referat rabies tbr

42
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit. 1 Virus yang menjadi penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya dapat berkembang biak di dalam jaringan saraf. Ukuran virus antara 100-150 milimikron. Virus ini tahan terhadap kekeringan, akan tetapi mudah dimatikan dengan menggunakan antiseptic, sinar matahari langsung, pemanasan, dan radiasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. Masa inkubasi pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah gigitan hewan rabies, sedangkan pada manusia tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh tidaknya luka dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf pada luka, jumlah virus yang masuk, serta jumlah luka gigitan. 1 1

Upload: ary-nahdiyani-amalia

Post on 06-Aug-2015

388 views

Category:

Documents


52 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Rabies TBR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang

mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi

biasanya saliva. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan

binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan

atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit.1

Virus yang menjadi penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya

dapat berkembang biak di dalam jaringan saraf. Ukuran virus antara 100-150

milimikron. Virus ini tahan terhadap kekeringan, akan tetapi mudah

dimatikan dengan menggunakan antiseptic, sinar matahari langsung,

pemanasan, dan radiasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. Masa inkubasi

pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah gigitan hewan rabies, sedangkan pada

manusia tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh tidaknya luka

dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf pada luka, jumlah virus yang

masuk, serta jumlah luka gigitan.1

Secara umum, penularan rabies terjadi diakibatkan infeksi karena

gigitan binatang. Namun rabies juga dapat menular melalui beberapa cara

antara lain melalui cakaran hewan, sekresi yang mengkontaminasi membrane

mukosa, virus yang masuk melalui rongga pernapasan, dan transplantasi

kornea. Virus rabies menyerang jaringan saraf, dan menyebar hingga system

saraf pusat, dan dapat menyebabkan encephalomyelitis (radang yang

mengenai otak dan medulla spinalis).2

Distribusi rabies tersebar di seluruh dunia dan hanya beberapa negara

yang bebas rabies seperti Australia, sebagian besar Skandinavia, Inggris,

Islandia, Yunani, Portugal, Uruguay, Chili, Papua Nugini, Brunai, Selandia

Baru, Jepang, dan Taiwan. Di Indonesia sampai akhir tahun 1977 rabies

tersebar di 20 provinsi dan 7 provinsi dinyatakan bebas rabies adalah Bali,

NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya dan Kalimantan Barat. Data tahun 2001

1

Page 2: Referat Rabies TBR

menunjukkan terdapat 7 provinsi yang bebas rabies adalah Jawa tengah, Jawa

timur, Kalimantan Barat, Bali, NTB, Maluku dan Irian Jaya.1

Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus

sudah mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari

kepustakaan dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari rabies namun sejak tahun

1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup.

Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir

selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas atau

henti jantung ataupun paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari tahun

1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing

pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan luka,

pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.3

Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala

rabies; penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal

jantung dan gagal nafas. Walaupun tindakan perawatan intensif umumnya

dilakukan, hasilnya tidak menggembirakan. perawatan intensif hanyalah

metode untuk memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup

pasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering

terjadi. Oleh karena itu diperlukan tindakan penanganan yang efektif dan

efisien baik penanganan profilaksis pra pajanan maupun penanganan pasca

pajanan, sehingga akibat buruk akibat virus ini dapat diminimalkan.4

B. Tujuan

Untuk dapat menjelaskan penyakit rabies mulai dari definisi, etiologi,

epidemiologi, perjalanan penyakit hingga penanganan dan prognosis dari

penyakit ini.

BAB II

2

Page 3: Referat Rabies TBR

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Rabies adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut

serta menyerang susunan saraf pusat.5 Rabies adalah suatu infeksi virus pada

otak yang menyebabkan iritasi dan peradangan otak dan medulla spinalis.

Nama lain untuk rabies hydrophobia, la rage (Perancis), la rabbia (Italia), la

rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di Indonesia terkenal dengan nama

penyakit Anjing Gila.4

Menurut cara penularannya rabies termasuk golongan zoonosis

langsung (direct zoonosis) yaitu zoonosis yang hanya memerlukan satu jenis

vertebrata saja untuk kelangsungan hidupnya, dan agen penyebab penyakit

hanya sedikit berubah atau tidak mengalami perubahan sama sekali selama

penularan. Sedangkan menurut reservoir utamanya rabies digolongkan dalam

antropozoonosis, yaitu penyakit yang secara bebas berkembang di alam di

antara hewan-hewan. Menurut agen penyebabnya rabies merupakan zoonosis

kausa viral. Rabies dapat ditularkan oleh satwa liar (wild life zoonosis),

hewan piaraan (domesticated animal zoonosis) maupun hewan yang hidup

dipemukiman manusia (domiciliated zoonosis).1

Penularan rabies biasanya terjadi melalui gigitan hewan yang telah

terinfeksi, pencemaran luka segar atau selaput lendir dengan saliva atau otak

hewan yang telah terinfeksi. Pada kasus tertentu penularan melalaui udara

dapat juga terjadi. Virus ini berkembang biak dalam kelenjar ludah. Sangat

peka terhadap pelarut yang bersifat alkalis seperti sabun, desinfektan, alkohol,

dan lain-lain. Sistem yang diserang adalah sistem saraf (clinical encephalitis)

yang dapat bersifat paralitik/furious dan glandula salivarius (mengandung

sejumlah besar partikel virus yang berada di saliva).1

B. Etiologi

3

Page 4: Referat Rabies TBR

Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia

Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk peluru dengan salah satu

ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat

atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah,

memiliki membran selubung (amplop) di bagian luarnya yang pada

permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500

buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang

tinggi (glikoprotein). Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm,

tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm.2

Amplop glikoprotein tersusun dalam struktur seperti tombol yang

meliputi permukaan virion. Glikoprotein virus terikat pada reseptor

asetilkolin, menambah neurovirulensi virus rabies, membangkitkan antibody

neutralisasi dan antibody penghambat hemaglutinasi, dan merangsang

imunitas sel T. antigen nukleokapsid merangsang antibody yang mengikat

komplemen. Antibody netralisasi pada permukaan glikoprotein tampaknya

bersifat protektif. Antibodi antirabies digunakan pada analisis

imunofluororescent diagnostic yang umumnya ditujukan pada antigen

nukleokapsid. Isolasi virus rabies dari spesies binatang yang berbeda dan

memiliki perbedaan sifat antigenik dan biologik. Variasi-variasi ini

bertanggung jawab terhadap perbedaan dalam virulensi antara isolasi.

Interferon diinduksi oleh virus rabies, khususnya dalam jaringan dengan

konsentrasi virus yang tinggi, dan berperan dalam memperlambat infeksi

yang progresif.1

Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70%,

yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun

dalam larutan gliserin 50%. Pada suhu 600ºC virus mati dalam waktu 1 jam

dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40ºC dapat

tahan selama bebarapa tahun.2 Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun,

etanol 45%, solusi jodium. Virus rabies dan virus lain yang sekeluarga

dengan rabies diklasifikan menjadi 6 genotipe. Rabies merupakan genotipe 1,

mokola genotipe 3, Duvenhage genotipe 4, dan European bat lyssa-virus

genotipe 5 dan 6. 4

4

Page 5: Referat Rabies TBR

Gambar 1. Gambar Struktur Virus Rabies

Keterangan : Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-paku

glikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein, phosphorylated atau

phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini menunjukkan lapisan konsentrik

yaitu amplop dengan membran ganda, protein m dan digulung dalam RNA.

C. Sejarah

Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah

dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan

aturan denda bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia

hingga mati telah dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM).

Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan oleh Democritus (500 SM)

dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi) untuk pertama

kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada

manusia dengan rabies pada hewan.6

Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser

(1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E. V. De Haan

pada manusia (1894), selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah

tertular rabies tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia II

peta rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit

rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa

Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara

(1958), Sumatera Selatan (1959), D.I. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta

5

Page 6: Referat Rabies TBR

(1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan

Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan

(1983) dan P. Flores (1997).6

Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies muncul di

Kab. Flores Timur, NTT sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari

pulau Buton-Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies.

Sampai dengan saat ini selain beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia

yang tersebut diatas Pulau-pulau kecil di sekeliling Pulau Sumatera masih

dinyatakan bebas rabies.6

D. Epidemiologi

Rabies terdapat dalam dua bentuk epidemiologik yaitu urban, yang

disebarluaskan terutama oleh anjing, dan/atau kucing rumah yang tidak

diimunisasi, dan sylvatic, yang disebarluaskan oleh sigung (skunk), rubah,

raccoon, luwak (mongoos), serigala, dan kelelawar. Infeksi pada binatang

yang jinak biasanya menunjukkan kelebihan reservoar infeksi sylvatic, dan

manusia dapat terinfeksi oleh salah satunya. Oleh karena itu infeksi pada

manusia cenderung terjadi pada tempat rabies bersifat enzootik atau

epizootik, yaitu jika terdapat banyak populasi binatang jinak yang tidak

diimunisasi, dan manusia kontak dengan udara terbuka.4

Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang

cukup banyak. Tahun 2000, World Health Organization (WHO)

memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat sekurang-kurangnya

50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi disetiap musim

atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan

usia, seks atau ras.7

Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon,

serigala dan kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New

York. Kelelawar penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak

merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai

rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila.7

Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies

sebanyak 16 propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera

6

Page 7: Referat Rabies TBR

Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi

(Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan

Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah

Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).8

Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas

dari rabies melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004, Banten sejak

tahun 1996, dan provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya

SK Mentan bebas rabies ini, maka seluruh pulau Jawa telah bebas rabies

karena Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu

dibebaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.25 Daerah yang

secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus) adalah provinsi Bali,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores),

Kalimantan Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau

dan Kepulauan Bangka Belitung dan sampai saat ini tetap dapat

dipertahankan bebas rabies.8

Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100%

Case Fatality Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi

(99,4%) diikuti kucing (0,29%) dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau

liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia yang digigit meliputi kepala

(5%), tangan (28%), kaki (57%), dan lain-lain (10%).7,8

E. Patogenesis

Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak langsung

dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus

rabies tidak  bisa menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri

dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki

saraf tepi pada sambungan neuromuskuler. Setelah virus menempel pada

reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui

serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan

kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis,

virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya

mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson

7

Page 8: Referat Rabies TBR

tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang.

Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor

asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus

rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang.

Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan

penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan

translasi.5

Gambar 2. Perjalanan penyakit rabies

Genom RNA untai direkam oleh polimerase RNA terkait, varion

menjadi 5 spesies mRNA.

Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan

pembentukan RNA keturunan. RNA genomik berhubungan dengan

transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi,

8

Page 9: Referat Rabies TBR

partikel berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui pertusan yang

melalui selaput plasma.5

Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung,

sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri.

Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan

membentuk virus baru yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian

melanjutkan diri bergerak secara sentripetal sebagai sub viral, tanpa

nukleoplasmid menuju jaringan otak. Setelah melewati medula spinalis virus

akan menginfeksi tegmentum batang otak dan nukleus selebelaris batang otak

selanjutnya virus akan menyebar ke sel purkinye serebelum, diencephalon,

basal ganglia dan akhirnya menuju hipokampus terjadi lebih lambat dengan

girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak bisa

menginfeksi sel granuler pada girus dentatus yang sebagian besar

mengandung reseptor AMPAdan Kainate.8

Gambar 3. Replikasi dan siklus infeksi virus

9

Page 10: Referat Rabies TBR

Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan

menyebar kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi

khusus terhadap sel-sel sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus

mengenai system limbik dimana berfungsi erat dengan pengontrolan dan

kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistim limbic ini,

pasien akan menggigit mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah

memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian bergerak ke

perifer dalam serabut aferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ

tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus

rabies menyebar menuju multi organ melalui neuron otonom dan

sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas

infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Replikasi di luar

sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea. Kepekaan

terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar  belakang

genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel

inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh

virus untuk bergerak dari titik masuk ke susunan saraf pusat. Gambaran yang

paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang

khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.7

Gambar 4. Negri body di neuron

10

Page 11: Referat Rabies TBR

11

Page 12: Referat Rabies TBR

Gambar 5. Skema patogenesis infeksi virus rabies.

Keterangan : Nomor pada gambar menunjukkan urutan kejadian.

F. Masa Inkubasi

Masa inkubasi rabies pada anjing 10-15 hari, dan pada hewan lain 3-6

minggu kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi

pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama

beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada

anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi

yang panjang (2-7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi.4,5,11

Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang

genetik, status immun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus

ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke susunan saraf pusat.5 Masa

inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak,

pada gigitan dikaki masa inkubasi kira kira 60 hari, pada gigitan di tangan

masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30

hari.4,5,11

G. Gejala Klinis

1. Pada Hewan

Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium:8,9,11

a. Stadium Prodromal

Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat

berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya

perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari

tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea

berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya.

Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak

bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai

diikuti oleh kenaikan suhu badan.

12

Page 13: Referat Rabies TBR

b. Stadium Eksitasi

Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap

prodromal, bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai

garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan

hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi

murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan

mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada

cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.

c. Stadium Paralisis

Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga

sulit untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut

pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau,

sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.

2. Pada Manusia

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium:8,9

a. Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan

saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit

kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh

lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

b. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada

tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi

yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.

c. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi

dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus,

ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara

keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.

Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak

beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang

13

Page 14: Referat Rabies TBR

menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar

atau kaku kejang.

d. Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium

eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala

eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini

karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan

gejala paresis otot-otot pernafasan.

H. Tipe Rabies Pada Anjing

Anjing muda lebih relatif lebih peka dibandingkan hewan dewasa. Masa

inkubasi rata-rata 3-6 minggu dengan variasi yang tinggi, dapat 10 hari atau 6

bulan, jarang kurang dari 2 minggu atau lebih dari 4 bulan. Virus rabies

dijumpai pada air liur anjing segera setelah gejala klinis tampak.8,9

Ada tiga tipe rabies pada hewan yaitu:

1. Rabies Ganas

- Tidak menuruti lagi perintah pemilik.

- Air liur keluar berlebihan.

- Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang

ditemui dan ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.

- Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari

sejak timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.

2. Rabies Tenang

- Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.

- Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.

- Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur

keluar berlebihan.

- Kematian terjadi dalam waktu singkat.

3. Bentuk Asimtomatis:

Hewan tidak menunjukkan gejala sakit dan atau hewan tiba-tiba mati.

Pada anjing dan kucing biasanya bersifat ganas. Masa inkubasi 10-60

hari namun bisa juga lebih lama. Air liur binatang sakit yang mengandung

14

Page 15: Referat Rabies TBR

virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran. Rabies pada kucing

mempunyai gejala atau tanda-tanda yang hampir sama dengan gejala pada

anjing, seperti menyembunyikan diri, banyak mengeong, mencakar-cakar

lantai dan menjadi agresif. Pada 2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi

kelumpuhan, terutama di bagian belakang.8,9

I. Diagnosis

Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan

kurang bisa dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu

hidrofobia dan aerofobia. Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan

pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat

dikerjakan:5,9

1. Darah rutin

Dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000-13000/mm)

dan penurunan hemoglobin serta hematokrit.

2. Urinalisis

Dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.

3. Mikrobiologi

Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah

onset.

4. Histologi

Dapat ditemukan tanda patognomonik berupa badan Negri (badan

inklusi dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus

yang divaksinasi dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari

2 minggu. Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel

saraf (neuron) sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan

virus tetapi badan negri tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah

anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat mengganggu

pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus

dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam

specimen tetap terjamin sampai ke laboratorium. Bahan pemeriksaan

dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri dan

cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body

15

Page 16: Referat Rabies TBR

tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub

maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba (suckling animals),

misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).

5. Serologi

DFA Testing and RT-PCR melalui biopsi kulit, Reverse-

Transcription Polymerase Chain Reaction (RTPCR) dalam saliva.

6. Cairan serebrospinal

Rabies Virus–Specific Antibodies dalam serum dan LCS (Rapid

fluorescent focus inhibition test/RFFIT), dapat ditemukan monositosis

sedangkan protein dan glukosa dalam batas normal. Namun, pada

pemeriksaan laboratorium, yang merupakan gold standar untuk diagnosis

rabies adalah pemeriksaan dengan teknik fluorescent antibody (FA).

Deteksi nukleokapsid dengan ELISA merupakan tes yang cepat dan

jugadapat digunakan maupun dilakukan pada survei epidemiologi.

J. Diagnosis Banding

Rabies harus dipertimbangkan sebagai penyebab pada semua penderita

dengan gejalan eurologik, psikiatrik atau laringofaringeal yang tak bisa

dijelaskan, khususnya bila terjadi didaerah endemis atau orang yang

mengalami gigitan binatang pada daerah endemis rabies.4

Penderita rabies harus dibedakan dengan rabies histerik yaitu suatu

reaksi psikologik orang-orang yang terpapar dengan hewan yang diduga

mengidap rabies. Penderita dengan rabies histerik akan menolak jika

diberikan minum (pseudohidropobia) sedangkan pada penderita rabies sering

merasa haus.4

Tetanus dapat dibedakan dengan rabies melalui masa inkubasinya yang

pendek, adanyatrismus, kekakuan otot yang persisten diantara spasme, status

mental normal, cairan serebrospinal biasanya normal dan tidak terdapat

hidropobia. Ensefalitis dapat dibedakan dengan metode pemeriksaan virus

dan tidak dijumpai hidropobia.4

Rabies paralitik dapat dikelirukan dengan Syndroma Guillain Barre

transverse myelitis, japanese ensefalitis, herpes simpleks ensefalitis,

16

Page 17: Referat Rabies TBR

poliomielitis atau ensefalitis post vaksinasi. Pada poliomielitis saat timbul

gejala neurologik sudah tidak ada demam, dan tidak ada gangguan sensorik

ensefalitis post vaksinasi rabies terjadi 1:200-1:1600 pada vaksinasi nerve

tissue rabiesvaccine, dibedakan dengan mulai timbulnya gejala cepat, dalam

2 minggu setelah dosis pertama. Pemeriksaan neurologik yang teliti dan

pemeriksaan laboratorium berupa isolasi virusakan membantu diagnosis.4

Diagnosa banding dalam kasus pasien suspek rabies meliputi banyak

penyebab dariensephalitis, yang pada umumnya karena infeksi dari virus

seperti herpesvirus, enterovirus, danarbovirus. Virus yang sangat penting

untuk dijadikan diagnosa banding adalah herpes simpleks tipe 1, varicella

zooster. Faktor epidemilogik seperti cuaca, lokasi geografi, umur pasien,

riwayat perjalanan, dan pajanan yang mungkin untuk tergigit binatang dapat

membantu menolong penegakan diagnosa.1

K. Penatalaksanaan

Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan

hewan penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat

dan sesegera mungkin.

1. Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan:

Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas

dengan air bersih mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue

bersih dan dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.

2. Segera ke Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit untuk mencari

pertolongan selanjutnya.

Di Puskesmas/Rabies Center/ Rumah Sakit dilakukan:

1. Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir

selama 10-15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat

merah, dan lain-lain).

2. Lakukan eksplorasi pada luka. Lakukan pembersihan dengan NaCl 0,9%,

atau dengan H2O2 3%.

3. Luka yang ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan

penjahitan

17

Page 18: Referat Rabies TBR

secara longgar dengan menggunakan benang non absorbable, dan

dipasang drain.

3. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml im pada hari 1, 3, 7, 14 dan hari ke-28 .

Tidak ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa.

4. Dapat dikombinasikan dengan antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi

kuman atau bakteri yang lain.

1. VAR (Vaksin Anti Rabies)

a. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

- Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab).

- Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan

pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.

- Dosis : Dewasa/anak sama yaitu hari ke 0 (pertama berkunjung

ke Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis

masing-masing 0,5 ml diberikan intramuskuler di deltoideus

kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara

intramuskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR Verorab +

SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90.

- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure

Treatment).

Vaksinasi Dosis Waktu pemberian

Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4x Pemberian :

Hari Ke-0 : 2x sekaligus

(Deltoid Kiri dan Kanan)

Hari Ke 7 dan Ke 21

Ulangan 0,5 ml 0,5 ml Hari Ke-90

b. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)

- Produksi Bio Farma Bandung.

- Kemasan : Dosis berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @

2 ml dan Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul

pelarut @ 0,4 ml.

18

Page 19: Referat Rabies TBR

- Cara pemberian : Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara

subcutan (sc) di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi

ulang disuntikkan secara intracutan (ic) di bagaian fleksor

lengan bawah.

- Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan

didaerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,25 ml diberikan ke

11,15,30 dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor lengan

bawah. Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1 ml diberikan 7x

setiap hari subcutan disekitar daerah sekitar pusar/umbillus.

Ulangan 0,1 ml diberikan hari ke 11,15,30,dan 90 secara intra

cutan dibagian fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR

(Serum Anti Rabies) Jadwal pemberian VAR dasar sama

ulangan boostar jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90.

- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure

Treatment).

Vaksinasi Dosis Waktu pemberian Keterangan

Dasar 1 ml 2 ml 7x Pemberian :

diberikan setiap hari

Anak < 3th

Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Hari Ke-11, 15, 30,

dan 90

2. SAR (Serum Anti Rabies)

a. SAR Heterolog (serum kuda)

- Produksi Bio Farma Bandung.

- Kemasan : Vial = 20 ml (1 ml = 100 IU)

- Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka

sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intramuskuler.

- Dosis : 40 IU/Kg BB, harus dilakukan skin test, apabila positif

tidak boleh diberikan.

Jenis Serum Dosis Waktu pemberian Keterangan

19

Page 20: Referat Rabies TBR

Serum

Heterolog

40 ml/Kgbb Bersamaan dengan

pemberian VAR

hari ke-0

Sebelumnya

Dilakukan

Skintest

b. Serum homolog

- Misal IMDGAM, produksi Pasteur Merieux Perancis.

- Kemasan : Vial 2 ml (1 ml = 150 IU).

- Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka

sebanyak mungkin sisanya intramuskuler di gluleus/pantat.

- Dosis : 20 IU/Kg, harus dilakukan skin test, apabila positif tidak

boleh diberikan.

Jenis Serum Dosis Waktu pemberian Keterangan

Serum

Homolog

20 ml/Kgbb Bersamaan dengan

pemberian VAR

hari ke-0

Sebelumnya

Dilakukan

Skintest

L. Tipe-tipe Vaksin Rabies

Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang

telah diinaktifkan.2,7

1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)

Untuk mendapatkan suatu suspensi virus rabies yang bebas dari

protein asing dan protein sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk

tumbuh dalam lini sel fibroblast normal manusia WI-38. Preparasi virus

rabies dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-

propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun anafilaktik serius yang

pernah dilaporkan.

2. Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA)

Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari

sel-sel paru janin kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin

ini diinaktivasi oleh β-propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan

aluminium fosfat.

3. Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC)

20

Page 21: Referat Rabies TBR

Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed flury LEP yang

tumbuh dalam fibroblast ayam. Diinaktivasi oleh β-propiolakton dan

dimurnikan lebih lanjut oleh sentrifugasi zonal.

4. Vaksin jaringan saraf

Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan

digunakan di banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika

Selatan. Menimbulkan sensitisasi pada jaringan saraf dan menghasilkan

ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit alergi) dengan frekuensi

subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang yang digigit

oleh hewan buas/gila bervariasi dari 5 sampai 50%.

5. Vaksin embrio bebek

Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis

pasca vaksinasi. Virus rabies ditanam dalam telur bebek berembrio.

Jarang terdapat reaksi anafilaktik, tetapi antigenisitas vaksinnya rendah,

sehingga beberapa dosis harus diuji untuk mendapatkan respon antibodi

yang memuaskan.

6. Virus hidup yang dilemahkan

Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh pada

embrio ayam (misalnya, strai flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak

untuk manusia. Kadang-kadang vaksin demikian bisa menyebabkan

kematian oleh rabies pada kucing atau anjing yang disuntik. Virus rabies

yang tumbuh pada biakan sel hewan yang berlainan telah dipakai sebagai

vaksin untuk hewan piaraan.

M. Pencegahan

1. Pencegahan Primer7,9,11

a. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing,

kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.

b. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang

masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.

c. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies

kedaerah-daerah bebas rabies.

21

Page 22: Referat Rabies TBR

d. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera,

70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi

kasus.

e. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing,

kucing yang telah divaksinasi.

f. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan

dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.

g. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus

didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas

Peternakan setempat.

h. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih

dari 2 meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus

diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus

menggunakan berangus (beronsong).

i. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita

rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama

observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk

dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.

j. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan

sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka

rabies.

k. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies

sekurang-kurangnya 1 meter.

2. Pencegahan Sekunder

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan

resiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau

dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur.

Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu

pergi secepatnya ke Puskesmas atau dokter yang terdekat untuk

mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah

observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies

sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka

22

Page 23: Referat Rabies TBR

rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini

mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat

dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.7,9,11

3. Pencegahan Tersier

Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau

menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan

sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan

perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap

ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang

dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau

laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat

tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur

Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti

Rabies dengan lengkap.7,9,11

N. Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya

timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan

tekanan intrakranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus,

sindrom abnormalitas hormon antidimetik (SAHAD), disfungsi otonomik

yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan

henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan

dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodromal sering terjadi

komplikasi hiperventilasi dan alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi

dan depresi pernafasan terjadi pada fase neurologik akut. Hipotensi terjadi

karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik.4

O. Prognosis

Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek.

Tanpa pencegahan, penderita hanya bertahan sekitar 8 hari, sedangkan

dengan penangan suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan.

Sebelum ditemukan pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.

Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia),

23

Page 24: Referat Rabies TBR

kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Hingga saat ini belum ada laporan

kasus yang dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari penyakit rabies

timbul. Pada manusia yang tidak mendapatkan vaksin rabies hampir selalu

fatal terutama setelah muncul gejala neurologi, tetapi bila setelah terpapar

virus diberikan vaksin akan mencegah perkembangan virus.8

Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus

sudah mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari

kepustakaan dilaporkan 10 pasienyang sembuh dari rabies namun sejak tahun

1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup.

Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak

hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal

nafas/henti jantung ataupun paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari

tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing

pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan

luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.4

24

Page 25: Referat Rabies TBR

BAB III

PENUTUP

1. Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai

semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva.

2. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang

terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi

jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit.

3. Infeksi terjadi biasanya melalui kontak dengan binatang seperti anjing,

kucing, kera, serigala, kelelawar dan ditularkan ke manusia melalui gigitan

binatang atau kontak virus (saliva binatang) dengan luka pada host ataupun

melalui membran mukosa.

4. Manifestasi klinis rabies dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1) prodromal non

spesifik, (2) ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus lain. (3)

disfungsi pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan gambaran

klasik ensefalitis rabies, dan (4) jarang, sembuh.

5. Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies;

penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung

dan gagal nafas. Walaupun tindakan perawatan intensif umumnya dilakukan,

hasilnya tidak menggembirakan. perawatan intensif hanyalah metode untuk

memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup pasien dengan

mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering terjadi.

25

Page 26: Referat Rabies TBR

6. Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah

mencapai sistem saraf pusat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Corey, Lawrence. Rabies, Rhabdovirus, dan Agen Mirip-Marburg. In:

Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta: EGC. 1999,

p 938-941.

2. Harijanto, Gunawan, P. N. & Carta, A. Rabies. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007, p 1736-1740.

3. Bleck, T. P. & Rupprecht, C. E. Rabies Virus. In: Mandell GL, Bennet JE,

Dollin R (Eds). Mandell, Douglas amd Bennet’s Principles and Practice of

Infectious Diseases. 5th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone. 2000, p

1811-1820.

4. Chin, James. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17. Jakarta:

American Public Health Association. 2000, p 427- 436.

5. Mardjono, M. & Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan Ke-13.

Jakarta: PT. Dian Rakyat. p 169-170.

6. Haryono, Yudha, dkk (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). 2006.

Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II. Cetakan Pertama.

Airlangga University Press: Surabaya.

7. Depkes. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan

Tersangka Rabies di Indonesia. Diunduh dari

26

Page 27: Referat Rabies TBR

http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf. Pada tanggal

20 Agustus 2012.

8. Sudomo, A., Kusuma, M., & Maryuni, V. 2009. Program Kreativitas

Mahasiswa. Pemanfaatan Habbatus Sauda Untuk Terapi Penunjang

Pencegah Rabies Pada Anjing. Bogor: IPB.

9. Deptan. Patofisiologi Rabies. Diunduh dari

http://www.deptan.go.id/rabies.pdf. Pada tanggal 20 Agustus 2012.

10. Smith, Jean S. 1996. New Aspects of Rabies with Emphasis on Epidemiology,

Diagnosis and Prevention of the Disease in the United States. Clinical

Microbiology Reviews, Vol. 9, No. 2.

11. Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Diunduh dari

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani10.pdf. Pada tanggal 21

Agustus 2012.

27