pajak penghasilan gabungan

58
1 Bagian Kedua PAJAK PENGHASILAN A. PENGERTIAN PENGHASILAN Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, ata u imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang; 2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. laba usaha; 4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan. (Pasal 3 PP 94 Tahun 2010)

Upload: aziz-affan-ahaqi

Post on 20-Jul-2015

1.009 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak penghasilan gabungan

1

Bagian Kedua

PAJAK PENGHASILAN

A. PENGERTIAN PENGHASILAN

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apa pun, termasuk:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh

termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan

dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang;

2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3. laba usaha;

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai

pengganti saham atau penyertaan modal;

b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang

diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,

pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang

diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan

keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi

yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda

turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan

berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan

penghasilan bagi perusahaan. (Pasal 3 PP 94 Tahun 2010)

Page 2: Pajak penghasilan gabungan

2

5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran

tambahan pengembalian pajak;

o Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan

Kena Pajak merupakan objek pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah

dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah

sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada

pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya

"alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu

tertentu.

11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah;

o Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang

semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.

Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil

misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit

Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya

sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.

12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

o Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan yang berlaku di Indonesia.

13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. premi asuransi;

15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang

menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan

umum dan tata cara perpajakan; dan

19. surplus Bank Indonesia.

Page 3: Pajak penghasilan gabungan

3

o Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank

Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal

sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank

Indonesia. (Pasal 7 ayat (1) PP 94 Tahun 2010)

o Ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pembayaran PPh atas surplus Bank Indonesia

diatur dengan PMK-100/PMK.03/2011

B. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN

1. Yang Menjadi Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pajak adalah:

a. 1. orang pribadi;

2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

b. badan; dan

c. bentuk usaha tetap.

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

a. Subjek pajak dalam negeri adalah:

1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat

untuk bertempat tinggal di Indonesia;

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan,

berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal

dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama‐lamanya. (Pasal 2A ayat (1) UU Nomor

36 Tahun 2008)

2. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari

badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

Page 4: Pajak penghasilan gabungan

4

c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah; dan

d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

Kewajiban pajak subjektif badan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi

bertempat kedudukan di Indonesia. (Pasal 2A ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008)

3. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya

warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai

dibagi. (Pasal 2A ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008)

b. Subjek pajak luar negeri adalah:

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan ini dimulai pada saat orang pribadi atau

badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (5) UU Nomor 36 Tahun 2008 dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap. (Pasal 2A ayat (3) UU Nomor 36

Tahun 2008)

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan ini dimulai pada saat orang pribadi atau

badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat

tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. (Pasal 2A ayat (4) UU Nomor 36

Tahun 2008)

Page 5: Pajak penghasilan gabungan

5

2. Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak

Yang tidak termasuk subjek pajak adalah: (Pasal 3 UU Nomor 36 Tahun 2008)

1. kantor perwakilan negara asing;

2. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara

asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat

tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia

tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta

negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan

b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari

iuran para anggota;

4. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara

Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN

1. Yang Termasuk Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apa pun, termasuk:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh

termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan

dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3. laba usaha;

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai

pengganti saham atau penyertaan modal;

Page 6: Pajak penghasilan gabungan

6

b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh

perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan

usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan

kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan

pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha

mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara

pihak-pihak yang bersangkutan; dan

e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut

serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa

selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi

perusahaan. (Pasal 3 PP 94 Tahun 2010)

5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran

tambahan pengembalian pajak;

Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena

Pajak merupakan objek pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan

dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar

pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada

pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang

dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah;

Page 7: Pajak penghasilan gabungan

7

Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang

semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun,

dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya

Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat

(KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah

tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.

12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan

yang berlaku di Indonesia.

13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. premi asuransi;

15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang

menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan

umum dan tata cara perpajakan; dan

19. surplus Bank Indonesia.

Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia

menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan

Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia. (Pasal 7

ayat (1) PP 94 Tahun 2010)

Ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pembayaran PPh atas surplus Bank Indonesia

diatur dengan PMK-100/PMK.03/2011

2. Bukan Objek Pajak

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

1. Hibahan, yaitu:

a bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil

zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang

berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di

Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

Page 8: Pajak penghasilan gabungan

8

dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan

keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara

pihak-pihak yang bersangkutan;

2. Warisan;

3. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai

pengganti penyertaan modal;

4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali

yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib

Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 15;

5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak

dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan

modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang

menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah

25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri

Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka

7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

9. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya

tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang

unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

Page 9: Pajak penghasilan gabungan

9

10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari

badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan

syarat badan pasangan usaha tersebut:

c. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam

sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

d. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada

instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana

kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan

atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib

Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

D. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

1. Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Berdasarkan PMK-162/PMK.011/2012 yang mulai berlaku efektif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) adalah Rp 24.300.000 atau jika dihitung per bulannya adalah Rp

2.025.000. Sehingga setiap orang yang mendapatkan penghasilan tidak lebih dari dua juta setiap bulannya

dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan. Kepada istri dan tanggungan masing-masing memperoleh

nilai PTKP sebesar 2.025.000.

Selengkapnya kenaikan PTKP ini dapat dilihat sebagai berikut:

TK, Lajang (tidak menikah), Lama: Rp. 15.840.000,- Baru: Rp. 24.300.000,-

TK1, Lajang dengan 1 tanggungan, Lama Rp. 17.160.000,- Baru: 26.325.000,-

TK2, Lajang dengan 2 tanggungan, Lama Rp. 18.480.000,- Baru: 28.350.000,-

TK3, Lajang dengan 3 tanggungan, Lama Rp. 19.800.000,- Baru: 30.375.000,-

Page 10: Pajak penghasilan gabungan

10

K, Menikah tanpa tanggungan, Lama Rp. 17.160.000,- Baru: 26.325.000,-

K2, Menikah dengan 2 tanggungan, Lama Rp. 19.800.000,- Baru: 30.375.000,-

K1, Menikah dengan 1 tanggungan, Lama Rp. 18.480.000,- Baru: 28.350.000,-

K3, Menikah dengan 3 tanggungan, Lama Rp. 21.120.000,- Baru: 32.400.000,-

Tanggungan yang diperbolehkan adalah sebanyak 3 orang ato kurang. Untuk suami yang ingin

ditanggungkan ke penghasilan istri harus dibuktikan dengan surat keterangan dari pemerintah serendah-

rendahnya tingkat kecamatan bahwa suami benar-benar tidak memiliki penghasilan dan penghidupannya

ditanggung oleh istri (Surat Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-02/PJ/1995). Penghasilan suami-isteri

dikenai pajak secara terpisah apabila:

a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;

b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan

penghasilan; atau dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban

perpajakannya sendiri.

. Yang bisa menjadi tanggungan adalah (Penjelasan Pasal 7 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008):

1. Keluarga dalam satu garis keturunan lurus sedarah dan semenda

Keluarga sedarah dan semenda yang menjadi tanggungan adalah yang menjadi tanggungan sepenuhnya

oleh Wajib Pajak. Arti dari menjadi tanggungan sepenuhnya adalah hidupnya benar-benar ditanggung

oleh wajib pajak. Yang termasuk sedarah atau semenda adalah: anak kandung, anak tiri, ibu, ayah,

mertua. Tanggungan hanya berlaku bagi hubungan sedarah dan semenda satu garis lurus sehingga

saudara seperti kakak, adik, kakak ipar, adik ipar, kakak dari orang tua, adik dari orang tua tidak bisa

menjadi tanggungan. Anak yang bisa menjadi penghasilan adalah anak yang belum dewasa atau belum

memiliki penghasilan sehingga masih ditanggung oleh Wajib Pajak

2. Anak angkat

Anak angkat dalam hukum perpajakan dapat diakui sebagai tanggungan jika: hidupnya ditanggung

sepenuhnya oleh Wajib Pajak atau belum dewasa. Anak angkat tidak berasal dari hubungan sedarah

maupun semenda (Surat Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-02/PJ/1995)

2. Biaya

Perbedaan pengakuan biaya menurut perhitungan fiskal dan perhitungan komersial menyebabkan adanya

koreksi fiskal. Koreksi fiskal dilakukan Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut

perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal . Jenis-jenis perbedaan tersebut antara lain :

Page 11: Pajak penghasilan gabungan

11

a. Beda tetap.

Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi komersial tetapi

tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak.

Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito.

Contoh biaya : biaya sanksi perpajakan.

b. Beda waktu

Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak dapat diakui

sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan.

Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs

Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa

Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut :

a. Koreksi fiskal positif

Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

Contoh : Biaya PPh

b. Koreksi fiskal Negatif

Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.

Contoh : Penghasilan bunga deposito.

Ketentuan mengenai pengakuan biaya secara fiskal dapat dilihat di Undang-undang Pajak Penghasilan (UU

No 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No 36 Tahun 2008) Pasal 4 ayat 1 dan 3, Pasal 6

dan Pasal 9. Untuk lebih jelasnya biaya dan penghasilan yang mempengaruhi perhitungan laba-rugi fiskal

dapat dilihat pada penjelasan berikut:

a. Biaya yang tidak boleh dikurangkan (nondeductible)

Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak

bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, termasuk:

1. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:

a. bukan merupakan objek pajak;

b. pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau

c. dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 14 UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal

15 UU PPh.

2. PPh yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.

Macam-macam biaya yang tidak dapat dikurangkan:

Page 12: Pajak penghasilan gabungan

12

No Jenis

1 pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang

dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi (Pasal 9 ayat 1 huruf a)

2 biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau

anggota (Pasal 9 ayat 1 huruf b)

3 pembentukan atau pemupukan dana cadangan (Pasal 9 ayat 1 huruf c), kecuali:

1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan

kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan

perusahaan anjak piutang;

2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk

usaha pengolahan limbah industri,

yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

(PMK-219/PMK.011/2012)

4 premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea

siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan

premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (Pasal 9 ayat 1

huruf d)

5 (Pasal 9 ayat 1 huruf e) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi

seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah

tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK 83/PMK.03/2009)

6 jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang

mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

(Pasal 9 ayat 1 huruf f)

7 (Pasal 9 ayat 1 huruf g) harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud

Page 13: Pajak penghasilan gabungan

13

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan

keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP 18 Tahun 2009 dan SE-80/PJ/2010)

8 Pajak Penghasilan (Pasal 9 ayat 1 huruf h)

9 biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang

menjadi tanggungannya (Pasal 9 ayat 1 huruf i)

10 gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham (Pasal 9 ayat 1 huruf j)

11 sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang

berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan (Pasal 9 ayat 1 huruf k)

b. Biaya Yang Dapat Dikurangkan (Deductible)

No Jenis

1 Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha

(Pasal 6 ayat (1) huruf a), seperti:

a. biaya pembelian bahan

b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,

gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang

c. bunga, sewa, dan royalty

d. biaya perjalanan

e. biaya pengolahan limbah

f. premi asuransi

g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan (PMK 02/PMK.03/2010 dan SE-9/PJ./2010)

h. biaya administrasi

i. pajak kecuali Pajak Penghasilan

2 penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran

untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A (ayat (1) huruf b)

3 iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan (Pasal 6 ayat

(1) huruf c)

Page 14: Pajak penghasilan gabungan

14

4 kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan

atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1)

huruf d)

5 kerugian selisih kurs mata uang asing; (Pasal 6 ayat (1) huruf e)

6 biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia (Pasal 6 ayat (1) huruf

f)

7 biaya beasiswa, magang, dan pelatihan (Pasal 6 ayat (1) huruf g)

8 piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat

Jenderal Pajak; dan

3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah

yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah

dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur

bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih

debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-57/PMK.03/2010); (Pasal

6 ayat (1) huruf h)

9 sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan PP

93 Tahun 2010 (Pasal 6 ayat (1) huruf i)

10 sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang

ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010 (Pasal 6 ayat (1) huruf j)

11 biaya pembangunan infrastruktur sosialyang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010 (Pasal

6 ayat (1) huruf k)

12 sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 6

ayat (1) huruf l)

13 sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan PP 93 Tahun 2010

(Pasal 6 ayat (1) huruf m)

Page 15: Pajak penghasilan gabungan

15

Contoh Soal Rekonsiliasi Fiskal:

PT Batang Sianok adalah perusahaan perdagangan di bidang bahan konstruksi. Pada Tahun 2013

melaporkan Laba-Rugi sebagai Berikut:

Penjualan : 5.000.000.000

Persediaan per 1 Jan 2013 500.000.000

Pembelian tahun 2013 3.250.000.000

Persediaan per 31 Des 2013 250.000.000

Harga Pokok Penjualan : (3.500.000.000)

Laba Kotor : 1.500.000.000

Pendapatan Lain-lain-Bunga Deposito : 10.000.000

Beban Usaha

Beban Gaji 300.000.000

Beban Air 50.000.000

Beban Listrik 100.000.000

Beban Perjalanan Dinas 35.000.000

Beban Telepon 20.000.000

Beban Hiburan 50.000.000

Tunjangan Makan 75.000.000

Sumbangan 50.000.000

PBB P-2 45.000.000

Denda STP SPT Tahunan ’11 1.000.000

Pajak Reklame 5.000.000

Beban Bensin Direksi 7.000.000

Biaya Depresiasi Gedung 100.000.000

Total Beban Usaha : (838.000.000)

Laba bersih : 672.000.000

Keterangan mengenai laporan laba rugi:

1. Beban gaji adalah total gaji dan THR kepada karyawan dan direksi

2. Beban perjalanan dinas terdiri dari ongkos jalan supir dan kurir sebesar 30 juta serta uang perjalanan

direksi klien bisnis perusahaan sebesar 5.000.000

3. Biaya telepon terdiri dari: 16.000.000 untuk tagihan telepon dan internet kantor, 4 juta untuk biaya pulsa

bagi direksi

Page 16: Pajak penghasilan gabungan

16

4. Pada bulan September 2013, perusahaan mengikuti darmawisata ke Mentawai yang diikuti oleh seluruh

karyawan dengan rincian: biaya carter bis dan perahu: 10.000.000, biaya hotel: 20.000.000, biaya makan:

5.000.000 sementara sebesar 15.000.000 adalah biaya hiburan direksi ke Pekanbaru selama tahun 2013.

5. Tunjangan makan terdiri dari: tunjangan uang makan (dalam bentuk uang) kepada seluruh karyawan dan

direksi

6. Sumbangan sebesar 5.000.000 adalah sumbangan ke Koalisi Pemenangan Presiden Prabu Wow dan

Jokowow, dan 5.000.000 untuk sumbangan bencana letusan Gunung Sinabung yang tidak dikategorikan

bencana nasional, 20 juta untuk pembangunan masjid di sekitar kantor, 10 juta ke Yayasan Kasih Ibu yang

mengurusi bantuan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu, 10 juta untuk GNOTA. GNOTA telah

ditetapkan oleh Menkeu sebagai lembaga yang boleh memperoleh bantuan keuangan.

7. Gedung diperoleh tahun 2005 dengan biaya perolehan 1.100.000.000 disusutkan dengan metode garis

lurus, masa manfaat sebesar 10 tahun dengan estimasi nilai sisa 100.000.000

Rekonsiliasi fiskal yang dibuat adalah sebagai berikut:

Jenis Menurut Laba

Rugi Komersil

Koreksi Menurut Laba

Rugi Fiskal

Keterangan

1 Penjualan 5.000.000.000 - 5.000.000.000

2 Harga

Pokok

Penjualan

(3.500.000.000) - (3.500.000.000)

3 Laba Kotor 1.500.000.000 1.500.000.000

4 Bunga

Deposito

10.000.000 (10.000.000) 0 Bunga deposito telah dipungut

pajak final PPh 4(2) sehingga

dikeluarkan dari perhitungan

5 gaji 300.000.000 - 300.000.000

6 air 50.000.000 - 50.000.000

7 listrik 100.000.000 - 100.000.000

8 Perjalanan

dinas

35.000.000 - 35.000.000

9 telepon 20.000.000 (2.000.000) 18.000.000 Biaya pulsa HP yang boleh

dibebankan adalah 50% dr Beban

Pulsa HP

10 hiburan 50.000.000 (15.000.000) 35.000.000 Hiburan boleh dibebankan adalah

hiburan yang dinikmati semua

pegawai

Page 17: Pajak penghasilan gabungan

17

11 Tunjangan

makan

75.000.000 0 75.000.000 Tunjangan makan boleh

dibebankan jika diberikan dalam

bentuk uang

12 sumbangan 50.000.000 (40.000.000) 10.000.000 Sumbangan yang boleh dibebankan

adalah sumbangan untuk bencana

nasional berdasarkan aturan

pemerintah, atau organisasi yang

sudah ditetapkan oleh Menkeu

untuk memperoleh sumbangan

seperti BAZIS, dsb

13 PBB 45.000.000 - 45.000.000

14 STP 1.000.000 (1.000.000) 0 Pajak penghasilan termasuk STP

dan Ketetapannya tidak boleh

dibebankan

15 Pajak

Reklame

5.000.000 - 5.000.000

16 Bensin

Direksi

7.000.000 (7.000.000) 0 Karena fasilitas hanya diberikan

kepada karyawan tertentu saja dan

tidak berhubungan dengan

pekerjaan saja

17 Depresiasi 100.000.000 (50.000.000) 50.000.000 Menurut UU, bangunan memiliki

masa manfaat 20 tahun bukan 10

tahun

Total Beban

Usaha

(838.000.000) (723.000.000)

Laba (Rugi)

Bersih

672.000.000 777.000.000

E. PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

1. WP OP Dalam Negeri

Dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan diatur bahwa untuk tarif pajak Orang Pribadi digunakan

tarif berlapis. Susunan tarif tersebut adalah:

Page 18: Pajak penghasilan gabungan

18

Lapisan Penghasilan Tarif

0 – 50.000.000 5%

50.000.000 – 250.000.000 15%

250.000.000 – 500.000.000 25%

>500.000.000 30%

a. Karyawan

Karyawan adalah orang yg bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dsb) dengan mendapat gaji

(upah). Sebagai pemberi kerja, perusahaan memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetorkan pajak

penghasilan dari karyawannya kepada negara. Dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan diatur

bahwa Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama

dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib

dilakukan oleh

- pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai

imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai, dalam hal ini

termasuk di dalamnya upah harian, bonus akhir tahun, THR, dan Jaminan Keselamatan Kerja (JKK)

yang dibayarkan oleh perusahaan.

- bendahara pemerintah, atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

- dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa

pun dalam rangka pensiun. Karena dana pensiun akan dipotong pajak penghasilannya ketika pegawai

bersangkutan menerima dana pensiun di hari tuanya nanti, iuran Jaminan Hari Tua (JHT) yang

ditanggung oleh pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai komponen penambah penghasilan saat

perhitungan PPh pasal 21 oleh pemberi kerja. Sebaliknya apabila JHT dibayarkan sendiri oleh

karyawan, JHT akan mengurangi gaji dalam perhitungan pajak penghasilan PPh 21.

- badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

- penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu

kegiatan.

*dalam bagian ini PKP adalah Penghasilan Kena Pajak, bukan Pengusaha Kena Pajak

Contoh-contoh perhitungan

1. Karyawan Tetap

1. Bu Ani, belum menikah, memiliki penghasilan selama tahun 2013 sebesar 90.000.000 dari

pekerjaannya sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Perusahaan membayarkan iuran JHT dan

JKK masing-masing sebesar 0,01% dan 0,03% dari gaji Bu Ani. Maka pajak penghasilannya adalah:

Page 19: Pajak penghasilan gabungan

19

Gaji : 90.000.000

Ditambah: JKK, 0.03% x 90.000.000 : 27.000

Dikurangi: Biaya Jabatan (5% maks, 6.000.000) : (4.501.350)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) : (24.300.000)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) : 61.228.350

Penghitungan Pajak:

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = 61.228.350

Jika dipisah per lapisan penghasilan menjadi

Lapisan 0-50.000.000 (a) = 50.000.000

Lapisan 50.000.000-250.000.000 (b) = 11.228.350

Tarif pajaknya

Lapisan 0-50.000.000 = 5%x50.000.000 = 2.500.000

Lapisan 9.700.000 = 15%x11.228.350 = 1.684.050

Total PPh yang terutang Tahun 2013 = 4.184.050

Jadi jumlah total pajak penghasilan Bu Ani selama tahun 2013 adalah sebesar 4.184.050 rupiah. Perusahaan

menyetor PPh Pasal 21 sebesar 348.670 per bulan (4.184.050 dibagi 12 bulan).

2. Pak William karyawan sebuah perusahaan tambang minyak, memiliki istri dan dua orang anak.

Penghasilannya selama tahun 2013 adalah 800.000.000, Perusahaan membayarkan JHT dan JKK

masing-masing sebesar 0,01 dan 0,03 persen, Atas prestasinya di akhir tahun Pak William

mendapatkan bonus sebesar 100.000.000 maka pajak penghasilannya adalah

i. Perhitungan rutin (bulanan)

Gaji : 800.000.000

Ditambah JKK, 0.03% x 800.000.000 : 240.000

Dikurangi: Biaya Jabatan : (6.000.000)

Penghasilan tidak Kena Pajak (PTKP) : (28.350.000)

(24.300.000+2x2.025.000)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) : 765.890.000

Page 20: Pajak penghasilan gabungan

20

Penghitungan Pajak:

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = 765.890.000

Jika dipisah per lapisan penghasilan menjadi

Lapisan 0-50.000.000 (a) = 50.000.000

Lapisan 50.000.000-250.000.000 (b) = 200.000.000

Lapisan 250.000.000-500.000.000 = 250.000.000

Lapisan >500.000.000 = 265.890.000

Tarif pajaknya

Lapisan 0-50.000.000 = 5%x50.000.000 = 2.500.000

Lapisan 50.000.000-250.000.000 = 15%x200.000.000 = 30.000.000

Lapisan 250.000.000-500.000.000 =25%x250.000.000 = 62.500.000

Lapisan >500.000.000 =30%x 265.890.000 = 79.767.000

Total PPh yang terutang Tahun 2013 = 170.767.000

ii. Perhitungan setelah bonus

Setiap bulannya, perusahaan akan memotong pajak penghasilan sebesar 14.230.583 (170.767.000 dibagi 12

bulan). Pada bulan ke-12 PPh 21 yang telah dibayarkan selama 11 bulan oleh perusahaan adalah =

14.230.583x11 = 156.536.416. Pada bulan kedua belas terdapat bonus yang tidak bisa diperhitungkan dari

awal tahun sehingga pada bulan kedua belas PPh dihitung ulang untuk menentukan kurang bayarnya.

Gaji : 800.000.000

Ditambah JKK, 0.03% x 800.000.000 : 240.000

Bonus : 100.000.000

Dikurangi: Biaya Jabatan : (6.000.000)

Penghasilan tidak Kena Pajak (PTKP) : (28.350.000)

(24.300.000+2x2.025.000)

Penghasilan Kena Pajak (PKP) : 865.890.000

Penghitungan Pajak:

Penghasilan Kena Pajak (PKP) = 865.890.000

Jika dipisah per lapisan penghasilan menjadi

Lapisan 0-50.000.000 (a) = 50.000.000

Lapisan 50.000.000-250.000.000 (b) = 200.000.000

Page 21: Pajak penghasilan gabungan

21

Lapisan 250.000.000-500.000.000 = 250.000.000

Lapisan >500.000.000 = 365.890.000

Tarif pajaknya

Lapisan 0-50.000.000 = 5%x50.000.000 = 2.500.000

Lapisan 50.000.000-250.000.000 = 15%x200.000.000 = 30.000.000

Lapisan 250.000.000-500.000.000 =25%x250.000.000 = 62.500.000

Lapisan >500.000.000 =30%x 365.890.000 = 109.767.000

Total PPh yang terutang Tahun 2013 seharusnya = 204.767.000

Kurang bayar PPh Pasal 21 = 204.767.000 - 156.536.416 = 48.230.584

Jadi pada bulan kedua belas terdapat kurang bayar sebesar 48.230.584.

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa PPh atas bonus sebesar 100.000.000 yang diterima Pak

William adalah sebesar 204.767.000-170.767.000 = 34.000.000

Page 22: Pajak penghasilan gabungan

22

2. Pekerja Harian

Pajak penghasilan kepada pekerja lepas dan buruh harian dikenakan apabila memenuhi syarat:

- jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah); atau

- jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif

dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah),

kurang dari 7.000.000

Jumlah penghasilan Perhitungan PPh

21

Keterangan

Kurang dari 200.000 per hari,

upah kumulatif selama bulan

kalender tidak lebih dari

2.025.000

Tidak ada Jumlah penghasilan di bawah PTKP

harian

Kurang dari 200.000 per hari,

upah kumulatif selama bulan

kalender antara 2.025.000 s.d.

7.000.000

5% x Penghasilan

Kena Pajak (PKP)

PTKP= (24.300.000/360)xjumlah hari

kerja, jadi

PKP= Total penghasilan kotor-

((24.300.000/360)xjumlah hari kerja)

Lebih dari 200.000 per hari, upah

kumulatif selama bulan kalender

tidak lebih dari 2.025.000

5% x Penghasilan

Kena Pajak (PKP)

Per Hari

PTKP Per hari = 200.000, jadi

PKP Per Hari = Penghasilan Kotor Per

Hari – 200.000

Lebih dari 200.000 per hari, upah

kumulatif selama bulan kalender

antara 2.025.000 s.d. 7.000.000

5% x Penghasilan

Kena Pajak (PKP)

PTKP= (24.300.000/360)xjumlah hari

kerja, jadi

PKP= Total penghasilan kotor-

((24.300.000/360)xjumlah hari kerja)

Upah kumulatif lebih dari

7.000.000 dalam satu bulan

kalender

Menggunakan

Lapisan Tarif PPh

Pasal 17

PKP= (Total penghasilan kotor

disetahunkan – PTKP Tahunan)/12

Contoh

1. Ibu Marni bekerja kepada PT Maju untuk memperbaiki taman dan saluran air di kantor PT Maju. Ibu

Marni bekerja selama tiga hari dengan penghasilan dibayar harian sebesar 350.000. Maka perhitungan

pajaknya:

Penghasilan Kotor per hari = 350.000

PTKP Per hari = 200.000

PKP = 150.000

PPh 21= 5% x 150.000 = 7.500

Page 23: Pajak penghasilan gabungan

23

2. Bapak Juki, belum kawin bekerja memangkas rumput di lapangan dan taman milik PT Angkasa Raya.

Upah dibayar harian sebesar 150.000 selama 28 hari dimulai tanggal 2 April s.d. 29 April. Maka pajak

penghasilannya adalah

Penghasilan Kotor per hari = 150.000 (dibawah PTKP harian)

Penghasilan Kotor per bulan = 28 x 150.000 = 4.200.000 (diatas PTKP bulanan)

Digunakan PTKP Harian sebenarnya,

PTKP = 24.300.000/360 x 28 hari = 1.890.000

PKP = 2.310.000

PPh yang harus dipotong= 5%x2.310.000 = 115.500

3. Bapak Somad bekerja sebagai pekerja harian di PT Maju dengan upah 300.000 per hari selama 10 hari.

Maka pajak penghasilannya

Penghasilan Kotor per hari = 300.000

PTKP Per hari = 200.000

PKP = 100.000

PPh 21= 5% x 100.000 = 5.000

Dari hari 1 sampe 6, upah kumulatif masih dibawah PTKP bulanan, sehingga pajak yang dipotong

adalah 5.000 per hari

Ketika hari ketujuh, penghasilan kumulatif sudah diatas PTKP bulanan sehingga perhitungannya

menggunakan PTKP harian sebenarnya:

Upah 7 hari kerja (7x300.000) = 2.100.000

PTKP: 7x 24.300.000/360 =472.000

PKP = 1.627.000

PPh Pasal 21 = 5% x 1627.500 = 81.375

PPh 21 yang telah dipotong(5.000x6) = 30.000

PPh 21 yang harus dipotong pada = 51.375

Hari ketujuh

Setelah hari ketujuh, hari 8,9, dan 10 dihitung menggunakan PTKP harian sebenarnya:

Penghasilan Kotor per hari = 300.000

PTKP Per hari (24.300.000/360) = 67.500

PKP = 232.500

PPh 21= 5% x 232.500 = 11.625

Page 24: Pajak penghasilan gabungan

24

3. Pegawai Tidak Tetap

Untuk pegawai tidak tetap berlaku ketentuan:

Sifat Penggajian Jumlah

Pemberi Kerja

Perhitungan Keterangan

Berkelanjutan Hanya satu DPP=50%xpenghasilan bruto

PKP = DPP – PTKP

Perhitungan Pajak:

Lapisan Tarif Pasal 17xPKP

DPP=dasar pengenaan

pajak

PTKP = penghasilan

tidak kena pajak, sesuai

dengan Pasal 17, sebesar

24.300.000 per tahun dan

tambahannya 2.025.000

Lebih dari satu DPP=50%xpenghasilan bruto

PKP=DPP

Perhitungan pajak:

Lapisan Tarif Pasal 17xPKP

Tidak

Berkelanjutan

Tidak dijadikan

acuan

DPP=50%xpenghasilan bruto

PKP=DPP

Perhitungan pajak:

Lapisan Tarif Pasal 17xPKP

Contoh:

dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan praktik di Rumah Sakit

Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan

dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari

jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar,S p.JP pada setiap akhir bulan. Selain praktik

di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr. Abdul Gopar,S p.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik

pribadinya dr .Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun 2009, jasa dokter yang dibayarkan

pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung

Sehat adalah sebagai berikut

Bulan (Tahun 2013) Jumlah Pembayaran oleh Pasien

Januari 45.000.000

Februari 49,000,000 Maret 47.000.000

April 40,000,000

Mei 44.000.000 Juni 52.000.000

Juli 40.000.000 Agustus 35.000.000

September 45.000.000 Oktober 44.000.000

Page 25: Pajak penghasilan gabungan

25

November 43.000.000 Desember 40.000.000

Jumlah 524.000.000

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa Januari sampai dengan Desember

Page 26: Pajak penghasilan gabungan

26

Penghitungan PPh nya:

b. Pekerjaan Bebas

Sesuai dengan PP 46 Tahun 2013, WP OP yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah

omset per tahun tidak lebih dari 4,8 milyar dikenai pajak penghasilan final pasal 4(2) sebesar satu persen

dari omzet/penghasilan bruto. Namun, tidak semua WP OP yang melakukan pekerjaan bebas dikenai aturan

ini. WP OP yang dikecualikan tersebut adalah:

tenaga ahli (terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris, pekerja

seni ( terdiri dari: pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,

bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari),

olahragawan, pembicara (terdiri dari: penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator),

Page 27: Pajak penghasilan gabungan

27

pengarang, peneliti, dan penerjemah, agen iklan, pengawas atau pengelola proyek, perantara(makelar),

petugas penjaja barang dagangan, agen asuransi, distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel

marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya dan dan pedagang dengan

sistem bongkar pasang / berpindah atau menggunakan sebagian atau seluruh tempat usahanya untuk

kepentingan umum. WP yang dikecualikan tersebut memakai aturan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

(NPPN) dan tidak wajib melakukan pembukuan tetapi boleh menggunakan pencatatan.

Jenis WP OP Tarif Keterangan

WP OP melakukan pekerjaan bebas

termasuk kriteria WP Tertentu PP

46 Tahun 2013

1% x omzet Boleh memilih pencatatan atau

pembukuan

WP OP omset kurang dari 4,8M

dikecualikan dari PP 46 Tahun

2013

Penghasilan Neto =

Penghasilan bruto x NPPN

PKP = Penghasilan Neto-

PTKP

Penghitungan pajak terutang

menggunakan lapisan

penghasilan pasal 17

Zakat wajib hanya boleh

mengurangi penghasilan jika

disalurkan melalui badan zakat

yang ditunjuk oleh Menkeu

Boleh memilih pencatatan atau

pembukuan

WP OP melakukan pekerjaan bebas

omset lebih dari 4,8 M

PKP= Laba Usaha-PTKP

Penghitungan pajak terutang

menggunakan lapisan

penghasilan pasal 17

Zakat wajib hanya boleh

mengurangi penghasilan jika

disalurkan melalui badan zakat

yang ditunjuk oleh Menkeu

Harus melakukan pembukuan

Page 28: Pajak penghasilan gabungan

28

Contoh:

Wajib Pajak A tidak kawin. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta . Penerimaan bruto sebagai

dokter (setahun) di Jakarta Rp. 100.000.000,-

Penghasilan neto dihitung sebagai berikut:

Sebagai dokter :45% X Rp. 100.000.000,- = Rp. 45.000.000,-

Jumlah penghasilan Neto = Rp. 45.000.000,-

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak=

Rp. 45.000.000,-- Rp. 24.300.000,- = Rp. 20.700.000,-

Pajak penghasilan yang terutang = 5% X Rp. 20.700.000,- = Rp1.035.000,-

45 % adalah norma penghitungan dokter di Jakarta

2. WP OP dan Badan Luar Negeri

Yang dimaksud Subjek Pajak luar negeri adalah Wajib Pajak yang:

- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183

(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui BUT di Indonesia.

- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183

hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Perlakuan Pajak bagi Subjek Pajak Luar Negeri:

1. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto.

2. Dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan

adalah subjek pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.

Contoh:

Russel Frederiksen adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Dia berstatus

menikah dan mempunyai 2 orang anak. la memperoleh gaji pada bulan Maret 2013 sebesar US$2,500

sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan adalah Rp11.500,00 untuk US$ 1.00.

Page 29: Pajak penghasilan gabungan

29

Penghitungan PPh Pasal 26:

Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah:

US$2,500 x Rp11.500,00 = Rp28.750.000,00

PPh Pasal 26 terutang adalah: 20% x Rp28.750.000,00 = Rp5.750.000,00 (final)

F. PAJAK PENGHASILAN BADAN

Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, pengusaha kecil dengan peredaran usaha

kurang dari 4,8 Milyar dikenai pajak penghasilan sebesar 1% dari omzet kecuali beberapa Wajib pajak

tertentu yang dikecualikan. Sehingga tarif pajak penghasilan badan menjadi:

Omset Tarif Keterangan

0-4.800.000.000 1% x omzet Untuk WP tertentu baik Orang Pribadi maupun

Badan, bersifat final

50% x 25% x laba

(mendapat fasilitas

pengurangan sebesar

50%)

Umumnya tidak berlaku lagi dengan adanya PP 46

Tahun 2013

4.800.000.000-

50.000.000.000

- Fasilitas 50%x25%

untuk sebagian Laba,

- Tarif 25% untuk

laba sisanya

Perhitungan:

Yang mendapat fasilitas= (4,8M/omzet)xlaba

Yang tidak mendapat fasilitas= laba sisanya setelah

dikurangi yang mendapat fasilitas

>50.000.000.000 25% x Laba Tidak mendapat fasilitas pengurangan sebesar 50%

Contoh Perhitungan:

PT ABC memiliki peredaran usaha sebesar 9,6 milyar selama tahun 2013. Laba PT ABC tercatat sebesar

300.000.000. Maka perhitungan pajaknya adalah:

Karena omzet PT ABC sebesar 14.4 Milyar maka sebagian laba PT ABC mendapat fasilitas pengurangan

sebesar 50%, sementara sisanyatidak mendapat fasilitas pengurangan.

Yang mendapat fasilitas = 4,8𝑚𝑖𝑙𝑦𝑎𝑟

14.4𝑚𝑖𝑙𝑦𝑎𝑟× 300.000.000 = 100.000.000

Yang tidak mendapat fasilitas = 300.000.000-100.000.000 = 200.000.000

Perhitungan pajaknya;

Yang mendapat fasilitas = 100.000.000 x 25% x 50% = 12.500.000

Yang tidak mendapat fasilitas = 200.000.000 x 25% = 50.000.000

Pajak Penghasilan Badan PT ABC = 62.500.000

Page 30: Pajak penghasilan gabungan

30

G. PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT 2

Pajak penghasilan Final adalah pajak penghasilan yang mekanisme pemotongannya dianggap telah selesai

pada saat telah dipotong pajaknya. Pajak penghasilan final dipisahkan dari perhitungan PPh tidak final.

Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, Pajak final dapat dilihat pada pasal 4 ayat 2 dan pasal 26 (untuk

WP Luar Negeri)

1. PPh Final Pasal 4(2) Selain WP Kriteria Tertentu

Berikut ini adalah tabel PPh final pasal 4(2)

No Uraian Tarif x DPP Dasar Hukum

1 Sewa tanah dan/ atau

bangunan.

10% x jumlah bruto nilai persewaan

tanah dan/ atau bangunan

Sejak 1 Mei 2002

PP 5/2002, KEP

227/PJ/2002

2 Pengalihan hak atas tanah

dan/ atau bangunan.

5% x jumlah bruto nilai pengalihan

hak atas tanah dan/atau bangunan.

Rumah Sederhana dan Rumah

Susun Sederhana dikenakan= 1% x

jumlah bruto nilai pengalihan

Sejak 1 Januari 2009

PP 48/1994 Jo. PP

71/2008

PMK243/PMK.03/2008

SE06/PJ.03/2008

PER 30/PJ/2009

3 Jasa Konstruksi Pelaksanaan Konstruksi:

2%: kualifikasi usaha kecil

4%: tidak punya kualifikasi;

3%: kualifikasi selain kecil

(menengah & besar)

Perencanaan/Pengawasan

Konstruksi:

4%: punya kualifikasi usaha;

6%: tidak punya kualifikasi

usaha.

Sejak 1 Januari 2008

PP 51 tahun 2008 Jo PP

40 tahun 2009

Page 31: Pajak penghasilan gabungan

31

4 Penjualan saham di Bursa

Efek

selain IPO= 0,1% x jmlh bruto nilai

transaksi penjualan

IPO=((0,5 % x nilai saham) + (0,1 %

x jmlh bruto nilai transaksi

penjualan))

IPO(Initial Public Offering)

Sejak 29 Mei 1997

PP 41/1994 Jo. PP

14/1997

KMK282/KMK.04/1997

5

SUN

(Surat

Utang

Negara)

terdiri

dari:

Penghasilan Bunga/

Diskonto Obligasi

Yg dimaksud dengan

Obligasi disini adalah

Surat Utang dan Surat

Utang Negara (SUN)

yang berjangka waktu

>12 bulan (lebih dari

12 bulan).

Utk SBSN dengan jgk

wkt >12 bulan (lebih

dari 12 bln) juga

mengikuti ketentuan

seperti Obligasi

Negara.

Dikecualikan dari

pemotongan PPh Pasal

4(2) jika:

penerima adalah

WP Dana Pensiun

yang telah disahkan

oleh MenKeu;

Utk WPDN dan BUT:

15% x jmlh bruto bunga/diskonto

Utk WPLN selain BUT:

20% x jmlh bruto bunga/diskonto

atau sesuai tarif P3B

Untuk WP Reksadana yg terdaftar

di BAPEPAM-LK:

0% x jlmh bruto (thn 2009-2010)

5% x jmlh bruto (thn 2011-2013)

15% x jmlh bruto (thn 2014- dst)

ketentuan berlaku sejak 1

Januari 2009

PP 16 tahun 2009

PMK 85/PMK.03/2011

Page 32: Pajak penghasilan gabungan

32

WP Bank yang

didirikan di

Indonesia, atau

cabang bank luar

negeri di Indonesia.

6 Surat Perbendaharaan

Negara (SPN)= SUN

berjangka waktu

paling lama 12 bulan.

20% x diskonto SPN ketentuan

berlaku sejak 4 April 2008

(yg dikecualikan dari pemotongan:

bank yg didirikan di Indonesia atau

cabang bank LN di Indonesia, Dana

Pensiun, Reksadana yg terdaftar di

BAPEPAM-LK)

PP 27 tahun 2008

PMK 63/PMK.03/2008

PER 18/PJ/2008

7 Deviden yang dibagikan

kepada OP

10% x jmlh bruto deviden

sejak 1 Januari 2009

Pasal 17 ayat (2c) UU 36

tahun 2008

PP 19 tahun 2009

8

Bunga Simpanan Koperasi

yang dibayarkan kepada

anggota koperasi orang

pribadi

0% atas bunga simpanan koperasi

sampai dengan Rp 240.000

10% x Jmlh bruto (utk bunga

simpanan diatas Rp 240.000

sebulan.)

sejak 1 Januari 2009

PP 15 tahun 2009

9 Pendapatan bunga deposito

dan tabungan serta Sertifikat

Bank Indonesia (SBI)

Untuk WPDN & BUT:

20% x jmlh bruto bunga

Untuk WPLN:

20% x jmlh bruto bunga atau sesuai

P3B

sejak 1 Januari 2001

PP 131 tahun 2000

Page 33: Pajak penghasilan gabungan

33

dikecualikan dari pemotongan:

jumlah tidak melebihi Rp 7,5 juta

jika penerima: bank yg didirikan di

Indonesia atau cabang bank LN di

Indonesia.

jika penerima:Dana Pensiun yg

telah disahkan Menteri Keuangan.

bunga tabungan pada bank yang

ditunjuk Pemerintah dlm rangka

pemilikan Rumah Sederhana, dsb.

10 Hadiah Undian 25% x jmlh bruto nilai hadiah

sejak 1 Januari 2001

PP 132 tahun 2000

KEP 395/PJ/2001

SE 19/PJ.43/2001

11

Penjualan saham milik Modal

Ventura

0,1% x jmlh bruto nilai transaksi

sejak 8 Februari 1995

Jika saham diperjualbelikan di Bursa

Efek, maka berlaku ketentuan tentang

penjualan saham di Bursa Efek.

PP 4 tahun 1995

KMK 250/KMK.04/1995

2. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterlma Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentun (Pajak Penghasilan 4 ayat 2)

Sejak Juli Tahun 2013 diperlakukan peraturan baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang

dan petunjuk pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang pajak

penghasilan final bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

Yang dimaksud dengan Wajib Pajak dengan penghasilan bruto tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi

atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak

termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tidak melebihi

Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Perhitungan pajak

penghasilan atas wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah sebesar 1% dari peredaran bruto

Page 34: Pajak penghasilan gabungan

34

usaha. Wajib Pajak dengan peredaran bruto kurang dari 4,8 milyar setahun yang dikecualikan dari

ketentuan ini antara lain: jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas Yitu: tenaga ahli (terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris, pekerja seni ( terdiri dari: pemain musik,

pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto

model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari), olahragawan, pembicara (terdiri dari: penasihat,

pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator), pengarang, peneliti, dan penerjemah, agen iklan,

pengawas atau pengelola proyek, perantara(makelar), petugas penjaja barang dagangan, agen asuransi,

distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling)

dan kegiatan sejenis lainnya dan pedagang dengan sistem bongkar pasang / berpindah atau menggunakan

sebagian atau seluruh tempat usahanya untuk kepentingan umum. Kepada Wajib Pajak yang masuk kriteria

WP Tertentu ini berlaku tarif pajak 1% dari omzet bersifat final dan dibebaskan dari

pemotongan/pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain. Pembebasan ini dilakukan dengan

menggunakan Surat Keterangan bebas yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

H. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga 34ariff

lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang

impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

1. PPh Pasal 22 Bendaharawan

Yaitu PPh yang dipungut atas transaksi pembelian barang oleh instansi pemerintah

Yang ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah bendahara pemerintah dan Kuasa

Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi

atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga 34ariff lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas

pembelian barang; (Pasal 1 ayat (1) huruf b PMK-224/PMK.011/2012)

1. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan

mekanisme uang persediaan (UP); (Pasal 1 ayat (1) huruf c PMK-224/PMK.011/2012)

Page 35: Pajak penghasilan gabungan

35

2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi

delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian

barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS). (Pasal 1

ayat (1) huruf d PMK-224/PMK.011/2012)

Tarif

o PPh Pasal 22 Bendaharawan = 1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN

o Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh

dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.

o Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi

100% (seratus persen) daripada tariff yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan

No Jenis

1 Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00

(dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (Pasal 3 ayat (1) huruf e

PMK-224/PMK.011/2012)

Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB

2 pembayaran untuk:

1. pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;

2. pemakaian air dan listrik.

(Pasal 3 ayat (1) huruf e PMK-224/PMK.011/2012)

Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.

3 Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) (Pasal 3 ayat (1) huruf g PMK-224/PMK.011/2012)

Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.

4 Pembayaran yang diterima karena penyerahan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam

rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah luar negeri

5 Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik

(BULOG); Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.

6 pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan dari kegiatan

usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:

3. kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau

4. kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;

(Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 4 PMK-146/PMK.011/2013)

Page 36: Pajak penghasilan gabungan

36

o Ketentuan ini berlaku sejak ditetapkannya BUMN sebagai pemungut PPN (yaitu sejak sejak 24

Februari 2013) (Pasal 10A PMK-146/PMK.011/2013) Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.

7 pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib

Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama

pengusahaan sumber daya panas bumi (Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 5 PMK-146/PMK.011/2013)

Ketentuan ini berlaku sejak ditetapkannya BUMN sebagai pemungut PPN (yaitu sejak sejak 24

Februari 2013) (Pasal 10A PMK-146/PMK.011/2013)

Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.

2. PPh Pasal 22 Atas Impor

Pemungut PPh Pasal 22 atas impor barang adalah Bank Devisa dan DJBC. (Pasal 1 ayat (1) huruf a PMK-

224/PMK.011/2012)

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut : (Pasal 2 ayat (1) huruf a PMK-

175/PMK.011/2013)

1. barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran PMK-175/PMK.011/2013,

sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;

2. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang menggunakan Angka

Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor

kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;

3. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang tidak menggunakan

Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau

4. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost, Insurance,

and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat

tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang

dipungut. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP lebih

tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

Ketentuan pengenaan tarif yang lebih tinggi 100% ini berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat

tidak final.

Page 37: Pajak penghasilan gabungan

37

Impor yang dikecualikan dari pemungutan pph pasal 22

Impor yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah : (Pasal 3 PMK-224/PMK.011/2012)

a. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan tidak terutang PPh. (Pasal 3 ayat (1) huruf a PMK-224/PMK.011/2012)

b. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN. (Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-

146/PMK.011/2013). barang tersebut yaitu : (Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK-146/PMK.011/2013)

1. Barang perwakilan negara asing dan para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas

timbal balik.

2. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan

tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan

yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang

untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;

3. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk

kepentingan penanggulangan bencana ;

4. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam, dan tempat lain semacam itu

yang terbuka untuk umum.

5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

6. Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.

7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.

8. Barang pindahan.

9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman sampai

batas jumlah tertentu sesuai ketentuan perundang-undangan kepabeanan.

10. Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditunjukan untuk

kepentingan umum.

11. Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, termasuk suku cadang untuk keperluan pertahanan

dan keamanan negara.

12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan

keamanan negara.

13. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).

14. buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama,

dan buku ilmu pengetahuan lainnya;

15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal

pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat

keselamatan pelayanan atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh

Perusahaan Pelayanan Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan

Page 38: Pajak penghasilan gabungan

38

Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai,

Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;

16. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan

manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh

Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau

pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan

Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pcmberian jasa perawatan atau reparasi

pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;

17. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana

yang dimpor dan digunakan oleh PT. Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang

diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang digunakan untuk

pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemelibaraan, serta prasarana

yang akan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero);

18. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan atau TNI untuk

penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk

rnendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kernenterian Pertahanan, TNl atau pihak

yang ditunjuk oleh Kernenterian Pertahanan atau TNT; dan/atau

19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor

Kontrak Kerja Sama (termasuk barang yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sejak

berlakunya PMK-154/PMK.03/2010 yaitu 31 Agustus 2010)

Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali

(Pasal 3 ayat (1) huruf c PMK-224/PMK.011/2012)

impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk

tujuan ekspor (Pasal 3 ayat (1) huruf f PMK-224/PMK.011/2012) dan (Pasal 3A ayat (1) PER-

15/PJ/2011)

Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor

kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,

pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan Dirjen Bea dan Cukai (Pasal 3

ayat (1) huruf d PMK-224/PMK.011/2012)

Atas impor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas,

tidak termasuk suku cadang, yang diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi

Terbarukan dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor. (Pasal 4 ayat (1) PMK-

21/PMK.011/2010)

Page 39: Pajak penghasilan gabungan

39

3. PPh Pasal 22 Atas BUMN

Pemungut PPh Pasal 22 adalah BUMN yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan, yang meliputi:

1. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero)

Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT

Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero)

Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan

2. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,

berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan

usahanya.

Tarif

o PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN (Pasal 2 ayat (1) huruf b PMK-

175/PMK.011/2013)

o Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh

dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut. (Pasal 9 ayat (1) huruf a PMK-

224/PMK.011/2012)

o Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi

100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

(Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 36 TAHUN 2008) dan (Pasal 2 ayat (3) PMK-175/PMK.011/2013)

Pengecualian pemungutan PPh pasal 22 BUMN

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu Pembayaran yang dilakukan oleh

pemungut pajak berkenaan dengan: (Pasal 3 ayat (1) huruf e PMK-224/PMK.011/2012)

a. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b. pembayaran untuk:

1. pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;

2. pemakaian air dan listrik.

Page 40: Pajak penghasilan gabungan

40

c. berlaku sejak ditetapkannya BUMN sebagai pemungut PPN (yaitu sejak sejak 24 Februari 2013)

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu Pembayaran yang dilakukan oleh

pemungut pajak berkenaan dengan :

1. pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan dari kegiatan

usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari: (Pasal 3 ayat (1)

huruf e angka 4 PMK-146/PMK.011/2013)

a. kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau

b. kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak

kerja sama;

2. pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib

Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama

pengusahaan sumber daya panas bumi ; (Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 5 PMK-

146/PMK.011/2013)

4. PPh Pasal 22 Produsen Atau Importir Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Dan Pelumas

Yaitu Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan

bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas

Tarif :

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan

pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai

berikut: (Pasal 2 ayat (1) huruf C PMK-175/PMK.011/2013)

1. Bahan Bakar Minyak

Jenis Produk Tarif untuk penjualan kepada : Dasar Pengenaan Pajak

SPBU Pertamina SPBU Bukan

Pertamina atau pihak

selain SPBU

bahan bakar minyak 0,25 % 0,30 % Penjualan tidak termasuk

PPN

2. bahan bakar gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN;

3. pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN.

4.

Page 41: Pajak penghasilan gabungan

41

Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pemungut Pajak atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas

kepada (Pasal 9 ayat (2) PMK-224/PMK.011/2012) :

1. penyalur/agen bersifat final;

2. selain penyalur/agen bersifat tidak final

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP adalah lebih

tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP, dan

pengenaan tarif pajak lebih tinggi 100% ini hanya dikenakan terhadap objek PPh Pasal 22 yang bersifat

tidak final (Pasal 2 ayat (3) PMK-175/PMK.011/2013)

5. PPh Pasal 22 Industri Tertentu

Termasuk Pemungut PPh Pasal 22 yaitu :

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri

otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri

(Pasal 1 ayat (1) huruf f PMK-224/PMK.011/2012)

Distributor adalah pedagang, yang meliputi badan atau orang pribadi, yang melakukan pembelian

dari produsen secara langsung untuk dijual dan/atau dipasarkan kembali. (Pasal 2 PER-

06/PJ/2013)

Penunjukan pemungut PPh Pasal 22 ini dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan Kepala KPP.

(Pasal 3 PER-06/PJ/2013)

Terhadap pemungut PPh Pasal 22 yang telah diterbitkan surat keputusan penunjukan pemungut

PPh Pasal 22, pemungut pajak tersebut tetap melakukan pemungutan PPh Pasal 22 (Pasal 6A

PER-06/PJ/2013)

Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja adalah industri baja yang merupakan

industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.

(Pasal 1 ayat (2) PMK-224/PMK.011/2012)

Page 42: Pajak penghasilan gabungan

42

Tarif :

No Jenis Industri Tarif PPh Pasal

22

Sifat Dasar Hukum (sejak 10

Desember 2010 s/d sekarang)

1 penjualan baja 0,3 % x DPP PPN Tidak Final PER-57/PJ/2010

2 penjualan semua jenis

kendaraan bermotor beroda dua

atau lebih

0,45 % x DPP

PPN

Tidak Final PER-57/PJ/2010

3 penjualan semua jenis semen 0,25 % x DPP

PPN

Tidak Final PER-57/PJ/2010

4 penjualan kertas 0,1 % x DPP PPN Tidak Final PER-57/PJ/2010

5 penjualan semua jenis obat 0,3% x DPP PPN Tidak Final Ketentuan ini baru ada sejak

24 Februari 2013 (Pasal 2

ayat (1) huruf d PMK-

224/PMK.011/2012)

1. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam

negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,

industri otomotif, dan industri farmasi:

2. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh

Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum

kendaraan bermotor sebesar 0,45% dari DPP PPN (tidak final). (Pasal 2 ayat (1) huruf e PMK-

175/PMK.011/2013) Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan

importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri; Terhadap

pemungut PPh Pasal 22 yang telah diterbitkan surat keputusan penunjukan pemungut PPh Pasal 22,

pemungut pajak tersebut tetap melakukan pemungutan PPh Pasal 22 (Pasal 6A PER-06/PJ/2013)

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah atas Penjualan kendaraan bermotor di

dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen

Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan PPh

berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh stdtd UU Nomor 36

Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya. (Pasal 3 ayat (1) huruf h PMK-146/PMK.011/2013 (berlaku

sejak 4 November 2013))

Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam

tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut. (Pasal 9 ayat (1) huruf e PMK-224/PMK.011/2012)

Page 43: Pajak penghasilan gabungan

43

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100%

(seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP. (Pasal 2 ayat

(3) PMK-175/PMK.011/2013)

6. PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul

Pemungut PPh Pasal 22 adalah Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,

pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk

keperluan industrinya atau ekspornya. (Pasal 1 ayat (1) huruf i PMK-224/PMK.011/2012)

Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:

1. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan

2. menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor

kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

Tarif:

o Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau

ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,

pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN. (Pasal

2 ayat (1) huruf f PMK-175/PMK.011/2013)

o Pemungutan PPhn Pasal 22 ini bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh

dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut. (Pasal 9 ayat (1) huruf f PMK-

224/PMK.011/2012)

o Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP adalah lebih

tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP (Pasal 2 ayat

3 PMK-175/PMK.011/2013).

Page 44: Pajak penghasilan gabungan

44

7. PPh Pasal 22 Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah

Pemungut :

Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Tarif: 5% x Harga Jual (tidak termasuk PPN dan PPnBM)

Barang yang tergolong sangat mewah yang dikenakan pph pasal 22:

No Jenis Barang Harga Jual atau Harga Pengalihan

1 Pesawat udara pribadi lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (Dua puluh

milyar rupiah)

2 Kapal pesiar dan sejenisnya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh

milyar rupiah)

3 Rumah beserta tanahnya

lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh

milyar rupiah) dan Luas bangunan lebih dari

500 M2 (Lima ratus meter persegi)

4 Apartemen, kondominium, dan sejenisnya

lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh

milyar rupiah) dan Luas bangunan lebih dari

400 M2 (Empat ratus meter persegi)

5

Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang

dari 10 (sepuluh) orang, berupa sedan, jeep, sport utility

vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan

sejenisnya

lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (Lima milyar

rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari

3.000 cc.

Page 45: Pajak penghasilan gabungan

45

I. PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

1. Pemotong dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23 adalah :

1. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,

atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23 (Harus ada Surat

Keputusan Penunjukan yang diterbitkan oleh Kepala KPP (tidak ada format baku yang tersedia),

yaitu : KEP-50/PJ./1994

a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut

adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;

b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

WP Orang pribadi ini hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja

Objek PPh Pasal 23 adalah :

1. Dividen (Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh)

2. Bunga (Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh)

3. Royalti (Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh)

4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU pph. (Dalam hal ini berarti yang merupakan objek

PPh Pasal 23 yaitu apabila yang menerima jenis penghasilan ini adalah selain WP OP yang

harusnya dipotong PPh Pasal 21)

Dikenakan PPh Pasal 23 jika hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya diterima oleh WP Badan termasuk

BUT

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau

bangunan

6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa

lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 (PMK 244/PMK.03/2008) (Dalam hal ini berarti

yang merupakan objek PPh Pasal 23 yaitu apabila yang menerima jenis penghasilan ini adalah

selain WP OP yang harusnya dipotong PPh Pasal 21)

Yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh

Pemotong PPh Pasal 23 kepada WP DN atau BUT.

Page 46: Pajak penghasilan gabungan

46

Yang bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah :

1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;

3. dividen yang bukan Objek PPh (Pasal 4 ayat (3) huruf f) dan dividen yang diterima oleh orang

pribadi (merupakan objek PPh yang bersifat final (Pasal 17 ayat (2c));

4. bagian laba yang bukan objek PPh (Pasal 4 ayat (3) huruf i);

5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi

sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

(PMK-251/PMK.03/2008)

2. Saat Terutang Atau Saat Pemotongan

Saat Pemotongan : Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan pada akhir bulan

dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran

penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (PP Nomor 94 Tahun

2010 Pasal 15 ayat (3)

Saat Terutang : Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh adalah pada saat pembayaran, saat

disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang

ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa

manajemen atau jasa lainnya). (Penjelasan PP Nomor 94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (3)

Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan" (seperti : untuk dividen) adalah :

1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan

dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan

dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan

Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan

dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang

bersangkutan.

2. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham

yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan

atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat

dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen

tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

Page 47: Pajak penghasilan gabungan

47

Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" (seperti : untuk bunga atau sewa)

adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang

tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.

3. Jenis-jenis Objek Pajak PPh Pasal 23

a. Dividen

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau

pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk

apapun;

2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;

3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal

dari kapitalisasi agio saham;

Tetapi apabila pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran berasal

dari:

a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau

membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang

dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan

b. kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 ayat (1) UU PPh.

Ini tidak termasuk sebagai pengertian dividen sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh

(Pasal 2 PP 94 Tahun 2010 dan penjelasannya)

4. pembagian laba dalam bentuk saham

5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham

karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-

tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat

dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;

8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan

tanda-tanda laba tersebut;

9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

Page 48: Pajak penghasilan gabungan

48

11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; (ini merupakan dividen yang tidak

dipotong PPh Pasal 23 UU UU Nomor 36 Tahun 2008)

12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai

biaya perusahaan.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam

hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan

dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih

antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen.

Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh

perseroan yang bersangkutan.

Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba termasuk saldo

laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba yang bukan

objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh (Pasal 6 PP 94 Tahun 2010)

1. Dividen Yang Merupakan Objek PPh Pasal 23

Tarifnya sebesar 15% dari Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final

Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23

tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang

seharusnya (Pasal 23 ayat 1a UU Nomor 36 Tahun 2008)

Saat terutang dan saat pemotongan

Saat Terutang : saat disediakan untuk dibayarkan (Penjelasan PP Nomor 94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat

(3)

Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan" adalah :

1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan

dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam

tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23

Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat

Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.

2. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham

yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan

atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat

dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut

diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

Page 49: Pajak penghasilan gabungan

49

Saat Pemotongan : Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan pada akhir bulan

dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya

pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (PP

Nomor 94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (3)

2. Dividen Yang Tidak Dipotong Pph Pasal 23

Dividen yang tidak dipotong PPh Pasal 23antara lain:

1. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau

BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b. bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang

memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang

disetor; (karena bukan merupakan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh)

2. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak

terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit

penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK), (karena bukan merupakan objek pajak sesuai Pasal 4

ayat (3) huruf i UU 36 tahun 2008);

Bagian laba yang diterima atau diperoleh oleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi

Kolektif termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya, tidak termasuk sebagai

objek pajak.

Ketentuan ini berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yang merupakan Subjek Pajak luar

negeri. (PP 94 Tahun 2010 Pasal 5)

3. Dividen yang diterima oleh Orang Pribadi (karena merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) final)

4. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (karena dikecualikan

dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf f UU 36 tahun 2008);

3. Dividen Yang Merupakan Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) (Final)

Dividen Yang Diterima Oleh Orang Pribadi (Pasal 17 ayat (2c) UU No.36 tahun 2008, PP nomor 19

Tahun 2009, dan PMK-111/PMK.03/2010).

Page 50: Pajak penghasilan gabungan

50

4. Ketentuan terkait dividen bagi wp badan (dijelaskan dalam SE-30/PJ/2012)

Peraturan perundang-undangan di bidang PPh telah mengatur bahwa atas penghasilan berupa dividen

dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh

tempo pembayarannya oleh WP badan dalam negeri kepada:

1. WP OP dalam negeri dikenai PPh sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final yang dilakukan

melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar

dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) UU PPh jo. PP Nomor 19 TAHUN 2009;

2. WP badan dalam negeri atau BUT, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15%

(lima belas persen) dari jumlah bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 1 UU

PPh;

3. WP luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen)

dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1)

huruf a UU PPh.

b. Bunga

1. Bunga Objek PPh Pasal 23

Objek PPh Pasal 23 adalah bunga dan imbalan lainnya termasuk premium maupun diskonto yang

merupakan bunga antar pinjaman yang diterima atau diperoleh oleh WP OP DN maupun WP Badan DN

dari pihak pembayar bunya yang merupakan pemotong PPh Pasal 23

Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang.

Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Premium

merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi.

Diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Diskonto merupakan

penghasilan bagi yang membeli obligasi.

Tarif PPh Pasal 23 = 15% dari Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final

Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23

tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang

seharusnya Pasal 23 ayat (1a) UU Nomor 36 Tahun 2008)

2. Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham (PP 94 Tahun 2010 Pasal 12)

Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas

diperkenankan apabila:

1. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak

lain;

Page 51: Pajak penghasilan gabungan

51

2. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;

3. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan

4. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan

usahanya.

Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya

tidak memenuhi ketentuan ini,maka atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga

wajar.

Yang dimaksud dengan "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yang berlaku yang

ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di

antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat

(4) UU PPh.

3. Bunga Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23 Adalah:

a. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada Bank (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal

23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008)

b. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai

penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-

251/PMK.03/2008). (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4)

huruf h UU Nomor 36 Tahun 2008) Keterangan:

Penghasilan yang dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan penyalur pinjaman

dan/ atau pembiayaan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah penghasilan

berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau pemberian

pinjaman (termasuk pembiayaan berbasis syariah) (Pasal 1 ayat (2) PMK-251/PMK.03/2008).

1. Badan Usaha yang dimaksud terdiri dari: (Pasal 1 ayat (3) PMK-251perusahaan

pembiayaan yang merupakan badan usaha diluar Bank dan lembaga keuangan bukan

Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk bidang usaha

lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan.

2. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang khusus didirikan untuk

memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi,

termasuk PT (Persero) Permodalan Nasional Madani.

c. Bunga Deposito, Tabungan (yang didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI (karena termasuk

pemotongan PPh Pasal 4(2))

d. Bunga Obligasi (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))

e. Bunga simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP)

(karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))

Page 52: Pajak penghasilan gabungan

52

4. Bunga Yang Merupakan Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) (Bersifat Final)

a. Bunga Obligasi (bersifat final) (PP 16 Tahun 2009 yang berlaku sejak 1 Januari 2009)

b. Bunga yang diterima berasal dari bank (bersifat final) (PP 131 Tahun 2000, KMK-

51/KMK.04/2001, dan SE-01/PJ.43/2001) berlaku sejak 1 Januari 2001

c. Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Koperasi Yang Didirikan Di Indonesia Kepada

Anggota Koperasi Orang Pribadi (bersifat final) (PP 15 TAHUN 2009) (berlaku sejak 1 Januari

2009), PMK-112/PMK.03/2010

c. Royalti

1. Definisi Royalti dan Tarif Pajak Penghasilan atas Royalti

(Penjelasan Pasal 4(1) Huruf H UU 36 tahun 2008) Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan

atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak,

sebagai imbalan atas:

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah,

paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak

kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;

3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;

4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak

menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan

peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut

pada angka 3, berupa:

penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang

disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk

siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau

teknologi yang serupa;

penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;

5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video

untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan

6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak

kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Page 53: Pajak penghasilan gabungan

53

Tarif Pajak Penghasilan atas Royalti adalah:

o 15% dari Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final

o Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23 tidak

memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang seharusnya

(Pasal 23 ayat 1a UU 36 tahun 2008)

2. Pengenaan PPh Atas Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi (PER-33/PJ./2009 (berlaku sejak 4

Juni 2009))

Pemanfaatan hasil Karya Sinematografi dapat dilakukan melalui suatu perjanjian baik tertulis maupun tidak

tertulis atas penggunaan hasil Karya Sinematografi :

1. dengan pemindahan seluruh hak cipta tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban

pembayaran kompensasi di kemudian hari (INI TIDAK TERMASUK PENGERTIAN ROYALTI);

2. dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk

mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dengan persyaratan

tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi untuk jangka waktu atau wilayah tertentu ((INI

TERMASUK PENGERTIAN ROYALTI) PPH 23 = 15% X SELURUH PENGHASILAN YANG

DITERIMA/DIPEROLEH PEMEGANG HAK CIPTA);

3. dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk

mengumumkan ciptaannya dengan menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta dan

pengusaha bioskop ((INI TERMASUK PENGERTIAN ROYALTI) PPH 23 = 15% X 10% X BAGI

HASIL) ; atau

4. dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain tanpa

hak untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya (INI

TIDAK TERMASUK PENGERTIAN ROYALTI).

d. Hadiah

1. Hadiah Yang Dikenakan PPh

a. Hadiah Undian (bersifat final, Pasal 4(2))

Tarif = 25% dari jumlah bruto nilai hadiah

b. hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa,

dan kegiatan lainnya (bersifat tidak final)

Atas hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya dikenakan PPh dengan ketentuan sebagai berikut : (Pasal 2

ayat (2) KEP-395/PJ/2001)

Page 54: Pajak penghasilan gabungan

54

1. Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri,

dikenakan PPh Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008

i. Hadiah atau penghargaan perlombaan yang diterima oleh Orang Pribadi WP

dalam negeri

Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang

diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan

Berdasarkan pasal 3 huruf f PER-31/PJ/2012 Orang Pribadi ini dikategorikan

sebagai peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.

Penghitungan PPh Pasal 21 nya adalah Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1)

huruf a UU PPh X jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran

yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan

(Pasal 16 ayat (2) huruf b PER-31/PJ/2012)

ii. Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya

Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah

dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah

2. Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT, dikenakan

PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B

yang berlaku

3. Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT, dikenakan PPh

Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto

2. Hadiah Yang Tidak Dikenakan PPh

Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan PPh adalah : (Pasal 3

KEP-395/PJ/2001)

0. hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli

atau konsumen akhir tanpa diundi, dan

1. hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.

Page 55: Pajak penghasilan gabungan

55

e. Sewa

Sewa yang dipotong PPh pasal 23 :

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2) ( dengan kata lain Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan)

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah penghasilan yang

diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta

selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta

tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati

Tarif PPh atas sewa adalah 2% dari jumlah bruto

Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23

tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang

seharusnya (Pasal 23 ayat 1a UU Nomor 36 Tahun 2008)

f. Jasa

1. Jasa yang dipotong PPh pasal 23 :

Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain

selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 (imbalan

sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang

diterima oleh WP Badan

Tarif : 2% dari jumlah bruto

Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23

tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang

seharusnya (Pasal 23 ayat 1a UU Nomor 36 Tahun 2008)

2. Defenisi-Defenisi Jenis Jasa Lain (Pengertian Istilah Di Pmk 244/PMK.03/2008)

Defenisi yang ada di PMK 244/PMK.03/2008

a. Jasa penunjang di bidang penambangan migas (di pasal 2 ayat (1))

b. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas (di pasal 2 ayat

(2))

c. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara (di pasal 2 ayat (3))

d. Jasa maklon (di pasal 2 ayat (4))

e. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer (di pasal 2 ayat (5))

Page 56: Pajak penghasilan gabungan

56

Defenisi yang ada di SE-35/PJ/2010

Jasa teknik (di angka 3)

Jasa manajemen (di angka 4)

Jasa konsultan(di angka 5)

Defenisi jasa-jasa lain

Jasa Penilai (Ada di PMK-125/PMK.01/2008). Jasa sertifikasi termasuk dalam pengertian

jasa penilai SE-13/PJ.43/1997. Jasa pemberian sertifikasi biasanya meliputi proses ; tahapan

penelitian, tahapan analisis, dan tahapan pengujian. Jasa sertifikasi adalah jasa pemberian

pengakuan atas pemenuhan aspek kualitas sesuai dengan setandar yang telah ditetapkan atas

suatu produk dan/atau jasa, baik dilakukan oleh lembaga di dalam negeri (misalnya ; SNI) atau

lembaga luar negeri (misalnya; ISO, IEC, dan sebagainya). Jenis sertifikasi yang diberikan

antara lain ; sertifikasi personel, sertifikasi sistem mutu, sertifikasi hasil uji, dan sertifikasi

inspeksi teknik. Dalam penyerahan jasa sertifikasi, pihak yang menerima jasa memberikan

imbalan atau penggantian kepada lembaga sertifikasi yang bersangkutan dalam bentuk biaya

sertifikasi, biaya konsultasi, dan biaya pengujian.

Jasa Aktuaris. Aktuaris adalah seorang ahli yang dapat mengaplikasikan ilmu keuangan

dan teori statistik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bisnis aktual. Persoalan ini

umumnya menyangkut analisa kejadian masa depan yang berdampak pada segi finansial,

khususnya yang berhubungan dengan besar pembayaran di masa depan dan kapan pembayaran

dilakukan pada waktu yang tidak pasti. Secara umum, aktuaris bekerja di bidang: konsultasi,

perusahaan asuransi jiwa, pensiun, dan investasi. Aktuaris juga sedang merambah di bidang-

bidang lainnya, dimana kemampuan analitis diperlukan. Lingkup Pekerjaan Asuransi Jiwa,

Asuransi Umum/Kerugian, Kesehatan, Pensiun, Manfaat Karyawan, Kebijakan Sosial,

Keuangan, Investasi dan Manajemen Resiko

Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan. Atestasi (attestation)

adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan kompeten

tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang

telah ditetapkan.

Jasa Perancang (design). Contoh jasa yang termasuk jasa perancang (design) :Jasa

perancang interior dan jasa perancang pertamanan,Jasa perancang mesin dan jasa perancang

peralatan, Jasa perancang alat-alat transportasi/ kendaraan, Jasa perancang iklan/ logo, Jasa

perancang alat kemasan (KEP-170/PJ./2002). Tetapi karena KEP-170/PJ./2002 ini sudah

dicabut dan di PMK 244/PMK.03/2008 tidak ada pembatasan atas jenis-jenis jasa perancang,

sehingga semua yang termasuk jasa perancang (design) adalah objek PPh Pasal 23.

Page 57: Pajak penghasilan gabungan

57

Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services). Jasa penyediaan tenaga kerja

adalah jasa yang diserahkan oleh Pengusaha kepada pengguna jasa tenaga kerja, di mana

Pengusaha dimaksud semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja

Pengertian jasa di bidang pembersihan adalah semua jasa yang bergerak di bidang

pembersihan, yaitu : (referensi dari S-110/PJ.32/1996)

Jasa pembersihan eksterior gedung, jasa pembersihan ruangan dan/atau sarana gedung,

jasa pembersihan peralatan gedung dengan tujuan agar menjadi bersih dan rapih.

Jasa pembersihan halaman, pekarangan, taman dan sebagainya dengan tujuan agar

menjadi bersih dan indah.

Jasa pembersihan lainnya.

Page 58: Pajak penghasilan gabungan

58

Daftar Pustaka:

Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Diperoleh 16 Oktober 2014 dari:

http://tkb-djp/tkb/engine/learning3/index_cat.php?id=1