presus interna
TRANSCRIPT
TUGAS PRESENTASI KASUS
“Diabetes militus dengan Cronic Heart Failure dan Hipertensi”
Tutor:
dr. Wahyu Djatmiko
Oleh:
Yanuar Firdaus
G1A009079
Kelompok F
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) dapat diartikan sebagai suatu penyakit tidak
menular yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi kadar gula darah yang
disertai ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, protein, lemak serta
adanya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular (Inzucchi, 2004).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai
dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, dan
menimbulkan berbagai komplikasi akut serta kronik, yang disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop
elektron (Mansjoer, 1999 ; PERKENI, 2006). Komplikasi akut meliputi koma
hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar non-ketotik, sedangkan
komplikasi kronik meliputi makroangiopati yang mengenai pembuluh darah
besar pada jantung dan otak. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah
kecil, retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, serta rentan
terhadap infeksi seperti tuberkulosis paru, ginggivitis, infeksi saluran kemih
dan kaki diabetes (Suyono, 2006).
Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian keempat terbesar di
dunia. Setiap tahunnya ada 3,2 juta kematian yang diakibatkan langsung oleh
diabetes (Tandra, 2008). Diabetes juga sering membunuh penderitanya
dengan mengikutsertakan penyakit-penyakit lainnya. Diabetes dapat
menyebabkan komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut merupakan
penyebab kematian yang cukup tinggi (Nabil, 2009). Diabetes melitus yang
dikenal sebagai non communicable disease adalah salah satu penyakit yang
paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini.
Setengah dari jumlah kasus diabetes melitus tidak terdiagnosa karena pada
umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi.
Penyakit tidak menular seperti diabetes melitus semakin hari semakin
meningkat, dapat dilihat dari meningkatnya frekuensi kejadian penyakit
tersebut di masyarakat (Soegondo, 2009).
Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang
cukup besar. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun
2000 menunjukkan jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan
diprediksikan akan mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia tenggara
terdapat 46 juta dan diperkirakan meningkat hingga 119 juta jiwa. Di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada
tahun 2030 (WHO, 2008). Indonesia merupakan urutan keenam di dunia
sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India,
Cina, Uni Soviet, Jepang, Brazil (Rahmadilayani, 2008).
Berdasarkan Laporan WHO tahun 1995, prevalensi penyakit diabetes
melitus di dunia adalah sebesar 4,0% dan diperkirakan pada tahun 2025
prevalensinya akan meningkat menjadi 5,4%. Di negara maju, jumlah
penyakit diabetes melitus pada tahun 1995 adalah sebesar 51 juta orang dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat mencapai 72 juta orang.
Sementara itu, di negara sedang berkembang jumlah penderita diabetes
melitus akan meningkat dari 84 juta orang menjadi 228 juta orang.
Diperkirakan jumlah tersebut akan naik melebihi 250 juta orang pada tahun
2025 (Wiyono, 2004).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita diabetes
melitus di Indonesia jumlahnya sangat luar biasa. Pada tahun 2000 jumlah
penderita 8.400.000 jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita 13.797.470 jiwa
dan diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita bisa mencapai 21.300.000 jiwa.
Data jumlah penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2005 sekitar 24 juta
orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun yang akan
datang (Soegondo, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup
atau ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif (Suyono, 2006).
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas
ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau
penurunan efektifitas insulin. Gangguan metabolik ini mempengaruhi
metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan
metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh
dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel
endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2009).
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam penelitian
Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes mellitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah
atau hiperglikemia. Sedangkan menurut WHO (World Health Organization),
diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hiperglikemia kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut PERKENI (2006) adalah yang
sesuai dengan anjuran klasifikasi diabetes mellitus American Diabetes
Association (ADA), yang membagi klasifikasi diabetes mellitus menjadi 4
kelompok yaitu diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes
mellitus tipe lain, dan diabetes mellitus gestasional (Shahab, 2006).
Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan karena terjadinya destruksi sel beta,
umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute seperti autoimun (melalui
proses imunologik) dan idiopatik (Shahab, 2006).
Diabetes mellitus tipe 2 bervariasi mulai dari yang dominan resistensi
insulin disertai defesiensi insulin relative, sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin (Shahab, 2006).
Diabetes mellitus tipe lain yang dikarenakan defek genetik fungsi sel beta
karena gangguan pada kromosom seperti kromosom 12, HNF - 1α, kromosom 7,
glukokinase, kromosom 20, HNF - 4α, kromosom 13, Insulin promoter factor,
kromosom 17, HNF - 1β, kromosom 2, Neuro D1, DNA Mitochondria. Defek
genetik kerja insulin mengakibatkan resistensi insulin tipe A, Leprechaunism,
Sindrom Rabson Mandenhall, diabetes liproatrofik, lainnya. Penyakit Eksokrin
Pankreas seperti pankreatitis, pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya. Endokrinopati seperti
akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldoateronoma, lainnya. Karena obat / zat kimia yang
mempengaruhi kerja insulin seperti vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin,
interferon alfa, lainnya. Infeksi akibat rubella congenital, cmv, lainnya.
Gangguan imunologi seperti sindrom “stiff-man”, antibody – antireseptor insulin,
dan lainnya. Sindrom genetik lain seperti Sindrom Down, Sindrom Klinefelter,
Sindrom Turner, Sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea Huntington,
Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prodder Willi, lainnya (Shahab, 2006).
Diabetes kehamilan ialah diabetes yang terjadi pada saat kehamilan yang
menyebabkan gangguan hormonal sehingga mengakibatkan peningkatan kadar
gula darah (Shahab, 2006).
B. Etiologi dan Predisposisi
Ada banyak faktor yang memicu terjadinya diabetes. Semakin cepat
kondisi diabetes diketahui dan ditangani akan mencegah komplikasi yang terjadi
(Nabil, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:
a. Genetik
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga
yang mengidap penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh
karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat
keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih
besar jika dibandingkan dengan keluarga yang sehat.
Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden
pada anak-anaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa
orang tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anak-
anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu atau
kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun
demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita
penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anak-
anak dari orang tua dengan diabetes melitus yang timbulnya lebih
lanjut (Waspadji, 2006).
b. Umur
Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat
tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari
insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer,
1996).
c. Pola Makan dan Obesitas
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola
makan di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun
berubah dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini
dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi
makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan
mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam
tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan
berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan
faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik
termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak
diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah
diproduksinya insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas,
sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia).
Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan
pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma
neropineprin.
Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan
ke dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah
lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh, maka lemak akan
tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam darah
(Noer,1996).
d. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang
dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan
aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk
dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang
sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian,
untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar
gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan yang berlebihan
dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang, misalnya
dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda.
Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan
resiko terkena penyakit diabetes melitus, sehingga kadar gula darah
dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak terganggu
(Soegondo, 2004).
e. Kehamilan
Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut
Diabetes Melitus Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena
adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh
banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin,
dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang
antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin
yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa
menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita
memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan
mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes
Melitus Gestasional (Waspadji, 2006).
C . Patofisiologi
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan
lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di
dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme,
yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini
insulin memegang peran yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke
dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat
arang dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa
darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh
insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah
lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar
glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam
sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel,
akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya
kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi
lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Sehingga akan terasa lapar
terus menerus dan menyebabkan banyak makan ( polifagi). Selain itu juga
menyebabkan rasa sangat haus dan menyebabkan banyak minum (polidipsi).
Karena banyak minum dan glukosa dalam darah sangat banyak maka
penyerapan air dalam darah sangat kuat sehingga menyebabkan banyak
kencing (poliuri) (Soegondo, 2009).
C. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Diabetes militus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga
penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa haus
(polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia)
serta berat badan yang menurun (Suyono,2006).
Selain gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa
lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari
tangan dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi,
luka yang sulit sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada
sekelompok orang yang sama sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut,
namun penyakit ini baru diketahui secara kebetulan pada waktu “check up”
atau melakukan pemeriksaan darah (Tara, 2002).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11.1 mmol/L).
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
b. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah
pasien tidak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
c. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L) TTGO
dilakukan dengan standar WHO (WHO, 2008).
