tonsilitis

Upload: ika-ikaclorys

Post on 18-Jul-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama: Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid.

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba (Ruiz JW, 2009).

Tonsil faring/adenoid

Tonsil tuba

Tonsil palatina

Tonsil lingual

Gambaran tonsil dalam cincin waldeyer

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral muskulus konstriktor faring superior Anterior muskulus palatoglosus Posterior muskulus palatofaringeus Superior palatum mole Inferior tonsil lingual (Wanri A, 2007)

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal Arteri faringeal asenden Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ, 2005).

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada (Wanri A, 2007). Tonsil bagian bawah di inervasi oleh cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel limfoid (Wiatrak BJ, 2005). Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Hermani B, 2004).

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S, 2007).

(Megantara Imam, 2006) Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam. (Hembing, 2004) Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. (Sriyono, 2006) Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak.

Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonsilitis adalah : Streptokokus Beta Hemolitikus Streptokokus Pyogenesis Streptokokus Viridans Virus Influenza Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections)

Streptococcus pyogenes

Streptococcus viridans

Imam Megantara (2006)

Tonsilitis akut Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus. Tonsilitis falikularis Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat Terdapat bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Dalam detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut. Tonsilitis Lakunaris Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat) Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan. Tonsilitis Kronik Tonsilitis Kronik adalah Tonsillitis yang terjadi secara berluang-ulang, faktor predisposisi dari Tinsilitis Kronik adalah: rangsangan kronik (rokok, makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

SMELTZER (2001) Sistem Gastointestinal Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil Anoreksia : mual dan muntah Mulut berbau Bibir kering Sistem Pernafasan Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil Faring hiperemis : terdapat detritus Edema faring Batuk Sistem Imun Pembengkakan kelenjar limpah leher Pembesaran tonsil Tonsil Hiperemia Demam atau peningkatan suhu tubuh Sistem Muskuloskeletal Kelemahan pada otot Letargi Nyeri pada otot Malaise

MANSJOER, A (2001) Abses Peritonsilar (quinsy) : Biasanya timbul pada pasien dengan tonsilitis berulang atau kronis yang tidak mendapat terapi yang adekuat. Abses Parafaringeal : Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari tonsil atau abses peritonsilar melalui otot konstriktor superior, sehingga formasi abses terbentuk di antara otot ini dan fascia servikalis profunda. Komplikasi ini berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh darah besar berada dan menimbulkan komplikasi serius. Abses Retrofaringeal : Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea), ganggaun menelan, dan benjolan pada dinding posterior tenggorok, dan bisa menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke bawah ke arah mediastinum dan paru-paru. Tonsilolith : Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, magnesium karbonat, fosfat, dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah). Kista Tonsil : Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna putih atau kekuningan sebagai akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil oleh jaringan fibrosa. Komplikasi Sistemik : Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A. Di antaranya: radang ginjal akut (acute glomerulonephritis), demam rematik, dan bakterial endokarditis yang dapat menimbulkan lesi pada katup jantung.

T0 : Post Tonsilektomi T1: Tonsil masih terbatas dalam Fossa Tonsilaris T2 : Sudah melewati pillar anterior belum melewati garis paramedian (pillar post) T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median T4 : Sudah melewati garis median

Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara

klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

Nn. K 19 tahun MRS dengan keluhan nyeri pada tenggorokan dan sakit saat menelan, demam, bau mulut dan tidak nafsu makan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TTV ; TD=110/70 mmHg, N=84 x/menit, RR=22x/menit, S=38,5C, terjadi pembesaran tonsil, faring hiperemis dan nyeri tekan pada leher. Pada pemeriksaan usap tonsil didapatkan bakteri penyebab streptococcus beta hemoliticus.

