askep glomerulonefritis isi

76
1 1.1 Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga mempunyai fungsi lainnya, seperti meregulasi volume darah dan tekanan darah, menstabilisasi pH darah, dan membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun. Di dalam ginjal terdapat nefron, yang terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang di mana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Adapun penyakit yang menyerang pada daerah glomerulus yaitu glomerulonefritis, di mana penyakit ini terbagi atas glomerulonefritis akut, kronik, dan progresif. Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan ( Suriadi & Rita Yuliani, 2001, hal.125 ). Untuk glomerulonefritis akut ialah suatu reaksi imunologik pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 - 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita ( Ngastiyah, 1997, hal.294 ). Sedangkan Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulonefritis sering disebabkan oleh infeksi karena kuman streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 - 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita ( Ngastiyah, 1997, hal.294 ). Penyebab glomerulonefritis yang lazim adalah streptokokkus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya. Tanda dan gejalanya adalah hematuria, proteinuria, oliguria, edema, dan hipertensi ( Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 2005 ).

Upload: adelaine-ratih-k

Post on 18-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

glomerulonefritis askep

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP Glomerulonefritis Isi

1�

������

���������

1.1 Latar Belakang

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi

dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Selain mempunyai

fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga mempunyai fungsi lainnya, seperti

meregulasi volume darah dan tekanan darah, menstabilisasi pH darah, dan

membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun. Di dalam ginjal terdapat

nefron, yang terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk

difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang di mana cairan yang difiltrasi

diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Adapun

penyakit yang menyerang pada daerah glomerulus yaitu glomerulonefritis, di

mana penyakit ini terbagi atas glomerulonefritis akut, kronik, dan progresif.

Glomerulonefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan

peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan

tubuh dan sisa-sisa pembuangan ( Suriadi & Rita Yuliani, 2001, hal.125 ).

Untuk glomerulonefritis akut ialah suatu reaksi imunologik pada ginjal terhadap

bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman

streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 - 7 tahun dan

lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita ( Ngastiyah,

1997, hal.294 ). Sedangkan Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan

yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan

kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun.

Glomerulonefritis sering disebabkan oleh infeksi karena kuman

streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 - 7 tahun dan

lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita ( Ngastiyah,

1997, hal.294 ). Penyebab glomerulonefritis yang lazim adalah streptokokkus

beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya.

Tanda dan gejalanya adalah hematuria, proteinuria, oliguria, edema, dan

hipertensi ( Sylvia A. Price dan Lorraine M. Willson, 2005 ).

Page 2: ASKEP Glomerulonefritis Isi

2�

Glomerulonefritis dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun

tersering pada golongan umur 5 - 15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi.

Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6 - 10

tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki

dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan

perempuan adalah 2 : 1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan

umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi

penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial

ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.

Berdasarkan hasil penelitian glomerulonefritis lebih sering terjadi pada anak

perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang

lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi

menunjukkan adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis

pelajar, 5% - 10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan

yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah

perempuan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari Glumerulonefritis ?

b. Bagaimana anatomi dan fisiologi Nefron Ginjal ?

c. Bagaimana etiologi dari Glumerulonefritis ?

d. Bagaimana patofisiologi dari Glumerulonefritis ?

e. Bagaimana manifestasi klinis dari Glumerulonefritis ?

f. Bagaimana prognosis dari Glomerulonefritis ?

g. Bagaimana pencegahan dari Glomerulonefritis ?

h. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Glomerulonefritis ?

i. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan Glomerulonefritis ?

j. Bagaimana masalah penelitian yang berhubungan dengan

Glomerulonefritis ?

k. Bagaimana tindakan malpraktek dalam keperawatan yang berhubungan

dengan Glomerulonefritis ( Dialisis ) ?

Page 3: ASKEP Glomerulonefritis Isi

3�

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengerti dan memahami konsep dasar Asuhan

Keperawatan, Masalah penelitian, dan Malpraktek pada klien dengan

Glomerulonefritis

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mengerti dan memahami Anatomi dan Fisiologi Nefron.

2. Mahasiswa mengerti dan memahami dari Glumerulonefritis.

3. Mahasiswa mengerti dan memahami etiologi dari Glumerulonefritis.

4. Mahasiswa mengerti dan memahami patofisiologi dari

Glumerulonefritis.

5. Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi klinis dari

Glumerulonefritis.

6. Mahasiswa mengerti dan memahami dari Glomerulonefritis.

7. Mahasiswa mengerti dan memahami pencegahan dari Glomerulonefritis.

8. Mahasiswa mengerti dan memahami penatalaksanaan medis dari

Glomerulonefritis.

9. Mahasiswa mengerti dan mampu mempraktekan konsep dasar asuhan

keperawatan Glomerulonefritis.

10. Mahasiswa memahami masalah penelitian yang berhubungan dengan

Glomerulonefritis.

11. Mahasiswa memahami tindakan malpraktek dalam keperawatan yang

berhubungan dengan Glomerulonefritis.

12. Mahasiswa mengerti dan menahami Hukum Etik Malpraktek Dialisis

pada pasien Glomerulonefritis.

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan maka makalah pembelajaran ini diharapkan dapat

memberi manfaat.

1. Dari segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam hal konsep dasar, asuhan keperawatan, masalah

penelitian, dan malpraktek pada pasien glomerulonefritis

Page 4: ASKEP Glomerulonefritis Isi

4�

2. Dari segi praktis, makalah pembelajaran ini bermanfaaat bagi :

a. Bagi mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya

Hasil makalah pembelajaran ini dapat menjadi masukkan bagi

mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya lainnya dalam hal

melakukan konsep dasar, asuhan keperawatan, masalah penelitian,

dan malpraktek pada pasien glomerulonefritis

b. Untuk Penulis

Hasil penulisan makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi

penulis berikutnya, yang akan melakukan penulisan pada konsep

dasar, asuhan keperawatan, masalah penelitian, dan malpraktek pada

pasien glomerulonefritis.

Page 5: ASKEP Glomerulonefritis Isi

5�

�������

��� �����������

2.1 Anatomi dan Fisiologi Nefron

Ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal di mana apabila dirangkai

akan mencapai panjang 145 km (85 mil). Ginjal tidak dapat membentuk nefron

baru, oleh karena itu pada keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan

terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap di mana jumlah nefron yang

berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun

jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit daripada usia 40 tahun.

Penurunan fungsi ini tidak mengancam jiwa karena perubahan adaptif sisa

nefron dalam mengeluarkan produk sisa yang tepat ( Guyton, 1997 ).

Nefron terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk

difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang di mana cairan yang difiltrasi

diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Glomerulus

tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang becabang dan

beranastomosis, mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg)

bila dibandingkan dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi

oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman.

Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula

bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks

ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa henle yang masuk ke

Page 6: ASKEP Glomerulonefritis Isi

6�

dalam medula renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden.

Binding atau ikatan cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling

rendah sangat tipis, oleh karena itu disebut bagian tipis dari ansa henle. Ujung

cabang asenden tebal merupakan bagian yang pendek, yang sebenarnya

merupakan plak pada dindingnya dan dikenal sebagai makula densa. Setelah

makula densa, cairan memasuki tubulus distal yang terletak pada korteks renal,

seperti tubulus proksimal.

Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus distal menuju ke

duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medula dan bergabung

membentuk duktus yang lebih besar secara progresif yang akhirnya mengalir

menuju pelvis renal melalui ujung papila renal.

Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen tetapi tetap

terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa

ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut

nefron kortikal, nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya

menembus ke dalam medula dengan jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal

nefron bertanggung jawab terhadap : reabsorpsi seluruh substrat organik yang

masuk tubulus, reabsorpsi 90% lebih dari air yang difiltrasi, dan sekresi air dan

produk sisa ke tubulus yang hilang pada saat proses filtrasi.

Kira-kira 20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks

renal sebelah dalam dekat medula dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini

mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula. Pada

beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papila renal.

Struktur vaskular yang menyerupai nefron jukstamedular juga berbeda

dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem

tubulus dikelilingi oleh jarinag kapiler peritubular yang luas.

Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas dari

glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi

diri menjadi kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke

bawah menuju medula dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti

ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam

vena kortikal.

Page 7: ASKEP Glomerulonefritis Isi

7�

2.1.1 Aliran Darah

Ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per menit atau 21% dari curah

jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus-menerus

menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, ginjal

mampu mempertahankan volume darah, memastikan keseimbangan natrium,

klorida, kalium, kalsium, fosfat, pH, serta membuang produk metabolisme

sebagai urea.

Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan

vena renalis, kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri

interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis (arteri radialis), dan arteriol

aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus. Dalam glomerulus di mana

sejumlah besar cairan dan zat terlarut kecuali protein plasma difiltrasi untuk

memulai pembentukan urine.

Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk membentuk

arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua yaitu kapiler peritubular

yang mengelilingi tubulus ginjal.

Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler,

yaitu kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu

rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk mengatur

tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler.

Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler glomerulus (kira-kira 60

mmHg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik

yang jauh lebih rendah pada kapiler peritubulus (kira-kira 13 mmHg)

menyebabkan reabsorbsi cairan yang cepat. Dengan mengatur resistensi arteriol

aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik kapiler glomerulus

dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus dan

reabsorpsi tubulus sebagai respon terhadap kebutuhan homeostatik tubuh

(Guyton, 1997).

Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem

vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol dan secara

Page 8: ASKEP Glomerulonefritis Isi

8�

progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan

vena renalis yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter.

2.1.2 Pembentukan urine

Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga

proses ginjal, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal ke

dalam darah, dan sekresi zat dari darah ke tubulus renal.

2.1.3 Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi

Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang

bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat

dalam plasma, kecuali untuk protein difiltrasi secara bebas sehingga

konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama

dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan

kapsula bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah dalam oleh

reabsorbsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh

sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus.

Produksi urine akan emelihara homeostatis tubuh dengan meregulasi

volume dan komposisi dari darah. Proses ini berupa ekskresi dan eliminasi dari

berbagai larutan, terutama hasil sisa metabolisme yang meliputi hal - hal berikut

ini :

a. Urea. Urea merupakan hasil sisa yang banyak diproduksi. Sebanyak 21

gram urea dihasilkan manusia setiap harinya terutama pada saat

pemecahan asam amino.

b. Kreatinin. Kreatinin dihasilkan di dalam jaringan muskuloskeletal pada

saat pemecahan kreatin fosfat yang digunakan untuk membentuk energi

yang tinggi pada kontraksi otot. Tubuh manusia menghasilkan sekitar 1,8

gram kreatinin setiap hari dan hampir semua dikeluarkan di dalam urine.

c. Asam urat. Asam urat dibentuk pada saat daur ulang basa nitrogen dari

molekul RNA. Tubuh manusia menghasilkan sekitar 480 mg asam urat

setiap harinya.

Page 9: ASKEP Glomerulonefritis Isi

9�

Produk sisa harus diekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi

juga akan mengalami kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi

konsentrasi urine dengan konsentrasi osmotik 1.200 - 1.400 mOsm/L, melebihi

empat kali konsentrasi plasma. Apabila kedua ginjal tidak mampu untuk

mengonsentrasikan produk filtrasi dari filtrasi glomerulus, kehilangan cairan

yang banyak akan berakibat fatal di mana terjadi dehidrasi pada beberapa jam

kemudian. Untuk memenuhi hal tersebut, ginjal memerlukan tiga proses

berbeda, yaitu sebagai berikut :

a. Filtrasi. Pada saat filtrasi, tekanan darah akan menekan air untuk

menembus membran filtrasi. Pada ginjal, membran filtrasi terdiri atas

glomerulus, endotelium, lamina densa, dan celah filtrasi.

b. Reabsorpsi. Reabsorpsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrat,

emlintasi epitel tubulus dan ke dalam cairan peritubular. Kebanyakan

material yang diserap kembali adalah nutrien gizi yang diperlukan tubuh.

Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat,

direabsorbsi dengan sangat baik sehingga hanya sejumlah kecil saja yang

tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa,

direabsorpsi secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine

meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus.

c. Sekresi. Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel

tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting

sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang dibuang dari

plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk membuang beberapa

material, seperti berbagai jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine.

Pada saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan cairan yang hilang

tidak berisi substrat organik yang bermanfaat, seperti glukosa, asam amino yang

banyak terdapat di dalam plasma darah. Material yang berharga ini harus

diserap kembali dan ditahan untuk digunakan oleh jaringan lain.

Page 10: ASKEP Glomerulonefritis Isi

10�

Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus

diatur menurut kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan

natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium

hasil filtrasi akan direabsorpsi menghasilkan peningkatan ekskresi natrium

urine.

Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relative sangat tinggi

terhadap laju ekskresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi

atau reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang relative besar dalam

ekskresi ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang

hanya 10% (dari 180 menjadi 198 liter per hari) akan menaikkan volume urine

13 kali lipat (dari1,5 menjadi 19,5 liter per hari) jika reabsorpsi tubulus tetap

konstan.

Pada kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus

selalu bekerja dengan cara terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan yang

sesuai pada ekskresi ginjal (Guyton,1997). Keseluruhan dari proses di atas akan

menghasilkan cairan yang berbeda dari cairan tubuh lainnya.

Page 11: ASKEP Glomerulonefritis Isi

11�

2.1.4 Filtrasi glomerulus

Filtrasi glomerulus adalah proses di mana sekitar 20% plasma masuk ke

kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium,

kemudian ke dalam kapsula bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah

atau protein plasma hamper tidak ada yang mengalami filtrasi.

Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada

proses filtrasi di seluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah

bahwa kapiler glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-zat terlarut

yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi

plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman lebih besar

dari gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan

demikian, terjadi filtrasi bersih cairan ke dalam ruang bowman. Cairan ini

kemudian masuk dan berdifusi ke dalam kapsula bowman dan memulai

perjalanannya ke seluruh nefron. Pada glomerulus, adanya perbedaan tekanan

hidrostatik dan osmotic koloid pada kedua sisi kapiler menyebabkan terjadinya

perpindahan cairan.

2.1.5 Kecepatan filtrasi glomerulus

Kecepatan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate atau GFR)

didefinisikan sebagai volume filtrate yang masuk kedalam kapsula bowman per

satuan waktu. GFR relative konstan dan member indikasi kuat mengenai

kesehatan ginjal. GFR bergantung pada empat gaya yang menentukan filtrasi

dan reabsorpsi (tekanan kapiler, tekanan cairan interstisium, tekanan osmotic

koloid plasma, dan tekanan osmotic koloid cairan interstisium).

Dengan demikian, setiap perubahan dalam gaya-gaya ini dapat

mengubah GFR. Selain itu, GFR juga bergantung pada berapa luas permukaan

glomerulus yang tersedia untuk filtrasi. Jadi, penurunan luas permukaan

glomerulus akan menurunkan GFR.

Nilai rata-rata untuk GFR pada seorang pria dewasa adalah 180 liter per

hari (125 ml per menit).volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari

volume darah total sebesar 5 liter). Plasma difiltrasi oleh ginjal sekitar 60 kali

sehari atau sekitar berjumlah 180 liter dan untuk menjaga keseimbangan cairan

Page 12: ASKEP Glomerulonefritis Isi

12�

dari 180 liter cairan per hari yang difiltrasi ke dalam kapsula bowman hanya

sekitar 1,5 liter per hari diekskresikan dari tubuh sebagai urine.

Klirens ginjal (renal clearance) suatu bahan mengacu kepada konsentrasi

bahan tersebut yang secara total dibersihkan dari darah untuk kemudian masuk

ke dalam urine dalam satuan waktu (Corwin,2001).

2.1.6 Kontrol fisiologis filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal

Untuk mempertahankan fungsinya, suplai darah ke ginjal perlu mendapat

aliran yang seimbang agar ginjal dapat bertahan, serta untuk mengontrol

volume plasma dan elektrolit. Perubahan aliran darah ginjal dapat

meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang

memengaruhi GFR.

Ginjal memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol aliran darah

ginjal. Mekanisme ini membantu dalam mempertahankan fungsi ginjal dan

GFR konstan walaupun terjadi perubahan tekanan darah sistemik. Aliran darah

ginjal dikontrol oleh mekanisme intrarenal dan ekstrarenal.

Mekanisme intrarenal mencakup kemampuan inheren arteriol aferen dan

eferen untuk berdilatasi dan berkonstriksi, yang dapat menentukan seberapa

banyak darah yang mengalir melintasi ginjal. Kemampuan inheren disebut

otoregulasi.

Mekanisme ekstrarenal yang mengatur aliran darah ginjal mencakup efek

langsung peningkatan atau penurunan tekanan arteri rerata dan efek susunan

saraf simpatis. Mekanisme ketiga yang mengatur aliran darah yang memiliki

komponen intrarenal dan ekstrarenal adalah hormon yang dihasilkan oleh ginjal.

Hormon ini tidak saja memengaruhi aliran darah ginjal, tetapi juga sirkulasi

sistemik. Hormon ini, disebut renin yang bekerja melalui pembentukan suatu

vasokonstriktor kuat yang disebut dengan angiotensin II.

2.1.7 Otoregulasi

Otoregulasi adalah respons intrinsic otot polos vascular terhadap

perubahan tekanan darah. Seperti banyak arteriol lain, sel-sel otot polos arteriol

aferen dan eferen berespons terhadap peregangan dengan konstriksi reflex.

Page 13: ASKEP Glomerulonefritis Isi

13�

Apabila tekanan darah sistemik meningkat, maka peregangan pada arteriol

aferen meningkat. Peregangan tersebut menyebabkan arteriol berkonstriksi

sehingga aliran darah berkurang dan tekanan darah ginjal kembali ke normal.

Sebaliknya, apabila tekanan darah sistemik menurun, maka peregangan pada

arteriol aferen dan eferen berkurang, kemudian arteriol berespons dengan

melakukan relaksasi dan dilatasi untuk meningkatkan aliran darah.

Dengan adanya otoregulasi, maka aliran darah ginjal menetap relative

konstan walaupun terjadi perubahan tekanan darah yang besar antara 80 mmHg

dan 180 mmHg. Oleh karena adanya otoregulasi arteriol aferen, GFR relative

tidak berubah walaupun terjadi perubahan tekanan darah yang mencolok.

Apabila tekanan darah arteri rerata meningkat, maka otoregulasi ginja

menyebabkan tekanan hidrostatik glomerulus tetap relative konstan. Akibatnya,

GFR juga relative konstan. Batas bawah otoregulasi, 80 mmHg untuk tekanan

arteri rerata, dicapai lebih sering daripada batas atas. Dengan demikian, GFR

dapat turun pada keadaan hipotensi berat.

2.2 Konsep Dasar Glomerulonefritis

2.2.1 Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak

pada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan

kompleks antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya

terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (

glomerulonefritis pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi

lain. Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1) , walaupun

dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan

sering pada usia 6-10 tahun.

Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal

terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman

streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan

lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita (Ngastiyah,

1997, hal.294). Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik

atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus

Page 14: ASKEP Glomerulonefritis Isi

14�

(juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk

keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit

dengan streptococcus beta hemolitik A adalah yang biasa memulai terjadinya

keadaan yang tidak teratur ini. Stapilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis

B, gondok, atau varicela (chickenpox) dapat berperan penting untuk

glomerulonefritis akut pasca infeksi yang serupa (Porth,2005).

Glomerulonefritis akut paling sering ditemukan pada anak laki – laki berusia

tiga hingga tujuh tahun meskipun penyakit ini dapat terjadi pada segala usia.

Hingga 95 % anak – anak dan 70 % dewasa akan mengalami pemulihan total.

Pada pasien lain, khususnya yang berusia lanjut, dapat terjadi progresivitas

penyakit ke arah gagal ginjal kronis dalam tempo beberapa bulan saja.

2.2.2 Glomerulonefritis Kronik

Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada

beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi

ginjal selama bertahun-tahun.

Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-

sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang

tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering

timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang

disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam

urine) ringan.

Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen dari penyakit

dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari

glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang

glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and

sorensens, 1993, page.1496)

Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam

pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan

menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang

dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa

Page 15: ASKEP Glomerulonefritis Isi

15�

bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal

yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997)

Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik

(GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat

glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama.

Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif

lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya

gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase

progresif yang biasanya bersifat ireversibel.

2.2.3 Glomerulonefritis Progresif Cepat

Glomurulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang

terjadi sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3bulan

setelah awitan penyakit. Glomerulonefritis progresif cepat ( rapid progressive

glomerulonephritis, RPGN ) yang juga dinamakan glomerulonefritis sub akut,

kresentik, atau ekstrakapiler. Penyakit ini bisa bersifat idiopatik atau disertai

dengan penyakit glomerulus proliferatif, seperti glomerulonefritis

pascastreptokokal.

2.3 Etiologi

Faktor penyebab Glomerulonefritis Akut yang mendasari terjadinya

sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan noninfeksi.

Infeksi sreptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang

tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab

nonstretokokus, meliputi bakteri , virus dan parasit. Sedangkan yang termasuk

noninfeksi adalah penyakit sistemik multisystem ,seperti pada lupus

eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture , granulomatosis

Wegener. Kondisi penyebab lainnya adalah kondisi sindrom Gillain-Barre.

Penyebab Glomerulonefritis kronik yang sering adalah diabetes melitus

dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cidera glomerulus

yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah

Page 16: ASKEP Glomerulonefritis Isi

16�

pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan

glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus.

Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan

glomerulonefritis akut, suatu penyakit autoimun, atau tanpa diketahui sebabnya

(idiopatik).

2.4 Patofisiologi

Pada Glomerulonefritis Akut terjadi perubahan structural pada bagian

ginjal yang meliputi proliferasi seluler, proliferasi leukosit, terjadi hialinisasi

atau sklerosis, serta terjadi penebalan membran basal glomerulus.

Proliferasi selular menyebabkan peningkatan jumlah sel di glomerulus

karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel. Proliferasi tersebut dapat

bersifat endokapiler ( yaitu dalam batas-batas dari kapiler glomerular) atau

ekstrakapiler ( yaitu dalam ruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel ).

Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel pariental mengarah pada

pembentukkan tertentu dari glumerulonefritis progresif cepat.

Terjadinya proliferasi leukosit ditujukan dengan adanya neutrofil dan

monosit dalam lumen kapiler glumerolos dan sering menyertai proliferasi

selular. Penebalan membrane basal glomerulus muncul terjadi pada dinding

kapiler baik disisi endotel atau epitel membrane besar. Hialinisasi atau sklerosis

pada glomerulonefritis menunjukkan cedera irreversibel.

Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi agregat

molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari

kompleks ini terperangkap di glomerolus, suatu bagian penyaring ginjal dan

mencetuskan respon peradangan.

Sehingga terjadi reaksi peradangan di glomerulus yang menyebabkan

pengaktifan komplemen dan terjadi peningkatan aliran darah dan juga

peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein-

protein plasma dan sel darah merah bocor melalui edema diruang intertisium

Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat

menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus daerah tersebut. Akhirnya ,

peningkatan tekanan cairan intertisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih

Page 17: ASKEP Glomerulonefritis Isi

17�

lanjut. Reaksi peradangan mengaktifkan komplemen yang menarik sel-sel darah

putih dan trombosit ke glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan

factorfaktor koagulasi yang dapat menyebabkan pengendapan fibrin ,

pembentukan jaringan parut dan hilangnya fungsi glomerulus. Membrane

glomerulus menebal dan dapat menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.

Glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk berkembang

menjadi Glomerulonefritis kronis.

Setelah kejadian berulang infeksi penyebab glomerulonefritis akut,

ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima ukuran normal, dan terjadi

atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya

1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks

menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan

tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang - cabang arteri renal

menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk menjaga GFR dari nefron

yang tersisa sehingga menimbulkan kosekuensi kehilangan fungsional nefron.

Perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan kondisi glomerulosklerosis dan

kehilangan nefron lebih lanjut.

Pada penyakit ginjal dini ( tahap 1 – 3 ), penurunan substansial dalam

GFR dapat mengakibatkan henya sedikit peningkatan kadar serum kreatinin.

Azotemia ( yaitu peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum ) terlihat ketika

GFR menurun hingga kurang dari 60-70 mL/menit. Selain peningkatan BUN

dan kadar kreatinin, beberapa kondisi lain juga memperberat kondisi klinik,

meliputi :

a. Penurunan produksi eritropoietin sehingga mengakibatkan anemia,

b. Penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia,

hiperparatiroidisme, hiperfosfstemia, dan osteodistrofi ginjal,

c. Pengurangan ion hidrogen, kalium, garam, dan ekskresi air,

mengakibatkan kondisi asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan edema,

d. Disfungsi trombosit yang menyababkan peningkatan kecenderungan

terjadinya pendarahan.

Pada Glomerulonefritis kronik akumulasi produk ureum yang

mempengaruhi hampir semua sistem organ. Sehingga terjadi Uremia pada GFR

Page 18: ASKEP Glomerulonefritis Isi

18�

sekitar 10 mL/menit yang kemudian berlanjut pada keadaan gagal ginjal

terminal. Respons perubahan secara struktural dan fungsional memberikan

berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus kronis.

Glomerulonefritis progresif cepat berkaitan dengan proliferasi difus sel-

sel gomerulus didalam ruang Bowman. Hal ini menimbulkan struktur yang

berbentuk mirip bulan sabit yang merusak ruang Bowman. Kecepatan filtrasi

glomerulus menurun sehingga terjadi gagal ginjal.

Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis glomerulonefritis progresif

cepat yang disebabkan oleh terbentuknya antibody yang melawan sel-sel

glomerulus itu sendiri. Kapiler paru juga terkena. Terjadi pembentukan jaringan

parut luas di gromelurus. Dalam beberapa minggu atau bulan sering terjadi

gagal ginjal. Awitan penyakit ini sering kali tidak jelas atau bisa juga akut,

disertai peradarahan paru-paru dan hemoptisis. Biasanya tidak didahului oleh

penyakityang dapat memberikan kesan disebabkan oleh antibody autoimun

terhadap membra basalis gromelurus yang timbul dalam darah penderita sendiri.

Zat kompleks imun subendetol dapat dilihat dalam mikroskop elektron.

Gambaran linier dan imunofluoresensi menimbulkan gudaan bahwa

patogenesisnya adalah suatu mekanisme nefrotoksik imun. Endapan

immunoglobulin juga ditemukan disepanjang membrane basalis alveolus paru-

paru. Klien dapat dipertahankan hidup dengan hemodialisis, tetapi dapat juga

meningga akibat perdarahan par-paru.

Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan

memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami

glmerulus progresif cepat.

2.5 Prognosis

Pada Glomerulonefritis Akut sebagian besar pasien dapat sembuh, tetapi

5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal penyakit

dengan menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah menjadi

normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu

dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Potter dan kawan-kawan

Page 19: ASKEP Glomerulonefritis Isi

19�

menemukan kelainan sediment urine yang menetap ( proteinuria dan hematuria

) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.

Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah

menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau

makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu pada Glomerulonefritis Akut.

LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan

dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat

infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses

penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun

dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi

penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas

penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi

kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase

akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.

Menurut Ngastiah ( 1997, hal.302 ) Glomerulonefritis kronik terjadi

penurunan fungsi ginjal dan dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang

dapat berlangsung cepat sehingga berakhir dengan kematian, dalam 5 - 10 tahun

kedepan tergantung pada kerusakan ginjal.

2.6 Manifestasi Klinis

Menurut Ngastiah (1997, Hal.296) gambaran klinik Glomerulonefritis

Akut dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi sering juga

pasien datang sudah dalam keadaan payah. Gejala yang sering ditemukan

adalah hematuria ( kencing berwarna merah seperti air daging). Kadang disertai

edema ringan disekitar mata atau dapat juga seluruh tubuh. Umumnya terjadi

edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung. Hipertensi terdapat pada

60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal pada

akhir minggu pertama juga. Jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan

darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika

keadaan penyakitnya menjadi kronik. Hipertensi ini timbul karena vasospasme

atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum serta kelainan

jantung. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi

Page 20: ASKEP Glomerulonefritis Isi

20�

sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak

ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti

muntah, tidak nafsu makan, diare sering menyertai pasien GNA. Selama fase

akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan

filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun

menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan

sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi

tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air di reabsorpsi kembali

sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium

mengurang, ureum pun direabsorpsi kembali lebih dari biasa. Akibatnya terjadi

insufisiensi ginjal akut dengan urema, hiperfosfatemia, hidremia, dan asidosis

metabolik. Dari hasil studi kinis kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh

sampai 90%, dengan fugsi ginjal normal dalam 60 hari.

Menurut Baughman (2000. Hal.196) Glomerulonefritis Akut pada

bentuk penyakit yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, malaise, edema

fasial, dan nyeri hebat. Umumnya terjadi hipertensi ringan sampai berat dan

nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).

Menurut Smeltzer (2001, hlm.1440) gejala Glomerulonefritis kronik

bervariasi. Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan

kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara

insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan

kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika perubahan vaskuler atau

perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata. Indikasi pertama

penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke, atau kejang yng terjadi secara

mendadak. Beberapa pasien hanya memberitahu bahwa tungkai mereka sedikit

bengkak dimalam hari. Mayoritas pasien pasien juga mengalami gejala umum

seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan

peningkatan berkemih dimalam hari (nokuria), sakit kepala, pusing, dan

gangguan pencernaan umumnya terjadi.

Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan

gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien tampak

sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan terjadi edema

Page 21: ASKEP Glomerulonefritis Isi

21�

perifer (dependen) dan periorbital. Tekanan darah mungkin normal atau naik

dengan tajam. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat,

arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Membran mukosa pucat

karena anemia. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan.

Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongestif lain dapat

terjadi pada Glomerulonefritis kronik. Bunyi krekel dapat didengar di paru.

Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan

neurosensori muncul setelah penyakit Glomerulonefritis kronik. Pasien

mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang penyakit yang menyempit.

Temuan lain mencakup perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus

paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan

ekspirasi).

Glomerulonefritis Progresif Cepat, keluhan berhubungan dengan kondisi

vaskulitis Anca (antineutrophil cytoplasmic antibodies) seperti flu di tandai

dengan malaise, demam, arthralgias, mialgia, anoreksia, kehilangan berat

badan. Setelah kondisi tersebut, keluhan yang paling umum adalah sakit perut,

gangguan kulit denganadanya nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan

saluran pernapasan atas, pasien mengeluh gejala sinusitis, batuk, dan

hemoptosis.

2.7 Pencegahan

Pencegahan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000. Hal.

197), memberikan jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah, pemeriksaan

urinalis untuk protein, dan pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk menentukan

apakah penyakit telah tereksaserbasi. Memberitahu dokter bila gejala gagal

ginjal terjadi misalnya ; kelelahan, mual, muntah, penurunan haluaran urin.

Anjurkan untuk mengobati infeksi dengan segera, serta rujuk ke perawat

kesehatan komunitas yang di indikasikan untuk pengkajian dan deteksi gejala

dini.

Pencegahan Glomerulonefritis Kronik menurut Baughman, Diane C

(2000,hal.1999), menganjurkan pasien dan keluarga tentang rencana

pengobatan yang dianjurkan dan resiko ketidakpatuhan terhadap instruksi

Page 22: ASKEP Glomerulonefritis Isi

22�

termasuk penjelasan dan penjadwalan untuk evaluasi tindak lanjut tekanan

darah urinalisis untuk protein dan cast, darah terhadap BUN dan kreatinin.

Rujuk pada perawat kesehatan rumah atau perawat yang bertugas di rumah

untuk pengkajian yang seksama atas kemajuan pasien dan penyuuhan berlanjut

tentang masalah-masalah yang harus dilaporkan. Pada pemberi asuhan

keperawatan, diit yang dianjurkan dan modifikasi cairan, dan penyluhan tentang

obat-obatan. Serta berikan bantuan pada klien dan keluarga serta dukungan

mengenai dialisis dampak jangka panjang.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000,

Hal.197) bertujuan untuk memulihkan fungsi ginjal dan untuk mengobati

komplikasi dengan cepat. Pemberian antibiotik Penisilin, untuk infeksi

streptokokus residual, Preparat diuretik untuk keseimbangan cairan tubuh dan

pemberian antihipertensi.

Pertukaran plasma ( plasmaferesis ) dan pengobatan dengan obat-obat

steroid dan sitotoksik untuk mengurangi respon inflamasi, diberikan untuk

progresif glomerulonefritis akut. Kadang diperlukan dialisis. Dan Tirah baring

sangat diperlukan, selama fase akut sampai urine jernih dan BUN, kreatinin,

dan tekanan darah kembali normal. Nutrisi diberikan berupa Diit protein

dibatasi pada peningkatan BUN, Natrium dibatasi pada hipertensi, edema, dan

gagal jantung kongestif, Karbohidrat untuk energi dan penurunan protein

katabolisme, serta Cairan yang diberikan sesuai kehilangan cairan dan berat

badan harian; masukan dan haluaran.

Penatalaksanaan Glomerulonefritis Kronik bertujuan menurunkan resiko

dari penurunan progresif fungsi ginjal. Penatalaksanaan tersebut berupa Diet

rendah natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang

tinggi ( produk susu, telur, daging ) diberikan untuk mendukung status nutrisi

yang baik pada klien. Kalori yang adekuat juga penting untuk menyediakan

protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Pemberian antimikroba bila

terdapt infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah

kerusakan renal lebih lanjut. Diuretik diberikan untuk menurunkan edema dan

Page 23: ASKEP Glomerulonefritis Isi

23�

hipertensi. Dialisis dimulai dengan mempertimbangkan terapi awal untuk

menjaga agar kondisi fisik klien tetap optimal, mencegah ketidaksimbangan

cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.

Penatalaksanaan Glomerulonefritis Progresif cepat, dilakukan dengan

pemberian terapi kombinasi kortikosteroid dan siklofosfamid, dialysis, adanya

intervensi lain, yang digunakan secara luas dan dengan sukse di Eropa adalah

substansi azathioprine untuk siklofosfamid setelah periode induksi 3 bulan.

Azathioprine diberikan sebesar 2mg/kg secara oral dalam dosis tunggal harian.

Hal ini berlangsung selama 6-12 bulan. Pemberian Methotrexate telah

menggantikan siklofosfamid dalam pengobatan awal granulomatosis Wegener

untuk penyakit ringan dan telah digunakan untuk perawatan setelah terapi

induksi awal dengan siklofosfamid pada penyakit yang lebih berat. Dan

Plasmapheresis dapat menjadi tambahan yang bermanfaat untuk terapi bagi

pasien yang datang dengan gagal gijla berat (serum kreatinin >6mg/dL).

Page 24: ASKEP Glomerulonefritis Isi

24�

��������

�����������������

3.1 Asuhan Keperawatan

3.1.1 Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Akut

a. Pengkajian

Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi

keluhan nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah

atau kaki bengkak, pusing atau keluhan badan cepat lelah.

Untuk komprehensifnya pengkajian, perawat menanyakan hal berikut :

- Kaji apakah pada beberapa hari sebelumnya pasien mengalami

demam, nyeri tenggorokan, dan batuk karena peradangan pada

tenggorokan.

- Kaji berapa lama edema pada kaki atau wajah.

- Kaji adanya keluhan sesak napas

- Kaji adanya penurunan frekuensi miksi dan urinr output

- Kaji adanya perubahan warna urin menjadi lebih gelap seperti warna

kola.

- Kaji berapa lama keluhan penurunan nafsu makan dan gangguan

gastrointestinal seperti mual dan muntah.

- Kaji berapa lama keluhan miksi berdarah dan adanya perubahan

urine output.

- Kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki, apakah disertai

dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah.

- Kaji keluhan nyeri daerah pinggang atau kostovertebra secara

PQRST

- Kaji keluhan adanya memar dan perdarahan hidung yang bersifat

rekuren.

- Kaji adanya anoreksi dan penurunan berat badan pada pasien.

- Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.

Pada riwayat kesehatan dahulu, apakah pasien pernah menderita

penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi sebelumnya. Penting

Page 25: ASKEP Glomerulonefritis Isi

25�

untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan

adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

Apakah adanya gangguan pada psikososiokultural yang dapat

berupa adanya kelemahan fisik, miksi darah, serta wajah dan kaki yang

bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang

maladaptif pada pasien.

Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan

GFR ( yaitu oligoanuria ), serta sedimen urine aktif dengan sel darah

merah. Penurunan GFR dan retensi air akan memberikan manifestasi

terjadinya ekspansi volume intravaskuler, edema, dan hipertensi

sistemik.

Respons perubahan secara structural dan fungsional memberikan

berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus

akut.

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan

tingkat kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila

sistem saraf pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi

jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas

elektrolit dan uremia. Pada TTV, sering didapatkan adanya perubahan

pada fase awal sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi

denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan

peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu

tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi

ringan sampai berat.

B1 ( Breathing)

Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas walau

secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada

fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan

napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya

sindrom uremia.

Page 26: ASKEP Glomerulonefritis Isi

26�

B2 ( Blood)

Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan

tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memebrikan

dampak pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi

penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pada

kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat akan menemukan

adanya function rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial

sekunder dari sindrom uremik.

B3 ( Brain )

Didapatkan edema wajah terutama periorbital , konjungtiva anemis

, sclera tidak ikterik dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan.

Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya

azotemia pada sistem saraf pusat. Pasien beresiko kejang sekunder

gangguan elektrolit.

B4 (Bladder)

Inspeksi. Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah. Perubahan

warna urine ouputseperti warna urine berwarna kola dari proteinuri,

silinderi dan hematuri. Palpasi . Didapatkan adanya nyeri tekan ringan

pada area kostovetebra. Perkusi. Perkusi pada sudut kostovertebra

memebrikan stimulus nyeri ringan local disertai suatu penjalaran nyeri ke

pinggang dan perut.

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga

sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 (Bone)

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari

edema tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital , anemia dan

penurunan perfusi perifer dan hipertensi.

c. Pengkajian Diagnostik Laboratorium

Pada Pemeriksaan urinalis ditemukan adanya hematuria ( darah

dalam urine) mikroskopik atau makroskopik( gros). Urine tampak

Page 27: ASKEP Glomerulonefritis Isi

27�

berwarna kola akibat sel darah merah dan butiran atau sedimen protein(

lempengan sel darah merahmenunjukkan adanya cedera glomerular.

Proteinuria ,terutama albumin juga akibat meningkatnya permeabilitas

membrane glomerulus.

Kadar BUN dan kreatinin sering meningkat seiring dengan

menurunnya urine output. Pasien dapat anemik akibat hilangnya sel

darah merah ke dalam urine dan perubahan mekanisme hematopoetik

tubuh.

d. Pengkajian Diagnostik Medis

Tujuan terapi untuk mencegahnya terjadinya kerusakan ginjal

lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi. Risiko komplikasi yang

mungkin ada, meliputi : Hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongesif

dan edema pulmoner. Hipertensi ensefalopati dianggap sebagai kondisi

darurat medis dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah

tanpa mengganggu fungsi renal.

Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut,

meliputi hal-hal berikut :

- Pemberian antimikroba derivate pensilin untuk mengobati infeksi

streptokokus

- Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi

- Terapi cairan. Jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan

ouput diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk

mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.

e. Diagnosis Keperawatan

1. Aktual atau resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan

penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peninngkatan

aldosteron sekunder dari penurunan GFR.

2. Risiko tinggi kejang berhubungan dengan kerusakan hantaran saraf

sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.

Page 28: ASKEP Glomerulonefritis Isi

28�

3. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi ,kontraksi otot

sekunder, adanya inflamasi glomerulus

4. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan ketidakadekuatan intake cairan nutrisi sekunder

dari nyeri , ketidaknyamanan lambung dan intestinal.

5. Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan edema

ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.

6. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit , ancaman ,

kondisi sakit dan perubahan kesehatan.

Page 29: ASKEP Glomerulonefritis Isi

29�

f. Rencana Keperawatan

Aktual / risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan b.d penurunan voluma urine, retensi cairan dan natrium,

peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik

Kriteria evaluasi : Pasien tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, pitting edema (-), produksi urine > 600 ml/hr

Intervensi Rasional

Kaji adanya edema ekstremitas Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan

Kaji tekanan darah Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat

diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari

meningkatnya tekanan darah

Kaji vena jugularis Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau

melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis

Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air

dan penurunan urine output

Timbang berat badan Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan adanya gangguan keseimbangan

cairan

Berikan oksigen t5 tambahan dengan kanule

nasal/masker sesuai dengan indikasi

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek

hipoksia/iskemia

Kolaborasi

• Berikan diit tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang

Page 30: ASKEP Glomerulonefritis Isi

30�

• Berikan diit rendah protein tinggi kalori

• Berikan diuretik contohnya furosemide,

sprinolakton, hidronolakton

• Pantau data laboratorium

berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan

demand miokardium

Diit rendah protein untuk menurunkan insifisiensi renal dan retensi nirogen yang

akan meningkatkan BUN. Diit tinggi kalori untuk cadangan energi dan mengurangi

katabolisme protein

Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan

dijaringan sehingga menurunkan resiko edema paru.

Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi

Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi

Kriteria hasil : pasien tidak mengalami kejang

Intervensi Rasional

Kaji dan catat faktor-faktor yang

menurunkan kalsium dari sirkulasi

Penting artinya untuk mengamati hipokalsemia pada pasien berresiko. Perawat harus

bersiap untuk kewaspadaan kejang bila hipokalsemia hebat

Kaji stimulus kejang Beberapa stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu

tubuh

Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang

tinggi

Alkohol dan kafein dalam dosis yang tinggi menghambat penyerapan kalsium dan

perokok akan meningkatkan ekskresi urine.

Page 31: ASKEP Glomerulonefritis Isi

31�

Nyeri b.d respons inflamasi, kontraksi otot skunder adanya inflamasi glomerulus

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam terdapat penurunan respons nyeri.

Kriteria Hasil :

- Secara subjektif klien menyatakan penurunan respons nyeri, skala nyeri 0-1

- Secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer, urine > 600 ml/hari

Intervensi Rasional

Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan

dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi menagement nyari keperawatan

Anjurkan kepada klien untuk melaporkan

nyeri dengan segera

Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian

mendadak.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan

• Atur posisi fisiologis

• Istirahatkan klien

• Berikan O2 tambahan dengan kanula

nasal atau masker sesuai dengan indikasi

• Manejemen lingkungan : berikan

lingkungan tenang dan membatasi

pengunjung

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami iskemia

akibat respon peradangan glomerulus.

Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer dan akan meningkatkan

suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.

Meningkatkan asupan jumlah O2 yang ada dan memberikan perasaan nyaman pada

pasien.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan membatasi

pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan.

Page 32: ASKEP Glomerulonefritis Isi

32�

• Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

• Lakukan manajemen sentuhan

Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri skunder dari iskemia.

Distraksi dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan

produksi endofrin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak

dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

Menejeman sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis yang

dapat membantu menurunkan nyeri.

Anjurkan kepada klien untuk melaporkan

nyeri dengan segera

Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian

mendadak.

Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-

sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama

nyeri akan berlangsung

Pengetahuan yang di dapat membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu

mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana teraupetik.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian

analgetik

Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

Ganguan ADL (Activity Dialy Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam aktifitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktifitas.

Kriteria evaluasi : klien menunjukkan kemampuan beraktifitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur

Intervensi Rasional

Tingkatkan istirahat, batasi beraktifitas dan

berikan aktifitas senggang yang tidak berat

Dengan mengurangi aktifitas, makan akan menurunkan konsumsi oksigen jaringan

dan memberikan kesempatan jaringan yang mengalami gangguan dapat memperbaiki

Page 33: ASKEP Glomerulonefritis Isi

33�

kondisi yang lebih optimal

Anjurkan menghindari peningkatan tekanan

abdomen misalnya mengejan saat defekasi

Dengan mengejan dapat menyebabkan bradikardi, penurunan curah jantung, dan

takikardi, serta peningkatan tekanan darah

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit

kritis

Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktifitas

terjadi

Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktifitas.

Berikan waktu istirahat di antara waktu

aktifitas

Untuk mendapatak cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa

jantung

Pertahankan penambahan oksigen sesuai

indikasi

Untuk menibgkatkan oksigenasi jaringan

Monitor adanya dispneu, sianosis,

peningkatan frekuensi napas, serta keluhan

subjektif pada saat melakukan aktifitas

Melihat dampak aktifitas terhadap fungsi jantung

Berikan diit sesuai dengan ketentuan

(pembatasan air dan natrium

Untuk mencegah retensi cairan dan edema pada ekstravaskuler

g. Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi, meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Kelebihan volume cairan dapat diturunkan atau tidak terjadi

Page 34: ASKEP Glomerulonefritis Isi

34�

2. Tidak terjadi kejang atau dapat menurunkan stimulus kejang

3. Terjadi penurunan skala nyeri

4. Terjadi peningkatan asupan nutrisi

5. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari

6. Terjadinya penurunan tingkat kecemasan

Page 35: ASKEP Glomerulonefritis Isi

35�

3.1.2 Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis

a. Pengkajian

Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif

lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung

timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru di temukan pada stadium

yang sudah lanjut, ketika gejala - gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian

di temukannya klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat insidental

pada saat pemeriksaan di jumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan

kreatinin serum.

Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak

di malam hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan berat dan

kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih di malam hari

(nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat

kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf pusat

mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan

hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.

Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; pada fase awal sering

didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan,

frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi.

Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

B1 ( Breathing ).

Biasanya di dapatkan gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan

respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napa ronkhi

biasanya di dapatkan pada kedua paru.

B2 ( Blood ).

Pada pemeriksaan sistem kardiovaskular sering didaatkan adanya tanda

perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradokus ( perbedaan tekanan

darah lebih dari retansi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi

sistem kardiovaskular di mana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat

tingginya beban sirkulasi. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang

Page 36: ASKEP Glomerulonefritis Isi

36�

berlebihan. Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongesti lain dapat

terjadi.

B3 ( Brain ).

Klien mengalami konfusi dan memperlihatjan rentang perhatian yang

menyempit. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteriol

menyempit dan beriku - liku, serta papiedema. Neuropati perifer disertai hilangnya

refleks tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit tejadi. Pasien

beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.

B4 ( Bladder ).

Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufiensi renal dan gagal ginjal

kronik. Penurunan warna urine output seperti berwarna kola dari proteinuri,

silinderuri, dan hematuri.

B5 ( Bowel ).

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau

mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering

di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 ( Bone ).

Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu - abuan dan

terjadi edema perifer ( dependen ) dan periorbital. Di dapatkan adanya nyeri

panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, dan ada / berulangnya

infeksi. Pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, dan

keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum

sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

c. Pengkajian Diagnostik

a. Urinalisis didapatkan proteinuria, endapan urinarius ( hasil sekresi protein oleh

tubulus yang rusak ), hematuria.

b. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan medikasi,

asidosis, dan katabolisme.

c. Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk

regenerasi bikarbonat.

d. Anemia akibat penurunan eritropoesis ( produksi sel darah merah)

Page 37: ASKEP Glomerulonefritis Isi

37�

e. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran

glomerulus yang rusak.

f. Serum kalsium meningkat ( kalsium terikat pada fosfor untuk mengompensasi

peningkatan kadar serum fosfor ).

g. Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang

mengandung magnesium.

h. Rontgen dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema puloner.

i. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga menunjukkan adanya

hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti

hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.

d. Diagnosis Keperawatan

Dari hasil pengkajian di atas diagnosis keperawatan yang lazim di temukan,

meliputi hal - hal berikut ini :

1. Aktual / resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak

optimal, perembesan cairan, kongesti paru sekunder perubahan membran

kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons

asidosis metabolik.

2. Aktual / resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi

cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.

3. Aktual / resiko tinggi penurunannya curah jantung b.d penurunan

kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektikal

sekunder penurunan p6, hiperkalemi, dan uremia.

4. Aktual / resiko defisit neurologik b.d akibat dehidrasi seluler pada sel - sel

otak sekunder dari peningkatan natrium di sikulasi otak.

5. Aktual / resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari

penurunan kalium sel.

6. Aktual / resiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari

abnormalitas elektrolit dan uremia.

Page 38: ASKEP Glomerulonefritis Isi

38�

e. Rencana Keperawatan

Intervensi yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan

resiko komplikasi. Untuk intervensi pada masalah aktual / resiko kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan ADL,

kecemasan, intervensi dapat disesuaikan pada pasien dengan GNA.

Aktual / resiko pola napas tidak efektif b.d hiperareminiemia, ensefalopati

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.

Kriteria evaluasi :

Pasien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20x/menit, pemeriksaan gas arteri pH 7,40 +-0,005, HCO3 24+-2 mEq/L, dan

PaCO, 40 mmHg.

Intervensi Rasional

Kaji faktor penyebab pola napas tidak efektif. Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari alkalosis.

Monitor ketat TTV. Perubahan TTV akan memberikan dampak pada resiko alkalosis yang bertambah

berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi alkalosis.

Istirahatkan pasien dengan posisi fowler. Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan mengurangi

kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan

darah.

Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi

natrium/air, dan penurunan urine output.

Page 39: ASKEP Glomerulonefritis Isi

39�

Manajemen lingkungan : lingkungan tenang

dan batasi pengunjung.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan

pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang

apabila banya pengunjung yang berada diruangan.

Kolaborasi :

Pantau data laboratorium analisa gas darah

berkelanjutan.

Tujuan intervensi keperawatan pada alkalosis adalah menurunkan pH sistemik

sampai ke batas yang aman, dan menanggulangi sebab - sebab alkalosis yang

mendasarinya. Dengan monitoring, perubahan dari analisis gas darah berguna untuk

menghindari komplikasi yang tidak diharapkan.

Aktual / resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron

sekunder dari penurunan GFR

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam kelebihan volume cairan dapat teratasi.

Kriteria evaluasi :

Urine adekuat akan dipertahankan dengan diuretika ( >30 ml/jam ), tanda - tanda udem paru atau asites tidak ada.

Intervensi Rasional

Kaji tekanan darah. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat

diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari

meningkatnya tekanan darah.

Kaji distensi vena jugularis. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau

melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.

Page 40: ASKEP Glomerulonefritis Isi

40�

Pasang dower atau kondom kateter. Pemasangan DC atau kondom kateter akan mempermudah dalam pengukuran urine

output dan menurunkan aktivitas klien dalam kondisi tirah baring.

Timbang berat badan. Kelebihan BB dapat diketahui dari peningkatan BB yang ekstrem akibat terjadinya

penimbunan cairan ekstraseluler.

Beri posisi yang membantu drainage

ektremitas, lakukan latihan gerak pasif.

Meningkatkan venus return dan mendorong berkurangnya edema perifer.

Evaluasi kadar Na, Hb, dan Ht. Dampat dari peningkatan volume cairan akan terjadi hemodelusi sehingga Hb turun,

Ht turun.

Aktual / resiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama,

konduksi elektrikal sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia.

Tujuan :

Dalam waktu 3x 24 penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima ( disritmia

terkontrok atau hilang dan bebas gejala gagal jantung ( misalnya parameter hemodinamik dalam batas normal, urine output adekuat ).

Kriteria evaluasi :

Pasien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung tekanan darah dalam

batas normal ( 120/80 mmHg ), Nadi 80 x/menit, tidak terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur CRT kurang dari 3

detik.

Intervensi Rasional

Kaji dan lapor tanda penurunan curah Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam

Page 41: ASKEP Glomerulonefritis Isi

41�

jantung. pertama.

Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan penurunannya nadi, radial, popliteal,

dorsalis pedis, dan postibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk

dipalpasi, dan pulsus alteran ( denyut kuat lain dengan denyut lemah ) mungkin ada.

Pantau urine output, catat output dan

kepekatan/konsentrasi urine.

Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan

natrium, urine output biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan

ke jaringan, tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah

kembali ke sikulasi bila pasien tidur.

Istirahatkan klien dengan tirah baring

optimal.

Oleh karena jantung tidak dapat di harapkan untuk benar - benar istirahat agar dapat

sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah

mengistirahatkan klien, dengan demikian, melaui inaktivitas, kebutuhan pemompaan

jantung di turunkan.

Tirah baring merupakan bagian yang penting dari glomerulonefritis kronis,

khususnya pada tahap akut dan sulit disembuhkan.

Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan

menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga merangsang diuresis karena

berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal.

Istiratkan juga mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi

jantung menurun, yang akan memperpanjang periode diastole pemulihan sehingga

memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.

Page 42: ASKEP Glomerulonefritis Isi

42�

Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala

tempat tidur harus di naikkan 20 sampai 30

cm ( 8 - 10 inci ) atau klien didudukkan di

kursi.

Pasien dengan glomerulonefritis kronis dengan gangguan fungsi jantung dapat

berbaring dengan posisi seperti dalam gambar,

untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke

jantung, yang dapat mengurangi kongesti paru.

Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung ( preload ) dan paru berkurang, kongesti

paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma menjadi minimal. Lengan bawah

harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat

lengan yang menarik secara terus - menerus. Klien yang dapat bernapas hanya pada

posisi tegak (ortopnu) dapat didudukkan disisi tempat tidur dengan kedua kaki

disokong kursi, kepala dan lengan di letakkan di meja tempat tidur dan vertebrata

lumbosakral di sokong dengan bantal. Bila terdapat kongesti paru, maka lebih baik

klien di dudukkan di kursi karena posisi ini dapat memperbaiki perpindahan cairan

dari paru. Edema yang biasanya terdapata di bagian bawah tubuh, berpindah ke

daerah sakral ketika klien di baringkan di tempat tidur.

Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi,

cemas, dan depresi.

Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan

curah jantung.

Berikan istirahat psikologi dengan

lingkungan tenang.

Stres emosi menghasilkan vasokostriksi, yang terkait dan meningkatkan TD dan

meningkatkan frekuensi / kerja jantung.

Page 43: ASKEP Glomerulonefritis Isi

43�

Berikan oksigen tambahan dengan kanula

nasal / masker sesuai dengan indikasi.

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard dalam melawan efek

hipoksia/iskemia.

Kolaborasi untuk pemberian obat :

- Diretik, furosemid ( lasix ),

sprironolakton ( aldakton ).

- Captopril ( capoten ), lisenopril ( prinivil

), enapril ( vasotec ).

Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,

memperbaiki kontaktilitas, dan menurunkan kongesti.

Penurunan preload paling banyak di gunakan dalam mengobati pasien dengan curah

jantung relatif normal di tambah dengan gejala kongesti diuretik blok reabsorpsi

diuretik sehingga memengaruhi reabsorpsi natrium dan air.

Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan memprlambat frekuensi jantung

dengan menurunkan konduksi dan meperlama periode refraktori angiotensin dalam

paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.

Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah

total sesuai dengan indikasi, serta hindari

cairan garam.

Oleh karena adanya peningkatan tekanan, ventrikel kiri pasien tidak dapat

menoleransi peningkatan volume cairan ( preload ) pasien juga mengeluarkan sedikit

natrium, yang menyebabkan retensi cairam dan meningkatkan kerja miokard.

Pantau seri EKG dan perubahan foto dada. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan

kebutuhan oksigen. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan

perubahan kongesti pulmonal.

Page 44: ASKEP Glomerulonefritis Isi

44�

Aktual / resiko tinggi perubahan perfusi otak, defisit neurologik b.d akibat - akibat dehidrasi selular pada sel - sel otak,

respons sekunder dari peningkatan natrium di sirkulasi otak.

Tujuan :

Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria evaluasi :

Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS 4, 5, 6, pulip isokor, refleks cahaya (+), tanda - tanda vital

normal ( nadi : 60-100 kali per menit, suhu 36-36,7 C, pernapasan 16-20 kali per menit ), serta klien tidak mengalami defisit

neurologis seperti : lemas, agitasi, iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi dan akhirnya timbul koma, kejang.

Intervesi Rasional

Berikan penjelasan kepada keluarga klien

tentang sebab - sebab peningkatan TIK dan

akibatnya.

Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.

Anjurkan klien tirah baring ( bed rest ) secara

total dengan posisi tidur terlentang tanpa

bantal.

Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan resiko untuk

terjadinya herniasi otak.

Monitor tanda - tanda status neurologis

dengan GCS.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.

Monitor tanda - tanda vital seperti TD, nadi, Pada keadaan normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik

Page 45: ASKEP Glomerulonefritis Isi

45�

suhu, respirasi, dan hati - hati pada hipertensi

sistolik.

berubah secara fluktuasi.

Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskular serebral yang dapat

dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan di ikuti oleh penurunan tekanan

distolik. Peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

Bantu pasien untuk membatasi muntah dan

batuk.

Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas

apabila bergerak atau berbalik di tempat

tidur.

Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen.

Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri

dari efek valsava.

Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan

mengejan berlebihan.

Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensial terjadi

perdarahan ulang.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi

pengunjung.

Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat

total dan ketegangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan

dalam kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.

Kolaborasi :

Berikan cairan per infus dengan perhatian

ketat.

Meminimkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial. Restriksi cairan

dapat menurunkan edema serebral.

Monitor natrium serum.

Monitor kadar natrium serum dan dengan mengobservasi perubahan - perubahan

dalam tanda - tanda neurologis.

Page 46: ASKEP Glomerulonefritis Isi

46�

Berikan terapi sesuai anjuran dokter seperti :

- Steroid

- Aminefol

- Antibiotika.

Terapi yang diberikan dengan tujuan :

Menurunkan permeabilitas kapiler.

Menurunkan edema serebri.

Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.

Aktual / resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari penurunan kalium sel.

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi aritmia.

Kriteria evaluasi :

- Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual - mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema.

- TTV dalam batas normal.

- Klien tidak mengalami defisit neurologis.

- Kadar kalium serum dalam batas normal.

Intervensi Rasional

Kaji faktor penyebab dari situasi / keadaan

individu dan faktor - faktor yang menurunkan

kalium di ICF.

Banyak faktor yang menyebabkan hipokalemia dan penanganan disesuaikan dengan

faktor penyebab.

Manajemen pencegahan hipokalemia.

Diuretik, digitalis, dan hipokalemia merupakan gabungan keadaan yang dapat

membahayakan nyawa karena diuretik,

Page 47: ASKEP Glomerulonefritis Isi

47�

- Hindari pemakaian digitalis pada

klien hipokalemia.

- Memonitoring tanda - tanda vita tiap 4

jam.

- Berikan diet sumber kalium.

- Monitoring ketat kadar kalium darah dan

EKG.

- Monitoring klien yang berisiko terjadi

hipokalemi.

menyebabkan hipokalemia dan hipokalemia meningkatkan efek digitalis. Baik efek

toksik digitalis maupun hipokalemia, keduanya menyebabkan disritmia yang dapat

mengancam nyawa.

Adanya perubahan TTV secara cepat dapat menjadi pencentus aritmia pada klien

hipokalemia.

Sumber - sumber kalium termasuk buah dan sari buah ( pisang, melon, buah sitrus ),

sayur - sayuran segar dan beku, daging segar, dan makanan olahan. Pisang, aprikot,

jeruk, alpukat, kacang - kacangan, kismis, kentang merupaan pengganti garam yang

mengandung 50 - 60 mEq kalium.

Upaya deteksi berecana untuk mencegah hipokalemi.

Bila hipokalemia terjadi akibat penyalahgunaan laksatif atau diuretik, penyuluhan

klien dapat membantuk menghilangkan masalah. Bagian dari riwayat kesehatan dan

pengkajian kesehatan harus di arahkan untuk mengidentifikasi masalah yang

berhubungan dengan pencegahan melalui penyuluhan.

Manajemen kolaborasi koreksi hipokalemi :

- Pemberian suplemen kalium oral seperti

obat Aspar K.

- Pemberian kalium lewat infus.

Kalium oral ( Aspar K ) dapat menghasilkan lesi usus kecil, oleh karena itu, klien

harus di kaji dan diberi peringatan tentang distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan

GI.

Kalium tidak pernah diberikan melalui suntikan IV atau IM; jika menyiapkan infus

IV, infus harus tercampur dengan baik untuk mencegah dosis bolus yang terjadi

Page 48: ASKEP Glomerulonefritis Isi

48�

- Manajemen pemberian kalium intravena.

akibat terkumpul kalium di dasar penampung IV.

Umumnya, konsentrasi yang lebih besar dari 60 mEq/L tidak diberikan melalui vena

perifer karena dapat terjadi nyeri vena dan sklerosis. Untuk kebutuhan rumatan rutin,

kalium diberikan pada kecepatan tidak lebih dari 10 mEq/jam, diencerkan

secukupnya.

Perawatan yang sangat teliti harus di terapkan saat memberikan kalium secara

intravena. Kalium harus diberikan hanya setelah adanya aliran urine yang adeuat.

Penurunan pada volume urine hingga kurang dari 20 ml/jam selama dua jam

berurutan adalah indikasi untuk menghentikan infus kalium sampai situasi tersebut

dievaluasi. Kalium terutama diekskresikan oleh ginjal, oleh karena itu, jika ada

oliguria,

pemberian kalium dapat menyebabkan konsentrasi kalium meningkat sampai ke

kadar yang berbahaya.

Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus dalam larutan nondekstrosa, sebab

dekstrosa merangsang pelepasan insulin sehingga menyebabkan K+ berpindah masuk

ke dalam sel. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 20 mEq K+ per jam untuk

menghindari terjadinya hiperkalemia.

Kehilangan kalium harus diperbaiki setiap hari; pemberian kalium sebanyak 40

sampai 80 mEq/L perhari.

Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat ( seperti 20 mEq/dl ) dapat dibrikan

Page 49: ASKEP Glomerulonefritis Isi

49�

melalui jalur sentral. Bahkan, pada hipokalemia yang sangat berat, di anjurkan bahwa

pemberian kalium tidak lebih dari 20 sampai 40 mEq/jam ( di encerkan secukupnya ).

Pada situasi semacam ini klien harus dipantau melalui elektrokardiogram ( EKG )

dan di observasi dengan ketat terhadap tanda - tanda lain, seperti perubahan pada

kekuatan otot.

Aktual / resiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel - sel saraf sekunder dari hiperkalsemi.

Tujuan :

Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi, defisit neurologis tidak terjadi dan perfusi jaringan ke otak meningkat.

Kriteria evaluasi :

Klien tidak mengalami konfusi mental, kerusakan memori, bicara tidak jelas, letargi, perilaku psikotik akut, atau koma.

Intervensi Rasional

Monitor tanda - tanda vital dan neurologik

tiap 5 - 30 menit.

Mengenai tekanan intrakranial, catat dan

laporkan segera perubahan - perubahannya

kepada dokter.

Perubahan - perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan

penting untuk intervensi dini.

Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati -

hati, cegah gerakan yang tiba - tiba dan tidak

perlu dari kepala dan leher, serta hindari

Untuk mengurangi tekanan intrakranial.

Page 50: ASKEP Glomerulonefritis Isi

50�

fleksi leher.

Bantu seluruh aktivitas dan gerakan - gerakan

klien. Beri petunjuk untuk BAB ( jangan

enema ). Anjurkan klien untuk

menghembuskan napas dalam bila miring

dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi

fleksi paha dan lutut.

Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan

intrakranial.

Waktu prosedur - prosedur perawatan

disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan

periode relaksasi; hindari rangsangan

lingkungan yang tidak perlu.

Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat

menimbulkan kejang.

Kolaborasi pemberian terapi :

- Pemberian cairan NaCl, intravena.

Tujuan terapeutik pada hiperkalsemia mencakup menurunkan kadar kalsium serum

dan mperbaiki proses yang menyebabkan hiperkalsemia.

Pemberian cairan untuk mengencerkan kalsium serum dan meningkatkan ekskresinya

oleh ginjal, memobilisasi klien, dan membatasi masukan kalsium melalui diet.

Pemberian larutan natrium klorida 0,9% intravena secara temporer mengencerkan

kadar kalsium dan meningkatkan ekskresi kalsium urine dengan menghambat

reabsorpsi kalsium di tubular.

Furisemid ( Lasix ) sering di gunakan dalam kaitannya dengan pemberian salin;

Page 51: ASKEP Glomerulonefritis Isi

51�

- Pemberian diuretik.

- Pemberian kalsitonin.

- Pembrian kortikosteroid.

selain menyebabkan diuresis, furosemid meningkatkan ekskresi kalsium.

Kalsitonin dapat digunakan bagi klien dengan penyakit jantung atau gagal ginjal yang

tidak dapat menoleransi beban natrium yang besar. Kalsitonin menguagi resorpsi

tulang, meningkatkan deposit kalsium dan fosfor dalam tulang, meningkatkan

ekskresi kalsium dan fosfor urine. Meskipun tersedia dalam beberapa bentuk,

kalsitonin yang di dapatkan dari salmon umumnya digunakan.

Pemeriksaan kulit untuk alergi terhadap kalsitonin salmon penting untuk dilakukan

sebelum kalsitonin diberikan. Reaksi alergi sistemik mungkin terjadi karena hormon

ini merupakan protein; resistensi terhadap medikasi ini dapat terbentuk kemudian

karena pembentukan antibodi. Kalsitonin diberikan melalui suntikan IM ketimbang

dengan subkutan karena klien dengan hiperkalsemia mempunyai perfusi jaringan

subkutan yang buruk.

Kortikosteroid mungkin digunaan untuk menurunkan pergantian tulang dan

reabsorbsi tubular bagi klien dengan sarkoidosis, mieloma, limfoma, dan leukima;

klien dengan tumor padat kurang responsif.

Garam fosfat inorganik dapat diberikan secara oral atau melaui selang nasogastrik (

dalam bentuk Phospho- Soda atau Neutra-Phos ), secara rektal ( sebagai enema

retensi ). Atau secara intravena. Terapi fosfat intravena dilakukan dengan sangat hati

- hari dalam mengobati hiperkalsemia karena hal ini dapat mnyebabkan klasifikasi

dalam beraga? Jaringan, hipotesnsi, tetani, dan gagal ginjal akut.

Page 52: ASKEP Glomerulonefritis Isi

52�

- Pemberian garam fosfat.

Mengatasi penyebab yang mendasari ( kemoterapi untuk malignansi atau

paratiroidektomi parsial untuk hiperparatiroidisme ).

f. Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Pola napas kembali efektif

2. Kelebihan volume cairan dapat teratasi

3. Membaiknya curah jantung

4. Tidak mengalami defisit neurologis

5. Tidak didapatkan gejala aritmia

6. Tidak mengalami kejang

7. Perbaikan fungsi neurologis

8. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari

9. Penurunan kecemasan

Page 53: ASKEP Glomerulonefritis Isi

53�

3.1.3 Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Progresif Cepat

a. Pengkajian

Pada pengkajian, biasanya keluhan berhubungan dengan kondisi vaskulitis

Anca (antineutrophil cytoplasmic antibodies) seperti flu di tandai dengan malaise,

demam, arthralgias, mialgia, anoreksia kehilangan, dan berat. Hal ini terjadi pada

lebih dari 90% pasien dan dapat terjadi beberapa hari untuk bulan terjadinya nefritis

atau manifestasi lain dari vaskulitis.

Setelah kondisi tersebut, keluhan yang paling umum adalah sakit perut,

gangguan kulit denganadanya nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan

saluran pernapasan atas, pasien mengeluh gejala sinusitis, batuk, dan hemoptosis.

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien bervariasi sejauh mana dari pengaruh kerusakan dari

glomerulus. Secara umum biasanya didapatkan lemah dan terlihat sakit berat dengan

tingkat kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf

pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan

kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. Pada

TTV sering didapatkan adanya perubahan; fase awal sering didapatkan suhu tubuh

meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat

sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan deyut nadi. Tekanan darah terjadi

perubahan dan hipertensi ringan sampai berat.

B1 (Breathing)

Manifestasi infiltrat fokal yang lazim terjadi yaitu capillaritis hemorrhagic

alveolar yang mengakibatkan pendarahan paru dan hemoptisis massif. Kondisi ini

memberikan manifestasi adanya peningkatan frekuensi pernapasan, penggunaan otot

bantu napas, ronkhi bilateral, batuk berdarah, dan apabila perdarahan mengalami

sufukasi (gumpalan darah yang menutup lumen jalan napas) akan terjadi henti

napas.

B2 (Blood)

Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler sering didapatkan adanya hipertensi.

Kardiomegali, irama gallop, dan tanda gagal jantung kongesti lain dapat terjadi.

B3 (Brain)

Page 54: ASKEP Glomerulonefritis Isi

54�

Neuropati perifer disertai hilangnya refleks tendon dan perubahan

neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien beresiko kejang, renspons

sekunder gangguan elektrolit. Sering didapatkan adanya mononeuritis kompleks

sebagai manifestasi sistem saraf akibat peradangan pada arteri dan arteriol epineural,

yang menyebabkan iskmia dari jaringan saraf. Kondisi yang lebih parah adalah

kondisi kejang umum sebagai manifestasi dari keterlibatan pembuluh meningeal

terhadap gangguan sistem saraf pusat.

B4 (Bladder)

Biasanya akan didpatkan tanda dan gejala insifisiensi renal dan gagal ginjal

kronik. Penurunan produksi urine sampai anuri, perubahan warna urine output

seperti warna urine berwarna cola dari proteinuri, silinderuri, dan hematuri.

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari

hipersekresi asam lambung. Arteritis dapat mengakibatka ulkus iskmik pada saluran

pencernaan, menyebabkan rasa sakit dan pendarahan sehingga sering didapatkan

penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 (Bone).

Biasanya didapatkan adanya vaskulitis leukositoklasik (40-60% kasus). Dan

biasanya memengaruhi bagian bawah kaki. Arthritis nekrotik dengan manifestasi

nodul eritema yang nyeri, nekrosis fokal, ulserasi, dan nekrosisi lipatan kuku.

Didapatkan adanya nyeri otot-otot rangka, nyeri sendi akibat peradangan

sendi, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,

pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, dan

keterbatasan gerak sendi.

Didapatkan adannya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia da

penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

c. Pengkajian Diagnostik

Laboratotium

Studi laboratorium meliputi hal-hal berikut :

- Anemia biasanya didapatkan sekunder dari gagal ginjal atau perdarahan dari

saluran pencernaan dan pernapasan

Page 55: ASKEP Glomerulonefritis Isi

55�

- Perubahan nilai dari pemeriksaan elektrolit serum, BUN, kreatinin, laktat

dehidrogenase (LDH), phosphokinase creatine (CKP), dan tes fungsi hati

- C-reaktif protein meningkat

- LED meningkat

Radiodiagnostik

- USG ginjal harus dilakukan untuk menyingkirkan uropati obstruktif dalam

setiap pasien dengan gagal ginjal akut.

- Pada pasien dengan glomerulonefritis progresif cepat, USG ginjal dilakukan

untuk menilai fungsi kedua ginjal sebelum biopsy ginjal perkutan.

d. Diagnosis Keperawatan

Dari hasil pengkajian di atas diagnosis keperawatan yang lazim ditemukan,

meliputi hal-hal berikut :

1. Aktual/ resiko tinggi jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret dan darah di

jalan napas

2. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan voleume urine, retensi

cairan dan natrium, peningkatan aldosteron efek sekunder dari penurunan GFR

3. Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder

penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia

4. Aktual/resiko tinggi kejang b.d peradangan arteri meningeal, gangguan sistem

saraf pusat

5. Nyeri b.d respons peradangan sendi, peradangan otot rangka, sekunder dari

peradangan arteri perifer

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang

tidak adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah

7. Gangguan Activity Daili Living (ADL) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik

secara umum

a. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan

kesehatan

Page 56: ASKEP Glomerulonefritis Isi

56�

e. Rencana Keperawatan

Intervensi yang dilakukan bertujuan menurunkan klien, menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan resiko

komplikasi.Untuk intervensi pada masalah actual/resiko kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan ADL, dan

kecemasan, intervemsi dapat disesuaikan pada pasien dengan GNA. Intervensi pada masalah actual/resiko kejang, dan actual/resiko

tinggi menurunnya curah jantung, intervensi dapat disesuaikan pada pasien dengan GNK.

Aktual/resiko tinggi jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret dan darah di jalan napas

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intevensi kebersihan jalan napas kembali efektif

Kriteria Evaluasi :

- Klien mampu melakukan batuk efektif

- Tidak mengalami sufukasi

- Pernapasan klien normal (16-20x/mnt) tanpa ada penggunaan otot bantu napas. Bunyi napas normal, Rh-/- dan pergerakan

pernapasan normal.

Intervensi Rasional

Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas,

kecepatan, irama, kedalaman, dan

penggunaan otot sensori )

Penurunan bunyi napas menunjukkan ateleksia, ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan

ketidakefektifan pengeluaran sekret yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan obat

asesori dan peningkatan kerja pernapasan.

Kaji kemampuan mengeluarkan

sekresi, catat karakter, volume

spuntum dan adanya hemoptosis

Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).

Spuntum berdarah bila kerusakan (kavitas) paru atau luka bronchial dan memerlukan

intervensi lebih lanjut.

Page 57: ASKEP Glomerulonefritis Isi

57�

Turunkan tingkat kecemasan pasien Adanya batuk darah menimbulkan kecemasan pada diri klien Karena batuk darah sering

dianggap suatu tanda yang berat dari penyakitnya. Kondisi seperti ini seharusnya tidak

terjadi apabila perawat memberikan pelayanan keperawatan yang baik pada klien dngan

member penjelasan tentang kondisi apa yang sedang terjadi. Adanya hubungan terapeutik

dengan menjelaskan kepada pasien mengenai apa yang akan terjadi pada dirinya dapat

mengurangi kadar tingkat kecemasannya.

Berikan posisi semi/fowler tinggi dan

bantu pasie latihan napas dala, serta

batuk yang efektif

Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi

maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas

besar untuk dikeluarkan.

Pertahankan asupan cairan sedikitnya

2.500ml/hari kecuali tidak

diindikasikan

Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan

jalan napas.

Bersihkan sekret dari mulut dan

trakea,bila perlu lakuka pengisapan

(suction)

Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu

mengeluarkan sekret

Kolaborasi pemberian obat

kortikosteroid

Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi

mengancam kehidupan.

Page 58: ASKEP Glomerulonefritis Isi

58�

Nyeri kolik b.d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminalsaraf sekunder dari adanya batu pada

ginjal, ureter

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi

Kriteria Evaluasi :

- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala 0-1 (0-4)

- Dapat mengietifikasi aktivitass yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

- Ekspresi klien rileks

Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu klien dengan

tindakan pereda nyeri nonfarmakologi

dan non-invasif

Pendekatan dengan menggunakan relaksassi dan nonfarmakologi lainnya telah

menunjukkan keefektifan dalam mengurangu nyeri

Lakukan manajemen nyeri

keperawatan :

- Istirahatkan klien

- Manajemen lingkungan tenang dan

batai pengunjung

Istirahat akan menurunkan kbutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan meningkatkan

suplai darah ke jaringan

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan menganjurkan klien

untuk beristirahat dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi

oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan

dan menjaga privasi klien

Meningkatkan kelancaran suplai darah untuk menurunkan iskemia

Page 59: ASKEP Glomerulonefritis Isi

59�

- Lakukan masase sekitar nyeri

- Ajarkan teknik distraksi pada saat

nyeri

- Tingkatkan pengetahuan tentang

sebab-sebab nyeri, dan

menghubungkan berapa lama nyeri

akan berlangsung

Eksplorasi stimulus eksternal untuk menurunkan stimulus nyeri

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme

peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang data memblok reseptor nyeri untuk

tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri

Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu

mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik

Kolaborasi dengan dokter, pemberian

analgetik

Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

f. Evaluasi

Setelah mendapatkan intervensi keperawatan, maka pasien dengan glomerulonefritis progresif cepat diharapkan sebagai berikut :

- Jalan napas kembali efektif

- Kelebihan volume cairan dapat teratasi

- Membaiknya curah jantung

- Tidak mengalami kejang

- Penurunan skala nyeri dan kecemasan

- Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari.

Page 60: ASKEP Glomerulonefritis Isi

60�

3.2 Hukum Etik Pada Malpraktik

Malpraktik berasal dari kata “mal” yang berarti buruk dan dan kata praktik yang

berarti tindakan. Secara harafiah malpraktik adalah suatu tindakan atau praktik yang buruk.

Dengan kata lain malpraktik adalah kelalaian kaum profesi yang terjadi sewaktu

melaksanakan profesinya. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa antara kelalaian

dokter dengan malpraktik sangat dekat kaitannya. Seorang dianggap lalai, apabila ia

bertindak kurang hati-hati, sembrono, acuh terhadap kepentingan orang lain, walaupun

tidak dilakukan dengan sengaja dan akibat itu tidak dikehendakinya. Kalau unsur kelalaian

itu dijadikan alasan untuk mengadukan dokter ke pengadilan, maka terjadi apa yang

disebut “tuduhan malpraktik”. Tetapi bila kelalaian itu tidak diajukan ke Pengadilan, maka

tidak terjadi kasus (tuduhan) malpraktik dalam pengertian bahwa peristiwa itu tidak

diproses secara hukum.

Pada kasus pasien glomerulonefritis, dilakukan dialysis untuk menjaga agar kondisi

fisik klien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan

mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal. Saat dilakukan dialisis, sering kali terjadi

kebocoran pada selang dan masuknya udara ke selang. Hal ini termasuk kelalaian seorang

dokter maupun perawat dalam melakukan dialysis. Peran perawat di sini sebagai advokat

yaitu sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi

klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien

dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan.

Sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum,

serta membantu klien dalam menyatakan haknya bila dibutuhkan. Membela hak klien yang

menolak suatu tindakan (Potter dan Perry, 2005 hal:286).

Perkembangan kesehatan yang semakin pesat membuka pengetahuan masyarakat

mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Kinerja tenaga kesehatan banyak disoroti dan

dikritisi oleh masyarakat, karena pengetahuan kesehatan masyarakat yang semakin

meningkat. sehingga berpengaruh terhadap tuntutan pelayanan kesehatan oleh masyarakat

termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu citra seorang perawat yang menjadi

sorotan, tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan

profesi keperawatan selama memberikan pelayanan yang berkualitas dalam hal

mengembangkan citra perawat di masyarakat.

Selain sebagai advokat perawat juga berperan dalam meningkatkan kesehatan dan

pencegahan penyakit, serta memandang klien secara komprehensif. Peran perawat sebagai

Page 61: ASKEP Glomerulonefritis Isi

61�

fungsi dengan keterkaitan berbagai peran seperti pemberi perawatan, membuat keputusan

klinik, pelindung,manejer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik (Potter dan Perry,

2005 hal: 286)

Perawat sebagai Pemberi Perawatan atau asuhan keperawatan, perawat membantu

klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Proses

penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu . Perawat memfokuskan

asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan

kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan

keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan

energi dan waktu yang minimal (Potter dan Perry, 2005 hal:286).

Perawat sebagai Pembuat Keputusan Klinis untuk memberikan perawatan yang

efektif, perawat menggunakan keahliannya berpikir kritis melalui proses keperawatan.

Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi pasien,

pemberian perawatan dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan

menetapkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Perawat membuat keputusan itu sendiri

atau berkolaborasi dengan klien, keluarga dan berkonsultasi dengan profesi kesehatan yang

lainnya (Potter dan Perry, 2005 hal:286).

Perawat sebagai Manejer Kasus, dimana perawat berperan mengkoordinasi aktivitas

anggota tim kesehatan. Serta mengatur waktu kerja dan sumber yang tersedia di tempat

kerjanya. Sebagai manejer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung

jawab asuhan dan juga mengawasi tenaga kesehatan lainnya (Potter dan Perry, 2005 hal:

287).

Perawat sebagai Rehabilitator, yang merupakan proses dimana individu kembali ke

tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan

ketidakberdayaan klien. Mengembalikan peran dan fungsi klien terhadap lingkungannya

dengan memberi motivasi agar klien dapat beradaptasi dengan keterbatasannya (Potter dan

Perry, 2005 hal:287).

Perawat sebagai Komunikator, dimana perawat merupakan pusat dari seluruh peran

perawat yang lain. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien, keluarga klien, antara

sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Kualitas

komunikasi merupakan faktor yang penting dalam memenuhi kebutuhan individu keluarga

dan komunitas (Potter dan Perry, 2005 hal:287).

Page 62: ASKEP Glomerulonefritis Isi

62�

Perawat sebagai Penyuluh atau promosi kesehatan, yang berperan menjelaskan

kepada klien konsep dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur,

menilai apakah klien mengerti dengan penjelasan perawat dan mengevaluasi kemajuan

dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan keluarga (Potter dan Perry, 2005

hal:287)

Perawat sebagai Pendidik, dimana perawat bekerja terutama di sekolah

keperawatan, departemen pengembangan staf dan departemen pendidikan klien. Perawat

pendidik mempunyai latar belakang pengalaman klinis yang memberikan mereka keahlian

klinis dan pengetahuan teoritis. Perawat pendidik di sekolah keperawatan menyiapkan

peserta didiknya untuk berfungsi sebagai perawat, dan secara umum memiliki spesialisasi

klinis dibidang tertentu dan pengalaman klinis.

Perawat pendidik di departemen pengembangan staf memberikan program

pendidikan bagi perawat yang bekerja di institusinya. Program ini meliputi orientasi

karyawan baru, kursus asuhan perawatan kritis, pengenalan alat-alat baru dan prosedur

penggunaannya. Untuk departemen pendidikan klien, perawat berfokus pada mengajarkan

klien yang sakit atau yang tidak mampu, juga pada keluarga untuk perawatan dirumah

(Potter dan Perry, 2005 hal:28/7)

Perawat sebagai Administrator yang berfungsi untuk pengaturan dana, tenaga kerja,

program perencanaan strategi dan pelayanan, evaluasi pegawai dan pengembangan

pegawai (Potter dan Perry, 2005 hal:287).

Perawat sebagai Peneliti yang menggali masalah untuk meningkatkan asuhan

keperawatan dan untuk mendefenisikan lebih jauh dan memperluas cakupan praktek

keperawatan. Perawat peneliti dapat bekerja dilingkungan akademik, rumah sakit, dan

komunitas (Potter dan Perry, 2005 hal:287).

Peran perawat sebagai Kolaborator yang melakukan kolaborasi dengan yang lain

untuk mencapai tujuan yang sama. ini adalah suatu proses dalamsebuah lingkungan yang

saling menghargai dan kooperatif. Kolaborasi seharusnya selalu menjadi suatu gaya dalam

berinteraksi antara perawat kesehatan komunitas dengan klien dan sama pentingnya peran

operawat ketika perawat berfungsi sebagai bagian dari sebuah tim. Meskipun berkolaborasi

dengan seorang individu, sebuah keluarga, sebuah agensi, atau sebagai bagian dari sebuah

tim, perawat kesehatan komunitas terlibat dalam sebuah pembuatan keputusan bersama

Page 63: ASKEP Glomerulonefritis Isi

63�

berhubungan dengan aksi yang paling tepat untuk dilakukan untuk memecahkan masalah

(Hitchcock, 2003)

Perant sebagai Konselor, dimsns dasarnya adalah sebuah proses menolong klien

untuk memilih solusi yang tepat tuk masalah mereka. Klien pada umumna mencari

konseling ketika mereka tidak mampu untuk membuat keputusan mengenai kesehatan atau

masalah pribadi. Konseling melibatkan eksplorasi perasaan dan perilaku pada bagian klien

dan langsung kepada menolong pemahaman klien mengenai pemahaman dirinya sendiri.

Perawat kesehatan komunitas memiliki peran penting sebagai konselor (Hitchcock, 2003)

.....

3.3 Masalah Penelitian : Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak

Patogenesis dan Gambaran Histologis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Negara berkembang, glomerulon

akut pasca infeksi str/eptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab

lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor

yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan

laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh

sempurna. Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden penyakit ini secara

statistik tidak dapat ditentukan. Diperkirakan insiden berkisar 0-28% pasca infeksi

streptokokus.4,5 Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta

hemolyticus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe

nefritogenik. Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan

glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang-

kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang

didahului infeksi kulit / pioderma, walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi.

Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin,

antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal

sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP). Glomerulonefritis

akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering

pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan

anak perempuan 2 : 1.3 Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun

1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di

Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).

Page 64: ASKEP Glomerulonefritis Isi

64�

Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-

8 tahun (40,6%).

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi

sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang

menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.

Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering

infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-

kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan

serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu

contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma

nefritik akut dengan awitan gross hematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut.

Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada

sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan.

Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya

HLA-D dan HLADR. Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan

glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme

penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen

dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab

yang nantinya melintas pada

membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas

substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan

faktor responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang

dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen.

Terbentuknya autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan

pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal. Pada

kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal.

Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada

kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai

infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah

glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan

kelainanmorfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai

mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang

dinding kapiler. Endapan immunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G

Page 65: ASKEP Glomerulonefritis Isi

65�

dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen.

Mikroskop electron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah

subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.

Gambaran Klinis

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal

diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului

timbulnya sembab. Periode laten rata-rata10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau

kulit.dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik.17,18 Gross hematuria

terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat.2 Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai

seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada

pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan

atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu

tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah

sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik.10,11 Asites dijumpai pada

sekitar 35% pasien dengan edema. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan

takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena

penurunan filtrasi glomerulus (LFG).

Laboratorium

Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume

urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging.

Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit

khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus.

Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya

tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai

pro//teinuria masif seperti gambaran nefrotik. Umumnya LFG berkurang, disertai

penurunan kapasitas ekskresi air dan garam, menyebabkan ekspansi volume cairan

ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit

kompleks imun.2,5 Sebagian besar anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan

peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin. Anemia sebanding

dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila edema menghilang.

Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar albumin

dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan

Page 66: ASKEP Glomerulonefritis Isi

66�

jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus. Bukti yang mendahului adanya

infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya.

Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi

streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap

antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-

14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien

yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang

meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase

(Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer

antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat

pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat

mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus. Penurunan

komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar

properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-

40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl).4,10 Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100

ml pada hampir 93% pasien.11 Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai

krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.

Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru. Penelitian Albar dkk., di

Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis

berupa kardiomegali 84,1%, bendungan sirkulasi paru 68,2 % dan edema paru 48,9% .

Gambaran tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai

edema yang berat.20 Foto abdomen menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.

Diagnosis

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa

hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi

streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi

streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti

untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:

- Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

- Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal

- Hematuria idiopatik

- Nefritis herediter (sindrom Alport )

- Lupus eritematosus sistemik

Page 67: ASKEP Glomerulonefritis Isi

67�

Tata laksana

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila

dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1

menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi,

hipertensi, ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.12,13 Pasien hipertensi dapat diberi

diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan

diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi.5,12 Hipertensi sedang

(tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan

pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam

prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti

hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB

intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv,

atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg

atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama

furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6

jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila

diperlukan. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan

sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari )

ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang

diberi diuretik seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotik tidak

mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan

antibiotic untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan

antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral

40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan

tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila

kadar urea kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein

dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl

300 mg/hari sedangkan bila edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari.

Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi.2,12 Anuria dan oliguria yang

menetap, terjadi pada 5-10 % anak. 4,6 Penanganannya sama dengan GGA dengan

berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.

Page 68: ASKEP Glomerulonefritis Isi

68�

Biopsi ginjal

Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila :

1. Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi

gagal ginjal atau sindrom nefrotik).

2. Tidak ada bukti infeksi streptokokus

3. Tidak terdapat penurunan kadar komplemen

4. Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria

setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap

setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.

Perjalanan Penyakit / Pemantauan

Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu.

Setelah itu anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar, edem dan hipertensi hilang, LFG

kembali normal. Penyakit ini dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi kronik.

Kronisitas dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan morfologis berupa

hiperselularitas lobulus. Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan pertama

setelah awitan nefritis. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein urin

selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan.1,5 Kadar C3 akan kembali

normal pada 95% pasien setelah 8-12 minggu, edema membaik dalam 5-10 hari, tekanan

darah kembali normal setelah 2-3 minggu, walaupun dapat tetap tinggi sampai 6 minggu.

Gross hematuria biasanya menghilang dalam 1-3 minggu, hematuria mikroskopik

menghilang setelah 6 bulan, namun dapat bertahan sampai 1 tahun. Proteinuria menghilang

2-3 bulan pertama atau setelah 6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan 17% dari

61 pasien dengan urinalisis rutin abnormal selama 10 tahun pemantauan. Ketidaknormalan

tersebut meliputi hematuria atau proteinuria mikroskopik sendiri-sendiri atau bersama-

sama. Dari 16 spesimen biopsi ginjal tidak satupun yang menunjukkan karakteristik

glomerulonefritis kronik. Penelitian Potter dkk, di Trinidad, menjumpai 1,8% pasien

dengan urin abnormal pada 4 tahun pertama tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4%

pasien dengan hipertensi. Hanya sedikit urin dan tekanan darah yang abnormal

berhubungan dengan kronisitas GNAPS. Nissenson dkk, mendapatkan kesimpulan yang

sama selama 7-12 tahun penelitian di Trinidad. Hoy dkk, menemukan mikroalbuminuria 4

kali lebih besar pada pasien dengan riwayat GNAPS, sedangkan Potter dkk di Trinidad,

menemukan 3,5% dari 354 pasien GNAPS mempunyai urin abnormal yang menetap dalam

Page 69: ASKEP Glomerulonefritis Isi

69�

12 -17 tahun pemantauan. Penelitian White dkk, menemukan albuminuria yang nyata dan

hematuria masing-masing pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama 6-18 tahun

pemantauan. Kemungkinan nefritis kronik harus dipertimbangkan bila dijumpai hematuria

bersama-sama proteinuria yang bertahan setelah 12 bulan.

Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain

umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan

sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis

glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik disbanding anak yang lebih besar

atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik

glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis

yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi

kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan

progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.18

Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.2,21 Melihat GNAPS masih sering

dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan

kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat

tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit.26 Pencegahan GNAPS berkontribusi

menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.

Ringkasan

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus ditandai oleh adanya kelainan

klinis akibat proliferasi dan inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi

Streptococcus beta hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara

infeksi dan kelainan-kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang

peran penting dalam mekanisme terjadinya penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan

histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif dan simtomatik. Prognosis umumnya

baik, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus. Observasi jangka panjang

diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi kronik.

Page 70: ASKEP Glomerulonefritis Isi

70�

Oleh :

Sondang Maniur Lumbanbatu

Sari Pediatri, Vol. 5, No. 2, September 2003: 58 - 63

Alamat korespondensi:

Dr. Sondang Maniur Lumbanbatu

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RS HAM

Jalan Bunga Lau No. 17, Medan.

Telepon: 061-8361721, Fax.: 061-8361721.

Daftar Pustaka

a. Travis LB, Kalia. Acute nephritic syndrome. Dalam: Poslethwaite RJ, penyunting.

Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-2. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1994. h.

201-9.

b. Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca

streptokokus. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku

naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter

Anak Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62.

c. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,

penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002.

h. 345-53.

d. Gauthier B,Edelmann CM, Barnett HL. Clinical acute glomerulonephritis. Dalam:

Nephrology and urology for the pediatrician. Edisi ke-1. Boston: Little Brown & Co,

1982. h. 109-22.

e. Travis LB. Acute post infections glomerulonephritis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman

JIE, Axelrod S, penyunting. Pediatrics. Edisi ke-18. Connecticut: Appleton & Lange,

1987. h. 1169-71.

f. Langman CB. Hematuria. Dalam: Stockman III JA, penyunting. Difficult diagnosis in

pediatrics.Philadelphia: W.B.Saunders, 1990. h. 315-22.

g. Ramayati R dan Rusdidjas. Penanggulangan glomerulonefritis kronik pada anak.

Disampaikan pada: Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak X. Bukit Tinggi: Pancaran

Ilmu, 1996. h. 105-19.

h. Ogle JW. Infections: bacterial and spirochaetal. Dalam: Hay WW, Grothuis JR,

Hayward AR, Levin MJ, penyunting. Current pediatric diagnosis & treatment.

Page 71: ASKEP Glomerulonefritis Isi

71�

i. Edisi ke-13. Connecticut: Appleton & Lange, 1997. h. 1003-6.

j. Svensson MD, Sjorbring U dan Bessen DE. Selective distribution of a high affinity

plasminogen-binding site among group A Streptococci associated with impetigo. Infect

and Immun1999; 67:3915-20.

k. Bergstein JM. Condition particularly associated with hematuria. Dalam:Behrman RE,

Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson texbook of pediatrics. Edisi ke-16.

Philadelphia: WB Saunders, 2000. h. 1577-82.

l. Jordan SC, Lemire JM. Acute glomerulonefritis diagnosis and treatment. Pediatr Clin

North Am 1982; 29:857- 73.

m. Lewy JE. Acute poststreptococal glomerulonephritis. Pediatr Clin North Am 1976;

23:751-9.

n. Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting. Clinical

pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.

o. Nordstrand A, McShan WM, Ferretti JJ, Holm SE dan Norgren M.Allele substitution of

the streptokinase gene reduces the nephritogenic capacity of group A streptoccocal

strain NZ131. Infect and Immun 2000; 68:1019-25.

p. Bisno AL.Non suppurative streptococcal sequelae: rheumatic fever and

glomerulonephritis. Dalam: Mandell GL,Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles

and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. New York: Churchill Livingstone,2000.

h. 2117-28.

q. Chapel H,Haeney M. Essential of clinical immunology. Edisi ke-2. Oxford: Blackwell

Scientific Public, 1998. h.183-952.

r. Berner JJ. Effect of diseases on laboratory test .New York: J.B. Lippincott, 1983.

h.123-7.

s. Rodriguez-Iturbe B. Postinfections glomerulonephritis. Am J Kidney Dis 2000; 35:46-

8.

t. Fairley KF and Birch DF.Microscopic urinalysis in glomerulonephritis. Kidney Int

1991; 44:S-9 – S-12.

u. Albar H, Rauf S, Daud D, Tanra A, Kaspan MF. Clinical edema and chest x ray

findings in acute poststreptococcal glomerulonephritis. Dalam: Paediatr Indones 1997;

37:69-75.

v. Perlman LV, Herdman RC, Kleinman H, Vernier RL. Post streptococal

glomerulonephritis, a ten year followup of an epidemic. JAMA 1965; 194:175-82.

Page 72: ASKEP Glomerulonefritis Isi

72�

w. Potter EV, Abidh S, Sharret AR dkk.Clinical healing two to six years after

poststreptoccocal glomerulonephritis in Trinidad. New Engl J Med l978; 298:767-72.

x. Nissenson AR, Mayon-White V, Potter EV, Earle D. Continued absence of clinical

renal disease seven to 12 years after poststreptococcal acute glomerulonephritis in

Trinidad. Am J Med 1979; 67:255-62. 63 Sari Pediatri, Vol. 5, No. 2, September 2003

y. Hoy WE, Mathews JD, McCredie DA dkk.The multidimensional nature of renal

disease: rate and associations of albuminuria in an aboriginal community. Kidney Int

1998; 54:1296-304.

z. Potter EV, Lipschultz SA, Abidh S, King TP, Earle DP. Twelve to seventeen-year

follow up of patients with poststreptococal acute glomerulonephritis in trinidad. N Engl

J Med 1982; 307:725-8.

g. White AV, Hoy AW, McCredie DA. Chilhood poststreptococal glomerulonephritis as a

risk factor for chronic renal disease in later life. MJA 2001; 174:492-631.

Page 73: ASKEP Glomerulonefritis Isi

73�

�������

������

4.1 Kesimpulan

Sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal di mana apabila dirangkai akan mencapai

panjang 145 km. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada keadaan

trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap di

mana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun.

Bila glomerulus terjadi peradangan secara mendadak disebut Glomerulonefritis

Akut. Dimana terjadi pengendapan kompleks antigen antibody di kapiler-kapiler

glomerulus setelah infeksi oleh streptokokus.

Sedangkan peradangan glomerulus berkepanjangan disebut Glomerulonefritis

kronis, akibat suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Dapat terjadi

akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Biasanya

sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang

disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.

Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang biasanya

bersifat ireversibel.

Glomurulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang terjadi

sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3 bulan setelah awitan

penyakit. Penyakit ini bisa bersifat idiopatik atau disertai dengan penyakit glomerulus

proliferatif, seperti glomerulonefritis pascastreptokokal.

Faktor penyebab Glomerulonefritis Akut yang mendasari terjadinya sindrom ini

secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan noninfeksi. Penyebab

Glomerulonefritis kronik yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi kronik.

Sedangkan Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan

glomerulonefritis akut, suatu penyakit autoimun, atau tanpa diketahui sebabnya (idiopatik).

Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut bertujuan untuk memulihkan fungsi ginjal

dan untuk mengobati komplikasi dengan cepat. Pemberian antibiotik Penisilin, untuk

infeksi streptokokus residual, Preparat diuretik untuk keseimbangan cairan tubuh dan

pemberian antihipertensi. Pertukaran plasma ( plasmaferesis ) dan pengobatan dengan obat-

obat steroid dan sitotoksik untuk mengurangi respon inflamasi, diberikan untuk progresif

glomerulonefritis akut. Kadang diperlukan dialisis. Tirah baring sangat diperlukan, selama

Page 74: ASKEP Glomerulonefritis Isi

74�

fase akut sampai urine jernih dan BUN, kreatinin, dan tekanan darah kembali normal.

Nutrisi diberikan berupa Diit protein dibatasi pada peningkatan BUN, Natrium dibatasi

pada hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif, Karbohidrat untuk energi dan

penurunan protein katabolisme, serta Cairan yang diberikan sesuai kehilangan cairan dan

berat badan harian; masukan dan haluaran.

Dalam asuhan keperawatan klien dengan Glumerulonefritis dilakukan pengkajian,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan, pemeriksaan diagnostik laboratorium, pemeriksaan

diagnostik medis, sehingga dapat menentukan diagnosis keperawatan. Berikut diagnosis

keperawatan yang paling menjadi prioritas, antara lain :

Diagnosis keperawatan untuk Glomerulonefritis Akut, antara lain :

1. Aktual atau resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume

urine, retensi cairan dan natrium, peninngkatan aldosteron sekunder dari penurunan

GFR.

2. Risiko tinggi kejang berhubungan dengan kerusakan hantaran saraf sekunder dari

abnormalitas elektrolit dan uremia.

3. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi ,kontraksi otot sekunder, adanya

inflamasi glomerulus

Untuk Glomerulonefritis Kronik, diagnosis keperawatan yang lazim ditemukan,

antara lain :

1. Aktual / resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal,

perembesan cairan, kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan

retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons asidosis metabolik.

2. Aktual / resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan

dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.

3. Aktual / resiko tinggi penurunannya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektikal sekunder penurunan p6,

hiperkalemi, dan uremia.

Sedangkan diagnosis keperawatan glomerulonefritis progresif cepat, antara lain :

1. Aktual/ resiko tinggi jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret dan darah di jalan

napas

2. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan voleume urine, retensi cairan

dan natrium, peningkatan aldosteron efek sekunder dari penurunan GFR

Page 75: ASKEP Glomerulonefritis Isi

75�

3. Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel

kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH,

hiperkalemi, dan uremia

4.2 Saran

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa, antara lain :

1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat memahami pengetahuan

tentang penyakit glomerulonefritis.

2. Mahasiswa mampu menahami konsep dasar asuhan keperawatan paa klien dengan

Glomerulonefritis.

3. Mahasiswa harus dapat melakukan tindakan keperawatan secara benar dan terampil

pada klien dengan penyakit Glomerulonefritis.

4. Mahasiswa perlu ditingkatkan keaktifannya dalam bertanya kepada pembimbing yang

behubungan dengan asuhan keperawatan pada klien dengan Glomerulonefritis.

5. Mahasiswa diharapkan dapat lebih menggunakan waktu sebaik-baiknya.dalam proses

pembelajaran.

6. Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan menerapkan peran perawat dalam proses

hemodialisa.

7. Mahasiswa diharapkan mampu mengerti tindakan – tindakan malpraktek dalam

tindakan asuhan keperawatan klien dengan glomerulonefritis.

Page 76: ASKEP Glomerulonefritis Isi

76�

��������������

Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :

Salemba Medika

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien denga Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika

Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis – Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Williams, Lippincott & Wilkins. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC