surimi_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_d5_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan surimi yang sebagai produk perantara dalam industri pengolahan ikanTRANSCRIPT
Acara 1
SURIMI
LAPORAN RESMI PRATIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh :
Ratna Rahayuningtyas
13.70.0138
Kelompok : D5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling
daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,
polifosfat dan es batu.
1.2. Metode
Pencucian ikan
Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut
(Fillet daging ikan)
)
Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr
2
Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging
dengan ditambah es batu
Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali
Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)
Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4,
5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%
(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)
Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer
Thawing
3
Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma
Uji hardness menggunakan texture analyzer
Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC
Hasil press digambar di milimeter blok
4
Penghitungan WHC :
Luas atas =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)
Luas bawah =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)
Luas area basah = Luas atas − Luas bawah
mg H2O =Luas area basah − 8,0
0,0948
5
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. Perlakuan Hardness
(gf)
WHC
(mg H2O)
Sensori
Kekenyalan Aroma
1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1% 108,24 188832,63 + + +
2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3% 121,52 216793,25 + + + +
3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3% 188,05 130435,97 + + + + +
4 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5% 103,44 271751,05 + + + +
5 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5% 91,87 273975,32 + + + + +
Keterangan :
Kekenyalan Aroma
+ : tidak kenyal + : tidak amis
+ + : kenyal + + : amis
+ + + : sanagat kenyal + + + : sanagat amis
Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan hasil seperti pada tabel. Kelompok D1 dengan
adanya penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, polifosfat 0,1% memperoleh hasil dari hardness
108, 24 gf, nilai WHC 188832,63 mg H2O, dengan uji sensori yang memiliki kekenyalan tidak
kenyal serta berbau amis. Untuk kelompok D2 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%,
polifosfat 0,3% memperoleh hasil untuk tingkat kekerasannya (hardness) sebesar 121,52 gf, hasil
WHC sebesar 216733,25 dengan tingkat kekenyalan tidak kenyal serta beraroma sangat amis. Pada
kelompok D3 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,3% memperoleh hasil dari
nilai hardness sebesar 188,05 gf, nilai WHC 130435,97 mg serta memiliki tingkatan kekenyalan
yang kenyal dan beraroma sangat amis. Sedangkan pada kelompok D4 dengan penambahan sukrosa
5%, garam 2,5%, polifosfat 0,5% memperoleh hasil 103,44 gf untuk kekuatan hardness, nilai WHC
271751,05 mg dengan tingkat kekenyalan kenyal serta didapatkan aroma amis. Untuk kelompok D5
dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,5% memperoleh hasil hardness sebesar
91,873 gf, nilai WHC 273975,32 mg serta memiliki tingkat kekenyalan yang kenyal dan aroma yang
amis.
6
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi hasil laut ini mengenai surimi yang merupakan salah satu olahan dari laut
dengan menggunakan ikan bawal pada kloter ini. Dari pernyataan Moeljanto (1994) bahwa ikan
merupakan salah satu makanan yang digemari oleh masyarakat dengan harga yang tidak terlalu
mahal serta masih terjangkau, walaupun ikan mempunyai sifat yang gampang rusak (high perishable
food). Oleh karena itu ikan untuk mengatasi kemudahan kerusakan tersebut ikan harus segera diolah
menjadi makanan salah satunya bisa diolah menjadi surumi.
Surimi atau yang lebih familiar di sebut dengan daging ikan lumat merupakan daging giling yang
pengolahannya dengan cara diekstrak menggunakan air dan bahan anti denaturasi protein. Namun
surimi merupakan produk antara dari pembuatan berbagai olahan produk lain seperti sosis ikan,
bakso ikan. Surimi sendiri terbuat dari ikan baik yang berasal dari tawar maupun dari laut. Misalnya
surumi dapat dibuat dengan menggunakan ikan kakap, ikan bawal, ikan nila, ikan lele, ikan munjair,
dan lainnya penyebab penggunakan bahan baku ikan karena ikan memiliki yang semua kalangan
masih menjangkaunya (Nopianti, R. et al. 2011).
Produk olahan dari ikan (surimi) ini pastinya terdapat kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan dari
surimi ini yaitu merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan sosis, bakso, otak-otak.