PENGKAJIAN I. Tanggal MRS : 30 Maret 2012 Tanggal Pengkajian : 30 Maret 2012 Jam Pengkajian : 10.00 Data Demografi a) Identitas Klien Nama : Nn. K Umur : 19 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Mahasiswa Status perkawinan : Belum kawin Alamat : Paiton, Probolinggo Ruang perawatan : Ruang Delima b) Identitas Penanggung jawab Nama : Ny. S Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMP Alamat : Paiton, probolinggo Hubungan dengan klien : Ibu Jam Masuk : 09.30 No. RM : 4304111

II. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama : Nyeri telan b. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada tenggorokan dan sakit saat menelan, demam, bau mulut dan tidak nafsu makan sejak 2 hari yang lalu. Klien juga mengeluh mual dan muntah. Skala nyeri 7 dan sifatnya hilang timbul. Awalnya klien mengalami batuk 3 hari sebelum keluhan nyeri telan muncul. Keluhan bertambah berat apabila klien makan makanan berminyak.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya Pasien mengalami keluhan serupa 1 bulan yang lalu, sudah diberi obat dan keluhan berkurang, tetapi keluhan muncul lagi 7 hari yang lalu. Riwayat infeksi telinga (-). Riwayat keluar cairan dari telinga (-). Riwayat penyakit gangguan pembekuan darah(-). Riwayat Diabetes Mellitus (-). d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien.

III.

Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak cemas, gelisah Tampak meringis kesakitan dan memegangi tenggorokan Edema submandibular

Tampak pucat Tampak lemah TTV : S : 38,5C

N : 84x/menit TD : 110/70 mmHg RR : 22 x/menit

Masalah Keperawatan :Gg. Keseimbangan suhu tubuh (hiperthermi)

- Body System

B1 (Breathing) Keluhan : nyeri (-), sesak (-) Batuk : produktif (+), nonproduktif B3 (Brain) (-) GCS : composmentis (E=4 V=5 M=6) Bentuk dada : normal Keluhan pusing : ya Pola nafas : 22x/menit Pupil : isokor Irama nafas : teratur Sclera/Konjunctiva : normal Suara nafas : ronchi Gangguan pandangan : tidak Alat bantu napas : tidak ada Gangguan pendengaran : ya Masalah Keperawatan : Bersihan jalan Gangguan penciuman : tidak napas tidak efektif Masalah Keperawatan : B2 (Blood) Keluhan nyeri dada : tidak ada Irama jantung : reguler S1/S2 tunggal : ya Suara jantung : normal - Gg. Persepsi sensori (auditory) - Resiko cidera

CRT : 2 detik Akral : panas Masalah Keparawatan : tidak ada

Frekuensi : 2x/hari B4 (Bladder) BB turun (dari 50kg menjadi 49kg) Kebersihan : bersih Masalah Keperawatan : Produksi urine : 1000 ml/hari Kandung kemih : nyeri tekan (-),- Perubahan nutrisi kurang dari keb. Tubuh pembesaran (-) - Gg. Rasa nyaman nyeri Intake cairan oral : 900 ml/hari Alat bantu kateter : tidak B6 (Bone+Integumen) Masalah Keperawatan : Gg. Keseimbangan Pergerakan sendi : bebas cairan dan elektrolit Kekuatan otot : 4-4, 4-4 B5 (Bowel) Kelainan ekstremitas : tidak Mukosa : kering Kelainan tulang belakang : tidak Tenggorokan : ada pembesaran tonsil Fraktur : tidak (ukuran T3-T3), nyeri saat menelan (+), Traksi / spalk /gips : tidak skala nyeri 7 Kulit : warna sawo matang Abdomen : nyeri tekan (-) Turgor : baik Peristaltik : 29 x/menit Masalah Keperawatan : Intoleransi Bau mulut (+) aktifitas BAB : 2x/hari, konsistensi lunak Porsi makan : hanya mampu menhabiskan porsi

- Status lokalisasi Telinga Inspeksi Bentuk dan ukuran Benjolan Serumen Edema Hiperemi Palpasi - Nyeri tarik auricular

: (n/n) : (-/-) : (-/-) : (-/-) : (-/-): (+/+)

Otoskopi Refleks cahaya membrane tympani : (+/+) Serumen : (-/-) Hiperemis : (+/+) Hidung Inspeksi Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung Tidak teradapat deviasi septum Tidak tampak pembengkakan dan hiperemis pada konka hidung Tidak tampak edem mukosa Mukosa hidung hiperemis Palpasi Tidak ada nyeri tekan Tidak ada krepitasi

Tenggorokan Inspeksi Mukosa lidah : tak tampak lidah kotor Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (-), edema (+) Uvula : di tengah, tampak edema Tonsil : membesar, T3-T3, hiperemis Detritus : (+) Palpasi Pembesaran submandibula : (+) Nyeri tekan : (+)

IV. Pemeriksaan PenunjangParameter

Pemeriksaan darah periferHasil/Satuan Nilai Normal Interpretasi

Hemoglobin

12 g/dl

12-14

Normal

Leukosit

12.100/l

4000 11.000

Tinggi

Pemeriksaan usap tonsil : Streptococcus beta hemoliticus

DATA

ETIOLOGI

PROBLEM

Ds : - Klien mengatakan nyeri tenggorokan dan sakit saat menelan Do: - Keadaan umum Klien tampak meringis kesakitan dan memegangi tenggorokan - Pemeriksaan fisik Skala nyeri 7 Mukosa faring ; edema (+), hiperemis (+) Tonsil ; hiperemis (+), T3 kanan dan kiri Nyeri tekan sekitar leher (+)

Inflamasi tonsilEdema tonsil Nyeri telan Gg. Rasa nyaman nyeri

Gg. Rasa nyeri

nyaman

DATA

ETIOLOGI

PROBLEM

Ds : - Klien mengatakan bau mulut dan tidak nafsu makan - Klien mengatakan sakit saat menelan - Klien mengeluh mual muntahDo: - Pemeriksaan fisik BB turun dari 50kg menjadi 49kg Frekuensi makan 2x/hari Hanya mampu menghabiskan porsi

Inflamasi tonsilEdema tonsil Nyeri telan Anoreksia Intake tidak adekuat

Perubahan nutrisi kurang dari keb. tubuh

Perubahann nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Gg. Rasa nyaman nyeri b.d pembengkakan tonsil 2. Perubahan nutrisi kurang dari keb. Tubuh b.d

anoreksia3. Gg. Keseimbangan suhu tubuh b.d proses

peradangan

Intervensi keperawatan 1HARI/ TGLJumat, 30 Maret 2012

NO.DIAGNOSADiagnosa 1 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x8 jam: - Nyeri berkurang atau hilang - Rasa nyaman terpenuhi Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang - Skala nyeri turun dari 7 menjadi 4 - Wajah klien tampak rileks - Mukosa faring ; edema berkurang, hiperemis (-) - Tonsil ; hiperemis (-), T1 kanan dan kiri

INTERVENSI

RASIONAL1. Untuk mengetahui dan menangani sumber nyeri, tingkat nyeri, lamanya nyeri, dan factor yang menyebabkan nyeri. 2. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal melalui mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri. 3. Mengurangi aktivitas atau istirahat akan membantu mengurangi rasa nyeri. 4. Analgesik membantu dalam mengurangi nyeri. 5. Antibiotik sebagai terapi kausal.

1. Kaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi nyeri. 2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi/latihan nafas dalam. 3. Anjurkan pasien untuk istirahat. 4. Kolaborasi : Berikan analgesik misalnya kodein, ASA, dan darvan sesuai indikasi. 5. Kolaborasi : Berikan antibiotik misalnya penicilin, cefotaxim, amoxilin sesuai indikasi.

Intervensi keperawatan 2HARI/ TGL NO.DIAGNOSA INTERVENSI1. 2.

RASIONALMengetahui pola dan kebiasaan makan klien dapat menentukan intervensi selanjutnya. Lesi mulut, tenggorokan dan inflamasi pada tonsil dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan. Menghindari refluks makanan. Memberi rasa segar dan bertujuan untuk menjaga kebersihan sehingga timbul keinginan untuk makan Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi. Antiemetik mengurangi rasa mual dan muntah. Vit. B komplek memenuhi kebutuhan vitamin dan meningkatkan nafsu makan. Mungkin diperlukan untuk mendukung pemasukan oral yang tak adekuat.

Jumat, 30 Maret 2012

Diagnosa 2 1. Kaji pola dan nafsu makan Tujuan : klien Setelah dilakukan intervensi 2. Kaji kemampuan untuk selama 3x24 jam kebutuhan mengunyah, merasakan nutrisi adekuat dan menelan 3. Anjurkan klien untuk Kriteria hasil : menghabiskan 1 porsi - Klien mengatakan nafsu makanan dengan cara di makan meningkat, tidak makan sedikit-sedikit dan mual dan nafas segar. diberi jeda. - Mampu menghabiskan 4. Anjurkan klien untuk porsi makan yang di melakukan perawatan sediakan mulut sebelum dan - BB meningkat sesudah makan. - Frekuensi makan 3x/hari 5. Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas. 6. Kolaborasi : Berikan antiemetik 3x1 dan vit. B komplek 3x1. 7. Kolaborasi : Berikan intake makanan per sonde.

3. 4.

5.

6.

7.

Implementasi Keperawatan 1HARI/T GL NO. DX JAM 10.15 IMPLEMENTASI 1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi nyeri. 2. Mengajarkan teknik distraksi dan latihan nafas dalam. 3. Menganjurkan pasien untuk istirahat. 4. Memberikan analgesik. 5. Memberikan antibiotik. TTD Jumat, Dx 1 30 Maret 2012

10.4511.30

Implementasi keperawatan 2HARI/T NO. GL DXJumat, 30 Maret 2012

JAM10.15

IMPLEMENTASI1. Mengkaji pola dan nafsu makan klien 2. Mengkaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan 3. Mendorong tirah baring 4. Menganjurkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan 5. Menganjurkan klien untuk menghabiskan 1 porsi makanan dengan cara di makan sedikit-sedikit dan diberi jeda. 6. Memberikan antiemetik 3x1 dan vit. B komplek 3x1.

TTD

Dx 2

10.45

11.10

11.30

Evaluasi Keperawatan 1HARI/ TGL Jumat/ 30 Maret 2012 NO. DX Diagnosa 1 EVALUASI

S : Klien mengatakan nyeri berkurang O: - Skala nyeri turun dari 7 menjadi 5 - Wajah klien masih meringis - Mukosa faring ; edema berkurang, hiperemis (+) - Tonsil ; hiperemis (+), T2 kanan dan kiri A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi no. 2, 3, 4, 5

Evaluasi keperawatan 2HARI/ TGL NO. DX EVALUASI Senin, Diagnosa 2 S : Klien mengatakan nafsu makan meningkat, 2 April tidak mual lagi dan nafas segar 2012 O:

- Klien menghabiskan porsi makan yang di sediakan - BB 49,5 kg - Frekuensi makan 3x/hari A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi

SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Tonsilitis Sub Pokok Bahasan : Perawatan tonsilitis Waktu : Pkl 07.30 08.20 Hari/Tanggal : Rabu, 4 April 2012 Tempat : Aula RSNU Tuban Sasaran : Klien dan keluarga di RSNU Tuban Penyuluh : Mahasiswa STIKES NU Tuban semester 4 ----------------------------------------------------------------------------------------------A. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Instruksional Umum Setelah mendapat penyuluhan tentang tonsilitis selama 30 menit, diharapkan peserta mengerti tentang perawatan pada pasien tonsilitis.

2.

Tujuan Instruksional KhususSetelah mendapatkan penyuluhan, diharapkan peserta mampu : Menjelaskan tentang pengertian tonsilitis Menjelaskan tentang penyebab tonsilitis Menyebutkan tanda dan gejala tonsilitis Menyebutkan pencegahan tonsilitis Menjelaskan penatalaksanaan tonsilitis

B. Metode belajar Ceramah Tanya jawab Brain storming

C. Alat dan Media Laptop dan LCD Leaflet Flipchart

D. Kegiatan PenyuluhanNo Kegiatan Respon Peserta Waktu

1.

Pembukaan -Perkenalan/salam -Penyampaian Tujuan

-Membalas salam -Memperhatikan

5 Menit

2.

a) Penyampaian materi, tentang: Pengertian, - Memperhatikan 30 menit penyebab, tanda gejala, pencegahan, dan penjelasan dan penatalaksanaan pada pasien tonsilitis. demonstrasi dengan b) Pemberian kesempatan pada peserta cermat penyuluhan untuk bertanya. - Menanyakan hal yang c) Menjawab pertanyaan peserta penyuluhan belum jelas yang berkaitan dengan materi. - Memperhatikan jawaban penyuluh Penutup -Tanya jawab (evaluasi) -Menyimpulkan hasil materi -Mengakhiri kegiatan -Mengucapkan salam -Membagikan leaflet Menjawab salam 10 Menit

3.

E. Pengorganisasian dan Job Description Pembimbing : 1. 2. Moderator : Job Description : - Membuka dan menutup kegiatan - Membuat susunan acara dengan jelas Penyaji : Job Description : - Menyampaikan materi penyuluhan

Observer : Job Description : -Mengobservasi jalannya kegiatan Fasilitator : 1. 2. 3. Job Description : -Membantu menyiapkan perlengkapan penyuluhan -Memotivasi audience untuk bertanya -Menjawab pertanyaan audience

F. Kriteria Evaluasi Evaluasi struktur Klien dan keluarga di RSNU Tuban Penyelenggaraan penyuluhan di aula RSNU Tuban. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh Mahasiswa STIKES NU semester 4. Kontrak waktu dilakukan 1 hari sebelum Penyuluhan dan 15 menit sebelum pelaksanaan Penyuluhan. Evaluasi proses Peserta antusias terhadap materi penyuluhan. Peserta mengikuti penyuluhan sampai selesai. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar. Peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan sharing. Evaluasi hasil Peserta mampu menjelaskan tentang pengertian tonsilitis Peserta mampu menjelaskan tentang penyebab tonsilitis Peserta mampu menyebutkan tanda dan gejala tonsilitis Peserta mampu menyebutkan pencegahan tonsilitis Peserta mampu menjelaskan penatalaksanaan tonsilitis

Pengertian Tonsilitis adalah peradangan amandel sehingga amandel menjadi bengkak, merah, dan memiliki bintik-bintik putih di permukaannya. Penyebab Bakteri streptococcus dan virus.

Tanda dan gejala Sakit tenggorokan yang tidak hilang dalam beberapa hari Kesulitan menelan Demam tinggi Muntah- muntah Kelelahan atau lesu Kesulitan bernafas Mendengkur Nafsu makan buruk Bau mulut

PENCEGAHAn Tidak boleh makan sembarangan Kebersihan gigi dan mulut Imunisasi DPT Kumur air hangat 3 X sehari Menghindari kontak langsung penderita tonsillitis Usahakan untuk selalu mencuci tangan menggunakan sabun dan air sebelum makan dan setelah selesai dari kamar mandi Biasakan untuk selalu minum menggunakan gelas pribadi dan tidak bertukar-tukar dengan orang lain Konsultasikan dengan dokter bila merasa sakit pada tenggorokan. Karena Semakin cepat infeksi tersebut diobati, maka akan semakin cepat pula menghindari kerusakan yang lebih parah. Gantilah sikat gigi setiap kali selesai mengalami radang tenggorokan atau pembengkakan pada amandel. Usahakan untuk mengonsumsi air yang cukup Hindari makanan atau minuman yang bisa merangsang iritasi seperti makanan atau minuman yang terlalu panas, dingin, asam atau pedas.

Penatalaksanaan Pada kebanyakan orang, infeksi yang disebabkan oleh virus hanya perlu diobati dengan parasetamol untuk menurunkan demam. Pereda nyeri juga mungkin berguna untuk mengurangi rasa sakit Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) selama 10 hari. Jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan. Antibiotik yang sering digunakan adalah amoksisilin, eritromisin dan ciprofloksasin. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika: tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih/tahun tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 2 tahun tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 3 tahun tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Mansjoer, A (1999) Penatalaksanaan tonsilitis akut Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. Pemberian antipiretik. Penatalaksanaan tonsilitis kronik Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.

Irman, S (2006) Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

INDIKASI ABSOLUT Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi

INDIKASI RELATIFTerjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik. Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -laktamase.

KONTRA INDIKASI Riwayat penyakit perdarahan Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol Anemia