trigger case 4

26
Makalah Keperawatan Medikal Bedah I Trigger Case Sistem Pernafasan #4 Asma Bronkhial DISUSUN OLEH : Anisa 04101003008 Nurjana Rachmawati 04101003009 Veranita 04101003020 Adis Ferosandi 04101003021 Melisa Megayanti Turnip 04101003029 Rizka Amilia Haryani 04101003033 Nur Oktafiani 04101003042 Amrina Rasyada 04101003054 Peronika Sinurat 04101003058 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Upload: anisa-ahmad

Post on 31-Dec-2014

316 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trigger Case 4

Makalah Keperawatan Medikal Bedah I

Trigger Case Sistem Pernafasan

#4 Asma Bronkhial

DISUSUN OLEH : Anisa 0410100300

8Nurjana Rachmawati 0410100300

9Veranita 0410100302

0Adis Ferosandi 0410100302

1Melisa Megayanti Turnip

04101003029

Rizka Amilia Haryani 04101003033

Nur Oktafiani 04101003042

Amrina Rasyada 04101003054

Peronika Sinurat 04101003058

Page 2: Trigger Case 4

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

2013Trigger Case 4 :

Tn. X, 40 tahun, dirawat di RSMM sejak 3 hari yang lalu. Klien datang dengan keluhan sesak

nafas, dada terasa sempit setelah mengikuti jalan santai. Klien mengatakan sering mengalami

hal seperti ini terutama bila kelelahan. Dari pemeriksaan didapatkan hasil suara nafas

wheezing, terdapat retraksi otot interkostal, suara paru hipersonor, RR 30 x/menit, HR 98

x/menit, kulit pucat dan lembab, klien sianosis. Hasil pemeriksaan laboraturium: leukosit

14.000/mm3, hematokrit 49%. Saat ini klien terpasang O2 4 L/menit.

Analisa Trigger Case

1. Apa yang terjadi pada pasien ? Jelaskan secara konsep teoritis berdasarkan data yang

ada!

Secara teoritis, pasien asma bronchial biasanya mengalami manifestasi klinis yang

ditimbulkan antara lain mengi/wheezing, sesak nafas, dada terasa tertekan atau sesak,

batuk, pilek, nyeri dada, nadi meningkat, retraksi otot dada, nafas cuping hidung,

takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia, sianosis dan gelisah.

Definisi

The American Thoracic Society dalam Muttaqin (2012:172) menyebutkan bahwa asma adalah

suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronchus terhadap berbagai

rangsangan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajsatnya dapat

berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.

Asma Bronkhial Tipe Non-atopik (Intrinsik)

Asma nonalergik (asma intrinsic) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi

akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahrga atau

kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis. Serangan asma terjadi

saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis, yaitu blockade adrenergic beta dan

hiperaktivitas adrenegik alfa. Pada sebagian penderita asma, aktivitas adrenergic alfa diduga

meningkat sehingga mengakibatkan bronkhokonstriksi dan menimbulkan sesak napas.

Page 3: Trigger Case 4

Faktor Presipitasi

a.  Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu binatang, serbuk

bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.

3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan, logam dan jam

tangan.

b.  Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir

yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-

kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,

musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c.  Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus

segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat

untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati.

d.  Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan

dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri

tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e.  Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani

atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan

asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Patofisiologi

Page 4: Trigger Case 4

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus

terhadap benda-benda asing di udara.

Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :

seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E

abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial

paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup

alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang

telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),

faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan

menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang

kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan

tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar

bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah

akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi

sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.

Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama

serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa

menyebabkan barrel chest.

Imunrespon

menjadiaktif

Pelepasanmediatorhumoral

1.Histamine2.SRS-A3.Serotonin4.Kinin

1. Bronkospasme2. Edema mukosa3. Sekresi meningkat4. Inflamasi

Penghambat kortikosteroid

Pencetus :

1.alergen2.olahraga3.cuaca4.emosi

Page 5: Trigger Case 4

→ Pada kasus Tn X merasakan sesak nafas, dada terasa sempit disertai retraksi otot-otot

interkostal, suara nafas wheezing, keadaan kulit yang sianosis, terjadi peningkatan

denyut, frekuensi pernafasaan, jumlah leukosit dan hematokrit. Itu sudah menandakan

bahwa pasien terkena Asma Bronkial tipe non-atopik.

2. Pengkajian fisik dan penunjang apa saja yang diperlukan? Mengapa perlu diperiksa?

Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : perawat perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,

kegelisahan kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi

pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu

pernapasan, sianosis, posisi istirahat klien.

b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.

c. B1 (breathing) : Inspeksi : peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-

otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi

pernaspasn.