Sebaliknya dengan kelebihan dari surimi ini memiliki kelemahan yaitu produk surimi ini sering
mengalami kerusakan yang disebabkan karena kekuatan gel yang dimilikinya sangat mudah rusak
saat proses pengolahan sedang dilakukan. Menurut teori Suzuki (1981), memiliki syarat dalam
menentukan kualitas mutu dari produk surimi yakni memiliki elastisitas serta kekenyalan yang baik
sehingga perlu dipertahankan dengan cara menyimpan surimi dalam keadaan beku. Ada yang
berpendapat lain (Lee, 1984) bahwa tekstur gel yang dimiliki produk ini dipangaruhi oleh faktor dari
penggilingan yang lama, penambahan garam yang digunakan, pH dll.
Produk surimi dikatakan berkuliatas bagus apabila didapatkan tanda-tanda yang merupakan ciri-ciri
produk tersebut berkualitas sesuai yakni memiliki penampakan warna yang putih, flavor yang baik,
serta kekuatan gaya menarik (elastisitas) tinggi. Salah satu yang dapat mempengaruhi kualitas surimi
tersebut bagus atau tidak yaitu dari kesegeran ikan yang digunakan dalam pengolahan surimi.
Penggunakan ikan masih segar akan memberikan kekuatan daya menarik (elastisitas) yang
7
semakin tinggi. Jika dalam pengolahan surimi menggunakan ikan kurang segar dan untuk menambah
kekuatan daya menarik (elastisitas) bisa ditambahkan dengan gula, protein nabati. Teori Nopianti et
al (2011) menyatakan bahwa pH adalah satu faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan daya
menarik (elastisitas) dari produk surimi. pH yang sebaiknya digunakan dalam pengolahan surimi
adalah 6,5 hingga 7 atau pH netral.
Cara pembuatan surimi ini pertama yang harus dilakukan yaitu cuci ikan dengan air mengalir sampai
bersih dan timbang berat ikan. Kemudian pisahkan bagian-bagian ikan dari bagian kepala, sirip,
ekor, sisik, isi perut, dan kulit. Ambil bagian daging ikan yang berwarna putih saja sebanyak 100
gram. Teori dari Damar (2003), menyatakan dalam proses pembuatan surimi salah satu tahapan yang
harus dilakukan adalah pemisahan daging dari tulang dan kulit ikan, pembersihan organ-organ yang
seperti kepala, insang. Dengan adanya proses penyiangan bertujuan untuk menghindari
perkembangbiakan mikroorganisme alami pada ikan (Vatria, 2010).
Setelah itu giling daging ikan hingga halus, selama proses penggilingan bisa ditambahkan es batu
untuk menjaga suhu tetap rendah. Tujuan dilakukan penggilingan menggunakan es batu adalah untuk
mendapatkan mutu surimi yang kualitas tinggi (Phatcharat, 2006). Selanjutnya daging ikan yang
sudah digiling di cuci dengan air es sebanyak 3 kali, saring dengan menggunakan kain saring untuk
tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, serta menghilangkan lemak, darah, dan kotoran yang tidak
diinginkan.
Dari proses pencucian tersebut, tambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5 % untuk kelompok 1,2 ;
sebanyak 5 % untuk kelompok 3,4 dan 5. Tambahkan pula garam sebanyak 2,5 % untuk semua
kelompok serta tambahkan polifosfat sebanyak 0,1 % untuk kelompok 1 ; sebanyak 0,3 % untuk
kelompok 2,3 ; sebanyak 0,5 % untuk kelompok 4,5. Pada praktikum ini adanya penambahan garam
dengan konsentrasi yang ditentukan menunjukan bahwa surimi adalah ka-en surimi. Seperti yang
dikatakan oleh Suzuki 1981 bahwa dimana adanya penambahan garam dengan konsentrasi tertentu
menunjukan surimi jenis ka-en. Ada pun tujuan dari penambahan garam yakni untuk membantu
mempercepat penurunan jumlah kadar air yang ada pada ikan fillet yang nantinya akan dibuat surimi
(Anomin, 1987).
8
Teori dari Haryati, 2001 menyatakan bahwa polifosfat digunakan untuk pemisahan aktomiosin yang
berikatan dengan myosin. Selanjutnya myosin dan polifosfat akan berikatan dengan air yang
menahan mineral dan vitamin. Saat pemasakan myosin akan membentuk gel, nantinya polifosfat lah
yang akan membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler.
Setelah dilakukan penambahan bahan-bahan tersebut, masukan dalam wadah dan bekukan dalam
freezer selama 1 malam. Kemudian surimi yang sudah beku tersebut di thawing untuk di ukur
hardness, WHC (Water Holding Capacity) serta uji kualiatas dengan cara sensori yang meliputi
kekenyalan dan aroma. Dengan adanya penambahan polifosfat akan bermanfaat untuk memperbaiki
daya ikat air (WHC) serta membuat sifat lembut pada surimi (peranginangin et al, 1999).
Setelah dilakukan langkah-langkah diatas, didapatkanlah hasil pengamatan setiap kelompok. Untuk
nilai hardness surimi terbesar didapatkan pada kelompok D3 dengan adanya penambahan sukrosa
5% , garam 2,5% , serta polifosfat 0,3% adalah 188,06 gf. Sedangkan untuk nilai hardness terkecil
didapatkan pada kelompok D5 dengan adanya penambahan sukrosa 5% , garam 2,5% , serta
polifosfat 0,5% adalah 91,873 gf. Perbedaan nilai hardness ini disebabkan adanya perbedaan
penambahan kosentradi polifosfat. Semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka akan
menambah kelembutan dan keelastisan dari surimi (Peranginangin, 1999).
Selanjutnya untuk nilai kadar WHC yang bertujuan untuk mendapatkan besarnya kemampuan bahan
untuk mengikat molekul air. Adanya interaksi protein dengan air yang membuat peran pembentukan
gel. Pada proses penyimpanan surimi akan mengalami denaturasi protein yang menyebabkan
meningkatnya garam mineral dan bahnn organic terlarut pada sebelum pembekuan sel. Djazuli, 2009
menyatakan bahwa sel yang membeku akan meningkatkan garam mineral yang semakin tinggi
sehingga akan adanya proses denaturasi protein. Dari hasil pengamatan yang didapatkan, nilai WHC
yang terbesar dengan adanya penambahan sukrosa 5% , garam 2,5% , polifosfat 0,5% dari kelompok
D5 yaitu sebesar 273975,32 mg. Sedangkan nilai WHC terkecil ada pada kelompok D3 dengan
adanya penambahan sukrosa 5% , garam 2,5% , polifosfat 0,5% adalah 130435,97 mg. Hal ini
menunjukan bahwa dengan penambahan garam (NaCl) memiliki peran dalam pembentukan gel
surimi. Teori Winarno et al, 1980 menyatakan bahwa NaCl dapat melepaskan myosin dari serat-
serat ikan, oleh karena itu dapat membentuk gel yang kuat. Penambahan sukrosa yang juga bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan produk untuk mengikat air (WHC) (Zhou, 2006).
9
Dari hasil pengamatan yang menggunakan cara sensori, meliputi tingakat kekenyalan serta aroma
yang dihasilkan setelah produk surimi sudah jadi. Pada kelompok D1 memdapatkan tingat
kekenyalan yang tidak kenyal dan aroma yang amis. Untuk kelompok D2 memdapatkan tingkat
kekenyalan yang tidak dan aroma yang sangat amis. Kelompok D3 memdapatkan hasil sangat kenyal
dari tingkat kekenyalannya serta aroma yang sangat amis. Kelompok D4 memdapatkan tingkat
kekenyalan yang kenyal serta aroma yang amis. Untuk kelompok terakhir kelompok D5
mendapatkan hasil sangat kenyal dari tingkat kekenyalan serta aroma yang amis.
Pada jurnal yang berjudulkan “Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A
Review” yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kualiatas gel yaitu
kesegaran bahan baku, ikan merupakan bahan utama dalam pembuatan surimi. Kualitas kesegaran
ikan yang tinggi diperlukan untuk meminimalkan kerusakan selama penyimpanan produk surimi.
Menurunnya kualitas kesegaran ikan dapat dipengaruhi oleh denaturasi protein miofibriliar, tingkat
proteolysis, dan pH otot. Juga diterangkan bahwa suhu lingkungan juga berpengaruh pada kualitas
produk surimi terutama pada spesies ikan tropis karena akan berpengaruh pada tingkat denaturasi.
Oleh karena itu kondisi yang optimal untuk dijadikan surimi yakni spesies ikan air dingin (Hamann
dan MacDonald, 1992).
Pada jurnal “Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi
and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material” menerangkan bahwa dari hasil
penelitiannya memperoleh data. Bahwa tingkat warna putih pada surimi itu bisa dipengaruhi oleh
adanya protein sarkoplasma dari otot dan pigmen heme. Untuk mengatasi permasalahan ini bisa
dilakukan dengan cara menghilangkan protein sarkoplasma dan pigmen heme dari ikan yang
digunakan sebagai bahan baku.
Pada jurnal yang ketiga dengan judul “Influence of The Mixing Process on Surumi Seafood Paste
Properties and Structure”. Dengan adanya proses pencampuran selama pembuatan surumi ini
menentukan pembentukan gel protein pada produk akhir surumi yang berbentuk pasta. Kemudian
dengan menggunakan mesin double-jacketed mixing tank, menyebabkan penurunan dari gelatinasi
10
protein. Oleh karena itu pasta surimi akan dibentuk dengan adanya mikrogel dan partikel terikat
dengan gelasi protein yang menyebabkan peningkatan ukuran partikel.
Pada jurnal “Effect of Different Salt on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi”
menerangkan bahwa penelitian ini untuk mengetahui efek dari pencucian (dewatering) dengan
menggunakan mince dan berbagai senyawa-senyawa kimia. Effek yang diberikan terhadap pH
selama pencucian mince dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi penambahan senyawa-senyawa
kimia. Secara umum, pencucian mince menggunakan NaCl 0,45% yang mengandung konsentrasi
CaCl2 atau MgCl2 sedikit menurun. Namun seharusnya pencucian dengan 0,45% NaCl meningkat.
Pencucian menggunakan MgCl2 lebih dapat meningkatkan pH mince dibandingkan pencucian
menggunakan CaCl2.
Pada jurnal kelima “Recovery and Utilization of Protein Derived from Surimi Wash-Water”
menerangkan bahwa membrane filtrasi yang digunakan untuk penyaringan dari padatan pengotor
berukuran 50-100 kDa. Penggunaan membrane filtrasi ini juga berpengaruh terhadap viskositas
produk yang meningkat pada konsentrasi 10% padatan. Penggunaan membrane filtrasi 80 kDa,
mendapatkan produk sekitar 75% dari padatan. Hal ini disebabkan oleh revecory produk yang
mengandung molekul massa molar lebih tinggi, sedangkan garam dan molekul organic kecil masih
melewati membrane.
11
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari ikan.
Surimi merupakan produk antara yang digunakan untuk sosis ikan, bakso ikan.
Kualiatas surimi memiliki tanda-tanda warna yang putih, flavor yang baik seperti ikan,
elastisitas dari surimi yang tinggi.
Fungsi ditambahkan polifosfat untuk meningkatkan kelembutan, elastisitas dari surimi, serta
memperbaiki daya ikat air (WHC).
Surumi pada praktikum ini merupakan surimi yang berjenis ka-en.
Jenis surumi ka-en merupakan surimi yang menggunakan penambahan garam dengan
konsentrasi tertentu.
Tingkat kesegaran ikan merupakan indicator dalam pembentukan gel pada surimi.
Penambahan sukrosa yang juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan produk untuk
mengikat air.
Penambahan polifosfat juga menyebabkan surimi semakin lembut dan elastisitasnya tinggi.
Penyiangan bertujuan untuk menghindari perkembangbiakan mikroorganisme alami pada ikan.
Menurunnya kualitas kesegaran ikan dapat dipengaruhi oleh denaturasi protein miofibriliar,
tingkat proteolysis, dan pH otot.
pH yang cocok digunakan untuk proses pengolahan surimi yaitu 6,5 sampai 7 (pH netral).
Semarang, 26 Oktober 2015
Praktikan, Asisten Dosen
Yusdhika Bayu S.
Ratna Rahayuningtyas
13.70.0138
12
5. DAFTAR PUSTAKA
A.M. Mart´ın-Sanchez, C.; Navarro,´ J.A. Perez-´;Alvarez, and V. Kuri´. 2009. Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. Comprehensive Review in Food Scince and Food Safety.
Anomin. 1987. Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departement
Pertanian. Jakarta.
F. Ducept, T. de Broucker, J.M. Souliè, G. Trystram, G. Cuvelier. 2012. Influence of the mixing
process on surimi seafood paste properties and structure. Elsevier.
Hamann DD, MacDonald GA. 1992. Rheology and texture properties of surimi and surimibased
foods. In: Lanier TC, Lee CM, editors. Surimi technology. New York: Marcel Dekker Inc. p 429–500.
Haryati S. 2001. Pengaruh lama penyimpangan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap
kemampuan pembentukan gel ikan. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
J.J. STINE, L. PEDERSEN, S. SMILEY and P.J. BECHTEL. 2011. Recovery and Utilization of
Protein Derived from Surimi Wash-Water. Journal of food quality.
Kosol Lertwittayanon, Soottawat Benjakul, Sajid Maqsood and Angel B Encarnacion. 2013. Effect
of Different Salt on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. Springer.
Lee, C.M. (1984). Surimi Process Technology. Food Technology, 38 (11): 69-80.
Moeljanto. (1994). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nopianti, R. et al., (2011). A review on the Loss of the Functional Properties of Proteins During
Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American
Journal of Food Technology 6 (1): 19-30,2011.
13
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi
Penelitian Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.
Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. 2006. Effect of Washing with Oxidising Agents on
The Gel forming Ability and Physicochemical Propertier of Surimi Produced From
Bigeye snapper. Department of Food technology Prince of Songkla University Thailand.
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science.
Publishing. Ltd.
Vatria., Belvi. 2010. Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-Chanos) Tanpa Duri. Jurnal Ilmu
pengetahuan dan Rekayasa.
William Renzo Cortez-Vega, Gustavo Graciano Fonseca, Carlos Prentice. 2012. Comparisons of
the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and
Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition
Sciences.
Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Zhou A, Benjakul S, pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective effect of thehalose and sodium
lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica)surimi during frozen storage. Journal of Food
Chemistry 96 (2):96-10.
14
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Luas atas =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)
Luas bawah =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)
Luas area basah = Luas atas − Luas bawah
mg H2O =Luas area basah − 8,0
0,0948
Kelompok D1
Luas atas =1
336,5 (89 + 4(186) + 2(197) + 4(180) + 99) = 24893 mm2
Luas bawah =1
336,5 (89 + 4(38) + 2(23) + 4(47) + 99) = 6983,667 mm2
Luas area basah = 24893 − 6983,667 = 17909,33 mm2
mg H2O =17909,33 − 8,0
0,0948= 188832,63 mg
Kelompok D2
Luas atas =1
340 (124 + 4(213) + 2(227) + 4(210) + 133) = 32040 mm2
Luas bawah =1
340 (124 + 4(67) + 2(54) + 4(57) + 133) = 11480 mm2
Luas area basah = 32040 − 11480 = 20560 mm2
mg H2O =20560 − 8,0
0,0948= 216793,25 mg
Kelompok D3
Luas atas =1
332 (105 + 4(129) + 2(148) + 4(146) + 88) = 16949,33 mm2
15
Luas bawah =1
332 (105 + 4(25) + 2(14) + 4(27) + 88) = 4576 mm2
Luas area basah = 16949,33 − 4576 = 12373,33 mm2
mg H2O =12373,33 − 8,0
0,0948= 130435,97 mg
Kelompok D4
Luas atas =1
345 (121 + 4(201) + 2(211) + 4(204) + 90) = 33795 mm2
Luas bawah =1
345 (121 + 4(34) + 2(30) + 4(32) + 90) = 8025 mm2
Luas area basah = 33795 − 8025 = 25770 mm2
mg H2O =25770 − 8,0
0,0948= 271751,05 mg
Kelompok D5
Luas atas =1
347 (95 + 4(182) + 2(201) + 4(195) + 107) = 33095,04 mm2
Luas bawah =1
347 (95 + 4(24) + 2(20) + 4(29) + 107) = 7114,18 mm2
Luas area basah = 33095,04 − 7114,18 = 25980,86 mm2
mg H2O =25980,86 − 8,0
0,0948= 273975,32 mg
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal