tutorial kasus 3

5
Etiologi Demam Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009) Etiologi Malaria Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan

Upload: indranibwu

Post on 10-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

wkkwk

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial Kasus 3

Etiologi Demam

Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007).

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009)

Etiologi Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfuse darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000)

Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000)

Page 2: Tutorial Kasus 3

Silkus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006) Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006)

Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto, 2000) Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(Harijanto, 2000)

Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000) Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200)

Page 3: Tutorial Kasus 3

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000) Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2006).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. (Harijanto P.N, 2006)

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi W, 2000)

2. Mediator endotoksin-makrofagPada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat Universitas Sumatera Utara menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W, 2000)