3. Gold Standard Diagnosis
Kriteria diagnostik diabetes mellitus menurut American Diabetes
Association (ADA) 2007 :
a. Gejala utama diabetes mellitus dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/ dl (11.1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir.
b. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah
pasien tidak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
c. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L) TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
d. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes mellitus , maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
atau GDTP tergantung dari hasil yang dipeoleh
D. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Terapi Insulin
Terapi insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan
beberapa DM tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain intravena, intramuskular, dan umumnya pada
penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian subkutan.
1. intra vena : bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit
akan terjadi penurunan glukosa darah.
2. intramuskuler : penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat
daripada subkutan
3. subkutan : penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan,
pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih
cepat dari paha maupun lengan. Insulin diberikan subkutan
dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-
160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun
batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan
kurang dari 200 mg% setelah makan.
Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerja (kerja
cepat, sedang, dan panjang) atau dibedakan berdasarkan asal spesiesnya.
Berdasarkan puncak dan jangka waktu efeknya: yaitu insulin reguler,
satu-satunya insulin jernih/larutan insulin (yang lain suspensi).
1. kerja cepat NPH mengandung protamin dan sejumlah zink
yang mempengaruhi reaksi
2. kerja sedang imunologik seperti urtikaria pada lokasi
suntikan. Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal.
3. campur kerja cepat dan sedang kadar zink tinggi untuk
memperpanjang waktu kerjanya. Untuk memenuhi kebutuhan
insulin basal.
4. kerja panjang
b. Obat antidiabetik oral
Ada 5 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan
untuk DM dan telah dipasarkan di Indonesia, yakni golongan:
sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat α-glukosidase, dan
tiazolidinedion.
1. Golongan Sulfonilurea2,4
Terdiri dari 2 generasi. Generasi 1 adalah tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Generasi 2
adalah gliburid/glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan
glimepirid.
Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin
secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul
sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membran dan
keadaan ini akan membuka kanal Ca maka Ca2+ akan masuk
ke sel β, merangsang granula yang berisi insulindan akan
terjadi sekresi insulin
Insidens efek samping generasi 1 sekitar 4%,
insidensnya lebih rendah lagiuntuk generasi 2. Hipoglikemia,
bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering
terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar
atau ginjal, terutama dengan menggunakan sediaan dengan
masa kerja panjang.
Efek samping lain, reaksi laergi jarang sekali terjadi,
mual, muntah, diare, gejala hematologik, susunan saraf pusat,
mata dan sebagainya. Gejala susunan saraf pusat berupa
vertigo, bingung, ataksia, dsb. Gejala hemetologik seperti
leukopenia dan agranulositosis. Efek samping lain adalah
gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktif yang bersifat
sementara
2. Golongan Meglitinid
Meglitinid dan nateglinid merupakan golongan
meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea
tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Pada pemberian oral
absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1
jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa
kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar
dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% di metabolisme di
ginjal.
Efek samping utamanya hipohlikemia dan gangguan
saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan
3. Golongan Biguanid2
Sebenarnya ada tiga jenis dari golongan ini: fenformin,
buformin, dan metformin. Tetapi yang pertama telah ditarik
dari pasaran karena sering menyebabkan asidosis laktat.2,3
Sekarang yang paling banyak digunakan adalah metformin.
Hampir 20 % pasien dengan metformin mengalami mual,
muntah, diare serta metalic state; tetapi dengan menurunkan
dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang
4. Golongan Tiaziazolidinedion
Merupakan agonis poten dan selektif PPARγ,
mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ-RXR dan
terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa PPARγ
mengurangi keluarnya asam lemak menuju otot, dan karenanya
dapat mengurangi resistesni insulin. Jadi agar obat dapat
bekerja harus tersedia insulin.
Pada pemberian oral absorbsi tidak dipengaruhi makanan,
berlangsung kurang lebih 2 jam. Metabolismenya di hepar.
Ekskresnya melalui ginjal.
Efek sampinya anatar lain peningkatanb berat badan,
edema, pertambahan volume plasma dan memperbutuk gagal
jantung kongestif.olidinedion
5. Penghambat enzim α-glukosidase2
Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari
mikroba dan miglitol secara kompetitif menghmbat
glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α amilase
pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa
plama postparandial pada DM tipe 1 dan 2.
Efek sampinya bersifat dose-dependent, antara lain
malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloati
c. Obat hiperglikemik
Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan
merangsang enzin adenilsiklase dalam pembentukan CAMP,
kemudian CAMP ini mengaktifkan fosforilase, suatu enzim penting
untuk glikogenolisis. Sebagian besar glukagon endogen mengalami
metabolisme di hati. Glukagon terutama diberikan pada pengobatan
hipoglikemaia yang ditimbulkan oleh insulin. Obat tersebut dapat
diberikan secara IV, IM, atau SK dengan dosis 1 mg (Suharti, 2008).
2. Non medikamentosa
a. Edukasi
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan
kepada setiap penderita diabetes. Disamping kepada penderita, edukasi
juga diberikan kepada anggota keluarga penderita dan kelompok
masyarakat yang beresiko tinggi. Tim kesehatan harus senantiasa
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Makanya
dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan
motivasi.
Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes
melitus adalah apa penyakit diabetes melitus itu, cara perencanaan
makanan yang benar (jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya),
kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut, selalu
berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari
dan tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle joint
(daerah berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku, tersandung, hindari
trauma dan luka .
b. Diet Diabetes
Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes melitus adalah
menurunkan atau mengendalikan berat badan disamping mengendalikan
kadar gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan mencegah paling tidak menunda terjadinya
komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pasien diabetes
melitus yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi
insulin. Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa
darah.
c. Latihan Fisik
Diabetes melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat
keseimbangan antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja
insulin. Latihan juga dapat membuang kelebihan kalori, sehingga dapat
mencegah kegemukan juga bermanfaat untuk mengatasi adanya resistensi
insulin pada obesitas (Soegondo, 2009).
E. Prognosis
Dengan kontrol KGD dan tekanan darah (TD) yang baik, kebanyakkan
komplikasi diabetes mellitus dapat dicegah. Studi menunjukkan bahawa kontrol
KGD, TD dan kolesterol dapat mengurangkan risiko penyakit ginjal, penyakit
mata, penyakit pada sistem saraf, serangan jantung dan strok (Eckman, 2010).
F. Komplikasi
DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini
timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya
berbagai perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi
penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis (Tandra, 2008).
1. Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan
dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut
umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia)
atau terlalu tinggi (hiperglikemia).
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60
mg/dl disebut hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita
DM yang diobati dengan suntikan insulin ataupun minum tablet anti-
diabetes, tetapi tidak makan dan olah raganya melebihi biasanya.37 Bisa
juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang mensekresi glukagon,
malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia dapat juga
terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita
hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker
beta (obat hipertensi) (Geadle, 2005).
b. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat
hiperglikemia dimana terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini
terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga
dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah
asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton.
Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau
mungkin karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada
makanan ekstra yang menyebabkan glukosa darah naik.20,37 Biasanya
paling sering ditemukan pada penderita DM Tipe 1, namun pada
penderita DM Tipe 2 pada keadaan tertentu seperti stress, infeksi,
kelainan vaskuler ataupun stress emosional juga beresiko mendapatkan
KAD (Tandra, 2008).
c. Hiperosmolar Non-Ketotik
Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar
glukosa darah sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat “kental”,
kadar glukosa darah DM bisa sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini
akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui
kencing. Maka, timbullah kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.
Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis.
Perbedaannya, pada Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas
yang cepat dan dalam serta berbau keton. Gejala yang ditimbulkan
adalah rasa sangat haus, banyak kencing, lemah, kaki dan tungkai kram,
bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma (Tandra, 2008).
G. Komplikasi Kronik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula
darah tetap tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik
diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan
serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi
kronik sering dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami
kerusakan, seperti kerusakan pada saraf, ginjal, mata, jantung, dan lainnya
(tandra, 2008).
a. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)
DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal
menjadi tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada
kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang
seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar. Penderita DM memiliki
resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan ginjal dibandingkan
dengan orang tanpa DM (Smeltzer, 2002).
Gambaran gagal ginjal pada penderita DM yaitu : lemas, mual,
pucat, sesak nafas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal
dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin/ureum serum ditemukan
berkisar 2-7 % dari penderita DM. selain itu adanya proteinuria tanpa
kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati
diabetic (Smeltzer, 2002).
b. Kerusakan Saraf (Neuropathy)
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering
terjadi. Baik penderita DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena
neuropati. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak
terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih.
Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan
rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim
(Tandra,2002)
Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya
kerusakan saraf. Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan
menyebabkan kelemahan otot sampai membuat penderita tidak bisa
jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan
membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris (perasa)
menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau
meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa
tebal, atau nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa
tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri, orang tidak tahu adanya
infeksi (Smeltzer,2005).
c. Kerusakan Mata
Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama
kebutaan. Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen
penderita DM menjadi buta dan 10 persen mengalami cacat
penglihatan.20 Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah
Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi menyebabkan
rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran
pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah
yang menutup sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan
penderita DM menjadi kabur.39,10 Kerusakan yang lebih berat akan
menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan jaringan atau sarang
laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata, dan buta
(Tandra, 2008).
Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan
lensa mata menjadi keruh (tampak putih) yang disebut katarak serta
dapat menyebabkan glaucoma (menyebabkan tekanan bola mata)
(Tjokoprawiro, 2006)
b. Penyakit jantung
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh
darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan
kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang.
Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan
pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat,
sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak
(Tjokoprawiro,2006).
c. Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat
dibanding orang yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak
pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung,
retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75% komplikasi DM
disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan
pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah
(Tandra, 2008).
d. Gangguan Saluran Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang
memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk
menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan proses
pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tinggal di
dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering diutarakan oleh
penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan kotoran
keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan
diare, kotoran banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut
(Tjokoprawiro,2006).
BAB III
KESIMPULAN
1. Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin dalam jumlah yang
cukup atau ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif.
2. Ditandai dengan sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil
(poliuria), sering merasa lapar (polifagia) serta berat badan yang menurun.
3. Pengobatan dengan pemberian insulin, obat anti diabetik dan obat
hiperglikemik.
DAFTAR PUSTAKA
Eckman A.S., 2010. Diabetes : Prognosis, MedlinePLus. Available from :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001214.htm [Accessed 13rd
April 2011].
Gleadle, J., 2005. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga,
Jakarta
Inzucchi, E. (2004). The Diabetes Melitus Manual.Singapura
Nabil. (2009). Mengenal Diabetes, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Noer, S., 1996.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Gaya Baru, Jakarta
Rahmadilayani, N. (2008). Hubungan antara Pengetahuan tentang Penyakit dan
Komplikasi Diabetes pada Penderita Diabetes Melitus dengan Tingkat
mengontrol Kadar Gula Darah. Diakses tanggal 23 September 2009. dari
http://eprints.ums.ac.id/1041/1/2008v1n2-a3.pdf
Shahab, A. (2006). Diabetes mellitus di Indonesia. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4., Jakarta: FK UI.
Sidartawan Soegondo. 2009 Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes
Melitus Tipe 2. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W sudoyo, editor.
Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing
Smeltzer, C. S, Bare, G. B., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Alih
Bahasa: dr. H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC
Soegondo, S, dkk, 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terapadu. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
Suharti K. Suherman. (2008). Insulin dan Antidiabetik Oral. In: Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Sulistia Gan Gunawan, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Suryono.(2004).Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia
Suyono, S. (2006). Diabetes mellitus di Indonesia, Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI
Tandra, H., 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tara, E. E Soetrisno., 2002. Anda Perlu Tahu Diabetes. Intimedia & Ladang Pustaka,
Jakarta
Tjokoprawiro, A., 2006. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Waspadji, S. (2006). Diabetes mellitus di Indonesia, Dalam : Aru W, dkk, editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4., Jakarta: FK UI.
WHO. (2008). Diabetes. Diakses tanggal 22 Oktober 2009 dari
http://www.who.int/diabetes/facts/world_figure/en/index5.html
WHO. (2008). Global Prevalence of Diabetes. Diakses tanggal 22 Oktober 2009
dari : http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf