trigger finger

15
REFLEKSI KASUS TRIGGER FINGER Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik RSUD Salatiga Disusun oleh: Syahrul Qamar (20090310126) Dokter pembimbing: Dr. Esdiyanto, Sp. B FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Upload: nur-faiqoh

Post on 04-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

T f

TRANSCRIPT

Page 1: Trigger Finger

REFLEKSI KASUS

TRIGGER FINGER

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik RSUD Salatiga

Disusun oleh:

Syahrul Qamar (20090310126)

Dokter pembimbing:

Dr. Esdiyanto, Sp. B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD SALATIGA

2015

Page 2: Trigger Finger

Pengalaman

Anamnesis

Wanita usia 45 tahun datang ke poliklinik bedah dengan keluhan ibu jari tangan

kanan sulit ditekuk sejak beberapa hari terakhir. Ibu jari hanya bisa ditekuk dengan

bantuan tangan lainnya disertai dengan nyeri saat ditekuk. Tidak terdapat gringgingan,

jari-jari tangan yang lain masih dalam batas normal.

Pasien bekerja sebagai penjual nasi goreng, sering menggunakan tangan kanannya.

Keluhan sebenarnya dirasakan sudah sejak lama, tapi hanya nyeri yang dirasakan tidak

sampai kesulitan dalam menekuk.

Tidak ada riwayat penyakit kronis seperti DM, hipertensi, hiperkolesterol, maupun

asam urat yang tinggi.

Pemeriksaan fisik

Status lokalis

Inspeksi

Tak ada kelainan berarti yang tampak. Tidak ada tanda-tanda inflamasi.

Palpasi

Nyeri (+) saat ditekan di bagian sendi, saat ditekuk menghasilkan bunyi

disertai nyeri.

Diagnosis

Trigger finger

Terapi

Injeksi kortikosteroid

NSID oral

Masalah yang dikaji

Apa yang dimaksud dengan trigger finger? Kenapa bisa terjadi dan bagaimana

terapi konservatifnya?

Page 3: Trigger Finger

Pembahasan

A. Definisi

Trigger finger (TF) atau stenosing tenosynovitis adalah salah satu penyebab

kesakitan dan kecacatan pada tangan. Nyeri yang timbul menyebabkan kesulitan dalam

mencapai normal ROM (range of motion) pada jari dapat membuat kesulitan

menjalankan tugas fungsional jari seperti mengenggam atau mengetik. Keadaan ini

disebabkan oleh penebalan tendon fleksor pada aspek distal tangan yang menyebabkan

terperangkapnya tendo pada saat masuk sarung tendo. Kondisi ini dimulai dengan

perasaan tidak enak pada tangan selama menggerakkan jari. Kemudian secara bertahap,

pada waktu fleksi atau ekstensi menyebabkan derikan (snapping) dan letupan (popping)

yang sangat sakit pada tendon fleksor.

Pasien dapat kesulitan untuk flexi atau ekstensi tergantung dimana jepitan tendo

terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada posisi fleksi. Stenosing tenosinovitis dapat terjadi

pada semua lokasi dimana tendo melewati sarung atau kanal osteoligamen, tetapi

kondisi ini hanya sering ditemui di tangan dan pergelangan tangan.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat trigger finger merupakan kondisi yang sering didapatkan.

Tidak didapatkan predisposisi rasial, paling sering ditemukan pada dekade ke lima dan

enam, wanita lebih sering dari pada pria. Tangan dominan lebih sering, sedangkan ibu

jari yang paling banyak terlibat diikuti oleh jari keempat dan jari ketiga. Jari telunjuk

yang paling sedikit terkena. Sering didapat bersamaan dengan penyakit de Quervain’s

dan carpal tunnel sindrom

C. Anatomi

Sarung tendo fleksor berjalan dari caput metacarpal ke distal phalang dan melekat

pada tulang dibawahnya yang mencegah pembengkokan (bowstringing) dari tendo.

Sarung tendo dengan sinovia mengurangi gesekan; ligamen anular terbentuk dari

penguatan dari fasia profunda, menyediakan retinakulum atau pulley (katrol) untuk

mempertahankan tendon dekat dengan tulang. Karena ada ROM yang lebar antara

fleksi dan ekstensi pada pergelangan tangan, retinakula ada baik pada aspek volar

maupun dorsal.

Page 4: Trigger Finger

1. Ibu Jari

Pada sendi metacarpophalangeal (MCP joint) I, tendo dari fleksor policis

longus (FPL) melewati saluran sempit yang dibentuk oleh lekukan pada permukaan

palmar colum metacarpal I dan serabut transversa dari anular ligamen fleksor. Pada

tiap sisi pada kapsul MCP joint terdapat os sesamoid, dimana salah satu tendo

fleksor policis brevis berinsersi. Disini adalah tempat tersempit dari sarung fleksor

policis longus dimana sering terjadi konstriksi.

2. Jari-jari

Tendo Fleksor digitorum profundus (FDP) dan Fleksor digitorum superfisialis

(FDS) memasuki terowongan fibroosseus sempit dibentuk dari lekukan pada

permukan palmar kolum metacarpal dan ligament anulare. Terdapat 2 tipe pulley

yaitu anular dan cruciatum. Pada jari terdapat empat pulley anular dan tiga pulley

krusiatum. Anular pulley terbentuk dari satu band fibrosa sedangkan pulley

cruciatum mempunyai dua band fibrosa yang saling menyilang. Anular pulley lebih

tebal dan rigid di banding dengan cruciatum pulley

Urutan pulley dari proksimal ke distal adalah:

- Pulley A1 melewati MCP joint. Dibebaskan pada operasi TF

- Pulley A2 melewati ujung proksimal dari phalang proksimal

- Pulley C1 melewati pertengahan phalang proksimal

- Pulley A3 berada diatas proksimal interphalangeal (PIP) join

- Pulley C2 berada diatas ujung proksimal phalang media

- Pulley A4 berada diatas pertengahan phalang media

- Pulley C3 berada diatas ujung distal phalang media

Pemotongan pulley A1 tidak menyebabkan hilangnya fungsi fleksor, tetapi

pemotongan pulley A1 dan A2 menyebabkan keterbatasan fleksi aktif

Page 5: Trigger Finger

pascaoperasi. Pulley A2 dan A4 penting untuk mencegah pembengkokan

(bowstringing) dari tendo fleksor.

D. Histologi

Pulley A1 menunjukkan hipertrofi yang nyata digambarkan sebagai penebalan

sikatriks seperti leher (collarlike) berwarna putih. Pemeriksaan mikroskopis

memperlihatkan degenerasi, pembentukan kista, dan plasma c- infiltrasi. Penelitian

mikroskopik menunjukkan terdapat lebih banyak proliferasi kondrositik kolagen tipe III

daripada kondrosit dibandingkan normal pada lapisan paling dalam atau friction layer

pulley A1. Jumlah cairan ekstraseluler meningkat secara signifikan dibandingkan pada

kontrol. Sampson et al menyimpulkan mekanisme patobiologi yang mendasari TF

adalah metaplasia fibrocartilago pada A1 pulleys, daripada disebabkan trauma atau

penyakit. Beberapa penelitian gagal menunjukkan adanya inflamasi sel akut atau kronis

pada sinovium, sehingga akhiran "itis" adalah terminologi yang salah kecuali

berhubungan dengan RA atau inflammatory arthritis.

E. Patofisiologi

Pada trigger finger inflamasi terjadi terutama pada sinovia yang menutupi tendo.

Sarung tendo sendiri sering menebal sampai beberapa kali ukuran normal. Ketika

kondisi ini berlangsung untuk beberapa lama, tendo menjadi terjepit atau terbentuk

bulbous swelling pada tendon baik pada proksimal maupun distal dati stenosis. Efusi

serous mungkin terjadi. Tendo yang normal berwarna putih menjadi abu-abu.

