glomerulonefritis interna

12
1. GLOMERULONEFRITIS 1.1. Definisi Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari hari.Manifestasi klinik GN sangat bervariasi mulai dari kelainan urin seperti proteinuria atau hematuri saja sampai dengan GN progresif cepat (Sudoyo, A dkk, 2006).Glomerulonefritis (GN) sendiri merupakan suatu inflamasi pada glomerulus yang dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain masuknya zat yang berasal dari luar yang bertindak sebagai antigen, rangsangan autoimun atau aktifasi komplemen lokal/pelepasan sitokin. Keterlibatan sel inflamasi, komplemen dan mediator inflamasi akan menentukan perubahan struktur dan fungsi glomerulus ( Haerani R, Wahyuni S, 2009). GN kronik sendiri merupakan inflamasi berkepanjangan sel-sel glomerular (Corwin, 2008).Glomerulonefritis kronik merupakan tahap lanjut gangguan ginjal, mengakibatkan inflamasi dan destruksi perlahan struktur ginjal interna yaitu glomerulus (A.D.A.M., 2008).GN kronik biasanya terjadi bertahun-tahun setelah cidera dan inflamasi subklinis, terkait dengan hematuri dan proteinuri yang sedikit (Kumar V, Ramzi S, Stanley L, 2003). Hampir semua bentuk glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk maju ke glomerulonefritis kronik. Glomerulonefritis kronik merupakan tahap lanjut gangguan ginjal, mengakibatkan inflamasi dan destruksi perlahan struktur ginjal

Upload: cdma-sity-ssi

Post on 29-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

interna medicine

TRANSCRIPT

Page 1: glomerulonefritis interna

1. GLOMERULONEFRITIS

1.1. Definisi

Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik

sehari hari.Manifestasi klinik GN sangat bervariasi mulai dari kelainan urin seperti proteinuria

atau hematuri saja sampai dengan GN progresif cepat (Sudoyo, A dkk, 2006).Glomerulonefritis

(GN) sendiri merupakan suatu inflamasi pada glomerulus yang dapat terjadi secara primer

maupun sekunder. Berbagai kemungkinan penyebab GN antara lain masuknya zat yang berasal

dari luar yang bertindak sebagai antigen, rangsangan autoimun atau aktifasi komplemen

lokal/pelepasan sitokin. Keterlibatan sel inflamasi, komplemen dan mediator inflamasi akan

menentukan perubahan struktur dan fungsi glomerulus ( Haerani R, Wahyuni S, 2009).

GN kronik sendiri merupakan inflamasi berkepanjangan sel-sel glomerular (Corwin,

2008).Glomerulonefritis kronik merupakan tahap lanjut gangguan ginjal, mengakibatkan

inflamasi dan destruksi perlahan struktur ginjal interna yaitu glomerulus (A.D.A.M., 2008).GN

kronik biasanya terjadi bertahun-tahun setelah cidera dan inflamasi subklinis, terkait dengan

hematuri dan proteinuri yang sedikit (Kumar V, Ramzi S, Stanley L, 2003).

Hampir semua bentuk glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk maju ke

glomerulonefritis kronik. Glomerulonefritis kronik merupakan tahap lanjut gangguan ginjal,

mengakibatkan inflamasi dan destruksi perlahan struktur ginjal interna yaitu glomerulus

(A.D.A.M., 2008).glomerulonefritis kronis juga dikatakan sebagai tahap akhir dari seluruh jenis

glomerulonefritis yang pada kebanyakan kasus terkait dengan hipertensi sistemik. Kondisi ini

ditandai oleh fibrosis tubulointerstisial dan glomerular yang ireversibel dan progresif, yang pada

akhirnya menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan retensi racun uremik. Jika

perkembangan penyakit tidak dihentikan dengan terapi, akan mengakibatkan penyakit ginjal

kronis (CKD), stadium akhir penyakit ginjal (ESRD), dan penyakit kardiovaskular (Corwin,

2008).

Page 2: glomerulonefritis interna

Penyakit Glomerular Primer Membawa pada Glomerulonefritis (GN) Kronik.

Penyebab tersering GN kronik termasuk diantaranya diabetes mellitus dan hipertensi

lama.Kedua penyakit ini terkait dengan cidera glomerular yang signifikan dan berulang.Hasilnya

berupa terbentuknya jaringan parut difus dan deteriorasi glomerular.Atropi tubular seringkali

menemani kerusakan glomerular.Individu dengan diabetes atau hipertensi ringan disertai

glomerulonefritis kronik, memiliki prognosis fungsi ginjal yang buruk.GN kronik dapat

menemani Lupus Eritematosus Sistemik lama (Kumar V, Ramzi S, Stanley L, 2003).

Glomerulonefritis kronik merupakan akhir dari penyakit ginjal tahap akhir diakibatkan

oleh sejumlah tipe glomerulonefritis.Glomerulonefritis post-streptokokal (1% - 2%) jarang

menyebabkan glomerulonefritis kronik, kecuali timbul saat dewasa.Pasien dengan Rapidly

Progresif GN (RPGN) (90%), apabila selamat dari serangan akut sering berkembang menjadi

glomerulonefritis kronik. Glomerulonefritis membranosa (30% - 50%), Membranoproliferative

GN (50%), IgA nefropati (30% - 50%) dan glomerulosklerosis fokal segmental (50% - 80%)

semuanya dapat berkembang menjadi gagal ginjal kronik (Kumar V, Ramzi S, Stanley L, 2003)

(Gambar 1).

1.2. PATOFISIOLOGI

Walaupun tidak banyak diketahui agen etiologi atau proses pemicu, telah jelas bahwa

mekanisme imunologik yang mendasari sebagian besar kasus GN primer dan banyak penyakit

glomerular sekunder. Terdapat dua bentuk cidera terkait antibodi yaitu (1) cidera akibat reaksi

antibodi in situ di dalam glomerulus, dan (2) cidera akibat deposit kompleks antigen-antibodi di

glomerulus (Kumar V, Ramzi S, Stanley L, 2003).

a. Deposit Komplek Imun In Situ

Page 3: glomerulonefritis interna

Antibodi dalam cidera bentuk ini bereaksi secara langsung dengan antigen yang sudah

terfiksasi atau tertanam di glomerulus. Terdapat dua model eksperimental untuk cidera

glomerular dimediasi anti bodi anti jaringan, yang merupakan bagian penyakit pada manusia:

nefritis diindusi-antibodi antiglomerular basement membrane (anti-GBM) dan nefritis Heymann.

Cidera Glomerular Dimediasi Antibodi dapat Akibat Deposit Kompleks Imun (A), atau Formasi

Kompleks Imun Insitu, Baik Anti-GBM (B) atau Nefritis Heymann (C).

Nefritis diinduksi antibodi anti-GBM.Pada cidera ini, antibodi menyerang antigen

intrinsik tetap yang merupakan komponen normal dari GBM.Seringkali antibodi anti-GBM

bereaksi silang dengan membran basal lain, terutama di alveoli, mengakibatkan lesi simultan di

paru dan ginjal.Antigen GBM yang bertanggung jawab untuk nefritis diinduksi antibodi anti-

GBM dan sindrom Goodpasture merupakan komponen domain nonkolagen (NC1) dari rantai

alfa-3 kolagen tipe IV, yang penting dapam mempertahankan struktur GBM (Kumar V, Ramzi S,

Stanley L, 2003).

Page 4: glomerulonefritis interna

Nefritis Heymann. Sudah jelas bahwa penyakit ini disebabkan reaksi antibodi dengan

kompleks antigen yang berada pada basal permukaan viseral sel epitelial dan bereakasi silang

dengan antigen brush border yang dipergunakan selama eksperimen. Antibodi yang berikatan

pada membran sel epitelial glomerular diikuti oleh aktivasi komplemen dan penggumpalan

agregat imun dari permukaan sel untuk membentuk deposit subepitelial (Kumar V, Ramzi S,

Stanley L, 2003).

b. Nefritis Kompleks Imun dalam Darah

Tipe nefritis ini, cidera glomerular disebabkan terjebaknya komplek antigen-antibodi di

dalam glumeruli.Antibodi tidak memiliki spesifisitas untuk konstituen glomerular, dan kompleks

antigen antibodi terletak di glomeruli karena properti fisiokimianya dan faktor hemodinamik

yang aneh di glomerulus.Setelah mengendap di ginjal, kompleks imun mungkin akhirnya terurai,

terutama oleh monosit dan sel mesangium fagositik, dan peradangan kemudian mereda.Namun,

jika siraman antigen berlangsung terus menerus, dapat terjadi siklus pembentukan kompleks

imun, pengendapan, dan cidera secara berulang-ulang sehingga terjadi GN kronis (Kumar V,

Ramzi S, Stanley L, 2003).

Page 5: glomerulonefritis interna

Patofisiologi Sederhana Timbulnya Gejala dan Progresifitas ke Arah Penyakit Ginjal Lebih

Lanjut.

1.3. MANIFESTASI KLINIS

Page 6: glomerulonefritis interna

Setiap jenis glomerulonefritis terkait dengan berkurangnya jumlah urin, darah di dalam

urin (urin berwarna kecoklatan) baik terlihat dengan mata telanjang atau dengan bantuan

mikroskopis, dan retensi cairan (Corwin, 2008).

1.4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Urinalisis

Adanya sel darah merah dismorfik (sel darah merah), atau sisa SDM menunjukkan

glomerulonefritis. Waxy atau sisa yang banyak ditemukan pada glomerulonefritis kronik

(Corwin, 2008).

b. Protein Urin

Ekskresi protein urin dapat diperkirakan dengan menghitung rasio protein-kreatinin pada

sampel urin pagi. Rasio konsentrasi protein urin (mg/dL) terhadap kreatinin urin (mg/dL)

mencerminkan ekskresi protein 24 jam dalam gram. Misalnya, jika nilai protein urin sewaktu

adalah 300 mg/dL dan nilai kreatinin adalah 150 mg/dL, rasio protein-kreatinin adalah 2. Dengan

demikian, dalam contoh ini, ekskresi protein urin 24 jam adalah 2g.Pada GN kronik, ditemukan

proteinuria sebanyak 3-5 gram per hari.Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang diukur

melalui nilai kreatinnin (Corwin, 2008).

