tugas interna
DESCRIPTION
food poisoningTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyusun makalah dengan judul Intoksikasi Makanan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka memenuhi tugas
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna
karena itu penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan makalah ini dan juga untuk
pembuatan makalah lain selanjutnya.
Surabaya, Januari 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Bab I Pendahuluan 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
Bab II Pembahasan 5
A. Batasan 5
B. Epidemiologi 6
C. Klasifikasi 7
D. Faktor Resiko 7
E. Etiologi 10
F. Patofisiologi 17
G. Gejala Klinis 17
H. Diagnosis 18
I. Diagnosis Banding 19
J. Komplikasi 21
K. Penatalaksanaan 22
L. Prognosis 23
Bab III Kesimpulan 24
Daftar Pustaka 25
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Beberapa waktu yang lalu, negara kita digoncang oleh kasus keracunan makanan
yang sampai menimbulkan korban jiwa. Sebelumnya juga pernah dilaporkan berbagai
media massa bahwa masyarakat keracunan tempe bongkrek,keracunan tahu iris, satu
keluarga teler setelah makan dadar jagung dan sayur bayam, dan masih banyak lagi
kasus keracunan makanan yang terjadi di masyarakat namun tidak sempat diberitakan.
Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan
masyarakat yang paling banyak yang pernah dijumpai di zaman ini. Penyakit ini
biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang
masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini
juga menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak,
lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006).
Di negara-negara industri, setiap tahun, sebanyak 30% dari populasinya terkena
penyakit bawaan makanan. Sebanyak 2,1 juta orang akan mati akibat dari penyakit
diare, terutama anak-anak di negara-negara yang kurang berkembang. Contohnya di
Amerika Serikat (AS), terdapat 76 juta kasus penyakit bawaan makanan yang
dilaporkan; 325.000 masuk ke rumah sakit manakala 5.000 kematian dianggarkan
setiap tahun (WHO, 2006).
Di negara-negara berkembang pula, beban ini semakin bertambah pada populasi
yang tinggal di negara-negara ini dan dengan sistem pelaporan yang buruk atau tidak
3
ada sama sekali pada kebanyakan negara berkembang ini, data statistik yang bisa
diandalkan tentang penyakit ini tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak
dapat diperkirakan (WHO, 2006).
Dari gambaran diatas penyakit bawaan makanan merupakan perihal yang sangat
serius. Penyakit bawaan makanan dapat disebabkan karena adanya infeksi dan
intoksikasi, sehingga sebagai dokter kita harus mempelajarinya dengan baik agar
dapat membedakan antara infeksi dan intoksikasi. Dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai penyakit bawaan makan yang disebabkan oleh intoksikasi
makanan, sehingga sebagai dokter kita dapat melakukan diagnosis, perawatan dan
pencegahan terhadap terjadinya intoksikasimakanan dengan baik.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan intoksikasi makanan?
2. Apa yang menyebabkan intoksikasi makanan?
3. Bagaimana mendiagnosis intoksikasi makanan?
4. Bagaimana penatalaksanaan penderita intoksikasi makanan?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan intoksi kasi makanan
2. Mengetahui penyebab intoksikasi makanan
3. Mengetahui bagaimana cara mendiagnosa intoksikasi makanan
4. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan penderita intoksikasi makanan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batasan
Menurut Depkes RI, (2004) Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan.
Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur-
unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi
tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene sanitasi makanan.
Intoksikasi makanan atau keracunan makanan adalah penyakit akut yang timbul
karena mengkonsumsi makanan yang mengandung toksin atau bakteri yang dapat
berasal dari tanaman maupun hewan. Pada dasarnya toksin atau bakteri ini merusak
semua organ tubuh manusia, tetapi yang paling sering terganggu adalah saluran
pencernaan dan syaraf.
Istilah keracunan makanan sebaiknya jangan disamakan dengan infeksi makanan.
Meskipun kedunyan ditularkan melalui makanan, istilah infeksi makanan lebih
mengacu pada semua mikroorganisme (bakteri, virus, dan parasit) tanpa
mempedulikan mampu tidaknya mikroba menghasilkan toksin. Selain itu, keracunan
makanan hanya berkaitan dengan makanan yang secara alami telah mengandung
toksin atau telah tercemar oleh mikroorganisme penghasil toksin.
5
B. Epidemiologi
Jumlah KLB keracunan pangan pada bulan Januari sampai Desember 2004,
adalah 153 kejadian di 25 propinsi. Kasus keracunan pangan yang dilaporkan
berjumlah 7347 kasus termasuk 45 orang meninggal dunia. Berikut data kasus
keracunan pangan pada tahun 2004.
KLB keracunan pangan terbanyak di Propinsi Jawa Barat yaitu sebesar 32
kejadian (21%), Jawa Tengah 17 kejadian (11%), DKI Jakarta, Jawa Timur dan
Nusa Tenggara Barat masing-masing 11 kejadian (7,2%), Bali 10 kejadian (6,5%),
DI Yogyakarta 9 kejadian (5,9 %), Kalimantan Timur 7 kejadian (4,6%),
Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan masing-masing 5 kejadian (3,3 %), Sumatera
Barat dan Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur masing-masing 4 kejadian
(2,6%), Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Tenggara masing-masing 3
kejadian (2%), NAD, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tengah dan Maluku masing-
masing 2 kejadian (1,3%), Riau, Bangka Belitung, Banten, dan Kalimantan Selatan
masing-masing 1 kejadian (0,7%).
Ditinjau dari sumber pangannya, terlihat bahwa yang menyebabkan
keracunan pangan adalah makanan yang berasal dari masakan rumah tangga 72
kejadian keracunan (47,1%), industri jasa boga sebanyak 34 kali kejadian keracunan
(22,2 %), makanan olahan 23 kali kejadian keracunan (15,0 %), makanan jajanan
22 kali kejadian keracunan (14,4 %) dan 2 kali kejadian keracunan (1,3 %) tidak
dilaporkan. Berdasarkan data tersebut sumber pangan penyebab keracunan pangan
terbesar yaitu masakan rumah tangga. Hal ini disimpulkan bahwa kesadaran
masyarakat terhadap kebersihan dan higiene pengolahan pangan (makanan dan air)
dalam rumah tangga masih cukup rendah.
6
C. Klasifikasi
Intoksikasi atau keracunan makanan dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan
sumber toksin, yaitu (Arisman, 2009) :
1) Bacterial Food Poisoning
Bacterial Food Poisoning terjadi akibat konsumsi makanan yang
terkontaminasi dengan bacteri hidup terkontaminasi toksin yang dihasilkan bacteri
tersebut
2) Non-Bacterial Food Poisoning
Non-bacterial food poisoning adalah kasus keracunan makanan yang bukan di
sebabkan oleh bakteri maupun toksin yang di hasilkannya. Keracunan ini disebabkan
oleh kandungan zat yang terbentuk alami dari makanan itu sendiri.
D. Faktor risiko
Banyak faktor yang kemudian akan memperparah keracunan makanan, antara lain
faktor tersebut adalah sebagai berikut (Arisman, 2009) :
1. Faktor mikrobia :
a) Jenis patogen yang termakan
Jika terdapat dalam jumlah yang banyak mikroba yang bersifat patogen, maka
potensi akan terjadinya keracunan makanan adalah besar. Contoh jika psedumonas
cocovenans dalam jumlah yang banyak pada tempe bongkrek maka kemungkinan
terdapatnya sama bongkrek yang akan berpotensi menimbulkan keracunan tempe
bongkrek pun semakin besar.
b) Jumlah patogen yang termakan
7
Dalam jumlah yang kecil E. coli memang dibutuhkan oleh tubuh dalam
proses pencernaan makanan. Namun jika terdapat dalam jumlah yang banyak pada
makanan maka kemungkinan akan terjadinya keracunan makanan akibat E.coli besar.
2. Faktor makanan
a) Buah & sayur segar/mentah
Bahan makanan ini mengandung gula (disakarida atau polisakarida0 yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya mikorba baik yang bersifat patogen
maupuan yang tidak patogen dalam makanan. Jika ini terjadi maka kerusakkan bahan
makanan terjadi dan juga keracunan makanan akan semakin besar. Contoh yeast jenis
Torulopsis yang mampu memfermentasikan laktosa dalam susu.
b) Daging, unggas, telur, susu, ikan
Kandungan proteinnya yang tinggi serta pH yang memungkinkan mikroba
dapat tumbuh dalam bahan makanan jenis ini. Telur merupakan bahan makanan yang
rawan tercemar Salmonella thypi yang dapat menyebabkan penykit tipus masuk
melalui pori – pori kulit telur menuju ke bagian dalam.
c) Berlemak tinggi (santan, coklat, dll.)
Bakteri asam akan mudah tumbuh dalam suasana lemak tinggi menyebabkan
kerusakan pangan, bau dan penampilan.
3. Faktor Pejamu (Manusia)
a) Usia kurang dari 5 tahun
8
Usia dibawah lima tahun mempunyai sistem imun yang belum kuat. Dan
belum jalannya akal membuat tingkat kewaspadaan balita terhadap kontaminan
mikroba rendah.
b) Usia di atas 50 atau 60 tahun
Pada usia ini beberapa orang mengalami degenerasi dan memiliki beberapa
penyakit kronis yang dapat memperlemah kekebalan tubuh terhadap kontaminasi
mikroba.
c) Ibu hamil
Ketika sedang hamil, seorang ibu akan mempunyai resiko perubahan imunitas
dalam tubuh, sehingga dapat mempengaruhi kekebalan teerhadapat kontaminasi
mikroba
d) Pasien rumah sakit
Sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit, trauma atau resiko terpapar
dengan mikroba yang resisten terhadap antibiotik
e) Infeksi yang bersamaan
Ketika mengalami infeksi dan ditunjang dengan status gizi yang buruk, maka
sistem pertahanan tubuh bekerja sangat berat dan hasil yang dicapai kurang maksimal.
f) Stres
Stres dapat membuat pertahanan tubu melemah, akibatnya tubuh mengalami
keparahan penyakit.
g) Higiene yang buruk
9
Kebersihan yang kurang meningkatkan resiko terpaparnya makanan dengan
mikroba semakin besar
E. Etiologi
Secara sederhana, keracunan makanan berdasarkan penyebabnya dapat dibagi
menjadi 2 jenis. (Arisman,2009)
1. Bacterial Food Poisoning
Bacterial Food Poisoning dapat di bedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
a) Salmonella Food Poisoning
Salmonella food poisoning merupakan Zoonotik (berasal dari hewan) yang dapat
terjadi di mana-mana. Penyakitini di tularkan kepada manusia melalui produk ternak
yang terkontaminasi, seperti daging, susu, atau telur. Tikus juga merupakan salah satu
binatang penyebar penyakit melalui makanan. Binatang ini mengkontaminasi
makanan melalui urin atau kotorannya.
Insidensi penyakit ini meningkat di Negara barat akibat beberapa factor berikut:
1) Peningkatan pedagangan internasional berupa produk bahan makanan yang
berasal dari hewan ternak.
2) Penggunaan deterjen secara luas pada rumah tangga mempengaruhi
pengolahan air kotor.
3) Distribusi dan pemakaian makanan jadi atau makanan kaleng meningkat di
mana-mana.
4) Terdapat lebih dari 50 spesis Salmonella, yang menyebabkan penyakit pada
manusia adalah Salmonella Typhimurium, Salmonella Cholera-suis, Shigella
10
Sonnel, dan lain-lain. Organisme ini berkembangbiak di dalam usus dan
menimbulkan gejala penyakit Gastroenteritis akut berupa mual, muntah-
muntah, diare, sakit kepala, nyeri abdomen, dan demam. Angka Mortalitas
akibat penyakit ini sekitar 1%.
b) Staphylococcal Food Poisoning
Staphylococcal food poisoning merupakan kasus keracunan makanan yang di
sebabkan oleh Enterotoksin yang di hasilkan oleh Staphylococcus Aureus. Kuman
stafilokokus akan mati sewaktu makanan di masak, tetapi entrotoksin yang di hasilkan
memiliki sifat tahan panas sehingga dapat bertahan pada temperatur100 derajat C
selama beberapa menit.
Staphylokokus banyak di temukan dalam bagian-bagian tubuh, seperti di hidung,
tenggorok dan di kulit manusia, selain itu juga dapat di temukan menempel pada debu
di dalam kamar. Organisme ini dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan
binatang. Staphylokokus juga dapat mengkontaminasi makanan, seperti salad, custard,
susu, dan produk yang di hasilkannya. Masa inkubasi penyakit akibat organisme ini
relative pendek, yaitu sekitar 1-6 jam karena toksin yang di hasilkan organism ini.
Infeksi pada manusia terjadi karena konsumsi makanan yang terkontaminasi
toksin. Toksin tersebut memiliki laju reaksi yang cepat dan langsung menyerang usus
dan system saraf pusat (SSP). Gejala penyakit ini, antara lain mual, muntah, diare,
nyeri abdomen, dan terdapatnya darah dan lender dalam feses. Kematian akibat
penyakit ini jarang terjadi. Penderita dapat sembuh kembali dalam waktu 2-3 hari.
11
c) Botulism
Botulism atau botulisme merupakan penyakit Gastroenteristi akut yang di
sebabkan oleh Eksotoksin yang di produksi Crostiridium Botulinum. Organisme
anaerobic ini banyak di temukan di dalam debu, tanah, dan dalam saluran usus hewan.
Dalam makanan kaleng, organisme ini akan membentuk spora. Masa inkubasi
botulisme cepat sekitar 12-36 jam. Gejala penyakit berbeda dengan kasus Bacterial
Food Poisoning yang lain karena eksotoksin bekerja pada system saraf parasimpatik.
Gejala Gastroin testinal yang di timbulkan ringan walau ada beberapa gejala yang
tampak dominan, seperti Disfagia, Diplopia, Ptosis, Disarthria, kelemahan pada otot
dan terkadang Quadriplegia, walau demam biasa tidak ada, penyakit ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran dan berakibat fatal. Kematian terrjadi dalam
waktu 4-8 hari akibat kegagalan pernapasan atau jantung.
Agar lebih aman, sebelum di konsumsi, makanan kaleng sebaiknya dimasak
dahulu pada temperature 100 derajat C selama beberapa menit karena toksin Cl.
Botulinum bersifat Thermolabil (tidak tahan panas). Pemberian obat quinidine
hidroklorida per oral dengan dosis 20-40 mg/kg berat badan dapat mengurangi
terjadinya Neoromuscular blok, di samping perawatan yang baik juga sangat
bermanfaat dalam pengobatan batulisme.
d) Cl. Perfringens Food Poisoning
Organisme Clostridium Perfringens (Cl. Welchii) dapat di temukan dalam kotoran
manusia dan binatang dalam tanah, air, dan udara. Keracunan terjadi karena
mengkonsumsi makanan berupa daging ternak (yang tentunya telah terkontaminasi
dengan bakteri ini) yang telah di masak dan di simpan begitu saja selama 24 jam atau
12
lebih serta di masak lagi untuk di sajikan. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 6-24
jam. Walau patogenisitas Cl. Perfringens belum banyak di ketahui, organisme ini
dapat berkembang biak dengan baik pada suhu sekitar 30 derajat C dan memproduksi
berbagai toksin, misalnya Alpha Toxin dan Theta Toxin. Alpha toxin di duga
merupakan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala penyakit, selain ada juga
pendapat bahwa jumlah Cl.perfringens yang banyak dalam makanan dapat
menyebabkan keracunan makanan. Gejala klinis berupa nyeri abdomen, diare, lesu,
subfebris, mual, dan muntah jarang terjadi. Penderitanya dapat sembuh dengan cepat,
sementara penyakit ini tidak berakibat fatal.
Diagnosis banding (differensial diagnosis) perlu di lakukan karena Bacterial food
Poisoning (keracunan makanan akibat bakteri sering kali di diagnosis sebagai
penyakit kolera, disentri basiler akut, atau keracunan zat arsentik.
2. Non Bakterial Food Poisoning
Kasus keracunan ini disebabkan oleh kandungan zat dalam makanan secara alami.
Beberapa makanan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain:
- Keracunan akibat tumbuh-tumbuhan
Banyak sekali kasus keracunan makanan yang di sebabkan oleh tumbuh-
tumbuhan. Contohnya antara lain keracunan singkong, keracunan jengkol, keracunan
jamur, keracunan atropan Belladona yang berisi alkaloid dari belladonna, dan
keracunan apel,berikut ini penjelasannya.
- Keracunan Singkong
13
Singkong atau ubi kayu adalah jenis bahan tidak semua jenis singkong dapat
di konsumsi langsung. Jenis singkong yang mengandung asam sianida dan biasanya di
pergunakan ssebagai bahan baku tepung tapioca harus di olah terlebih dahulu
ssebelum di jadikan tepung dan di konsunsumsi. Gejala yang muncul akibat
keracunan singkong, antara lain mual, muntah, pernapasan cepat, sinosis kesadaran
menurun, dan bahkan sampai koma.
- Keracunan jengkol
Jengkol merupakan salah satu sayur lalapan yang mengandung asam jengkolat.
Apabila di konsumsi secara berlebihan, akan terjadi penumpukan dan pembenttukan
Kristal asam jengkolat di dalam ginjal sehingga mennimbulkan rasa mual, muntah,
nyeri perut hilang timbul yang berupa dengan kolik ureter,rasa sakit bila buang air
kecil dan urin berbau jengkol, selain dapat menyebabkan uremia dan kematian.
- Keracunan jamur beracun
Di Indonesia, terdapat ratusan jamur terkenal dan dapat di konsumsi, seperti jamur
merang, jamur sampinyo dan sebagainya. Namun, tidak semua jenis jamur dapat di
konsumsi karena ada beberapa jenis yang mengandung racun. Jenis racun biasa yang
di temukan adalah Amanitin dan muskarin. Apabila tanpa sengaja mengkonsumsi
jamur beracun, racun jamur itu akan bekerja sangat cepat dan mengakibatkan rasa
mual, muntah, sakit perut, penguaran banyak ludah dan keringat, miosis, diplopia,
bradikardi, dan bahkan konvulsi (kejang-kejang).
- Keracunan Atropa Belladonna
Atropa Belladonna yang berisi alkaloid dari belladonna: Gejala keracunan
akibat mengonsumsi subtansi teersebut serupa dengan gejala keracunan atropine,
14
yaitu mulut kering, kulit kering, pandangan mata kabur, dilatasi pupil, takikardi, dan
halusinasi.
- Keracunan Datura Stronomium
Datura Stonomium dalam buah apel mengandung stronomium alkkoloid.
Gejala klinis akibat kereacunan stronomium ini seperti dengan gejala klinis keracunan
Atropin. Tidak ada terapi yang spesifik untuk keeracunan zat tersebut. Gejala klinis
berupa gangguan pada susunan saraf perifer dapat dinetralisasikan dengan pemberian
pilokarpin, tetapi obat ini tidak dapat menetralisasikan gangguan pada sistem saraf
pusat. Penguaran racun pada korban keracunan dapat di lakukan dengan induksi
muntah untuk mengosongkan lambung atau dengan bilasan lambung
.
- Keracunan akibat kerang dan ikan laut
Kasus keracunan kerang dan ikan laut memiliki gejala yang dapat terjadi secara
langsung dalam menit atau bahkan kurang dari itu setelah mengonsumsi kerang atau
ikan laut.Gejala yang muncul, antara lain, kemerah-merahan, pada muka, dada, dan
lengan, gatal-gatal , urtikarya, anggioderma, edema, takikardi, palpitasi, sakit perut
dan diare. Pada kasus yang berat dapat terjadi gangguan pernapasan.
- Keracunan akibat bahan kimia
Bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan keracunan makanan antara lain, zat
pewarna makanan, logam berat, bumbuh penyedap, dan bahan pengawet.
Berikut beberapa jenis penyakit antara lain yang sering di temukan antara lain:
- Chinese Restaurant Syndrome
15
Sebagian orang yang mengonsumsi makanan cina dalam 10-20 menit akan
mengalami gejala semacam rasa tidak enak, dan rasa terbakar di leher bagian
belakang, kesemutan pada lengan atas bagian belakang dan di depan dada.
Kemunculan gejala tersebut berfariasi, biasanya akan berlangsung selama 45
menit sampai 2 jam. Kemungkinan penyebab adalah monosodium klutamat yang
sering di pakai sebagai bumbuh penyedap masakan cina.
- Hot Dog Headache
Pada beberapa orang yang mengonsumsi hot dog akan mengalami sakit di bagian
kepala dan muka memerah yang muncul dalam 30 menit setelah mengonsumsi
makanan tersebut. Kondisi itu mungkin di sebabkan oleh natrium nitrit yang di
gunakan pada proses pembuatan hot dog.
- Keracunan zat-zat kimia
Kasus keracunan semacam ini terjadi karena seseorang tanpa senngaja atau tanpa
sepengatahuannya mengonsumsi zat kimia beracun yang ada dalam makanan. Contoh
zat kimia beracun tersebut, antara lain, racun tikus, insektisida, natrium klorida yang
di sangka susu, atau barium bikarbonat yang di sangka tepung. Beberapa peralatan
makanan yang di lapisi dengan bahan tertentu (misalnya, antimon atau zinkum) tidak
boleh di gunakan untuk mewadahi makanan yang mengandung zat tertentu ( misalnya
asam) karena bahan pelapis itu akan bereaksi dengan asam dan menghasilkan racun.
Contoh kasus lainnya adalah keracunan karena mengonsumsi makanan berupa ikan
atau hasil laut lain yang mengandung logam berat seperti mercury (hg), penyebab
penyakit mina mata , atau mengandung cadmium (Cd), penyebab penyakit Itai-itai di
Jepang.
16
F. Patofisiologi
Perjalana penyakit setiap keracunan makanan berbeda – beda, karena
jenis toksin yang dapat mempengaruhi tubuh sangat bervariasi. Tetapi secara
umum toksin atau bakteri pathogen masuk kedalam tubuh melalui saluran
pencernaan menimbulkan iritasi pada mukosa lambung. Iritasi tersebut
menimbulkan rangsangan untuk mengeluarkan kembali makanan dengan cara
menurunkan penyerapan makanan, meningkatkan motilitas pergerakan usus
(hiperperistaltik) dan meningkatkan sekresi air maupun elektrolit. Karena
ketiga hal tersebut tubuh secara akut akan mengalami mual, muntah dan diare,
sehingga kemungkinan terjadinya dehidrasi yang dapat menyebabkan
kematian.(Arisman, 2009)
G. Gejala klinis
Gejala yang ditunjukkan pada penderita kerucanan makanan sangan bervariasi
bergantung pada jenis toksin yang termakan oleh penderita walaupun pada awalnya
tidak menunjukkan gejala. Namun gejala keracunan secara umum yang dapat
diperhatikan adalah sebagai berikut, (Mubin, 2006)
1) Mual, Muntah
2) Nyeri perut
3) Hematemesis
4) Diare
5) Bronkore
6) Palpitasi
7) Nyeri kepala
8) Lemah
9) Halusinasi
10) Miosis
11) Hipotensi
12) Dehidrasi
13) Takikardi atau bradikardi
17
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis seharusnya meliputi waktu, durasi dan jenis makanan yang
dicurigai sebagai penyebab keluhan penderita. (Fauci, 2009)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk menilai drajat deplesi cairan. Mulut kering,
kulist kusam menandakan dehidrasi ringan. Hipotensi ortostatik, turgor kulit
berkurang dan mata cekung merupakan dehidrasi sedang. Sedangkan dehidrasi
yang berat timbul sebagai hipotensi yang dikompensasi oleh takikardi, delirium
dan syok. (Arisman, 2010)
Tanda dan gejala klinis keracunan makanan yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut (Schiller,2010) ,
a) Nausea dan muntah
b) Diare
c) Nyeri perut dank ram yang hebat
d) Demam
e) Limfadenopati
f) Gambaran miri apendisiti
g) Oligouria
h) Gangguan system saraf (parestesi, kelemahan saraf motoric dll.)
18
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan
darah, air seni, dan tinja. Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk mengetahui
kadungan specimen yang dicurigai sebagai penyebab dari keracunan. Kultur
tinja diindikasikan bila terjadi diare berdarah, nyeri perut yang hebat dan
immunocompromised. Kultur dilakukan untuk mengetahui diagnose banding
yang berhubungan dengan infeksi oleh mikroba. (Arisman, 2009)
Pemeriksaan radiologis perlu dilakukan bila pasien mengeluh kembung,
kram perut yang hebat, dicurigai terjadi obstruksi atau perforasi. Jika diare
bercampur darah, sigmoidoskopi untuk menyingkirkan diagnosis banding lain
seperti inflammatory bowel desease, disentri amuba atau diare yang terkait
dengan penggunaan antibiotic. (Schiller, 2010)
I. Diagnosis Banding
Gejala yang ditunjukkan oleh penderita keracunan makanan memiliki
persamaan dengan penderita yang mengalami infeksi makanan. Keduanya sering
menjadi penyebab food borne disease. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat
dengan tabel berikut,
Tabel 1. Perbenadingan Infeksi dan Intoksikasi MakananInfeksi Intoksikasi
Periode inkubasi
Cukup lama (beberapa hari) Cukup pendek ( beberapa menit/jam)
Gejala Diare, mual, muntah, kram perut, demam
Muntah dan mual, kepekaan indera berkurang, pandangan ganda, lemah, keseimbangan terganggu
Patogen Infeksi : Salmonella Campylobacter Yersinia
C. Botulinum (dewasa)B. cereusS. aureus
19
V. parahaemolyticus Toxo plasma Hepatitis A
Infeksi dengan mediasi toksin :C. botulinum (bayi)B. cereusE. coli
Sehingga untuk menentukan diagnosis perlu diperhatikan gejala yang muncul
pada penderita. Gejala tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,
Inkubasi Gejala Penyebab Yang mungkin
1 -5 jam Muntah, mual, diare, kejang Bacillus cereus
2 – 6 jam Muntah, mual, diare S. aureus8 – 18 jam Diare, sakit perut C. perfringens8 – 16 jam Diare, sakit perut B. cereus12 – 36 jam Lemah, pandangan ganda, sulit menelan,
mulut keringC. botulinum
12 – 48 jam Diare, demam, sakit perut beberapa hari Salmonella24 – 48 jam Diare, kadang berdarah E. coli2 – 5 hari Diare, sakit perut, demam CampylobacterTabel 2. Diagnosis banding berdasarkan onset gejala
Diagnosis banding juga dapat ditentukan dengan melihat dari jenis diare akut yang
sering terjadi juga pada penderita keracunan makanan. Pembagian diare akut
berdasarkan proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi diare akut atas
mekanisme inflamatory, non inflammatory, dan penetrating.
Inflamatory diarrhea akibat proses invasi dan cytotoxin di kolon dengan
manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala
klinis umumnya adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan
20
tinja rutin, secara makroskopis ditemukan lendir dan/ atau darah, secara mikroskopis
didapati leukosit polimorfonuklear.
Non inflamatory diarrhea merupakan kelainan yang ditemukan di usus halus
bagian proksimal. Proses diare adalah akibat adanya enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang
disebut dengan Watery diarrhea. Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada
sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang
tidak segera mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit. Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic
E.coli (ETEC), Salmonella.
Penetrating diarrhea sering terjadi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini
disebut juga Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai
diare. Pada pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit mononuclear.
Mikroorganisme penyebab biasanya S. thypi, S. parathypi A, B, S. enteritidis, S.
cholerasuis, Y. enterocolitidea, dan C. fetus.
J. Komplikasi
Dehidrasi adalah komplikasi yang paling umum. Hal ini dapat terjadi dari
setiap penyebab keracunan makanan. Kurang umum, tapi jauh lebih serius
komplikasi tergantung pada bakteri yang menyebabkan keracunan makanan. Ini
mungkin termasuk radang sendi, perdarahan, kerusakan sistem saraf, gangguan
ginjal, pembengkakan atau iritasi pada jaringan di sekitar jantung. (Sodha, 2009)
21
K. Penatalaksananaan
Secara umum penanganan keracunan makanan dibagi menjadi dua tahap yaitu
upaya penyelamatan jiwa dan perbaikan gejala. Dehidrasi dilakukan dengan
memperhatikan muntah dan diare. Pemberian cairan rehidrasi bukan sekedar
mengganti cairan yang telah hilang, tetapi mengkompensasi deficit elektrolit yang
berkurang karena muntah dan diare. Bila pasien menglami keracunan akibat dari
racun tertentu (jamur atau ikan) yang akut, pencucian lambung, perangsangan muntah
dan pemberian arang aktif merupakan langkah pertama yang perlu dilakukan.
(Arisman, 2009)
Sebagian besar intoksikasi makanan dapat sembuh dengan sendirinya tanpa perlu
pengobatan khusus, tetapi beberapa pasien memiliki penyakit parah dan memerlukan
rawat inap , hidrasi agresif , dan pengobatan antibiotic.
1. Perawatan supotif
Tujuan utama dalam mengelola pasien dengan keracunan makanan adalah rehidrasi
dan elektrolit suplemen yang memadai , yang dapat dicapai dengan baik dengan
rehidrasi oral atau infus pada penderita dengan dehidrasi yang parah atau dengan
muntah yang hebat (misalnya , larutan natrium klorida isotonik , larutan Ringer
laktat).
2. Farmakoterapi
Obat-obatan yang mungkin diperlukan atau diperbolehkan untuk diberikan pada
pasien dengan keracunan makanan meliputi sebagai berikut,
22
a) Antidiare
Absorbents ( misalnya , atapulgit , aluminium hidroksida ) ; agen antisekresi
( misalnya , subsalisilat ) ; antiperistaltics ( misalnya , turunan opiat seperti
diphenoxylate dengan atropin , loperamide )
b) Antibiotik
Misalnya , siprofloksasin , norfloksasin , TMX / SMP , doxycycline , rifaximin.
Pemilihan antibiotik tergantung pada manifestasi klinis dan ditentukan oleh jenis
mikrobiologi dan hasil sensitivitas kultur.
c) Obat lain
Obat-obat lain yang diberikan sesuai dengan gejala yang muncul pada penderita
keracunan karena penderita keracunan sangat bervariasi (pemberian obat
simptomatis). Misalnya pemberian kortikosteroid, anti-histamin, analgesic, anti-
piretik dll.
L. Prognosis
Sebagian besar akan sembuh dalam beberapa hari. Kebanyakan orang sepenuhnya
pulih dari jenis yang paling umum dari keracunan makanan dalam 12-48 jam. Tetapi
beberapa jenis keracunan makanan dapat menyebabkan komplikasi serius. Kematian
dari keracunan makanan pada orang yang sehat sangat jarang di Amerika Serikat.
(Schiller, 2010)
23
BAB III
Kesimpulan
Keracunan makanan merupakan satu penyakit yang akut. Penyakit ini
terjadi karena kontaminasi bakteri hidup atau toksin yang di hasilkannya pada
makanan atau karena kontaminasi zat-zat organic dan racun yang berasal dari
tanaman dan binatang.
Gejala yang di alami berfariasi, tetapi kebanyakan gejala yang di alami
seperti mual, muntah-muntah, nyeri abdomen, diare, sakit kepala, dan demam.
Keracunan dengan dehidrasi yang berat dapat menyebabkan kematian,
sehingga dalam kasus keracunan perlu diperhatikan tingkatan dehidrasi pada
penderita.
Pentingnya menjaga sanitasi makanan agar terhindar dari kontaminasi
toksin atau bakteri patogen yang dapat menimbulkan keracunan. Selain itu
gayaa hidup bersih juga harus diterapkan agar dapat terhindar dari toksin atau
bakteri pathogen yang dapat masuk melalui port dientry lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2009. Keracunan Makanan. Jakarta:EGC
Fauci, dkk. 2009. Harrison, Manual Kedokteran Jilid I. Tangerang : KARISMA
Publishing Group
Depkes RI, 2004. Prinsip Sanitasi Makanan. Jakarta:Depkes
Laporan BPOM Tahun 2004. Badan Pengawa Obat dan Makanan Republik Indonesia.
13 Januari 2013, 08:00 WIB. Diakses dari : www.pom.go.id
Mubin, Halim. 2006. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :EGC
Schiller LR, Sellin JH. Diarrhea. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds.
Sleisenger & Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2010:chap 15.
Sodha SV, Griffin PM, Hughes JM. Foodborne disease. In: Mandell GL, Bennett JE,
Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed.
Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone; 2009:chap 99.
WHO. 2006, Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius Pada Dewasa.
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar4.pdf. Diakses pada 13
januari 2014, 08.00
25