universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20359082-pr-ary...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 JANUARI– 27 JANUARI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ARY ANDRIANI, S. Farm
1106046723
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ARY ANDRIANI, S. Farm
1106046723
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Ary Andriani, S.Farm. NPM : 1106046723 Program Studi : Apoteker - Departemen Farmasi FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Apoteker di Direktorat Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 16-27 Januari 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Pengujian dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker – Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Drs. M. Taufik S, M.M., Apt. ( ...........................................)
Pembimbing 2 : Prof. Dr. Endang Hanani, M,Si, Apt.( ............................................)
Penguji : ........................................... ( ............................................)
Penguji : ........................................... ( ............................................)
Penguji : ........................................... ( ............................................)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan
pada tanggal 16 Januari – 27 Januari 2012 di Direktorat Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah
mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan PKPA ini penulis
tak luput mendapat bajyak bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari bberbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD selaku Direktur Jenderal Bina
kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Dr. Setiawan Soeparan, MPH. selaku Direktur Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, atas pengarahannya selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker.
3. Drs. M. Taufik S, Apt, MM selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan
dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas
bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja
Porfesi Apoteker.
4. Ibu Endah Sri Suharti selaku Kepala Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan atas bimbingan dan arahan yang
diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Porfesi Apoteker.
5. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt. selaku Ketua Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
v Universitas Indonesia
6. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
7. Ibu Prof. Dr. Endang Hanani, M.Si., Apt. Selaku pembimbing dari
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia yang telah
memberikan pengerahan dan bimbingan selama penulisan laporan PKPA.
8. Seluruh staf Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia dan
Seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
9. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang
telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan
dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.
Depok, Juni 2012
Penulis
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv DAFTAR ISI .............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ..................................................................... 3 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan .................................. 3
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN .......................... 13 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi .......................................................... 13 3.2 Tujuan ..................................................................................... 14 3.3 Sasaran .................................................................................... 14 3.4 Strategi Intervensi ................................................................... 14 3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .............................................................. 15 3.5 Sumber Daya Manusia ............................................................. 20
BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................... 22 4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat ............... 23 4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ................................................................................ 24 4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ................................................................................ 28 4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ....................................................... 30
BAB 5 PENUTUP .................................................................................... 32 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 32 5.2 Saran ....................................................................................... 33
DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 34 LAMPIRAN ............................................................................................... 35
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
vii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Tabel Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .............................................................. 21
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
viii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan ............................ 35 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan .................................................................. 36 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan ............................................. 36 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan .............................................................. 37 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ... 37 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan ........................................................................ 38 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ............................................................................ 38
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat. Tanggung jawab tersebut dikhususkan
pada pelayanan publik. Terkait dengan sumber daya di bidang kesehatan,
pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya yang adil dan
merata bagi seluruh masyarakat agar memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Depkes RI, 2009).
Dalam mewujudkan penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat maka Departemen Kesehatan membentuk Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada tahun 2002. Kemudian
pada tahun 2010 Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki satu
Sekretariat Direktorat Jenderal dan empat direktorat. Salah satu diantara direktorat
tersebut adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang
menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara merata dan
terjangkau oleh masyarakat pada pelayanan kesehatan dasar (Kementerian
Kesehatan, 2010b).
Untuk menjamin ketersediaan dan terjangkaunya obat dan perbekalan
kesehatan maka diperlukan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang
profesional salah satunya adalah apoteker. Apoteker merupakan tenaga
kefarmasian yang memiliki kompetensi dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian yang dalam hal ini berkaitan dengan penyediaan sediaan farmasi
(Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Pekerjaan Kefarmasian). Mengingat pentingnya peran apoteker dalam menjamin
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, maka calon apoteker perlu
melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan sehingga calon apoteker memperoleh gambaran
mengenai peran apoteker sebagai pembuat kebijakan dalam menjamin
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan bagi masyarakat yang ditetapkan dan
diterapkan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, terutama
di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker :
1. Memahami tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Memahami ruang lingkup kerja, tugas pokok, dan fungsi Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3. Mengetahui kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
pada tahun 2011.
4. Mengetahui peran apoteker sebagai pembuat kebijakan dalam menjamin
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan bagi masyarakat yang ditetapkan
dan diterapkan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi
sebagai berikut.
2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan, 2011)
2.1.1.1 Visi
Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan.
2.1.1.2 Misi
Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dam pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian
Kesehatan mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;
2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan;
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan;
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah; dan
5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.3 Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan, 2011)
Kementerian Kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu
keseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh
Kementerian Kesehatan. Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif,
efektif, dan bersih.
2.1.4 Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan, 2011)
Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010 –
2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan
dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global;
2. Meningkatkan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, pelayanan, dan
berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif
dan preventif;
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional;
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia
kesehatan yang merata dan bermutu;
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan; dan
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan,
berdayaguna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yang bertanggung jawab.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
2.1.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas
(Lampiran 1) :
1. Sekretariat Jenderal;
2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
4. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
5. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
6. Inspektorat Jenderal;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan;
9. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;
11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi;
13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;
14. Pusat Data dan Informasi;
15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
17. Pusat pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
18. Pusat Komunikasi Publik;
19. Pusat Promosi Kesehatan;
20. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan
21. Pusat Kesehatan Haji.
2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
2.2.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
2.2.1.1 Tugas
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
2.2.1.2 Fungsi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2 Tujuan (Kementerian Kesehatan, 2011)
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan
perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan
3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh
tenaga farmasi yang profesional.
2.2.3 Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan, 2011)
Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014
adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.
2.2.4 Kegiatan (Kementerian Kesehatan, 2011)
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan
meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan
4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2) :
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
1. Tugas dan Fungsi
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat
Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi :
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran;
b. Pengelolaan data dan informasi;
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan
hubungan masyarakat;
d. Pengelolaan urusan keuangan;
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan; dan
f. Evaluasi dan penyusunan laporan
2. Struktur Organisasi
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) :
a. Bagian Program dan Informasi;
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan
kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat
publik dan perbekalan kesehatan;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 4) :
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi
komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik dan penggunaan obat rasional;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi,farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat
rasional;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan
penggunaan obat rasional; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) :
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 6) :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Rumah Tangga;
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis
di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari
(Lampiran 7) :
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan
Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
13 Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan,
dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
3.2 Tujuan
Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlah
cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas
terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat
dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu
pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
dasar, sesuai peraturan yang berlaku.
3.3 Sasaran
Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah
meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan
dasar. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase
ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%, persentase penggunaan obat generik
di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 80%, dan persentase instalasi farmasi
Kab/Kota sesuai standar sebesar 80%.
3.4 Strategi Intervensi
Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara
lain :
a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang
dijalankan, antara lain:
1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis,
jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan
kualitas terjamin; dan
2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.
b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor
dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal :
1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di
unit pelayanan kesehatan dasar.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program
atau proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.
3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan terdiri dari :
1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
5. Subbagian Tata Usaha; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat.
3.5.1.1 Tugas dan Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi
Harga Obat menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standardisasi harga obat;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang analisis dan standardisasi harga obat;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga
obat; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
3.5.1.2 Struktur Organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas :
a. Seksi Analisis Harga Obat
Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b. Seksi Standardisasi Harga Obat
Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria harga obat.
3.5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan
teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di
bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.2.1 Tugas dan Fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
3.5.2.2 Struktur Organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas :
a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan.
b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang
ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan
teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan.
3.5.3.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3.2 Struktur Organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas :
a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat
publik dan perbekalan kesehatan; dan
b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat
publik dan perbekalan kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
3.5.4.2 Struktur Organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan terdiri atas :
a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan
program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik
dan perbekalan kesehatan.
3.5.5 Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan urusan Tata
Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas subbagian ini adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Subbagian Tata Usaha
berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program
dan referensi terkait;
2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Subbagian
Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan;
3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha dengan
memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan
dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna;
4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan
cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada
di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar
pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana;
5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan
diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari
unit kerja di lingkungan Direktorat;
6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/
perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan
kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan
Direktorat;
7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar
Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan
cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari
pegawai yang bersangkutan;
8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan
kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai
dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan
9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran
pelaksanaan tugas.
3.6 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 34 orang dengan perincian sebagai
berikut
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
Organisasi Jumlah SDM
Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1
Subdirektorat Analisis Obat dan Standardisasi Harga Obat 5
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik
Publik dan Perbekalan Kesehatan 6
Subbagian Tata Usaha 9
Total 35
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
22 Universitas indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1144/MENKES/PER/III/2010, kementerian kesehatan RI terdiri dari Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur
Jenderal yang membawahi empat direktorat yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
berupa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 yang menetapkan bahwa tujuan
dari pelayanan kefarmasian adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan
yang bermutu, bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan derajat kesehatan
setinggi-tingginya. Hal tersebut diwujudkan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dalam sebuah misi yaitu terjaminnya ketersediaan,
kemerataan, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan
kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/MENKES/PER/III/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan adalah melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari empat
subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat,
subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
dilakukan untuk dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan
tercapai.
4.1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat dalam melaksanakan
tugasnya dibagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi
Standardisasi Harga Obat. Seksi analisa harga obat bertugas untuk menganalisa
harga yang ada di pasaran. Sedangkan seksi standardisasi harga obat bertugas
untuk membuat kebijakan-kebijakan terkait penentuan harga obat. Output utama
dari subdirektorat ini adalah Surat Keputusan Harga Obat yang dikeluarkan tiap
tahun baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk
Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum.
Pengendalian harga obat dilakukan agar harga obat yang beredar di
masyarakat bersifat rasional. Harga obat yang rasional diartikan sebagai harga
yang terjangkau oleh masyarakat dan masih menguntungkan bagi pihak produsen.
Harga obat yang dikendalikan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan
pemerintah, maupun untuk masyarakat secara langsung melalui penjualan di
apotek. Harga obat generik perlu ditetapkan karena obat generik termasuk
komoditas yang berhubungan dengan hajat hidup masyarakat terutama untuk
pelayanan kesehatan dasar sehingga keterjangkauannya oleh masyarakat menjadi
sangat penting.
Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan
berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang bersifat independen.
Tim ini dibentuk oleh Menteri Kesehatan dan beranggotakan pihak-pihak yang
berasal dari perguruan tinggi (universitas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), praktisi kesehatan dan Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI). Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut
dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam
kondisi nyata Indonesia. Penetapan harga pada tiap daerah dapat berbeda-beda
sesuai dengan penggolongan regional yang dipengaruhi oleh jarak.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
4.2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi Perencanaan
Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Seksi Pemantauan
Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
4.2.1. Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Perencanaan merupakan salah satu tahap yang menentukan dalam proses
penyediaan dan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Perencanaan
yang tepat mengenai jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan dapat
mempelancar pelaksanaan PKD di masyarakat. Tujuan perencanaan penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan
kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan PKD
dengan mutu obat yang terjamin dan obat dapat diperoleh pada saat diperlukan.
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dilakukan
oleh Tim Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Terpadu di
Kabupaten/Kota yang dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota. Tim ini
akan melakukan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar instansi yang terkait
dengan masalah obat di setiap Kabupaten/Kota.
Perencanaan dilakukan dengan sistem dari bawah ke atas (bottom-up),
yaitu data kebutuhan diperoleh dari data pemakaian oleh Puskesmas setiap
bulan yang kemudian direkapitulasi menjadi suatu rencana kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan selama satu tahun. Dalam melakukan perencanaan,
Puskesmas akan menyerahkan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO
(Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). Selanjutnya, Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota merekapitulasi dan menganalisa kebutuhan obat
Puskesmas diwilayah kerjanya dan melaporkannya ke Dinas Kesehatan Propinsi
setiap tiga bulan sekali. Selanjutnya, Dinas Kesehatan Propinsi membuat laporan
ke Direktorat Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan. Ketepatan dan kebenaran
data di Puskesmas akan memengaruhi ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
secara keseluruhan di Kabupaten/Kota.
Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui
beberapa tahap, yaitu: (1) proses kompilasi, (2) proses perhitungan kebutuhan, (3)
proses proyeksi kebutuhan, (4) proses penyesuaian rencana pengadaan. Proses
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
kompilasi dilakukan dengan mengisi Formulir Kompilasi Pemakaian Obat (IFK-
1) dari masing-masing jenis obat untuk seluruh Puskesmas. Data pemakaian obat
di Puskesmas diperoleh dari LPLPO dan pola penyakit. Tahap proses perhitungan
kebutuhan obat yang dilakukan dengan metode konsumsi dan metode morbiditas.
Melalui metode konsumsi, kebutuhan dilihat dari data pemakaian obat beberapa
tahun sebelumnya. Untuk memperoleh data yang mendekati ketepatan, maka
perlu dilakukan analisa trend (regresi linear) pemakaian obat tiga tahun
sebelumnya atau lebih. Sedangkan melalui metode morbiditas, kebutuhan dilihat
dari pola penyakit dengan memerhatikan perkembangan pola penyakit dan lead
time. Perhitungan morbiditas diperoleh dari pengisian formulir IFK-2. Tahap
proses proyeksi kebutuhan obat dilakukan dengan membuat rancangan stok akhir
untuk periode yang akan datang dan menghitung rancangan kebutuhan obat untuk
tahun yang akan datang dengan mengisi Lembar Kerja Perencanaan Pengadaan
Obat menggunakan formulir IFK-3. Kemudian untuk tahap proses penyesuaian
rencana, pengadaan obat harus mempertimbangkan dana yang tersedia. Apabila
dana tidak mencukupi, perlu dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran dengan
menggunakan metode analisa ABC dan seleksi obat dengan menggunakan metode
analisa VEN.
Pembiayaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai melalaui berbagai sumber anggaran. Anggaran
untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit PKD berasal dari
APBN, APBD I, Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II, dan sumber-sumber lain,
seperti Asuransi Kesehatan (ASKES). Sebelum tahun 2010, pengadaan obat
berasal dari pusat (APBN) berupa obat dan perbekalan kesehatan yang
didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari APBD dan Dana Alokasi
Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau pengadaan obat. Setelah tahun
2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari pusat dialihkan dalam
bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diserahkan ke Kabupaten/Kota. Tujuan
dari kebijakan ini adalah untuk melaksanakan otonomi daerah dan agar
Kabupaten/Kota lebih mandiri dalam melakukan pengadaan obat. Namun, tidak
semua Kabupaten/Kota memperoleh DAK. Alokasi DAK bergantung pada
kemampuan finansial dan pendapatan kabupaten/kota. Daerah yang tidak
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
mendapatkan DAK, pengadaan obatnya berasal dari APBD. DAK yang diberikan
oleh pemerintah pusat hanya sebagai bantuan, sumber anggaran utama
kabupaten/kota dalam melakukan pengadaan obat publik dan perbekalan
kesehatan adalah APBD II. Saat ini pemerintah pusat hanya bertindak sebagai
pengelola stok pengaman obat publik dan perbekalan kesehatan nasional.
Stok pengaman nasional merupakan cadangan obat milik pemerintah pusat
untuk memenuhi permintaan obat yang sebelumnya tidak direncanakan seperti
pada saat kejadian luar biasa (KLB) suatu penyakit, bencana alam dan untuk
memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota, termasuk
Kabupaten/Kota yang baru terbentuk. Pengadaan stok pengaman dilakukan satu
tahun sekali oleh Kementerian Kesehatan RI. Obat-obat yang termasuk dalam
stok pengaman, meliputi obat untuk PKD, seperti obat-obat golongan analgetik-
antipiretik, antasida, antidiare, antibiotik, obat batuk, obat luka, dan obat kulit;
obat-obat program seperti obat TB Paru, obat filariasis, obat penyakit kelamin,
obat Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), obat perbaikan gizi dan obat polio;
obat-obat yang digunakan pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB), termasuk juga
obat-obat yang diperlukan pada saat terjadi bencana (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dalam hal ini
ditetapkan jadwal kegiatan yang disajikan dalam Rencana Kerja Operasional
untuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota
yang dimulai dari persiapan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan
pengendalian perencanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja
operasional untuk pengadaan juga dimulai dari persiapan pengadaan, pelaksanaan
pengadaan dengan menggunakan formulir IFK-4.
Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan sesuai
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah
antara pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
dan Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan
pengadaan barang/ jasa Instansi pemerintah melalui lelang, pemilihan langsung,
penunjukan langsung (untuk pengadaan skala kecil, telah dilakukan lelang ulang,
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
pengadaan yang sifatnya mendesak, penyediaan barang/jasa tunggal) dan
swakelola. Pengadaan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dilakukan melalui proses lelang. Hal ini bertujuan untuk
memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dan juga diharapkan akan memperoleh penawaran harga yang lebih bersaing.
Dalam pengadaan obat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar
memperoleh kualitas dan kuantitas yang baik, seperti kriteria obat dan perbekalan
kesehatan, metode pengadaan, persyaratan pemasok, penentuan waktu kedatangan
obat, penerimaan dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Pada
kriteria umum, dilakukan pemeriksaan admistratif obat sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Sedangkan pada kriteria mutu obat dilakukan pemeriksaan
organoleptik oleh Apoteker penanggung jawab Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Persyaratan pemasok dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas obat. Waktu
pengadaan dan kedatangan obat ditetapkan berdasarkan hasil analisis data sisa
stok, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, rata-
rata pemakaian, dan waktu tunggu/lead time. Berdasarkan hasil analisis dapat
diperoleh profil pemakaian obat, penetapan waktu pesan, dan waktu kedatangan
obat. Penerimaan dan pemeriksaan obat harus sesuai dengan jenis dan jumlah
serta sesuai dengan dokumen yang menyertainya. Selama proses pengadaan perlu
dilakukan pemantauan status pesanan untuk mempercepat pengiriman sehingga
efisiensi dapat ditingkatkan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
4.2.2. Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Pemantauan ketersediaan harus dilakukan agar memperoleh ketersediaan
obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, dan terjangkau untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemantauan
ketersediaan obat dilakukan menggunakan aplikasi software Sistem Informasi
Obat dengan sistem bottom up. Data penerimaan dan pengeluaran obat dikirimkan
oleh pihak Puskesmas ke Instalasi Farmasi kabupaten/kota setiap tiga bulan
sekali. Kemudian Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota meneruskannya ke
Pemerintah Pusat. Pemantauan ketersediaan dilakukan berdasarkan obat indikator.
Obat indikator tersebut dipilih berdasarkan kesepakatan dari pertemuan nasional
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
dan biasanya merupakan obat dari sepuluh penyakit terbanyak atau obat yang
banyak digunakan.
Penggunaan software Sistem Informasi Obat digunakan agar diperoleh
pengawasan secara real time. Namun cara ini memiliki kendala dalam
pelaksanaannya, yaitu diperlukan SDM yang terlatih dalam menggunakannya dan
adanya kemungkinan rusaknya software yang disebabkan oleh virus. Selain itu
software Sistem Informasi Obat tersebut tidak dapat digunakan sebagai parameter
dalam melakukan perencanaan obat di periode-periode berikutnya. Keputusan
dalam perencanaan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan tetap berdasarkan
perencanaan yang matang dengan melihat berbagai aspek seperti pola
penggunaan sebelumnya baik melalui metode konsumsi maupun metode
morbiditas dan melihat anggaran yang tersedia.
4.3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam
melaksanakan tugasnya dibagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Seksi Bimbingan dan
Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi, pengendalian,
pemantauan dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,
2010). Tugas tersebut dilaksanakan untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu
tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang memiliki kualitas yang tetap baik
selama proses pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan hingga sampai kepada
masyarakat pada unit PKD.
Pada tahun 2011 Subdirektorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
memiliki program untuk melakukan harmonisasi pengadaan obat di Tingkat Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten /Kota. Harmonisasi ini diperlukan untuk mensinergiskan
obat program dengan PKD pada pelayanan kesehatan dasar. Obat PKD adalah
obat-obat untuk pelayanan kesehatan dasar yang termasuk dalam obat DOEN
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
(Daftar Obat Esensial Nasional) dan obat program adalah obat yang disediakan
untuk program kesehatan khusus yang diadakan oleh pemerintah dalam hal ini
Kementerian Kesehatan seperti TBC, malaria, dan AIDS. Dalam kedua jenis obat
ini sering ditemui beberapa obat program termasuk dalam obat PKD seperti
amoksisilin. Hal ini dapat menjadi masalah karena dapat terjadi pemesanan ganda.
Oleh karena itu diperlukan harmonisasi pengadaan obat.
Hambatan yang dialami saat pelaksanaan pengelolaan adalah sulitnya
menyatukan pemahaman mengenai pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan
melalui satu pintu, hal ini disebabkan karena belum adanya pedoman
pendistribusian khusus obat publik dan perbekalan kesehatan. Berdasarkan hal
tersebut maka mulai dibuat rancangan pedoman pendistribusian obat yang baik.
Pedoman distribusi yang akan disusun diharapkan dapat menjaga mutu dan
stabilitas obat. Selain itu pedoman tersebut harus bersifat applicable yaitu mudah
dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan karena proses
distribusi dilakukan oleh pihak ketiga yaitu pihak penyedia jasa pengantaran.
Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki
pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan
pedoman instalasi farmasi yang lebih bertenaga. Terdapat beberapa tantangan
yang dapat menghambat terlaksananya program di tahun 2012 antara lain tidak
semua pihak menyetujui konsep yang dibuat, dalam membuat peraturan harus
mudah diikuti, serta pencatatan dan pelaporan agar obat tersebut tepat
penggunaan. Agar pedoman yang telah disusun dapat dilaksanakan sampai di
tingkat dasar, maka dibutuhkan sosialisasi pedoman berupa pelatihan yang
melalui jaur dari atas ke bawah (Top Down) yaitu dari pemerintah pusat
memberikan pelatihan ke tingkat propinsi, kemudian pelatihan berlanjut ke tingkat
kabupaten/kota, dan sampai ke tingkat PKD atau Puskesmas dalam bentuk mini
loka karya .
Evaluasi dilakukan tiap tahun oleh subdirektorat pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan. Hal yang dievaluasi adalah pelaksanaan kebijakan yang
tertuang dalam pedoman-pedoman yang berkaitan dengan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan. Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah pedoman-
pedoman telah diterapkan dengan baik dan kendala-kendala apa saja yang
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
mempersulit penerapan pedoman serta bagaimana cara mengatasinya. Dalam
mengatasi masalah yang terjadi di lapangan saat penerapan kebijakan adalah
dengan menambah kebijakan baru atau mengganti kebijakan yang tidak bisa
diterapkan dengan kebijakan baru yang lebih bisa diterapkan sesuai dengan
kondisi lapangan.
4.4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Proram Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
Tugas utama dari Subdirektorat ini adalah memantau dan mengevaluasi
apakah kegiatan dan program Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan yang dilakukan dapat mendukung pencapaian sasaran. Tiga indikator
penilaian adalah persentase ketersediaan vaksin, persentase penggunaan generik,
dan instalasi farmasi daerah yang sesuai standar. Target yang ditetapkan untuk
tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%,
persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 80%,
dan persentase instalasi farmasi kab/kota sesuai standar sebesar 80%. Berdasarkan
indikator evaluasi, Pada tahun 2011, kinerja yang diperlihatkan cukup baik. Hal
ini dilihat dari ketersediaan obat dan vaksin mencapai lebih dari 85% dan
penggunaan obat generik di atas 65%.
Berdasarkan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan akan diperoleh
output berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara
bottom up. Pengambilan data dilakukan dari struktur terendah kemudian di
rekapitulasi ke sektor diatasnya. Data dari Instalasi Farmasi Kabupaten /Kota
disampaikan melalui format laporan pemantauan, kemudian di laporkan setiap
dua bulan sekali secara berjenjang ke Dinas Kesehatan Propinsi atau secara
langsung ke Pusat.
Idealnya pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap tiga bulan (triwulan)
untuk mengetahui dinamika logistik di Instalasi Farmasi. Namun, saat ini kegiatan
tersebut dilakukan setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru
dapat dilaksanakan di tiga kabupaten/kota tiap provinsi di Indonesia. Hal ini
dikarenakan minimnya anggaran untuk pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
(Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Instalasi Farmasi
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Kabupaten/Kota yang dikunjungi adalah Instalasi Farmasi yang belum pernah
dikunjungi pada tahun sebelumnya dan faktor kemanan atau kemudahan
transportasi untuk mencapai lokasi.
Untuk proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan
ketersediaan dana yang dibutuhkan dan sumber daya manusia yang kompeten di
bidangnya, sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung
dengan baik, efektif, dan efisien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006). Apabila hasil pemantauan dan evaluasi menunjukkan kinerja yang buruk,
maka pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis agar dapat
memperbaiki kinerjanya menjadi lebih baik dalam menjalankan kegiatan atau
program Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
32 Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bagian Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam mewujudkan penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria;
pemberian bimbingan teknis; dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan.
2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan tugas
pokok dan fungsinya yang dilakukan secara sinergis melalui empat
subdirektorat untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
secara merata dan terjangkau oleh masyarakat, terutama pada Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD). Tiga indikator penilaian kinerja Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan antara lain persentase ketersediaan
vaksin, persentase penggunaan generik, dan instalasi farmasi daerah yang
sesuai standar.
