surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_d5_unika soegijapranata

16
Acara 1 SURIMI LAPORAN RESMI PRATIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh : Ratna Rahayuningtyas 13.70.0138 Kelompok : D5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 05-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan surimi yang sebagai produk perantara dalam industri pengolahan ikan

TRANSCRIPT

Page 1: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara 1

SURIMI

LAPORAN RESMI PRATIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :

Ratna Rahayuningtyas

13.70.0138

Kelompok : D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling

daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,

polifosfat dan es batu.

1.2. Metode

Pencucian ikan

Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut

(Fillet daging ikan)

)

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

Page 3: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging

dengan ditambah es batu

Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali

Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)

Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4,

5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%

(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)

Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer

Thawing

Page 4: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma

Uji hardness menggunakan texture analyzer

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Hasil press digambar di milimeter blok

Page 5: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Penghitungan WHC :

Luas atas =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas bawah =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas area basah = Luas atas − Luas bawah

mg H2O =Luas area basah − 8,0

0,0948

Page 6: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada Tabel

1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. Perlakuan Hardness

(gf)

WHC

(mg H2O)

Sensori

Kekenyalan Aroma

1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1% 108,24 188832,63 + + +

2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3% 121,52 216793,25 + + + +

3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3% 188,05 130435,97 + + + + +

4 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5% 103,44 271751,05 + + + +

5 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5% 91,87 273975,32 + + + + +

Keterangan :

Kekenyalan Aroma

+ : tidak kenyal + : tidak amis

+ + : kenyal + + : amis

+ + + : sanagat kenyal + + + : sanagat amis

Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan hasil seperti pada tabel. Kelompok D1 dengan

adanya penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, polifosfat 0,1% memperoleh hasil dari hardness

108, 24 gf, nilai WHC 188832,63 mg H2O, dengan uji sensori yang memiliki kekenyalan tidak

kenyal serta berbau amis. Untuk kelompok D2 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%,

polifosfat 0,3% memperoleh hasil untuk tingkat kekerasannya (hardness) sebesar 121,52 gf, hasil

WHC sebesar 216733,25 dengan tingkat kekenyalan tidak kenyal serta beraroma sangat amis. Pada

kelompok D3 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,3% memperoleh hasil dari

nilai hardness sebesar 188,05 gf, nilai WHC 130435,97 mg serta memiliki tingkatan kekenyalan

yang kenyal dan beraroma sangat amis. Sedangkan pada kelompok D4 dengan penambahan sukrosa

5%, garam 2,5%, polifosfat 0,5% memperoleh hasil 103,44 gf untuk kekuatan hardness, nilai WHC

271751,05 mg dengan tingkat kekenyalan kenyal serta didapatkan aroma amis. Untuk kelompok D5

dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,5% memperoleh hasil hardness sebesar

91,873 gf, nilai WHC 273975,32 mg serta memiliki tingkat kekenyalan yang kenyal dan aroma yang

amis.

Page 7: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum teknologi hasil laut ini mengenai surimi yang merupakan salah satu olahan dari laut

dengan menggunakan ikan bawal pada kloter ini. Dari pernyataan Moeljanto (1994) bahwa ikan

merupakan salah satu makanan yang digemari oleh masyarakat dengan harga yang tidak terlalu

mahal serta masih terjangkau, walaupun ikan mempunyai sifat yang gampang rusak (high perishable

food). Oleh karena itu ikan untuk mengatasi kemudahan kerusakan tersebut ikan harus segera diolah

menjadi makanan salah satunya bisa diolah menjadi surumi.

Surimi atau yang lebih familiar di sebut dengan daging ikan lumat merupakan daging giling yang

pengolahannya dengan cara diekstrak menggunakan air dan bahan anti denaturasi protein. Namun

surimi merupakan produk antara dari pembuatan berbagai olahan produk lain seperti sosis ikan,

bakso ikan. Surimi sendiri terbuat dari ikan baik yang berasal dari tawar maupun dari laut. Misalnya

surumi dapat dibuat dengan menggunakan ikan kakap, ikan bawal, ikan nila, ikan lele, ikan munjair,

dan lainnya penyebab penggunakan bahan baku ikan karena ikan memiliki yang semua kalangan

masih menjangkaunya (Nopianti, R. et al. 2011).

