tbr depresi pasca stroke

22
I. PENDAHULUAN Depresi dapat mengenai siapa saja, tetapi orang-orang dengan penyakit yang serius seperti stroke memiliki risiko lebih tinggi. Hubungan antara gejala depresi dan penyakit serebrovaskuler telah banyak dilaporkan. Perubahan-perubahan psikomotor, gangguan kognitif dan gejala neurologis fokal merupakan gejala yang sering dijumpai pada depresi pasca stroke. Seringkali depresi pascastroke kurang mendapat perhatian sehingga mudah terlewatkan dan tidak terdiagnosis. Penderita stroke, anggota keluarga dan teman-temannya, bahkan kadang-kadang dokter yang merawatnya dapat salah menafsirkan gejala depresi yang dianggapnya sebagai suatu reaksi yang timbul karena penderita mendapat serangan stroke. Padahal, diagnosis dan pengobatan depresi yang baik dapat memberikan keuntungan yang nyata pada seseorang yang sedang dalam penyembuhan. Pengobatan terhadap depresi dapat pula mempersingkat proses rehabilitasi dan mempercepat penyembuhan kelainan-kelainan yang ditimbulkan akibat stroke. Secara umum, stroke dapat terjadi pada semua kelompok umur. Tetapi tiga perempat dari peristiwa stroke terjadi pada 1

Upload: sandy-agustian

Post on 19-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

text book review

TRANSCRIPT

Page 1: TBR Depresi Pasca Stroke

I. PENDAHULUAN

Depresi dapat mengenai siapa saja, tetapi orang-orang dengan penyakit yang serius

seperti stroke memiliki risiko lebih tinggi. Hubungan antara gejala depresi dan penyakit

serebrovaskuler telah banyak dilaporkan. Perubahan-perubahan psikomotor, gangguan

kognitif dan gejala neurologis fokal merupakan gejala yang sering dijumpai pada depresi

pasca stroke. Seringkali depresi pascastroke kurang mendapat perhatian sehingga mudah

terlewatkan dan tidak terdiagnosis. Penderita stroke, anggota keluarga dan teman-temannya,

bahkan kadang-kadang dokter yang merawatnya dapat salah menafsirkan gejala depresi yang

dianggapnya sebagai suatu reaksi yang timbul karena penderita mendapat serangan stroke.

Padahal, diagnosis dan pengobatan depresi yang baik dapat memberikan keuntungan yang

nyata pada seseorang yang sedang dalam penyembuhan. Pengobatan terhadap depresi dapat

pula mempersingkat proses rehabilitasi dan mempercepat penyembuhan kelainan-kelainan

yang ditimbulkan akibat stroke.

Secara umum, stroke dapat terjadi pada semua kelompok umur. Tetapi tiga perempat

dari peristiwa stroke terjadi pada orang-orang yang sudah berusia 65 tahun atau lebih,

sehingga stroke mengakibatkan timbulnya disabilitas pada orang-orang tua. Dari sekitar

600.000 orang Amerika laki-laki dan perempuan yang menderita stroke untuk pertama

kalinya atau pada rekurensi, 10-27% mengalami depresi berat. 8 Umumnya gejala depresi ini

timbul dalam waktu 1-2 bulan setelah terjadinya stroke. Di antara faktor-faktor yang berperan

terhadap kejadian dan beratnya depresi pasca-stroke adalah lokasi dari lesi di otak, adanya

riwayat depresi di dalam keluarga, dan kondisi kehidupan sosial pra-stroke. Penderita-

penderita stroke yang mengalami depresi berat seringkali kurang responsif terhadap upaya

rehabilitasi, bersifat mudah marah, dan menunjukkan perubahan perilaku atau kepribadian.

1

Page 2: TBR Depresi Pasca Stroke

Tetapi depresi adalah suatu kelainan yang harus dilihat secara terpisah dari stroke, dan harus

ditangani sedini mungkin bahkan ketika penderita sedang menjalani proses rehabilitasi. 8

2

Page 3: TBR Depresi Pasca Stroke

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

1. Depresi

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan,

dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan

perhatian berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa

depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri

atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.

