makalah pajak penghasilan

62
PAJAK PENGHASILAN Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif. Sejarah Pajak Penghasilan Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's faculty, personal faculties and abilitites", Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Tersonal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax 1

Upload: sayid-sidik

Post on 27-Jun-2015

13.355 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sayid Sidik

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pajak Penghasilan

PAJAK PENGHASILAN

Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan

perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa

diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif.

Sejarah Pajak Penghasilan

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan

sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan

yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.

Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu

Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun

1799. Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New

Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's

faculty, personal faculties and abilitites", Pada tahun 1646 di Massachusett dasar

pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Tersonal faculty and

abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi,

sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan.

Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-

Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali

mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat

Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an

berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai

dengan tahun 1962.

Pajak Penghasilan di Indonesia

Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya

tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan

sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya

rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan

perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa,

1

Page 2: Makalah Pajak Penghasilan

dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada

uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya

diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty". sebaliknya business tax

atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882

hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status

pribadi, pemilikan rumah dan tanah.

Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk

orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan

kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang

berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha,

penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya

bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya,

tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini

ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yakni Ordonansi

Pajak Pendapatan Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene

Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi

penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak

Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan

domisili dan asas sumber.

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang

didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun

1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de

Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan,

yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami

beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun

1967 tentang Psnibahan dan Penyempurnaan Tatacara Pcmungiitan Pajak

Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang

dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting

lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak

mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya

tentang ketentuan "tax holiday".

2

Page 3: Makalah Pajak Penghasilan

Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983,

yakni pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan

mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan

pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi

Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak

Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad

1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax).

Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada

bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang

dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan

asas domisili.

Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka

kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan

muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah

(loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak

Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%.

Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang)

menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama

Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama

Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat

dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja.

Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama

dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang

Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944,

Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU

MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang

berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax

reform di Indonesia.

3

Page 4: Makalah Pajak Penghasilan

Subyek pajak penghasilan

Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek

pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di

Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau

orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan

mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang

yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan,

maka pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi

kriteria:

Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;

dan

1. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia

tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan

yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan

kegiatan di Indonesia.

4

Page 5: Makalah Pajak Penghasilan

Bukan subyek pajak penghasilan

Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk

obyek pajak sebagai berikut:

1. Badan perwakilan negara asing.

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari

negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan

warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan

dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi

tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO,

FAO, UNICEF.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh

keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia

dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Obyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap Tambahan

Kemampuan Ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan

atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak

dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah

kekayaan Wajib Pajak tersebut.

5

Page 6: Makalah Pajak Penghasilan

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan

adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan

kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib

Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan

pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi

dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas

maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun

pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian,

apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian,

maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya

(Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun

demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang

bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak

boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.

Kronologi Perubahan Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan

ini diamandemen oleh :

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991,

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

6

Page 7: Makalah Pajak Penghasilan

Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak

yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47

Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa

kali dalam:

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk

tahun pajak 2005 (sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung

pemerintah).

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk

tahun pajak 2006.

Pajak penghasilan atau PPh untuk Koperasi

Pajak penghasilan atau PPh sedang "in" saat ini. Sunset policy yang di luncurkan

direktorat pajak untuk mendorong orang atau badan memilik NPWP masih terus

diperpanjang. Menghitung Pajak penghasilan atau PPh dimulai dengan

menghitung hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus PPh: penghasilan

dikurangi biaya-biaya. Kemudian terapkan tarif Pajak penghasilan Kena Pajak

tersebut.

Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas:

1. Untuk WP orang pribadi

s

Rp. 0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%

Rp. 25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%

Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%

Rp. 100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%

Rp. 200 juta ke atas, tarifnya 35%

7

Page 8: Makalah Pajak Penghasilan

2. Untuk WP berbentuk badan usaha

Rp. 0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%

Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%

Rp. 100 juta ke atas, tarifnya 30%

Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas adalah tarif progresif. Artinya setiap

lapisan Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, tidak diakumulasi

terlebih dahulu, baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena

Pajak dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.

contoh :

1. Penghasilan Kena Pajak WP orang pribadi = Rp 300.000.950

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000

PPh nya adalah :

5% x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000

10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000

35% x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000

Total = Rp 71.250.000.

2. Penghasilan Kena Pajak WP badan = Rp 300.000.950.

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000

PPh nya adalah :

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000

Total = Rp 72.500.000.

8

Page 9: Makalah Pajak Penghasilan

Bagaimana dengan pajak koperasi? Menurut sudut pandang pajak koperasi adalah

objek pajak hal ini sesuai dengan pengertian koperasi secara spesifik kedudukan

koperasi di mata hukum pajak adalah sebagai berikut.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2000, koperasi merupakan badan usaha yang merupakan subjek pajak

yang memiliki kewajiban dan hak perpajakan yang sama dengan badan

usaha lainnya.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh koperasi adalah objek

pajak.

Modal koperasi terdiri dari : modal sendiri dan modal pinjaman

Anggota koperasi tidak dibedakan antara orang pribadi dan badan hukum

dalam negeri.

Jika koperasi adalah badan usaha yang terkena pajak lantas penghasilaha apa saja

yang menjadi objek Pajak penghasilan atau PPh :

1. Bunga Simpanan Koperasi

Bunga simpanan koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada

anggota berdasarkan simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada

koperasi. Bunga simpanan koperasi yang akan diterima oleh anggota sesuai

dengan Ad/ART Koperasi :

Bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong

Pajak penghasilan atau PPh :

Pasal 23 final oleh koperasi sebesar 15% dari jumlah bunga yang diterima

sepanjang jumlah bunga simpanan yang diterima atau diperoleh anggota

lebih dari Rp 240.000,00 setiap bulannya.

Dalam hal bunga simpanan yang diterima anggota tidak melebihi Rp

240.000,00 dalam sebulan, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23

9

Page 10: Makalah Pajak Penghasilan

2. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam

satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban

lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas

simpanan pokoknya.

Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang

diperoleh koperasi.

Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun

2000, SHU termasuk ke dalam pengertian dividen yang merupakan objek

PPh sehingga harus dilaporkan dalam SPT Tahunnan penerima.

Namun, pembagian SHU tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23

oleh pihak lain (Lihat pasal 23 ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17

Tahun 2000).

Kewajiban Koperasi sebagai Pemotong Pajak

1. Memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya bunga dan

memberikan bukti pemotongan kepada anggota yang menerima bunga

simpanan koperasi.

2. Menyetorkan secara kolektif PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan

berikutnya (menggunakan SSP dimana kolom nama dan NPWP SSP diisi

dengan nama dan NPWP koperasi).

3. Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan

berikutnya (menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26).

Penghasilan koperasi yang bukan objek pajak

1. Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Lihat

Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000).

2. Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah

dengan koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,

10

Page 11: Makalah Pajak Penghasilan

kepemilikan, atau penguasaan dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai

kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan hutang) tidak termasuk

tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih dari Rp

600.000.000,00. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada

badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia (Lihat

Pasal 4 ayat (3) huruf f)

3. Sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

4. Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya.

11

Page 12: Makalah Pajak Penghasilan

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap

pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke

konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau

Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung,

maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan

penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)

tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak

pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang

disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal

istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang

dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN

yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen.

Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah

Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No.

11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.

Barang tidak kena PPN

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya, meliputi:

1. Minyak mentah.

2. Gas bumi.

3. Panas bumi.

4. Pasir dan kerikil.

5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.

6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak,

dan bijih bauksit.

Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat

12

Page 13: Makalah Pajak Penghasilan

Objek Pajak Pertambahan Nilai

Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6

(enam) jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi

dengan unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.

Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:

1. adanya penyerahan;

2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);

3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);

4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;

5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan pekerjaannya

terhadap barang yang dihasilkan.

Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:

1. penyerahan hak karena suatu perjanjian;

2. pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian

leasing;

3. penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;

4. pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;

5. penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk

diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN

sewaktu memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut perundang-

undangan perpajakan yang bersangkutan;

6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau

sebaliknya;

7. penyerahan secara konsinyasi.

Menghitung PPN Pajak Masukan

Sasaran Pajak Pertambahan Nilai bukan harga jual atau penggantian, atau

nilai impor, atau nilai ekspor, melainkan nilai tambah atas penyerahan BKP, atau

pemberian JKP dan seterusnya. Tetapi untuk mencari nilai tambah tidak semudah

diduga, bahkan sulit, karena antara barang yang dibeli tidak harus sama dengan

barang yang dijual dan faktor lainnya. Untuk memudahkan dalam perhitungannya

13

Page 14: Makalah Pajak Penghasilan

maka yang ditunjuk sebagai dasar pengenaan adalah harga jual untuk PPN

Barang, penggantian untuk PPN Jasa, Nilai Impor untuk impor barang dan

sebagainya. Tetapi pelaksanaannya menimbulkan pajak berganda.

Untuk menghindari pemungutan pajak berganda dapat dilakukan beberapa

cara, yaitu:

1. Menerapkan kredit PPN atas bahan baku atau bahan pembantu termasuk

faktor produksi lainnya;

2. Mencari nilai tambah pada setiap produksi;

3. Menerapkan tarif yang berbeda-beda dengan memperhatikan tingkat

tahapan produksi seperti barang jadi, barang setengah jadi dan barang

esensial;

4. Menentukan dasar pengenaan dengan memperhatikan pertambahan

nilainya;

5. Menerapkan pemungutan sekali.

Mengkredit Pajak Masukan

Yang melatarbelakangi sistem kredit pajak adalah upaya untuk

menghindari pengenaan pajak berganda, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa sasaran pengenaannya adalah

pertambahan nilai. Sedangkan untuk menghitung besarnya pertambahan nilai

untuk setiap unit produksi adalah sulit sekali. Oleh karena itu, untuk memudahkan

(menyederhanakan) cara perhitungan pajaknya maka ditetapkan harga jual sebagai

dasar pengenaan, dengan ketentuan bahwa PPN yang terutang dan telah dibayar

sewaktu membeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dari PPN

yang akan dibayar sewaktu melakukan penjualan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak.

Meskipun demikian, agar tercegah adanya pengkreditan pajak yang tidak

semestinya, maka tidak setiap pajak masukan dapat dikreditkan, melainkan

terbatas yang telah memenuhi persyaratan.

14

Page 15: Makalah Pajak Penghasilan

Melalui sistem pengkreditan pajak masukan tersebut, akan menghasilkan 3 (tiga)

alternatif:

1. Masih harus membayar PPN, dalam hal pajak Keluaran lebih besar

daripada Pajak Masukan;

2. Terjadi kelebihan pembayaran pajak, dalam hal Pajak Keluaran lebih kecil

daripada Pajak Masukan;

3. Tidak kurang bayar dan tidak terjadi kelebihan pembayaran PPN, dalam

Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan.

4. Latar Belakang Diberlakukannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah

5. Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

diharapkan mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun

vertikal. Untuk mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan

Nilai mencerminkan keadilan tersebut maka diberlakukan pemungutan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di samping diberlakukan

tarif proporsional dan progresif.

MEKANISME PEMBAYARAN PPN

Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak

kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara

membayarkannya secara langsung ke negara.

1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual

Pembayaran PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak

penjual, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak dan telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal

terjadi konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh siapapun dari

pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini merupakan cara yang paling umum

dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum. Dengan mekanisme ini,

pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash inflow)

15

Page 16: Makalah Pajak Penghasilan

berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang telah

diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak

disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak

Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow.

Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara

Mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan

secara langsung ke negara, dilakukan apabila:

a. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak

menitipkan uang pembayaran PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung

menyetorkannya ke negara;

b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan

impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari

persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya;

c. Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean,

dimana pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan menyetor sendiri

PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi

sebagai Faktur Pajak Standar;

d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar

daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak

berwujud tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak

Standar;

e. Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang dilakukan sendiri,

apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

f. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh

jumlah Pajak Keluaran yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pajak

Masukan, dimana batas paling lambat untuk menyetorkan selisihnya (Pajak

Keluaran –VS- Pajak Masukan) adalah pada tanggal 15 (lima belas) bulan

16

Page 17: Makalah Pajak Penghasilan

berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang Dasar Pengenaan

Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak Masukannya

dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Pajak

Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.

KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Sebagai pajak yang dikenakan terhadap kegiatan konsumsi, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Pajak Obyektif

PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-

mula kepada obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya.

Siapapun subyeknya (masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu),

akan dikenakan PPN, selama mereka mengonsumsi Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak, di dalam daerah pabean. Perlakuan PPN yang sama terhadap

semua kelompok masyarakat inilah, baik yang miskin maupun yang kaya,

yang menimbulkan sifat tidak adil. Kelemahan ini kemudian diatasi dengan

pemberian pajak tambahan yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

terhadap konsumsi atas BKP tertentu yang digolongkan oleh pemerintah

sebagai BKP mewah, yang umumnya hanya dikonsumsi oleh golongan

masyarakat yang telah mampu secara ekonomi.

Mekanisme Pengkreditan

Setiap akhir masa pajak, Pengusaha Kena Pajak akan melaporkan SPT

Masa PPN yang merupakan tempat untuk mempertandingkan antara Pajak

Keluaran dengan Pajak Masukan. Pajak Masukan menimbulkan aliran uang

keluar atau cash outflow, sedangkan pajak keluaran menimbulkan aliran uang

masuk atau cash inflow. Pajak Masukan merupakan uang muka pajak,

sedangkan pajak keluaran merupakan hutang pajak. Saldo keduanya akan

saling dioffset, di dalam SPT Masa PPN, setelah masa pajak berakhir, dan

akan menghasilkan tiga kemungkinan: Pertama, akan menghasilkan

kekurangan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash

Inflow melebihi jumlah Pajak masukan atau Cash Outflow; Kedua, akan

17

Page 18: Makalah Pajak Penghasilan

menghasilkan kelebihan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Masukan

atau Cash Outflow melebihi jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow. Ketiga,

akan menghasilkan jumlah nihil apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash

Inflow sama dengan jumlah Pajak Masukan atau Cash Outflow.

Pemahaman mengenai cash inflow untuk Pajak Keluaran dan Cash

Outflow untuk Pajak Masukan ini menjelaskan mengapa untuk transaksi

penyerahan BKP/JKP kepada Instansi Pemerintah dan ekspor akan

menimbulkan kelebihan bayar PPN. Hal ini dikarenakan Pajak Keluarannya

tidak menimbulkan uang masuk (cash inflow), yang akan bertanding dengan

Pajak Masukan yang telah menimbulkan aliran uang keluar (cash outflow).

Tetapi, untuk transaksi-transaksi tertentu yang TIDAK PERNAH

menimbulkan Pajak Keluaran sehingga tidak menimbulkan aliran uang masuk

(zero cash inflow), Pajak Masukannya (cash outflow) juga tidak dapat

dikreditkan, yaitu, pertama, transaksi penyerahan bukan Barang Kena Pajak

atau bukan Jasa Kena Pajak yang tidak terutang PPN. Kedua, transaksi

penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapatkan

fasilitas di bidang PPN, seperti penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan, ditunda, ditangguhkan, atau

ditanggung pemerintah. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari

kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai.

FAKTUR PAJAK STANDAR CACAT

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha

kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan

jasakena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang

digunakan oleh Direktorat jenderal Pajak. Bagi pengusaha kena pajak (PKP)

faktur pajak ini merupakan bukti dari pemenuhan kewajiban perpajakannya. Bagi

pembeli atau penerima jasa faktur pajak ini digunakan sebagai sarana

pengkreditan pajak masukan.

18

Page 19: Makalah Pajak Penghasilan

Faktur pajak dapat digunakan sebagai sarana pengkreditan jika faktur

pajak tersebut tidak cacat. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui

bilamana faktur pajak itu dinyatakan sebagai faktur pajak yang cacat. Berikut ini

adalah cirri-ciri faktur pajak standar:

1. Diisi dengan data yang tidak benar

Pengisisan data yang tidak benar bias berupa NPWP salah, nomor seri faktur

pajak yang tidak benar. Data yang tidak benar juga bias karena kesalahan

penulisan nama pembeli atau nama perusahaan yang tercantum dalam faktur

pajak.

2. Diisi tidak lengkap

Pengisian faktur pajak standar tidak lengkap karena ada kolom atau barus

yang ternyata tidak diisi kecuali kolom “PPnBM” yang disediakan untuk diisi

oleh pabrikan atau importir Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.

Pengisian tidak lengkap dapat berupa:

Baris “NPWP” pembeli BKP atau penerima JKP tidak diisi “jabatan”

penandatangan faktur pajak tidak diisi

Pada baris “jumlah harga jual/penggantian/uang muka/termijn” tidak

dicoret pada bagian kalimat yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam

catatan bagian bawah sebelah kiri.

Tanda tangan menggunakan cap tanda tangan

Dalam lampiran II butir 13 Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor

KEP-549/PJ./2000 digariskan bahwa cap tanda tangan tidak

diperkenankan dibubuhkan pada faktur pajak.

3. Pengisian atau pembetulan dilakukan dengan cara yang tidak benar

4. Faktur pajak dibuat melampaui batas waktu yang telah ditentukan

Mengenai batas waktu pembuatan faktur pajak akan dibahas dalam tulisan

yang lain

5. Faktur pajak dibuat oleh pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai

pengusaha kena pajak (PKP)

19

Page 20: Makalah Pajak Penghasilan

Berdasarkan pasal 14 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN

1984) orang atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang untuk

membuat faktur pajak. Faktur pajak yang dibuat oleh pengusaha non PKP secara

yuridis tidak sah. Oleh karena itu pajak masukan yang tercantum di dalamnya

tidak dapat dikreditkan leh PKP pembeli atau penerima JKP. Bahkan bagi

pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP namun menerbitkan faktur pajak

maka menurut Ketentuan Umum Perpajakan akan dikenai sanksi pidana

sebagaimana diatur dalam pasal 39A sebagai berikut yang intinya adalah bahwa

Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan faktur pajak tetapi belum

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling

sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2

(dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti

pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali

jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan

pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM

Berapa tarif PPN/PPnBM ?

1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)

2. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan

setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen).

Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena

Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya

dikenakan PPn BM.

3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

Apa saja yang termasuk DPP ?

1. Harga jual/ penggantian

Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya

diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak

(JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan

dalam Faktur Pajak.

20

Page 21: Makalah Pajak Penghasilan

2. Nilai Impor

Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah

pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.

3. Nilai Ekspor

Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.

4. Nilai lain

Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar

untuk menghitung pajak yang terutang.

Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor :

642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 :

a. Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau

JKP adalah harga jual atau penggantian, tidak termasuk laba kotor

b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah

perkiraan harga jual rata-rata;

c. . Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per

judul film;

d. Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan adalah harga pasar wajar;

e. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual

belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan

adalah harga pasar wajar;

f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10%

(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya

ditagih;

g. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

h. Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :

o PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.

o PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang

dagangan.

21

Page 22: Makalah Pajak Penghasilan

i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang

diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.

Bagaimana cara menghitung PPN ?

PPN yang terutang = tarif x DPP

PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP

penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.

Contoh :

1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"

100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00

PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"

10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00

Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00

2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :

o Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00

o Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,

DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per

pasang = Rp 500.000,00

PPN yang terutang :

o Atas penjualan 80 pasang sepatu

10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00

o Atas pemakai sendiri

10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00

Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

3. PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual

o BKP seharga = Rp.10.000.000,00

o Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00

Rp.15.000.000,00

PPN yang terutang

10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00

22

Page 23: Makalah Pajak Penghasilan

PPN yang harus disetor

10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00

4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci

pakaian dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan

PPn BM dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D"

menjual 10 buah mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.

o PPN yang terutang

10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

o PPn BM yang terutang

20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00

PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00

5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas

seharga Rp.40.000.000,00

PPN yang terutang

10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00

Catatan :

PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan

PPn BM dikenakan hanya sekali.

[

Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan PPN/PPnBM

Siapa saja yang wajib membayar/menyetor & melaporkan PPN/PPnBM ?

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :

o KPKN

o Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah

o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

o Pertamina

o BUMN/ BUMD

o Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan

Umum lainnya

o Bank Pemerintah

23

Page 24: Makalah Pajak Penghasilan

o Bank Pembangunan Daerah

o Perusahaan Operator Telepon Selular.

Apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN & PPnBM ?

1. Oleh PKP adalah :

a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan

dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan

Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak

Keluaran.

b. PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak

(BKP) yang tergolong mewah.

c. PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh

Pemungut PPN/ PPn BM

Dimana tempat pembayaran/penyetoran pajak ?

1. Kantor Pos dan Giro

2. Bank Pemerintah, kecuali BTN

3. Bank Pembangunan Daerah

4. Bank Devisa

5. Bank-bank lain penerima setoran pajak

6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa

LKP

Kapan saat pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM ?

1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling

lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.

Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari

1996.

2. . PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP

harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB,

SKPKBT, dan STP tersebut.

24

Page 25: Makalah Pajak Penghasilan

3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat

pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/

dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.

4. PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh:

a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya

tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. . Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor

selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah

Masa Pajak berakhir.

c. . Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn

BM atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah

pemungutan pajak dilakukan.

5. PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan

Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat

Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.

Catatan:

Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran

harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.

Kapan saat pelaporan PPN/PPnBM ?

1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam

SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat

selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP

yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

3. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :

a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya

14 hari setelah Masa Pajak berakhir.

b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan

Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah

Masa Pajak berakhir.

25

Page 26: Makalah Pajak Penghasilan

c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan

secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu

penyetoran pajak berakhir.

4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN

dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa

dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari

setelah Masa Pajak berakhir.

Catatan :

Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan

harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.

Apa sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak?

1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn BM digunakan formulir Surat

Setoran Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan

Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia.

2. Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM

yang disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau

Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

PPNBM

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-

undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan

PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-

undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :

1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan

oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong

Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;

2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah

oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah.

26

Page 27: Makalah Pajak Penghasilan

PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang

memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan

penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP

mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan

PPh Pasal 22 Impor.

Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM

1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang

berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;

2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang

Tergolong Mewah;

3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;

4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara;

Pengertian BKP Mewah

1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat

berpenghasilan tinggi; atau

4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta

mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

Pengertian Menghasilkan

PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah

menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah

sebagai berikut ;

1. Merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi

barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang

elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya;

2. Memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur

bahan lain atau tidak;

3. Mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk

menghasilkan satu atau lebih barang lain;

27

Page 28: Makalah Pajak Penghasilan

4. Mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang

melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan

pemasarannya;

5. Membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol

yang ditutup menurut cara tertentu;

Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah

Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :

1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10%

(sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak

dengan tarif 0% (nol persen).

3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak

Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah.

4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas

Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan.”

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN DAN PPN BM)

Jatuh tempo : Menyetor tanggal 15 bulan berikutnya

Melapor tanggal 20 bulan berikutnya

Mata Rantai Harga Jual Pajak Keluaran Pajak Masukan PPN

Pabrik (PT. X) Rp 100,000 Rp 10,000 Rp 10,000

¯

Distributor (PT. Y) Rp 250,000 Rp 25,000 Rp 10,000 Rp 15,000

¯

Agen (PT. Q) Rp 350,000 Rp 35,000 Rp 25,000 Rp 10,000

¯

Pedagang Besar Rp 500,000 Rp 50,000 Rp 35,000 Rp 15,000

Konsumen Rp 50,000

28

Page 29: Makalah Pajak Penghasilan

Contoh soal :

Jasa kena pajak

PT. X membangun outlet dengan luas bangunan 200 m2 dengan biaya Rp

500.000.000,-

Jawaban :

DPP 40% x Rp 500.000.000 = Rp 200,000,000

PPN 10% x Rp 200.000.000 = Rp 20,000,000

PT. Samsung pabrik AC harga jual Rp 4.000.000,- termasuk PPN BM 20%

PPN = Rp 4.000.000 x 10% Rp 400,000

PPN BM = Rp 4.000.000 x 20% Rp 800,000

Harga Jual Rp 4,000,000

Yang harus dibayar Rp 5,200,000

Nilai Import

Cost insurance freigh (CIF) US$ 20.000

Nilai konversi Rp 9.500/US$

Bea masuk 20%

Jawaban :

Nilai import = US$ 20.000,- x Rp 9.500,- Rp 190,000,000

Bea masuk 20% x Rp 190.000.000,- Rp 38,000,000

DPP Rp 228,000,000

PPN 10% Rp 22,800,000

PPN BM 20% Rp 45,600,000

Yang harus dibayar Rp 68,400,000

Contoh soal :

PT. Korindo Motors mendapatkan tagihan dari PT. Suzuki atas pembelian mobil

Rp 375.000.000,- termasuk PPN dan PPN BM 40%

PPN BM 50/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 125,000,000

PPN 10/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 25,000,000

Rp 150,000,000

29

Page 30: Makalah Pajak Penghasilan

Harga Rp 375,000,000

PPN BM Rp (125,000,000)

PPN Rp (25,000,000)

Rp 225,000,000

PPN DAN PPn BM DALAM TATA NIAGA KENDARAAN BERMOTOR

Sehubungan dengan adanya keragu-raguan dalam pelaksanaan ketentuan

PPN di bidang tata niaga kendaraan bermotor, dengan ini diberikan beberapa

penegasan sebagai berikut :

1. Dalam tataniaga kendaraan bermotor, mata rantai distribusi kendaraan

bermotor pada umumnya melewati lini-lini sebagai berikut :

a. Lini I : Importir Umum/ATPM/Industri Perakitan.

b. Lini II : Distributor

c. Lini III : Dealer

d. Lini IV : Sub-Dealer/Showroom

2. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-43/PJ.51/1989

tanggal 7 Agustus 1989 ditegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988, setiap lini dalam distribusi

kendaraan bermotor dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)

kecuali lini IV (Sub-Dealer/Showroom) tidak dikukuhkan sebagai PKP

karena statusnya sebagai Pedagang Pengecer.

3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 37 jo. Pasal 38 Peraturan Pemerintah

Nomor 50 Tahun 1994 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999, bahwa mulai tanggal 1

Januari 1995 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang

Pengenaan PPN atas Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang

dilakukan oleh Pedagang Besar dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)

disamping Jasa yang dilakukan oleh Pemborong, dinyatakan tidak berlaku.

4. Memperhatikan harga kendaraan bermotor saat ini, maka dalam tata niaga

kendaraan bermotor tidak ada Pengusaha Kecil, karena jumlah peredaran

usaha melebihi Rp. 240.000.000,00 dalam satu tahun buku. Oleh karena

30

Page 31: Makalah Pajak Penghasilan

itu setiap Pengusaha pada seluruh lini distribusi kendaraan bermotor

tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak, termasuk Sub-dealer/Showroom.

5. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kendaraan bermotor

berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai PKP,

yaitu : memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan/atau PPn BM yang

terutang atas penyerahan kendaraan bermotor yang dilakukannya.

6. Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk

melakukan pengawasan kepatuhan dari masing-masing pihak yang terlibat

dalam pendistribusian kendaraan bermotor yang terdaftar di KPP masing-

masing.

7. Untuk mempermudah pemahaman mata rantai distribusi kendaraan

bermotor ini, dapat digambarkan sebagai berikut:

IMPORTIR UMUM/INDUSTRI PERAKITAN/ATPM(PKP) ------------------------------------------------------------------------!!!!!!!!

--------------------DISTRIBUTOR(PKP)---------------------!!!!!!!! -------------DEALER ---------------------(PKP)------------------------------------------- ------------------------------------------SUB-DEALER/SHOWROOM(PKP)------------------------------------------ !!!!!! -------------------KONSUMEN-------------------

31

Page 32: Makalah Pajak Penghasilan

8. Untuk memperjelas mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM, diberikan

contoh penghitungan pada Lampiran I Surat Edaran ini.

9. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena

Pajak (kendaraan bermotor), tidak termasuk pajak yang dipungut menurut

Undang-Undang Nomor 8 Tahun1983 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Berdasarkan ketentuan di atas, untuk mencegah akibat ganda pengenaan

PPn BM, maka dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak atas

penyerahan Barang Kena pajak yang sama pada rantai berikutnya

(sesudah"Pabrikan"/Importir), unsur PPn BM (seperti halnya

PPNnya)harus dikeluarkan dahulu

10. Dalam hal pembelian kendaraan bermotor dengan sistim on the road

(langsung atas nama pembeli) maka Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(BBNKB), retribusi untuk Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor

(STNK) dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak

merupakan unsur Harga Jual yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak

sepanjang BBNKB serta retribusi untuk STNK dan BPKB tersebut tidak

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Diberikan contoh perhitungan pada lampiran 2 dan 3 Surat Edaran ini.

11.

a. PPN terutang pada saat terjadinya penyerahan kendaraan bermotor

dari PKP (Importir Umum/ATPM/Industri

Perakitan/Distributor/Dealer/Sub-Dealer/Showroom). Dalam hal pembayaran

diterima sebelum penyerahan kendaraan bermotor atau pembayaran uang muka,

maka PPN terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut. Jumlah PPN yang

terutang pada saat pembayaran uang muka tersebut dihitung secara proporsional

dengan jumlah pembayarannya dan diperhitungkan dengan PPN yang terutang

pada saat dilakukan penyerahan.

32

Page 33: Makalah Pajak Penghasilan

Contoh :

Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 165.000.000,-

(termasuk PPN sebesar Rp 15.000.000,- (10%))

Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp.

55.000.000,-

Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000

dengan kekurangan bayar sebesar Rp. 110.000.000,-

PPN terutang dan harus dipungut :

- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000,

sebesar 10/110 x Rp 55.000.000,- = Rp 5.000.000,- dan

harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000.

Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September

2000, sebesar 10/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 10.000.000,-

dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September

2000.

b. Apabila atas penyerahan tersebut juga terutang PPn BM karena

penyerahan dilakukan oleh Pemungut PPn BM ("Pabrikan"), maka

dalam pembayaran uang muka yang diterima sebelum penyerahan

kendaraan bermotor, terutang PPn BM disamping terutang PPN.

12. Contoh mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM

c. Untuk kendaraan impor dalam keadaan CBU :

1) Importir Umum/Industri Perakitan/ATPM :

a) impor :

Nilai Impor (DPP) : Rp. 200.000.000,-

PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)

PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,-

------------------------

Harga Impor : Rp. 320.000.000,-

33

Page 34: Makalah Pajak Penghasilan

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Penjualan : Rp. 342.000.000,-

2) Distributor :

a) Pembelian :

- Harga beli (DPP) : Rp. 220.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Pembelian : Rp. 342.000.000,-

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 240.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Penjualan : Rp. 364.000.000,-

3) Dealer :

a) Pembelian :

- Harga beli (DPP) : Rp. 240.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Pembelian : Rp. 364.000.000,-

34

Page 35: Makalah Pajak Penghasilan

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 260.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Penjualan : Rp. 386.000.000,-

4) Sub-Dealer/Showroom :

a) Pembelian :

- Harga beli (DPP) : Rp. 260.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Pembelian : Rp. 386.000.000,-

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 280.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 28.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)

------------------------

Harga Penjualan : Rp. 408.000.000,- (yang dibayar konsumen)

b. Untuk kendaraan impor dalam keadaan CKD atau produksi dalam negeri :

1) Importir Umum/Industri Perakitan/ATPM :

a) impor :

- Nilai Impor (DPP) : Rp. 150.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 15.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (-%) : Rp. -,-

------------------------

Harga Impor : Rp. 165.000.000,-

35

Page 36: Makalah Pajak Penghasilan

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,-

------------------------

Harga Penjualan Rp. 352.000.000,-

2) Distributor :

a) Pembelian :

- Harga beli (DPP) : Rp. 220.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)

------------------------

Harga Pembelian : Rp. 352.000.000,-

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 240.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)

-----------------------

Harga Penjualan : Rp. 374.000.000,-

3) Dealer :

a) Pembelian :

- Harga beli (DPP) : Rp. 240.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)

------------------------

Harga Pembelian : Rp. 374.000.000,-

36

Page 37: Makalah Pajak Penghasilan

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 260.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)

------------------------

Harga Penjualan : Rp. 396.000.000,-

4) Sub-Dealer/Showroom :

a) Pembelian :

- Harga beli (DPP) : Rp. 260.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Masukan)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)

-----------------------

Harga Pembelian : Rp. 396.000.000,-

b) penyerahan :

- Harga Jual (DPP) : Rp. 280.000.000,-

- PPN (10%) : Rp. 28.000.000,- (Pajak Keluaran)

- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)

------------------------

Harga Penjualan : Rp. 418.000.000,- (yang dibayar konsumen)

Catatan :

Pemungutan PPn BM dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999

tanggal 2 Nopember 1999 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-

18/PJ.51/2000 tanggal22 Juni 2000.

14. CONTOH PENGHITUNGAN PPN KENDARAAN BERMOTOR

(Harga Jual On the Road)

37

Page 38: Makalah Pajak Penghasilan

1. Dealer "B" menjual satu unit kendaraan bermotor dengan harga jual kepada

pembeli sebesar Rp 205.000.000 (termasuk PPN, PPn BM dan tidak termasuk Bea

Balik Nama) yang dibeli dari Main Dealer "A".

2. Atas pembelian tersebut, Dealer "B" mendapat potongan harga dari Main

Dealer "A".

3. PPn BM sebesar Rp 8.000.000,- sudah dipungut dan dilaporkan oleh Main

Dealer "A".

4. Pengurusan balik nama kendaraan bermotor dilakukan oleh Main Dealer "A"

dan pembeli membayar Rp 18.000.000,- kepada Main Dealer "A" melalui Dealer

"B".

PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PPN OLEH DEALER "B" ADALAH :

Harga Jual Main Dealer "A" (On The Road) Rp 225.000.000,-

Potongan harga untuk Dealer "B" Rp 4.000.000,-

-----------------------

Harga Tebus Rp 221.000.000,-

Bea Balik Nama (BBN) Rp 18.000.000,-

-----------------------

Harga Beli Dealer "B" Rp 203.000.000,-

15. Faktur Pajak (Off the Road) :

BELI JUAL

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp 117.272.727,- Rp 186.363.636,-

PPN (10%) Rp 17.727.273,- Rp 18.636.364,-

PPn BM (15%) Rp 8.000.000,- Rp 8.000.000,-

----------------------- -----------------------

JUMLAH Rp 203.000.000,- Rp 205.000.000,-

16. Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak :

• BELI

100/110 X (Rp 203.000.000,- Rp 8.000.000,-) = Rp 177.272.727,-

• JUAL

100/110 x (Rp 205.000.000,- Rp 8.000.000,-) = Rp 186.363.636,-

17. Perhitungan PPN Yang Harus Disetor Ke Kas Negara Oleh Dealer :

- PAJAK KELUARAN (10% x Rp 186.363.636,-) = Rp 18.636.364,-

38

Page 39: Makalah Pajak Penghasilan

- PAJAK MASUKAN (10% x Rp 177.272.727,-) = Rp 17.727.273,-

----------------------

PPN yang harus disetor Rp 909.091,-

18. CONTOH PENGHITUNGAN PPN DAN PPn BM KENDARAAN

BERMOTOR

YANG BERASAL DARI SASIS (DEALER SEBAGAI WAJIB PUNGUT PPn

BM)

1. Dealer "B" membeli sasis kendaraan bermotor dari Main Dealer "A" seharga

Rp 100.000.000,- dengan potongan harga sebesar Rp 2.000.000,- kemudian

menyuruh Karoseri "C" mengubah sasis tersebut menjadi kendaraan bermotor

angkutan orang dan kemudian menjualnya kepada pembeli dengan harga Rp

126.500.000 (termasuk PPN dan PPn BM).

2. PPn BM sebesar Rp 15.800.000,- dipungut dan dilaporkan oleh Dealer "B",

sebagai pihak yang menyuruh melakukan pengubahan.

PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PPN OLEH DEALER "B" ADALAH :

Harga Jual Sasis Main Dealer "A" Rp 100.000.000,-

Potongan harga untuk Dealer "B" Rp 2.000.000,-

-----------------------

Harga Tebus/Beli Dealer "B" Rp 98.000.000,-

19. Faktur Pajak (Off The Road) :

BELI JUAL

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp 89.090.090,- Rp 101.200.000,-

PPN (10 %) Rp 8.909.091,- Rp 10.120.000,-

Dasar Pengenaan Pajak (Karoseri "C") Rp 10.000.000,-

PPN - Karoseri (10 %) Rp 1.000.000,-

PPn BM (15 %) Rp -,- Rp 15.180.000,-

----------------------- -----------------------

JUMLAH Rp 109.000.000,- Rp 126.500.000,-

20. Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak :

- Beli Sasis

100/110 X Rp 98.000.000,- = Rp 89.090.909,-

39

Page 40: Makalah Pajak Penghasilan

- Jual Kendaraan Bermotor

100/110 x Rp 126.500.000,- = Rp 101.200.000,-

21. Perhitungan PPN Dan PPn BM Yang Harus Disetor Ke Kas Negara Oleh

Dealer :

1) PPN

- PAJAK KELUARAN (10 % x Rp 101.200.000,-) = Rp 10.120.000,-

- PAJAK MASUKAN (Rp 8.909.091 + Rp 1.000.000,-) = Rp 9.909.091,-

----------------------

PPN yang harus disetor Rp 210.909,-

2) PPn BM

15 % x Rp 101.200.000,- = Rp 15.180.000,-

22. Contoh :

- Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 250.000.000,- (termasuk PPN sebesar Rp

20.000.000,- (10 %) dan PPn BM sebesar Rp 30.000.000,- (15%))

- Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp. 25.000.000,-

- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000 dengan kekurangan

bayar sebesar Rp. 225.000.000,- PPN dan PPn BM terutang dan harus dipungut :

- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000 :

1) PPN : sebesar 10/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 2.000.000,- dan harus dilaporkan

pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000.

2) PPn BM : sebesar 15/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 3.000.000,- dan harus

dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan Agustus 2000.

- Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September 2000 :

1) PPN : sebesar 10/125 x (Rp. 250.000.000,- Rp 25.000.000,-) = Rp 18.000.000,-

dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September 2000.

2) PPn BM : sebesar 15/125 x (Rp 250.000.000,- Rp 25.000.000,-) = Rp

27.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan September

2000.

40

Page 41: Makalah Pajak Penghasilan

23. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2000.

24. Dengan berlakunya ketentuan ini, maka ketentuan yang dimaksud dalam

Surat-surat Edaran sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan

Surat Edaran ini, dinyatakan masih tetap berlaku.

KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH

SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK

PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Tarif

(%) Jenis Barang Kena Pajak

10 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan

pesawat penerima siaran televisi;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;

kelompok mesin pengatur suhu udara;

kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;

kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya;

20 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain

yang dikenakan tariff 10%;

kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town

house, dan sejenisnya;

kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena,

selain yang dikenakan tariff 10%;

kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering;

pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;

kelompok wangi-wangian;

30 kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk

keperluan negara atau angkutan umum;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;

40 kelompok minuman yang mengandung alcohol;

41

Page 42: Makalah Pajak Penghasilan

kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;

kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;

kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja,

dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;

kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia

atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;

kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang

dikenakan tarif 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;

kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara

lainnya tanpa tenaga penggerak;

kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan

negara;

kelompok jenis alas kaki;

kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;

kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau

keramik;

Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain

batu jalan atau batu tepi jalan;

50 kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;

kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk

keperluan negara atau angkutan udara niaga;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tarif 10%

dan tarif 30%;

kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

75 kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang dikenakan tariff

40%;

kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia

dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;

kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan

umum."

42