tugas resume akuntansi pajak penghasilan
DESCRIPTION
menganalisis tentang pajak penghasilan penduduk indonesiaTRANSCRIPT
TUGAS RESUME
Akuntansi Pajak, Pajak Penghasilan (PPh), Pajan Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM)
Untuk memenuhi mata kuliah Akuntansi Perpajakan
Oleh:
Yuninanda Anggi Y (110903101013)
Yowanda Purwanto (110903101060)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2013
Akuntansi Pajak dan Akuntansi
Pajak Penghasilan
(PPh)Oleh : Yuninanda Anggi Yuristiawanti
Akuntansi Pajak adalah suatu proses pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan kaitannya dengan kewajiban perpajakan dan diakhiri dengan pembuatan laporan keuangan fiskal sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan yang terkait sebagai dasar pembuatan surat pemberitahuan tahunan.
Penyusunan laporan keuangan ini diperlukan untuk mempermudah perusahaan dalam melaporkan harta/kekayaan dan juga penghasilan serta biaya yang diperoleh perusahaan pada periode tertentu. Dan perusahaan perlu beberapa jenis laporan laba/rugi untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang pada tahun pajak tertentu.
Pembukuan Vs Pencatatan berdasar Undang-Undang No.16 tahun 2009 Pasal 28 ayat :
(1) disebutkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2) disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan ketentuan Wajib Pajak orang Pribadi maupun Wajib Pajak badan diwajibkan melakukan pembukuan yang merupakan proses pencatatan semua transaksi disertai dengan bukti-bukti yang akurat dan diakhiri dengan pembuatan laporan keuangan. Namun apabila proses menghitung menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto itu merupakan pencatatan berdasar estimasi atau perkiraan dari Wajip Pajak sendiri yang dalam pencatatan tidak didukung oleh bukti-bukti yang jelas dan akurat maka diperbolehkan karena alasan kurangnya pengetahuan mengenai akuntansi itu sendiri.
Rumus PPh Terutang = 5% x DPP (Dasar pengenaan Pajak)
Proses Akuntansi Perpajakan dimulai dengan transaksi yang akan dicatat berkaitan dengan informasi keuangan yang dapat dinilai dengan uang, bukan informasi non keuangan. Lalu transaksi akan dicatat pada suatu jurnal, kemudian diposting lalu dipindahkan dalam buku pembantu, dan dimasukan ke dalam neraca lajur yang akan dilanjutkan dengan pembuatan laporan keuangan (laporan keuangan dapat dibuat secara bulanan atau tahunan), kemudian akan terjadi rekonsiliasi fiskal dan diakhiri dengan Laporan keuangan fiskal.
Keterangan :
1. Jurnal adalah suatu transaksi yang terjadi akan dicatat setiap bulannya untuk mencatat transaksi sehari-hari dan menyesuaikan akun-akun nominal. Terdapat dua jenis jurnal yaitu: a) Jurnal Umum yang digunakan untuk mencatat semua transaksi baik yang kredit maupun tunai dalam satu jurnal.
b) Jurnal Khusus yang dibedakan menjadi empat (4) jenis jurnal diantaranya adalah sebagai berikut ;
Jurnal Penjualan digunakan untuk mencatat transaksi kaitannya dengan penjualan secara kredit.
Jurnal Pembelian digunakan untuk mencatat transaksi terkait dengan pembelian secara kredit.
Jurnal Penerimaan Kas digunakan untuk mencatat transaksi kaitannya dengan kas/uang yang masuk ke kas perusahaan.
Jurnal Pengeluaran Kas digunakan untuk mencatat transaksi terkait dengan penjualan secara kredit.
2. Pemostingan adalah proses menggolongkan suatu jurnal ke dalam buku besar masing-masing akun yang terkait.
3. Buku Besar Pembatu digunakan untuk membantu bagian akuntansi dalam memonitoring besarnya mutasi hutang/piutang/persediaan untuk masing-masing suplier/pelanggan/barang. Buku ini terdiri dari Buku Pembantu Piutang Dagang, Buku Pembantu Hutang Dagang, dan Buku Pembantu Persediaan.
4. Neraca Lajur dibuat untuk mempermudah kita membuat laporan keuangan yang dimana kita harus memasukan semua akun yang ada beserta saldo akhirnya dan juga memasukan jurnal penyesuaian yang telah kita buat.
5. Berdasar Neraca Lajur diatas kita dapat membuat Laporan Keuangan, yang terdiri dari ;
a. Laporan Neracab. Laporan Laba/Rugic. Laporan Perubahan Ekuitasd. Laporan Arus kase. Catatan atas Laporan Keuangan
6. Berdasar peraturan dan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia, perbedaan perlakuan antara akuntansi komersial menyebabkan perusahaan harus membuat laporan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu proses penyesuaian-penyesuaian laporan laba/rugi fiskal berdasar ketentuan perundang-undangan sehingga diperoleh laba/rugi fiskal sebagai dasar untuk penghitungan pajak penghasilan untuk satu tahun tertentu.
7. Berikutnya mendasar pada laporan rekonsiliasi fiskal kita dapat membuat Laporan keuangan Fiskal, yang terdiri dari ;
a. Laporan Neraca Fiskal b. Laporan Laba/Rugi fiskal
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; Dana Pensiun atau badan lainnya yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun; Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Dasar-dasar Hukum:
1. Undang-undang PPh No 36 tahun 20082. PMK No 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan
pajak atas penghsilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
3. PMK No 250/PMK.03/2008 tentang besarnya biaya jabatan atau biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai tetap atau pensiunan.
4. Peraturan Dirjen Pajak No Per 57/Pj/2009 tentang perubahan atas peraturan Dirjen Pajak No Per 31/Pj/2009 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 21 dan atau PPh 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
5. PSAK No 46 tentang Akuntansi Pajak Tangguhan.
Cara perhitungan umum PPh 21 sebagai berikut :
Gaji pokok sebulan xxxxTunjangan-tunjangan xxxx +Biaya jabatan/pensiun xxxx-Penghasilan neto sebulan xxxx
Penghasilan neto setahun x12bln xxxxPTKP xxxx-PKP xxxx
PPh Pasal 21 terutang 5% x PKP xxxxPPh Pasal 21 sebulan : 12bln xxxx
Catatan :Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan PPh bagi pegawai tetap sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setingi-tingginya Rp 6.000.000,00/tahun atau Rp 500.000,00/bulan.Sedang biaya pensiun sebagai pengurang penghasilan bruto sebesar Rp 2.400.000,00/setahun atau Rp 200.000,00/bulan.
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah bagi:
Wajib Pajak Rp 24.300.000,00 Status Kawin Rp 2.025.000,00 (tambahan) Istri Bekerja Rp 15.840.000,00 Tanggungan (maks 3) Rp 2.025.000,00 (tambahan)
Tarif PPh pasal 21 :
Penghasilan s.d Rp 50.000.000,00 tarif 5% Penghasilan s.d Rp 50.000.000,00 – Rp 250.000.000,00 tarif
15% Penghasilan s.d Rp 250.000.000,00 – Rp 500.000.000,00 tarif
25% Penghasilan diatas RP 500.000.000,00 tarif 30%
Contoh Kasus :
1. Tidar Rabbaani bekerja sebagai manager di PT. DJARUM Tbk, menerima pengahasilan sebesar Rp 7.000.000,00/bulan. Mendapat premi asuransi 0,5% untuk jaminan kecelakaan kerja, dan 0,5% untuk jaminan kesehatan yang semuanya dibayar oleh perusahaan. Dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000,00/bulan. Tidar Rabbaani menikah tanpa anak namun mempunyai tanggungan orang tua (ibu). Hitunglah PPh 21 terutang yang wajib dipungut oleh PT. DJARUM Tbk dan buatlah jurnal yang diperlukan!!
2. Juninanda Firdaus adalah istri dari Tidar Rabbaani, bekerja sebagai pegawai di PT. BPR Artha dan menerima gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,00. Membayar iuran pensiun Rp 100.000,00/bulan, premi asuransi 0,3% untuk jaminan kesehatan dan 0,4% untuk jaminan hari tua. Berdasar surat keterangan Pemerintah daerah setempat yang diserahkan pada pemberi kerja pemungutan PPh 21 terpisah dengan suami. Jadi hitunglah PPh 21 terutang dan buatlah jurnalnya!!
Penyelesaian Kasus :
Gaji sebulan Rp 7.000.000,00Premi Asuransi : - JKK 0,5% Rp 35.000,00- JK 0,5% Rp 35.000,00
Penghasilan bruto Rp 7.070.000,00
Biaya Jabatan 5% (Rp 353.500,00)
Iuran Pensiun (Rp 200.000,00)
Total Pengurang Rp 553.500,00 -
Penghasilan neto sebulan Rp 6.516.500,00
Penghasilan neto setahun x 12 bln Rp 78.198.000,00
PTKP :
- Wajib Pajak (Rp 24.300.000,00)- Menikah (Rp 2.025.000,00)- Tanggungan (ibu) (Rp 2.025.000,00)
Total PTKP Rp 28.350.000,00-
PKP Rp 49.848.000,00
PPh 21 terutang 5% Rp 2.492.400,00
PPh 21 sebulan :12 Rp 207.700,00
JURNAL Beban Gaji Rp 6.862.300,00
PPh 21 Rp 207.700,00
Kas Rp 7.070.000,00
Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Biaya Jabatan 5% (Rp 250.000,00)
Iuran Pensiun (Rp 100.000,00)
JHT 0,4% (Rp 20.000,00)
JK 0,3% (Rp 15.000,00)
Total Pengurang Rp 385.000,00 -
Penghasilan neto sebulan Rp 4.615.000,00
Penghasilan neto setahun x 12 bln Rp 55.380.000,00
PTKP : (Rp 24.300.000,00)-
PKP Rp 31.080.000,00
PPh 21 terutang 5% Rp 1.554.000,00
PPh 21 sebulan :12 Rp 129.500,00
JURNAL Beban Gaji Rp 4.870.500,00
PPh 21 Rp 129.500,00
Kas Rp 5.000.000,00
PPh Pasal 22merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan PPh yang dilakukan oleh pihak lain terhadap Wajib Pajak yang melakukan penyerahan barang dianggap menguntungkan sehingga penjual atau pembeli kemungkinan besar akan mengalami keuntungan. Selain itu juga PPh pasal 22 ini dapat dikenakan pada pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak tergolong mewah. Dan apabila perusahaan melakukan transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak kepada bendaharawan pemerintah maka selain dipungut PPN, juga akan dipungut PPh Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah.
Berdasar pada ketentuan baru yang mengatur tentang PPh pasal 22, yang berlaku mulai 1 januari 2009 para pihak yang berwenang menjadi pemungut atas pajak ini dapat dijabarkan lebih luas yaitu sebagai berikut :
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
Direktorat Jenderal Pembendaharaan, Bendahara Pemerintah baik tingkat pusat atau pun daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD).
Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan Bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun Non-APBN.
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksi dalam negeri.
Produsen atau Importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas.