2. Stroke

Stroke yang disebut juga gangguan perdarahan pembuluh darah otak

adalah sindrom gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan

sirkulasi otak. Gangguan tersebut akibat penyumbatan lumen pembuluh darah

oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak,

perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan perubahan viskositas

maupun kualitas darah sendiri. Proses ini dapat tidak menimbulkan gejala dan

akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai tingkat

melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi

otak.12

3

Page 4: TBR Depresi Pasca Stroke

Faktor risiko penyakit ini adalah umur, jenis kelamin, suku bangsa, hipertensi,

penyakit jantung, diabetes melitus, genetik, obesitas, diet, hiperkolestrolemia,

merokok dan kurangnya aktivitas fisik.1,4,11,12

Etiologi Stroke

Ada empat kategori stroke:

1. Trombosis aterosklerotik: sering terjadi akibat interaksi dinamik antara

hipertensi dan aterosklerotik pada dinding pembuluh darah perifer, otak

dan koroner

2. Emboli serebri: stroke dapat disebabkan trombosis dari jantung yang

berjalan ke arteri karotis. Emboli bisa juga akibat plak ateromatosus dalam

karotis atau emboli udara dalam arteri karotis interna.

3. Perdarahan: terjadi pada sekitar 25% penderita sroke. Dapat disebabkan

oleh hipertensi, ruptur arteriovenous malformation (AVM).

4. Lakuna, terjadi pada sekitar 20% kasus. Biasanya terjadi akibat oklusi

arteri serebri yang kecil. Sering terdapat di talamus, ganglia basalis,

kapsula interna dan batang otak.1

Diagnosis Stroke

Stroke sebagai suatu proses penyumbatan darah otak mempunyai sifat klinik

yang spesifik sebagai berikut:

1. Timbul mendadak

2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh

yang tersumbat

4

Page 5: TBR Depresi Pasca Stroke

3. Kesadaran dapat menurun terutama jika terjadi perdarahan otak. Pada

stroke iskemik hal ini jarang terjadi.12

Anamnesis dengan pasien dan keluarga pasien menunjukkan adanya

kelumpuhan anggota sebelah badan, mulut mencong, bicara pelo dan tidak

dapat berkomunikasi dengan baik. Pada pasien stroke sering dijumpai faktor-

faktor risiko yang menyertai misalnya penyakit diabetes, hipertensi dan

penyakit jantung. Gambaran klinik yang sering terdapat pada pasien stroke

adalah defisit neurologis seperti hemiparese, afasia, gangguan kognisis dan

gangguan fungsi sensoris. Selain itu stroke juga dapat menyebabkan gangguan

perilaku dan emosi yang disebabkan oleh lesi di otak atau akibat reaksi

psikologis akibat hendaya dan disabilitasnya.1

Pegangan klinisi untuk membuat diagnosis stroke masih memiliki

keterbatasan. Sebelum ditemukannya CT Scan ketepatan diagnosis klinis

mengenai stroke hemoragik 65% sedangkan untuk stroke non hemoragik

adalah 57%.

3. Depresi pasca Stroke

Depresi yang terjadi setelah stroke disebut juga sebagai depresi pasca

stroke. Hal ini merupakan konsekuensi yang sering terjadi, dan mempunyai

akibat yang negatif pada masa penyembuhan dari fungsi motorik dan kognitif.

Gangguan depresi mungkin merupakan gangguan emosional yang paling

sering dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien

stroke mengalami depresi setelah serangan stroke. 1,6

5

Page 6: TBR Depresi Pasca Stroke

Gejala depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi fungsional

seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, anhedonia, tidak bertenaga,

sulit konsentrasi, nafsu makan menurun, penurunan libido, gangguan tidur

pada malam hari dan adanya ide-ide bunuh diri. Sekitar 26 % depresi pasca-

stroke adalah penderita dengan sindrom depresi berat sedang sisanya adalah

dengan sindrom depresi ringan.1

Suatu penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yang

mengalami depresi, akan terjadi peningkatan persentase mortalitas, bahkan

pada pasien yang lebih muda dan tidak mempunyai penyakit kronis yang

terlalu banyak dibanding pasien yang tidak depresi, angka kematian tetap

tinggi pada pasien depresi pasca-stroke dan yang didiagnosis gangguan jiwa

lain akibat stroke.

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi depresi pasca-stroke berkisar antara 11-68%, tergantung dari

seleksi penderita, kriteria diagnostik yang digunakan dan lamanya waktu

pemeriksaan ulang berikutnya (follow-up) setelah terjadinya serangan stroke.7

Prevalensi yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca-stroke dan tetap

tinggi sampai 1-3 tahun kemudian.13 Menurut Ghoge dkk angka prevalensi

depresi pasca-stroke adalah 10-25% untuk perempuan dan 5-12% untuk laki-

laki.14

6

Page 7: TBR Depresi Pasca Stroke

C. ETIOLOGI

Walaupun penyebab depresi pasca-stroke tidak diketahui namun beberapa

penelitian mengatakan lokasi jejas pada otak memegang peranan penting.

Penelitian melaporkan sebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi

otak dengan kejadian depresi pasca-stroke di lesi hemisfer kiri. Penelitian tersebut

juga menunjukkan adanya tingkat keparahan depresi dengan jauhnya batas

anterior lobus frontalis, walaupun demikian tidak semua lesi pada hemisfer kiri

menyebabkan depresi pasca-stroke. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

pasien dengan depresi mempunyai riwayat gangguan psikiatrik atau adanya

keluarga yang menderita gangguan psikiatrik. Sebagai tambahan, hubungan

depresi dengan ketidakmampuan fungsi fisik. Hal ini tidak ditemukan pada semua

penelitian, sehingga keparahan ketidakmampuan dalam fungsi fisik tidak ada

hubungannya dengan keparahan depresi.

D. PATOFISIOLOGI

Dalam dua dekade terakhir ini, para peneliti mencoba menemukan korelasi

antara lokasi lesi anatomis dan depresi pasca-stroke. Beberapa peneliti

menyokong teori hubungan lateralisasi dan depresi pasca-stroke, tetapi peneliti

lain menyatakan bahwa interaksi antara keduanya tidak signifikan. Depresi pasca-

stroke mempunya etiologi yang sifatnya multifaktorial dengan komponen reaktif

dan organic.3,4,14 Depresi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari proses infark

otak atau dapat terjadi sebagai reaksi akibat cacat atau ketidak-berdayaan yang

7

Page 8: TBR Depresi Pasca Stroke

disebabkan oleh stroke. Pengamatan klinis oleh beberapa peneliti menunjukkan

bahwa perilaku emosional dan reaksi katastrofik lebih sering dijumpai pada

penderita-penderita yang mengalami lesi di daerah hemisfer kiri; sedangkan pada

penderita dengan kerusakan hemisfer kanan terdapat pola reaksi indiferen.

Chemerinski dan Robinson melaporkan penderita dengan lesi hemisfer kiri 64%

menunjukkan gangguan depresi ringan sampai berat sedangkan kelainan ini

hanya dijumpai pada 14% penderita dengan lesi hemisfer kanan. Mereka juga

menemukan bahwa atrofi subkortikal berkaitan dengan depresi pasca-stroke.5,13

Penderita-penderita stroke dengan depresi dan ansietas lebih sering menunjukkan

lesi kortikal (sebelah kiri) dibandingkan dengan kelompok penderita stroke yang

hanya dengan depresi saja. Pada kelompok penderita stroke yang hanya dengan

depresi saja ini lebih banyak ditemukan kerusakan subkortikal, sedangkan

pederita stroke dengan ansietas sering berkaitan dengan lesi hemisfer kanan.

Hal ini dimungkinkan karena emosi dan tingkah laku diatur oleh ganglia basal

dari otak, yaitu system limbik. Aktivitas bagian ini serta aktivitas sistem

neurohormonal akan menimbulkan ekspresi emosional. Limbik berarti “batas”

yang terdiri dari jaringan kortikal di sekitar hilus dari hemisfer serebri serta terdiri

dari lobus limbicus, kompleks nuclei amygdaloideae, nuclei septalis,

hypothalamus, epithalamus, dan beberapa nuclei thalami. Istilah system limbic

diperluas lagi menjadi semua struktur saraf yang terlibat di dalam emosi dan

dorongan motivasi. Secara filogenetik sistem limbic merupakan bagian dari

korteks yang paling tua. Secara histologis, tersusun atas jaringan korteks yang

primitive disebut allokorteks, yang mengelilingi hilus hemisfer. Selain itu

8

Page 9: TBR Depresi Pasca Stroke

terdapat bentuk transisi dari korteks disebut juxtakorteks yang terletak di antara

allokorteks dan hemisfer serebri. Jaringan kortikal lainnya adalah neokorteks

yang merupakan bagian yang sangat berkembang. 8

Sebaliknya Breg dkk menyatakan bahwa penderita dengan lesi hemisfer kiri

yang memperlihatkan gejala depresi jumlahnya tidak secara bermakna lebih besar

dibanding penderita lainnya. 3

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak mudah mendiagnosis depresi pada penderita pasca-stroke terutama jika

pasien tersebut mengalami afasia. Adanya ekspresi kesedihan akibat kelemahan

otot wajah, apatis yang disebabkan lesi pada hemisfer kanan atau adanya aprosodi

akan menyesatkan diagnosis pada stroke. Indikasi yang dapat membantu

diagnosis depresi pada stroke antara lain bila didapatkan perubahan kepribadian

atau mood, kehilangan berat badan dalam waktu singkat, pola tidur yang kacau

dan kemajuan minimal rehabilitasi.

1. Beck Depression Inventory (BDI)

Merupakan suatu skala yang dapat digunakan sebagai alat skreening

pada pasien depresi yang timbul akibat stroke. BDI terdiri dari 21 pertanyaan

yang sering digunakan pada penelitian depresi pasca stroke. BDI mempunyai

cutoff point optimal dengan nilai 10, sensitivitas 80.0, dan spesifisitas 61.4.

Pasien dengan depresi pasca stroke lebih lambat penyembuhan atau

perbaikan fungsi fisik maupun kognitifnya dibandingkan dengan pasien stroke

tanpa depresi. Juga 3 – 4 kali lebih cepat berakibat fatal dalam kurun waktu

9

Page 10: TBR Depresi Pasca Stroke

10 tahun setelah mengalami stroke. Stroke merupakan suatu stressor

psikososial yang berat bagi penderita maupun pasangannya, yang harus

dihadapi dan diselesaikan dengan baik.2

2. Dexamethason Suppression Test

Tes ini tidak menunjukkan kegunaan sebagai alat diagnostic yang

meyakinkan. Beberapa penilitian menunjukkan sebuah hubungan secara

statistik antara gangguan depresi pasca-stroke dengan kegagalan untuk

menekan serum kortisol dengan pemberian deksametason namun

spesifisitasnya secara umum tidak terlalu berguna untuk digunakan sebagai

alat diagnostik. Telah dikemukakan pendapat bahwa depresi pasca-stroke

berhubungan dengan hilangnya norepinefrin dan serotonin yang disebabkan

lesi frontal atau ganglia basal.2

Sebuah studi tentang hormon pertumbuhan (growth hormone)

menemukan bahwa respon hormon secara signifikan menumpul pada pasien

depresi pasca-stroke. Hal ini menunjukkan kehilangan fungsi reseptor

adrenergik α2 merupakan pertanda yang penting untuk depresi pascastroke.

Sensitivitas tes ini 100% dengan spesifisitas 75%. 10

F. TATALAKSANA

1. Psikofarmakoterapi

Pada penderita depresi pasca-stroke dapat diberikan antidepresi. Penderita

dianjurkan untuk memulai terapi dengan dosis kecil terlebih dahulu untuk

meminimalkan efek samping. Penggunaan subterapeutik tidak dianjurkan.

10

Page 11: TBR Depresi Pasca Stroke

Tidak ada satupun jenis antidepresan yang khusus untuk pengobatan depresi

pasca-stroke.2 Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin berguna juga untuk

menghilangkan gejala pseudobulbar yaitu tertawa dan menangis patologis

yang dikaitkan dengan stroke. Penggunaan golongan trisklik yang juga

mempunyai efek antiaritmia menyebabkan obat antiaritmia lain dapat

dihentikan atau dikurangi dosisnya. Fluolestine merupakan SSRI dengan efek

antikolinergik ringan yang efektif untuk pasien depresi pasca-stroke karena

kurang menimbulkan kenaikan berat badan, obat-obat ini dapat dipakai oleh

pasien depresi yang gemuk atau ada riwayat penambahan berat badan selama

pemakaian trisiklik.1

Penderita stroke yang mengalami depresi harus diberikan antidepresan

agar tidak terjadi peningkatan mortalitas akibat stroke ataupun depresi pasca-

strokenya. Terjadi peningkatan mortalitas pada pasien stroke iskemik yang

mengalami depresi. Penggunaan antidepresan telah terbukti dapat

menurunkan angka mortalitas pasien depresi pasca-stroke.9,15 Penelitian lain

mengatakan adanya penemuan yang mengejutkan bahwa pada pasien yang

menerima pengobatan aktif dengan antidepresan terdapat kecenderungan

untuk selamat dari penyakitnya. Keuntungan pemakaian antidepresan tetap

siginifikan di atas keadaan lain yang menyertai keadaan stroke seperti usia,

tipe stroke, adanya penyerta diabetes melitus dan gangguan depresif.15

Terapi elektrokonvulsif bisa diberikan pada penderita depresi pasca-stroke

yang tidak ada komplikasi lainnya. Psikoterapi dan terapi lainnya seperti

11

Page 12: TBR Depresi Pasca Stroke

fisioterapi dan terapi okupasi diberikan bersama-sama dengan terapi

medikamentosa untuk strokenya.12

2. Psikoterapi

Psikoterapi individu, terapi keluarga, dan terapi kelompok dapat diberikan

kepada pasien stroke dengan emosi.

Psikoterapi Individu

Adanya gangguan kognitif, perjalanan penyakit yang kronis, dan perawatan di

rumah sakit yang berulang dapat menimbulkan gangguan emosional sehingga

pasien memerlukan ventilasi, dukungan, perbaikan mekanisme dan mentolerir

terhadap ketidakmampuannya dan ketergantungannya. Terapis dapat

memberikan terapi suportif seperti mengangkat kembali harga diri pasien

yang menurun.

Psikoterapi Keluarga

Adanya hubungan antara fungsi keluarga dengan kesembuhan dari gangguan

emosional pasca-stroke. Kritikan lingkungan atau lingkungan yang sangat

terlibat dapat memperlambat penyembuhan. Perbaikan atau pengurangan

perawatan di rumah sakit tergantung dari kemampuan keluarga untuk

menurunkan ekspresi emosinya. Terapi keluarga merupakan komponen

perencanaan terapi yang komprehensif pada pasien gangguan emosional

pasca-stroke. Tujuan terapi keluarga adalah untuk mengurangi disfungsi

tingkah laku pada anggota keluarga dalam berhubungan dengan pasien.

12

Page 13: TBR Depresi Pasca Stroke

Terapi Kelompok

Tujuan terapi kelompok adalah untuk mengurangi isolasi, mendorong

hubungan interpersonal. Terapi dapat memperbaiki harga diri, orientasi,

tingkah laku, pemecahan masalah, mengurangi depresi dan ansietas. Suatu

terapi kelompok yang efektif ditandai dengan terbentuknya lingkungan

terapeutik yang kohesif dan berkembangnya hubungan yang saling

mendukung, sehingga dapat memberikan kesempatan perbaikan adaptasi

terhadap disabilitas yang sebenarnya dapat menimbulkan gangguan emosi.1

G. PROGNOSIS

Terdapat beberapa penelitian tentang prognosis pasien depresi pasca-stroke.

Penelitian di rumah sakit tidak menunjukkan prognosis yang baik, tetapi menurut

penelitian komunitas didapatkan perbaikan setelah 1 tahun. Penelitian lain

mengatakan penderita stroke dengan depresi selama 1 tahun akan sulit

mengalami perbaikan.12 Peningkatan angka kematian pada penderita depresi

pasca-stroke juga berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien dalam rangka

pengobatan untuk keadaan akibat strokenya. Pasien juga terkadang enggan

dalam melakukan upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya

keberulangan stroke. Apalagi jika terdapat penyakit penyerta lain seperti diabetes

melitus, pasien biasanya mempunyai kepatuhan yang kurang untuk menerapkan

dietnya dalam rangka mengontrol gula darah sehingga peningkatan gula darah

menjadi tidak terkontrol dan komplikasi kardiovaskuler lebih mudah terjadi.

Dengan demikian prognosis juga menjadi kurang baik.9

13

Page 14: TBR Depresi Pasca Stroke

Peranan keluarga maupun pengertian dari penderita sendiri mengenai

stroke akan mempengaruhi prognosis, terutama pengertian tentang serangan

stroke yang tiba-tiba dan kondisi penyembuhan yang terjadi sangat lambat

perlu diterima dengan lapang dada oleh penderita dan keluarganya.

Fisioterapi, formal psikoterapi dan terapi kognitif harus direncanakan dengan

baik untuk mendapatkan hasil akhir yang optimal.12

14

Page 15: TBR Depresi Pasca Stroke

III. KESIMPULAN

1. Depresi pasca-stroke merupakan kelainan neuropsikologis yang paling sering

dijumpai setelah suatu serangan stroke.

2. Depresi sebagai suatu sindrom sangat sering dijumpai pada pasien pasca-

stroke

3. Penelitian melaporkan hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak

dengan kejadian depresi pasca-stroke pada lesi dihemisfer kiri

4. Pengobatan pasien depresi pasca-stroke dapat dengan cara farmakoterapi yaitu

dengan obat-obatan anti depresan dan juga dengan psikoterapi terhadap

pasien.

15