Auskultasi : terdengar suara vesikuler yang menigkat disertai

dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali

inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing

(mengi) pada akhir ekspirasi, ekspirasi memanjang.

Perkusi : hipersonor, diafragma menjadi datar dan rendah

Palpasi : ekspansi, taktil fremitus normal

d. B2 (blood) : perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular

meliputi keadaan hermodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan

CRT.

e. B3 (brain) : kaji tingkat kesadaran klien.

f. B4 (bladder) : pengukuran volume urine perlu dilakukan karena berkaitan

dengan intake cairan.

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

Page 6: Trigger Case 4

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan

viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH disebabkan kerusakan

hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan

gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan

rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,

maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin

bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka

dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi

Page 7: Trigger Case 4

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,

dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

perubahan aksis jantung, umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle

branch block).

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau

terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan

sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.

Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol

(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak

lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator

lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis

tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita

tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

3. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien tersebut?

Pengobatan Nonfarmakologi

a) Penyuluhan, ditunjukkan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma

sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat

secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan

asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi

faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.

c) Fisioterapi. Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat

dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.

Pengobatan Farmakologi

Page 8: Trigger Case 4

a) Agonis beta: Metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat

cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan

kedua adalah 10 menit.

b) Metilxantin. Dosis dewasa diberikan 125-200 mg x sehari. Golongan metilxantin

adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak

memberikan hasil yang memuaskan.

c) Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik,

harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot

tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka

klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah

asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide diberikan 1-2 kapsul 4

x sehari.

4. Bagaimana tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada pasien tersebut?

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan

asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatanya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerja

sama dengan dokter dan perawat yang merawatnya.

5. Buatlah mapping masalah keperawatan berdasarkan data !

Berikut bagan Web of Caution (WOC) Asma untuk menentukan diagnose keperawatan

kasus Tn. X. Keterangan :

Tulisan : berdasarkan yang diketahui pada kasus Tn. X

: diagnose yang memungkinkan dari etiologi Asma

Tulisan : diagnose pada kasus Tn. X

Page 9: Trigger Case 4

HipoksemiadanhipoksiaKelelahan

LemahSianosis

Takipnea

Retraksiotot dada

wheezing

DX.3 Intoleransiaktivi

tas

Konsentrasi O2dalam alveolus menurun

Gangguandifusi

Oksigenasikejaringantidakmemadai

Gangguanperfusi

Mempermudahpoliferasi

Terjadisumbatandankonsolidasi

Gangguanventilasi

Mengi / wheezing

Sesak

DX 1. BersihanJalannaf

astidakefektif

Hiperventilasi

Kontraksiotot-ototpolosbronkus

ReaksiHiperaktivitasbronkus

Antobodymuncul (IgE)

Sel mast mengalamidegranulasi

Mengeluarkan mediator (histamine danbrakidin)

Etiologi

FaktorInfeksi :

Virus (respiratory sytitial virus) dan virus parainfluenza

Bakteri (pertusisdan streptococcus)

Jamus (aspergillus)

Parasit (ascaris)

Faktor Non Infeksi :Alergi

Iritan

Cuaca

KegiatanJasmani

Psikis

DX 2. Kerusakanpertukaran gas

Page 10: Trigger Case 4

6. Berdasarkan mapping Bagaimana rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut?

Asuhan Keperawatan Tn. X

1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

a. Riwayat kesehatan yang lalu:

Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.

Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b. Aktivitas :

Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.

Adanya penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktivitas sehari-hari.

Tidur dalam posisi duduk tinggi.

c. Pernapasan :

Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.

Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan

hidung.

Adanya bunyi napas mengi

Adanya batuk berulang.

d. Sirkulasi :

Adanya peningkatan tekanan darah.

Adanya peningkatan frekuensi jantung.

Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.

Kemerahan atau berkeringat.

Page 11: Trigger Case 4

e. Integritas ego :

Ansietas

Ketakutan

Peka rangsangan

Gelisah

f. Asupan nutrisi :

Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

Penurunan berat badan karena anoreksia.

g. Hubungan sosial :

Keterbatasan mobilitas fisik.

Susah bicara.

Adanya ketergantungan pada orang lain.

h. Seksualitas :

Penurunan libido

2. Diagnosa Keperawatan

No. Data Problem (Masalah) Etiologi (Penyebab)

1. DS :

TN.X mengeluh sesak nafas dan

dada terasa sempit setelah

mengikuti jalan santai.hal ini

sering dirasakan TN.X bila

kelelahan.

DO :

Whezzing(+)

RR : 30 X/ menit

HR : 98 X/ menit

HT : 49%

Leukosit : 14.000/mm³

(Leukositosis)

Ketidakefektifan bersihan

jalan nafas TN.X

Bronkospasme

Page 12: Trigger Case 4

Retraksi otot interkranial

Hipersonor (+)

Kulit pucat dan lembab

Cianosis (+)

2. DS:

TN.X mengeluh sesak nafas dan

dada terasa sempit setelah

mengikuti jalan santai.hal ini

sering dirasakan TN.X bila

kelelahan

DO :

Kulit pucat dan lembab

Cianosis (+)

Retraksi otot interkranial

Hipersonor (+)

Whezzing(+)

RR : 30 X/ menit

HR : 98 X/ menit

Kerusakan pertukaran gas

yang di alami TN.X

Perubahan membran

kapiler-alveolar

3. DS:

TN.X mengeluh sesak nafas dan

dada terasa sempit setelah

mengikuti jalan santai. Hal ini

sering dirasakan TN.X bila

kelelahan.

DO :

Kulit pucat dan lembab

Retraksi otot interkranial

Hipersonor (+)

Whezzing(+)

RR : 30 X/ menit

HR : 98 X/ menit

Intoleran aktivitas Kelemahan umum.

3. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Page 13: Trigger Case 4

Keperawatan

1. Ketidakefektifan

bersihan jalan

nafas

berhubungan

dengan

bronkospasme

Tupan : Setelah

dilakukan tinda-

kan keperawatan

selama 1minggu

Tn.X dapat mem-

pertahankan jalan

nafas paten

dengan irama &

frekuensi per-

napasan dalam

rentang normal.

Tupen : Setelah

diberikan asuhan

keperawatan

selama 2 X 24jam

diharapkan

masalah jalan

nafas TN.X dapat

diatasi dengan

menunjukkan

status prnapasan :

Whezzing(-)

RR : 20 x/menit

HR : 80 x/menit

HT : Normal

(40%-50%)

Leukosit :

10.000/mm³

Retraksi otot

interkranial (-)

Hipersonor (-)

Pucat (-)

Cianosis (-)

Mandiri

• Auskultasi bunyi

nafas, catat adanya

bunyi nafas, ex:

mengi

• Kaji / pantau

frekuensi pernafasan,

catat rasio inspirasi /

ekspirasi.

• Catat adanya

derajat dispnea,

ansietas, distress

pernafasan, peng-

gunaan obat bantu.

• Tempatkan posisi

yang nyaman pada

pasien, contoh : me-

ninggikan kepala

tempat tidur, duduk

pada sandara tempat

tidur

• Pertahankan polusi

lingkungan

minimum, contoh:

debu, asap dll

• Tingkatkan

masukan cairan

sampai dengan 3000

ml/ hari sesuai

toleransi jantung

memberikan air

hangat.

• bantu klien latihan

napas dalam.

Beberapa derajat

spasme bronkus terjadi

dengan obstruksi jalan

nafas dan dapat / tidak

dimanifestasikan

adanya nafas

advertisius.

• Tachipnea biasanya

ada pada beberapa

derajat dan dapat

ditemukan pada

penerimaan atau

selama stress/adanya

proses infeksi akut.

• Disfungsi pernafasan

adalah variabel yang

tergantung pada

tahap proses akut yang

menimbulkan

perawatan di rumah

sakit.

• Peninggian kepala

tempat tidur

memudahkan fungsi

pernafasan dengan

menggunakan

gravitasi.

• Pencetus tipe alergi

pernafasan dapat

mentriger episode

akut.

• Hidrasi membantu

menurunkan

kekentalan

sekret, penggunaan

cairan hangat dapat

Page 14: Trigger Case 4

Kolaborasi

• Berikan obat sesuai

dengan indikasi

bronkodilator

• Berikan terapi

oksigen sesuai

indikasi

menurunkan ke-

kentalan sekret,

penggunaan cairan

hangat dapat

menurunkan spasme

bronkus.

• ventilasi maksimal

membuka lumen jalan

napas.

• Merelaksasikan otot

halus dan menurun-

kan spasme jalan

nafas, mengi, dan

produksi mukosa.

• Mempertahankan

PaO2

2. Kerusakan

pertukaran gas

b/d perubahan

membran

kapiler-alveolar

(akibat

bronkospasme)

Tupan : Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1minggu

gangguan per-

tukaran gas akan

terkurangi yang

dibuktikan

dengan status

pernapasan dan

pertukaran gas

pada TN.X tidak

bermaslah

Tupen : Setelah

diberikan asuhan

keperawatan

selama 2 X 24

jam diharapkan

Mandiri

• Kaji/awasi secara

rutin kulit dan

membrane mukosa.

• Kaji bunyi paru ;

frekuensi napas,

kedalaman, dan

usaha napas.

• Palpasi fremitus

• Awasi tanda vital

dan irama jantung

Kolaborasi

• Berikan oksigen

tambahan sesuai

dengan indikasi hasil

AGDA dan toleransi

pasien.

• Berikan obat sesuai

• Sianosis mungkin

perifer atau sentral

keabu-abuan dan

sianosis sentral

mengindikasikan

beratnya hipoksemia.

• Disfungsi pernafasan

adalah variable yang

tergantung pada

tahap proses akut yang

menimbulkan

perawatan di

rumah sakit.

• Penurunan getaran

vibrasi diduga ada-nya

pengumplan

cairan/udara.

• Tachicardi, disritmia,

dan

perubahan tekanan

Page 15: Trigger Case 4

masalah

pernafasan TN.X

dapat diatasi

dengan kriteria :

Kulit normal

Pucat (-)

Cianosis (-)

Retraksi otot

interkranial (-)

Hipersonor (-)

Whezzing(-)

RR : 20 X/

menit

HR : 80 X/

menit

dengan indikasi

bronkodilator

darah dapat

menunjukan efek

hipoksemia sistemik

pada fungsi jantung.

• Dapat memperbaiki

atau mencegah

memburuknya

hipoksia.

• Merelaksasikan otot

halus dan me-

nurunkan spasme jalan

nafas, mengi, dan

produksi

mukosa.

3. Intoleran

aktivitas b/d

kelemahan

umum.

Tupan : Setelah

dilakukan tinda-

kan keperawatan

selama 1 minggu

dapat mentole-

ransi aktivitas

yang biasa

dilakukan dan

ditunjukkan

dengan tingkat

daya tahan

adekuat untuk

beraktivitas.

Tupen : Setelah

diberikan asuhan

keperawatan

selama 2 x 24 jam

diharapkan dapat

mentolerans

anktivitas dengan

kriteria :

Mandiri

• Kaji tingkat

kemampuan pasien

dalam aktivitas.

• Jelaskan pentingnya

istirahat dan keseim-

bangan aktivitas dan

istirahat.

• Bantu pasien dalam

memenuhi

kebutuhannya.

• Bantu pasien dalam

memilih posisi yang

nyaman untuk

istirahat

• Libatkan keluarga

dalam pemenuhan

kebutuhan pasien.

• Menetapkan

kemampuan / kebu-

tuhan pasien dan

memudahkan pilihan

intervensi.

• Menurunkan

kebutuhan metabolik,

menghemat energi

untuk penyembuhan.

• Meminimalkan

kelelahan dan mem-

bantu keseimbangan

suplay dan kebutuhan

oksigen.

• Pasien mungkin

nyaman dengan kepala

tinggi, tidur di kursi,

atau menunduk ke

depan meja atau bantal

• Keluarga mampu

melakukan perawatan

secara mandiri

Page 16: Trigger Case 4

Kulit normal

Pucat (-)

Retraksi otot

interkranial (-)

Hipersonor (-)

Whezzing(-)

RR : 20 x/menit

HR : 80 x/menit

Cianosis (-)

Evaluasi yang Diharapkan

1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan terapi oksigen

2. Hasil pemeriksaan gas darah arteri stabil tetapi tidak harus selalu nilai-nilai yang

normal karena perubahan kronis dalam kemampuan pertukaran gas dari paru..

3. Mencapai bersihan jalan napas.

4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

5. Mencapai toleransi aktivitas dan melakukan latihan seta melakukan aktivitas dengan

sesak napas lebih sedikit.

7. Bagaimana discharge planning pada pasien tersebut?

a. Jelaskan pengertian, proses penyakit serta tanda dan gejalanya

b. Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah

c. Hindari faktor pemicu : Kebersihan lantai rumah, debu debu, karpet, bantal, bulu binatang

dsb

d. Jelaskan tanda tanda bahaya yang akan muncul

e. Ajarkan penggunaan nebulizer

f. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek samping, waktu

pemberian.

g. Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, stress

h. Jelaskanpentingnya istirahat danlatihan, termasuk latihan nafas

i. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat

j. Hindari kegiatan yang berlebihan

k. Kontrol ke dokter sesuai pesan

Page 17: Trigger Case 4

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Penyakit Asma : Definisi, Penyebab, Gejala, (Online),

(http://seputarsehat.com/penyakit-asma, diakses 28 April 2013)

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :

Salemba Medika.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.

Ed.3. Diterjemahkan oleh I Made Kariasa dan I Made Sumarwati. Jakarta : EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan. Diterjemahkan oleh I Made Sumarwati

dan Nike Budi Subekti. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosis Keperawatan NIC NOC. Diterjemahkan oleh

Widyawati, dkk. Jakarta : EGC.