3. Berdasarkan indikator evaluasi, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan memperlihatkan kinerja yang baik pada tahun 2011. Hal ini dilihat
dari ketersediaan obat dan vaksin mencapai lebih dari 85% dan penggunaan
obat generik di atas 65%.
4. Apoteker memiliki peran sebagai pembuat kebijakan terkait penyelenggaraan
upaya kesehatan masyarakat dengan cara menggunakan ilmu kefarmasian
yang dimiliki dalam menetapkan konsep norma, standar, prosedur dan kriteria
untuk mewujudkan penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari kesimpulan di atas adalah sebagai berikut:
1. Rencana pembuatan pedoman-pedoman pelaksanaan teknis PKD pada tahun
2012 sebaiknya segera dilaksanakan dan kemudian disosialisasikan serta
diterapkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas PKD di berbagai
daerah di Indonesia.
2. Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan
kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
34 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia
No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran
2011. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2006. Pedoman Supervisi
dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Laporan hasil
Manajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Instansi
pemerintah Tahun 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
35
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
MENTERI KESEHATAN STAF AHLI
SEKRETARIAT JENDERAL INSPEKTORAT
JENDERAL
INSPEKTORAT
SEKRETARIAT ITJEN BIRO
PERENCANAAN DAN ANGGARAN
BIRO KEPEGAWAIAN
BIRO KEUANGAN
DAN BARANG MILIK
NEGARA
BIRO HUKUM DAN ORGANISASI
BIRO UMUM
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN
KESEHATAN IBU DAN ANAK
DIREKTORAT
SEKRETARIAT DITJEN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT
SEKRETARIAT DITJEN
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA
KESEHATAN
DIREKTORAT
SEKRETARIAT DITJEN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT
SEKRETARIAT DITJEN
BADAN PENGEMBANGAN
DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN
PUSAT
SEKRETARIAT BADAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KESEHATAN
PUSAT
SEKRETARIAT BADAN
PUSAT DATA DAN
INFORMASI
PUSAT KERJASAMA
LUAR NEGERI
PUSAT PENGANGGULANAGAN
KRISIS KESEHATAN
PUSAT PEMBAERDAYAAN
DAN JAMINAN KESEHATAN
PUSAT KOMUNIKASI
PUBLIK
PUSAT PROMOSI
KESEHATAN
PUSAT INTELIGENSIA KESEHATAN
PUSAT KESEHATAN
HAJI
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
36
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESAHATAN
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN
KEFARMASIAN
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL
SUBBAGIAN PROGRAM
BAGIAN PROGRAM DAN
INFORMASI
SUBBAGIAN DATA DAN INFORMASI
SUBBAGIAN EVALUASI
DAN PELAPORAN
BAGIAN KEPEGAWAIAN
SUBBAGIAN KEPEGAWAIAN
DAN UMUM
SUBBAGIAN RUMAH TANGGA
SUBBAGIAN TATA USAHA
DAN GAJI
BAGIAN HUKUM, ORGANISASI, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT
SUBBAGIAN HUKUM
SUBBAGIAN ORGANISASI
SUBBAGIAN HUBUNGAN MASYARAKAT
SUBBAGIAN ANGGARAN
BAGIAN KEUANGAN
SUBBAGIAN VERIFIKASI DAN
AKUNTANSI
SUBBAGIAN PERBENDAHARAAN
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
37
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
DIREKTORAT BINA PELAYANAN
KEFARMASIAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUBBAGIAN TATA USAHA
SUBDIT PENGGUNAAN
OBAT RASIONAL
SEKSI PEMANTAUAN DAN
EVALUASI PEGGUNAAN OBAT RASIONAL
SEKSI PROMOSI PENGGUNAAN
OBAT RASIONAL
SEKSI PELAYANAN
FARMASI KLINIK
SUBDIT FARMASI KLINIK
SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI
FARMASI KLINIK
SUBDIT FARMASI KOMUNITAS
SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI
FARMASI KOMUNITAS
SEKSI PELAYANAN
FARMASI KOMUNITAS
SEKSI STANDARDISASI
PELAYANAN KEFARMASIAN
SUBDIT STANDARDISASI
SEKSI STANDARDISASI PENGGUNAAN
OBAT RASIONAL
SEKSI PEMANTAUAN PROGRAM
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
SUBDIT PEMANTAUAN DAN
EVALUASI PROGRAM OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
SEKSI EVALUASI PROGRAM
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
SUBBAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUBDIT ANALISIS DAN
STANDARDISASI HARGA OBAT
SEKSI ANALISIS
HARGA OBAT
SEKSI STANDARDISASI
HARGA OBAT
SUBDIT PENYEDIAAN
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
SEKSI PERENCANAAN
PENYEDIAAN OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
SEKSI PEMANTAUAN KETERSEDIAAN
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
SEKSI STANDARDISASI PENGELOLAAN
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
SUBDIT PENGELOLAAN
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
SEKSI BIMBINGAN DAN PENGENDALIAN
OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
38
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan distribusi kefarmasian
SUBDIT PENILAIAN
ALAT KESEHATAN
SEKSI ALAT KESEHATAN ELEKTROMEDIK
SEKSI ALAT KESEHATAN
NONELEKTROMEDIK
SUBDIT PENILAIAN PRODUK
DIAGNOSTIK INVITRO DAN PERBEKALAN KESEHATAN
RUMAH TANGGA
SEKSI PRODUK
DIAGNOSTIK INVITRO
SEKSI PERBEKALAN KESEHATAN
RUMAH TANGGA
SUBDIT INSPEKSI ALAT KESEHATAN
DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
SEKSI INSPEKSI PRODUK
SEKSI INSPEKSI SARANA
PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
SUBDIT STANDARDISASI DAN
SERTIFIKASI
SEKSI STANDARDISASI
PRODUK
SEKSI STANDARDISASI DAN
SERTIFIKASI PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
SUBBAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNSIONAL
SUBDIT PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI OBAT DAN
OBAT TRADISIONAL
SEKSI STANDARDISASI
PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
SEKSI PERIZINAN
SARANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
SUBDIT PRODUKSI
KOSMETIKA DAN MAKANAN
SEKSI STANDARDISASI
PRODUKSI KOSMETIKA DAN MAKANAN
SEKSI PERIZINAN SARANA
PRODUKSI KOSMETIKA
SUBDIT KEMANDIRIAN OBAT
DAN BAHAN BAKU OBAT
SEKSI ANALISIS OBAT DAN BAHAN BAKU OBAT
SEKSI KERJA SAMA
SUBDIT PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR, DAN
SEDIAAN FARMASI KHUSUS
SEKSI NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA, PREKURSOR FARMASI
SEKSI SEDIAAN FARMASI KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
SUBBAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANGAN PEDOMAN PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ARY ANDRIANI, S.Farm. 1106046723
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii DAFTAR TABEL .................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. v BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3 2.1 Pemusnahan Farmasi ............................................................. . 3 2.2 Tim Pengelolaan Limbah Farmasi ......................................... . 3 2.3 Kebutuhan Pengelolaan Limbah Farmasi ............................... . 4 2.4 Pengelolaan Limbah Farmasi ................................................. . 5 2.5 Metode Pemusnahan ............................................................... . 12 2.6 Metode Pemusnahan Sediaan Padat ....................................... . 18
BAB 3 PEMBAHASAN ......................................................................... 21 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... . 27
4.1 Kesimpulan ........................................................................... . 27 4.2 Saran ..................................................................................... . 27
DAFTAR ACUAN .................................................................................. . 28 LAMPIRAN ............................................................................................. 29
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
iii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Skema mekanisme pengumpulan limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada situasi rutin di kabupaten/kota .................................................................... 9
Gambar 2.2. Skema mekanisme pengumpulan limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada situasi rutin di propinsi ........ 9
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
iv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Metode pembuangan limbah sediaan farmasi .......................... 17 Tabel 2.2. Pemusnahan obat antineoplastik ............................................... 19 Tabel 2.3. Ringkasan metode pemusnahan sediaan farmasi padat ............. 20 Tabel 3.1. Pemusnahan obat berdasarkan golongan .................................. 26
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
v Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rancangan pedoman pemusnahan sediaan farmasi padat ..... 29
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah
Indonesia baik ditingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota maupun di pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas), terkadang mengalami kerusakan seperti kedaluarsa
atau rusak akibat dari pengiriman maupun penyimpanan yang tidak benar
(Depkes, 2007). Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan tersebut tidak dapat
digunakan lagi dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Untuk menghindari
penyalahgunaan, maka harus dilakukan pembuangan atau pemusnahan sesegera
mungkin.
Pembuangan atau pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
yang sudah tidak layak digunakan ini sering menimbulkan masalah. Beberapa
risiko yang mungkin ditimbulkan oleh metode pembuangan atau pemusnahan
yang tidak benar antara lain: limbah sediaan farmasi dengan metode pembuangan
yang tidak tepat dapat mencemari persediaan air atau mata air yang digunakan
masyarakat atau satwa sekitar; limbah sediaan farmasi dapat sampai ke tangan
pemulung dan anak-anak; atau sediaan farmasi dalam kemasan asli setelah
pemilahan akan menimbulkan risiko pencurian dan penjualan kembali ke
masyarakat (Wisyastuti, 2005). Selain itu masyarakat dapat terpapar oleh sediaan
farmasi secara inhalasi (terhirup), tertelan, atau melalui kulit. Paparan ini dapat
memengaruhi kesehatan seperti menyebabkan infeksi, kanker, dan mengganggu
kesehatan. Selain itu memengaruhi ekosistem, hewan, dan tumbuh-tumbuhan
(Depkes, 2007)
Berdasarkan kemungkinan risiko membahayakan yang dapat ditimbulkan
akibat pembuangan atau pemusnahan sediaan farmasi yang tidak benar maka
perlu diketahui cara pemusnahan limbah sediaan farmasi yang baik, benar, dan
aman.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara dan proses
pemusnahan limbah sediaan farmasi padat yang baik, benar, dan aman serta
mengetahui peran dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam
melakukan pemusnahan limbah sediaan farmasi.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemusnahan Sediaan Farmasi
Pemusnahan sediaan farmasi telah diatur dalam peraturan pemerintah
(PP) Republik Indonesia nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan pada bab X. Selain sediaan farmasi, dalam PP tersebut
juga diatur mengenai pemusnahan alat kesehatan. Pemusnahan sediaan farmasi
dan alat kesehatan dilaksanakan terhadap sediaan yang: (1) diproduksi tanpa
memenuhi persyaratan yang berlaku; (2) telah kadaluwarsa; (3) tidak memenuhi
syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; (4) dicabut izin edaranya; (5) berhubungan dengan tindak pidana di
bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan (PP Republik Indonesia (72/98), 1998).
Pemusnahan dilaksanakan oleh badan usaha yang memproduksi dan/atau
mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan/atau orang yang
bertanggung jawab atas sarana kesehatan dan/atau Pemerintah. Sedangkan untuk
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang berhubungan dengan tindak
pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
pelaksanaannya, pemusnahan harus memerhatikan dampak terhadap kesehatan
manusia serta upaya pelestarian lingkungan hidup.
2.2 Tim Pengelolaan Limbah Farmasi (Depkes RI, 2007)
Dalam pengelolaan limbah farmasi terdapat tim yang dibentuk untuk
menangani limbah tersebut. Tim ini melibatkan antar lintas program dan sektoral
yang terdiri atas personalia yang kompeten dalam bidangnya dan memiliki
komitmen terhadap pekerjaan tersebut. Tim ini dibentuk melalui surat keputusan
yang ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan provinsi/ kabupaten/ kota. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan kejelasan tugas dan fungsi serta mendapatkan
dukungan baik dari pemegang kebijakan maupun pihak luar sehingga proses
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
pemusnahan dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan. Adapun tim pengelolaan
limbah farmasi adalah sebagai berikut:
a. Tingkat propinsi
ketua : kepala subdinas kefarmasian
wakil ketua : unsur balai POM
sekretaris : kepala seksi kefarmasian
anggota : 1. Unsur instalasi farmasi provinsi
2. Unsur balai POM
3. Unsur promosi kesehatan
4. Unsur subdinas kesehatan lingkungan
5. Unsur Bapedalda
6. Dinas pemukiman dan perkotaan
7. Ikatan apoteker indonesia
b. Tingkat kabupaten/kota
ketua : kepala bidang farmasi
wakil ketua : kepala instalasi farmasi
sekretaris : kepala seksi farmasi
anggota : 1. Unsur instalasi farmasi
2. Unsur instalasi farmasi rumah sakit
3. Unsur penyehatan lingkungan
4. Unsur pelayanan kesehatan masyarakat
5. Unsur P2P
6. Unsur Bapedalda
2.3 Kebutuhan Pengelolaan Limbah Farmasi (Depkes RI, 2007)
Kebutuhan pengelolaan limbah farmasi mencakup kebutuhan teknis dan
kebutuhan manajerial. Kebutuhan teknis terdiri atas: (1) mempersiapkan
perencanaan, pemilahan, identifikasi, pengelompokan, dan penandaan limbah
farmasi; (2) menentukan cara pemilihan obat yang rusak, pengumpulan,
penempatan limbah, penanganan, transportasi, dan pemusnahan limbah yang baik
dan benar berdasarkan katagori limbah. Sedangkan kebutuhan manajerial terdiri
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
atas tenaga terlatih yang terlibat dan bertanggung jawab untuk mengelola limbah
secara efektif dan efisien.
2.4 Pengelolaan Limbah Farmasi
Limbah farmasi merupakan limbah yang mengandung bahan farmasi
mencakup produk farmasi, obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah
kadaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi yang tidak diperlukan
lagi dan harus dibuang dengan tepat (Depkes RI, 2007). Cakupan limbah farmasi
adalah: (1) obat yang sudah Kadaluwarsa; (2) sediaan sirup, krim, salep, dan tetes
mata/ telinga yang sudah tidak tersegel lagi (baik kadaluwarsa maupun tidak); (3)
obat yang rusak karena terjadi perubahan warna, bentuk, atau bau; (4) obat yang
tidak dibutuhkan di tempat lokasi bencana; (5) obat yang rusak karena terputusnya
rantai dingin (misalnya vaksin, insulin, hormon dan lainnya); (6) tablet yang
gompal, jika belum kadaluwarsa, maka obat tersebut dapat digunakan hanya bila
wadahnya masih tersegel, masih ada label yang jelas maupun masih di dalam
kemasan blister (Depkes RI, 2007; Widiastuti, 2005).
Limbah farmasi juga mencakup barang yang akan dibuang setelah
digunakan untuk menangani produk farmasi, seperti botol atau kotak yang berisi
residu, sarung tangan, masker, selang penghubung, dan ampul obat (Depkes RI,
2007).
2.4.1 Pemilahan
Pemilahan limbah farmasi merupakan langkah awal dari suatu
pengelolaan limbah sediaan farmasi (Depkes, 2007). Tujuan pemilahan adalah
memisahkan limbah farmasi ke dalam kategori-kategori yang memerlukan metode
pembuangan yang berbeda (Widyastuti, 2005). Setelah dikelompokkan, limbah
farmasi ditampung dalam wadah yang diberi label khusus (Depkes, 2007) dan
dengan informasi yang jelas (Widyastuti, 2005). Informasi yang tercantum dalam
label tersebut antara lain memuat: (1) nama obat/perbekalan kesehatan, (2)
kekuatan obat/perbekalan kesehatan, (3) jenis satuan obat/perbekalan kesehatan,
(4) tanggal Kadaluwarsa obat/perbekalan kesehatan (5), kode obat/perbekalan
kesehatan, (6) jumlah berat obat/perbekalan kesehatan (kg/cm3) (Depkes RI,
2007).
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Wadah yang digunakan harus dapat mengurangi dampak yang akan
ditimbulkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan seperti kantong plastik
atau kontainer yang terbuat dari kaleng (Depkes, 2007). Wadah lain yang dapat
digunakan antara lain drum baja atau kontainer seperti kotak kayu yang kokoh.
Wadah yang digunakan untuk setiap kategori limbah harus berbeda (Widyastuti,
2005). Wadah hanya diisi tiga per empat kapasitas wadah. Kegiatan ini biasanya
dilakukan di pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas). Untuk instalasi farmasi
kabupaten/kota, limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dalam jumlah
besar dikelompokan dan diberi label sesuai jenis limbah yang dihasilkan
kemudian ditempatkan di ruangan khusus dan dikunci (Depkes RI, 2007).
Kemudian wadah disimpan di ruang yang aman dan sebaiknya terpisah
agar tidak tertukar dengan perbekalan yang masih terpakai, sampai akhirnya
pembuangan dilakukan (Widyastuti, 2005).
Pemilahan mencakup pembagian perbekalan farmasi ke dalam kategori
yang masih dapat digunakan dan yang harus dibuang.
Proses pemilihan meliputi:
a. Identifikasi masing-masing item;
b. Buat keputusan apakah perbekalan farmasi masih dapat digunakan;
c. Jika dapat digunakan, biarkan dalam kemasannya;
d. Jika tidak dapat digunakan, buat keputusan mengenai metode optimal
pembuangan dan pemilahan yang sesuai;
e. Biarkan kemasan dan kotak tetap utuh sampai mencapai ke lokasi, sebelum
pembuangan akhir atau pengangkutan ke institusi yang akan menggunakannya
(Widyastuti, 2005).
Dalam melakukan pemilahan, pekerja harus dibekali dengan
perlengkapan pelindung, bekerja di bawah pengawasan langsung seorang
apoteker, dan menerima pelatihan mengenai kriteria pemilahan dan risiko
kesehatan serta keselamatan kerja. (Widyastuti, 2005).
Pemilahan limbah farmasi dapat dilakukan berdasarkan kategori limbah,
yaitu: (1) katagori obat khusus meliputi: anti infeksi, narkotik dan psikotropik,
neoplastik, anti kanker dan sitotoksik, antiseptik dan desinfektan. (2) katagori obat
biasa meliputi: analgetik antipiretik, vitamin, pengganti cairan tubuh, kardioterapi,
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
dan sebagainya. (3) katagori alat kesehatan habis pakai (disposable) meliputi:
benda tajam (spuit, infus set, surgical blade, abbocath, needle), bukan benda
tajam (kapas, kasa, perban, plester). (4) kategori bentuk sediaan meliputi: padat
(tablet, kaplet, kapsul, serbuk), setengah padat (salep, krim, suppositoria), cair
(sirup, suspensi, cairan infus), cairan injeksi (ampul, vial, vaksin), aerosol
(Depkes, 2007). Pemilahan obat lebih lanjut dapat dipilah ke dalam beberapa
kategori berdasarkan kandungan dosisnya (Widyastuti, 2005).
Pemisahan dapat juga dilakukan berdasarkan: (1) Materi non-farmasi
yang masih dapat digunakan, (2) materi non-farmasi yang tidak dapat digunakan,
(3) materi non-farmasi yang memiliki potensi bahaya, (4) bahan kimia, (5)
perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan, (6) obat yang memerlukan
perhatian khusus (Widyastuti, 2005).
Materi non-farmasi yang masih dapat digunakan seperti peralatan medis,
tempat tidur, kursi roda, perban, pakaian, perangkat laboratorium, dan sebagainya,
dapat dimanfaatkan oleh institusi bersangkutan atau fasilitas lain, didaur ulang,
dibongkar untuk diambil suku cadangnya, atau dibuang ke landfill (Widyastuti,
2005).
Materi nonfarmasi yang tidak dapat digunakan seperti limbah kertas,
kain, materi kemasan, pakaian, pembalut, dan barang dari kayu, misalnya palet,
dapat didaur ulang, dibakar, atau dibuang layaknya limbah biasa ke landfill.
Benda plastik, logam, maupun kaca yang dapat digunakan kembali (perangkat
gelas dapat diberikan ke laboratorium, benda mekanis diberikan ke penjual barang
bekas), didaur ulang jika fasilitas tersedia, atau dibuang ke landfill. Semua materi
non-farmasi yang memiliki potensi bahaya seperti bahan kimia, larutan
pembersih, baterai, dan minyak bekas harus ditangani secara terpisah oleh tenaga
ahli limbah berbahaya. Limbah tersebut tidak boleh ditangani oleh tim perbekalan
farmasi kecuali diinstruksikan demikian dan memerlukan pelabelan dan
penyimpanan yang terpisah dan jelas sampai pembuangannya (Widyastuti, 2005).
Bahan kimia seperti asam, basa, reagen, bahan kimia mengandung fenol
yang digunakan untuk membersihkan lantai, disenfektan, dan sebagainya jika
terdapat dalam jumlah yang besar, maka dapat dibagikan ke pengguna potensial,
seperti rumah sakit, universitas, atau laboratorium sekolah (Widyastuti, 2005).
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Beberapa obat yang memerlukan perhatian khusus dalam
pembuangannya antara lain (1) zat-zat yang diawasi seperti narkotika dan zat
psikotropika; (2) obat-obatan antiinfeksi; (3) antineoplastik; (4) obat-obatan
sitotoksik antikanker, obat-obatan toksik; (5) antiseptik dan desinfektan
(Widyastuti, 2005).
2.4.2 Pengumpulan
Pengumpulan limbah farmasi merupakan suatu kegiatan menempatkan
hasil limbah yang sudah disimpan dalam wadah yang berasal dari tempat
penghasil limbah ke dalam suatu ruangan atau tempat khusus. Ruang atau tempat
harus berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan atau unit pengelola obat
publik dan perbekalan kesehatan dan terpisah dari ruang pelayanan. Ruang atau
tempat pengumpulan harus memiliki lantai yang kokoh, ventilasi yang cukup,
mudah dijangkau oleh petugas yang menangani limbah, dan mudah untuk
dibersihkan atau didesinfeksi. Ruangan tersebut harus terkunci dan ditangani oleh
satu orang tenaga yang terlatih untuk menangani limbah sediaan farmasi sehingga
tidak ada orang yang dengan mudah dapat keluar atau masuk ruangan. Agar
proses pengumpulan limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat
berjalan dengan baik, perlu suatu mekanisme pengumpulan. Mekanisme ini perlu
dibuat agar proses pengumpulan limbah lebih terkoordinasi sehingga dapat
mengurangi terpaparnya limbah tersebut dengan manusia dan lingkungan (Depkes
RI, 2007).
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Skema mekanisme pengumpulan limbah sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan pada situasi rutin di kabupaten/ kota
Gambar 2.2. Skema mekanisme pengumpulan limbah sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan pada situasi rutin di propinsi
2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Barang yang akan Dimusnahkan (Depkes RI,
2007)
Pencatatan dan pelaporan data obat dan perbekalan kesehatan merupakan
rangkaian kegiatan dari pengelolaan limbah sediaan farmasi. Tujuan pencatatan
dan pelaporan adalah agar tersedia data mengenai obat yang akan dimusnahkan,
PUSKESMAS PEMBANTU
POS KESEHATAN
PUSKESMAS
INSTALASI FARMASI
KAB/KOTA
DINKES PROPINSI
PENGUMPULAN
PELAPORAN
PENGUMPULAN
PEMUSNAHAN
PEMILAHAN
PENGUMPULAN
PELAPORAN
PENGUMPULAN
PEMUSNAHAN
PROGRAM POS KESEHATAN
DINKES PROPINSI
INSTALASI FARMASI
KAB/KOTA
KEMENKES RI
PEMILAHAN
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
untuk menjaga ketertiban dalam penatausahaan obat dan perbekalan kesehatan,
dan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan yang dilakukan adalah sebagai
berikut: (1) menyusun daftar obat dan perbekalan kesehatan yang akan
dimusnahkan beserta alasan; (2) melaporkan kepada atasan mengenai obat dan
perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan; (3) membentuk panitia
pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan (Surat Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota); (4) membuat berita acara hasil pemeriksaan
obat dan perbekalan kesehatan obat dan perbekalan kesehatan oleh panitia
pemeriksa; (5) melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang; (6)
melaksanakan pemusnahan setelah ada keputusan dari yang berwenang.
Pencatatan limbah sediaan farmasi dilakukan dengan cara
menginventarisir obat dan perbekalan kesehatan yang masih tersisa. Inventarisasi
dilakukan untuk melihat jumlah limbah yang dihasilkan sehingga dapat
menghitung jumlah obat yang akan dimusnahkan dan memperkirakan biaya yang
diperlukan untuk melakukan pemusnahan. Inventarisasi dilakukan dengan
menggunakan suatu formulir yang didalamnya memuat: (1) nama obat/perbekalan
kesehatan; (2) nama generik; (3) satuan obat/perbekalan kesehatan; (4) jumlah
obat/perbekalan kesehatan; (5) pabrikan obat/perbekalan kesehatan; (6) kelas
terapi; (7) tanggal kadaluwarsa; dan (8) kondisi obat/perbekalan kesehatan.
Setelah melakukan inventarisasi obat dan perbekalan kesehatan yang
akan dimusnahkan, Kepala Instalasi Farmasi melaporkan hasilnya ke Kepala
Dinas Kesehatan setempat. Pada formulir berita acara pemeriksaan memuat judul
formulir berita acara pemeriksaan dan kolom-kolom formulir berisi informasi
yang dibutuhkan. Pada bagian judul formulir berita acara pemeriksaan diisi
dengan: (1) nama, tempat instansi pengelola obat kabupaten/kota; (2) hari,
tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan pemeriksaan; (3) nama anggota panitia; (4)
jabatan anggota panitia; (5) nomor dan tanggal surat penunjukkan panitia
pemeriksaan. Sedangkan pada kolom-kolom formulir berisi: (1) nama/jenis obat
dan perbekalan kesehatan; (2) satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (3)
harga satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (4) jumlah obat dan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
perbekalan kesehatan dengan angka; (5) jumlah obat dan perbekalan kesehatan
dengan huruf (6) kondisi obat dan perbekalan kesehatan; (7) kepala instalasi
farmasi propinsi/kabupaten/kota; (8) nama panitia pemusnahan obat dan
perbekalan kesehatan; (9) pejabat dinas kesehatan propinsi/kabupaten/kota
sebagai mengetahui (Depkes RI, 2007)
Kegiatan pelaporan ditujukan kepada penentu kebijakan untuk dilakukan
segera langkah-langkah pemusnahan. Panitia pemeriksaan obat dan perbekalan
kesehatan membuat laporan rangkap empat untuk: (1) asli dikirim kepada Kepala
Dinas Kesehatan propinsi/kabupaten/kota; (2) tindasan 1 dikirim kepada Kepala
Pemerintah Daerah; (3) tindasan 2 dikirim kepada Badan Pengawas Daerah
Setempat; (4) tindasan 3 dikirim kepada Kepala Instalasi Farmasi
propinsi/kabupaten/kota.
2.4.4 Pemusnahan
Kendala dalam pendanaan untuk pembuangan limbah perbekalan farmasi
mendesak dibentuknya metode dan manajemen yang cost effective. Cara utama
untuk mencapainya adalah dengan melakukan pemilahan materi untuk
meminimalkan kebutuhan akan metode pembuangan yang rumit atau mahal
(Widyastuti, 2005).
Pelaporan pemusnahan limbah farmasi dilakukan oleh tim pengelolaan
limbah farmasi dengan menggunakan lembar berita acara pemusnahan limbah
farmasi. Berita acara pemusnahan ditujukan ke Menteri dan ditandatangani oleh
penanggung jawab pelaksanan dan saksi pemusnahan limbah farmasi. Laporan
yang akan diserahkan sekurang-kurangnya memuat keterangan: (1) waktu dan
tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan; (2) jumlah
dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan; (3) nama penanggung jawab
pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan; (4) nama satu orang
saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan (PP
Republik Indonesia (72/98), 1998).
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
2.5 Metode Pemusnahan
2.5.1 Pengembalian kepada Donatur atau Pabrik Pembuat (Widyastuti, 2005)
Bila memungkinkan limbah sediaan farmasi dikembalikan secara
langsung baik kepada pendonor atau pabrik. Hal ini dilakukan terutama pada obat
yang menimbulkan masalah untuk pembuangannya misalnya antineoplastik.
Pendonor dapat berbentuk negara, LSM, badan-badan dunia atau pabrik. Untuk
sumbangan yang tidak diinginkan dan tidak dibutuhkan, terutama yang akan
melewati atau mendekati batas kedualuarsanya dapat dikembalikan ke pihak
pendonor.
2.5.2 Pemendaman di dalam tanah/landfill (Widyastuti, 2005)
Cara ini dilakukan dengan menempatkan limbah langsung ke lokasi
pembuangan di tanah tanpa pengolahan atau persiapan sebelumnya. Cara ini juga
merupakan metode paling lama dan paling banyak dilakukan untuk jenis obat
padat seperti tablet, kaplet, serbuk, dan kapsul. Ada tiga cara yang diketahui:
a Tempat Pembuangan Terbuka Tidak Terencana dan Tidak Terkendali
(Widyastuti, 2005)
Tempat pembuangan terbuka dan tidak terencana merupakan metode
pembuangan di tanah yang lazim dijumpai di negara berkembang. Cara ini tidak
boleh dilakukan dan tidak direkomendasikan karena tidak dapat melindungi
lingkungan setempat, kecuali sebagai pilihan terakhir. Limbah dibuang setelah
diimobilisasi melalui enkapsulasi dan inertisasi. Jika tidak dapat diimobilisasikan,
limbah farmasi yang tidak diolah harus segera ditutup dengan lapisan tebal limbah
perkotaan guna mencegah pemulungan. Apabila lokasi jaraknya cukup dekat dari
badan air, maka dapat menyebabkan pencemaran, dengan kemungkinan terburuk
adalah risiko terkontaminasinya air minum.
b Landfill Terencana (Widyastuti, 2005)
Landfill terencana memiliki beberapa karakteristik yang dapat mencegah
bocornya zat kimia ke badan air. Pembuangan limbah farmasi terimobilisasi ke
landfill semacam itu lebih baik daripada pembuangan langsung.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
c Sanitary Landfill Sangat Terencana (Widyastuti, 2005)
Lokasi landfill yang dibangun dan digunakan dengan benar memberikan
cara pembuangan yang relatif aman untuk limbah padat perkotaan, termasuk
limbah farmasi. Prioritas utama adalah melindungi lingkungan aquifer. Landfill
yang benar terdiri atas lubang kosong yang jauh dari badan-badan air dan
lokasinya berada di atas permukaan air. Limbah yang dihasilkan setiap hari
dipadatkan dan ditutup dengan lapisan tanah untuk mempertahankan kondisi
saniter. Istilah “sanitary landfill yang aman” mengacu pada lokasi dengan letak,
konstruksi dan pengelolaan yang adekuat. Peningkatan mutu lokasi pembuangan
limbah yang terkendali agar sesuai dengan standar yang berlaku harus
diperhitungkan, dan hal ini juga direkomendasikan oleh WHO.
2.5.3 Enkapsulasi (Widyastuti, 2005)
Enkapsulasi (penyegelan limbah) merupakan cara pembuangan dengan
menjadikan limbah farmasi ke dalam bentuk padat dalam drum plasik atau baja.
Sebelum digunakan drum harus dibersihkan dan tidak berisi materi berbahaya
atau yang mudah meledak. Sekitar 75% kapasitas drum berisi limbah farmasi
padat atau semipadat. Jika 75% kapasitas drum telah terisi, campuran batu kapur,
semen dan air dengan perbandingan 15: 15: 5 dimasukkan sampai drum terisi
penuh sesuai dengan kapasitasnya. Terkadang diperlukan air dalam jumlah
banyak untuk mendapatkan konsistensi cairan yang tepat. Penutup drum
kemudian dikembalikan ke posisi semula dan dirapatkan, biasanya melalui
pengelasan. Drum tersegel tersebut harus diletakkan di lapisan dasar landfill dan
ditutup dengan limbah padat baru perkotaan.
2.5.4 Inertisasi
Inertisasi adalah bentuk lain enkapsulasi dan metode ini memerlukan
pelepasan materi, kertas, kardus, dan plastik kemasan dari limbah farmasi
(Widyastuti, 2005). Cara ini sangat sesuai untuk sediaan farmasi dan untuk abu
insinerasi yang mengandung logam berkadar tinggi (Depkes, 2007). Limbah yang
sudah dipisahkan dari kemasan kemudian dihancurkan atau digiling dan campuran
air, semen, dan batu kapur ditambahkan dalam hancuran limbah itu untuk
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
membentuk pasta yang homogen. Kemudian campuran tersebut dituang perlahan-
lahan ke dalam limbah perkotaan. Proses ini relatif murah dan dapat dilakukan
dengan peralatan sederhana. Perlindungan pekerja dalam bentuk pakaian dan
masker pelindung diperlukan karena adanya risiko debu berbahaya. Perkiraan
rasio berdasarkan berat, yaitu limbah farmasi (65%), batu kapur (15%), semen
(15%), dan air (5% atau lebih untuk membentuk konsistensi cairan yang tepat)
(Widyastuti, 2005).
2.5.5 Pembuangan ke saluran air
Obat sebelum dibuang ke saluran air terlebih dahulu diencerkan dengan
sejumlah air (Depkes RI, 2007). Sebgai contoh, beberapa limbah farmasi cair
seperti sirup dan cairan intravena (IV), dapat diencerkan dengan air dan dibuang
ke dalam saluran pembuangan air kotor dalam jumlah kecil selama periode waktu
tertentu tanpa menimbulkan dampak yang serius terhadap lingkungan dan
kesehatan masyarakat. Badan air berarus deras juga dapat digunakan untuk
membuang sejumlah kecil limbah farmasi atau antiseptik yang telah diencerkan.
Bantuan ahli hidrogeologi atau ahli perencanaan kebersihan mungkin diperlukan
dalam situasi saluran pembuangan air limbah yang buruk (Widyastuti, 2005).
Namun cara ini tidak berlaku untuk zat-zat yang bersifat sitotoksik, serum, vaksin
dan hormon (Depkes RI, 2007).
2.5.6 Pembakaran dalam kontainer terbuka (Widyastuti, 2005)
Limbah farmasi tidak boleh dihancurkan melalui pembakaran bersuhu
rendah dalam kontainer terbuka karena polutan toksik dapat terlepas ke udara.
Kemasan kertas dan kardus, jika tidak didaur ulang, dapat dibakar. Namun plastik
polivinyl chlorida (PVC) tidak boleh dibakar. Walaupun pembakaran limbah
farmasi bukan metode yang dianjurkan, namun metode ini sering digunakan.
Dengan begitu, sangat ditekankan bahwa hanya limbah farmasi dalam jumlah
yang sedikit yang boleh dihancurkan dengan cara ini.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
2.5.7 Insinerasi suhu sedang (Widyastuti, 2005)
Pada banyak negara, belum ada insinerator bilik ganda bersuhu tinggi
yang didesain untuk menangani lebih dari 1% senyawa terhalogenasi. Insinerator
semacam itu harus memenuhi standar ketat pengendalian emisi, seperti yang
ditetapkan oleh Uni Eropa. Namun, yang tersedia kemungkinan hanya tungku dan
insinerator bersuhu sedang. Dalam keadaan darurat, otoritas yang bertanggung
jawab mungkin memandang pengolahan limbah farmasi padat dengan
menggunakan insinerator bilik ganda yang beroperasi pada suhu minimum 850oC
merupakan langkah yang tepat, dengan waktu tunggu pembakaran sedikitnya dua
detik pada bilik kedua. Banyak insinerator tua untuk limbah padat perkotaan
merupakan insinerator bersuhu sedang dan pemanfaatan fasilitas ini dianjurkan
sebagai langkah sementara, dibandingkan pilihan lain yang kurang aman,
misalnya pembungan yang tidak adekuat ke landfill. Jika yang dipilih adalah
insinerasi dengan suhu sedang, limbah farmasi harus diencerkan dengan limbah
perkotaan dalam jumlah besar, sekitar 1:1000. Insinerator semacam ini tidak
didesain untuk membakar senyawa terhalogenasi dengan aman. Namun,
kandungan halogen yang sangat rendah pada kebanyakan limbah farmasi
memungkinkan adanya pengabaian terhadap kandungan halogen dalam gas
pembakaran.
2.5.8 Insinerasi suhu tinggi oleh pabrik industri (Widyastuti, 2005)
Industri yang menggunakan teknologi suhu tinggi, seperti pabrik semen,
pembangkit listrik bertenaga batubara, atau pabrik peleburan logam biasanya
mempunyai tungku yang beroperasi pada suhu di atas 850oC, memiliki waktu
tunggu pembakaran yang lama, dan membuang gas pembakaran melalui cerobong
yang tinggi, terkadang pada ketinggian yang sangat tinggi. Dengan demikian,
pemanfaatan pabrik industri merupakan alternatif yang murah dan terjangkau.
Pabrik semen sangat sesuai untuk penghancuran limbah farmasi kadaluwarsa.
Selama pembakaran, suhu bahan mentah semen akan mencapai 1450oC,
sementara suhu gas pembakaran mencapai 2000oC. Waktu tunggu gas pada suhu
tinggi itu adalah beberapa detik. Dalam kondisi seperti itu, semua komponen
organik limbah secara efektif terurai. Beberapa produk pembakaran yang
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
kemungkinan berbahaya dan beracun diserap ke dalam produk arang atau
dialirkan ke dalam peralatan penukar panas.
Limbah farmasi yang dimasukkan ke dalam tungku sebaiknya hanya
sebagian kecil dari volume bahan bakar yang dibutuhkan. Berdasarkan aturan
yang berlaku, limbah farmasi yang dimasukkan sebaiknya tidak lebih dari 5%
bahan bakar dalam setiap kali pengisian bahan bakar. Pabrik semen biasanya
menghasilkan 1500-800 meterik ton semen per hari sehingga limbah farmasi
dalam jumlah cukup besar dapat dihancurkan dalam waktu yang singkat. Kemasan
perbekalan farmasi mungkin perlu dibuka atau perbekalan itu harus digiling untuk
menghindari penyumbatan saat pengisian bahan bakar.
2.5.9 Dekomposisi kimia (Widyastuti, 2005)
Jika insinerator yang tepat tidak tersedia, teknik penguraian kimia dapat
digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuatnya yang dilanjutkan
dengan pembuangan ke landfill. Metode ini tidak dianjurkan tanpa tenaga ahli
kimia. Upaya menonaktifkan bahan kimia memang membutuhkan waktu yang
lama dan bahan kimia untuk pengolahan ini harus selalu tersedia. Metode ini
praktis untuk menghancurkan sejumlah kecil obat antineoplastik. Namun, untuk
skala besar, misalnya lebih dari 50 kg antineoplastik, metode ini tidak praktis
karena memerlukan proses dekomposisi berulang kali.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Metode pembuagan limbah sediaan farmasi
Metode pembuangan Tipe perbekalan farmasi Keterangan Pengembalian ke donatur atau perusahaan pengiriman lintas negara untuk pembuangan
Semua sisa perbekalan farmasi terutama antineoplastik
Biasanya tidak praktis, prosedur lintas negara biasanya menghabiskan waktu
Insinerasi suhu tinggi dengan jumlah suhu jauh di atas 1200oC
Limbah padat, semi-padat, bubuk, antineoplastik, zat yang diawasi
Mahal terutama untuk insinerator dengan tujuan khusus. Pemanfaatan pabrik yang ada mungkin lebih praktis.
Insinerasi suhu sedang dengan insinerator bilik ganda pada suhu minimum 850oC. Insinerasi pabrik semen
Jika tidak ada insinerator suhu tinggi, limbah padat, semi padat, bubuk. Zat yang diawasi
Antineoplastik paling baik dibakar pada suhu tinggi.
Imobilisasi Enkapsulasilimbah
Limbah semi padat, semi padat, bubuk, cairan, antineoplastik, zat yang diawasi.
Inertisasi Limbah padat, semi padat, bubuk, cairan, antineoplastik, zat yang diawasi.
Landfill sangat terencana Limbah padat, semi padat, dan bubuk tak diolah dalam jumlah terbatas. Pembuangan limbah farmasi dianjurkan melalui imobilisasi. Plastik PVC.
Landfill terencana Limbah padat, semi padat, dan bubuk, sebaiknya setelah imobolisasi. Plastik PVC.
Tempat pembuangan terbuka tak terencana dan tak terkendali
Sebagai pilihan terakhir pembuangan limbah padat, semi padat, tak diolah-harus segera ditutupi dengan limbah perkotaan. Lebih baik dilakukan imobilisasi limbah padat, semi-padat, bubuk.
Tidak untuk mengolah zat yang diawasi.
Saluran pembuangan air limbah
Cairan encer, sirup, cairan intravena; sejumlah kecil desinfektan (dibawah penyeliaan)
Tidak dianjurkan untuk aneopastik, berikut desinfektan dan antiseptik tak diencerkan.
Badan air berarus deras Cairan encer, sirup, cairan intravena; sejumlah kecil desinfektan (di bawah penyeliaan).
Tidak dianjurkan untuk antineoplastik, berikut desinfektan dan antiseptik tak diencerkan.
Pembakaran dalam kontainer terbuka
Sebagai pilihan terakhir, kemasan, kertas, kardus.
Tidak sesuai untuk plastik PVC atau perbekalan farmasi.
Dekomposisi kimia Tidak dianjurkan kecuali tenaga ahli kimia dan bahan kimianya tersedia.
Tidak praktis untuk jumlah diatas 50 kg.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
2.6 Metode Pemusnahan Sediaan Padat (WHO, 1999)
Metode pemusnahan yang direkomendasikan adalah pengembalian
produk ke pabrik pembuat atau insinerasi. Jika kedua cara tersebut tidak
memungkinkan maka dapat dilakukan imobilisasi dengan cara enkapsulasi dan
inertisasi sebelum limbah dibuang ke landfill. Obat antiinfeksi dan antineoplastik
dienkapsukasi untuk menghambat pelepasan materi-materi obat ke lingkungan.
Proses imobilisasi harus di bawah pengawasan apoteker atau penegak hukum,
bergantung dengan regulasi daerah yang berlaku.
Sediaan padat dan serbuk harus dipisahkan dari kemasan sekunder
namun masih dalam kemasan primernya kemudian diletakkan ke dalam plastik
atau drum baja untuk dilakukan metode enkapsulasi. Pemisahan dengan kemasan
sekunder adalah sebagai berikut: tablet dan kapsul masih dalam blister plastik atau
aluminimum, dan botol; tablet dan tablet effervescent masih dalam tube; dan
serbuk dalam sachet atau botol. Tujuan dari pemisahan kemasan luar adalah
untuk mengurangi volume pembuangan. Limbah sediaan farmasi kemudiaan
dilapisi dengan limbah perkotaan. Kemasan luar dimusnahkan dengan cara daur
ulang atau pembakaran.
Sediaan farmasi dalam jumlah banyak harus dicek oleh apoteker untuk
memastikan bahwa sediaan tersebut terpisah dari antiinfeksi, antineoplastik, dan
obat dengan pengawasan khusus. Ketiga jenis sediaan tersebut memerlukan
perlakuan khusus dalam pemusnahannya. Satu jenis obat dalam jumlah besar
harus dicampur dengan jenis obat lain dalam satu drum baja. Hal ini untuk
menghindari adanya konsentrasi besar satu jenis obat dalam satu drum baja.
Obat antiinfeksi tidak boleh dibuang dalam bentuk yang belum diolah.
Umumnya obat ini bersifat tidak stabil dan lebih baik diinsinerasi. Jika tidak
memungkinkan diinsinerasi, obat ini dimusnahkan dengan enkapsulasi atau
inertisasai. Obat dengan pengawasan khusus harus dimusnahkan dibawah
pengawasan apoteker atau polisi, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat ini
harus diubah dalam bentuk yang tidak dapat digunakan dengan cara enkapsulasi
atau inertisasi kemudian dicampur dengan limbah padat perkotaan di landfill, atau
dilakukan insinerasi.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Obat antineoplastik atau obat kanker memiliki kemampuan dalam
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. Jika obat ini dibuang ke
lingkungan, akan menimbulkan efek serius seperti memengaruhi proses
reproduksi beberapa bentuk kehidupan. Obat antineoplastik harus dipisahkan dari
sediaan farmasi lain dan disimpan terpisah dalam kontainer berdinding keras yang
bersih dan sudah ditandai. Idealnya obat antineoplastik dikemas secara aman dan
dikembalikan ke pemasok untuk dimusnahakan. Jika pilihan tersebut tidak
tersedia, maka obat antineoplastik dimusnahkan dalam insinerator berbilik dua
dengan suhu tinggi, setidaknya 1200oC pada ruangan kedua dan dilengkapi
dengan fasilitas pembersih udara/gas. Jika ruangan kedua tidak bersuhu tinggi,
maka materi-materi obat antineoplastik yang telah terdegradasi akan dilepaskan
dari cerobong asap. Ruang pembakaran kedua memastikan materi obat
antioneoplastik telah terinsinerasi secara sempurna.
Obat antineoplastik tidak boleh dibuang ke landfill kecuali telah
dilakukan enkapsulasi atau inertisasi. Dalam penanganannya, obat ini tidak boleh
dipisahkan dari kemasannya dan hanya dapat dibuang ke sistem pembuangan jika
sudah di dekomposisi. Untuk drum obat antineoplastik, 50% kapasitas diisi
dengan obat dan sisanya diisi dengan campuran kapur, semen, dan air dengan
perbandingan berat 15:15:5. Jumlah air yang lebih banyak terkadang dibutuhkan
untuk memperoleh konsistensi yang diinginkan. Kemudian drum disegel dengan
cara pengelasan. Kondisi ini menyebabkan limbah diisolasi dengan aman.
Kemudian drum diletakkan di landfill yang telah dilapisi dengan lapisan
impermeabel dari tanah liat.
Tabel 2.2. Pemusnahan obat antineoplastik Metode pemusnahan Yang dapat dilakukan
1. Pengembalian ke pemasok 2. Insinerasi suhu tinggi 3. Enkapsulasi
Metode pemusnahan yang tidak dapat dilakukan
1. Insinerasi suhu sedang dan rendah 2. Pembuangan ke saluran pembuangan atau badan air 3. Pembuangan langsung ke landfill
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Ringkasan metode pemusnahan sediaan farmasi padat Kategori Metode Pemusnahan Keterangan
Padat Landfill
Tidak lebih dari 1% limbah sediaan farmasi dalam bentuk tidak diolah bersama limbah perkotaan dibuang ke landfill
Serbuk
Inertisasi Insinerasi suhu sedang atau tinggi (insinerator semen)
Obat antiinfeksi
enkapsulasi inertisasi Insinerasi suhu sedang atau tinggi (insinerator semen)
Obat antineoplastik
Kembalikan ke pemasok Tidak boleh dibuang ke landfill kecuali dienkapsulasi
Enkapsulasi Tidak dibuang ke saluran pembuangan air
inertisasi Tidak boleh diinsinerasi pada suhu sedang
Insinerasi tinggi (insinerator semen) (dekomposisi kimia)
Obat yang diawasi
Enkapsulasi Tidak boleh dibuang ke landfill kecuali dienkapsulasi
Inertisasi Insinerasi suhu sedang atau tinggi (insinerator semen)
Plastik PVC dan gelas Landfill Tidak boleh dibakar di daerah terbuka
Kertas dan kertas karton/dus Daur ulang, pembakaran, landfill
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
21 Universitas Indonesia
BAB 3 PEMBAHASAN
Pedoman pemusnahan persediaan farmasi disusun agar diperoleh suatu
pedoman melakukan pemusnahan yang baik, benar, dan aman. Pemusnahan
sediaan farmasi dilakukan pada produk yang: (1) diproduksi tanpa memenuhi
persyaratan yang berlaku; (2) telah kadaluwarsa; (3) tidak memenuhi syarat untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan; (4) dicabut izin edaranya; (5)
berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan
(PP Republik Indonesia (72/98), 1998).
Acara pemusnahan sediaan farmasi melibatkan banyak pihak,
diantaranya instansi layanan kesehatan seperti pos kesehatan, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu; instalasi farmasi kabupaten/kota; dinas kesehatan
kabupaten/kota; dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
juga dibutuhkan pedoman yang menjelaskan peran dan tanggung jawab masing-
masing pihak agar acara pemusnahan sediaan farmasi terkoordinir dengan baik.
Pemusnahan diawali dengan melaporkan sediaan farmasi yang akan
dimusnahkan oleh Kepala Instalasi Farmasi kepada Kepala Dinas Kesehatan
setempat. Kemudian tim pengelola limbah farmasi dibentuk dan ditetapkan
dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tim
pengelolaan limbah farmasi pada tingkat Kabupaten/Kota terdiri dari ketua yang
merupakan kepala bidang farmasi, wakil ketua yang dipegang oleh kepala
instalasi farmasi, sekretaris yang dipegang oleh kepala seksi farmasi, serta
anggota yang berasal dari unsur instalasi farmasi, instalasi farmasi rumah sakit,
penyehatan lingkungan, pelayanan kesehatan masyarakat, P2P, dan Bapedalda.
Tim ini akan melakukan pemeriksaan limbah farmasi yang akan dimusnahkan.
Hasil pemeriksaan dilaporkan melalui berita acara pemeriksaan. Pada
formulir berita acara pemeriksaan memuat: (1) bagian judul formulir berita acara
pemeriksaan; dan (2) kolom-kolom formulir berisi informasi yang dibutuhkan.
Pada bagian judul formulir berita acara pemeriksaan diisi dengan: (1) nama,
tempat instansi pengelola obat kabupaten/kota; (2) hari, tanggal, bulan dan tahun
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
pelaksanaan pemeriksaan; (3) nama anggota panitia; (4) jabatan anggota panitia;
(5) nomor dan tanggal surat penunjukkan panitia pemeriksaan. Sedangkan pada
kolom-kolom formulir berisi: (1) nama/jenis obat dan perbekalan kesehatan; (2)
satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (3) harga satuan kemasan obat
dan perbekalan kesehatan; (4) jumlah obat dan perbekalan kesehatan dengan
angka; (5) jumlah obat dan perbekalan kesehatan dengan huruf (6) kondisi obat
dan perbekalan kesehatan; (7) kepala instalasi farmasi propinsi/kabupaten/kota;
(8) nama panitia pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan; (9) pejabat dinas
kesehatan propinsi/kabupaten/kota sebagai mengetahui (Depkes RI, 2007).
Hasil pemeriksaan kemudian dilaporkan oleh panitia pemeriksaan obat
dengan membuat berita acara hasil pemeriksaan limbah farmasi. Laporan dibuat
empat rangkap untuk: (1) asli dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan
kabupaten/kota; (2) tindasan 1 dikirim kepada Kepala Pemerintah Daerah; (3)
tindasan 2 dikirim kepada Badan Pengawas Daerah Setempat; (4) tindasan 3
dikirim kepada Kepala Instalasi Farmasi kabupaten/kota.Setelah disetujui,
pemusnahan dapat segera dilakukan (Depkes RI, 2007).
Metode pemusnahan yang akan digunakan bergantung pada jenis
sediaan dan kategori obat. Hal ini dilakukan untuk dapat menjamin terlindunginya
masyarakat dan lingkungan sekitar dari risiko pencemaran limbah farmasi
(Widyastuti, 2005). Oleh karena itu harus dilakukan pemilahan dan
penandaan/pelabelan sediaan farmasi berdasarkan jenis sediaan dan kategori obat.
Pemilahan limbah farmasi padat dilakukan dengan cara memisahkan sediaan
padat seperti tablet, kaplet, kapsul dan serbuk dipisahkan dari bentuk sediaan lain.
Setelah sediaan padat dipisahkan dari bentuk sediaan lain, selanjutnya dipisahkan
menurut kategori obat, yaitu obat biasa, obat antiinfeksi, obat yang diawasi, dan
obat antineoplastik.
Obat-obat yang telah dipilah dipisahkan dari kemasan sekunder, tapi
masih di dalam kemasan primer. Kemasan primer yang dimaksud adalah blister,
botol, tube, dan sachet (WHO, 1999). Langkah selanjutnya adalah obat-obat
tersebut ditampung dalam wadah dan diberi label khusus (Depkes, 2007) dengan
informasi yang jelas (Widyastuti, 2005). Informasi yang tercantum dalam label
tersebut antara lain memuat: (1) nama obat, (2) kekuatan obat, (3) jenis satuan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
obat, (4) tanggal kadaluwarsa obat (5), kode obat, (6) jumlah berat obat (kg/cm3)
(Depkes RI, 2007). Untuk mempermudah pengenalan jenis limbah dapat
digunakan wadah dengan warna yang berbeda-beda untuk setiap jenis limbah.
Pengumpulan limbah farmasi merupakan suatu kegiatan untuk
menempatkan hasil limbah yang sudah disimpan di dalam wadah yang berasal
dari tempat penghasil limbah ke dalam suatu ruangan atau tempat khusus. Ruang
atau tempat harus berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan atau unit
pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan. Agar proses pengumpulan dapat
berjalan dengan baik dibutuhkan suatu mekanisme pengumpulan. Mekanisme ini
perlu dibuat agar proses pengumpulan lebih terkoordinasi sehingga dapat
mengurangi terpaparnya limbah tersebut dengan manusia dan lingkungan (Depkes
RI, 2007).
Pengumpulan limbah farmasi di instalasi farmasi kabupaten/kota
dilakukan secara bertahap. Berawal dari instansi pelayanan kesehatan seperti
puskesmas pembantu dan pos kesehatan menyalurkan limbah farmasinya ke
puskesmas yang kemudian akan diteruskan ke instalasi farmasi kabupaten/kota.
Proses pemusnahan dilakukan di instalasi farmasi kabupaten/kota dan dilaporkan
ke Dinas Kesehatan Propinsi.
Secara umum, pemusnahan limbah farmasi dilakukan dengan cara
landfill yang sebelumnya dilakukan imobilisasi dengan cara enkapsulasi atau
inertisasi. Namun, untuk limbah farmasi berupa obat antiinfeksi, obat yang
diawasi, dan obat antineoplastik dilakukan pemusnahan dengan cara khusus
seperti insinerasi atau dekomposisi kimia.
Landfill merupakan pembuangan akhir dari pemusnahan limbah farmasi.
Landfill yang benar adalah berupa lubang kosong yang jauh dari badan-badan air
dan lokasinya berada di atas permukaan air. Persyaratan ini dimaksudkan untuk
menghindari pencemaran lingkungan dengan kemungkinan terburuk adalah
pencemaran air (Widyastuti, 2005).
Enkapsulasi atau disebut juga dengan penyegelan limbah merupakan cara
pembuangan dengan menjadikan limbah farmasi ke dalam bentuk padat dalam
drum plasik atau baja. Sekitar 75% kapasitas drum diisi limbah farmasi. Jika 75%
kapasitas drum telah terisi, campuran batu kapur, semen dan air dengan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
perbandingan 15: 15: 5 dimasukkan sampai drum terisi penuh sesuai dengan
kapasitasnya. Kemudian drum ditutup dengan rapat dan dilas. Drum tersegel
tersebut harus diletakkan di lapisan dasar landfill dan ditutup dengan limbah padat
baru perkotaan. Sedangkan Inertisasi merupakan bentuk lain dari enkapsulasi.
Inertisasi dilakukan dengan cara menghancurkan dan menggiling limbah farmasi
dan campuran air, semen, dan batu kapur ditambahkan dalam hancuran limbah itu
untuk membentuk pasta yang homogen. Kemudian campuran tersebut dituang
perlahan-lahan ke dalam limbah perkotaan. Proses ini relatif murah dan dapat
dilakukan dengan peralatan sederhana. Perkiraan rasio berdasarkan berat, yaitu
limbah farmasi (65%), batu kapur (15%), semen (15%), dan air (5% atau lebih
untuk membentuk konsistensi cairan yang tepat) (Widyastuti, 2005).
Pembuangan limbah farmasi selain obat yang diawasi, obat antiinfeksi,
dan obat antineoplastik dapat dimusnahkan dengan metode landfill dengan
persyaratan tidak lebih dari 1% limbah farmasi dalam bentuk tidak diolah bersama
limbah perkotaan dibuang ke landfill. Namun, sebelum dibuang ke landfill,
limbah farmasi ini harus diimobilisasi dengan cara enkapsulasi atau inertisasi.
Obat berbentuk serbuk dapat dimusnahkan dengan cara inertisasi atau insinerasi
dengan suhu sedang atau tinggi. Untuk limbah farmasi yang memiliki toksisitas
rendah atau tidak toksik dapat dimusnahkan dengan cara dilarutkan/diencerkan
dengan sejumlah air kemudian dibuang ke saluran pembuangan (WHO, 1999).
Obat antiinfeksi tidak boleh dibuang dalam bentuk yang belum diolah.
Pilihan utama metode pemusnahan obat ini adalah insinerasi dengan suhu sedang
atau tinggi kemudian dibuang ke landfill. Jika tidak memungkinkan dilakukan
insinerasi, obat antiinfeksi diubah dalam bentuk tidak aktifnya dengan cara
dekomposisi kimia. Hasil dekomposisi kimia selanjutnya dienkapsulasi atau
diinertisasi lalu dibuang ke landfill (WHO, 1999).
Obat yang diawasi harus dimusnahkan dibawah pengawasan apoteker
atau polisi, sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pilihan utama metode
pemusnahan obat ini adalah dengan dienkapsulasi atau diinertisasi kemudian
dibuang ke landfill. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan insinerasi suhu
sedang atau tinggi kemudian dibuang ke landfill (WHO, 1999).
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Obat antineoplastik idealnya dikemas secara aman dan dikembalikan ke
pemasok untuk dimusnahakan. Jika pilihan tersebut tidak tersedia, maka obat
antineoplastik dimusnahkan dengan insinerasi suhu tinggi. Insenerator memiliki
dua bilik dengan bilik kedua bersuhu tinggi, setidaknya 1200oC, dan dilengkapi
dengan fasilitas pembersih udara/gas. Jika bilik kedua tidak bersuhu tinggi, maka
materi-materi obat antineoplastik yang telah terdegradasi akan dilepaskan dari
cerobong asap. Selain itu, hal ini untuk memastikan materi obat antioneoplastik
telah terinsinerasi secara sempurna. Berbeda dengan jenis obat lainnya, sebelum
dibuang ke landfill limbah obat antineoplastik hasil insinerasi harus diimobilisasi
dengan enkapsulasi atau inertisasi. Untuk drum obat antineoplastik, 50% kapasitas
diisi dengan obat dan sisanya diisi dengan campuran kapur, semen, dan air dengan
perbandingan berat 15:15:5. Kemudian drum diletakkan di landfill yang telah
dilapisi dengan lapisan impermeabel dari tanah liat. Penanganan obat ini tidak
boleh dipisahkan dari kemasannya dan hanya dapat dibuang ke sistem
pembuangan jika sudah di dekomposisi (WHO, 1999).
Pelaporan pemusnahan limbah farmasi dilakukan oleh tim pengelolaan
limbah farmasi dengan menggunakan lembar berita acara pemusnahan limbah
farmasi. Berita acara pemusnahan ditujukan ke Menteri dan ditandatangani oleh
penanggung jawab pelaksanan dan saksi pemusnahan limbah farmasi. Laporan
yang akan diserahkan sekurang-kurangnya memuat keterangan:
(1) waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan;
(2) jumlah dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan;
(3) nama penanggung jawab pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan;
(4) nama satu orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
alat kesehatan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Pemusnahan obat berdasarkan golongan Golongan Obat Metode Pemusnahan
Obat selain obat yang diawasi, antineoplastik, atau antiinfeksi
enkapsulasi landfill inertisasi
Obat yang diawasi
Obat antiinfeksi
Obat antineoplastik
Catatan: landfill dilapisi lapisan impermeabel dari tanah liat
Kemasan plastik PVC dan gelas Landfill
Kemasan kertas dan kertas kardus
Daur ulang Pembakaran landfill
Enkapsulasi/ inertisasi
landfill
Insinerasi
Dekomposisi kimia
Kembali ke produsen
Dimusnahkan produsen
Insinerasi suhu tinggi
Enkapsulasi/ inertisasi landfill
Insinerasi
Dekomposisi kimia
Enkapsulasi/ inertisasi
landfill
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
27 Universitas Indonesia
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pedoman pemusnahan limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
yang menyeluruh diperlukan sebagai arahan untuk melakukan pemusnahan yang
baik, benar, dan aman sehingga menjamin terlindunginya masyarakat dan
lingkungan sekitar dari risiko pencemaran limbah sediaan farmasi. Untuk
mencapati tujuan tersebut, metode pemusnahan yang digunakan harus sesuai
dengan jenis sediaan dan kategori obat yang dimusnahkan. Proses pemusnahan
limbah sediaan farmasi secara menyeluruh yaitu: (1) Pelaporan sediaan farmasi
yang akan dimusnahkan; (2) pembentukan tim pengelola limbah sediaan farmasi;
(3) pemeriksaan limbah sediaan farmasi yang akan dimusnahkan; (4) pemilahan
dan penandaan limbah sediaan farmasi sesuai dengan jenis sediaan dan kategori
obat; (5) pemusnahan limbah sediaan farmasi dengan cara yang sesuai; (6)
pelaporan dan pencatatan acara pemusnahan limbah sediaan farmasi. Pemusnahan
limbah sediaan farmasi melibatkan banyak pihak sehingga penjelasan mengenai
peran dan tanggung jawab masing-masing pihak dibutuhkan agar acara
pemusnahan sediaan farmasi terkoordinir dengan baik.
4.2. Saran
Pedoman mengenai pemusnahan limbah sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang menyeluruh belum tersedia. Sehingga pedoman pemusnahan
limbah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan harus segera disusun,
didistribusikan, dan disosialisasikan ke seluruh instalasi farmasi daerah agar
pemusnahan limbah sediaan farmasi dapat dilakukan dengan baik, benar, dan
aman serta terkoordinasi dengan baik.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
28 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2007). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 72 Tahun 1998 (72/98) tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 72 Tahun 1998 (72/98) tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Jakarta
Widyastuti, Palupi (Ed.). (2005). Panduan Pembuangan Limbah Perbekalan Farmasi. Jakara: EGC
World Health Organization. (1999). Guidelines for Save Disposal of Unwated Pharmaceuticals in and after Emergencies. World Health Organization
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
29
Lampiran 1. Rancangan pedoman pemusnahan sediaan farmasi padat
RANCANGAN PEDOMAN PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 1 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
1. Tujuan
Rancangan pedoman ini disusun untuk membuat suatu pedoman pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sudah tidak layak digunakan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat dengan cara yang benar untuk melindungi masyarakat dan lingkungan terhadap risiko yang ditimbulkan.
2. Ruang Lingkup
Pemusnahan berlaku bagi semua produk sediaan farmasi padat dengan kriteria sebagai berikut: (1) diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku; (2) telah kadaluwarsa; (3) tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan (4) dicabut izin edaranya; (5) berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan.
3. Tanggung Jawab 3.1 Kepala Instalasi Farmasi melakukan inventarisasi limbah farmasi yang akan dimusnahkan
dan melaporkannya ke Kepala Dinas Kesehatan setempat. 3.2 Kepala Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota menetapkan tim pengelolaan limbah
farmasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota.
3.3 Tim pengelola limbah farmasi melakukan pemeriksaan limbah farmasi yang akan dimusnahkan dan melaporkannya dalam berita acara hasil pemeriksaan sebanyak 4 rangkap.
3.4 Tim pengelola limbah farmasi mengkoordinir pelaksanaan pemusnahan dan melaporkannya dalam berita acara pemusnahan setelah melakukan pemusnahan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
30
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 2 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
4. Alat dan Bahan
4.1 Plastik bersegel untuk mengemas obat-obat yang sudah dipilah sesuai dengan bentuk sediaan dan kategori obat.
4.2 Kontainer sebagai wadah penyimpanan obat-obat yang telah dikemas. 4.3 Label untuk menandai kontainer dengan informasi limbah farmasi. 4.4 Sarana transportasi untuk menyalurkan limbah farmasi ke tempat distributor atau
pemasok, tempat pengumpulan Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, tempat pembuangan/landfill, atau tempat insinerasi di pabrik semen.
4.5 Drum logam atau plastik sebagai wadah akhir untuk pemusnahan dengan metode enkapsulasi atau inertisasi.
4.6 Kapur, semen, dan air sebagai campuran dalam metode pemusnahan enkapsulasi dan inertisasi
5. Prosedur 5.1 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dilakukan pembentukan tim pengelolaan
limbah farmasi tingkat Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tingkat kabupaten/kota ketua : kepala bidang farmasi wakil ketua : kepala instalasi farmasi sekretaris : kepala seksi farmasi anggota : 1. Unsur instalasi farmasi 2. Unsur instalasi farmasi rumah sakit 3. Unsur penyehatan lingkungan 4. Unsur pelayanan kesehatan masyarakat 5. Unsur P2P 6. Unsur Bapedalda
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
31
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 3 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
5.2 Melakukan pemilahan dan penandaan/pelabelan sediaan farmasi Yang akan
dimusnahkan. 5.2.1 Sediaan padat seperti tablet, kaplet, kapsul dan serbuk dipisahkan dari bentuk
sediaan lain. 5.2.2 Sediaan padat yang telah dipisahkan kemudian dipilah bedasarkan kategori obat:
obat biasa, obat antiinfeksi, obat yang diawasi, dan obat antineoplastik. 5.2.3 Obat-obat yang telah dipilah dipisahkan dari kemasan sekunder, tapi masih di
dalam kemasan primer. 5.2.3.1 tablet dan kapsul dalam blister plastik atau alumunium foil dipisahkan dari
kemasan terluar tapi tidak dipisahkan dari blisternya; 5.2.3.2 tablet dan kapsul dalam botol harus dipisahkan dari kemasan luarnya tidak
dipisahkan dari botolnya; 5.2.3.3 tablet dan tablet effervescent dalam tube dipisahkan dari kemasan luarnya
tidak dipisahkan dari tubenya; 5.2.3.4 serbuk dalam sachet atau botol dipisahkan dari kemasan luarnya tapi tidak
dipisahkan dari sachet atau botolnya 5.2.4 dikemas dalam plastik bersegel dan disimpan dalam satu wadah/kontainer
kemudian diberi label. Label mencakup informasi: (1) nama obat, (2) kekuatan obat, (3) jenis satuan obat, (4) tanggal kedaluarsa obat (5) kode obat (6) jumlah berat obat (kg/cm3)
5.3. Limbah farmasi dikumpulkan ke dalam suatu ruangan atau tempat khusus yang berada di
dalam wilayah instansi layanan kesehatan atau unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
32
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 4 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
5.4. Kepala Instalasi Farmasi melakukan inventarisasi limbah farmasi yang akan dimusnahkan
dan melaporkannya ke Kepala Dinas Kesehatan Setempat Inventarisasi dilakukan dengan menggunakan suatu formulir yang didalamnya memuat: (1) nama obat/perbekalan kesehatan; (2) nama generik; (3) satuan obat/perbekalan kesehatan; (4) jumlah obat/perbekalan kesehatan; (5) pabrikan obat/perbekalan kesehatan; (6) kelas terapi; (7) tanggal kadaluwarsa; (8) kondisi obat/perbekalan kesehatan.
5.5. Tim pengelolaan limbah farmasi melakukan pemeriksaan limbah farmasi yang akan dimusnahkan
5.6. Hasil pemeriksaan kemudian dilaporkan kepada pihak yang berwenang dengan membuat berita acara hasil pemeriksaan limbah farmasi
5.7. Melakukan pemusnahan dengan cara yang sesuai dengan sediaan farmasi yang dimusnahkan setelah ada keputusan dari yang berwenang 5.7.1. Limbah farmasi yang memiliki toksisitas rendah atau tidak toksik dapat
dimusnahkan dengan cara dilarutkan/diencerkan dengan sejumlah air kemudian dibuang ke saluran pembuangan.
5.7.2. Obat biasa berbentuk serbuk dapat dimusnahkan dengan cara inertisasi atau insinerasi dengan suhu sedang atau tinggi.
5.7.3. Obat selain obat yang diawasi, obat antiinfeksi, dan obat antineoplasitk dapat dimusnahkan dengan metode landfill. Dengan persyaratan tidak lebih dari 1% limbah farmasi dalam bentuk tidak diolah bersama limbah perkotaan dibuang ke landfill. Namun, sebelum dibuang ke landfil limbah farmasi harus diimobilisasi dengan cara enkapsulasi atau inertisasi.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
33
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 5 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
5.7.4. Obat yang diawasi harus dimusnahkan dibawah pengawasan apoteker atau polisi,
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pilihan utama metode pemusnahan obat ini adalah dengan enkapsulasi atau inertisasi kemudian dibuang ke landfill. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan insinerasi suhu sedang atau tinggi kemudian dibuang ke landfill.
5.7.5. Obat antiinfeksi dimusnahkan dengan metode insinerasi dengan suhu sedang atau tinggi kemudian dibuang ke landfill. Jika tidak memungkinkan dilakukan insinerasi, obat antiinfeksi diubah dalam bentuk tidak aktifnya dengan cara dekomposisi kimia. Hasil dekomposisi kimia selanjutnya dienkapsulasi atau diinertisasi lalu dibuang ke landfill.
5.7.6. Obat antineoplastik Dikemas secara aman dan dikembalikan ke pemasok untuk dimusnahakan. Jika pilihan tersebut tidak tersedia, maka obat antineoplastik dimusnahkan dengan insinerasi suhu tinggi. sebelum dibuang ke landfill limbah obat antineoplastik hasil insinerasi harus diimobilisasi dengan enkapsulasi atau inertisasi. Untuk drum obat antineoplastik, 50% kapasitas diisi dengan obat dan sisanya diisi dengan campuran kapur, semen, dan air dengan perbandingan berat 15:15:5. landfill yang telah dilapisi dengan lapisan impermeabel dari tanah liat. Penanganan obat ini tidak boleh dipisahkan dari kemasannya.
6. Prosedur Khusus
6.1. Pembuangan ke landfill Landfill yang benar adalah berupa lubang kosong yang jauh dari badan-badan air dan lokasinya berada di atas permukaan air. Sebelum dibuang ke landfill limbah farmasi harus diimobilisasi dengan cara enkapsulasi atau inertisasi.
6.2. Enkapsulasi Limbah farmasi disegel di dalam drum terbuat dari plastik atau baja. Sekitar 75% kapasitas drum diisi limbah farmasi. Jika 75% kapasitas drum telah terisi, campuran batu kapur, semen dan air dengan perbandingan 15: 15: 5 dimasukkan sampai drum terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya. Kemudian drum ditutup dengan rapat dan dilas. Drum tersegel tersebut harus diletakkan di lapisan dasar landfill dan ditutup dengan limbah padat baru perkotaan.
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
34
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 6 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
6.3. Inertisasi
Limbah farmasi harus dilepaskan dari kemasan. Limbah yang sudah dipisahkan dari kemasan kemudian dihancurkan atau digiling dan campuran air, semen, dan batu kapur ditambahkan dalam hancuran limbah itu untuk membentuk pasta yang homogen. Kemudian campuran tersebut dituang perlahan-lahan ke dalam limbah perkotaan. Perbandingan yang bisa digunakan dalam proses inertisasi adalah sebagai berikut: limbah farmasi (65%), batu kapur (15%), semen (15%), dan air (5% atau lebih untuk membentuk konsistensi cairan yang tepat).
7. Pelaporan
7.1 Pelaporan pemeriksaan limbah farmasi 7.1.1. Pelaporan pemeriksaan limbah farmasi dilakukan oleh tim pengelolaan limbah
farmasi dengan menggunakan lembar berita acara pemeriksaan limbah farmasi. 7.1.2. Pada formulir berita acara pemeriksaan memuat bagian judul formulir berita acara
pemeriksaan dan kolom-kolom formulir berisi informasi yang dibutuhkan. Pada bagian judul formulir berita acara pemeriksaan diisi dengan: (1) nama, tempat instansi pengelola obat kabupaten/kota; (2) hari, tanggal, bulan dan tahun pelaksanaan pemeriksaan; (3) nama anggota panitia; (4) jabatan anggota panitia; (5) nomor dan tanggal surat penunjukkan panitia pemeriksaan. Pada kolom-kolom formulir berisi: (1) nama/jenis obat dan perbekalan kesehatan; (2) satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (3) harga satuan kemasan obat dan perbekalan kesehatan; (4) jumlah obat dan perbekalan kesehatan dengan angka; (5) jumlah obat dan perbekalan kesehatan dengan huruf (6) kondisi obat dan perbekalan kesehatan; (7) kepala instalasi farmasi kabupaten/kota; (8) nama panitia pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan; (9) pejabat dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai mengetahui
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012
35
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
RANCANGAN PEDOMAN Halaman 7 dari 7
PEMUSNAHAN SEDIAAN FARMASI PADAT DI INSTALASI FARMASI
KABUPATEN/KOTA Status Prosedur Nomor .................... Baru Pengganti Mengganti Nomor .................... Tanggal ................... Tanggal berlaku ................................
Subdirektorat Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Disusun oleh :
......................................
Tanggal
......................................
Diperiksa oleh
...................................... Tanggal
......................................
Disetujui oleh
...................................... Tanggal
......................................
7.1.3. Berita acara pemeriksaan dibuat 4 rangkap yang ditujukan untuk:
a. Asli dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota b. Kopi 1 dikirim kepada Kepala Pemerintahan Daerah c. Kopi 2 dikirim kepada Badan Pengawas Daerah Setempat d. Kopi 3 dikirim kepada Kepala Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota
7.2 Pelaporan pemusnahan limbah farmasi
Pelaporan pemusnahan limbah farmasi dilakukan oleh tim pengelolaan limbah farmasi dengan menggunakan lembar berita acara pemusnahan limbah farmasi. Berita acara pemusnahan ditujukan ke Menteri dan ditandatangani oleh penanggung jawab pelaksanan dan saksi pemusnahan limbah farmasi. Laporan yang akan diserahkan sekurang-kurangnya memuat keterangan: (1) waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan; (2) jumlah dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan; (3) nama penanggung jawab pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan; (4) nama satu orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
8. Dokumen Rujukan 8.1 Guidelines for Safe Disposal of Unwated Pharmaceuticals in and after Emergencies,
World Health Organization, 1999. 8.2 Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2007 8.3 Panduan Pembuangan Limbah Perbekalan Farmasi, 2005 8.4 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan
sediaan farmasi dan alat kesehatan
Laporan praktek..., Ary Andriani, FMIPA UI, 2012