Produk olahan dari ikan (surimi) ini pastinya terdapat kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan dari

surimi ini yaitu merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan sosis, bakso, otak-otak.

Sebaliknya dengan kelebihan dari surimi ini memiliki kelemahan yaitu produk surimi ini sering

mengalami kerusakan yang disebabkan karena kekuatan gel yang dimilikinya sangat mudah rusak

saat proses pengolahan sedang dilakukan. Menurut teori Suzuki (1981), memiliki syarat dalam

menentukan kualitas mutu dari produk surimi yakni memiliki elastisitas serta kekenyalan yang baik

sehingga perlu dipertahankan dengan cara menyimpan surimi dalam keadaan beku. Ada yang

berpendapat lain (Lee, 1984) bahwa tekstur gel yang dimiliki produk ini dipangaruhi oleh faktor dari

penggilingan yang lama, penambahan garam yang digunakan, pH dll.

Produk surimi dikatakan berkuliatas bagus apabila didapatkan tanda-tanda yang merupakan ciri-ciri

produk tersebut berkualitas sesuai yakni memiliki penampakan warna yang putih, flavor yang baik,

serta kekuatan gaya menarik (elastisitas) tinggi. Salah satu yang dapat mempengaruhi kualitas surimi

tersebut bagus atau tidak yaitu dari kesegeran ikan yang digunakan dalam pengolahan surimi.

Penggunakan ikan masih segar akan memberikan kekuatan daya menarik (elastisitas) yang

Page 8: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

semakin tinggi. Jika dalam pengolahan surimi menggunakan ikan kurang segar dan untuk menambah

kekuatan daya menarik (elastisitas) bisa ditambahkan dengan gula, protein nabati. Teori Nopianti et

al (2011) menyatakan bahwa pH adalah satu faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan daya

menarik (elastisitas) dari produk surimi. pH yang sebaiknya digunakan dalam pengolahan surimi

adalah 6,5 hingga 7 atau pH netral.

Cara pembuatan surimi ini pertama yang harus dilakukan yaitu cuci ikan dengan air mengalir sampai

bersih dan timbang berat ikan. Kemudian pisahkan bagian-bagian ikan dari bagian kepala, sirip,

ekor, sisik, isi perut, dan kulit. Ambil bagian daging ikan yang berwarna putih saja sebanyak 100

gram. Teori dari Damar (2003), menyatakan dalam proses pembuatan surimi salah satu tahapan yang

harus dilakukan adalah pemisahan daging dari tulang dan kulit ikan, pembersihan organ-organ yang

seperti kepala, insang. Dengan adanya proses penyiangan bertujuan untuk menghindari

perkembangbiakan mikroorganisme alami pada ikan (Vatria, 2010).

Setelah itu giling daging ikan hingga halus, selama proses penggilingan bisa ditambahkan es batu

untuk menjaga suhu tetap rendah. Tujuan dilakukan penggilingan menggunakan es batu adalah untuk

mendapatkan mutu surimi yang kualitas tinggi (Phatcharat, 2006). Selanjutnya daging ikan yang

sudah digiling di cuci dengan air es sebanyak 3 kali, saring dengan menggunakan kain saring untuk

tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, serta menghilangkan lemak, darah, dan kotoran yang tidak

diinginkan.

Dari proses pencucian tersebut, tambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5 % untuk kelompok 1,2 ;

sebanyak 5 % untuk kelompok 3,4 dan 5. Tambahkan pula garam sebanyak 2,5 % untuk semua

kelompok serta tambahkan polifosfat sebanyak 0,1 % untuk kelompok 1 ; sebanyak 0,3 % untuk

kelompok 2,3 ; sebanyak 0,5 % untuk kelompok 4,5. Pada praktikum ini adanya penambahan garam

dengan konsentrasi yang ditentukan menunjukan bahwa surimi adalah ka-en surimi. Seperti yang

dikatakan oleh Suzuki 1981 bahwa dimana adanya penambahan garam dengan konsentrasi tertentu

menunjukan surimi jenis ka-en. Ada pun tujuan dari penambahan garam yakni untuk membantu

mempercepat penurunan jumlah kadar air yang ada pada ikan fillet yang nantinya akan dibuat surimi

(Anomin, 1987).

Page 9: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Teori dari Haryati, 2001 menyatakan bahwa polifosfat digunakan untuk pemisahan aktomiosin yang

berikatan dengan myosin. Selanjutnya myosin dan polifosfat akan berikatan dengan air yang

menahan mineral dan vitamin. Saat pemasakan myosin akan membentuk gel, nantinya polifosfat lah

yang akan membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler.

Setelah dilakukan penambahan bahan-bahan tersebut, masukan dalam wadah dan bekukan dalam

freezer selama 1 malam. Kemudian surimi yang sudah beku tersebut di thawing untuk di ukur

hardness, WHC (Water Holding Capacity) serta uji kualiatas dengan cara sensori yang meliputi

kekenyalan dan aroma. Dengan adanya penambahan polifosfat akan bermanfaat untuk memperbaiki

daya ikat air (WHC) serta membuat sifat lembut pada surimi (peranginangin et al, 1999).

Setelah dilakukan langkah-langkah diatas, didapatkanlah hasil pengamatan setiap kelompok. Untuk

nilai hardness surimi terbesar didapatkan pada kelompok D3 dengan adanya penambahan sukrosa

5% , garam 2,5% , serta polifosfat 0,3% adalah 188,06 gf. Sedangkan untuk nilai hardness terkecil

didapatkan pada kelompok D5 dengan adanya penambahan sukrosa 5% , garam 2,5% , serta

polifosfat 0,5% adalah 91,873 gf. Perbedaan nilai hardness ini disebabkan adanya perbedaan

penambahan kosentradi polifosfat. Semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka akan

menambah kelembutan dan keelastisan dari surimi (Peranginangin, 1999).

Selanjutnya untuk nilai kadar WHC yang bertujuan untuk mendapatkan besarnya kemampuan bahan

untuk mengikat molekul air. Adanya interaksi protein dengan air yang membuat peran pembentukan

gel. Pada proses penyimpanan surimi akan mengalami denaturasi protein yang menyebabkan

meningkatnya garam mineral dan bahnn organic terlarut pada sebelum pembekuan sel. Djazuli, 2009

menyatakan bahwa sel yang membeku akan meningkatkan garam mineral yang semakin tinggi

sehingga akan adanya proses denaturasi protein. Dari hasil pengamatan yang didapatkan, nilai WHC

yang terbesar dengan adanya penambahan sukrosa 5% , garam 2,5% , polifosfat 0,5% dari kelompok

D5 yaitu sebesar 273975,32 mg. Sedangkan nilai WHC terkecil ada pada kelompok D3 dengan

adanya penambahan sukrosa 5% , garam 2,5% , polifosfat 0,5% adalah 130435,97 mg. Hal ini

menunjukan bahwa dengan penambahan garam (NaCl) memiliki peran dalam pembentukan gel

surimi. Teori Winarno et al, 1980 menyatakan bahwa NaCl dapat melepaskan myosin dari serat-

serat ikan, oleh karena itu dapat membentuk gel yang kuat. Penambahan sukrosa yang juga bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan produk untuk mengikat air (WHC) (Zhou, 2006).

Page 10: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Dari hasil pengamatan yang menggunakan cara sensori, meliputi tingakat kekenyalan serta aroma

yang dihasilkan setelah produk surimi sudah jadi. Pada kelompok D1 memdapatkan tingat

kekenyalan yang tidak kenyal dan aroma yang amis. Untuk kelompok D2 memdapatkan tingkat

kekenyalan yang tidak dan aroma yang sangat amis. Kelompok D3 memdapatkan hasil sangat kenyal

dari tingkat kekenyalannya serta aroma yang sangat amis. Kelompok D4 memdapatkan tingkat

kekenyalan yang kenyal serta aroma yang amis. Untuk kelompok terakhir kelompok D5

mendapatkan hasil sangat kenyal dari tingkat kekenyalan serta aroma yang amis.

Pada jurnal yang berjudulkan “Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A

Review” yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kualiatas gel yaitu

kesegaran bahan baku, ikan merupakan bahan utama dalam pembuatan surimi. Kualitas kesegaran

ikan yang tinggi diperlukan untuk meminimalkan kerusakan selama penyimpanan produk surimi.

Menurunnya kualitas kesegaran ikan dapat dipengaruhi oleh denaturasi protein miofibriliar, tingkat

proteolysis, dan pH otot. Juga diterangkan bahwa suhu lingkungan juga berpengaruh pada kualitas

produk surimi terutama pada spesies ikan tropis karena akan berpengaruh pada tingkat denaturasi.

Oleh karena itu kondisi yang optimal untuk dijadikan surimi yakni spesies ikan air dingin (Hamann

dan MacDonald, 1992).

Pada jurnal “Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi

and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material” menerangkan bahwa dari hasil

penelitiannya memperoleh data. Bahwa tingkat warna putih pada surimi itu bisa dipengaruhi oleh

adanya protein sarkoplasma dari otot dan pigmen heme. Untuk mengatasi permasalahan ini bisa

dilakukan dengan cara menghilangkan protein sarkoplasma dan pigmen heme dari ikan yang

digunakan sebagai bahan baku.

Pada jurnal yang ketiga dengan judul “Influence of The Mixing Process on Surumi Seafood Paste

Properties and Structure”. Dengan adanya proses pencampuran selama pembuatan surumi ini

menentukan pembentukan gel protein pada produk akhir surumi yang berbentuk pasta. Kemudian

dengan menggunakan mesin double-jacketed mixing tank, menyebabkan penurunan dari gelatinasi

Page 11: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

protein. Oleh karena itu pasta surimi akan dibentuk dengan adanya mikrogel dan partikel terikat

dengan gelasi protein yang menyebabkan peningkatan ukuran partikel.

Pada jurnal “Effect of Different Salt on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi”

menerangkan bahwa penelitian ini untuk mengetahui efek dari pencucian (dewatering) dengan

menggunakan mince dan berbagai senyawa-senyawa kimia. Effek yang diberikan terhadap pH

selama pencucian mince dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi penambahan senyawa-senyawa

kimia. Secara umum, pencucian mince menggunakan NaCl 0,45% yang mengandung konsentrasi

CaCl2 atau MgCl2 sedikit menurun. Namun seharusnya pencucian dengan 0,45% NaCl meningkat.

Pencucian menggunakan MgCl2 lebih dapat meningkatkan pH mince dibandingkan pencucian

menggunakan CaCl2.

Pada jurnal kelima “Recovery and Utilization of Protein Derived from Surimi Wash-Water”

menerangkan bahwa membrane filtrasi yang digunakan untuk penyaringan dari padatan pengotor

berukuran 50-100 kDa. Penggunaan membrane filtrasi ini juga berpengaruh terhadap viskositas

produk yang meningkat pada konsentrasi 10% padatan. Penggunaan membrane filtrasi 80 kDa,

mendapatkan produk sekitar 75% dari padatan. Hal ini disebabkan oleh revecory produk yang

mengandung molekul massa molar lebih tinggi, sedangkan garam dan molekul organic kecil masih

melewati membrane.

Page 12: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari ikan.

Surimi merupakan produk antara yang digunakan untuk sosis ikan, bakso ikan.

Kualiatas surimi memiliki tanda-tanda warna yang putih, flavor yang baik seperti ikan,

elastisitas dari surimi yang tinggi.

Fungsi ditambahkan polifosfat untuk meningkatkan kelembutan, elastisitas dari surimi, serta

memperbaiki daya ikat air (WHC).

Surumi pada praktikum ini merupakan surimi yang berjenis ka-en.

Jenis surumi ka-en merupakan surimi yang menggunakan penambahan garam dengan

konsentrasi tertentu.

Tingkat kesegaran ikan merupakan indicator dalam pembentukan gel pada surimi.

Penambahan sukrosa yang juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan produk untuk

mengikat air.

Penambahan polifosfat juga menyebabkan surimi semakin lembut dan elastisitasnya tinggi.

Penyiangan bertujuan untuk menghindari perkembangbiakan mikroorganisme alami pada ikan.

Menurunnya kualitas kesegaran ikan dapat dipengaruhi oleh denaturasi protein miofibriliar,

tingkat proteolysis, dan pH otot.

pH yang cocok digunakan untuk proses pengolahan surimi yaitu 6,5 sampai 7 (pH netral).

Semarang, 26 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen

Yusdhika Bayu S.

Ratna Rahayuningtyas

13.70.0138

Page 13: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

5. DAFTAR PUSTAKA

A.M. Mart´ın-Sanchez, C.; Navarro,´ J.A. Perez-´;Alvarez, and V. Kuri´. 2009. Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. Comprehensive Review in Food Scince and Food Safety.

Anomin. 1987. Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departement

Pertanian. Jakarta.

F. Ducept, T. de Broucker, J.M. Souliè, G. Trystram, G. Cuvelier. 2012. Influence of the mixing

process on surimi seafood paste properties and structure. Elsevier.

Hamann DD, MacDonald GA. 1992. Rheology and texture properties of surimi and surimibased

foods. In: Lanier TC, Lee CM, editors. Surimi technology. New York: Marcel Dekker Inc. p 429–500.

Haryati S. 2001. Pengaruh lama penyimpangan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap

kemampuan pembentukan gel ikan. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

J.J. STINE, L. PEDERSEN, S. SMILEY and P.J. BECHTEL. 2011. Recovery and Utilization of

Protein Derived from Surimi Wash-Water. Journal of food quality.

Kosol Lertwittayanon, Soottawat Benjakul, Sajid Maqsood and Angel B Encarnacion. 2013. Effect

of Different Salt on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. Springer.

Lee, C.M. (1984). Surimi Process Technology. Food Technology, 38 (11): 69-80.

Moeljanto. (1994). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nopianti, R. et al., (2011). A review on the Loss of the Functional Properties of Proteins During

Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American

Journal of Food Technology 6 (1): 19-30,2011.

Page 14: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi

Penelitian Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. 2006. Effect of Washing with Oxidising Agents on

The Gel forming Ability and Physicochemical Propertier of Surimi Produced From

Bigeye snapper. Department of Food technology Prince of Songkla University Thailand.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science.

Publishing. Ltd.

Vatria., Belvi. 2010. Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-Chanos) Tanpa Duri. Jurnal Ilmu

pengetahuan dan Rekayasa.

William Renzo Cortez-Vega, Gustavo Graciano Fonseca, Carlos Prentice. 2012. Comparisons of

the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and

Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition

Sciences.

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Zhou A, Benjakul S, pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective effect of thehalose and sodium

lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica)surimi during frozen storage. Journal of Food

Chemistry 96 (2):96-10.

Page 15: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Luas atas =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas bawah =1

3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)

Luas area basah = Luas atas − Luas bawah

mg H2O =Luas area basah − 8,0

0,0948

Kelompok D1

Luas atas =1

336,5 (89 + 4(186) + 2(197) + 4(180) + 99) = 24893 mm2

Luas bawah =1

336,5 (89 + 4(38) + 2(23) + 4(47) + 99) = 6983,667 mm2

Luas area basah = 24893 − 6983,667 = 17909,33 mm2

mg H2O =17909,33 − 8,0

0,0948= 188832,63 mg

Kelompok D2

Luas atas =1

340 (124 + 4(213) + 2(227) + 4(210) + 133) = 32040 mm2

Luas bawah =1

340 (124 + 4(67) + 2(54) + 4(57) + 133) = 11480 mm2

Luas area basah = 32040 − 11480 = 20560 mm2

mg H2O =20560 − 8,0

0,0948= 216793,25 mg

Kelompok D3

Luas atas =1

332 (105 + 4(129) + 2(148) + 4(146) + 88) = 16949,33 mm2

Page 16: surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Luas bawah =1

332 (105 + 4(25) + 2(14) + 4(27) + 88) = 4576 mm2

Luas area basah = 16949,33 − 4576 = 12373,33 mm2

mg H2O =12373,33 − 8,0

0,0948= 130435,97 mg

Kelompok D4

Luas atas =1

345 (121 + 4(201) + 2(211) + 4(204) + 90) = 33795 mm2

Luas bawah =1

345 (121 + 4(34) + 2(30) + 4(32) + 90) = 8025 mm2

Luas area basah = 33795 − 8025 = 25770 mm2

mg H2O =25770 − 8,0

0,0948= 271751,05 mg

Kelompok D5

Luas atas =1

347 (95 + 4(182) + 2(201) + 4(195) + 107) = 33095,04 mm2

Luas bawah =1

347 (95 + 4(24) + 2(20) + 4(29) + 107) = 7114,18 mm2

Luas area basah = 33095,04 − 7114,18 = 25980,86 mm2

mg H2O =25980,86 − 8,0

0,0948= 273975,32 mg

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal