pr-reza hermawan-laporan.pdf

137
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER REZA HERMAWAN SULISTOMO, S.Farm. 1206313601 ANGKATAN LXXVI PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK APRIL 2013 Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Upload: hoangduong

Post on 31-Dec-2016

274 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 1 APRIL – 11 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

REZA HERMAWAN SULISTOMO, S.Farm.

1206313601

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

APRIL 2013

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 2: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 1 APRIL – 11 MEI 2013

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

REZA HERMAWAN SULISTOMO, S.Farm.

1206313601

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

APRIL 2013

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 3: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

iii

ESAH HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :

Nama : Reza Hermawan Sulistomo, S. Farm.

NPM : 1206313601

Program Studi : Apoteker – Fakultas Farmasi UI

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan

Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 1 April – 11 Mei

2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada

Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. ( ................................................ )

Pembimbing II : Dra. Rosmala Dewi., Apt. ( ................................................ )

Penguji I : ................................................. ( ................................................ )

Penguji II : ................................................. ( ................................................ )

Penguji III : ................................................. ( ................................................ )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal :

ANan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 4: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

iv Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat,

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Dalam ruang yang terbatas ini,

dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.

2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi

UI sekaligus tenaga pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan

waktu, bimbingan dan arahan kepada penulis selama pelaksanaan dan

penulisan laporan PKPA.

3. Dra. Rosmala Dewi., Apt selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang

telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat

kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.

4. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika.

5. Para karyawan Apoteker Atrika (Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti,

Mbak Ponah, dan staf Apotek Atrika lainnya) atas ilmu, arahan dan bantuan

yang telah diberikan selama penulis melaksanakan PKPA di Apotek Atrika.

6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan

yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi

Apoteker Fakultas Farmasi UI.

7. Keluarga tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dan dukungan yang tiada

berbatas untuk penulis dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dan

penyusunan laporan PKPA ini.

8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah banyak membantu, berbagi

ilmu dan pengalaman selama pelaksanaan PKPA.

9. Seluruh sahabat dan teman yang telah bekerja sama dan memberikan

dukungan serta semangat kepada penulis selama menjalankan pendidikan

Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala

kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 5: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

v Universitas Indonesia

harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada

khususnya.

Penulis

2013

di : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan

Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode Februari dan Maret

2012

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada

Program Studi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. ( ................................................ )

Pembimbing II : Dra. Juheini Amin, M.Si ( ................................................ )

Penguji I : ................................................. ( ................................................ )

Penguji II : .................................................

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 6: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

IIALAMAN PER}IYATAAI\I PERSETUJUAN PIJBLIKASI TUGASAKIIIR UNTUK KEPENTINGAI\I AKADEhIIS

Sebagai sivitas akadeufk Universitas Indonesia" saya yang bertanda tangan dibawatr ini:

NamaNPMProgrm StrrdiFakultasJenis Karya

Reza Hermawan Sulistomo1206313601Profesi ApotekerFarmasiLaporan Kerja Praktek

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royatty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atika Jalan Kartini Raya

No.34 Jalorta Pusat Periode I April - l l Mei 2013

beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

NoneksHusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formal-kan" mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawal dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencanfimrkan nama

saya sebagai penuliJpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuatdi : DepokPadaTanggal : 79 Jali20l2

(Reza Hermawan Sulistomo)

vlu

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 7: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

vi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ............................................................... 3

2.1 Apotek .............................................................................................. 3

2.2 Landasan Hukum Apotek…………………………………………. 3

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ................................................................. 4

2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek ....................................... 5

2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek .......................................... 5

2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ........................... 7

2.7 Tata Cara Perizinan Apotek .............................................................. 8

2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ........................................................ 12

2.9 Tenaga Kerja di Apotek.................................................................. 13

2.10 Sediaan Farmasi di Apotek ............................................................. 15

2.11 Pengelolaan Apotek ........................................................................ 25

2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ........................................................ 29

2.13 Pengendalian Persediaan Apotek ................................................... 30

2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .................................... 33

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA......................................... 34

3.1 Sejarah dan Lokasi ......................................................................... 34

3.2 Tata Ruang...................................................................................... 34

3.3 Struktur Organisasi ......................................................................... 35

3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan ............................................................... 35

3.5 Kegiatan di Apotek Atrika .............................................................. 39

BAB 4 PEMBAHASAN ..................................................................................... 49

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 57

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 57

5.2 Saran ............................................................................................... 57

DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 59

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 8: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

vii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo golongan obat ........................................................................ 16

Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas ..................... 18

Gambar 2.3 Matriks VEN – ABC ...................................................................... 32

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 9: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

viii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika ............................................................... 63

Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika ............................................................. 64

Lampiran 2a. Tata ruang tampak luar Apotek Atrika ........................................... 65

Lampiran 2b. Tata ruang depan Apotek Atrika .................................................... 65

Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika ........................................................ 66

Lampiran 3a. Lemari penyimpanan obat topikal di Apotek Atrika ...................... 67

Lampiran 3b. Lemari penyimpanan obat oral di Apotek Atrika ........................... 67

Lampiran 3c. Lemari penyimpanan obat oral cair dan obat mendekati

kadaluwarsa di Apotek Atrika ........................................................ 69

Lampiran 3d. Lemari penyimpanan obat generik di Apotek Atrika ..................... 69

Lampiran 4. Struktur organisasi Apotek Atrika .................................................. 70

Lampiran 5a. Isi buku pemasukan barang ............................................................ 71

Lampiran 5b. Isi buku perubahan harga................................................................ 71

Lampiran 5c. Kartu pemasukan barang (kartu gudang) ....................................... 72

Lampiran 6a. Alur penanganan resep ................................................................... 73

Lampiran 6b. Salinan resep Apotek Atrika ........................................................... 74

Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika....................................................................... 75

Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan) .............. 75

Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika ................................................. 76

Lampiran 8a. Surat Pesanan (SP) narkotika ......................................................... 77

Lampiran 8b. Surat Pesanan (SP) psikotropika .................................................... 78

Lampiran 9. Isi buku stok harian Psikotropika ................................................... 79

Lampiran 10. Laporan penggunaan obat golongan narkotika............................... 80

Lampiran 11. Laporan penggunaan obat golongan psikotropika .......................... 81

Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep ...................................................... 83

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 10: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam pembangunan

kesehatan, Kementerian Kesehatan memiliki Visi, yaitu “Masyarakat sehat yang

mandiri dan berkeadilan” serta Misi untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat

madani; melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin terjadinya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin

ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan; dan menciptakan tata kelola

kepemerintahan yang baik. Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan

misi Kementerian Kesehatan tersebut, maka telah dirumuskan sasaran-sasaran

utama untuk menunjang pencapaiannya (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Penyelenggaraan berbagai upaya pembangunan kesehatan dilakukan

diantaranya dengan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang

didukung oleh penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai,

penyediaan jumlah obat yang mencukupi, bermutu baik dan terdistribusi merata

dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (PP

No. 51 tahun 2009, 2009). Pengertian apotek menurut Kepmenkes RI No.

1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan Permenkes No.

992/Menkes/Per/X/1993 adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat (Umar, 2011). Apotek merupakan suatu institusi yang

mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented)

dan unit bisnis (profit oriented). Dalam fungsinya sebagai unit pelayanan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 11: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

2

Universitas Indonesia

kesehatan, fungsi apotek adalah menyediakan obat‐obatan yang dibutuhkan

masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Fungsi apotek

sebagai institusi bisnis adalah untuk memperoleh keuntungan karena bagaimana

pun investasi yang ditanam pada apotek cukup besar dan biaya operasionalnya

juga tidak sedikit.

Pembuatan apotek memerlukan persyaratan khusus yang telah diatur

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.889/Menkes/Per/V/2011, yang mengatur tata cara registrasi usaha apotek,

syarat tenaga kesehatan, aturan hukum serta tugasnya. Untuk mempersiapkan

apoteker yang profesional dan siap menjalankan pelayanan kesehatan, maka perlu

dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek sebagai pelatihan

untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat

mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Kegiatan

ini diharapkan dapat mempersiapakan para calon apoteker agar dapat mengenal,

mengerti, dan menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek

serta menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan

kefarmasiannya. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) kali ini diselenggarakan

di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika

adalah sebagai berikut:

a. Memahami tugas pokok, fungsi dan peran Apoteker Pengelola Apotek (APA)

di apotek.

b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon Apoteker untuk beradaptasi

langsung pada lingkungan kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek serta

memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek Atrika.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 12: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Definisi Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,

apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat

kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan

dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah

pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

2.2 Landasan Hukum Apotek

Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:

1. Undang – Undang Negara, yaitu:

a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. Peraturan Pemerintah, yaitu:

a. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP

No.26 Tahun 1965 tentang Apotek.

b. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

3. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu:

a. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang

Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 13: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

4

Universitas Indonesia

b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin

Kerja Tenaga Kefarmasian.

4. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu:

a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek.

b. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi

apotek adalah:

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat

yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi

kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.

2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/

IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh

masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata

“APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.

Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas

pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk

menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 14: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

5

Universitas Indonesia

penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh

Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari

hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang

konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi,

lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun

dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta

diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

Apotek harus memiliki :

a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan

brosur atau materi informasi.

c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja

dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

d. Ruang racikan.

e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.

2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,

disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia

sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan

kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek.

Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki

surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker.

Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin

Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap

Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga

kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat

Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 15: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

6

Universitas Indonesia

memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat

Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan

kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja

di fasilitas produksi atau distribusi farmasi.

Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK

dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite

Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus

SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan

kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan

mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun

dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.

Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian

dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:

a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan

dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas

produksi atau distribusi/penyaluran;

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm

sebanyak dua lembar.

Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus

dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua,

atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA

atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan

dinyatakan lengkap.

Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi

Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi

kualifikasi sebagai berikut:

a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 16: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

7

Universitas Indonesia

c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan

tugasnya sebagai Apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi

APA di apotek lain.

Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,

APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker

Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA

menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya

lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker

bersangkutan dicabut.

2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993

pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002

pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang

disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib

dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya

serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23

ayat 1);

b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima

sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang

ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2);

c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat

jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1).

d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada

pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 17: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

8

Universitas Indonesia

narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika

dan psikotropika (Pasal 24 atay 2);

e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita

acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai

POM setempat (Pasal 24 ayat 3).

2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1332/MENKES/SK/X/2002)

Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002

disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada

Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk

menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh

Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,

pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan

tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan

dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari

kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada

Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap

kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-

lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 18: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

9

Universitas Indonesia

melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil

pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin

(d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat

Izin Apotek.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari

kerja mengeluarkan Surat Penundaan.

g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker

diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat

Penundaan.

h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan

atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-

lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan

disertai dengan alasan-alasannya .

Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama

dengan pihak lain adalah sebagai berikut:

a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas

Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas

materai Rp. 6000,00.

b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum

dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang

disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.

c. Fotokopi KTP DKI dari APA.

d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan

lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai

negeri.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 19: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

10

Universitas Indonesia

e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung

milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)

tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun,

bila kontrak/sewa.

f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).

g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.

i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada

peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.

j. Peta lokasi dan denah ruangan.

k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak

akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak

akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.

l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang

farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.

m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu

tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.

n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).

o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.

p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.

q. Rencana jadwal buka apotek.

r. Daftar peralatan peracikan obat.

s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.

t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.

u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).

v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.

Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut:

a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku

Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas

materai Rp.6000,00.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 20: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

11

Universitas Indonesia

b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi

yang diterbitkan setiap tahun sekali.

c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi.

d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2

tahun.

e. Denah bangunan beserta peta lokasi.

f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.

g. Fotokopi NPWP apoteker.

h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan

surat selesai masa bakti Apoteker.

i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada

apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).

j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut

melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.

2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian

izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka

waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:

a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,

menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan

keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu

baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan

seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara

lain yang ditetapkan oleh Menteri.

b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus

menerus.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 21: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

12

Universitas Indonesia

c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541,

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.

5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang

berlaku.

d. Surat Izin Kerja APA dicabut.

e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-

undangan di bidang obat.

f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat

pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya

baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan

surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan

pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:

a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut

dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan

sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.

Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,

dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh

persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek

dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker

Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai

berikut:

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras

tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.

b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci.

c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala

Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 22: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

13

Universitas Indonesia

olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang

dimaksud dalam huruf (a).

2.9 Tenaga Kerja di Apotek

Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga

kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri

dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah

tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang

terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga

menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin

kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker

Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai

administrasi/ tata usaha.

APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA

bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek,

juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik

Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut:

a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis

kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.

b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu

baik dan yang keabsahannya terjamin.

c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.

d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang

optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,

mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.

e. Melakukan pengembangan apotek.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam

melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan

Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek

selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka

apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 23: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

14

Universitas Indonesia

berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah

memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.

Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan

pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, Asisten

Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.

Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan

pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu

Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir

merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang

dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai

administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan

administrasi seperti membuat laporan harian.

2.10 Sediaan Farmasi di Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/

X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat

kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang

dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat

adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia

digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4

(empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat

golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan

dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian

obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 24: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

15

Universitas Indonesia

Obat Bebas

Obat Bebas Terbatas

Obat Keras dan Psikotropika

Golongan Narkotika

Gambar 2.1 Logo golongan obat

2.10.1 Obat OTC (Over the Counter)

Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat

OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat

bebas terbatas.

2.10.1.1 Obat Bebas

Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter

adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah

lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol.

(Kementerian Kesehatan, 2006).

2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas

Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter

dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 25: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

16

Universitas Indonesia

pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis

tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).

Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda

peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan

tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau

disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya

dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam

golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu:

a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat

golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya.

b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat

golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle.

c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat

golongan ini adalah Rivanol dan Canesten.

d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar

e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini

adalah Suppositoria untuk laksatif.

f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan

ini adalah Suppositoria untuk wasir.

Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 26: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

17

Universitas Indonesia

2.10.2 Obat Ethical

Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter

disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika,

dan narkotika.

2.10.2.1 Obat Keras

Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat

keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam

golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes,

hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua

obat injeksi.

2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997)

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropika yang digolongkan menjadi:

a. Psikotropika golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan

dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan

I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD

(lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika).

b. Psikotropika golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam

terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika

golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat

psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 27: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

18

Universitas Indonesia

c. Psikotropika golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam

terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III

adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina.

d. Psikotropika golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam

terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan sindroma ketergantungan. . Contoh obat psikotropika golongan IV

adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan

klorazepam.

Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :

a. Pemesanan

Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta

dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat

pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat

tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan

kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan.

b. Penyimpanan

Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga

disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari

khusus.

c. Penyerahan

Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh

apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan

psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah

sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien.

Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya

dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek,

rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 28: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

19

Universitas Indonesia

dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam

keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong

orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang

tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya

resep dokter.

d. Pelaporan

Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang

berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10,

dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat.

e. Pemusnahan

Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan

disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat

kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan

psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang

diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku,

kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan

kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika

dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat

tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan

jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan

identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.

Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan

psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,

mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran

gelap psikotropika.

2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)

Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 29: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

20

Universitas Indonesia

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika

dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Narkotika golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat

tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah

heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II.

b. Narkotika golongan II

Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan

dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon.

c. Narkotika golongan III

Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah

kodein.

Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009

meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan

narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan

untuk:

a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan narkotika;

c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna

dan pecandu narkotika.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 30: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

21

Universitas Indonesia

Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut :

a. Pemesanan

Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi

(PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang

ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek.

Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam

narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing

akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip

apotek.

b. Penerimaan dan Penyimpanan

Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK

dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan

stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus

yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan

narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

Harus mempunyai kunci yang kuat.

Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama

dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta

persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika

lainnya yang dipakai sehari-hari.

Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari

40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.

Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain

narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau

pegawai lain yang dikuasakan.

Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh

umum.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 31: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

22

Universitas Indonesia

c. Pelayanan resep

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa

narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit

berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997

disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung

narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama

sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya

boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari

narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian

dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung

narkotika.

d. Pelaporan

Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang

ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan

stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku

narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus

pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini

harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang

ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan

Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.

e. Pemusnahan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978

pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika

yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam

pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-

kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama

pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan

jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas

lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 32: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

23

Universitas Indonesia

pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan

Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.

2.10.3 Obat Wajib Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/

VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat

diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk

pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang

memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan

pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari

apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi

obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna

mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat

meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.

b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,

Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993,

obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai

berikut:

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada

kelanjutan penyakit.

c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 33: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

24

Universitas Indonesia

Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek

diwajibkan untuk :

a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang

disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.

b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,

efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

2.11 Pengelolaan Apotek

Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola

oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker

harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,

mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,

menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan

mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan

membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan

pengetahuan.

Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan

non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab

mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan

pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat

khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis

farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi,

keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.

2.11.1 Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat,

mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya

kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 34: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

25

Universitas Indonesia

jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu

perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat

berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan

sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan

budaya masyarakat.

2.11.2 Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar

pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan

secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,

tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam

menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan

yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi

keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

2.11.3 Penyimpanan

Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika

isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya

kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat

sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat

harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan.

Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan

kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika.

Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan

keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.

2.11.4 Administrasi

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan

kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi

pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan,

pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 35: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

26

Universitas Indonesia

yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan

catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

2.11.5 Pelayanan

Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan

terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang

meliputi :

a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.

Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12

ayat 1 dan 2);

b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian

profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1);

c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep

dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2);

d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,

Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan

obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3); Namun, berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker

dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama

komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau

pasien.

e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan

obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan

masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b);

f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau

penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada

dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep

tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau

membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 36: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

27

Universitas Indonesia

g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1);

h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka

waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2);

i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis

resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas

kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan

yang berlaku (Pasal 17 ayat 3);

j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual

obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa

resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2);

k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA

harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1);

l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan

melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2);

m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3);

n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan

seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4);

o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara

terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut

(Pasal 19 ayat 5);

p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan

Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek

(Pasal 20);

q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung

jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang

bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21);

r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten

Apoteker (Pasal 22 ayat 1);

s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah

pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 37: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

28

Universitas Indonesia

2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004)

Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan

farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan

yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang

cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan

tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang

berlaku.

Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu:

a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai

kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.

b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.

c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang berlaku

Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:

a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.

b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu

misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.

c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat

persediaan rendah.

d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual

purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya,

seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan.

Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja.

Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap

tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh

pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing.

Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan

frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek

dapat dilakukan dengan cara:

a. Pembelian kontan atau kredit

Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat

yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 38: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

29

Universitas Indonesia

melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam

menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya

sampai jatuh tempo.

b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat)

Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di

mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila

barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu

kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat

dikembalikan pada pemiliknya.

2.13 Pengendalian Persediaan Apotek

Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan

obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara

efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan

cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi

prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada

di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu,

pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk

memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas

barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan

keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga

obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik.

Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan

yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat

dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode

pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat

dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :

a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)

Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat

yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital

dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia

atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 39: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

30

Universitas Indonesia

obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan

diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam

tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke

apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving.

Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak

esensial.

b. Analisis Pareto (ABC)

Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang

mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan

berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang

difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai

rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi.

Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya

hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi.

Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah.

Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya

hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki

volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai

persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan

untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat,

dan kelas C dilakukan secara sederhana.

Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap

sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian

mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai

investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari

total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari

total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari

total investasi obat keseluruhan.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 40: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

31

Universitas Indonesia

c. Analisis VEN-ABC

Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya

selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC

menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis

menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:

V E N

A VA EA NA

B VB EB NB

C VC EC NC

Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC

Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk

menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua

obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi

kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non-

esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C

pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.

2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan

Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung

jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu

dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good

Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good

Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin

bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi

kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan

inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya

pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan

dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi

yang diinginkan.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 41: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

32

Universitas Indonesia

Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah

sebagai berikut:

a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa

kriteria.

b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri

(swamedikasi).

c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal

melalui telepon atau kunjungan residensial.

d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat

tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di

masyarakat.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi

peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).

a. Pelayanan Resep

1. Skrining resep

Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan

administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap

persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan

resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin

dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara

pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik

meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama

pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping,

interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan

terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan

memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan

persetujuan setelah pemberitahuan.

2. Penyiapan obat

Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan

menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada

wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 42: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

33

Universitas Indonesia

dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang

benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi

dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat

diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian

antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai

pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada

pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,

jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus

dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan

farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya

penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan

lainnya.

Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,

asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara

berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus

melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu

seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

b. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi

secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi

informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan,

dan lain-lainnya.

c. Pelayanan Residensial (Home Care)

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan

kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia

dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini

Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 43: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

34

Universitas Indonesia

2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian

merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,

keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk

membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi

dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta

untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya

penyakitnya cepat sembuh.

Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek

samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.

Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat

memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar

belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:

a. Ketidakpatuhan pasien

Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi

pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang

kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus

oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif

membuat pasien menggandakan dosis sendiri.

b. Penggunaan obat yang tidak rasional

Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis

obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak

terjangkau oleh pasien.

c. Penggunaan obat yang tidak benar

Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien.

Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam

penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan

inhaler, suppositoria, dan obat tetes.

KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga

kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :

1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 44: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

35

Universitas Indonesia

a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat

b. Menurunkan ketidakpatuhan.

c. Menurunkan efek samping obat.

d. Menurunkan biaya pengobatan.

e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.

f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

2. Bagi Apoteker

a. Meningkatkan citra profesi.

b. Meningkatkan kepuasan kerja.

c. Menarik customer.

2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian

informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat

penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat

yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat

dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada

pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,

jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus

dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker

harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak

lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.

b. Objektif

c. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari

berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.

d. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan

sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.

e. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya

mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,

melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 45: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

36

Universitas Indonesia

2.14.3 Konseling

Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker

di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling

mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,

sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita

penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis

lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

2.14.4 Swamedikasi

Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter

ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi

gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,

masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari

swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi

vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan

daya tahan tubuh.

Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di

masyarakat adalah :

1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang

semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya

sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi

dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat

OTC dan obat DOWA.

2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif

rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang

semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi

semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang

dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,

sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen

makanan atau suplemen kesehatan.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 46: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

37

Universitas Indonesia

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan

swamedikasi, antara lain :

1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di

dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat

aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara

penggunaan.

2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya

apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi

batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.

3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau

memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.

4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa

jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau

menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.

5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak

boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan

dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 47: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

38 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA

3.1 Sejarah dan Lokasi

Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA

1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan

Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai

Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt.

Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang

merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan

yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta

merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar

apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.

Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari

hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari

Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur

nasional tutup.

3.2 Tata Ruang

Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan

sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu

ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir,

tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk

obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat

ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek

Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2.

Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan

berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi

menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup,

suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat

tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 48: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

39

Universitas Indonesia

menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang

telah mendekati waktu kadaluarsa.

3.3 Struktur Organisasi

Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang

tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan

membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,

wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja

yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan

fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.

Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian

sebagai berikut:

a. Tenaga teknis farmasi, yaitu:

Pemilik Sarana Apotek : 1 orang

Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang

Apoteker Pendamping : 1 orang

Asisten Apoteker : 2 orang

Juru resep : 1 orang

b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu:

Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang

Kurir : 1 orang

3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan

3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)

Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:

a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya

(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan

perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.

b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan

dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar

giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-

masing karyawan.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 49: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

40

Universitas Indonesia

c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan

omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan

mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan

pelayanan dan kemajuan apotek.

d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan

resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan

menyerahkan obat.

e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung

penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan

informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,

bijaksana, dan terkini.

f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi.

g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi

bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien

kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang

penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.

h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.

i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.

j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan

narkotika dan psikotropika.

3.4.2 Apoteker Pendamping

Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada

di tempat.

b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.

c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi

bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya.

d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.

e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.

3.4.3 Asisten Apoteker

Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 50: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

41

Universitas Indonesia

a. Melakukan pendataan kebutuhan barang.

b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di

ruang peracikan.

c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan

resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan

menyerahkankan obat.

d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan

resep.

e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi

bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien

kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang

penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.

f. Mencatat keluar masuk barang.

g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.

h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang

masuk setiap harinya.

i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan

pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran

yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.

3.4.4 Juru Resep

Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek

adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:

a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau

pembuatan obat jadi maupun obat racikan.

b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil

sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.

c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.

d. Menjaga kebersihan apotek.

3.4.5 Kasir

Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 51: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

42

Universitas Indonesia

a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.

b. Menerima barang masuk.

c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk.

d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.

e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.

f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.

g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.

3.4.6 Keuangan

Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.

b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat

bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.

c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional

apotek, seperti listrik dan telepon.

d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran

faktur dengan PBF.

3.4.7 Pesuruh

Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:

a. Menjaga kebersihan apotek.

b. Menjamin kerapian apotek.

c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis

kefarmasian.

3.4.8 Kurir

Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:

a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.

b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.

c. Menerima uang hasil pembayaran obat.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 52: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

43

Universitas Indonesia

3.5 Kegiatan di Apotek Atrika

Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam

kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift

II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul

08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-17.00, sedangkan hari Minggu dan hari

libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan

menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan

non-teknis kefarmasian.

3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian

3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Pengadaan Barang

APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan

perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan

barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan

mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang

diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis

maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus

barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat

yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.

Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash

order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor

kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima

komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan.

Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek,

di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya

terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana

pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan

pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 53: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

44

Universitas Indonesia

b. Pemesanan Barang

Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan

menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon.

c. Penerimaan Barang

Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat

pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan

fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima

sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan

memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali

ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian

dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no.

faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan,

potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian

ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi

perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga

kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir.

d. Penyimpanan Barang

Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk

sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC.

Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First

Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih

dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar

terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-

barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di

lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh

Apoteker Pendamping.

e. Pengeluaran Barang

Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First

Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 54: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

45

Universitas Indonesia

dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada

buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari

penjualan resep dicatat pada buku resep.

f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang

Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku

resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu

stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan

pemesanan.

g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)

Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam

buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan

sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah

minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat

biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini

ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.

3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika

a. Pengadaan Narkotika

Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten

Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan

oleh Apoteker Pengelola Apotek.

b. Penyimpanan Narkotika

Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan

kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.

c. Pelayanan Narkotika

Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai

ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu

stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah

merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 55: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

46

Universitas Indonesia

d. Pelaporan Narkotika

Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan

tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.

3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika

a. Pengadaan Psikotropika

Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Penyimpanan Psikotropika

Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci

lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.

c. Pelayanan Psikotropika

Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan salinan

resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep

lain.

d. Pelaporan Psikotropika

Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke

Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap

bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.

3.5.1.4 Pelayanan Apotek

a. Pelayanan Obat dengan Resep

Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai

dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten

Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan

diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada

komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep

berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya,

harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang

ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir

mencatat alamat dan nomor telepon pasien.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 56: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

47

Universitas Indonesia

Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh

Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep

ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai

dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker,

kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa

kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang

menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat

tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah

selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam

buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara

kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya

tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada

awal bulan berikutnya.

b. Pelayanan Obat Tanpa Resep

Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter

(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan

sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara

tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.

3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian

3.5.2.1 Kegiatan Administrasi

a. Administrasi Personalia

Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan

semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan

fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.

b. Administrasi Umum

Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan

penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan

psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 57: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

48

Universitas Indonesia

c. Administrasi Penjualan

Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan

pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai.

Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam

buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat

perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah.

d. Administrasi Pembelian

Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan

melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan

pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang

ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan

tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.

e. Administrasi Pajak

Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan

dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus

dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak

lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.

f. Administrasi Pergudangan

Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan

pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang

tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.

g. Administrasi Piutang

Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada

suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.

3.5.2.2 Sistem Administrasi

Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,

dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang

masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker

yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek

Atrika meliputi:

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 58: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

49

Universitas Indonesia

a. Buku Defekta

Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah

habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi

kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi

lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan

terjamin dengan baik.

b. Surat Pesanan (SP)

Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari

2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar

terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal

pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah

pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.

c. Buku Faktur

Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal,

nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang,

tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah

harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam

dipisahkan.

d. Buku Perubahan Harga

Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada

perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku

perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku

daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek

Atrika cabang.

e. Buku Daftar Harga

Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan

untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek

dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan

abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik.

f. Kartu Stok Besar

Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru

dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang,

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 59: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

50

Universitas Indonesia

nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal

kadaluarsa.

g. Kartu Stok Kecil

Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk

serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/

masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang,

tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah

yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari.

h. Buku Pemasukan Barang Dalam

Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam

buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan

tanggal kadaluarsa.

i. Buku Pemasukan Barang Luar

Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.

j. Buku Resep

Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku

ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat

serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.

k. Buku Penjualan Obat Bebas

Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat

tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.

l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika

Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan

narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan

awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama

PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.

m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang

Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek

Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat

nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 60: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

51 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

kesehatan yang tidak terpisahkan, termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di

apotek. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah

sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek juga

merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian

meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek juga merupakan

fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peran strategis dalam menunjang

pelayanan kesehatan masyarakat dan mendukung upaya kesehatan dasar, seperti

swamedikasi atau upaya pengobatan diri sendiri.

Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, penulis memiliki

kesempatan untuk melakukan PKPA di Apotek Atrika yang berlokasi di di Jalan

Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat dengan nomor nomor SIA

1387.01/KANWIL/SIA/01/0 merupakan sebuah apotek kerja sama antara Bapak

Winardi Hendrayanta sebagai pemilik sarana apotek (PSA) dengan Dr. Harmita,

Apt., sebagai apoteker pengelola apotek (APA). Ditinjau dari letaknya, Apotek

Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis karena berdekatan dengan

pemukiman penduduk juga dengan beberapa praktek dokter. Lokasinya yang

cukup strategis juga didukung dengan keberadaan beberapa sarana kesehatan lain

yang letaknya tidak jauh dari apotek, seperti puskesmas, rumah sakit, dan

pelayanan kesehatan gereja, selain itu keberadaan apotek pesaing juga cukup jauh

letaknya. Apotek ini terletak di sisi jalan dua arah yang cukup ramai dilalui

kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, sehingga mudah

untuk dicapai. Lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1a.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 61: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

52

Universitas Indonesia

Dari segi bangunan dan fasilitas, halaman depan Apotek Atrika dapat

digunakan sebagai tempat parkir yang cukup untuk satu mobil dan beberapa

sepeda motor. Di halaman depan juga terdapat papan bertuliskan “Apotek” yang

besar dan jelas serta memiliki warna yang terang sehingga menarik penglihatan

masyarakat yang melintas. Papan nama Apotek Atrika dapat dilihat pada

Lampiran 1b dan 1c. Bagian dalam Apotek Atrika terbagi menjadi dua ruangan,

yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek digunakan sebagai

tempat untuk penerimaan resep, penyerahan obat, etalase penyimpanan obat

bebas, kasir dan ruang tunggu. Jumlah kursi di ruang tunggu sudah dirasa cukup

jika dilihat dari jumlah pelanggan yang datang setiap harinya dan ditambah

dengan waktu pelayanan yang dibutuhkan tidak terlalu lama sehingga

pengunjung yang menunggu untuk dilayani dapat bergantian. Ruang tunggu selalu

terjaga bersih dan dilengkapi pendingin ruangan sehingga pengunjung merasa

nyaman selama menunggu obat disiapkan. Ruang tunggu yang didesain

menghadap ke etalase obat bebas memudahkan pengunjung untuk melihat barang

yang dipajang di dalamnya. Kemudahan pengunjung untuk melihat dan memilih

obat bebas yang diperlukan ini memiliki efek positif terhadap apotik karena dapat

meningkatkan penjualan. Tata ruang Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran

2a hingga 2c.

Ruang dalam digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja. Ruangan ini

memiliki luas yang cukup untuk kegiatan peracikan obat dan administrasi apotik.

Ruang dalam juga dilengkapi pendingin ruangan untuk menjaga temperatur

ruangan tetap pada temperatur stabilitas obat selama penyimpanan dan

memberikan kenyamanan bagi personel apotek dalam melakukan pekerjaannya di

ruangan dalam. Pada bagian tengah ruang dalam terdapat meja racik yang

dikelilingi rak penyimpanan obat. Disebelah meja racik terdapat meja kerja yang

jaraknya cukup untuk memisahkan kegiatan administrasi dan peracikan obat.

Peralatan untuk keperluan kegiatan peracikan terletak rapi dimeja racik. Di antara

meja racik dan mja kerja terdapat rak yang berisi buku-buku referensi yang biasa

digunakan. Pada ruang dalam juga terdapat obat-obatan yang disusun dalam rak

sesuai jenis sediaannya dengan penataan yang menggunakan sistem alfabetis,

sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan. Pada

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 62: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

53

Universitas Indonesia

ruang dalam juga terdapat toilet untuk karyawan yang dilengkapi dengan wastafel

yang dapat digunakan sebagai tempat cuci tangan sebelum dan sesudah peracikan

dan pencucian alat. Denah ruangan Apotek Atrika secara umum dapat dilihat pada

Lampiran 2c.

Tidak ada obat yang disimpan dalam jumlah besar di Apotik Atrika. Obat-

obatan terutama obat etikal di Apotek Atrika seluruhnya dilakukan pada lemari

obat yang terletak di ruang dalam, sehingga Apotek Atrika tidak memerlukan

ruang tambahan sebagai gudang penyimpanan obat. Hal ini dikarenakan lokasi

apotek yang berdekatan dengan beberapa PBF sehingga apotek tidak perlu

menyimpan stok obat dalam jumlah besar, kecuali untuk obat-obat yang

perputarannya cepat atau fast moving. Dengan tidak adanya gudang maka

pengeluaran lebih dapat ditekan karena Apotik Atrika tidak perlu mengeluarkan

biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang serta dapat mencegah kerugian

akibat obat kadaluarsa sebelum terjual.

Penataan obat di Apotek Atrika dilakukan dengan rapih dan alfabetis

sehingga memudahkan proses pengambilan obat saat dibutuhkan. Obat-obat bebas

atau over the counter (OTC) dipajang pada etalase di ruang depan sedangkan obat

yang harus dengan resep dokter atau ethical diletakkan pada lemari obat di ruang

dalam. Obat diletakan pada lemari berbeda yang dikelompokkan berdasarkan jenis

sediaan, yaitu sediaan oral padat, sediaan oral cair dan sediaan topikal. Obat

generik dan obat yang perputaran penjulannya cepat juga diletakkan dilemari

terpisah. Untuk obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari

khusus yang terpisah dari obat ethical lainnya. Masing-masing kelompok sediaan

disusun secara alfabetis dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari

sehingga memudahkan pencarian. Obat-obat generik ditempatkan pada lemari

tersendiri dan beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan di taruh

pada wadah khusus yang lebih kecil di meja racik mudah dijangkau saat

dibutuhkan ketika peracikan obat. Penyusunan obat pada lemari di Apotek Atrika

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Obat yang akan kadaluarsa diletakkan terpisah dan ditandai (dengan kertas

yang ditulis tanggal daluarsanya) agar personel apotik mendahulukan penjualan

obat tersebut sebelum masa kadaluarsanya tiba. Obat ini dikelompokkan sesuai

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 63: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

54

Universitas Indonesia

bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan

expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan

untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat yang sejenis diberi catatan

pengingat agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka opersonel

mendahulukan ppenjualan obat yang ada di lemari kadaluarsa tersebut.

Lancarnya kegiatan di apotek juga ditunjang dari tersedianya sumber daya

manusia yang profesional, terampil, dan dapat dipercaya. APA yang bekerja

Apotek Atrika dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh beberapa orang

karyawan, yang terdiri dari satu orang Apoteker Pendamping, satu orang Asisten

Apoteker, satu orang juru resep, dua orang tenaga keuangan dan kasir, lima orang

kurir serta dua orang petugas kebersihan. Susunan organisasi di Apotek Atrika

dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pengendalian persediaan Di Apotik Atrika terlaksana dengan baik.

Pemesanan obat yang dilakukan hampir setiap hari menyebabkan obat-obat di

apotek selalu tersedia dan berputar dengan cepat sehingga kerugian apotek dapat

diminimalkan. Kondisi ini didukung oleh lokasi apotek yang berdekatan dengan

PBF sehingga waktu tunggu barang pesanan datang atau lead time yang

diperlukan umumnya cepat sekitar kurang dari satu hari. Pemesanan obat

disesuaikan dengan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut. Obat yang tersedia

pada lebih dari satu PBF, akan dipesan pada PBF dengan pertimbangan harga

lebih murah, adanya potongan harga, ada tambahan bonus atau waktu pengantaran

yang lebih singkat.

Pada saat barang yang dipesan datang, dilakukan pemeriksaan kesesuaian

jenis dan jumlah barang antara barang yang diserahkan dengan yang tertera pada

faktur dan surat pesanan (SP). Bentuk surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran

7. Setelah seluruhnya sesuai, maka faktur diberi tanggal dan nomor urut, stempel

apotek serta tandatangan personel apotek yang menerima. Setelah serah terima

faktur dan SP, dilakukan pemeriksaan fisik, nomor bets dan tanggal

kadaluarsanya. Barang yang baru datang kemudian ditulis pada buku pemasukan

barang, kartu pemasukan barang dan kartu stok harian. Buku pemasukan barang

berisi nama dan jumlah barang yang dibeli setiap hari dan dilakukan pemisahan

pencatatan antara obat OTC dan ethical. Kartu pemasukan barang berisi jenis

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 64: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

55

Universitas Indonesia

barang, tanggal dan nama PBF yang masuk ke apotek. Kartu stok harian berisi

jumlah barang yang masuk dan keluar beserta tanggal dan keterangan asal barang

dan kemana barang tersebut dikeluarkan. Penulisan pada kartu pemasukan barang

dan kartu stok harian dimaksudkan agar jumlah persediaan barang terdokumentasi

dengan baik dan dapat ditelusuri jika terjadi ketidak sesuaian antara jumlah fisik

dan jumlah yang tertera pada kartu stok harian. Kartu stok juga dibedakan

berdasarkan jenis sediaannya untuk mempermudah penelusuran.

Faktur yang datang juga ditulis pada buku faktur. Buku faktur mencatat

seluruh pembelian dan berfungsi untuk mengetahui jumlah pembelian setiap hari

dan hutang yang akan jatuh tempo. Faktur kemudian dikumpulkan sesuai tanggal

untuk ditukar ke PBF pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya, sedangkan tanggal

pembayaran ditentukan oleh personel Apotek pada saat penukaran faktur tersebut.

Dengan sistem pembayaran seperti ini, apotek tidak harus membayar setiap hari

dan tanggal pembayaran lebih teratur sehingga arus keuangan yang keluar dapat

lebih mudah dikendalikan.

Setelah barang diperiksa dan dicatat pada buku pemasukan barang, kartu

pemasukan barang, kartu stok harian, dan buku faktur, kemudian barang

diletakkan pada lemari penyimpanan sesuai jenis sediaan secara alfabetis. Sistem

pencatatan barang masuk dan contoh buku faktur dapat dilihat pada Lampiran 5.

Barang yang disimpan di lemari obat disusun menggunakan menggunakan

sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) untuk

mengurangi kerugian akibat obat-obat yang kadaluarsa sebelum terjual. Barang

dengan waktu kadaluwarsa yang tertera lebih lama diletakkan pada posisi lebih

bawah atau lebih belakang. Sedangkan barang dengan waktu kadaluarsa lebih

cepat diletakkan di posisi lebih atas atau lebih depan agar jika ada permintaan,

personel akan mengambilnya lebih dulu dan barang lebih cepat terjual. Setiap

pengeluaran barang, baik karena pembelian bebas dan resep, permintaan obat

antaran, dan pengiriman ke Apotek Atrika cabang dicatat pada kartu stok dan

buku masing-masing sesuai dengan jenis pengeluarannya. Setiap hari dilakukan

pencatatan keluar/masuk obat pada kartu stok yang juga dibuktikan kebenarannya

dengan memeriksa jumlah fisik sebenarnya pada lemari penyimpanan.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 65: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

56

Universitas Indonesia

Pengelolaan resep di Apotek Atrika dilakukan dengan cukup baik. Semua

resep yang diterima, disimpan setiap harinya, disusun berdasarkan nomor urut

resep, dan dikelompokkan berdasarkan bulannya. Resep yang mengandung

narkotika dan psikotropika dipisahkan agar pelaporan setiap bulan menjadi lebih

mudah. Pada pengeluaran obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan pada buku

resep yang meliputi tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan

jumlah obat yang diberikan. Resep disimpan selama 3 tahun, setelah itu dilakukan

pemusnahan resep dengan membuat berita acara (Lampiran 12) yang selanjutnya

dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.

Pelayanan resep pada Apotek Atrika dilakukan berdasarkan langkah

HTKP (H/Harga, T/Timbang, K/Kemas, dan P/Penyerahan). Resep yang akan

ditebus pada awalnya akan ditempeli dengan label berisi tabel HTKP putih untuk

obat non-narkotik dan HTKP kuning untuk resep mengandung narkotik. Pertama-

tama dilakukan perhitungan harga obat. Setelah diketahui harganya, harga tersebut

diberitahukan kepada pasien/pengunjung. Dengan mempertimbangkan harga

tersebut, pasien/pengunjung mempunyai hak untuk memilih apakah akan menebus

seluruh resep atau hanya sebagian saja. Setelah mendapat keputusan dari pasien,

resep kemudian disiapkan mulai dari penimbangan/peracikan, pengemasan,

hingga obat diserahkan pada pasien/pengunjung. Masing-masing orang yang

melakukan fungsi pada HTKP harus menandatangani kotak dimana ia melakukan

fungsinya. Alur penanganan resep, salinan resep dan etiket Apotek Atrika dapat

dilihat pada Lampiran 6.

Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemesanan dilakukan

dengan menggunakan surat pesanan khusus yang diisi dan ditandatangani oleh

APA (Lampiran 8a dan 8b). Penerimaan obat narkotika dan psikotropika yang

telah dipesan sebelumnya hanya dilakukan oleh APA, Apoteker pendamping, atau

Asisten Apoteker yang memiliki nomor izin kerja dan telah tersertifikasi sebagai

tenaga kefarmasian. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang masuk dan

keluar dilakukan pada kartu pemasukan barang, kartu stok harian, dan buku stok

harian yang disimpan terpisah dari kartu barang lainnya. Isi buku stok harian

untuk barang psikotropik dapat dilihat pada Lampiran 9.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 66: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

57

Universitas Indonesia

Pembayaran obat golongan narkotika dilakukan secara tunai, sedangkan

obat psikotropika dapat dilakukan secara kredit. Penyimpanannya dilakukan pada

lemari khusus yang terbuat dari kayu, terkunci, serta menempel pada dinding.

Pelayanan resep yang mengandung obat golongan narkotika dan psikotropika

telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dan obat yang diserahkan dicatat

pada buku khusus pengeluaran obat narkotika dan psikotropika. Obat golongan

narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan disimpan di tempat yang

terpisah dari resep lain.

Apotek Atrika memberikan laporan penggunaan obat golongan narkotika

dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat setiap bulan,

sebelum tanggal 10. Format laporan penggunaan obat golongan narkotika dan

psikotropika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11.

Pemusnahan obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan

sudah kadaluarsa dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi pemusnahan ini

sangat jarang dilakukan di Apotek Atrika karena penyediaan obat golongan

narkotika dan psikotropika dilakukan secermat mungkin untuk menghindari

adanya obat yang kadaluarsa sebelum terjual.

Ditinjau dari pelayanan yang diberikan, pelayanan resep baik racik

maupun non-racik di Apotek Atrika sudah cukup baik dan efisien sehingga

pengunjung tidak perlu menunggu terlalu lama. Selain itu, harga produk yang

dijual di Apotek Atrika juga cukup bersaing dengan Apotek lain. Ketersediaan

dan kelengkapan barang yang dijual di Apotek Atrika sudah cukup baik, karena

sedikit pengunjung yang resepnya ditolak atau tidak mendapatkan obat yang

dicarinya ketika datang ke Apotek Atrika. Hal ini terjadi karena Apotek Atrika

menjalin hubungan baik dengan PBF sebagai pemasok produk obat, apotek lain

sebagai rekan, maupun dokter khususnya dokter praktek di sekitar Apotek.

Hubungan dengan apotek lain dan PBF bisa dibilang menguntungkan, karena bila

obat yang diminta pasien tidak tersedia, maka apotek dapat membeli obat tersebut

dari apotek rekanan tersebut, atau memesan barang pada PBF dan meminta untuk

dikirim dengan segera sehingga ketepatan pelayanan resep dapat selalu

ditingkatkan dan apotek tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan

keuntungan. Pelayanan informasi obat bagi pasien telah terlaksana cukup baik

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 67: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

58

Universitas Indonesia

karena Apoteker yang selalu berada di apotek, tetapi pemberian konseling

terutama saat penyerahan golongan obat keras masih terus ditingkatkan.

Proses administrasi dalam hal pencatatan obat juga dilakukan secara

manual dan dilanjutkan dengan komputerisasi untuk meningkatkan kinerja.

Sistem ini menggunakan program khusus yang meliputi pencatatan pembelian,

persediaan, penjualan barang-barang di apotek beserta keterangan dari barang-

barang tersebut dan arus keuangan. Sistem ini berguna dalam mengintegrasikan

informasi mengenai arus barang apotek, termasuk dalam hal pengeluaran dan

pemasukan barang karena sistem ini terhubung langsung dengan kasir dan

personel yang melakukan transaksi penjualan lainnya, serta adanya peringatan

mengenai obat yang akan kadaluarsa agar didahulukan untuk dijual.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 68: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

59 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1. Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam

mengelola kegiatan apotek. Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) di

apotek atrika telah melakukan pengelolaan apotek sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku, meliputi kegiatan perencanaan,

pemesanan, penerimaan, pemberian harga, penyimpanan, pendistribusian /

pelayanan, pencatatan persediaan, dan pelaporan. Untuk mengelola apotek

diperlukan keseimbangan kemampuan yang baik antara pelaksanaan

tanggung jawab profesi dan keterampilan wiraswasta demi kemajuan dan

keberlangsungan apotek yang dikelolanya. Kemampuan ini meliputi

pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian, juga

pengelolaan keuangan, personalia, serta administrasi lainnya.

5.1.2. Apotek Atrika merupakan contoh apotek yang cukup baik sebagai tempat

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), karena telah menerapkan sistem

manajemen dan administrasi dengan baik, yang terlihat dari perencanaan

dan pengadaan barang yang efisien, penyimpanan dan penataan persediaan

yang teratur, arus barang keluar dan masuk senantiasa tercatat, pelayanan

masyarakat yang efektif dan efisien, pengelolaan dan pengawasan

keuangan dan administrasi yang jelas serta kegiatan promosi yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

5.2 Saran

5.2.1. Diperlukan reparasi komputer bagian kasir di Apotek Atrika, sehingga

sistem penjualan dapat dimasukkan lebih mudah, juga dapat melihat harga

obat dengan mudah saat ditanyakan pasien, memeriksa interaksi dan efek

samping obat, juga untuk melihat stok ketersediaan obat.

5.2.2. Dalam hal pelayanan kefarmasian di Apotek Atrika, pelayanan KIE

(komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya dapat

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 69: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

60

Universitas Indonesia

ditingkatkan penerapannya sebagai wujud peran apoteker dalam

menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai.

Selain itu pelayanan swamedikasi dapat ditingkatkan oleh apoteker yang

bertugas untuk dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan

pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional, maka pelayanan

swamedikasi perlu dioptimalkan. Juga tidak memperbolehkan pembelian

obat golongan keras non-OWA tanpa resep dokter .

5.2.3. Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu proses

pelayanan perlu adanya peningkatan fasilitas di ruang tunggu seperti

penambahan jumlah kursi, serta pengadaan majalah, koran atau televisi.

5.2.4. Perlu dilakukannya pelatihan secara berkesinambungan terhadap para

karyawan dan karyawati di apotek atrika untuk meningkatkan profesionalisme

dalam pelayanan kepada masyarakat dan selalu menerapkan slogan 5 S yaitu,

senyum, salam, sapa, sopan dan santun.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 70: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

61 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan POM RI. (2011). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor

HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana

Registrasi Obat.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek (SK Nomor

1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES

RI.

Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan

Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan No.

28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan

No.1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

Izin Apotek.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di

Apotek.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas

Terbatas. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Visi dan Misi Depkes Tahun 2010 - 2014.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/438-visi-dan-misi-

depkes-tahun2010-2014.html. Diakses tanggal 2 Mei 2014, pukul 19.00.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 71: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

62

Universitas Indonesia

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,

dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan

Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang

Apotek. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Jakarta.

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,

Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.

Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga

University Pers.

Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997. (1997). Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik

Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 72: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

63

Lampiran 1a. Peta lokasi Apotek Atrika

[Sumber: Holtrof, 2003, “telah diolah kembali”]

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 73: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

64

Lampiran 1b. Papan nama Apotek Atrika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 74: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

65

Lampiran 2a. Tata Ruang Tampak Luar Apotek Atrika

Lampiran 2b. Tata Ruang Ruang Depan Apotek Atrika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 75: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

66

Lampiran 2c. Denah ruangan Apotek Atrika

Rak obat generik

Rak

oba

t eth

ical

ora

lso

lid (a

tas)

dan

liqu

id (b

awah

)

Rak obat ethical topikal Rak obat ethical oral solid

Mej

ako

mpu

ter

Meja kerja Meja racik

Lemari narkotikadan psikotropika

Meja kartustokdan

buku-buku

Rak obat OTC liquid Rak obat OTC liquiddan topikal Rak obat konsinyasi

Cou

nter

oba

tO

TC s

olidCounter obat OTC solidKasir

Mej

a

Rak

oba

t eth

ical

oral

sol

id

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 76: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

67

Lampiran 3a. Lemari Penyimpanan Obat Topikal di Apotek Atrika

Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 77: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

68

Lampiran 3b. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika (Lanjutan)

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 78: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

69

Lampiran 3c. Lemari Penyimpanan Obat Oral Cair dan Obat Mendekati

Kadaluwarsa di Apotek Atrika

Lampiran 3d. Lemari Penyimpanan Obat Generik di Apotek Atrika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 79: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

70

Lampiran 4. Struktur organisasi Apotek Atrika

Apoteker PengelolaApotek (APA)

AsistenApoteker

JuruResep

ApotekerPendamping

Kasir

Kurir

Pemilik SaranaApotek (PSA)

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 80: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

71

Lampiran 5a. Isi Buku Pemasukan Barang

Lampiran 5b. Buku Perubahan Harga

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 81: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

72

Lampiran 5c. Kartu Pemasukan Barang (Kartu Gudang)

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 82: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

73

Lampiran 6a. Alur penanganan resep

Penerimaan resep

Resep kredit Resep tunai

Pemeriksaan kelengkapan administrasi

Pemberian harga

Pasien mendapat nomor urut resep

Pasien mendapat nomor resep dan

membayar di kasir

Bagian peracikan

Obat jadi Obat racikan

Pemberian etiket dan

salinan resep

Pemeriksaan kesesuaian

obat

Penyerahan obat

Obat diterima pasien

Resep disimpan oleh

apotek

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 83: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

74

Lampiran 6b. Salinan Resep Apotek Atrika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 84: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

75

Lampiran 6c. Etiket Apotek Atrika

Lampiran 6d. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan)

Keterangan: putih untuk resep non-narkotik dan kuning untuk resep narkotik

\

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 85: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

76

Lampiran 7. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 86: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

77

Lampiran 8a. Surat Pesanan (SP) Narkotika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 87: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

78

Lampiran 8b. Surat Pesanan (SP) psikotropika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 88: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

79

Lampiran 9. Isi Buku Stok Harian Psikotropik

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 89: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

80

Lampiran10. Laporan penggunaan obat golongan narkotika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 90: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

81

Lampiran 11. Laporan penggunaan obat golongan psikotropika

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 91: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

82

Lampiran 11. Laporan penggunaan psikotropika (lanjutan)

\

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 92: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

83

Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini ............. tanggal ........... bulan ................ tahun .............

sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

280/MenKes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek,

Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek :

SIPA Nomor : Tanggal

Nama Apotek :

Alamat Apotek :

Dengan disaksikan oleh :

1. Nama :

Jabatan :

SIK Nomor : Tanggal

2. Nama :

Jabatan :

SIK Nomor : Tanggal

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah

melewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu :

Resep dari tanggal ............................ sampai dengan tanggal .................................

Seberat .................................... kg

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab.

Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada :

1. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia

2. Kepala Dinas Kesehatan

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan

4. Satu sebagai arsip di Apotek

Saksi-saksi : ...................., .......................... 20.....

Yang membuat berita acara,

1. ( ...................................... )

S.I.K. No.

2. ( ...................................... ) ( ........................................... )

S.I.K. No. S.I.P.A. No.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 93: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP

ANTI HIPERLIPIDEMIA SIMVASTATIN

DI APOTEK ATRIKA

PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

REZA HERMAWAN SULISTOMO, S. Farm.

1206313601

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

MEI 2013

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 94: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP

ANTI HIPERLIPIDEMIA SIMVASTATIN

DI APOTEK ATRIKA

PERIODE OKTOBER 2012 – MARET 2013

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

REZA HERMAWAN SULISTOMO, S. Farm.

1206313601

ANGKATAN LXXVI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

MEI 2013

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 95: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

iii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1 Definisi Hiperlipidemia .................................................................... 3

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Hiperlipidemia ........................................ 3

2.3 Faktor Resiko Hiperlipidemia .......................................................... 6

2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis .................................................. 6

2.5 Sasaran Terapi .................................................................................. 9

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ......................................................... 22

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ....................................................... 22

3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 22

3.3 Metode Pengolahan Data ................................................................ 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 23

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 31

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 31

5.2 Saran ............................................................................................... 32

DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 33

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 96: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

v Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa ............... 3

Gambar 2.2 Penyebab sekunder hiperlipidemia ................................................... 5

Gambar 2.3 Algoritma Terapi Umum untuk Hiperlipidemia .............................. 11

Gambar 2.4 Penilaian Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) .............. 13

Gambar 4.1. Frekuensi penjualan Obat Antihiperlipidemia Simvastatin

menggunakan resep dan bebas selama Periode Oktober

2012 – Maret 2013 di Apotek Atrika .............................................. 25

Gambar 4.2 Ketikan Ulang Resep tanggal 1 Oktober 2012 ............................... 26

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 97: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

vi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Fenotip Lipoprotein ............... 4

Tabel 2.2 Manifestasi klinik dari berbagai tipe

hiperkolesterolemia ............................................................................... 6

Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai Total Kolesterol, LDL, HDL, dan

Trigliserida ............................................................................................ 8

Tabel 2.4 Sasaran LDL Kolesterol dan batasan nilai untuk terapi

perubahan gaya hidup (PGH) dan terapi obat dalam kategori

resiko berbeda ......................................................................................... 9

Tabel 2.5 Komponen esensial untuk terapi perubahan gaya hidup ..................... 10

Tabel 2.6 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein .............................. 14

Tabel 2.7 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan ................. 14

Tabel 2.8 Dosis Statin .......................................................................................... 16

Tabel 2.9 Efek Samping Niasin ........................................................................... 17

Tabel 4.1. Rekapitulasi Resep yang Mengandung Obat

Antihiperlipidemia Simvastatin di Apotek Atrika Periode

Oktober 2012 – Maret 2013 ................................................................ 23

Tabel 4.2 Informasi obat-obat yang tertulis di resep ........................................... 27

Tabel 5.1 Aspek konseling minimum yang perlu diberikan kepada

pasien ................................................................................................... 31

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 98: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

vii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (1) . 34

Lampiran 2. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (2) . 35

Lampiran 3. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (3) . 36

Lampiran 4. Nama, Alamat dan No. Telp Pedagang Besar Farmasi (PBF)........... 37

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 99: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman dan IPTEK menyebabkan perubahan pada pola

hidup manusia. Kebanyakan masyarakat saat ini lebih memilih makanan cepat saji

yang sebenarnya makanan tersebut kurang baik untuk kesehatan, karena banyak

mengandung lemak dengan sedikit serat. Disamping itu, cara hidup yang sibuk

menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk melakukan aktifitas fisik yaitu

berolahraga. Salah satu perubahan pada pola hidup yang seperti ini

mengakibatkan gangguan metabolisme dalam tubuh misalnya lipid.

Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen yang meliputi lemak,

minyak, steroid, wax dan senyawa terkait. Lemak atau lipid adalah zat yang kaya

energi, yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme

tubuh (Botham dan Mayes, 2009). Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk

di dalam tubuh, terutama di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk

digunakan di kemudian hari. Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan

trigliserida. Lemak mengikat dirinya pada protein tertentu sehingga bisa larut

dalam darah; gabungan antara lemak dan protein ini disebut lipoprotein (Murray,

Granner, Mayes, Rodwell, 2003).

Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar lemak darah yang ditandai

dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida serta

kadar kolesterol HDL diatas normal (DiPiro, 2005). Oleh sebab itu, terdapat

berbagai macam terapi yang digunakan untuk mengatasi masalah hiperlipidemia,

baik terapi nonfarmakologi maupun terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi

digunakan untuk membantu dalam menurunkan kadar lemakdalam darah tanpa

menggunakan obat-obatan, sedangkan terapi farmakologi digunakan dadalam

menurunkan kadar lemak dalam darah dengan penggunaan obat-obatan.

Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek

Atrika, dilakukan rekapitulasi dan analisis resep yang mengandung obat

antihiperlipidemia simvastatin yang diterima di Apotek Atrika selama periode

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 100: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

2

Universitas Indonesia

Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013. Terhadap salah satu resep-resep

tersebut, dilakukan pembahasan tentang cara konseling yang diberikan kepada

pasien. Dari hasil rekapitulasi dan analisis resep tersebut, diharapkan dapat

diketahui profil peresepan dan penggunaan obat antihiperlipidemia simvastatin

pada apotek ini.

1.2 Tujuan

a. Melakukan rekapitulasi resep yang mengandung antihiperlipidemia

simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 –

Maret 2013.

b. Melakukan analisis resep yang mengandung obat antihiperlipidemia

simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 –

Maret 2013.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 101: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hiperlipidemia

Hiperlipidemia didefinisikan sebagai peningkatan dari satu atau lebih

komponen berikut: kolesterol, ester kolesterol, fosfolipid, atau triasilgliserol

(trigliserida). Hiperlipoproteinemia adalah kondisi dimana terjadi peningkatan

konsentrasi dari makromolekul lipoprotein yang mengangkut lipid dalam plasma

(DiPiro, 2005). Ketidak normalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh

yang buruk (predisposisi) terhadap koroner, serebro vaskular, dan penyakit

pembuluh arteri perifer (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009).

2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Total kolesterol dan kolesterol LDL meningkat seiring pertambahan usia,

baik pada pria ataupun pada wanita. Gambar 2.9 menunjukkan nilai serum

kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa berdasarkan hasil survey kesehatan

nasional Amerika pada tahun 2000.

[Sumber: DiPiro, et al., 2005]

Gambar 2.1. Nilai serum kolesterol pada berbagai rentang usia dewasa (Survey

Kesehatan Nasional Amerika 2000)

Dibandingkan dengan nilai HDL, nilai LDL sangat erat kaitannya dengan

peningkatan resiko penyakit jantung koroner (PJK). Abnormalitas lipid dan

keberadaan faktor resiko kardiovaskular selama masa kanak-kanak sangat

berhubungan dengan tingkat keparahan dari aterosklerosis yang terjadi pada

kemudian hari.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 102: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

4

Universitas Indonesia

Berdasarkan penyebab terjadinya, kondisi hiperlipidemia dapat dibagi menjadi 2,

yaitu hiperlipidemia primer (genetik) dan hiperlipidemia sekunder.

2.2.1. Hiperlipidemia Primer

Hiperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan genetik yang meliputi

kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang mengakibatkan keadaan

yang tidak normal pada lipoprotein. Klasifikasi Frederickson membagi

hiperlipidemia atas dasar fenotip plasma lipoprotein pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Fenotip Lipoprotein

(Klasifikasi Fredrickson-Levy-Lees)

Hiper

lipidemia

Penyakit yang terkait Masalah Labs description Pengobatan

Tipe I Hyperchylomicronaemia Penurunan

lipoprotein lipase

(LPL) atau

defisiensi ApoC2

Peningkatan

kilomikron

Kontrol diet

Tipe IIa Familial

hypercholesterolemi,

polygenic

hypercholesterolemi,

nephrosis,

hypothyroidism, familial

combined hyperlipidemia

Defisiensi

reseptor LDL

Hanya

peningkatan pada

LDL

Bile Acid

Sequestrant,

Statins, Asam

nikotinat

Tipe IIb Familial combined

hyperlipidemia

Penurunan

reseptor LDL

dan peningkatan

ApoB

Peningkatan

LDL, VLDL

Statins, Asam

nikotinat,

Gemfibrozil

Tipe III Dysbetalipoproteinemia Kerusakan pada

sintesis ApoE

Peningkatan IDL Gemfibrozil

Tipe IV Familial

hypertriglyceridemia,

familial combined

hyperlipidemia, sporadic

hypertriglyceridemia,

diabetes

Peningkatan

produksi VLDL

dan penurunan

eliminasi VLDL

Peningkatan

VLDL

Asam nikotinat

Tipe V Diabetes Peningkatan

produksi VLDL

dan penurunan

LPL

Peningkatan

VLDL dan

kilomikron

Nicotinic acid,

Gemfibrozil

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 103: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

5

Universitas Indonesia

2.2.2. Hiperlipidemia Sekunder

Hiperlipidemia sekunder, yang biasanya terjadi pada orang dewasa

mencapai prevalensi 40% dari seluruh kasus hiperlipidemia. Penyebab sekunder

yang paling sering adalah gaya hidup dengan asupan makanan yang berlebihan

lemak jenuh, kolesterol, dan lemak trans dalam jumlah besar. Penyebab sekunder

lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi alkohol yang berlebihan, penyakit

ginjal kronis, hipotiroidisme, primary biliary cirrhosis, dan penyakit hati

kolestatik lainnya. Selain itu obat-obatan seperti tiazid, β-blockers, retinoid, ARV,

estrogen dan progestin, serta glukokortikoid.

[Sumber: DiPiro, et al., 2005]

Gambar 2.2 Penyebab sekunder hiperlipidemia

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 104: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

6

Universitas Indonesia

2.3 Faktor Resiko Hiperlipidemia (Dipiro, 2005)

Berikut ini adalah faktor resiko dari peningkatan level LDL yang setara

degan peningkatan resiko PJK :

1. Usia

Pria : ≥ 45 tahun

Wanita : ≥ 55 tahun atau pada kondisi menopause prematur tanpa terapi

pengganti estrogen

2. Riwayat keluarga dengan PJK prematur

Mengalami infark miokard atau kematian mendadak sebelum usia 55 tahun

untuk ayah atau garis keluarga ayah tingkat pertama atau sebelum 65 tahun

untuk ibu atau garis keluarga ibu tingkat pertama

3. Diabetes, juga sebagai faktor resiko PJK

4. Merokok

5. Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau menggunakan medikasi antihipertensi)

6. Nilai HDL rendah ( < 40 mg/dL)

Nilai HDL ≥ 60 mg/dL dihitung sebagai “faktor resiko negatif”.

2.4 Manifestasi Klinik dan Diagnosis

Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia merupakan suatu kondisi, bukan

merupakan suatu penyakit sehingga tidak ada gejala-gejala klinisnya. Manifestasi

klinik dapat terlihat setelah pemeriksaan klinik di laboratorium. Pada tahap lebih

lanjut, beberapa symptom yang mungkin timbul antara lain terjadinya

penyimpanan lemak pada otot dan kulit (xantoma) dan arteri (arteroma).

Hiperlipidemia diklasifikasikan oleh Fredrickson-WHO berdasarkan pola

elektroforesis atau ultrasentrifugasi menjadi beberapa tipe, yaitu tipe I, IIa, IIb, III,

IV, dan V.

Tabel 2.2 Manifestasi klinik dari berbagai tipe hiperkolesterolemia

Hiperlipoproteinemia Keterangan

Tipe I Disebut juga hyperchylomicronemia familial, merupakan

bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait dengan defisiensi

lipoprotein lipase sehingga terjadi peningkatan kilomikron.

Pada tipe ini ditandai dengan pankreatitis dan nyeri

abdominal,muncuknya xantomatosis kutaneus, dan

hepatosplenomegali.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 105: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

7

Universitas Indonesia

Tipe IIa Disebut juga hiperkolestrolemia,merupakan bentuk

hiperlipoproteinemia yang terkait dengan peningkatan

kadar LDL, ditandai dengan xantoma tendon, xanthelasma,

dan premature penyakit kardiovaskular.

Tipe IIb Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan LDL dan VLDL.

Tipe III Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan IDL. Pada tipe ini ditandai dengan

xantoma striata palmaris, tuberose xantoma, dan

aterosklerosis parah yang melibatkan arteri koroner, carotid

internal, dan aorta abdominal.

Tipe IV Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan VLDL. Pada tipe ini sering dialami

oleh pasien dewasa obesitas, diabetes, dan hiperurisemia,

dan tidak memiliki xantoma.

Tipe V Merupakan bentuk hiperlipoproteinemia yang terkait

dengan peningkatan VLDL dan kilomikron. Pada tipe ini

ditandai dengan nyeri abdominal, pankreatitis, munculnya

xantoma, dan polineuropati perifer. Pasien dengan tipe ini

biasanya obesitas, hiperurisemia, dan diabetes.

Pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan

trigliserisa direkomendasikan untuk dilakukan mulai usia lebih dari 20 tahun dan

setidaknya dilakukan 5 tahun sekali. Kolesterol total tersusun atas turunan

kolesterol dari LDL, VLDL, dan HDL. Pemeriksaan HDL berguna ketika

kolesterol plasma meningkat. Pengukuran sebaiknya dilakukan setelah pasien

berpuasa selama 12 jam atau lebih, hal ini penting karena jumlah trigliserida dapat

meningkat pada individu yang tidak berpuasa sedangkan total kolesterol tidak

terlalu berpengaruh pada individu yang berpuasa.

Pemeriksaan dilakukan dua kali, 1 sampai 8 minggu secara terpisah,

dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan tidak memiliki

penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman dan untuk

mendapatkan data dasar yang dapat diepercaya. Jika total kolesterol lebih dari 200

mg/dl, dianjurkan melakukan pemeriksaan kedua dan jika nilainya lebih dari 300

mg/dl secara terpisah, harus menggunakan tiga nilai untuk nilai rata-ratanya.

Setelah diketahui adanya abnormalitas pada lipid, hal utama yang harus

dievaluasi selanjutnya adalah sejarah pasien (usia, jenis kelamin, jika wanita,

perhatikan siklus menstruasi dan perubahan estrogen), pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 106: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

8

Universitas Indonesia

Sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan sebagai

berikut:

1). Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit kardiovaskuler.

2). Sejarah keluarga mengenai adanya penyakit kardiovaskuler premature atau

gangguan lipid.

3). Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia (termasuk pengobatan yang

sedang dijalani).

4). Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pankreatitis,

penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aorta

abdomen, atau penyakit pembuluh darah otak (stroke, iskemia).

Jika pemeriksaan fisik dan sejarah tidak cukup untuk mendiagnosis

penyakit familial, maka digunakan metode elektroforesis lipoprotein gel-agarosa

untuk memeriksa kelas mana yang akan mempengaruhi lipoprotein. Jika nilai

trigliserida di bawah 400 mg/dl dan baik hiperlipidemia tipe III atau kilomikron

tidak terdeteksi dengan elektroforesis, maka salah satunya dapat menghitung

konsentrasi LDL atau VLDL. VLDL = trigliserida/5, LDL = kolesterol total –

(VLDL + HDL). Uji awal menggunakan kolesterol total untuk menemukan

masalah tetapi manajemen yang berhubungan harus didasarkan pada konsentrasi

LDL. Untuk menghitung konsentrasi LDL dapat menggunakan rumus sebagai

berikut :

Tabel 2.3 menunjukkan klasifikasi nilai total kolesterol, LDL, HDL dan

trigliserida.

Tabel 2.3 Klasifikasi Nilai Total Kolesterol, LDL, HDL, dan Trigliserida.

Kolesterol Total

< 200 mg/dl Diinginkan

200 – 239 mg/dl Cukup Tinggi

> 240 mg/dl Tinggi

Kolesterol LDL

< 100 mg/dl Optimal

100 – 129 mg/dl Jauh atau di atas optimal

130 – 159 mg/dl Cukup tinggi

160 – 189 mg/dl Tinggi

> 190 mg/dl Sangat Tinggi

Kolesterol LDL = kolesterol total – kolesterol HDL – trigliserida/5

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 107: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

9

Universitas Indonesia

Kolesterol HDL

< 40 mg/dl Rendah

> 60 mg/dl Tinggi

Trigliserida

< 150 mg/dl Normal

150 – 100 mg/dl Cukup Tinggi

200 – 499 mg/dl Tinggi

> 500 mg/dl Sangat Tinggi

2.5 Sasaran Terapi

Tujuan yang ingin dicapai pada pengobatan adalah penurunan kolesterol

total dan LDL untuk menguranggi resiko pertama atau berulang dari infark

miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain pada penyakit

arterial perifer seperti karotid stenosis atau aneurisme aortik abdominal.

Tabel 2.4 Sasaran LDL Kolesterol dan batasan nilai untuk terapi perubahan gaya

hidup (PGH) dan terapi obat dalam kategori resiko berbeda Kategori Resiko Sasaran LDL Tingkat LDL untuk

Inisiasi PGH (mg/dL)

Tingkat LDL untuk

Terapi Obat (mg/dL)

PJK atau resiko

PJK

(resiko 10 tahun >

20%)

< 100 ≥ 100 ≥ 130 (100-129; obat

terpilih)a

2+ Faktor resiko

(resiko 10 tahun ≤

20%)

< 130 ≥ 130 Resiko 10 tahun 10-

20%; ≥ 130 resiko 10

tahun < 10%; ≥ 160

0-1 Faktor resikob < 160 ≥ 160 ≥ 190 (160-189; obat

pilihan penurun LDL) a Beberapa ahli menyarankan penggunaan obat penurun LDL untuk kategori ini jika kadar

kolesterol LDL ≤ 100mg/dL tidak dapat diraih dengan PGGH. Kebaikan lain pilihan obat ini

karena memodifikasi kadar trigliserida dan HDL, contoh asam nikotinat atau fibrat. Pernyataan

klinik menyebutkan penundaan terapi obat untuk subkategori ini. b Kebanyakan orang dengan faktor resiko 0-1 memiliki faktor resiko 10 tahun kurang dari 10%,

resiko 10 tahun pada orang faktor resiko 0-1 ditaksir tidak penting.

2.5.1. Terapi Non-Farmakologi

Terapi perubahan gaya hidup dimulai sejak awal kedatangan dan termasuk

terapi diet, pengurangan berat badan serta peningkatan aktivitas fisik.

1. Diet

Terapi diet yang objektif adalah menurunkan langsung konsumsi lemak total,

lemak jenuh dan kolesterol untuk mendapatkan berat badan yang sesuai. Konsumsi

kolesterol dan asam lemak yang berlebihan menyebabkan pengurangan klirens

hepatik LDL dan deposisi LDL serta oksidasi LDL dalam jaringan lemak.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 108: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

10

Universitas Indonesia

Peningkatan konsumsi serat larut dalam bentuk oat, pektin, gum dan psyllium

dapat membantu penurunan kolesterol total dan LDL sebesar 5-20%, tetapi perubahan

makanan atau suplemen seharusnya tidak digantikan untuk pengobatan dengan

sediaan yang lebih aktif. Serat ini hanya memiliki efek yang sedikit atau tidak sama

sekali terhadap konsentrasi kolestorel HDL atau trigliserida. Serat ini juga boleh

digunakan untuk pengaturan konstipasi yang berhubungan dengan resin asam

empedu.

Pencernaan 2-3 g/hari tanaman sterol dan stanol akan mengurangi LDL 6-

15%. Zat ini terdapat pada margarin di pasaran. Zat tambahan dari minyak ikan

memiliki efek yang cukup besar dalam pengurangan trigliserida dan kolesterol

VLDL, tetapi zat ini tidak memiliki efek untuk kolesterol total dan LDL atau dapat

meningkatkan fraksi ini.

Jika seluruh terapi diet ini dilakukan, perkiraan penurunan rata-rata LDL

berkisar antara 20-30%. Induksi penurunan berat badan hingga 10% harus

didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien yang kelebihan berat badan.

2. Aktivitas Fisik

Pada umumnya, aktivitas fisik teratur dan tidak terlalu berat, yaitu 30 menit

tiap harinya untuk sebagian besar hari dalam seminggu harus diusahakan. Setidaknya

untuk tiap latihan dapat mengeluarkan 200 kkal/hari.

3. Berhenti Merokok

Setiap pasien harus dianjurkan untuk berhenti merokok.

Tabel 2.5 Komponen esensial untuk terapi perubahan gaya hidup

Komponen Rekomendasi

Lemak Total 25-35% Kalori total

Lemak Jenuh <7% dari kalori total

Makanan berkolesterol < 200 mg/hari

Tanaman stanol/sterol 2 g/hari

Peningkat serat 10-25 g/hari

Karbohidrat 50-60% kalori total

Protein ± 15% kalori total

Total kalori Untuk meraih dan memelihara bobot badan yang

diinginkan

Aktivitas fisik Olahraga sedang yang cukup, setidaknya

mengeluarkan 200 kkal/hari

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 109: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

11

Universitas Indonesia

2.5.2. Algoritma Terapi Umum

[Sumber: National Cholesterol Education Program, 2001]

Gambar 2.3. Algoritma Terapi Umum untuk Hiperlipidemia

Keterangan Algoritma :

1. Pasien dengan dislipidemia, CHD, atau berisiko tinggi CHD

a. Penyebab sekunder tingkat lipid abnormal sebaiknya dipertimbangkan

dan diobati bila perlu.

b. Pasien dengan riwayat aterosklerosis non-koroner (termasuk penyakit

karotid vaskuler oklusif, aneurisme aorta abdominal, atau penyakit

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 110: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

12

Universitas Indonesia

vaskuler perifer) atau yang memiliki diabetes berisiko tinggi terkena

CHD.

2. Hitung 10-Year Risk for CHD

Faktor risiko penyakit jantung koroner sebaiknya dipertimbangkan dalam

evaluasi 10-year risk pada skrining pasien hiperkolesterolemia. The National

Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (ATP III)

mendefinisikasn risiko tinggi sebagai dua atau lebih faktor risiko CHD, yang

mengarah pada guideline (National Cholesterol Education Program, 2001

[Guideline]). Faktor risiko tersebut adalah:

a). Pria usia 45 atau lebih dan wanita usia 55 atau lebih. Orang tua dan pria

berisiko lebih besar terkena CHD dibanding orang muda dan wanita.

b). Keluarga dengan riwayat penyakit jantung koroner dini

c). Sedang merokok.

d). Hipertensi, tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (dikonfirmasi dengan

pengukuran pada beberapa kali) atau sedang menjalani pengobatan

antihipertensi.

e). Kadar kolesterol HDL rendah (kurang dari 40 mg/dL).

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 111: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

13

Universitas Indonesia

[Sumber: American Medical Association, 2001]

Gambar 2.4 Penilaian Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK)

2.5.3. Terapi Farmakologi

2.5.3.1 Terapi Farmakologi Secara Umum

Tujuan yang ingin dicapai pengobatan ini adalah penurunan kolesterol

total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang dari infark

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 112: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

14

Universitas Indonesia

miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia atau kejadian lain pada

penyakit arterial perifer seperti carotid stenosis atau aneurisme aortic abdominal.

Meskipun banyak obat penurun lipid, tidak ada yang efektif untuk semua

gangguan lipoprotein, dan semua agen tersebut dikaitkan dengan beberapa efek

samping. Obat penurun lipid secara luas dapat dibagi menjadi: (1) agen yang

menurunkan sintesis VLDL dan LDL, (2) agen yang meningkatkan klirens VLDL,

(3) agen yang meningkatkan katabolisme LDL, (4) agen yang mengurangi

penyerapan kolesterol, (5) agen yang meningkatkan HDL, atau beberapa

kombinasi dari karakteristik tersebut. Tabel 1.2 adalah daftar obat pilihan yang

direkomendasikan untuk setiap fenotipe lipoprotein dan agen alternatif serta terapi

kombinasinya.

Tabel 2.6 Efek Terapi Obat terhadap Lipid dan Lipoprotein

Obat Mekanisme Kerja Efek terhadap

Lemak

Efek terhadap

Lipoprotein

Kolestiramin,

kolestipol, dan

kolesevelam

Niasin

↑ Katabolisme

LDL

↓ Absorpsi

kolesterol

↓ Sintesis LDL,

dan

VLDL

↓ Kolesterol

↓Trigliserida dan

kolesterol

↓ LDL

↑ VLDL

↓VLDL,↓LDL,↑H

DL

Gemfibrozil,

finofibrat

↑Klirens VLDL

↓Sintesis VLDL

↑Katabolisme

LDL

↓Trigliserida dan

kolesterol

↓LDL

Lovastatin,

Pravastatin,

Simvastatin,

Fluvastatin,

Atorvastatin,

Rovusastatin

Ezetimib

↓Sintesis LDL

Menghambat

absorbsi

kolesterol

membatasi saluran

cerna

↓Kolesterol ↓LDL

Tabel 2.7 Fenotip Lipoprotein dan Anjuran Obat untuk Pengobatan

Tipe

Lipoprotein

Pilihan Obat Terapi Kombinasi

I Tidak diindikasikan -

IIa Statin

Kolestiramin atau Kolestipol

Nicain

Niacin atau BAR*

Statin atau niacin

Statin atau BAR

Ezetimib

IIb Statin

Fibrat

Niacin

BAR atau fibrat atau niacin

Statin atau niacin atau BAR

Statin atau fibrat

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 113: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

15

Universitas Indonesia

Ezetimib

III Fibrat

Niacin

Statin atau niacin

Statin atau fibrat

Ezetimib

IV Fibrat

Niacin

Niacin

Fibrat

V Fibrat

Niacin

Niacin

Minyak ikan *BAR, bile acid resins (resin pengikat asam empedu), termasuk gemfibrozil atau fenofibrat. BAR

tidak digunakan untuk terapi pertama jika trigliserida meningkat pada nilai awalnya, karena

hipertrigliria dapat diperburuk oleh BAR tunggal.

2.5.3.2 Obat Hiperlipidemia

Statin merupakan pilihan pertama karena mereka adalah agen penurunLDL

paling ampuh. Saat ini produk yang tersedia termasuk lovastatin, pravastatin,

simvastatin, fluvastatin, dan atorvastatin. Rosuvastatin adalah statin paling ampuh

saat ini di pasaran.Waktu paruh plasma semua statin yang dilaporkan pendek,

kecuali untuk atorvastatin dan rosuvastatin, yang mungkin menjelaskan mengapa

keduanya memiliki potensi yang besar.

Keputusan untuk menggunakan terapi obat pada hiperlipidemia harus

didasarkan pada kelainan metabolisme spesifik dan potensinya yang

menyebabkan aterosklerosis atau pankreatitis. Diet merupakan tambahan yang

diperlukan untuk terapi obat dan sebaiknya dilanjutkan untuk mencapai potensi

pada obat yangsempurna. Terapi obat pada hiperlipidemia sebaiknya dihindari

pada wanita yang mungkin akan hamil atau sedang menyusui.

1. Inhibitor HMG Co-A Reduktase (Statin)

Statin menghambat HMG CoA reductase, yaitu langkah yang membatasi

pada biosintesis kolesterol. Perubahan ini menghasilkan penurunan kadar

kolesterol LDL. Inhibisi sintesis kolesterol menurunkan kandungan kolesterol

hepatik, menghasilkan peningkatan ekspresi reseptor LDL untuk mempertahankan

LDL intraseluler melalui mekanisme homeostatis yang menurunkan kadar

kolesterol LDL serum. Namun, sitokrom P450 7A1 (CYP7A1, kolesterol 7α-

hidroksilase), yang spesifik untuk hati, merubah kolesterol intraselular menjadi

asam empedu, yang menyebabkan penurunan kolesterol di hati. IDL dan VLDL

remnant juga dihilangkan melalui reseptor LDL yang menyebabkan penurunan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 114: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

16

Universitas Indonesia

trigliserida kaya protein. Statin juga menurunkan pelepasan lipoprotein hepatik ke

sirkulasi melalui penghilangan oleh reseptor LDL. Kolesterol disintesis dari asetil-

CoA. Sintesis mevalonat, yang dimediasi oleh HMG-CoA reduktase, merupakan

langkah yang membatasi, yang mengatur sintesis kolesterol.

Tabel 2.8 Dosis Statin

Obat Bentuk sediaan Dosis harian Dosis maksimum harian

Lovastatin

(Mevacor)

Tablet 20 dan 40

mg

20-40 mg 80 mg

Pravastatin

(Pravachol)

Tablet 10 dan 20

mg

10-20 mg 40 mg

Simvastatin

(Zocor)

Tablet 5, 10, 20,

40, dan 80 mg

10-20 mg 80 mg

Atorvastatin

(Lipitor)

Tablet 10 mg 10 mg 80 mg

Rosuvastatin

(Crestor)

Tablet 5 dan 10

mg

5 mg 40 mg

Waktu yang paling baik untuk meminum obat jenis Statin adalah malam

hari. Ini dikarenakan tubuh mulai mensintesis kolesterol saat asupan dari luar

berkurang, yaitu malam hari sebelum tidur. Semua obat dalam kelas statin harus

dikonsumsi malam hari kecuali Atorvastatin(Lipitor) dan Rosuvastatin(Crestor).

Kedua obat ini mempunyai efek kerja yang lebih lama sehingga bisa dikonsumsi

kapan saja. Obat lainnya (Simvastatin (Zocor), Pravastatin (Pravachol), dan

Fluvastatin (Lescol) memiliki efek kerja yang lebih singkat karena klirens hepatik

yang tinggi serta waktu paruh yang pendek. Alhasil bila dikonsumsi pada pagi

atau siang hari maka obat tersebut telah berhenti bekerja saat tubuh mulai

memproduksi kolesterol.

Secara umum, terapi statin dianggap aman karena efek samping merugikan

berat yang jarang terjadi. Kendati demikian pada beberapa kasus pasien mungkin

akan mengalami intoleransi terhadap statin. Secara khusus, statin menginduksi

terjadinya miopati, yang merupakan salah satu efek samping yang paling

merugikan pada penggunaan statin. Selain ini adanya peningkatan

aminotransferase serum, dianggap sebagai manivestasi adanya toksisitas hati.

Pada dasarnya efek samping merugikan statin dapat dihentikan dengan

penghentian penggunaan obat statin tersebut.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 115: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

17

Universitas Indonesia

Statin dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, kolestasis dan

miopati serta pada ibu hamil dan menyusui. Statin juga dapat berinteraksi dengan

antikoagula oral dan digoksin dengan meningatkan efek kedua obat tersebut.

Peningkatan resiko suatu miopati atau rhabdomiolisis juga terjadi pada pemberian

bersama dengan immunosupresan, fibrat, asam nikotinat dan eritromisin.

2. Niasin (Asam Nikotinat)

Niasin atau vitamin B3 merupakan vitamin larut air yang berpotensi

sebagai obat hiperlipidemia yang terbukti dapat mengurangi low-density

lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta meningkatkan high density lipoprotein

(HDL). Mekanisme kerja niasin yaitu dengan menghambat perpindahan asam

lemak bebas dari jaringan adiposa menuju hati sehingga menyebabkan penurunan

sintesis dan sekresi very-low-density lipoprotein (VLDL) dan konversi VLDL

menjadi low-density lipoprotein (LDL). Niasin juga dapat meningkatkan

konsentrasi high-density lipoprotein (HDL) sebesar 30% dengan menurunkan

katabolisme HDL.

Dosis niasin dimulai dengan dosis yang sedang misalnya 250 sampai 500

mg dua kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan sebesar 1000 mg sampai maksimal

3000 mg per hari. Namun pada dosis 3000 mg per hari kemerahan pada kulit

dapat terjadi.

Efek samping dari niasin adalah kemerahan pada kulit yang terjadi pada

kurang lebih 90% pasien. Untuk mengurangi kemerahan pada kulit pasien dapat

diberikan 325 mg aspirin dikonsumsi 30-60 menit sebelum konsumsi niasin.

Pasien dapat juga disarankan untuk konsumsi niasin setelah makan dan tidak

diminum dengan air panas. Beberapa efek samping niasin lainnya tercantum pada

tabel dibawah ini.

Tabel 2.9 Efek Samping Niasin

Kulit Memerah, kulit kering, pruritus, ichtyosis, acanthosis nigricans

Mata Konjungtivitis, edema makula, pelepasan retina

Pernapasan Hidung tersumbat

Saluran cerna Mulas, diare

Jantung Aritmia supreventrikular

Hati Hepatitis dengan mual dan kelelahan

Otot Myosistis

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 116: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

18

Universitas Indonesia

Niasin dikontraindikasikan untuk pasien penyakit liver aktif karena dapat

memperburuk gout dan diabetes yang telah ada.

3. Asam Fibrat (Gemfibrozil, Fenofibrat, Klofibrat)

Obat-obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor Peroxisome

prolifertor-activated receptor (PPARs), yang mengatur transkripsi gen. Akibat

interaksi dengan PPAR isotipe α (PPARα), maka terjadilah peningkatan sintesis

LPL, dan penurunan ekspresi Apo C III. Peninggian kadar LPL meningktkan

klirens lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo CIII akan

menurunkan VLDL. HDL meningkat karena peningkatan ekspresi Apo A1 dan

Apo AII. Klofibrat kurang efektif dibandingkan dengan gemfibrozil atau niasin

dalam menurunkan produksi VLDL.

Obat-obat turunan asam fibrat merupakan obat pilihan untuk kondisi

Trigliserida sangat tinggi dan LDL tinggi, atau Trigliserida tinggi dan HDL

rendah. Penyakit hati dan gagal ginjal yang parah serta pasien yang hipersensitif

terhadap obat ini.

Dosis Gemfibrozil 600 mg 2x sehari, diminum setengah jam sebelum

makan pagi dan makan malam. Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari.

Klofibrat diminum 2-4 kali sehari dengan dosis total 2 g/hari.

Golongan asam fibrat umumnya ditoleransi secara baik. Efek samping

yang paling sering ditemukan adalah gangguan saluran cerna (mual, muntah,

diare, perut kembung). Efek samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit,

alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah, gangguan irama

jantung.

Peningkatan toksisitas bila digunakan bersama statin, siklosporin,

furosemid, MAO Inhibitor, dan probenesid. Penurunan efek bila digunakan

bersama resin dan rifampin. Golongan fibrat dapat meningkatkan efek

klorpropamid, furosemid, sulfonylurea, dan warfarin.

4. Bile Acid Resin/BAR (Resin pengikat asam empedu)

Asam empedu yang merupakan metabolit kolesterol, dalam keadaan

normal direabsorpsi dalam jejenumdan ileum dengan efisiensi sekitar 95%.

Peningkatan bersihan mencerminkan peningkatan konversi kolesterol menjadi

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 117: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

19

Universitas Indonesia

asam empedu dalam hati melalui 7α-hidroksilasi, yang dalam keadaan normal

dikontrol oleh umpan balik negative asam empedu.

Mekanisme kerja obat ini merupakan resin (damar) penukar ion yang

bersifat basa, yang mempunyai afinitas tinggi terhadap asamempedu. Asam

empedu akan diikat oleh resin ini, membentuk senyawa yang tidak larut dan tak

dapat direabsorbsi untuk selanjutnya diekskresi melalui feses. Dengan demikian

ekskresi asamempedu yang biasanya sedikitakibat peredaran darah enterohepatik,

dapat ditingkatkan hampir 10 kalinya. Kekurangan asam empedu didapat dari

sintesis baru dari kolesterol (yang terdapat dalam LDL), dengan demikian kadar

LDL plasma menurun.

Penggunaan: obat ini (yang biasa dikombinasi dengan diet atau niasin)

adalah obat-obat pilihan dalam mengobati hyperlipidemia tipe IIa dan IIb. Efek

samping pada gastrointestinal yaitu, konstipasi, mual dan kembung (flatulen),

mengganggu absorbsi vitamin larut lemak (A,D,E,K) pada resin dosis tinggi.

Berinteraksi dengan Tetrasiklin, Fenobarbital, Digoksin, Warfarin,

Pravastatin, Fluvastatin, Aspirin dan Diuretik Tiazid dengan mengganggu

absorbsinya dalamusus. Karena itu, obat-obat tersebut harus diminum 1-2 jam

sebelum atau 4-6 jam setelah obat resin pengikat empedu diminum.

Kolestipol dan kolestiramin adalah preparat granular yang tersedia

dalambungkus 5 g dan 4 g, berturut-turut, dalam bubuk atau sebagai tablet

peningkatan dosis secara bertahap dari 5 gram atau 4 gram/hari sampai 20

gram/hari secara oral. Jumlah dosis 30-32 gram/hari mungkin diperlukan untuk

efek maksimum. Dosis biasa untuk anak 10-20 g/hari. Resin dicampurkan dengan

sari buah atau air yang dibiarkan terhidrasi selama 1 menit. Harus diminum 2 atau

3 dosis bersama makanan.

5. Omega-3

Minyak ikan, kaya akan asam lemak omega-3 yaitu asam eicosapentaenoic

(EPA) dan asam decosahexaenoic (DHA). Minyak ikan menurunkan sintesis

VLDL. Dengan demikian dapat juga menurunkan kadar kolesterol. Obat ini

dipasarkan dalam bentuk kapsul dengan dosis yang tergantung dari jenis asam

lemak omega – 3.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 118: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

20

Universitas Indonesia

Dosis obat tergantung dari jenis kombinasi asam lemak. Sebagai contoh

Maxepa yang terdiri atas 18% asam eicosapentaenoic dan 12% asam

decosahexaenoic diberikan dengan dosis 10 kapsul sehari.

6. Ezetimibe

Ezetimibe merupakan obat hiperlipidemia yang bekerja dengan

menghambat absorpsi kolesterol dari makanan dalam usus. Ezetimibe berikatan

dengan protein NPC1L1 pada sel epitel usus. Karena absorpsi kolesterol menurun

maka kadar VLDL dan LDL dalam tubuh juga menurun. Ezetimibe digunakan

untuk mengobati kolesterol tinggi dan hanya bagian dari program pengobatan

lengkap yang juga mencakup diet, olahraga, dan pengendalian berat badan,

kadang-kadang diberikan dengan obat penurun kolesterol lainnya.

Ezetimibe merupakan pengobatan alternatif yang memblokir sekitar 55%

dari penyerapan kolesterol dalam usus dan mengurangi kembalinya kolesterol dari

usus ke hati. Data yang disajikan pada pertemuan American Diabetes Association

2005 tahunan pada pemakaian bersamaan ezetimibe / simvastatin tablet

menunjukkan penurunan LDL-C tingkat 52% dan non-HDL-C tingkat sekitar

48%. Ezetimibe menjadi obat baru dengan berdampak tidak hanya LDL-C, tetapi

tingkat HDL-C juga.

Diindikasikan untuk hiperkolesterolemia, sitosterolemia homozigot, dan

hiperkolesterolemia familial homozigot. Dosis 10 mg/ hari dapat diberikan setelah

atau sebelum makan. Dikontra indikasikan pada pasien hipersensitif dan gangguan

ginjal serta hati. Kombinasi ezetimibe dan statin dikontraindikasikan untuk wanita

hamil dan menyusui. (FDA kehamilan kategori C).

Efek samping yaitu Pembentukan batu empedu karena peningkatan sekresi

asam empedu, diare, athralgia, sinusitis, nyeri perut dan punggung. Dalam kasus

yang jarang terjadi, obat penurun kolesterol dapat menyebabkan suatu kondisi

yang mengakibatkan kerusakan jaringan otot rangka. Kondisi ini dapat

menyebabkan gagal ginjal. Jika memiliki nyeri otot yang tidak dapat dijelaskan

atau nyeri, kelemahan otot, demam atau gejala flu, dan urin berwarna gelap harus

segera hubungi dokter.

Ezetimibe tidak digunakan saat pemakaian cholestyramine (Prevalite,

Questran), colestipol (Colestid), atau colesevelam (Welchol), dikarenakan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 119: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

21

Universitas Indonesia

zetimibe dapat menurunkan AUC dari kolestiramin. Tunggu minimal 4 jam

setelah mengambil salah satu obat-obatan sebelum menggunakan ezetimibe, atau

gunakan Ezetimibe 2 jam sebelum mengambil salah satu obat-obatan lainnya.

Siklosporin dapat menurunkan kadar ezetimibe. Pada kombinasi ezetimibe dan

statin harus diperiksa fungsi hati pasien.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 120: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

22 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 – 26 April 2013 yang bertempat di

Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Resep yang akan dikaji adalah resep yang mengandung obat

antihiperlipidemia simvastatin generik pada periode bulan Oktober 2012 hingga

Maret 2013. Resep-resep yang mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin

selama periode bulan tersebut didata jumlah dan tanggalnya dari buku resep dan

kartu stok harian. Kemudian resep yang memenuhi kriteria dikumpulkan dan

dilakukan pengkajian selanjutnya.

3.3 Metode Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dicatat kemudian dihitung frekuensi

peresepannya. Data tersebut kemudian dilakukan rekapitulasi dan analisis data

yang disesuaikan dengan literatur.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 121: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

23 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek

Atrika, dilakukan pengkajian resep yang mengandung obat antihiperlipidemia

simvastatin yang diterima oleh Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 –

Maret 2013. Tujuannya adalah untuk mengetahui profil peresepan dan

penggunaan obat antihiperlipidemia simvastatin di apotek ini. Dengan demikian,

diharapkan dapat diketahui frekuensi pembelian obat simvastatin selama periode

tersebut. Simvastatin yang dilakukan pengkajian adalah simvastatin 10 mg

generik, karena simvastatin yang terdapat di Apotek Atrika dan banyak

diresepkan adalah jenis generik.

Rekapitulasi resep yang mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin

di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 – Maret 2013 dapat dilihat pada

Tabel 4.1. Selama periode tersebut, jumlah resep yang mengandung obat

antihiperlipidemia simvastatin adalah 10 resep.

Tabel 4.1. Rekapitulasi Resep yang Mengandung Obat Antihiperlipidemia

Simvastatin di Apotek Atrika Periode Oktober 2012 – Maret 2013

Simvastatin 10 mg Resep Penjualan Bebas

Tanggal/bulan/tahun

1/10/2012 1/10/2012

3/10/2012 8/10/2012

31/10/2012 18/10/2012

16/11/2012 24/10/2012

10/12/2012 3/11/2012

26/12/2012 4/11/2012

29/12/2012 9/11/2012

22/3/2013 19/11/2012

20/11/2012

3/12/2012

18/12/2012

21/12/2012

2/1/2013

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 122: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

24

Universitas Indonesia

8/1/2013

1/2/2013

4/2/2013

8/2/2013

1/3/2013

2/3/2013

5/3/2013

15/3/2013

22/3/2013

Jumlah Penjualan 8 resep 22 tanpa resep/bebas

Dari hasil pengkajian resep yang diterima Apotek Atrika selama periode

Oktober 2012 – Maret 2013, terdapat 8 pasien yang menebus obat simvastatin

menggunakan resep, sementara penjualan terbanyak yaitu 22 pasien hanya

melakukan penjualan bebas. Seperti diketahui penyakit hiperlipidemia ini adalah

penyakit degeneratif yang terapinya berlangsung terus menerus sepanjang hidup

pasien, sehingga pasien perlu meminum obatnya sepanjang hidupnya. Oleh karena

itu pasien cenderung hanya membawa resep pada kali pertama ia berobat ke

dokter diawal masa sakitnya, dan setelah itu pasien cenderung langsung membeli

obat yang sama secara bebas di apotek tanpa melakukan pemeriksaan ke dokter

kembali terlebih dahulu.

Frekuensi penjualan obat antihiperlipidemia simvastatin oleh pasien

dengan menggunakan resep ataupun pembelian bebas selama periode Oktober

2012 – Maret 2013 di Apotek Atrika dapat dilihat pada Gambar 4.1. Jumlah resep

yang mengandung simvastatin terbanyak berada pada bulan Oktober dan

Desember 2012 masing-masing sebanyak 2 lembar resep. Sementara itu, pada

bulan Januari dan Februari 2013 Apotek Atrika tidak menerima resep yang

mengandung obat simvastatin. Untuk penjualan bebas, dari 6 bulan periode

analisis menunjukkan selalu ada penjualan obat simvastatin secara bebas tanpa

menggunakan resep, dimana penjualan bebas terbanyak adalah pada bulan

November 2012 dan Maret 2013 masing-masing dengan 5 penjualan obat.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 123: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

25

Universitas Indonesia

Gambar 4.1. Frekuensi penjualan Obat Antihiperlipidemia Simvastatin

menggunakan resep dan bebas selama Periode Oktober 2012 –

Maret 2013 di Apotek Atrika

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam terapi hiperlipidemia adalah

terapi secara non-farmakologi yaitu terapi perubahan gaya hidup. Perubahan gaya

hidup yang dimaksud berupa diet, aktivitas fisik dan berhenti merokok. Terapi

diet yang objektif adalah menurunkan langsung konsumsi lemak total, lemak

jenuh dan kolesterol untuk mendapatkan berat badan yang ideal. Peningkatan

konsumsi serat larut air dalam bentuk oat, pektin, gum dan psyllium dapat

berpengaruh dalam menurunkan kolesterol total dan LDL sebesar 5-20%.

Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah yang teratur dan tidak terlalu berat, yaitu

sekitar 30 menit setiap harinya dan diusahakan dilakukan dalam seminggu. Pasien

yang merokok juga harus menghentikan kebiasaan merokoknya untuk

memperbaiki kesehatan pembuluh darahnya. Komponen esensial untuk terapi

perubahan gaya hidup dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Setelah terapi non-farmakologi dilakukan dan masih belum mencapai

tujuan pengobatan, dilakukan terapi farmakologi untuk menurunkan kolesterol

total dan LDL yang dapat mengurangi resiko pertama atau berulang dari infark

miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain. Tidak ada obat

penurun lipid yang efektif untuk semua gangguan lipoprotein, sehingga

pemilihannya harus sesuai dengan manifestasi kliniknya.

0

1

2

3

4

5

6

Okt-12 Nov-12 Des-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13

Ju

mla

h P

enju

ala

n

Bulan

Frekuensi Penjualan Obat

Antihiperlipidemia Simvastatin

Penjualan Resep

Penjualan Bebas

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 124: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

26

Universitas Indonesia

Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai cara konseling dari

salah satu contoh resep obat dari 8 resep obat antihiperlipidemia simvastatin yang

diterima di Apotek Atrika pada periode Oktober 2012 – Maret 2013, yaitu yang

mengandung simvastatin 10 mg generik. Resep yang dipilih untuk dibahas dan

diberikan cara konselingnya yaitu resep GKI (Gereja Kristen Indonesia) tanggal 1

Oktober 2012 dan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

ATRIKA Jl. Kartini raya No. 34 A Jakarta Pusat 10750

A P O T I K 629 8888

Copy Resep : Unit Farmasi St. Carolus 24/9/12 no.00248

Resep Dr. : Parlin Tgl, 5 – 12 – 12

Untuk : Ny. Yu Hun Nio No. GKI

Jakarta, 1 – 10 – 12

R/ Acid Folic No. XX

S1 dd 1 det orig

R/ Leparson No. XC

S3 dd 1 det orig

R/ Simvastatin No. XXX

S 0-0-1 det orig

ATRIKA

A P O T I K

Gambar 4.2 Ketikan Ulang Resep tanggal 1 Oktober 2012

Di dalam resep yang dituliskan pada tanggal 1 Oktober 2012 tersebut

terdapat Asam Folat, Leparson dan Simvastatin. Informasi mengenai obat-obat

dalam resep tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 125: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

27

Universitas Indonesia

Tabel 4.2 Informasi obat-obat yang tertulis di resep

Nama Obat

Kandungan

Indikasi

Dosis Efek Samping

Kontraindikasi

Asam Folat Asam folat

1 mg

Defisiensi asam

folat, suplemen

selama masa

hamil dan

laktasi, kondisi

dimana

kebutuhan asam

folat meningkat,

anemia

megaloblastik

karena

defisiensi asam

folat, inflamasi

kronik.

Defisiensi

asam folat

Dosis awal:

0.25-1

mg/hari,

dosis

lanjutan:

0.25-0.5

mg/hari.

Hamil atau

menyusui :

0.5-1

mg/hari.

Anemia

megaloblastik

0.5-1 mg/hari

Reaksi alergi

atau

hipersensitivitas

Anemia

Pernisiosa

Leparson®

Levodopa

100 mg,

Benserazid

HCl 25 mg

Penyakit

Parkinson,

kecuali yang

diinduksi oleh

obat.

Awal : 3-4 x

½ tab

Pemeliharaan

: 3 x 2 tab

Anoreksia,

artimia,

hipotensi

ortostatik,

diskinesia,

gangguan

gastrointestinal

Glaukoma sudut

sempit, psikosis,

gangguan ginjal,

hati, paru dan

jantung.

Simvastatin Simvastatin

10 mg

Mengurangi

kadar kolesterol

total dan LDL

Awal : 1 x 10

mg

Ringan : 1 x

5 mg

Nyeri

abdominal,

konstipasi,

flatulen,

astenia, nyeri

kepala, mual,

hipersensitif.

Kehamilan dan

menyusui,

penyakit hati

aktif, peningkatan

transaminase

serum,

hipersensitif

[Sumber : ISO Volume 47- 2012/2013]

Berdasarkan resep pasien diatas yaitu Ny. Y yang berjenis kelamin wanita,

dapat disimpulkan ada beberapa penyakit yang diderita oleh pasien, yaitu

hiperlipidemia dan gejala penyakit parkinson. Simvastatin 10 mg diberikan

sebanyak 30 tablet untuk diminum 1 kali pada malam hari, karena signa yang

diberikan oleh dokter adalah S 0 – 0 – 1. Simvastatin bekerja menghambat HMG

Co-A reduktase, yaitu langkah dalam sintesis kolesterol, perubahan ini juga

menghasilkan penurunan kadar kolesterol LDL. Agen antihiperlipidemia ini

diberikan secara tunggal, dan statin merupakan agen penurun kolesterol total dan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 126: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

28

Universitas Indonesia

LDL yang paling poten dan ditoleransi paling baik. Kolesterol total dan LDL akan

direduksi hingga 30% atau lebih.

Leparson® yang mengandung Levodopa 100 mg dan Benserazid HCl 25

mg diresepkan oleh dokter sebanyak 90 tablet, diberikan 3 kali sehari untuk

mengatasi gejala penyakit parkinson, yang tidak disebabkan oleh obat. Parkinson

adalah gangguan gerak/motorik karena berkurang/hilangnya neuron dopamin di

bagian nigrostiatal yang menghasilkan penurunan aktivitas kortikal dan gangguan

motorik. Gejalanya berupa bradikinesia, ketidakseimbangan, tremor saat istirahat,

kekakuan dan gejala lainnya. Leparson tidak berhubungan dengan gejala

hiperlipidemia, oleh karena itu obat ini diberikan untuk mengatasi gejala

parkinson pasien.

Asam folat 1 mg diberikan sebagai suplemen untuk mengatasi gejala yang

dimiliki oleh pasien Ny. Y, dapat berupa defisiensi asam folat, suplemen selama

masa hamil dan laktasi, kondisi dimana kebutuhan asam folat meningkat, anemia

megaloblastik atau pun inflamasi kronik. Asam folat diminum 1 x sehari dapat

diminum dengan atau tanpa makanan.

Dari ketiga obat diatas, yaitu Simvastatin, Leparson®

dan asam folat, tidak

ditemukan adanya interaksi antar obat seperti interaksi farmakodinamik dan

farmakokinetik (The Medical Letter, 2005). Oleh karena itu resep ini dapat

dikatakan rasional dari segi tidak adanya interaksi yang terjadi.

Hiperlipidemia adalah penyakit kronik yang masuk dalam kriteria pasien

yang membutuhkan konseling. Konseling dilakukan untuk meningkatkan

pemahaman pasien tentang penyakit dan obat-obat yang diterimanya sehingga

dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat. Dengan pemahaman

tersebut, diharapkan pasien dapat lebih bertanggung jawab dan turut serta dalam

upaya penyembuhan penyakitnya.

Kegiatan konseling yang dilakukan dimulai dengan menanyakan hal-hal

yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode

open-ended question. Pertanyaan utama dalam konseling meliputi 3 pertanyaan,

yaitu tentang apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara

pemakaian obat, dan efek yang diharapkan dari obat tersebut. Hal ini dilakukan

untuk mencegah ternyadinya perbedaan antarta informasi yang nantinya diberikan

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 127: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

29

Universitas Indonesia

apoteker bila dibandingkan dengan apa yang sebelumnya telah dikatakan dokter

kepada pasien. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sedikitnya ada 4

aspek konseling yang harus diberikan, yaitu deskripsi dan kekuatan obat, waktu

dan cara penggunaan obat, efek samping obat, cara penyimpanan obat.

Untuk pasien Ny. Y yang menerima resep pada tanggal 1 Oktober 2012,

perlu diberikan informasi mengenai deskripsi dan kekuatan obat yang terkandung

didalamnya seperti Simvastatin 10 mg sebagai obat hiperlipidemia, Leparson®

yang mengandung Levodopa 100 mg dan Benserazid HCl 25 mg untuk mengatasi

gejala parkinson yand diderita pasien dan asam folat 1 mg sebagai suplemen

dalam kondisi defisiensi asam folat dan kondisi dimana kebutuhan asam folat

meningkat. Hal ini perlu dilakukan untuk mendidik pasien agar sadar terhadap

duplikasi jika diberikan obat lain yang memiliki kandungan zat aktif yang sama.

Selanjutnya diberikan informasi tentang waktu dan cara penggunaan obat.

Simvastatin 10 mg diminum 1 kali sehari dianjurkan diminum pada malam hari

karena tubuh mulai mensintesi kolesterol saat asupan dari luar berkurang, yaitu

pada malam hari sebelum tidur. Leparson®

digunakan 3 kali sehari 1 tablet, dan

karena dalam satu hari terdapat 24 jam, maka diusahakan untuk meminum kedua

obat ini setiap 8 jam sekali. Namun, jika tidak memungkinkan karena jam tidur

yang lebih cepat, maka obat dapat diminum setiap 7 jam sekali, yaitu pada jam 7

pagi, jam 2 siang, dan jam 9 malam sebelum tidur. Leparson® dapat diminum

setengah jam sebelum makan atau 1 jam setelah makan, karena absorbsinya lebih

baik ketika perut keadaaan kosong. Asam folat 1 mg diminum 1 kali sehari 1

tablet, dapat diminum setelah makan. Pasien diminta untuk meminum obat dengan

air putih, tidak dengan teh atau susu untuk mencegah kemungkinan interaksi.

Ketiga obat ini merupakan tablet biasa, sehingga boleh saja dikunyah atau

digerus.

Aspek konseling lain yang harus diberikan adalah efek samping dan cara

penyimpanan obat. Untuk mencegah ketidakpatuhan pasien minum obat,

sebaiknya informasi efek samping obat yang diberikan adalah efek samping obat

yang paling sering muncul. Jika terjadi gejala nyeri perut, konstipasi, flatulen,

nyeri kepala dan mual, maka gejala tersebut adalah efek dari bekerjanya obat

simvastatin sebagai obat hiperlipidemia. Jika terdapat gejala seperti anoreksia,

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 128: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

30

Universitas Indonesia

artimia, pusing saat berdiri dari posisi duduk (hipotensi ortostatik), gerak tubuh

yang tidak disadari dan gangguan pencernaan, gejala tersebut adalah efek dari

obat parkinson yang diminum yaitu Leparson®, diharapkan pasien untuk perlahan-

lahan jika berdiri dari posisi duduk. Apabila terdapat reaksi alergi setelah

mengkonsumsi asam folat, maka diharapkan pasien menghentikan sementara

konsumsi asam folat. Pasien juga harus diedukasikan bahwa gejala-gejala yang

telah disebutkan adalah efek yang umum terjadi pada pemakaian obat, namun

apabila gejala yang ditimbulkan sangat mengganggu pasien, disarankan pasien

mengunjungi kembali dokternya untuk pengaturan kembali obat. Jika tidak

disebutkan cara penyimpanan khusus dari brosur/kemasan obat, maka dapat

diinformasikan kepada pasien untuk menyimpan ketiga obat tersebut pada tempat

yang sejuk, kering, dan tidak terkena cahaya matahari langsung, tidak di tempat

lembab seperti di kamar mandi.

Perlu diberitahukan juga agar pasien melakukan perubahan gaya hidup

terkait dengan penyakit hiperlipidemia yang diderita. Pasien disarankan untuk

melakukan diet konsumsi makanan yang mengandung lemak dan kolesterol,

melakukan aktivitas fisik yang teratur setiap hari selama 30 menit dan berhenti

mengkonsumsi rokok dan minuman beralkohol.

Dalam melakukan konseling sebaiknya digunakan kata-kata yang mudah

dipahami pasien, tunjukkan fisik obat saat menjelaskan obat, dan pastikan pasien

mengerti tentang informasi yang diberikan, dengan cara menanyakan kembali apa

yang sudah kita jelaskan.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 129: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

31 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1). Berdasarkan hasil rekapitulasi resep yang diterima Apotek Atrika pada

periode Oktober 2012 sampai Maret 2013, pasien yang datang untuk

menebus obat antihiperlipidemia simvastatin 10 mg generik sebanyak 8

pasien, sementara 22 pasien melakukan pembelian secara bebas tanpa resep

dari dokter.

2). Resep tanggal 1 Oktober 2012 dipilih sebagai resep yang akan dianalisa

kesesuaiannya dan cara pemberian konselingnya. Didalam resep tersebut

terdapat Asam folat 1 mg, Leparson® (Levodopa 100 mg dan Benserazid

HCl 25 mg), dan Simvastatin 10 mg. Aspek konseling yang diberikan pada

pasien dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Aspek konseling minimum yang perlu diberikan kepada pasien

Nama Obat

Kandungan

Indikasi

Dosis Efek Samping Cara

Penyimpanan

Asam Folat Asam folat

1 mg

Defisiensi asam

folat, suplemen

selama masa

hamil dan

laktasi, kondisi

dimana

kebutuhan asam

folat meningkat,

1 x sehari 1

tablet

diminum

setelah

makan

Reaksi alergi

atau

hipersensitivitas

Simpan di tempat

sejuk dan kering,

hindarkan cahaya

matahari langsung

Leparson®

Levodopa

100 mg,

Benserazid

HCl 25 mg

Penyakit

Parkinson.

3 x 1 tablet

Diminum ½

jam sebelum

atau 1 jam

sesudah

makan

Anoreksia,

artimia, pusing

ketika berdiri,

gerakan tidak

terkontrol,

gangguan

pencernaan

Simvastatin Simvastatin

10 mg

Mengurangi

kadar kolesterol

total dan LDL

1 x 1 tablet

diminum

pada malam

hari sebelum

tidur

Nyeri perut,

konstipasi,

buang gas,

nyeri kepala,

mual

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 130: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

32

Universitas Indonesia

5.2 Saran

Berdasarkan hasil rekapitulasi resep pada periode Oktober 2012 sampai

Maret 2013, telah didapatkan pola konsumsi obat antihiperlipidemia simvastatin

sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan pengadaan komoditas

obat di apotek. Selain itu, diharapkan apoteker dapat secara aktif memberikan

konseling kepada pasien-pasien yang membeli obat di apotek sesuai dengan

kebutuhannya.

Perlu diperhatikan pembelian obat simvastatin secara bebas, karena

simvastatin merupakan obat keras yang hanya dapat dibeli dengan resep dari

dokter dan bukan merupakan golongan obat wajib apotek. Sehingga penjualan

bebas dari pasien yang hanya membawa resep dokter pada kunjungan pertama kali

dan setelahnya membeli bebas perlu disarankan untuk mengunjungi dokter untuk

kelanjutan terapi serta diberikan informasi cara penggunaan dan efek samping

yang dapat terjadi.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 131: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

33 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

American Medical Association. (2001). Executive Summary of The Third Report

of The National Cholesterol Education (NCEP) Expert Panel on Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult

Treatment Panel III). National Cholesterol Education Program Vol. 285

No.19.

Botham, K.M. & Mayes, P.A. (2009). Pengangkutan & Penyimpanan Lipid. In

Murray, R.K., Granner, D.K., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper (Ed. ke-

27, p. 225). Jakarta: Penerbit EGC, 225-234.

Corwin, E.J., Handbook of Pathophysiology 3rd edition. 2008. USA: Lippincott

Williams & Wilkins.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru.

DiPiro, Joseph T., et al. (1997). Pharmacoteraphy A Pathophysiologic Approach.

Stamford : Appleton & Lange.

Dipiro, J. T., Robert, L., Yees, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.

(2005). Pharmacoterapy A Pathologic Approach Sixth Edition. New York:

McGraw-Hil Companies, Inc.

Ikatan Apoteker Indonesia. (2011-2012). Informasi Spesialite Obat Indonesia

Volume 46. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI

Penerbitan.

Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. (2003). Harper’s

Illustrated Biochemistry, 26th Ed. United States: McGraw Hill.

The Medical Letter® On Drugs and Therapeutics. (2005). Adverse Drug

Interaction Program for Windows. New York : The Medical Letter.

US Departemen of Health and Human Service Public Health Service, National

Institut of Health, National Health and blood Institute. 2001. National

Cholesterol Education Program.

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 132: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

LAMPIRAN

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 133: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 134: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

34

Lampiran 1. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (1)

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 135: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

35

Lampiran 2. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (2)

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 136: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

36

Lampiran 3. Contoh resep mengandung obat antihiperlipidemia simvastatin (3)

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013

Page 137: PR-Reza Hermawan-Laporan.pdf

37

Lampiran 4. Nama, Alamat dan No. Telp Pedagang Besar Farmasi (PBF)

No. Nama Obat Nama PBF Alamat dan No. Tlp

1. Simvastatin PT.Kimia Farma Cabang Jakarta-1

Komplek Majapahit Permai Blok A

105-106. Jalan Majapahit No. 18-22

Jakarta Pusat

Telp. (021) 34833395 s/d 34833397

Fax. 34833453

PT. Anugerah

Argon Medica

(AAM)

Jalan Petojo Melintang 17, Jakarta

Pusat 10160

Telp. (021) 3861271

Website : www.anugrah-argon.com

PT. Enseval

Putera

Megatrading Tbk.

Jalan Pulo Lentut No. 10 Kawasan

Industri Pulo Gadung, Jakarta 13920

Telp. (021)4600200 Ext. 248, 259,

261

Fax. (021) 46820807

E-mail : [email protected]

PT. Bernofarm

Kompleks Harmoni Plaza Blok J3 - J4

Jl. Suryopranoto, Jakarta Pusat 10130

Phone : (62)-21-6318949 (hunting)

Fax : (62)-21-6318948

E-mail : [email protected]

Website : www.bernofarm.com

2. Asam Folat PT. Biomed Ruko Lokasari Complex Blok A-6,

Jl. Mangga Besar Raya, Jakarta Barat

11170,DKI Jakarta

Fax.(021) 6267416

Telp.(021) 6252387

Laporan praktek...., Reza Hermawan, FF, 2013