone 16 6,67
Rifampisin – Pirazinamid 3 1,25
Sukralfat – Warfarin 1 0,41
Triheksipenidil – Propofol 2 0,83
Jumlah 183 76,25
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
26
Universitas Indonesia
38
No Intervensi Nama Obat yang Berinteraksi JumlahKasus Persentase (%)
2 Pengaturan jadwalpemberian obat
Antasida – Vitamin C 1 0,41
Digoksin – Sucralfat 1 0,41
Flukonazol – Ranitidin 3 1,25
Flukonazol – Sucralfat 3 1,25
Metronidazol – Ranitidin 1 0,41
Ranitidin – Sukralfat 3 1,25
Jumlah 11 4,58
3 Pengaturan dosis obat Fentanyl - Midazolam 11 4,58
Fentanyl – Nifedipin 4 1,66
Flukonazol – Rifampisin 1 0,41
Furosemid - Kaptopril 3 1,25
Gentamisin – Ketorolac 3 1,25
Ranitidin – THP 2 0,83
Jumlah 23 24,02
4 Hindari penggunaanbersama kedua obat
Amikasin – Furosemid 2 0,83
Ampisillin – Gentamisin 1 0,41
Aspirin – Heparin 1 0,41
Bisoprolol – Epinefrin 1 0,41
Bisoprolol – Parasetamol 1 0,41
Deksametason – Norepinefrin 2 0,83
Digoksin – Dobutamin 1 0,41
Digoksin – Norepinefrin 1 0,41
Fenitoin – Kloramfenikol 1 0,41
Furosemid – Seftriakson 5 1,47
Metilprednisolon – Norepinefrin 1 0,41
Ondansetron – Tramadol 5 1,47
Ofloksasin – Teofilin 1 0,41
Jumlah 23 24,02
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
27
Universitas Indonesia
Tabel 4.12. Rekapitulasi jumlah dan persentase intervensi sebagai tindakanpencegahan interaksi obat pada pasien ICU RSUP Fatmawati padabulan Desember 2012 - Januari 2013.
No. Intervensi sebagai Pencegahan InteraksiObat
Jumlah Kasus Persentase (%)
1 Monitor kondisi klinik pasien 183 76,252 Pengaturan jadwal pemberian obat 11 4,583 Pengaturan dosis obat 23 24,02
4 Hindari penggunaan bersama kedua obat 23 24,02
Jumlah 240 100
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pemantauan interaksi obat pada pasien ICU RSUP
Fatmawati periode Desember 2012 – Januari 2013 ditemukan sebanyak 74%
kejadian interaksi obat dari total 111 pasien. Hasil ini menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien ICU berpotensi mengalami interaksi obat. Pada pengamatan
ini, ditemukan bahwa interaksi yang terjadi di ICU RSUP Fatmawati adalah
interaksi obat dengan obat, hal ini disebabkan karena pasien ICU umumnya
adalah pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan
pasien tersebut menerima bermacam-macam jenis obat yang memungkinkan
terjadinya interaksi obat sehingga dapat mempengaruhi outcame pasien.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan, interaksi obat dengan makanan dan
interaksi obat dengan hasil laboratorium tidak terjadi hal ini terkait dengan
kondisi pasien ICU yang tidak memungkinkan untuk mengkonsumsi makanan
seperti pada pasien rawat inap yang mendapatkan makanan secara oral. Pasien
ICU hanya mendapatkan intake oral berupa makanan cair dan air putih yang
diatur pemberiannya (waktu dan frekwensi).
Interaksi terbagi atas interaksi farmakodinamik dan farmakokinetik. Dari
106 jumlah kasus interaksi obat yang terjadi di ICU RSUP Fatmawati 41% pasien
ICU mengalami interaksi farmakodinamik, sedangkan 59% pasien ICU
mengalami interaksi farmakokinetik. Mekanisme interaksi farmakokinetik yang
terjadi meliputi perubahan absorpsi obat, perubahan metabolisme obat, dan
perubahan ekskresi obat dengan persentase berturut-turut 11,54%, 50%, dan
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
28
Universitas Indonesia
2,96%. Sisa 36% dari 338 kasus interaksi obat yang terjadi merupakan interaksi
farmakodinamik dengan mekanisme interaksi meliputi peningkatan toksisitas dan
penurunan efek farmakologis obat dengan persentase berturut-turut 29 dan 6,51%.
Analisis lain yang dilakukan terkait interaksi obat pada pasien ICU RSUP
Fatmawati adalah analisis signifikansi. Signifikansi mengacu pada jenis dan besar
efek serta kebutuhan untuk memantau kondisi pasien. Penilaian level signifikansi
interaksi obat dalam penelitian ini bersumber dari 2 literatur, yaitu Stockley’s
Drug Interaction dan Drug Information Fact. Signifikansi terbagi ke dalam 5
level, semakin tinggi level signifikansi menunjukkan bahwa interaksi obat yang
terjadi menghasilkan hasil yang tidak bermakna (minor) dengan tingkat
dokumentasi yang mungkin atau hasil interaksi bermakna minor sampai mayor
dengan tingkat dokumentasi yang diragukan. Dengan mengetahui level signifikasi
maka akan sangat bermanfaat untuk memberikan intervensi guna mencegah
terjadinya interaksi obat. Selain itu, penentuan prioritas dalam monitoring pasien
juga dapat dilakukan.
Dengan tingginya kejadian potensi interaksi obat yang dapat
mempengaruhi outcame pasien ICU RSUP Fatmawati, maka peran farmasi dalam
hal memberikan intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat yang
dilakukan diantaranya adalah monitor kondisi klinik, pengaturan jadwal
pemberian obat, pengaturan dosis obat, dan penghindaran penggunaan bersama
kedua obat dengan nilai persentase berturut-turut 76,25%, 4,58%, 24,02%, 24,02%.
Pemantauan/monitor kondisi klinik pasien dapat dilakukan dengan pemantauan
parameter hasil laboratorium dan pemantauan fungsi vital pasien. Intervensi
pengaturan jadwal pemberian obat dapat dilakukan dengan pemberian jeda waktu
pemberian antar obat yang berinteraksi. Intervensi pengaturan dosis obat dapat
dilakukan dengan penurunan/peningkatan dosis, khususnya jika obat tersebut
dikombinasikan. Sedangkan untuk intervensi penghindaran penggunaan bersama
kedua obat dapat dilakukan dengan penggantian ke obat lain sebagai alternatif.
Untuk menghindari/mengatasi terjadinya interaksi obat, maka peran
seorang farmasi akan menjadi sangat penting dalam upaya tercapainya tujuan
terapi yang pasti dan terjaminnya keamanan penggunaan obat. Oleh karena itu,
koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya (dokter, dan perawat) perlu
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
29
Universitas Indonesia
dilakukan. Misalnya dengan pemberian informasi terkait obat yang berinteraksi,
level signifikansi interaksi, serta intervensi yang dapat dilakukan dalam hal
pencegahan interaksi obat.
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
30
Universitas Indonesia
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil analisis interaksi obat pada pasien Intensive care Unit
(ICU) RSUP Fatmawati ditemukan sebanyak 74% dari 111 pasien
mengalami kejadian potensi interaksi obat.
b. Dari 106 jumlah kasus interaksi obat yang terjadi di ICU RSUP Fatmawati
41% pasien ICU mengalami interaksi farmakodinamik, sedangkan 59%
pasien ICU mengalami interaksi farmakokinetik.
c. Intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat yang dilakukan
diantaranya adalah monitor kondisi klinik, pengaturan jadwal pemberian
obat, pengaturan dosis obat, dan penghindaran penggunaan bersama kedua
obat dengan nilai persentase berturut-turut 76,25%, 4,58%, 24,02%, 24,02%.
5.2. Saran
a. Perlu dilakukanya pemantauan terapi obat yang intensif untuk mencegah
meningkatnya resiko interaksi obat pada pasien ICU yang umumnya
menerima bermacam-macam jenis obat.
b. Kegiatan evaluasi interaksi obat sebaiknya dilakukan secara prospektif
untuk mengevaluasi efektifitas terapi obat yang diterima oleh pasien.
c. Data interaksi diinformasikan kepada tenaga kesehatan lain, misalnya
kepada dokter dan perawat sehingga kejadian interaksi obat dapat
dihindari.
30
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
31
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Baxter, Karen. (2010). Stockley’s Drug Interactions. Ed. ke-9. London:Pharmaceutical Press.
Charles S. (2006). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC.
Charles, F., Amstrong, L.., Goldman, LP., lance, L. (2009). Drug InformationHandbook. Ed. Ke-17. American Pharmacists Association.
Kementerian Kesehatan. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI.
Kluwer, W. (2009). Drug Facts and Comparasion. Pocket Version. Facts andComparasion Publishing Group.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar PelayananFarmasi di Rumah Sakit. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Rodrigues, D. (2008). Drug-Drug Interactions. Ed. Ke-2. London: Informa HealthCare.
Syarif, A. et al. (2007). Farmakologi dan Terapi. Ed. Ke-5. Jakarta: DepartemenFarmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia.
www.MIMS.com
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
32
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
33 Universitas Indonesia
Lampiran 4.1 Data Interaksi Obat
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Allopurinol – Kaptopril
(Stockley)5
Peningkatan resiko reaksihipersensitivitas, leukopenia sertaterjadinya kerusakan ginjal
Monitor kondisi klinikpasein, khususnya fungsiginjal
Farmakodinamik
Amikasin – Furosemid
(Stockley)4 Peningkatan resiko nefrotoksisitas Hindari penggunaan
bersama Farmakodinamik
Ampisillin – Gentamisin
(Stockley)5 Penurunan efek gentamisin,
peningkatan resiko gagal ginjal
Hindari penggunaanbersama, monitorkonsentrasi gentamisin
Farmakodinamik
Aminofillin – Flukonazol
(Stockley)4 Peningkatan toksisitas teofilin Monitor konsetrasi
aminofillin Farmakokinetik
Aminofillin – Levofloksasin
(Stockley)5 Peningkatan toksisitas teofilin
Monitor konsetrasiaminofillin, hindaripenggunaan bersama
Farmakokinetik
Aminofillin – Norepinefrin
(Stockley)4 Paningkatan resiko terjadinya aritmia
dan infark miokard
Monitor status klinikpasien, khususnya monitorfungsi jantung
Farmakodinamik
Antasida – Kaptopril
(Stockley)2 Penurunan bioavailibilitas kaptopril
hingga 40%.
Hindari penggunaanbersamaan , diberikan jedawaktu pemberian ± 2 jam
Farmakokinetik
32
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Antasida – Vitamin C
(Stockley)1 Vitamin C secara signifikan
meningkatkan konsentrasi alumunium
Hindari penggunaanbersamaan, diberikan jedawaktu pemberian ± 2 jam
Farmakokinetik
Asam folat – Fenitoin
(Drug Interaction Facts)2 Penurunan konstrasi fenitoin dan
penurunan efek folatMonitor konsentrasifenitoin dan asam folat Farmakodinamik
Aspirin – Heparin
(Stockley)1 Peningkatan resiko pendarahan (efek
aditif)
Hindari penggunaanbersamaanm dan monitorHb dan Ht
Farmakodinamik
Aspirin – Kaptopril
(Stockley), (Drug InteractionFacts)
2
Penurunan efek antihipertensi, gagalginjal (Stockley). Efek hipotensif danvasodilator kaptopril berkurang (DrugInteraction Facts)
Pemantauan tekanan darahdan pertimbangkanpeningkatan dosiskaptopril (Stockley); jikaterjadi efek samping padaparameter hemodinamik,pertimbangkan penurunandosis aspirin menjadi <100 mg/hari/penggantianaspirin dengan antiplateletlainnya/penggantiankaptopril denganantihipertensi golonganARB (Drug InteractionFacts)
Farmakodinamik
33
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
35
Universitas Indonesia
37
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Aspirin – Klopidogrel
(Stockley; Drug Interaction Facts) 1 Peningkatan risiko perdarahan (efekaditif)
Pada penggunaan bersama,dosis aspirin ≤ 100 mg/hari(Stockley); hindaripenggunaan aspirin padapasien strokeiskemik/serangan iskemiktransien yang sedangmenggunakan klopidogrel(Drug Interaction Facts)
Farmakodinamik
Asiklovir – Sefoperazon(Stockley) 1 Toksisitas renal
Monitor fungsi ginjal, danjika perlu lakukanpemantauan kadar keduaobat dalam serum
Farmakodinamik
Bisoprolol – Epinefrin
(Drug Interaction Facts)2 Peningkatan efek toksik dari bisoprolol
Hindari penggunaanbersamaan, jika epinefrinhendak digunakan makahentikan pemberian betabloker.
Farmakodinamik
Bisoprolol – Dopamin
(Drug Interaction Facts)2 Peningkatan efek toksik dari bisoprolol Hindari penggunaan
bersamaan Farmakodinamik
Deksametason – Fenitoin(Stockley) 2
Penurunan efek dexametason, sebuahstudi lain menunjukkan terjadinyapeningkatan konsentrasi fenitoin dalamserum jika diberikan bersamaan dengandexametason
Monitor konsentrasi danefek dari dexametason,jika perlu tingkatkan dosisdexametason, penggantianfenitoin ke agen
Farmakokinetik
34
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
37
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
antiepilepsi lain; misalnyabarbitrurat
Deksametason – Furosemid(Stockley; Drug Interaction Facts) 3 Hipokalemia Monitor konsentrasi
kalium Farmakodinamik
Deksametason – Ketorolac(Stockley) 2 Peningkatan resiko ulkus peptik (efek
aditif) dan pendarahan saluran cerna
Monitor status klinikpasien dan perhatian padapenggunaan bersamaan
Farmakodinamik
Deksametason – Metronidazol(Stockley) 5 Penurunan efek metronidazol Monitor konsentrasi
metronidazol Farmakokinetik
Deksametason – Norepinefrin(Stockley) 2
Penurunan efek deksametasonHindari penggunaanbersama, jika perlu makagunakan agenbronkodilator lain.
Farmakodinamik
Deksametason - Omeprazol
(Stockley; Drug Interaction Facts)3 Penurunan efek kortikosteroid Monitor status klinik
pasien Farmakodinamik
Deksametason - Midazolam(Stockley; Drug Interaction Facts) 5 Penurunan efek midazolam Hindari penggunaan
bersamaan Farmakokinetik 35
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
37
Universitas Indonesia
38
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Deksametason – Levofloxacin(Drug Interaction Facts) 2 Peningkatan resiko ruptur tendon Hindari penggunaan
bersamaan Farmakodinamik
Digoksin – Sucralfat
(Stockley)3 Mereduksi absorpsi digoksin
Hindari penggunaanbersamaan, diberikan jedawaktu pemberian ± 2 jam
Farmakokinetik
Digoksin – Dobutamin
(Stockley)5 Peningkatan resiko aritmia jantung Hindari penggunaan
bersamaan Farmakodinamik
Digoksin – Norepinefrin
(Stockley)5 Peningkatan resiko aritmia jantung Hindari penggunaan
bersamaan Farmakodinamik
Dobutamin – Furosemid(Stockley) 3 Hipokalemia Monitor konsentrasi
kalium Farmakodinamik
Dobutamin – Fenitoin
(Stockley; Drug Interaction Facts)3 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor konsentrasi
fenitoin Farmakokinetik
Dobutamin – Ranitidin
(Stockley)5 Peningkatan toksisitas dobutamin Monitor status klinik
pasien Farmakokinetik
Domperidon – Salbutamol(Stockley) 4 Perpanjangan interval QT
Penggunaanya harusberhati-hati, khususnyapada pasien dengan faktorresiko
Farmakodinamik 36
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
37
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Epinefrin – Furosemid
(Stockley)3 Hipokalemia Monitor konsentrasi
kalium Farmakodinamik
Epinefrin - Heparin
(Stockley)2 Penurunan efek antikoagulan Monitor status klinik
pasien Farmakodinamik
Fenitoin – Furosemid
(Stockley)4
Penurunan efek furosemid akibatpenurunan absorpsi danintansensitifitas ginjal
Monitor efek diuresis Farmakokinetik
Fenitoin – Ibuprofen
(Stockley)4 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Isoniazid
(Stockley)2 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Ketorolac
(Stockley)5
Peningkatan toksisitas fenitoinMonitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Metronidazol(Stockley) 4 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Midazolam
(Stockley)2 Peningkatan efek sedatif dari fenitoin
(efek aditif) Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Kloramfenikol(Stockley) 2
Peningkatan toksisitas fenitoin, studilain menunjukkan terjadipenurunan/peningkatan efekkloramfenikol
Hindari penggunaanbersamaan, monitor kadarkedua obat dalam serum
Farmakokinetik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
39
Universitas Indonesia
38
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Fenitoin – Omeprazol
(Stockley)3 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Parasetamol
(Stockley)
2Metabolisme parasetamol meningkatpada pasien yang menggunakanfenitoin. Studi lain menunjukkanpeningkatan resiko hepatotoksik
Pemantauan fungsi hati Farmakokinetik
Fenitoin - Ranitidin
(Stockley)3 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fenitoin – Norepinefrin(Stockley) 4 Peningkatan toksisitas fenitoin Monitor kadar fenitoin Farmakokinetik
Fentanyl – Fluconazol
(Stockley)2 Peningkatan konsentrasi plasma
fentanyl
Penggunaan kedua obat inidengan hati-hati,pertimbangan untukpengaturan dosis fentanyldapat dijadikanpertimbangan, monitoringstatu klinis pasien
Farmakokinetik
Fentanyl - Midazolam
(Stockley)2 Depresi saluran pernafasan dan atau
hipotensi
Monitor status klinikpasien, jika terjadi efekaditif, maka pengaturankembali dosis dapatdijadikan pertimbangan
Farmakodinamik
Fentanyl – Nifedipin
(Stockley)4 Bradikardia dan hipotensi, peningkatan
efek analgesik fentanyl
Monitor status klinikpasien, jika terjadi efekaditif, maka pengaturankembali dosis dapatdijadikan pertimbangan
Farmakodinamik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
39
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Fentanyl – Ranitidin
(Stockley)5 Peningkatan efektivitas dan onset
parasetamol
Penggunaan bersamakedua obat dengan hati-hati, pantau kondisi pasienjika terjadi peningkatanatau perpanjangan efekfentanyl
Farmakokinetik
Flukonazol – Isoniazid
(Stockley)3 Perubahan efek farmakokinetik namun
tidak signifikan
Penggunaan bersamakedua obat dengan hati-hati
Farmakokinetik
Flukonazol - Metilprednisolon(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas kortikosteroid Monitor efek
kortikosteroid Farmakokinetik
Flukonazol – Midazolam(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas midazolam,
Monitor kondisi klinikpasien, hindari penggunaanbersamaan dapat menjadipertimbangan
Farmakokinetik
Flukonazol – Ranitidin
(Stockley; Drug InteractionFacts)
3 Penurunan efek flukonazolHindari penggunaanbersamaan , diberikan jedawaktu pemberian ± 2 jam
Farmakokinetik
Flukonazol – Sucralfat
(Stockley)3 Penurunan absorpsi flukonazol
Hindari penggunaanbersamaan , diberikan jedawaktu pemberian ± 2 jam
Farmakokinetik
Flukonazol – Rifampisin(Stockley) 2
Rifampisin menyebabkan peningkatanklirens flukonazol, penurunanefikasiflukonazol
Monitor penggunaanbersamaan, jika diperlukanpeningkatan dosis
Farmakokinetik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
41
Universitas Indonesia
40
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
flukonazol dapatdipertimbangkan
Furosemid - Kaptopril
(Stockley)1
Hipotensi terjadi pada pertama kalipemakaian akibat pengurangan air dangaram yang terjadi, gagal ginjal jugapernah diaporkan terjadi
Pemberian pertama dosisACE inhibitor harusdipantau ± 2 jam atausampai tekanan darahmenjadi stabil. Pada pasienyang menggunakandiuretik, dosis ACEinhibitor harus dimulaidari dosis rendah danditingakatkan perlahan.
Farmakodinamik
Furosemid – Seftriakson
(Stockley)5 Furosemid meningkatkan kadar plasma
seftriaksonHindari penggunaanbersamaan Farmakokinetik
Furosemid – Norepinefrin(Stockley; Drug Interaction Facts) 3 Hipokalemia Monitor konsentrasi
kalium Farmakodinamik
Gentamisin – Seftriakson(Stockley; Drug Interaction Facts) 2
Peningkatan resiko nefrotoksik Hindari penggunaanbersamaan. Apabiladiperlukan kombinasitersebut, lakukanpemantauan fungsi ginjal(Stockley); pemantauankadar plasma gentamisin.Jika terjadi disfungsiginjal, lakukan penurunandosis/hentikan salahsatu/kedua obat dangunakan alternatif terapilainnya (Drug Interaction
Farmakodinamik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
41
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Facts)
Gentamisin – Ketorolac(Stockley) 4
Penurunan klirens ginjal darigentamisin sehingga memnyebabkanpeningkatan toksisitas gentamisinberupa gagal ginjal akut
Monitor konsentrasigentamisin, lakukanpoenurunan dosisgentamisin sebelumpenggunaan ketorolac
Farmakokinetik
Heparin – ISDN
(Stockley)5 Penurunan efek antikoagulan Monitor status klinik
pasien Farmakodinamik
Heparin – Norepinefrin
(Stockley; Drug Interaction Facts)5 Penurunan efek antikoagulan Monitor status klinik
pasien Farmakodinamik
Heparin – Seftriakson
(Drug Interaction Facts)4 Peningkatan risiko perdarahan
Pemantauan tanda-tandakoagulopati danperdarahan. Vitamin Kdigunakan sebagai terapiperdarahan yang diinduksiseftriakson
Farmakodinamik
Insulin – Kaptopril
(Stockley)4 Meningkatkan risiko hipoglikemia Monitor kadar gula darah Farmakodinamik
Isoniazid – Rifampisin
(Stockley; Drug Interaction Facts)1 Peningkatan toksisitas hati
Pemantauan fungsi hatisetiap bulan, jika terjadiperubahan fungsi hati,pertimbangkanpenghentian kedua/salahsatu dari kedua obat
Farmakokinetik
Kalsium Atorvastatin –Midazolam (Stockley)
5 Peningkatan toksisitas midazolam Monitor status klinikpasien
Farmakokinetik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
43
Universitas Indonesia
42
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Kalsium karbonat – Midazolam
(Stockley)4 Penurunan absorpsi kalsium karbonat Farmakokinetik
Kalsium karbonat – Norepinefrin
(Stockley)5 Peningkatan toksisitas norepineferin Monitor status klinik
pasien Farmakokinetik
Kalsium karbonat – Ofloksasin
(Stockley)5 Penurunan efek ofloksasin Hindari penggunaan
bersamaan Farmakokinetik
Ketorolac – Ranitidin
(Stockley)5 Perubahan serum level dari ketorolac Farmakokinetik
Ketorolac – Metilprednisolon(Stockley) 5 Peningkatan resiko ulkus peptik (efek
aditif)Monitor status klinikpasien Farmakodinamik
Ketorolac – Midazolam(Stockley) 5 Penuruan efek midazolam
Monitor secara bertahapketika kedua obatdiberikan
Farmakokinetik
Ketorolac – Vankomisin(Stockley; Drug Interaction Facts) 1
Peningkatan resiko gagal ginjal danpendarahan gastrointestinal
Monitor secara intenskonidsi pasien, khususnyamonitor fungsi ginjal
Farmakokinetik
Klonidin – Norepinefrin
(Stockley; Drug Interaction Facts)5 Abnormalitas EKG Monitor status klinik
pasien Farmakodinamik
Kloramfenikol – Ranitidin(Stockley) 2 Peningkatan resiko anemia aplastik
(efek sinergisme/aditif)Hindari penggunaanbersamaan Farmakodinamik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
43
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Klopidogrel - Simvastatin(Stockley) 4 Penurunan efek antiplatelet klopidogrel
dan peningkatan risiko rhabdomiolisis Farmakokinetik
Levofloksasin – Midazolam(Stockley) 4 Peningkatan toksisitas midazolam Monitor status klinik
pasienFarmakokinetik
Magnesium Sulfat – Nifedipin
(Stockley)3 Hipotensi Monitor tekanan darah
Farmakodinamik
Metronidazol – Ranitidin(Stockley) 5 Penigkatan toksisitas metronidazol Hindari penggunaan
bersamaan Farmakokinetik
Metilprednisolon – Midazolam(Stockley) 5 Penurunan efek midazolam Farmakokinetik
Metilprednisolon – Norepinefrin
(Stockley)4 Penrunan efek metilprednisolon,
toksisitas karidopulmonary
Jika memungkinkan, makahindari penggunaanbersama
Farmakodinamik
Metronidazol – Warfarin(Stockley) 2 Peningkatan efek antikoagulan Monitor INR/prothrombin
time (PT) Farmakokinetik
Midazolam – Omeprazol(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas midazolam
Monitor status klinikpasien, monitor responpasien terhadap midazolam
Farmakokinetik
Midazolam – Ofloksasin(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas midazolam
Monitor status klinikpasien, monitor responpasien terhadap midazolam
Farmakokinetik
Midazolam – Parasetamol(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas midazolam
Monitor status klinikpasien, monitor responpasien terhadap midazolam
Farmakokinetik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
45
Universitas Indonesia
44
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Midazolam – Propofol
(Stockley)4 Peningkatan toksisitas midazolam
Monitor peningkatanmaupun perpanjangan efekmidazolam
Farmakokinetik
Midazolam – Ranitidin
(Stockley)5 Peningkatan toksisitas midazolam
Monitor status klinikpasien, monitor responpasien terhadap midazolam
Farmakokinetik
Midazolam – Simvastatin(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas midazolam
Monitor status klinikpasien, monitor responpasien terhadap midazolamkhususnya jika midazolamdigunakan dalam dosisganda
Farmakokinetik
Nifedipin – Ranitidin
(Stockley)5 Penurunan efek antihipertensi dari
nifedipinMonitor respon klinikpasien terhadap nifedipin Farmakokinetik
Norepinefrin – Ranitidin(Stockley) 5 Peningkatan toksisitas norepinefrin Farmakokinetik
Ondansetron - Rifampisin(Stockley) 3 Penurunan AUC dan efektivitas
ondansetron Farmakokinetik
Ondansetron – Tramadol
(Stockley)2 Penurunan efek analgesik tramadol
Hindari penggunaanondansetron pada pasienyang menggunakantramadol
Farmakodinamik
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
Universitas Indonesia
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Ofloksasin – Teofilin
(Stockley)5 Peningkatan toksisitas ofloksasin Hindari penggunaan
bersamaan Farmakokinetik
Ofloksasin – Sucralfat
(Stockley)3 Penurunan efek ofloksasin
Hindari penggunaanbersamaan, khususnyapada pasien yangmengalami gangguan padapengosongan lambung
Farmakokinetik
Parasetamol – Ranitidin
(Stockley)3 Peningkatan risiko toksisitas
parasetamol Farmakokinetik
Ranitidin – THP
(Stockley)5 Penurunan efek ranitidin Hindari penggunaan dosis
tinggi dari THP Farmakokinetik
Ranitidin – Seftriaksone(Stockley; Drug Interaction Facts) 5 Penurunan bioavailibilitas seftriaksone
Monitor respon pasienterhadap seftriakson, danberi jeda waktu pemberian
Farmakokinetik
Ranitidin – Siprofloksasin
(Stockley)5 Ranitidin mempengaruhi
farmakokinetik siprofloksasin Farmakokinetik
Ranitidin – Sukralfat
(Stockley)5 Sukralfat menurunkan bioavailabilitas
Ranitidin Beri jeda waktu pemberian Farmakokinetik
45
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013
47
Universitas Indonesia
Nama Obat yang Berinteraksi LevelSignifikan Efek yang Terjadi Manajemen Jenis Interaksi
Rifampisin – Pirazinamid(Stockley) 4 Peningkatan resiko hepatotoksik (efek
aditif)
Monitor status klinikpasien, khususnya monitorfungsi hati
Farmakodinamik
Sukralfat – Warfarin
(Stockley)4 Penurunan klirens warfarin oleh
ranitidinPemantauan ProthrombinTime dan INR Farmakokinetik
Triheksipenidil – Propofol(Stockley) 5 Penurrunan denyut jantung Monitor status klinik
pasien Farmakodinamik
46
Laporan praktek…., Irianthi Panut, FF, 2013