pajak berdasarkan penghasilan

Upload: dita-dwi-nurani

Post on 17-Jul-2015

359 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PAJAK BERDASARKAN PENGHASILAN (INCOME BASED TAXATION) DEFINISI PENGHASILAN Penghasilan, bukanlah merupakan suatu konsep yang sederhana. Ada banyak definisi penghasilan dalam beberapa literatur, namun tidak ada yang diterima secara universal sebgai definisi yang dapat digunakan untuk semua tujuan (an appropriate definition for all purpose). Namun diluar dari itu, ada salah satu konsep yang paling banyak mempengaruhi tax policy di berbagai negara karena dianggap paling mencerminkan keadilan tapi sekaligus applicable, yaitu konsep yang dikemukakan oleh Schanz, Haig, dan Simon (SHS concept). Inti dari SHS concept adalah : 1. George Schanz mengemukakan apa yang disebut dengan The Accretion Theory of Income yang menyatakan bahwa pengertian penghasilan untk keperluan perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa. 2. Haig memutuskan penghasilan sebagai the money value oh the net accretion to ones economic power between two points of time, atau the increase or accretion in ones power to satisfy his wants in a given period in so f ar as that power consists. 3. Menurut Henry C. Simon, penghasilan perseorangan secara luas mengandung arti sebagai pemanfaatan kontrol atas penggunaan sumber daya masyarakat yang terbatas it has to do not with sensations, services, or goods but rather with rights which command prices (or to which prices may be imputed). Penghitungannya termasuk : a.) Of the amount by which the value as a persons store of property rights would be increased, as beetween the beginning and the end of period, if he had consumed (destroyed) nothin, or b.) Of the value of rights which he might have exercised in consumption without altering the Value of his store of rights. Dari kedua asumsi tersebut, Simons kemudian mengembangkan definisi penghasilan seperti berikut ini: personal income may be defined as the algebraic sum of (1) the market value of rights exercised in consumption and (2) the change in the value of the store of property rights1

beetween the beginning and the end of the period in question. In the words, it is a merely the result obtained by adding consumption during the period to wealth at the end of the period and then subtracting wealth at the beginning Konsep yang dipakai dalam pasal 4 undang-undang pajak penghasilan Indonesia pun terasa kental nuansa SHS nya apabila disimak dari bunyi pasal 4: Yang menjadi objek penghasilan adalah penghasilan setiap tambahan kemampuan ekonomis untuk yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi maupun menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun Dapat diambil kesimpulan bahwa penghasilan adalah segala bentuk penerimaan yang berasal dari dalam maupun luar negeri yang bersifat menambah kekayaan dan kemampuan ekonomis dari Wajib Pajak. Di Indonesia, pajak yang berdasarkan penghasilan adalah Pajak Penghasilan (PPh). Berikut ini adalah penjelasan mengenai PPh pasal 21.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Definisi : pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya yang dilakukan oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri PEMOTONG PPH PASAL 21 Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI. Perusahaan dan bentuk usaha tetap. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.2

Penyelenggara kegiatan.

PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 21 Pegawai tetap. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. Penerima honorarium. Penerima upah. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris). PENERIMA PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPH PASAL 21 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 21 ADALAH : 1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji,uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak,

3

tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; 2. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; 3. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai; 4. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja; 5. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari : tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah; pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial; agen iklan; pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat; pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; peserta perlombaan; petugas penjaja barang dagangan;

4

petugas dinas luar asuransi; peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai; distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

6.

Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 21 : 1. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 2. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). 3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja; 4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Kewajiban Pemotong Pajak Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Menghitung PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim dan memotongnya dari gaji karyawan Menyetor pajak ke Bank persepsi atau PT Posindo menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya

5

Melaporkan penyetoran yang dilakukan (walaupun nihil) ke kantor pelayanan pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya Memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 : Pada saat pemotongan dilakukan untuk orang pribadi bukan pegawai tetap, penerima pensiun, THT, pesangon dan dana pensiun iuran pasti 1 bulan setelah tahun kalender berakhir untuk pegawai tetap termasuk penerima pensiun bulanan 1 bulan setelah pegawai berhenti bekerja atau pensiun dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun Menyerahkan SPT Tahunan PPh OP

Kewajiban Wajib Pajak Menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga Menyerahkan bukti pemotongan PPh 21 kepada : Kantor cabang baru, dalam hal pindah tugas Tempat kerja baru, dalam hal pindah kerja Dana pensiun, dalam hal pension

Hak Wajib Pajak Meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pemotong Pajak Mengajukan Surat Keberatan kepada Dirjen Pajak bila PPh 21 yang dipotong tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku Mengajukan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak

Objek Pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun,

6

tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan; uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang THT atau JHT, dan pembayaran lain sejenis honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh WPDN Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangantunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan WP atau WP yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). Non Objek Pajak Klaim asuransi, atau asuransi yang diterima dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi bea siswa, dan asuransi dwiguna. Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh Natura dan kenikmatan (Benefit in Kind : BIK) lainnya yang diterima dari WP (pemberi kerja) yang tidak dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran JHT yang dibayarkan kepada penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja Zakat yang diterima oleh yang berhak dari badan atau amil zakat yang dibentuk atau disahkan Pemerintah Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh

7

PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: a. Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). b. Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 desember 2008) c. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan. d. Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan. 2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto 3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh 15% dari perkiraan penghasilan neto 4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan8

takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360. 5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: a. 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000. b. 10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000 c. 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000. d. 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000. Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak. 6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah. 7. PTKP adalah : No 1. 2.

Keterangan Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah

Setahun Rp. 15.840.000,Rp. 1.320.000,-

3.

Rp. 15.840.000,-

4.

semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat Rp. 1.320.000,yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk

9

setiap keluarga

8. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,Diatas Rp. 500.000.000,Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21 Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan

Contoh Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21 Penghitungan PPh Ps. 21 terutang Gaji Sebulan Penghasilan. bruto = Pengurangan Biaya Jabatan Iuran pensiun Total Pengurangan Pengh netto sebulan : 5%x 2.000.000= = 25.000 = = 125.000 1.875.000 22.500.000 100.000 = 2.000.000 2.000.000

Pengh. Netto setahun 12 x 1.875.000 =

10

PTKP WP sendiri Tambahan WP kawin Total PTKP PKP setahun PPh Ps. 21 PPh Ps. 21 sebulan = = 5 % x 5.340.000 = = = = 17.160.000 5.340.000 267.000 22.250

setahun: 15.840.000 1.320.000

Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan

Contoh: Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,Penghitungan Pensiun sebulan Pengurangan Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 Penghasilan Netto sebulan Penghasilan Netto setahun PTKP(K/1) PKP = = = = = Rp. 100.000 Rp. 1.900.000 Rp. 22.800.000 Rp. 18.480.000 Rp. 4.320.000 Rp. 216.000 Rp. 18.000 PPh = Rp. 2.000.000 Ps. 21 :

PPh Ps. 21 setahun = 5% x 4.320.000 = PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 216.000: 12) =

Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.

Contoh

:

Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0)

11

Langkah Pertama : Menghitung keseluruhan penghasilan PPh Pasal 21 atas = = gaji dan Rp. 26.400.000 Rp. 600.000 Rp. 27.000.000 THR

Penghasilan Bruto setahun THR Jumlah Penghasilan Bruto Pengurangan: Biaya Jabatan: Iuran pensiun Total Pengurangan Penghasilan netto setahun PTKP PKP PPh Ps.

12 x 2.200.000 =

5%x 27.000.000 = 1225.000 = =

1.350.000 300.000 Rp. 1.650.000 Rp. 25.350.000

(K/0) setahun = setahun = 21 5% x 8.190.000 =

Rp. 17.160.000 Rp. 8.190.000 terutang: Rp. 409.500

Langkah Kedua : Menghitung PPh atas penghasilan rutin (atas gaji saja) PPh Pasal 21 = 12x 2.200.000 = atas Rp. 26.400.000 gaji

Penghasilan Bruto setahun Pengurangan: Biaya Jabatan: Iuran pensiun 1 Total Pengurangan Penghasilan netto setahun PTKP (K/0) setahun PKP setahun PPh Ps. 21 terutang:

5%x 26.400.000 = 225.000 =

1350.000 300.000 = Rp. 1.650.000 Rp. 24.750.000 = Rp. 17.160.000

= Rp. 7.590.000 5% x 7.590.000 = Rp. 379.500

Langkah Ketiga : Mengurangi PPh Atas Seluruh Penghasilan dengan PPh atas Gaji PPh Pasal 21 atas gaji dan THR PPh Pasal 21 atas gaji:

12

=

Rp.

409.500,00

Rp.

379.500,00

= Rp. 30.000,00 Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.

Contoh : Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00 Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi. Contoh: Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009 menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00

Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan.

Contoh: Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp. 30.000.000,00 PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah : 5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000, Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

Contoh : Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik. Penghitungan PPh Pasal 21: 15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 Penghasilan atas Upah Harian.

Contoh : Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,00.13

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari = Rp. 120.000,00

Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,00 PKP Sehari = Rp. 0,00 PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00

Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.

Contoh : Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun X Rp. 70.000,000. Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000 Penghasilan dikenakan pajak PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp. 45.000.000,00 Jumlah PPh Pasal 21 terutang = = Rp. 2.250.000 Rp. 2.250.000 Rp .45.000.000

Beberapa isu dalam Income Based Taxation 1. Flat rate vs Progressive Rate Dalam menentukan tarif pajak penghasilan, wacana yang saat ini banyak dibicarakan adalah mengenai isu Flat Rate. Pendukung Flat Rate beranggapan bahwa keadilan dalam pembebanan pajak tetap akan tercapai karena dalam flat rate, marginal rate tetap akan naik seiring dengan besarnya penghasilan yang dimilki seseorang. Sebaliknya, penentang flat rate beranggapan bahwa dilihat dari effective rate, tidak terdapat unsur progresivitas dalam pembebanan pajak, karenanya keadilan vertikal tidak tercapai.

2.

Global vs Schedular Taxation Pengenaan pajak yang bersifat final berdasarkan teori disebut dengan schedular taxation.

Perbedaan antara global taxation dengan schedular taxation adalah sebagai berikut : Global Taxation Schedular Taxation

14

Equals treatment for the equals. Semua penghasilan digabungkan dengan tidak

Perlakuan pajak (tax treatment) dibedabedakan berdasarkan sumber/jenis

membeda-bedakan asal dan sumber/jenis penghasilan Hanya ada satu struktur total tarif yang

penghasilan. Artinya suatu jenis penghasilan mempunyai perlakuan pajak yang berbeda dengan penghasilan yang lain Tarifnya berbeda-beda, tergantung sumber/ jenis penghasilannya

diperlakukan

terhadap

penghasilan

tersebut (Di Indonesia : tarif PPh pasal 17)

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, Dalam menghitung penghasilan kena pajak, dasar pengenaannya adalah net income, dasar pengenaannya adalah gross income karena itu global gross income dikurangkan atau deemed profit/deemed taxable income, terlebih dahulu dengan tax reliefs Umumnya digunakan sebagai sistem self assessment atau kombinasi antara self Umunya digunakan sistem withholding tax. Pajak yang sudah dipotong oleh pihak ketiga tidak bisa dijadikan sebagai kredit pajak. karena itu tidak ada tax reliefs

assessment dengan withholding tax. Pajak yang sudah dipotong oleh pihak ketiga (withholding) dapat dijadikan sebagai kredit pajak.

PAJAK BERDASARKAN KONSUMSI (CONSUMPTION BASED TAXATION) Pajak konsumsi adalah pajak atas pengeluaran daripada penghasilan; penghasilan dikenakan pajak ketika dibelanjakan (dikonsumsi), tidak saat disimpan. Sebuah pajak konsumsi langsung dapat disebut sebagai pajak pengeluaran, sebuah aliran pajak kas, atau pendapatan dikonsumsi pajak. Pengeluaran pajak semacam ini telah dilaksanakan secara singkat di masa lalu di India dan Sri Lanka. FORMULA PAJAK KONSUMSI : Pendapatan = Konsumsi + Tabungan Dengan demikian, Konsumsi = Pendapatan - Tabungan

15

Mengingat rumus di atas dan sistem AS perpajakan yang berlaku, beberapa pengamatan dapat dibuat: 1) Jika pendapatan dikenakan pajak, yang berarti bahwa baik konsumsi dan tabungan dikenakan pajak. Namun, sistem pajak AS tidak pajak penghasilan semua.. Beberapa jenis penghasilan, seperti sebagian besar jenis tunjangan, tidak termasuk dari pendapatan, dan berbagai pemotongan, seperti bunga kredit rumah, biaya kesehatan terbatas, dan kontribusi amal yang diperbolehkan. Selain itu, sistem pajak pendapatan AS memiliki berbagai ketentuan untuk mendorong tabungan, seperti perpajakan mengurangi keuntungan pendapatan modal, pengecualian sampai menjadi US $ 250.000 keuntungan dari penjualan sebuah rumah pokok ($ 500,000 jika menikah), dan tabungan pribadi pensiun pemotongan. 2) Mengabaikan pemotongan mungkin dan pengecualian, basis pajak yang terdiri dari konsumsi lebih kecil dari basis pajak yang terdiri dari penghasilan. Jadi, untuk pajak konsumsi AS untuk meningkatkan sebagai pendapatan sebesar pajak penghasilan kini, akan terlihat bahwa tingkat pajak konsumsi akan lebih tinggi dibandingkan tingkat pajak penghasilan kini.3) Jika konsumsi dikenakan pajak, baik itu bisa dilakukan di setiap titik konsumsi, misalnya dengan pajak penjualan, atau dengan perhitungan tahunan berdasarkan penghasilan kurang Tabungan. Ada dua cara untuk mengukur konsumsi sebagai Penghasilan kurang Tabungan: a) semua pendapatan dikurangi tabungan ("cash-flow pendekatan"), atau b) memperoleh penghasilan hanya ("pajak pendekatan prabayar"). Pajak konsumsi dapat dikumpulkan dengan menerapkan pajak untuk setiap pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh konsumen akhir - pajak penjualan. Dan, di bawah pajak penjualan, adalah bisnis yang mengisi formulir pajak - bukan konsumen yang merupakan pembayar pajak tertinggi.

Sebuah indikasi bahwa pajak adalah pajak konsumsi adalah bahwa hal itu membebaskan tabungan, dan untuk bisnis, itu memungkinkan investasi dalam modal (seperti tanah, bangunan, dan peralatan) yang harus dikurangi ketika diperoleh, bukan dari disusutkan selama tahun. membebankan seperti menghilangkan pendapatan masa depan yang diharapkan dari bahwa investasi dari pajak (di bawah asumsi bahwa biaya aset tersebut mencerminkan nilai kini bersih dari pendapatan masa depan yang diharapkan).

16

manfaat dikutip-dari pajak konsumsi melalui pajak penghasilan adalah pajak konsumsi tidak menghukum seorang pembayar pajak yang memperoleh dan menyimpan di awal tahun dan kemudian mengkonsumsi di tahun kemudian, relatif terhadap wajib pajak yang tidak tidak menunda konsumsi. Pajak konsumsi akan memperlakukan wajib pajak dengan baik pola konsumsi yang sama. Perlakuan yang tidak sama dari pembayar pajak di bawah pajak penghasilan berasal dari kenyataan bahwa saver awal akan membayar pajak atas penghasilan dari tabungan cara. Lain lain, konsumen awal akan memiliki pendapatan kurang selama masa hidupnya (kurang penghasilan dari tabungan), yang akan berdampak pajak penghasilan seumur hidup, tetapi tidak seumur hidup pajak konsumsi.. Dengan demikian, manfaat yang dirasakan dari pajak konsumsi relatif terhadap suatu pajak penghasilan adalah bahwa hal itu akan meningkatkan tabungan dan investasi. PPN sebagai pajak konsumsi. Ada tiga bentuk utama dari PPN : a. Kredit faktur PPN-jenis ini PPN dihitung dengan membebankan PPN pada semua pembelian kena pajak oleh bisnis dan konsumen b. Metode Pengurangan PPN-Alih-alih pelacakan PPN dibayar dan dikumpulkan pada oleh-dijual jual beli-by-dasar pembelian, semua penjualan dikumpulkan dan dikurangi dengan pembelian agregat kena pajak untuk periode yang bersangkutan c. Penambahan metode PPN-PPN Ini artinya nilai tambah oleh bisnis, seperti upah yang dibayar dan pajak tertentu dibayar, ditambah keuntungan pemilik dan kelipatan ini dengan tarif PPN.

PAJAK BERDASARKAN KEKAYAAN (WEALTH BASED INCOME) Pajak berdasarkan kekayaan (wealth based taxation) adalah sebuah pungutan (retribusi) berdasarkan pada nilai agregat akumulasi kepemilikan saham daya beli rumah tangga; investasi dalam bentuk perumahan and uang tunai (kas), deposito bank, dan tabungan dalam bentuk rencana asuransi dan pensiun, investasi di real estate dan operasi bisnis yang sama dan saham perusahaan, sekuritas keuangan, dan keyakinan pribadi. Contoh pajak kekayaan di beberapa negara di dunia

17

Prancis : tarif yang progresif dari 0 sampai 1.8% dari aset yang bersih. Di tahun 2006 dari sekitar 287 milyar dari penerimaan pemerintah umum, 3.68 milyar dikumpukan dari pajak kekayaan.

Swiss : pajak kekayaan yang progresif yang maksimum sekitar 1.5% bisa dipungut dari aset bersih. may be levied on net assets.

Belanda : bunga dari penghasilan itu dikenai pajak seperti pajak kekayaan. Norwegia : sampai 0.7% (kepemilikan pemerintah/municipal) dan 0.4% (nasional) dari total 1,1% dipungut dari aset bersih melampaui NOK. 700,000.

India: pajak kekayaan adalah 1% dari kekayaan melampaui Rs 30,00,000. Beberapa pemerintah memerlukan deklarasi bahwa trial balance (neraca) wajib pajak

(aktiva dan kewajiban), dan dari pajak diminta pada kekayaan bersih (aktiva dikurangi kewajiban), sebagai persentase dari nilai bersih, atau persentase dari nilai bersih yang melebihi tingkat tertentu. Di Perancis, pajak kekayaan bersih pada disebut Pajak Solidaritas Pada Kekayaan". Di tempat lain, pajak dikenal sebagai, sebuah Pajak Modal, "Pajak Ekuitas", "Pajak Kekayaan Bersih atau hanya sebuah "Pajak Kekayaan". Sebagian besar pemerintah yang memungut Pajak Kekayaan seperti ini adalah, negara yang makmur dengan pengeluaran pemerintah yang relatif tinggi untuk PDB. Beberapa negara Eropa telah meninggalkan jenis pajak ini: Austria, Denmark, Jerman (1997), Swedia (2007), dan Spanyol (2008). Pada bulan Januari 2006, dilakukan penghapuskan pajak kekayaan di Finlandia, Islandia dan Luksemburg. Di negara lain, seperti Belgia atau Inggris, pajak semacam ini tidak pernah ada, walaupun pada tahun 1696 Window Tax didasarkan pada konsep yang sama. Ada beberapa argumen yang mendukung yang mendukung pajak berdasarkan kekayaan rumah tangga. Klaim bahwa pajak properti meningkatkan keadilan dari sistem pajak yang telah ada, secara efektif dapat meningkatkan pendapatan pemerintah, untuk memajukan pertumbuhan ekonomi, ekonomi. Keadilan: Hal ini umumnya berdasarkan pendapat bahwa pajak harus sepadan dengan kemampuan membayar, dan peraturan pajak hampir di semua bangsa, hal ini mencerminkan pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil. Sebuah kekayaan rumah tangga, kekayaan bersih, bersama dengan pendapatan, biasanya dianggap sebagai langkah terbaik untuk status18

dampak sosial dengan mengurangi kesenjangan

sosial ekonomi dan kemampuan membayar. kekayaan bersih juga merupakan ukuran yang baik mengenai sejauh mana rumah tangga memiliki keuntungan dari infrastruktur ekonomi yang disediakan oleh pemerintah, yaitu semua wajib pajak. Sebuah artikel 2006 di The Washington Post berjudul "Old Money, New Money Flee France and Its Wealth Tax" menyiratkan beberapa kerugian karena pajak kekayaan Prancis. Artikel ini memberikan contoh bagaimana pajak menyebabkan capital flight, menguras otak, kehilangan pekerjaan, dan akhirnya, kerugian bersih dalam penerimaan pajak. Selain itu, artikel trsebut juga menyatakan Eric Pichet, penulis buku panduan pajak Perancis, memperkirakan penerimaan pemerintah dari pajak kekayaan sekitar $ 2.6 miliar per tahun, tetapi negara juga mengeluarkan biaya lebih dari $ 125 milyar pada hilangnya modal sejak tahun 1998." Ada empat kelemahan utama dalam sistem pajak properti. Pertama, penilaian aset yang tidak likuid termasuk real estate, swasta bisnis diadakan, barang antik, seni dan lainlain, bisa murni sewenang-wenang. Kedua, penilaian berfluktuasi kekayaan di waktu terutama karena fluktuasi pasokan uang. Hal ini dapat menimbulkan risiko moral di mana pemerintah dapat menggunakan inflasi sebagai sarana langsung meningkatkan pendapatan. Akhirnya, masyarakat lama yang memiliki pendapatan lebih sedikit dibandingkan dengan aktiva produktif non-pendapatan mereka mungkin hampir mustahil untuk membayar pajak mereka tanpa likuidasi aset selanjutnya. Karena kesulitan dalam penilaian dan akuntansi, sistem pajak properti memiliki biaya manajemen tinggi, baik untuk wajib pajak dan instansi pemerintah, dibandingkan dengan pajak lainnya. Sebagai salah satu studi, biaya agregat penerimaan pajak di Belanda adalah sekitar lima kali pajak penghasilan.

SELF ASSESMENT SYSTEM KENDALA SAS Dalam Fungsi Penghitungan Pajak, sebagian besar WP masih belum paham terhadap peraturan perpajakan dan terlambat mengetahui apabila terjadi perubahan sehingga belum mampu menghitung sendiri, maka fungsi penghitungannya dialihkan kepada pihak lain yaitu fiskus atau konsultan pajak.

19

Dalam Fungsi Penghitungan Pajak dimana WP kurang memahami peraturan perpajakan karena kurangnya penyuluhan dari fiskus, kata-kata dan istilah yang sulit dipahami dan tidak ada waktu untuk memahami

Dalam Fungsi Pembayaran Pajak, WP telah membayar pajaknya, tetapi tidak dengan prosedur yang semestinya. WP masih membayar melalui fiskus dan waktu

pembayarannya masih menunggu waktu penghitungan yang dilakukan oleh fiskus. Dalam Fungsi Pembayaran Pajak, kendala yang dihadapi WP dalam mengisi SSP yang tidak disertai contoh pengisian, tidak adanya petunjuk pengisian dan pengisian formulir yang membutuhkan ketelitian. Dalam Fungsi Melapor Pajak, sudah dapat dikatakan baik karena sebagian besar WP telah melapor tepat waktu dengan didorong kesadaran pribadi serta mengetahui formulir untuk melaporkannya. Bagi WP yang besarnya pajak terutang dihitung oleh fiskus, dalam pelaksanaan fungsi-fungsi selanjutnya banyak mengalami kesalahankesalahan. Dalam Fungsi Melapor Pajak, yang dihadapi WP dalam mengisi SPT adalah tidak disertai contoh formulir yang sudah terisi, petunjuk pengisian kurang lengkap, bahasa kurang jelas, terlalu banyak lampiran dan tidak sistematis dalam pengisian. Fiskus masih turut campur dalam pelaksanaan fungsi-fungsi yang seharusnya dilaksanakan sendiri oleh WP.

SOLUSI UNTUK SAS Fiskus seharusnya lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi-fungsinya. Diadakan penyuluhan lebih sering agar dapat membantu WP dalam melaksanakan sistem self assessment. Penyuluhan sebaiknya menggunakan bahasa yang umum, sederhana dan mudah dimengerti dalam peraturan perpajakan sehingga dapat membantu WP untuk lebih memahami hak dan kewajibannya. Memperbaiki dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan perpajakan agar tidak memberikan penafsiran ganda. Harus dilakukan perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan yang sudah ada, sehingga undang-undang ynag sudah direvisi memberikan suatu kepastian yang jelas, sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda terhadap peraturan tersebut.

20

SUMBER : priyohari.files.wordpress.com/.../pajak-penghasilan-pasal-21-uu-terbaru.doc staff.ui.ac.id/internal/060603075/material/Slide_pph21_ptemuan4.ppt http://mm.unsoed.net/content.php?cat=tesis&id=404 http://digilib.uns.ac.id/abstrak_13882_%E2%80%9Cpelaksanaan-self-assessmentsystem-oleh-wajib-pajak-badan-di-kantor-pelayanan-pajak-pratamaboyolali%E2%80%9D.html http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/eb33a98e72c28f8ae98418cb5bda44564c 093db7.pdf http://en.wikipedia.org/wiki/Wealth_tax

21

DASAR PEMUNGUTAN PAJAK DAN SELF ASSESMENT SYSTEM

KELOMPOK 7: ADZANIA WULANDARI DITA DWI NURANI SHALLIMAR

ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 201022