Pada keadaan normal tendo fleksor jari meluncur kembali dan seterusnya dibawah

ketegangan pulley. Penebalan sarung tendo fleksor menyebabkan hambatan pada

mekanisme luncuran (gliding) normal. Nodul mungkin terbentuk pada tendo

menyebabkan tendo melekat pada ujung proksimal A1 pulley sehingga menimbulkan

kesulitan ketika pasien berusaha mengekstensi jari. Dengan menambah kekuatan untuk

mengekstensi jari baik dengan meningkatkan kekuatan ekstensor atau dengan kekuatan

eksterna misal mengunakan tangan yang lain, jari membuka diikuti derik (snaps)

dengan rasa sakit pada telapak tangan distal dan masuk ke proksimal jari yang terlibat.

Pada keadaan yang lebih jarang, nodul terperangkap disebelah distal dari A1 pulley

sehingga menyebabkan kesulitan untuk fleksi jari.

Page 6: Trigger Finger

F. Klasifikasi

Klasifikasi Green digunakan hanya untuk grading klinis dan dokumentasi.

- Grade I (Pretriggering): Nyeri, riwayat catching yang tidak dapat diperlihatkan

pada pemeriksaan klinis. Tenderness diatas pulley A1

- Grade II (aktif) : Catching dapat ditunjukkan, tapi pasien dapat secara aktif

ekstensi jari

- Grade III (pasif) : Locking, memerlukan ekstensi pasif (grade IIIA) atau

ketidakmampuan untuk fleksi aktif (grade IIIB)

- Grade IV (Kontraktur) : Catching, dengan fixed fleksi kontraktur sendi PIP1

G. Etiologi

Trauma pekerjaan berulang (repetitive occupational trauma) memainkan peranan

pada terbentuknya trigger finger. Ketika ligamentum anular ditekan dengan kuat untuk

waktu lama dengan memegang gunting, obeng atau peralatan lain, tendon gliding

dibawah ligamen mungkin teriritasi. Iritasi ini menghasilkan eksudasi dan pada

akhirnya menyebabkan penebalan dari sinovia yang menutupi tendo, penebalan tendo

itu sendiri atau penebalan fleksor tendo sheath sehingga timbul gangguan pada gerakan

meluncur (gliding) bebas dari tendo. Penyebab paling sering stenosing tenosinovitis

adalah inflamasi kronik dari sinovial sheath.

Sebab sistemik dari trigger finger adalah rheumatoid arthritis (RA), diabetes

mellitis (DM), psoriasis arthritis, amyloidosis, hipotiroidisme. Atau dari infeksi

sekunder misalnya tuberculosis. Tetapi yang paling banyak penyebabnya tidak

diketahui atau tidak jelas; diduga karena perubahan morfologi pulley. Stenosing

tenosinovitis pada tendo fleksor policis longus mungkin sudah ada pada waktu lahir

atau muncul pada masa bayi.

H. Manifestasi Klinis

Dengan perubahan karena inflamasi pada tendo fleksor dan sarungnya, nyeri terjadi

sepanjang tendo dan dapat timbul baik pada waktu istirahat atau pada waktu bergerak.

Titik dimana nyeri paling maksimal biasanya diatas anular band pada dasar jari diatas

collum metacarpal. Bila proses inflamasi berlangsung terus dan tendo menjadi makin

terjepit dalam sarung tendo, nyeri menjadi makin bertambah dan gerakan aktif jari

menurun. Pembesaran bulbous pada tendo ekstensor biasanya terdapat di distal anular

band pada jari dengan ekstensi penuh. Dengan kekuatan aktif fleksor jari, pelebaran

Page 7: Trigger Finger

bulbous ini berpindah melewati sarung tendo dan kemudian berada di proksimal anular

band pada telapak tangan. Gerakan ini sering disertai dengan letupan (snap) yang

sangat sakit dan kemudian jari terkunci pada posisi fleksi. Karena tendo fleksor lebih

kuat dari ekstensor maka pasien sering tidak dapat mengekstensikan jari secara aktif

dan harus dengan jari tangan yang lain mengekstensikan jari yang diikuti dengan

letupan lain yang menyakitkan karena pelebaran bulbous pada tendo kembali lewat

tendo sheath yang stenosis.

Ketika jari terkunci pada posisi fleksi, pasien sering tidak mau mengekstensikan

lagi karena rasa sakit akan terjadi lagi.. Biasanya trigger finger terjadi pada waktu pagi

dan akan hilang setelah tanga dipakai untuk bekerja. Karena inaktif, udem akan terjadi

pada tendo fleksor dan udem ini akan menyebar dengan aktifitas, menghasilkan tendo

meluncur dengan mudah melewati sarung tendo. Gejala mungkin berkurang dengan

perjalanan waktu terutama bila letupan disebabkab oleh swelling dari tendo atau sarung

tendo dan penebalan tidak berlebihan dari anular band. Tekanan dari jari tangan

pemeriksa diatas anular band dapat menimbulkan TF dengan letupan yang

menyakitkan.

I. Diagnosis

Penderita mempunyai riwayat locking atau catcing selama aktifitas fleksi-ekstensi

aktif dan mungkin memerlukan manipulasi pasif untuk ekstensi jari, nyeri pada bagian

distal telapak tangan, benjolan di telapak tangan dan sakit yang menjalar sepanjang jari.

Penderita mungkin mengeluh stiffness pada jari, terutama setelah periode inaktif seperti

tidur dan menghilang setelah aktifitas. Pada penderita RA atau DM keluhan mungkin

melibatkan beberapa jari.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tenderness diatas pulley A1, palpable snapping

sensasition atau krepitasi di atas pulley A1, Teraba nodul pada FDS di distal MCP joint,

serta triggering pada ekstensi aktif atau pasif oleh penderita. biasanya nodul pada tendo

dengan mudah dapat terasa dan palpable dan clik terdengar bila triggering dibetulkan

dengan ekstesnsi jari.

Tidak ada tes laboratorium untuk diagnosis TF. Diagnosis TF ditegakkan secara

klinis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk kecurigaan DM, RA, gout atau

hypothyroidisme Pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan.

Page 8: Trigger Finger

J. Penatalaksanaan

Pada awalnya trigger finger diterapi dengan splinting pada posisi ekstensi, dimana

hal ini akan menyebabkan terjadinya stiffness dan pada akhirnya kehilangan fleksi dari

metacarpophalangeal dan inter phalangeal. Karena adanya komplikasi ini, peneliti

menggunakan injeksi steroid intrasheath yang menghasilkan keberhasilan dengan

proporsi yang tinggi. Pembedahan untuk membebaskan pulley A1 menjadi popular

karena splinting dan injeksi steroid gagal atau adanya patologi lain seperti rheumatoid

arthritis atau adanya resiko rupture tendo atau infeksi

1. Konservatif

Terapi Konservatif (non operatif) akan menyembuhkan setidaknya 50 persen

pasien dengan trigger finger atau trigger thumb. Rekoveri spontan mungkin terjadi

pada beberapa pasien tanpa terapi apapun.

Terapi konservatif meliputi pemberian NSAIDs, immobilisasi dan injeksi

steroid.

a. NSAIDs

Oral NSAAIDs dapat mengurangi nyeri dan inflamasi. Berbagai macam

NSAIDs oral dapat dipergunakan, meskipun tidak satupun yang memiliki

perbedaan sehingga menjadi obat pilihan. Pemilihan NSAIDs tergantung dari

kenyamanan (berapa kali obat harus diminum dalam sehari untuk mencapai

efek analgesi dan antiinflamasi yang adekuat) dan kepatuhan pasien.

b. Splinting

Bila simptom terjadi kurang dari 6 minggu, imobilisasi dari jari atu ibu

jari selama tujuh sampai sepuluh hari sering menghasilkan penyembuhan.

Splint MCP joint pada fleksi 15°. Spint harus cukup panjang untuk

menjangkau PIP joint karena pembatasan gerakan pada sendi ini akan

mencegah terjadinya trigger phenomena. Dengan menempatkan spint pada

aspek dorsal dari jari, permukaan taktil ujung jari tetap terbuka sehingga

jepitan antara jari dan ibu jari tidak terpengaruh..

Splint harus dibuka 2 -3 kali sehari supaya pasien dapat mengerakkan

sendi interphalang secara pasif sampai full ROM. Tidak boleh dilakukan

gerakan aktif jari karena mungkin dapat menyebabkan snapping dari tendo

Page 9: Trigger Finger

fleksor. Meskipun hasil dari splinting cukup baik akan tetapi masih lebih

rendah dibandingkan dengan injeksi steroid atau operasi.

c. Steroid injeksi

Pada saat ini disepakati injeksi steroid adalah terapi lini pertama. Bila

simptom sudah lebih dari 6 minggu atau sangat akut dianjurkan untuk

dilakukan injeksi kortikosteroid long akting seperti triamcinolon 20 mg

langsung pada sarung tendo fleksor. Hasil yang baik didapatkan pada pasien

wanita dan pada pasien dengan satu jari yang terlibat. durasi simptom pendek

(kurang dari 4 bulan) atau tidak ada kondisi lain yang berhubungan (misal RA,

DM).

Fauno (1989) melaporkan hilangnya gejala pada 76% penderita setelah

injeksi kortikosteroid sebanyak tiga kali dengan interval tiga minggu Buch-

Jaeger (1992) melaporkan hasil yang baik pada 73% kasus setelah satu

suntikan 1 ml hidrokortison, Kraemer (1990) merekomendasikan injeksi

triamcinolon 20 mg sampai dengan tiga kali pada digital flexor sheath sebagai

managemen awal dari non locking stenosing tenosynovitis pada dewasa.

Teknik injeksi

- Bahan : 0,5 ml methylprednisolon atau 20 mg triamcinolon ditambah

dengan 0,5 – 1 ml lidokain 1 %. Posisi pergelangan dan tangan : abduksi

maksimal ibu jari

- Lokasi injeksi: Pada lokasi nodul tendo atau pada aspek palmar diantara

caput metacarpal dan palmar crease distal. Pada aspek palmar dengan

jarum 25 G, 1 atau 1,5 inchi jarum diinsersikan dengan sudut 30 derajat

distal dari caput metacarpal dan diarahkan ke proksimal, hampir sejajar

dengan kulit kearah nodul.

- Pasien diminta fleksi dan ekstensi jari yang sakit, insersikan jarum sampai

sarung tendo ditandai dengan adanya sensasi gatal. Steroid diinjeksikan

ditempat ini. Bila jarum masuk ke dalam tendo, akan terlihat jarum

bergerak sesuai dengan pergerakan tangan. Jarum dengan pelan ditarik 1-2

mm keluar dari tendo dan masuk kedalam sarung tendo, ditandai dengan

rasa gatal, obat diinjeksikan.

Page 10: Trigger Finger

- Pasien harus diingatkan harus pada posisi supine selama beberapa menit

setelah injeksi. Gerakkan sendi secara pasif untuk memastikan obat yang

telah disuntikkan masuk pada lokasi yang tepat,. Untuk memonitor efek

samping pasien tidak boleh pulang selama 30 menit setelah injeksi.

- Secara umum pasien harus menghindari aktifitas berat yang melibatkan

daerah yang disuntik selama 48 jam. Pasien harus diingatkan bahwa

mereka mungkin mengalami pemburukan simptom pada 24 – 48 jam yang

berhubungan dengan steroid flare. Bila hal ini terjadi dapat diterapi

dengan es atau NSAIDs. Evaluasi dilakukan 3 – 4 minggu pasca injeksi.