Perkiraan tingkat kreatinin digunakan untuk menilai dan memantau laju filtrasi glomerulus

(GFR). Dua formula yang tersedia untuk perhitungan GFR adalah rumus Cockcroft-Gault, yang

memperkirakan bersihan kreatinin, dan rumus Modification of Diet in Renal Disease (MDRD),

yang digunakan untuk menghitung GFR secara langsung

Rumus Cockcroft-Gault sederhana untuk digunakan, tetapi overestimate GFR sebesar 10-

15% karena kreatinin disaring dan disekresikan. Rumus MDRD jauh lebih kompleks, namun

dapat ditentukan dengan aplikasi smartphone dan tablet yang tersedia dari National Kidney

Foundation atau dapat dihitung secara online melalui situs WebHipertensi, Dialisis, dan

Nephrology klinis.

c. Antistreptolysin-O dan Antistreptokinase

Page 7: glomerulonefritis interna

Apabila kondisi glomerulonefritis ini disebabkan oleh GN akut post-streptokokus, enzim

antistreptokokal seperti antistreptolysin-O dan antistreptokinase dapat ditemukan (Corwin,

2008).

1.5. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Glomerulonefritis meliputi manajemen hipertensi, mengurangi

proteinuria dan mengontrol edema yang mana dapat menyebabkan morbiditas dan bahkan

mortalitas pada pasien.Penanganan hipertensi disini memiliki tujuan yaitu untuk mencegah

resiko penyakit kardiovaskular dan mencegah progresivitas dari penurunan GFR.

Destruksi glomeruli autoimun dapat diobati dengan kortikosteroid untuk menekan

imunitas. Antikoagulan untuk mengurangi deposit fibrin dan jaringan parut dapat digunakan

pada RPGN. Fibrosis progresif adalah ciri khas glomerulonefritis kronik, beberapa peneliti telah

fokus dalam menemukan inhibitor fibrosis untuk memperlambat progresifitas.Dari sekian banyak

senyawa yang telah dipertimbangkan, pirfenidone, penghambat faktor pertumbuhan transformasi

beta dan sintesis kolagen, muncul sebagai kandidat terbaik.

Kontrol glukosa ketat pada pasien diabetes menunjukkan perlambatan atau membalikkan

progresi GN. Penelitian menunjukkan bahwa ACE-inhibitor dapat mengurangi kerusakan

glomerular pada pasien diabetes walaupun tidak ditemukan hipertensi. ACE-i sendiri dapat

mengurangi kerusakan glomerular pada individu dengan hipertensi kronik (Corwin,

2008).Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I) yang umum digunakan dan biasanya

pilihan pertama untuk pengobatan hipertensi pada pasien dengan gagal ginjal kronis (CRF).

ACE-I adalah agen renoprotective yang memiliki manfaat tambahan selain menurunkan tekanan.

Secara efektif mengurangi proteinuria, mengurangi tonus pembuluh darah arteriol eferen,

sehingga mengurangi hipertensi intraglomerular.Dalam perkembangan pengobatan penyakit

ginjal, penggunaan ARB menjadi salah satu terapi pilihan, penggunaan losartan ditemukan

menurunkan proteinuria pada pasien CKD dan hipertensi. Terapi Imunoglobulin G intravaskular

(IVIG) dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap terapi

agresif.

Page 8: glomerulonefritis interna

A.D.A.M. 2008.Chronic Glomerulonephritis. Tersedia di

http://health.nytimes.com/health/guides/disease/chronic-glomerulonephritis/

Arora, Pradeep. 2008. Chronic Renal Failure. Coauthor(s): Mauro Verrelli, MD, FRCP(C),

FACP

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R, Sidartawam S,

Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2006

Bommer, Jurgen. 2002. Prevalence and socio-economic aspects of chronic kidney disease.

Nephrol Dial Transplant (2002) 17 [Suppl 11]: 8–12. European Renal Association–

European Dialysis and Transplant Association

Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology, 3rd Edition. United States of

America: Lippincott Williams & Wilkins

Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2014

Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/777272-overview, 22 Februari 2014

Harrison, Tinsley R. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi ke-17. Electronic-

book. Editor: Dennis L Kasper, et.al. Mc Graw-Hill)

Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins. 2003. Robbins and Cotran’s Pathologic

Basis of Disease 7th Edition. New York: W.B. Saunders Company

Porth, Carol & Patricia Bowne. 2008. Essentials of Pathophysiology. Electronic book. Lippincott

Williams & Wilkins.

Rasyid Haerani, Siti Wahyuni. 2009. Immunomechanism of glomerulonephritis. The Indonesian

Journal of Medical Science. Volume 1 No.5 July p. 289-297

Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellinus Simandribata K, Siti Setiati.

2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I, Edisi ke-IV. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta Pusat

Suwitra, Ketut. 2006. Penyakit Ginjal Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi I.

Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI.

Page 9: glomerulonefritis interna