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Beberapa barang yang tergolong mewah yang dikenakan PPh Pasal 22
Berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan No 253/PMK.03/2008 beberapa penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah sebagai berikut :
Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20 milyar Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10
milyar Rumah beserta tanah dengan harga jual atau harga pengalihan
lebih dari Rp 10 milyar dan luas bangunan lebih dari 500m2
Apartemen, Kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 milyar dan atau luas bangunan lebih dari 400m2
Kendaraan bermotor roda empat yang pengangkutan orang kurang dari 10, dengan harga jual lebih dari Rp 5 milyar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3000cc
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22
Berdasar peraturan pemerintah besarnya pungutan pajak penghasilan pasal 22 ditetapkan adalah sebagai berikut:
a. Atas Impor :- Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar
2,5% dari nilai impor.- Yang tidak menggunakan API (Black Market), sebesar 7,5%
dari nilai impor.
- Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang.b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 2,
3, dan 4 sebesar 1,5% dari harga pembelian.c. Atas penjualan hasil produksi atau pembelian bahan-bahan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 5, 6 dan 7 berdasar ketentuan yang ditetapkan lebih lanjutdengan keputusan Dirjen Pajak.
Ketentuan diatas berlaku bagi Wajib Pajak yang mempunyai NPWP, ketentuan bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP maka akan lebih tinggi 100% dari tarif pajak semula jika mempunyai NPWP.
Rumus Kas/Piutang Dagang xxxx Penjualan xxxx PPN Keluaran xxxx(Mencatat Penjualan)
PPh Pasal 22 dibayar dimuka xxxxPPN Keluaran xxxx
Kas xxxx(Mencatat pemungutan PPh pasal 22 dan PPN)
Dasar Pengenaan Pajak
1. Harga Jual/Beli Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
Rumus Harga Jual = 110/100 x Nilai Penjualan x tarif2. Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PpnBMyang dipungut meunurut Undang-Undang ini. Rumus Nilai Impor = (Cost+Insurance+Freight) + Bea lainnya
Contoh Kasus
1. PT. Wisma Gita sebagai penjual barang elektronik, menjual 6 buah notebook kepada Departemen Keuangan dengan harga jual @ Rp 3.500.000,00 sudah termasuk PPN. Berapakah besar pajak penghasilan yang harus dipungut oleh Departemen Keuangan dan buatlah jurnal yang diperlukan sebagai pembeli?
2. PT. Wisma Gita mengimpor barang elektronik dari Korea Selatan sebanyak 8 unit dengan harga US$ 1,500 ditambah bea masuk 2% bea lainnya sebesar 1% dari harga jual. Pada saat itu kurs yang berlaku Rp 8.500,00/$. Dan PT. Wisma Gita tidak memiliki API.
a) Berapakah besar Pajak Penghasilan yang harus dipungut oleh Dirjen Bea Cukai?
b) Buatlah jurnal atas transaksi diatas yang dicatat oleh Dirjen Bea cukai!
Penyelesaian Kasus
1. Harga Jual = 100/110 x Rp 21.000.000,00
= Rp 19.090.909,00
PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp 19.090.909,00
= Rp 286.364,00
JURNAL Belanaja Barang Rp 21.000.000,00
Kas Rp 21.000.000,00
(mencatat pembelian tunai)
Kas Rp 2.195.455,00
Penerimaan PPh 22 Rp 286.364,00
Penerimaan PPN Rp 1.909.091,00
(mencatat pemungutan pajak)
2. Cost = 8 unit x 1500 x 8500
= Rp 102.000.000,00
Bea Masuk = 2% x Rp 102.000.000,00
= Rp 2.040.000,00
Bea Lain = 1% x Rp 102.000.000,00
= Rp 1.020.000,00
Nilai Impor = Rp 102.000.000,00 + Rp 2.040.00,00 + Rp 1.020.000,00
= Rp 105.060.000,00
PPh pasal 22 = 7,5% x Rp 105.060.000,00
= Rp 7.879.500,00
PPN = 10% x Rp 105.060.000,00
= 10.506.000,00
JURNAL Kas Rp 18.385.500,00
Penerimaan PPh 22 Rp 7.879.500,00
Penerimaan PPN Rp 10.506.000,00
PPh Pasal 23 merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan PPh yang dilakukan atas penghasilan (deviden, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenis selain yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 serta sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengguanaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) dan imbalan sehubungan dengan jasa selain jasa yang telah dipotong pajak pengahsilan pasal 21), dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subyek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya pada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
Dasar Hukum :
1. Undang-undang Pajak Penghasilan NO 36 tahun 20082. PMK Republik Indonesia No 244/PMK.03/2008 tentang obyek dan
besarnya tarif PPh Pasal 23
Obyek dan tarif PPh Pasal 23
Ketentuan yang cenderung memaksa Wajib Pajak untuk memiliki NPWP kecuali bila yang bersangkutan memilih dipotong lebih tinggi. Berikut adalah ringkasan atas penghasilan dari :
Deviden, bunga, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Final pasal 4 (2), terutang PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
Atas imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, dipotong PPh pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Penghasilan yang tidak dikenakan PPH Pasal 23
Selain penghasilan diatas, ada beberapa penghasilan yang tidak dikecualikan dari pemotongan PPh 23 adalah :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang pada bank2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi3. Deviden yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 17 ayat (2c) UU PPh4. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i UU
PPh5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi pada
anggotanya
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang pada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan atau pembiayaan terdiri dari :
- Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang mendapat ijin usaha dari Menteri Keuangan
- BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan bagi uasaha mikro, menengah dan koperasi, termasuk PT Permodalan Madani.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Tarif bagi Wajib Pajak tak ber-NPWP
Pihak yang dipotong PPh tersebut tidak mengalami perubahan yaitu Wajib Pajak Dalam Negeri, Bentuk Usaha Tetap dan Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya. Namun bagi Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23 dan tidak memiliki NPWP, maka besar tarifnya adalah lebih tinggi 100% dari pada tarif normal.
Contoh kasus dan penyelesaiannya
1. Departemen keuangan membayar sewa kendaraan roda empat(mini bus) dari CV. Cipaganti sebesar RP 4.000.000,00 dan diasumsikan CV. Cipaganti tidak memiliki NPWP. Pajak apa saja yang harus dipotong oleh Departemen Keuangan? Kemudian buatlah jurnal atas transaksi diatas!
PPh Pasal 23 = 100% x 2% x Rp 4.000.000,00 = Rp 160.000,00
JURNAL bagi CV. Cipaganti Kas Rp 4.000.000,00
Pendapatan service Rp 4.000.000,00
PPh Pasal 23 dibayar dimuka Rp 160.000,00Kas Rp
160.000,00
JURNAL bagi Departemen Keuangan
Biaya Sewa Rp 4.000.000,00Kas Rp 4.000.000,00
Kas Rp 160.000,00
Hutang PPh pasal 23 Rp 160.000,00
Hutang PPh pasal 23 Rp 160.000,00
Kas Rp 160.000,00
Pph pasal 24 adalah bentuk pemotongan dan
pemungutan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak
yang sama.
Yang dimaksud akuntansi pajak penghasilan pasal 24 adalah
pencatatan yang berkaitan dengan pph pasal 24. Jenis
penghasilan yang termasuk dalam pasal 24 adalah laba bersih,
deviden dan lain-lain sebagaimana telah diatur dalam Undang-
undang.
Ketika perusahaan menerima penghasilan ini pencatatannya
sebagai berikut:
Kas XXX
Pendapatan Deviden/Sewa/Bunga/Lainnya XXX
(Mencatat penerimaan pendapatan deviden, sewa, lainnya)
PPh pasal 24 dibayar dimuka XXX
Kas XXX
(Mencatat PPh pasal 24 yang dipungut)
Objek dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 24
Berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008. Maka objek pajak
penghasilan pasal 24 adalah beberapa penghasilan yang boleh
dikategorikan boleh dikreditkan dengan pajak terutang adalah
sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta
keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya
adalah Negara tepat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan
2. Penghasilan bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah Negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani bungam royalty, atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau beraada
3. Penghasilan berupa sewa shubungan dengan penggunaan
harta tak gerak adalah Negara tempat harta tersebut
terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan adalah Negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau benda
5. Penghasilan bentuk usaha tetapt adalah Negara tempat
bentuk usaha tetap tersebut menjalankanusaha atau
melakukan kegiatan
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruhhak
penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah
Negara tempat lokasi penambangan berada
7. Keuntungan karena pengalihak harga tetap adalah Negara
tempat harta tetap berada
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian
dari suatu bentuk usaha tetap
Contoh Kasus dan Penyelesaiannya :
1. PT A di Indonesia merupakan pemegang saham
tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam
tahun 2006 memperoleh keuntungan sebesar US$
100,000.00. Pajak penghasilan yang berlaku di
Negara X adalah 48% dan pajak Dividen adalah 38%.
Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah
sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00
Pajak Penghasilan (Corporate income tax)
Atas Z Inc : (48%) US$ 48,000.00
(-)
US$ 52,000.00
Pajak atas dividen (38%) US$
19,760.00 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$
32,240.00
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap
seluruh pajak penghasilan yang terutang atas PT A adalah pajak
langsung yang dikenakan atas penghasilan yang diterima di luar
negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$
19,760.00. Pajak penghasilan yang sebesar US$ 48,000.00 tidak
dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan karena pajak
tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang
diterima PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan
atas keuntungan Z Inc. di negera X.
Kredit Pajak Penghasilan Pasal 24
Besarnya kredit pajak pph 24 yang boleh dikurangkan
dengan Pajak penghasilan tahunan adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi
tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang.
Contoh Kasus dan Penyelesaiannya :
PT. ABC pada th 2009 memperoleh penghasilan sebagai berikut:
- Deviden dari PT CBA di Amerika sebesar 100 Milyar dengan
tariff disana sebesar 20%
- Sewa gedung di Singapura sebesar 200 Milyar dengan tarif
25%
- Penghasilan dari Indonesia sendiri 300 Milyar
Berapakah besarnya PPh pasal 24 yang boleh dikreditkan?
Jawab :
- Pajak di Amerika = 200 Milyar X 20%
= 20 Milyar
- Pajak di Singapura = 200 Milyar X 25%
= 50 Milyar
- Total Penghasilan= 100 M + 200 M + 300 M
= 600 M
Jika diasumsikan peredaran Bruto tahun 2009 sebesar 56
Milyar
- Pajak Terutang = 600 M X 28%
= 168 M
Besarnya PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan untuk:
a. Deviden dari Negara Amerika:
= 100M600M x 168 M = 28M
Jika besarnya PPh yang dihitung berdasarkan Undang-
Undang di Indonesia lebih besar maka PPh Pasal 24
yang boleh dikreditkan adalah sebesar 20 M
b. Sewa dari Singapura
= 200M600M
x 168 M = 56 M
Jika besarnya PPh yang dihitung berdasarkan Undang-
Undang di Indonesia lebih besar maka PPh Pasal 24
yang boleh dikreditkan adalah sebesar 50 M
Pencatatan PT.ABC
Kas 100 M
Pendapatan Deviden 100 M
(Mencatat penerimaan pendapatan deviden)
PPh Pasal 24 dibayar dimuka 20 M
Kas 20 M
(Mencatat PPh Pasal 24 yang dipungut)
Kas 200 M
Pendapatan Sewa 200 M
(Mencatat penerimaan pendapatan sewa)
PPh Pasal 24 dibayar dimuka 50 M
Kas 50 M
(Mencatat PPh Pasal 24 yang dipungut)
PPh Pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak.
Dasar Perhitungan :
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurutSurat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Rumus Pajak Hutang setahun : xxxxKredit Pajak :
- PPh pasal 21 (xxxx)- PPh pasal 22 (xxxx)- PPh pasal 23 (xxxx)- PPh Pasal 24 (xxxx)+
Total Kredit Pajak : xxxx-Pajak kurang/lebih : xxxxPPh Pasal 25 : hasil diatas /12
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
Penetapan besarnya pajak berdasarkan SKP tsb bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT.
Dirjen Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT PPh;
WP membetulkan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP.
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
Wajib Pajak baru;
Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala;
WP orang pribadi pengusaha tertentu (melakukan kegiatan usaha di bid. Perdagangan grosir dan atau eceran barang konsumsi melalui gerai/outlet yg tersebar di bbrp lokasi, tdak termasuk kendaraan bermotor dan restoran) dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.
PPh Ps 25 bagi WP baru: dihitung berdasarkan jml pajak yg diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yg disetahunkan dibagi 12.
Bagi Bank: dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yg disetahunkan
dikurang PPh Ps 24 yg dibayar/terutang di LN utk th pajak yg lalu dibagi 12.
Bagi Bank sbg WP baru: PPh ps 25 Triwulan I dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan I yg disetahunkan dibagi 12.
Bagi BUMN/D: dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) th pajak ybs yg telah disahkan oleh RUPS dikurangi dengan pemotongan/pemungutan PPh 22, 23, 24 pada tahun pajak yg lalu dibagi 12.
Jika RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh 25 tiap bulan adalah sama dg angsuran PPh 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
Jika ada sisa kerugian yg msh dpt dikompensasikan: penghasilan neto menurut RKAP dikurangi jml sisa kerugian yg blm dikompensasikan tsb.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (UU no 36/2008 pasal 25 ayat 8).
Contoh Kasus dan Penyelesaianya
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 th 2002 adalah:
PPh terutang 2002 Rp. 30 jt
Pengurangan:
PPh Pasal 21 Rp. 8 jt
PPh Pasal 22 Rp. 2 jt
PPh Pasal 23 Rp. 2 jt
Total KreditRp. 12 jt
Dasar perhitungan PPh Ps 25 th 2002 Rp. 18 jt
Besarnya PPh Ps 25 per bulan:
Rp. 18 jt / 12 bulan = Rp. 1.500.000,
Jika pajak terutang pada tahun tersebut melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipungut oleh pihak lain maka akan muncul kurang bayar. Kurang bayar disini yang disebut sebagai PPh Pasal 29.Jika pajak terutang pada tahun tersebut kurang dari jumlah kredit pajak yang telah dipungut oleh pihak lain maka akan muncul lebih bayar. Lebih bayar disini yang disebut sebagai PPh Pasal 28A.
Rumus Pajak Hutang setahun :xxxx
Kredit Pajak :- PPh pasal 21 (xxxx)- PPh pasal 22 (xxxx)- PPh pasal 23 (xxxx)- PPh Pasal 24 (xxxx)
- PPh Pasal 25 (xxxx)+Total Kredit Pajak : xxxx-Pajak kurang (29)/ lebih (28A) : xxxx
Contoh Kasus dan Penyelesainnya :
1. Pada tahun 2010 PT. ABC mencatat peredaran bruto Rp 55 Miliar dan penghasilan kena pajak sejumlah Rp 100 juta. Jika pada tahun tersebut perusahaan telah dipotong dan dipungut PPh Pasal 22 sebesar 2 juta, PPh Pasal 23 sebesar 3 juta. Berapakah besarnya PPh??
Penghasilan kena pajak : 100 jutaPajak Terutang setahun (28% X 100 juta) : 28 jutaKredit Pajak- PPh Pasal 22 2 Juta- PPh Pasal 23 3 Juta +Total Kredit Pajak : 5 juta -Pajak Kurang Bayar (Pasal 29) : 23 Juta
PPh Pasal 25:Penghasilan kena pajak : 100 jutaPajak Terutang setahun (28% X 100 juta) : 28 jutaKredit Pajak- PPh Pasal 22 2 Juta- PPh Pasal 23 3 Juta +Total Kredit Pajak : 5 juta -Pajak Kurang/Lebih Bayar : 23 JutaPPh Pasal 25 : 23 Juta /12
: 1.916.667Jadi Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar 1.916.667,-
JURNAL Biaya Pajak 28,000,000PPh Pasal 22 2,000,000PPh Pasal 23 3,000,000Hutang PPh Pasal 29
23,000,000
Pada Tarif PPh Pasal 31E disebutkan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh Pasal 31E dibagi menjadi dua (2) :
1. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
2. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang = [(50% X 28%) X PKP yang memperoleh fasilitas] + [28% X PKP yang tidak memperoleh fasilitas]
Contoh kasus dan Penyelesainnya
Peredaran bruto PT ABC dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00.
Jawab: Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000,00
= Rp 70.000.000,00
Jika Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
a. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 = Rp 480.000.000,00
b. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00
= Rp 2.520.000.000,00
c. Total Pajak Penghasilan yang terutang
= (50%x 28% x Rp480.000.000,00) + (28% x Rp2.520.000.000,00)
= Rp 67.200.000,00 + Rp 705.600.000,00
= Rp772.800.000,00
Tabel PPh Final
Dasar Hukum Jenis Penghasilan DPP Tarif
PP 131/2000 Bunga Deposito. Tabungan, dan SBI
Jumlah Bruto 20%
PP 14/1997 Penjualan saham di bursa
Jumlah Bruto - Saham pendiri 0,6%- Saham bukan pendiri
0,15%PP 04/1995 Penjualan saham
milik perusahaan model ventura
Jumlah Bruto 0,1
PP 132/2000 Hadiah undian Jumlah Bruto 25%
PP 71/2008 Pengalihan hak atas tanah dan bangunan
Jumlah Bruto Nilai Pengalihan atau NJOP,
mana yang lebih tinggi
RS dan RSS 1%
Selain RS dan RSS 6%
PP 5/2002 Persewaan tanah dan/atau bangunan
Jumlah Bruto 10%
PP 51/2008 jo
PP 40/2009
Jasa konstruksi Nilai kontrak Pelaksaaan:
- Memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
- Tidak memiliki kualifikasi 3%
- Selain diatas 4%Perencanaan/pengawasan:
- Memiliki kualifikasi usaha 4%
- Tidak memiliki kualifikasi 6%
PP 15/2009 Bunga simpanan koperasi
Jumlah bunga - S.d Rp 240.000,00, 0%- Diatas Rp 240.000,00, 10%
PP 16/2009 Bunga obligasi Jumlah bunga dan/atau diskonto
- WPDN & BUT 15%- WPLN 20% atau tarif P3B- WP reksadana:
2009-2010, 0%
2011-2013, 5%
2014 sdt, 15%
PP 17/2009 Transaksi derivatf di bursa
Margin awal 2,5%
PP 19/2009 Dividen yang diterima orang
pribadi
Jumlah dividen 10%
PP 138/2000 jo 79/PMK.03/2008
Selisih lebih revaluasi aktiva
tetap
Selisih lebih revaluasi 10%
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 4 (2)
Menurut Undang-undang No 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 2, penghasilan
yang dikenakan Pph pasal 4 ayat 2 adalah penghasilan depotsito, hadiah
undian, dan lain-lain. Pajak ini bersifat final, artinya sudah dipotong pada saat
si wajib pajak memperoleh penghasilan tersebut.
Pencatatan ketika perusahaan memperoleh penghasilan :
Kas XXX
Pendapatan Deposito/hadiah/lainnya XXX
(Mencatat penerimaan pendapatan deposito, hadiah, dan lainnya)
Biaya Pph pasal 4 (2) XXX
Kas XXX
(Mencatat pph pasal 4 (2) yang dipungut)
Pencatatan untuk perusahaan yang memungut PPh pasal 4 (2) :
Biaya bunga Deposito / Hadiah / lainnya XXX
Kas XXX
(Mencatat pengeluaran untuk bunga deposito, hadiah, dan lainnya)
Kas XXX
Hutang PPh Pasal 4 (2) XXX
(Mencatat PPh Pasal 4 (2) yang dipungut)
Objek Pajak :
Berikut Penghasilan yang dikenai PPh pasal 4 (2):
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi, surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota
b. Penghasilan hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transakasi
derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bengunan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.
Tarif PPh Pasal 4 (2) :
1. Hadiah Undian 25 %
dari jumlah bruto
2. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Pengecualian:
- Bunga Deposito dan Tabungan serta diskonto SBI
Sepanjang jumlah deposito tidak melebihi Rp 7.500.000
- Bunga Disconto / tabungan yang diterima bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia
20 % dari
- Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang
jumlah bruto
diterima oleh dana pension dari sumber pendapatan
Berdasar Pasal 29 UU No 11
- Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah
dlm rangka pemilikan rumah sederhana, kapling siap
bangun sepanjang untuk dihuni sendiri
3. Bunga Simpanan Koperasi:
- Penghasilan berupa bunga simpanan sampai
0 % dengan Rp 240.000
- Bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan
10 %
lebih dari Rp 240.000
4. Transaksi Saham di Bursa Efek:
a. Saham pendiri 0,5 %
b. Bukan saham pendiri 0,1 %
5. Penghasilan dari transaksi derivative 2,5 % dari margin
awal
6. Bunga atau disconto obligasai yang diperjualbelikan
di bursa efek 20 %
7. Persewaan Tanah / Bangunan 10 %
8. Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah
dan/bangunan 5 %
9. Usaha Jasa Konstruksi:
- Pelaksanaan konstruksi yg dilakukan penyedia 2 %
jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil
- Pelaksaan konstruksi dilakukan penyedia jasa yg tidak 4 %
memiliki kualifikasi usaha kecil
- Pelaksaaan konstruksi dilakukan penyedia 3 %
jasa selain penyedia jasa di atas
- Perencaan konstruksi / pengawasan dilakukan 4 %
penyedia jasa yg memiliki kualifikasi usaha
- Perencanaan konstruksi / pengawasan dilakukan 6 %
penyedia jasa yg tidak memiliki kualifikasi usaha
10. Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari transaksi
Penjualan saham / pengalihan penyertaan modal pada
Perusahaan pasangannya dengan syarat:
- Merupakan perusahaan kecil menengah / yang
Melakukan kegiatan dl sector usaha yg ditetapkan
Oleh menteri keuangan 0, 1 %
- Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
Contoh Kasus dan Penyelesaiannya :
1. CV. Dewa pada maret 2010 mempunyai saldo di Bank A sebesar Rp
100,000,000 dan memperoleh bungan 0,7 % / bulan.
Berapakah PPh Pasal 4 (2) yang akan dipotong oleh Bank A?
Jawab :
Besarnya PPh Pasal 4 (2) adalah sebagai berikut :
Bunga Bank : 0,7 % X Rp 100,000,000 = Rp 700,000
a. Jika CV. Dewa ber NPWP
PPh pasal 4 (2) = 20 % X Rp 700,000
= Rp 140,000
b. Jika CV. Dewa tidak mempunya NPWP
PPh pasal 4 (2) = 100 % X 20 % X Rp 700,000
= Rp 280,000
Pencatatan CV. Dewa
Kas 700,000
Pendapatan Deposito 700,000
(Mencatat penerimaan pendapatan deposito, hadiah, dan lainnya)
Biaya PPh Pasal 4 (2) 140,000
Kas 140,000
(Mencatat PPh Pasal 4 (2) yang dipungut)
Pencatatan Bank A :
Biaya bunga deposito 700,000
Kas 700,000
(Mencatat pengeluaran bunga deposito, hadiah, dan lainnya)
Kas 140,000
Hutang PPh Pasal 4 (2) 140,000
(Mencatat PPh Pasal 4 (2) yang dipungut)
Hutang PPh pasal 4 (2) 140,000
Kas 140,000
(Mencatat penyetoran PPh Pasal 4 (2) yang dipungut)
Akuntansi Pajak, Akuntansi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan
Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai
atas Barang Mewah (PPnBM)
Oleh : Yowanda Purwanto
PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan yang
telah mengalami perubahan dari : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000 dan terakhir Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 dan
Undang-undang No 16 Tahun 2009
- Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.46 Tentang
Akuntansi Pajak Tangguhan
A. Pengertian Akuntansi Pajak
Akuntansi Pajak adalah proses pencatatan, penggolongan dan
pengikhtisaran suatu transaksi keuangan kaitannya dengan kewajiban perpajakan
dan diakhiri dengan pembuatan laporan keuangan fiscal sesuai ketentuan dan
peraturan perpajakan yang terkait sebagai dasar pembuatan SPT.
Pembuatan laporan keuangan bertujuan agar mempermudah perusahaan dalam
melaporkan penghasilan serta biaya dalam periode tertentu
B. Pembukuan Vs Pencatatan
Berdasarkan UU No16 Tahun 2009 Pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa
wajib pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan. Dan dikecualikan menurut
pasal 28 ayat (1) tetapi wajib pajak melakukan pencatatan, adalah wajib pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN) .
C. Proses Akuntansi Perpajakan
Keterangan :
Transaksi Jurnal Posting Neraca Lajur
Buku Pembantu Laporan
Keuangan Komersial
Rekonsiliasi Fiskal
Laporan Keuangan
Fiskal
1. Jurnal
a. Jurnal Umum
Digunakan mencatat semua transaksi baik kredit maupun tunai
b. Jurnal Khusus
1. Jurnal penjualan
Digunakan mencatat transaksi berkaitan dengan penjualan secara
kredit
Jurnal :
Piutang dagang XXX
Penjualan XXX
2. Jurnal Pembelian
Digunakan mencatat transaksi berkaitan dengan pembelian secara
kredit
Jurnal :
Pembelian XXX
Hutang dagang XXX
3. Jurnal Penerimaan Kas
Digunakan mencatat transaksi berkaitan dengan kas yang masuk
Jurnal :
Kas XXX
Penjualan XXX
Piutang XXX
4. Jurnal Pengeluaran Kas
Mencatat transaksi berkaitan dengan penjualan secara kredit
Jurnal :
Biaya XXX
Hutang Dagang XXX
Kas XXX
2. Selesai menjurnal, selanjutnya seluruh transaksi digolongkan ke dalam
buku besar masing-masing akun terkait. Yang debet dipindah ke buku
besar debet yang kredit dipindah ke buku besar kredit. Hal ini disebut
pemostingan.
3. Selanjutnya pembuatan buku besar pembantu. Buku pembantu terdiri dari
pembantu piutang dagang, pembantu hutang dagang, dan pembantu
persediaan.
4. Proses selanjutnya adalah pembuatan neraca lajur. Pada proses ini kita
harus memasukkan seluruh akun yang ada beserta saldo akhir. Pada neraca
lajur kita juga bisa memasukkan jurnal penyesuaian.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN
PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH (PPnBM)
Dasar Hukum
- UU No.42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UU
NO.8 TAHUN 1983 TENTANG PPN DAN PPN BM
- UU NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS
UU NO.8 TAHUN 1983 TENTANG PPN DAN PPN BM
- PP NO.143 TH.2000 TENTANG PELAKSANAAN UU PPN TAHUN
2000
- PP NO. 144 TH.2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG
TIDAK DIKENAKAN PPN
- PP NO.145 TH.2000 TENTANG KELOMPOK BKP YANG
TERGOLONG MEWAH YANG DIKENAKAN PPN BM
- PP NO. 146 TH.2000 TENTANG IMPOR/PENYERAHAN BKP DAN
JKP TERTENTU YANG DIBEBASKAN DARI PPN
- KMK NO. 547 s.d. 554 DAN 567, 570, 575 TAHUN 2000 DAN KMK
NO. 10, 11, 50 TAHUN 2011
- Kep DJP NO.522 s.d. 526 DAN 539,540,546,549 TAHUN 2000
A. Pengertian Akuntansi PPN dan PPnBM
PPN adalah pajak yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
berkaitan dengan transaksi penyerahan (penjualan atau pembelian serta transaksi
lainnya) barang/jasa kena pajak dalam daerah pabean yang dilakukan wajib pajak
badan maupun orang pribadi.
Akuntansi PPN dan PPnBm adalah pencatatan suatu transaksi penjualan
dan pembelian berang dan atau jasa yang dikenakan pajak baik PPN maupun
PPnBM.
Berikut ini jenis penyerahan barang kena pajak yang dikenakan PPnBm :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan
oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
B. Penyerahan Barang / Jasa Kena Pajak yang dikenai PPN
Berdasar UU NO. 18 Tahun 2000 pasal 1A menyebutkan jenis-jenis
transaksi yang termasuk jenis penyerahan barang kena pajak antara lain :
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian
2. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli
dan perjanjian leasing
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara tau melalui
juru lelang
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian Cuma-Cuma ata Barang Kena
Pajak
5. Persediaan Barang Kena Pajak yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Ada dua metode pencatatan bagi perusahaan dagang dan manufaktur :
1. Metode Perpetual
Mencatat persediaan/barang kena pajak berdasarkan pada akun persediaan,
ketika persuahaan membeli barang, maka pencatatannya sebagai berikut :
Persediaan XXX
Kas/Hutang Dagang XXX
Ketika menjual barang pencatatannya :
Kas/Piutang Dagang XXX
Persediaan XXX
2. Metode Fisik
Mencatat persediaan/barang kena pajak bukan pada akun persediaan,
sehingga mutasi persediaan setiap waktunya tidak dapat diketahui. Ketika
perusahaan membeli barang/persediaan, pencatatannya sebagai berikut :
Pembelian XXX
Kas/Hutang Dagang XXX
Persediaan XXX
Harga Pokok Persediaan XXX
Ketika Barang/Persediaan dijual :
Kas/Piutang Dagang XXX
Penjualan XXX
Harga Pokok Persediaan XXX
Persediaan XXX
Tetapi, ada beberapa transaksi yang tidak termasuk dalam penyerahan.
Meski transaksi tidak termasuk dalam penyerahan masih perlu adanya suatu
pencatatan. Semua transaksi yang terjadi harus dicatat sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Transaksi yang dimaksud yaitu:
1. Penyerahan barang kena pajak kepada maekelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-undang hokum dagang
2. Penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang piutang
3. Penyerahan barang kena pajak dalam hal pengusaha kena pajak
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang
C. Objek Pajak
PPN dikenakan atas:
1. Penyereahan barang kena pajak dalam daerah pabean oleh pengusaha
kena pajak
2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan jasa kena pajak dalam daerah pabean oleh pengusaha kena
pajak
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daereah pabean
di dalam daerah pabean
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak
Pencatatan ketika ada penyerahan barang/jasa kena pajak (metode fisik) :
Kas/Piutang Dagang XXX
Penjualan XXX
PPN XXX
Ketika ada pembelian barang/jasa kena pajak
Pembelian XXX
PPN XXX
Kas/Piutang Dagang XXX
Selanjutnya Barang yang tergolong mewah, selain dikenai PPN juga dikenai
PPnBM.
Ketika perusahaan melakukan penjualan barang yang tergolong mewah
pencatatannya:
Kas/Piutang Dagang XXX
Penjualan XXX
PPN XXX
PPnBM XXX
Ketika melakukan pembelian pencatatannya:
Pembelian XXX
PPN XXX
PPnBM XXX
Kas/Piutang Dagang XXX
D. TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Tarif PPN
1. 10% untuk semua jenis penyerahan barang/jasa kena pajak kecuali
ekspor. Paling rendah 5% dan paling tinggi 15%
2. 0% untuk ekspor
Tarif PPnBM:
1. Paling rendah 10% dan paling tinggi 200%
2. Ekspor barang mewah 0%
E. DASAR PENGENAAN PAJAK
1. Harga Jual
Adalah semua nilai dan biaya yang telah dikeluarkan pembeli biasanya
harga jual netto.
2. Nilai Penggantian
Semua nilai dan biaya yang dikeluarkan pembeli, nilai ini untuk
menggantikan jasa yang telah diberikan oleh pengusaha kena pajak
3. Nilai Impor
Nilai impor dihitung dengan menjumlah antara cost/harga barang,
insurance/jaminan, freight/biaya pengiriman dan biaya lain-lain.
Nilai impor = C + I + F + biaya lain
4. Nilai Ekspor
5. Nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan
Latian
PT. ABC adalah pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang jual-beli barang
elektronik. Berikut transaksi selama januari 2011 sebagai berikut:
Tgl Keterangan
1 Membeli TV 10 Unit dengan harga @ Rp 3.000.000,00 (belum ppn)
secara kredit
5 Menjual TV 5 Unit dengan harga @ Rp 4.000.000,00 (belum ppn) secara
tunai
10 Meretur TV 1 Unit yang dibeli pada tanggal 1
15 Menerima Faktur Retur atas penjualan tanggal 5 berupa TV 2 Unit
Jawab :
1. Membeli TV 10 Unit
Harga TV = 10 X Rp 3.000.000 = Rp 30.000.000
PPN = 10 % X Rp 30.000.000 = Rp 3.000.000
Persediaan 30.000.000
PPn Masukan 3.000.000
Hutang dagang 33.000.000
5. Menjual TV 5 Unit
Harga TV = 5 X Rp 4.000.000 = Rp 20.000.000
PPN = 10 % X Rp 20.000.000 = Rp 2.000.000
Kas 22.000.000
PPN Keluaran 2.000.000
Persediaan 20.000.000
10. Meretur TV 1 Unit
Harga TV = 1 X Rp 3.000.000 = Rp 3.000.000
PPN = 10 % X Rp 3.000.000 = Rp 300.000
Hutang dagang 3.300.000
PPN masukan 300.000
Persediaan 3.000.000
15. Menerima Faktur
Harga TV = 2 X Rp 4.000.000 = Rp 8.000.000
PPN = 10 % X Rp 8.000.000 = Rp 800.000
Persediaan 8.000.000
PPN keluaran 800.000
Kas 8.800.000