studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan...
TRANSCRIPT
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
KEAMANAN PADA SDR. A DENGAN HALUSINASI
DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
APRILIA EKA DEWI
NIM. P.09005
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
i
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
KEAMANAN PADA SDR. A DENGAN HALUSINASI
DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
APRILIA EKA DEWI
NIM. P.09005
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Aprilia Eka Dewi
NIM : P. 09005
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A
DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA
RSJD SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, April 2012
Yang Membuat Pernyataan
Aprilia Eka Dewi
NIM. P.09005
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Aprilia Eka Dewi
NIM : P. 09005
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A
DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA
RSJD SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan : ……………………..
Hari / Tanggal : ……………………..
Pembimbing : Amalia Senja, S. Kep., Ns (…………………….)
NIK. 201189090
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Aprilia Eka Dewi
NIM : P. 09005
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A
DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA
RSJD SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan : ……………………..
Hari / Tanggal : ……………………..
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Amalia Senja, S. Kep., Ns (…………………….)
NIK. 201189090
Penguji II : Oktavianus, S. Kep., Ns (…………………….)
NIK. 201086056
Penguji III : Fakhrudin Nasrul Sani, S. Kep., Ns (…………………….)
NIK. 201185071
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S. Kep., Ns
NIK. 201084050
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A DENGAN HALUSINASI DI
RUANG SENA RSJD SURAKARTA.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Bapak Setiyawan, S. Kep., Ns, selaku Ketua Program Studi DIII keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ibu Erlina Windyastuti, S. Kep., Ns, selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Amalia Senja, S. Kep., Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
vi
4. Bapak Oktavianus, S. Kep., Ns, selaku penguji II yang telah memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Bapak Fakhrudin Nasrul Sani, S. Kep., Ns, selaku penguji III yang telah
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan
serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Bapak Parwanta, S. Pd – Ibu Maryatun, kedua orang tuaku, yang selalu
menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan program
pendidikan.
8. Candra Dwi Saputra, adikku tersayang, yang selalu memberikan semangat
untuk menyelesaikan program pendidikan.
9. Muhammad Naza Chadiri, yang selalu memberikan semangat dan motivasi
untuk menyelesaikan program pendidikan serta merubah untuk menjadi
manusia yang lebih baik.
10. Teman – teman kost Bapak Sulur, yang telah memberikan semangat untuk
menyelesaikan program pendidikan.
11. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril
dan spiritual.
vii
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, April 2012
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………... . x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .................................................... 4
C. Manfaat penulisan .................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS ..................................................
A. Pengkajian............................................................ . 6
B. Perumusan Masalah Keperawatan................... ..... 11
C. Perencanaan Keperawatan................................. ... 12
D. Implementasi Keperawatan................................ ... 16
E. Evaluasi Keperawatan........................................... 17
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ............................................................ 20
B. Simpulan ................................................................ 32
ix
C. Saran....................................................................... 33
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
x
DAFTAR LAMPIRAN
A. Asuhan Keperawatan
B. Lembar Konsultasi
C. Log Book
D. Format Pendelegasian
E. Surat Selesai Pengambilan Kasus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut American Psychiatric Association (dalam Videbeck, 2008:
4), gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologi suatu perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada
satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan resiko
kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan.
Schizophrenia merupakan penyakit otak yang sanggup merusak dan
menghancurkan emosi. Selain karena faktor genetik, penyakit ini juga bisa
muncul akibat tekanan tinggi di sekelilingnya (Harnawati, 2007). Menurut
Harnawati (2008), bahwa klien atau pasien dengan diagnosa schizophrenia
70% mengalami harga diri rendah dan halusinasi, sedangkan yang mengalami
kerusakan komunikasi verbal 30%. Klien dengan schizophrenia mempunyai
gejala utama penurunan persepsi sensori yaitu halusinasi. Jenis halusinasi
yang umum terjadi adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan. Gangguan
halusinasi ini umumnya mengarah pada perilaku yang membahayakan orang
lain, klien sendiri dan lingkungan.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
2
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidu (Keliat,
2009). Isi halusinasi biasanya menunjukkan arti dinamisnya. Suatu
keberhasilan penembusan awal sadar dalam bentuk gambaran-gambaran
penginderaan sebagai jawaban terhadap situasi dan kebutuhan-kebutuhan
psikologisnya. Seperti pemuasan impuls-impuls yang direpresi atau keinginan
terhadap kenyataan yang lebih memuaskan. Halusinasi pada umumnya
dialami oleh sebagian besar para penderita gangguan mental berat (Baihaqi
dkk, 2005).
Teori Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun
dalam suatu hirarki. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan
fisiologis, keselamatan dan keamanan, rasa cinta, memiliki dan dimiliki (love
and belonging needs), harga diri dan aktualisasi diri (Mubarak, 2007).
Kebutuhan keamanan contohnya bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman,
bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya (Boeree, 2006).
Jika setiap manusia kebutuhan keamanannya terpenuhi maka mereka tidak
merasa cemas, sebaliknya pada manusia yang kebutuhan keamanannya tidak
terpenuhi maka dia akan merasa cemas. Menurut Wiramihardja (2004),
kecemasan atau ansietas adalah perasaan yang tergeneralisasikan atas
ketakutan dan kekhawatiran. Gangguan kecemasan ditandai oleh perasaan-
perasaan khawatir, takut, aprehensi, yang bersifat menyebar, kabur, dan tidak
menyenangkan, yang berhubungan dengan perilaku-perilaku maladaptif
(Sundberg dkk, 2007).
3
Menurut Olfah (dalam Nurjannah, 2004: 2), pelayanan di rumah
sakit tidak mungkin dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan sangat diperlukan karena merupakan
bagian integral dari proses penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Menurut Keliat (dalam Nurjannah, 2004: 2), proses pengobatan pada
penderita gangguan jiwa sebagian besar memerlukan waktu yang lama,
disamping itu asuhan keperawatan yang dilakukan sangat menentukan
keberhasilan pengobatan. Fenomena yang terjadi di Indonesia
mengungkapkan bahwa metode proses keperawatan ini merupakan
pendekatan asuhan keperawatan yang disepakati untuk meningkatkan
pelayanan keperawatan namun pada kenyataannya banyak perawat dengan
menggunakan proses keperawatan. Hasil evaluasi terhadap dokumentasi
keperawatan pada dua rumah sakit jiwa yang besar, ditemukan kurang dari
40% pelaksanaan asuhan keperawatan yang memenuhi kriteria dalam artian
sesuai standar asuhan (Nurjannah, 2004).
Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk mengangkat
kasus tentang asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan pada sdr.
A dengan halusinasi di ruang Sena RSJD Surakarta karena jika halusinasi
tidak diatasi akan menimbulkan resiko perilaku kekerasan yang
membahayakan individu dan orang lain.
4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan keamanan pada sdr. A dengan
halusinasi di RSJD Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pemenuhan kebutuhan
keamanan pasien dengan halusinasi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pemenuhan
kebutuhan keamanan pasien dengan halusinasi.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada
pemenuhan kebutuhan keamanan pasien dengan halusinasi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pemenuhan kebutuhan
keamanan pasien dengan halusinasi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pemenuhan kebutuhan
keamanan pasien dengan halusinasi.
f. Penulis mampu menganalisa pemenuhan keamanan pasien dengan
halusinasi.
C. Manfaat Penulisan
1. Penulis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan
keamanan pada pasien dengan halusinasi.
5
b. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan
pemenuhan kebutuhan keamanan pada pasien dengan halusinasi.
2. Institusi
a. Sebagai bahan kepustakaan dan perbandingan pada kasus pemenuhan
keamanan pada pasien dengan halusinasi.
3. Rumah Sakit
a. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di RS
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa
khususnya pada kasus halusinasi.
4. Pasien dan Keluarga
a. Sebagai bahan masukan pada pasien dalam menghadapi permasalahan
yang dihadapi.
b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
pemenuhan kebutuhan keamanan pada anggota keluarga yang
mengalami halusinasi.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan dengan studi kasus
pemenuhan kebutuhan keamanan pada sdr. A dengan halusinasi di ruang Sena
RSJD Surakarta pada tanggal 2 – 3 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai
dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi sedangkan asuhan keperawatan secara lengkap dapat
dilihat secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan penulis lakukan pada tanggal 2 April 2012.
Hasil pengkajian didapat identitas klien sebagai berikut, nama sdr. A, saat ini
dia tinggal di Dinas Sosial Surakarta, jenis kelamin laki-laki, umur 35 th,
sebelum masuk RSJ dulunya klien bekerja sebagai pedagang bunga di Jakarta,
tingkat pendidikan klien yang terakhir adalah STM. Klien masuk Rumah Sakit
pada tanggal 6 februari 2012. Klien merupakan pasien rujukan dari RSUD Dr.
Moewardi surakarta. Diagnosa medis dari data yang di dapat adalah F 20.1
(Schizofrenia Herbefrenik). Penanggung jawab selama klien di Rumah Sakit
yaitu pihak Dinas Sosial Surakarta.
Pengkajian lainnya meliputi riwayat kesehatan klien. Klien merupakan
pasien rujukan dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan keluhan
menggelandang dan bicara kacau. Klien sebenarnya mempunyai keluarga,
7
keluarga klien tinggal di Jakarta dan klien juga mempunyai kakek yang tinggal
di Sragen. Klien mengatakan sering mendengarkan suara-suara yang menyapa
atau memanggilnya. Klien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di
Rumah Sakit Jiwa, ini baru pertama kali. Klien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mempunyai riwayat sakit seperti yang dialaminya saat ini. Klien
mengatakan mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
yaitu ketika klien SMP ketika bulan puasa klien mengatakan ketika bangun
untuk sahur klien harus dibangunkan secara berulang dengan menggunakan
nada yang keras atau kasar seperti memarahi. Faktor presipitasi didapatkan
data, klien mengatakan dia dari jakarta ke sragen untuk berkunjung kerumah
kakeknya, setelah beberapa hari di rumah kakeknya, klien mengatakan sering
melamun dan tiba-tiba klien pergi dari rumah. Klien mengatakan pergi dari
rumah kakeknya karena dia mendengar suara-suara yang menyapa atau
memanggil dirinya, setelah dicari-cari ternyata suara itu menghilang tiba-tiba,
akhirnya klien menggelandang dijalan dan ditemukan pihak atau petugas Dinas
Sosial Surakarta dalam keadaan bicara kacau, lalu oleh petugas dibawa ke
RSUD Dr. Moewardi kemudian dirujuk ke RSJD Surakarta.
Pengkajian psikososial klien dilihat dari genogram, klien merupakan
anak pertama dari empat bersaudara, klien belum menikah, dan saat ini klien
tidak tinggal bersama keluarga tapi tinggal di Dinas Sosial Surakarta. Klien
tidak bisa berkomunikasi dengan keluarganya selama dia dirawat di rumah
sakit namun dahulu saat dirumah, klien bisa berkomunikasi baik dengan
anggota keluarga (ayah, ibu, dan ketiga adiknya). Klien mengatakan
8
pengambilan keputusan berada pada ayahnya namun pengambilan keputusan
sederhana dapat dilakukan oleh klien sendiri, contohnya klien memilih bekerja
daripada menganggur dirumah karena dia tidak bisa melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi yaitu kuliah. Pola asuh dikeluarga klien termasuk pola asuh
yang otoriter karena saat klien masih SMP, ketika bulan puasa, klien
mengatakan ketika bangun untuk sahur, klien harus dibangunkan secara
berulang dengan menggunakan nada yang keras atau kasar seperti memarahi.
Penulis telah melakukan pengkajian pola kesehatan fungsional yaitu 11
pola gordon meliputi pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi
dan metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan klien, pola istirahat
tidur, pola kognitif-perceptual, pola persepsi diri atau konsep diri, pola peran
dan hubungan, pola seksual-reproduksi, pola koping-toleransi stress, pola nilai
dan keyakinan. Pengkajian di laporan kasus ini hanya satu pola gordon saja
yang dicantumkan sebab masalah yang menjadi fokus pada klien hanya satu
masalah saja yaitu pada pola kognitif-perceptual. Dari hasil pengkajian
didapatkan data, sebelum sakit klien mengatakan tidak mengalami gangguan
pada fungsi sensori (pendengaran, penglihatan, perasa, pembau, perabaan),
selama sakit klien mengatakan mendengarkan suara-suara yang menyapa atau
memanggilnya. Suara itu didengar klien sehari sekali setelah dia bangun tidur
saat pagi hari, ketika klien mendengar suara itu, klien bereaksi atau
menanggapinya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, dan klien
mengatakan suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Saat klien diajak
berbicara, klien berbicara dengan lambat tetapi lama-kelamaan klien bisa
9
berbicara dengan jelas tentang masalahnya. Klien juga bisa menjawab
pertanyaan setiap perawat bertanya atau memberikan pertanyaan. Klien
mempunyai ingatan yang cukup baik, misalnya makanan yang dimakan klien
tadi pagi bisa disebutkannya, selain itu klien juga bisa ingat memori jangka
panjang, salah satu contohnya, klien ingat bahwa dia lulusan STM dengan
jurusan mesin. Klien bisa mengambil keputusan yang sederhana setelah diberi
sedikit penjelasan oleh perawat, misalnya : klien memilih mandi sebelum
makan. Klien mengatakan dia cukup nyaman berada di rumah sakit karena
temannya banyak, namun terkadang klien berfikir ingin cepat-cepat pulang
sehingga bisa berkumpul dengan keluarga dan bisa bekerja kembali.
Hasil Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda-tanda
vital klien, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 74 x/menit, suhu 36,7°
c,
pernafasan 20 x/menit, tinggi badan 168 cm, berat badan 63 kg, berat badan
klien naik, ketika masuk RS berat badan klien 60 kg dan saat dikaji 63 kg,
kepala mesosepal, rambut hitam, lurus, pendek, rambut tampak acak-acakan,
wajah simetris, tidak ada oedema, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, tidak
ada juling, fungsi penglihatan baik, hidung tidak ada polip, tidak ada sekret,
telinga simetris kanan-kiri, serumen sedikit, pinna telinga kotor, leher tidak ada
kaku kuduk, tidak ada gangguan menelanl, dada tidak ada lesi, bentuk dada
simetris kanan-kiri, ekstremitas klien, kuku panjang dan kotor, tidak ada fungsi
alat gerak yang terganggu, pergerakan bebas, mukosa bibir lembab, gigi
tampak kotor berwarna kuning atau hitam, untuk keluhan fisik klien
mengatakan tidak ada keluhan fisik.
10
Penilaian persepsi meliputi, ketika klien mendengarkan suara-suara
yang menyapa atau memanggilnya, klien merasa risih dan cemas, klien
mendengarkan suara itu saat pagi hari setelah bangun tidur, suara itu didengar
pasien sehari sekali setelah dia bangun tidur, saat klien mendengarkan suara
itu, klien bereaksi atau menanggapinya dengan berdiam diri tanpa melakukan
sesuatu, dan klien mengatakan suara itu bisa hilang dengan sendirinya.
Interaksi selama wawancara, klien kooperatif, kontak mata ada, mau menjawab
pertanyaan yang diajukan, mau bercerita tentang masalahnya. Pengkajian status
mental klien tentang alam perasaannya, klien mengatakan perasaannya
sekarang sudah mulai membaik, tidak terlalu sedih, klien kadang tampak diam
dan khawatir karena keluarganya tidak ada yang menjenguk sejak klien masuk
RS. Tingkat konsentrasi dan berhitung klien cukup baik, klien bisa konsentrasi
jika diajak berbicara, klien juga bisa melakukan penambahan dan pengurangan,
misalnya : 2+2=4, 2-1=1. Klien bisa mengambil keputusan yang sederhana
setelah diberi sedikit penjelasan oleh perawat, misalnya : klien memilih mandi
dahulu sebelum makan. Klien ketika mempunyai masalah selalu bercerita
kepada adiknya karena dia tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Aktifitas motorik klien ketika dibangsal terlihat rajin karena klien mau
berkumpul dengan teman dan mau mengikuti kegiatan diruangan, misalnya
mencuci tempat makan, ikut rehabilitasi, klien tampak mondar-mandir, klien
tidak terdapat agitasi, tik, grimasen, tremor dan kompulsif. Tingkat kesadaran
klien cukup baik, klien dapat mengorientasikan tempat, waktu dan tanggal
dengan benar, klien juga bisa membedakan waktu siang dan malam, klien tidak
11
tampak bingung, sedasi ataupun stupor. Afek klien stabil, jika klien diberikan
stimulus langsung memberikan respon.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratium
kimia klinik, pemeriksaan ini dilakukan pada tanggal 7 Februari 2012. Hasil
laboratorium kimia klinik meliputi, GDS 66 Mg/dl, SGOT 12 u/L, SGPT 7
u/L, WBC 7,0 k/uL, LYM 1,4 %, MID 3,9 %m, RAN 76,5 %G, RBC 4,63
M/uL, HGB 13,5 g/dL, HCT 39,6 %, MCV 85,6 fL, MCHC 34,1 Pg, RDW
14,1 %, PLT 225 k/uL, BBS I jam 8mm/jam, SEG 62 %, LYMP 17 %, EOSIN
21 %. Selain pemeriksaan laboratorium, klien mendapatkan terapi medis
meliputi Risperidol 2 x 2 mg dan CPZ (Chlor Promozime) 1 x 100 mg.
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Data yang didapat penulis dapat dibuat kesimpulan sebagai analisa data.
Analisa data meliputi data subyektif dan data obyektif. Data subyektif
didapatkan data, klien mengatakan saat pagi hari setelah bangun tidur klien
mendengarkan suara-suara yang memanggil dan menyapa dirinya. Suara itu di
dengar sehari sekali setelah dia bangun tidur saat pagi hari, ketika mendengar
suara itu, klien mengatakan risih dan cemas, dan klien menanggapinya dengan
berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, klien mengatakan suara itu bisa hilang
dengan sendirinya sedangkan data obyektifnya didapatkan data, klien tampak
mondar-mandir, klien tampak gelisah atau cemas, klien tampak diam. Sehingga
didapat diambil diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi.
12
Pohon masalah merupakan penjelasan bagaimana halusinasi bisa terjadi
dan akibat dari halusinasi tersebut. Halusinasi bisa terjadi karena isolasi sosial
yaitu menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah utama atau core
problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari halusinasi bisa
menyebabkan resiko perilaku kekerasan. Pasien yang mengalami perubahan
persepsi sensori yaitu halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai atau membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan atau intervensi keperawatan yang penulis lakukan sesuai
dengan diagnosa yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi. Tujuan tindakan
untuk pasien meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien dapat
mengontrol halusinasi yang dialaminya sehingga kebutuhan keamanan klien
terpenuhi karena saat klien mendengarkan suara-suara yang menyapa dan
memanggilnya, klien merasa risih dan cemas. Perencanaan yang dilakukan
antara lain, TUK (tujuan khusus) 1 klien dapat membina hubungan saling
percaya, kriteria evaluasi meliputi ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia
mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi meliputi bina hubungan
13
saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, dilakukan
dengan sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan
nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan
sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati dan
menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien,
dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. TUK 2 klien dapat
mengenal halusinasinya, kriteria evaluasi meliputi klien dapat mengenal
tentang isi halusinasinya, waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi dan
situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi dan klien juga mampu
menyebutkan responnya saat mengalami halusinasi (marah, takut, sedih,
senang, cemas atau jengkel), intervensinya, adakan kontak sering dan singkat
secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
(dengar atau lihat atau penghidu atau raba atau kecap), jika menemukan klien
yang sedang halusinasi, tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi
dengar atau lihat atau penghidu atau raba atau kecap), jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien
mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi), katakan bahwa ada klien
lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu
klien, jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : isi, waktu, dan frekuensi
14
terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang),
situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi,
diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan klien apa
yang dilakukan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut,
diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati
halusinasinya. TUK 3 klien dapat mengontrol halusinasinya, kriteria evaluasi,
klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya,
klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar atau
lihat atau penghidu atau raba atau kecap), klien menyebutkan manfaat minum
obat serta nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien dapat
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter, klien melaksanakan cara yang
telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya, intervensi, identifikasi
bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi (tidur, marah,
menyibukan diri, dll), diskusikan cara yang digunakan klien, jika cara yang
digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan
kerugian cara tersebut, diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya
halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau
dengar atau lihat atau penghidu atau raba atau kecap pada saat halusinasi
terjadi), menemui orang lain (perawat atau teman atau anggota keluarga) untuk
menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal
15
kegiatan sehari-hari yang telah disusun, meminta keluarga atau teman atau
perawat menyapa jika sedang berhalusinasi, diskusikan dengan klien tentang
manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi
dan efek samping penggunaan obat, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
klien, pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan
obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
kepada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, anjurkan
klien untuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan, bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih
untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan
dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian. TUK 4 klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya, kriteria evaluasi, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti
pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi, intervensi, buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu,
tempat dan topik), diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga
atau kunjungan rumah), pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan oleh klien dan keluarga
untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya
untuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan
16
bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah.
TUK 5 klien dapat mengontrol halusinasinya dengan mengikuti terapi aktifitas
kelompok, kriteria evaluasi, kriteria mengikuti terapi aktifitas kelompok
stimulasi persepsi atau orientasi realitas, intervensinya yaitu anjurkan klien
mengikuti TAK Stimulasi persepsi, TAK meliputi 3 sesi, sesi 1 : menonton
TV, anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 2 : membaca
majalah, koran, anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 3 :
gambar. Tindakan keperawatan yang kedua yaitu tindakan keperawatan kepada
keluarga. Tujuan dilakukannya tindakan yaitu keluarga dapat terlibat dalam
perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah dan keluarga dapat
menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien. Sedangkan untuk
tindakan keperawatan meliputi SP (strategi pelaksanaan) 1 keluarga meliputi
pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi. SP 2 keluarga meliputi melatih keluarga praktek merawat pasien
langsung dihadapan pasien. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk
memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan
pasien. SP 3 keluarga meliputi membuat perencanaan pulang bersama
keluarga.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan
persepsi sensori : halusinasi, pada hari pertama dilaksanakan hari senin tanggal
17
2 April 2012, jam 12.30 WIB, untuk SP (strategi pelaksanaan) 1 penulis
membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi jenis halusinasi klien,
mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi,
mengidentifikasi waktu, mengidentifikasi respon, mengajarkan dan melatih
cara 1 yaitu mengontrol halusinasi dengan menghardik, memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian. Pada hari kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal
3 April 2012 jam 09.00 WIB dilakukan SP 2, penulis melakukan evaluasi cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik, melatih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan menyusun jadwal
kegiatan harian.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dari tanggal 2 – 4 April 2012. Evaluasi
hari pertama dilakukan pada hari senin tanggal 2 April 2012 jam 13.00, hasil
evaluasi yang penulis dapatkan adalah, data subyektif, klien mengatakan
senang berkenalan dengan perawat, klien mengatakan mendengarkan suara
yang memanggil atau menyapanya, klien mengatakan gelisah jika suara itu
datang, klien mengatakan bersedia diajari cara menghardik, klien mengatakan
bersedia memasukkan dalam jadwal kegiatan harian sedangkan pada data
obyektif, klien kooperatif saat diajak interaksi, klien mau berjabat tangan,
menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan, kontak mata ada, klien
menjawab pertanyaan yang diberikan perawat, klien bisa menjelaskan jenis, isi,
frekuensi, waktu dan respon klien saat halusinasi dialami, klien memperhatikan
18
teknik menghardik yang diajarkan, klien memasukkan kejadwal kegiatan
harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu
klien mampu mengungkapkan halusinasi yang dialami : klien mengatakan saat
pagi hari setelah bangun tidur klien mendengarkan suara-suara yang
memanggil dan menyapa dirinya. Suara itu di dengar sehari sekali setelah dia
bangun tidur saat pagi hari, ketika mendengar suara itu, klien mengatakan risih
dan cemas, dan klien menanggapinya dengan berdiam diri tanpa melakukan
sesuatu, klien mengatakan suara itu bisa hilang dengan sendirinya, dan klien
bisa menyebutkan dan mendemonsterasikan cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik secara benar yaitu dengan menutup telinga dengan kedua telapak
tangan sambil berkata dalam hati “pergi-pergi kamu suara palsu, kamu suara
tidak nyata, aku benci kamu”, masalah teratasi sebagian. Rencana selanjutnya
yang penulis rencanakan untuk klien, anjurkan klien untuk mempraktekkan
menghardik dan memasukkan ke dalam jadwal harian, dan untuk perawat
sendiri atau penulis melakukan evaluasi SP 1 yaitu cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik dan melanjutkan ke SP 2 yaitu cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Evaluasi hari kedua dilaksanakan
pada hari selasa tanggal 3 April 2012 jam 11.30 WIB adapun hasil evaluasi
yang penulis dapatkan adalah, data subyektif, klien mengatakan telah mencoba
cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, klien mengatakan bersedia
diajari cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain,
klien mengatakan mau mencoba cara mengontrol halusinasi yang kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain sedangkan data obyektifnya, klien
19
kooperatif saat berinteraksi, klien tampak tenang, klien mampu melakukan cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien tampak
menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya
interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain, masalah teratasi sebagian. Rencana
selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien adalah anjurkan klien untuk
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, dan untuk
perawat atau penulis adalah melakukan evaluasi SP 1 dan SP 2 yaitu cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik dan berbincang-bincang dengan
orang lain, dan melanjutkan SP 3 yaitu melakukan kegiatan yang positif.
20
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
Bab III ini akan membahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar dengan kondisi riil kasus yang dilaporkan, yaitu studi kasus
asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan pada sdr. A : halusinasi di
ruang Sena RSJD Surakarta. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan
evaluasi.
A. Pembahasan
Pembahasan dimulai dari pengkajian. Menurut Keliat (2006),
pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses perawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan,
atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor presdiposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Data yang dikumpulkan penulis menggunakan metode wawancara dengan
klien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien dan
juga dari medical record, selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data
yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada sdr. A namun
disaat pengkajian tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga. Pengkajian
21
keperawatan yang dikumpulkan oleh penulis meliputi identitas klien dan
penanggung jawab klien, riwayat kesehatan klien, pola kognitif-perceptual,
hasil pemeriksaan fisik dan penilaian. Pengkajian ini sudah terdapat kesesuaian
antara resume kasus dengan konsep dasar teori, tetapi ada beberapa yang belum
sesuai, yaitu :
Hasil pengkajian didapat identitas klien sebagai berikut, nama sdr. A,
saat ini dia tinggal di Dinas Sosial Surakarta, jenis kelamin laki-laki, umur 35
th, sebelum masuk RSJ dulunya klien bekerja sebagai pedagang bunga di
Jakarta, tingkat pendidikan klien yang terakhir adalah STM. Klien masuk
Rumah Sakit pada tanggal 6 februari 2012. Klien merupakan pasien rujukan
dari RSUD Dr. Moewardi surakarta. Diagnosa medis dari data yang di dapat
adalah F 20.1 (Schizofrenia Herbefrenik). Penanggung jawab selama klien di
Rumah Sakit yaitu pihak Dinas Sosial Surakarta.
Pengkajian riwayat kesehatan klien. Klien merupakan pasien rujukan
dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan keluhan menggelandang dan
bicara kacau. Menurut Cloninger (dalam Yosep, 2007) gangguan jiwa,
terutama gangguan persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya erat sekali
penyebabnya dengan faktor genetik termasuk di dalamnya saudara kembar,
atau anak hasil adopsi. Individu yang memiliki anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding
dengan orang yang tidak memiliki faktor herediter. Hal ini bertolak belakang
dengan yang dialami oleh klien karena klien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mempunyai riwayat sakit seperti yang dialaminya saat ini
22
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua gangguan jiwa merupakan
faktor keturunan, gangguan jiwa bisa berasal dari faktor lainnya seperti
lingkungan sosial yang tidak mendukung dan timbulnya stressor-stressor yang
tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh klien karena koping stress yang tidak
adekuat. Menurut Hutahaean (2008), jiwa kita terguncang jika kita dihadapkan
pada kondisi-kondisi yang tidak kita harapkan, tindak kekerasan dan perilaku
kasar, caci maki, sesuatu yang kita harapkan tidak datang sesuai dengan
harapan, kegagalan, kehilangan dan memikirkan tentang masa depan yang
begitu menakutkan, semakin jiwa kita sering terguncang maka semakin
terbentuklah reaksi-reaksi kejiwaan yang tercermin dalam perilaku kita. Dari
kondisi ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kesenjangan sosial antara
teori dengan kondisi riil dilapangan karena klien pernah mengalami perilaku
kekerasan, klien mengatakan mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu ketika klien SMP ketika bulan puasa klien mengatakan
ketika bangun untuk sahur, klien harus dibangunkan secara berulang dengan
menggunakan nada yang keras atau kasar seperti memarahi.
Selanjutnya penulis akan membahas tentang pola kognitif-perceptual.
Menurut Keliat (2006), dalam persepsi harus dijelaskan jenis-jenis halusinasi
yang dialami klien, menjelaskan isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi serta situasi dan kondisi yang menimbulkan
halusinasi. Laporan kasus didapatkan data bahwa klien mengatakan saat pagi
hari setelah bangun tidur klien mendengarkan suara-suara yang memanggil dan
menyapa dirinya, suara itu di dengar sehari sekali setelah dia bangun tidur saat
23
pagi hari, ketika mendengar suara itu, klien mengatakan risih dan cemas, dan
klien menanggapinya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, klien
mengatakan suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Halusinasi yang dialami
klien adalah halusinasi pendengaran karena klien mengatakan mendengarkan
suara-suara yang memanggil dan menyapa dirinya. Selain jenis-jenis
halusinasi, isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi serta situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, ada tahap
halusinasi dimana dialami oleh klien. Menurut Erlinafsiah (2010), tahap
halusinasi yang terjadi pada kasus ini adalah tahap ketiga karena klien
mengalami cemas atau ansietas berat dan tidak bisa menolak halusinasi lagi,
yang terjadi hanya berdiam diri saja. Data lain yang tidak ditemukan yaitu sulit
mengkaji keluarga karena keluarga tidak pernah berkunjung dan klien saat ini
hanya tinggal di Dinas Sosial Surakarta.
Hasil pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda-tanda
vital dalam batas normal, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 74 x/menit, suhu
36,7
pemeriksaan head to toe ditemukan beberapa hasil atau data yang abnormal
yaitu rambut tampak acak-acakan, pinna telinga kotor, gigi tampak kotor
berwarna kuning atau hitam, kuku tampak panjang dan kotor. Berat badan
klien mengalami peningkatan, awal masuk Rumah Sakit 60 kg dan saat dikaji
berat badan klien 63 kg. Stress dapat menyebabkan proses pembakaran kalori
menjadi berkurang, akibatnya kalori yang ada di dalam tubuh, akan diubah
menjadi lemak, selain itu stress juga menyebabkan kelainan perubahan emosi,
24
dimana seseorang akan merasa lebih nyaman dengan makan apa saja yang ia
dapatkan, tentu saja akan menyebabkan seseorang akan menjadi lebih gemuk
karena nafsu makannya meningkat (Asrul, 2011). Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan kondisi riil
yang dilaporkan bahwa klien selama sakit mengalami peningkatan berat badan
karena klien mengatakan selama di Rumah Sakit nafsu makannya meningkat.
Penilaian meliputi persepsi dan psikososial, pada penilaian persepsi
didapatkan data bahwa klien mendengarkan suara-suara yang menyapa atau
memanggilnya, klien merasa risih dan cemas, klien mendengarkan suara itu
saat pagi hari setelah bangun tidur, suara itu didengar pasien sehari sekali
setelah dia bangun tidur, saat klien mendengarkan suara itu, klien bereaksi atau
menanggapinya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, dan klien
mengatakan suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Penilaian psikososial
untuk status mental, pengkajian yang penulis lakukan kurang teliti sehingga
ada beberapa data yang belum penulis kaji antara lain dalam pembicaraan,
penulis tidak mengkaji bagaimana keseharian klien apakah lebih banyak diam
atau klien selalu berbincang-bincang kepada temannya pada waktu luang.
Pengkajian status mental lainnya meliputi afek dan proses pikir klien, pada
afek karena penulis kurang teliti maka penulis belum menjelaskan dan
mencantumkan stimulus apa yang diberikan, stimulus yang diberikan penulis
yaitu jika penulis memanggil nama klien, klien tersenyum dan menjawabnya,
sedangkan pada proses pikir ketika klien berbicara dengan penulis, terkadang
25
klien berhenti berbicara dan melamun namun setelah penulis memanggil nama
klien maka klien kembali fokus dengan pembicaraannya.
Perumusan pohon masalah terjadi perbedaan antara teori dan keadaan
riil dilapangan. Penyebab terjadinya halusinasi adalah isolasi sosial : menarik
diri (Keliat, 2006) sedangkan pada pasien yang penulis kaji tidak mengalami
isolasi sosial : menarik diri. Batasan karakteristik klien dengan isolasi sosial
adalah menyendiri dalam ruangan, tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak
melakukan kontak mata, sedih, afek datar, adanya perhatian dan tindakan yang
tidak sesuai dengan perkembangan usianya, berpikir tentang sesuatu menurut
pikirannya sendiri, tindakan yang berulang-ulang dan tidak bermakna (Keliat,
2006), sedangkan pada klien yang penulis kaji tidak terdapat batasan
karakteristik seperti yang tertera di atas. Klien ketika di ruangan atau dibangsal
tidak tampak menyendiri, selalu berkumpul dengan teman–temannya,
komunikasi klien ada, kontak mata klien ada, afek klien stabil, klien tidak
tampak sedih, perhatian dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan
perkembangan usianya dan tidak melakukan tindakan yang berulang-ulang dan
tidak bermanfaat, namun pada akibat dari core problem : halusinasi sesuai
dengan teori yaitu resiko perilaku kekerasan.
Diagnosa keperawatan dirumuskan setelah data-data yang didapat
dikumpulkan dari tahap pengkajian. Menurut Gordon, diagnosa keperawatan
adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat profesional yang menggambarkan
tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien
dimana perawat yang berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu
26
menolongnya (Ali Z. dalam Nurjannah, 2004). Schultz dan Videbeck (dalam
Nurjannah, 2004) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari
diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien
terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien
sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Pernyataan
diagnosa terdiri dari masalah atau respon klien dan satu atau lebih faktor yang
berhubungan yang mempengaruhi atau berkontribusi pada masalah atau respon
klien. Tanda dan gejala atau batasan karakteristik adalah pengkajian subyektif
dan obyektif yang mendukung diagnosa keperawatan, ini biasanya ditulis
sebagai bagian dari pernyataan diagnosis. Bagian kedua dari pernyataan
diagnosa ditulis untuk mengkomunikasikan persepsi perawat dari faktor yang
berhubungan atau berkontribusi untuk etiologinya (Nurjannah, 2004). Tetapi
pada kasus penulis sudah menggunakan diagnosa tunggal yang telah disepakati
sejak Konas III di Semarang yang menyatakan rumusan diagnosa keperawatan
jiwa hanya menyebutkan problem tanpa perlu dituliskan etiologi. Rumusan
diagnosa tanpa menyebutkan etiologi atau dikenalkan sebagai diagnosa tunggal
keperawatan jiwa ini mengacu pada North American Diagnosis Association
(NANDA) 2005-2006. Teori atau konsep dasar menurut Keliat (2006)
menyebutkan terdapat tiga masalah keperawatan yaitu gangguan persepsi
sensori : halusinasi, gangguan isolasi sosial : menarik diri, dan resiko perilaku
kekerasan sementara pada kasus kelolaan penulis mendapatkan dua masalah
keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi dan kurang
27
perawatan diri namun yang menjadi fokus pembahasan pada kasus ini hanya
satu masalah saja yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi.
Menurut Keliat (2006) manifestasi klinik halusinasi antara lain bicara,
senyum dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak
dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata, tidak dapat
memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain
dan lingkungannya), takut, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, namun
pada kenyataannya dilapangan tanda dan gejala seperti di teori tidak dialami
oleh klien semuanya, klien hanya mengalami beberapa tanda gejala, seperti
kadang klien tidak dapat memusatkan perhatiannya, takut atau cemas jika
sedang mengalami halusinasi. Data yang memperkuat penulis mengangkat
diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi yaitu data subyektif bahwa
klien mengatakan saat pagi hari setelah bangun tidur klien mendengarkan
suara-suara yang memanggil dan menyapa dirinya, suara itu di dengar sehari
sekali setelah dia bangun tidur saat pagi hari, ketika mendengar suara itu, klien
mengatakan risih dan cemas, dan klien menanggapinya dengan berdiam diri
tanpa melakukan sesuatu, klien mengatakan suara itu bisa hilang dengan
sendirinya selain itu data obyektif yang menyatakan bahwa klien tampak
mondar-mandir, klien tampak gelisah atau cemas, klien tampak diam. Diagnosa
keperawatan ini menjadi prioritas utama dalam melakukan tindakan
keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi akibat yang akan ditimbulkan
halusinasi yaitu resiko perilaku kekerasan. Pasien merasa cemas dan gelisah
saat terjadi halusinasi, jika klien merasa cemas maka kebutuhan akan
28
keamanannya tidak terpenuhi. Kebutuhan keamanan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi berdasarkan hirarki maslow.
Kebutuhan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan akan kebebasan dari
ancaman, yaitu ancaman dari kejadian atau lingkungan (Boeree, 2006).
Kebutuhan keamanan, seperti : bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman,
bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya. Sehingga dalam
kasus ini penulis akan menyusun perencanaan, implementasi dan evaluasi
untuk mengatasi core problem yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi
dengan alasan apabila halusinasi dapat diatasi maka masalah yang dialami
klien akan berkurang sehingga dapat memenuhi atau mencapai kebutuhan
keamanan dan keselamatan.
Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa keperawatan.
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat
mencapai tiap tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan klien dapat diatasi (Ali Z. dalam Nurjannah, 2004). Rencana
tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia atau
standar keperawatan Amerika yang membagi karakteristik tindakan berupa :
tindakan konseling atau psikoterapeutik, pendidikan kesehatan, perawatan
mandiri dan aktivitas hidup sehari-hari, terapi modalitas keperawatan,
perawatan berkelanjutan (continuity-care), tindakan kolaborasi (terapi somatik
dan psikofarmaka). Pada dasarnya tindakan keperawatan terdiri dari tindakan
observasi dan pengawasan (monitoring), terapi keperawatan, pendidikan
29
kesehatan dan tindakan kolaborasi (Kurniawati dalam Nurjannah, 2004).
Namun pada rencana yang dibuat oleh penulis tidak mencantumkan pendidikan
kesehatan, yang penulis cantumkan meliputi observasi dan pengawasan
(monitoring), terapi keperawatan dan tindakan kolaborasi. Rencana
keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori yang sudah
penulis jabarkan dalam BAB II, hal ini karena rencana tindakan keperawatan
tersebut telah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang telah
ditetapkan. Kekuatan dari intervensi pada SOP menurut Keliat (2006) tersebut
telah disusun untuk memudahkan penulis dalam melaksanakan intervensi
tersebut dimana tahap perencanaan yang ada pada konsep dasar sudah sesuai
dengan kondisi klien.
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun. Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2004)
implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh
berbeda dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
Yang biasa dilaksanakan adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan
dan dirasakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat
fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal (Kurniawati dalam Nurjannah,
2004). Implementasi keperawatan yang bisa dilakukan oleh penulis karena
keterbatasan waktu hanya bisa melakukan implementasi dua hari kepada klien
karena pada hari kedua klien pulang dijemput oleh petugas Dinas Sosial
30
Surakarta. Perawat jaga di ruangan pun juga tidak mengetahui sebelumnya
bahwa klien akan pulang pada hari itu. Implementasi yang dilakukan penulis
pada masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi yang bisa
dilakukan adalah SP 1 dan SP 2. SP 1 mencakup TUK 1 - TUK 3 didalam
rencana asuhan keperawatan dilaksanakan satu kali pertemuan yang di dukung
dengan keadaan kognitif klien yang baik, saat penulis melakukan bina
hubungan saling percaya, klien mengatakan senang berkenalan dengan perawat
dan ketika penulis melakukan identifikasi mengenai jenis halusinasi klien,
frekuensi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, respon klien saat terjadi
halusinasi, klien mampu menjawab dan menjelaskannya kepada perawat,
kemudian saat penulis mengajarkan dan melatih cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, klien mampu melakukannya yaitu dengan cara
menutup telinga dengan kedua telapak tangan sambil berkata “pergi-pergi
kamu suara palsu, kamu suara tidak nyata, aku benci kamu” dan klien mampu
memasukkan kegitan ke dalam jadwal harian yang telah penulis berikan.
Faktor pendukung saat penulis melakukan SP 1 yaitu klien kooperatif saat
berinteraksi. Strategi pelaksanaan yang kedua telah berhasil dilaksanakan, klien
dapat melakukan cara mengontrol halusinasi yaitu bercakap-cakap dengan
orang lain, klien tampak bercakap-cakap dengan perawat, klien juga
memasukkan ke jadwal harian klien, dalam pelaksanaan SP 2 penulis juga
tidak menemukan hambatan karena klien kooperatif dan lingkungan yang
kondusif, sedangkan untuk SP 3 – SP 4 penulis belum dapat melakukan
tindakan keperawatan karena keterbatasan waktu, dalam pelaksanaan SP 2
31
sebenarnya penulis sudah melakukan kontrak waktu dengan pasien untuk
pertemuan selanjutnya yaitu melatih klien cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan yang positif, namun pada hari kedua implementasi klien
pulang pukul 12.30 sehingga untuk SP 3 tidak terlaksana. SP 4 penulis belum
dapat melakukan tindakan keperawatan karena penulis merasakan adanya
faktor penghambat yaitu kontrak waktu yang ditentukan sangat terbatas yaitu
dari tanggal 2 – 4 April 2012 sehingga penulis tidak mampu melaksanakan
rencana keperawatan. Seharusnya untuk SP 1 - SP 3 keluarga dilakukan oleh
penulis karena pada hari kedua klien pulang namun karena kekurangtelitian
penulis tidak memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien dan
mendelegasikan SP 1 – SP 3 keluarga kepada perawat jaga di ruangan.
Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2004: 64), evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien, evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara
respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Keliat,
2006). Kasus yang dikaji penulis ini menggunakan evaluasi sumatif serta
menggunakan SOAP. Evaluasi dilaksanakan pada akhir pertemuan. Evaluasi
ini dilaksanakan untuk diagnosa gangguan persepsi sensori yaitu halusinasi.
Hasil evaluasi yang penulis dapat sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis
jabarkan dalam BAB II namun karena kekurangtelitian penulis pada saat
32
pendokumentasian penulis tidak menuliskan secara jelas, dan evaluasi yang
penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya antara klien dengan penulis
tercapai ditandai dengan klien bersedia duduk berhadapan dengan penulis,
klien bersedia menyebutkan nama dan panggilan yang disukai yaitu mas A,
klien bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, klien juga
menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya, selain itu klien juga bersedia
diajarkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan berbincang-
bincang dengan orang lain, klien juga mampu memperagakan ulang cara yang
dilatihkan dengan baik. Faktor pendukung yang mempengaruhi keberhasilan
evaluasi ini adalah klien kooperatif dalam memberikan jawaban sesuai
pertanyaan yang diajukan, sedangkan faktor penghambat atau kesulitan penulis
selama proses keperawatan dilakukan adalah tidak tercapainya semua TUK
dalam diagnosa keperawatan karena keluarga tidak ada yang menjenguk, tidak
dilakukannya pendidikan kesehatan dan SP 1 – SP 3 keluarga ketika petugas
dari Dinas Sosial datang menjemput klien serta kurangnya penulis dalam
pemanfaatan waktu yang sangat terbatas dan kurangtelitinya penulis dalam
proses pendokumentasian.
B. Kesimpulan
Kesimpulan penulis didapatkan setelah melakukan asuhan keperawatan
pemenuhan kebutuhan keamanan pada sdr. A dengan halusinasi, dari hasil
pengkajian didapatkan data meliputi data subyektif dan data obyektif. Data
subyektif, klien mengatakan saat pagi hari setelah bangun tidur klien
33
mendengarkan suara-suara yang memanggil dan menyapa dirinya, suara itu di
dengar sehari sekali setelah dia bangun tidur saat pagi hari, ketika mendengar
suara itu, klien mengatakan risih dan cemas, dan klien menanggapinya dengan
berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, klien mengatakan suara itu bisa hilang
dengan sendirinya sedangkan data obyektifnya didapatkan data, klien tampak
mondar-mandir, klien tampak gelisah atau cemas, klien tampak diam, sehingga
dapat diambil diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi.
Rencana keperawatan meliputi TUK 1 klien dapat membina hubungan saling
percaya, TUK 2 klien dapat mengenal halusinasinya, TUK 3 klien dapat
mengontrol halusinasinya, TUK 4 klien dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya, TUK 5 klien dapat mengontrol halusinasinya
dengan mengikuti terapi aktifitas kelompok, sedangkan untuk implementasi
hanya bisa dilakukan penulis dari TUK 1 – TUK karena keterbatasan waktu
sehingga tidak semua TUK dan SP 1 – SP 3 keluarga tidak bisa dilakukan. Dua
hari setelah dilakukan implementasi didapatkan hasil atau evaluasi, klien
mampu mengungkapkan halusinasi yang dialami dan klien mampu mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain,
masalah teratasi sebagian.
C. Saran
Penulis memberikan saran yang mungkin dapat diterima sebagai bahan
pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan klien dengan
34
gangguan jiwa khususnya gangguan persepsi sensori : halusinasi sebagai
berikut :
a. Bagi Perawat
1. Perawat mampu meningkatkan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan gangguan persepsi sensori yaitu
halusinasi karena banyak perawat yang melakukan tindakan keperawatan
bukan berdasarkan rencana keperawatan tetapi berdasarkan intuisi.
2. Perawat mampu melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur).
b. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit mampu memberikan pelayanan yang baik kepada
setiap pasien, khususnya pada penderita gangguan jiwa dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi.
c. Bagi Institusi atau Pendidikan
Diharapkan supaya melengkapi perpustakaan tentang buku-buku
keperawatan khususnya keperawatan jiwa.
d. Bagi Klien dan Keluarga
1. Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan baik
oleh dokter maupun oleh perawat sehingga proses penyembuhan dapat
lebih cepat.
2. Keluarga klien mampu memotivasi klien baik di rumah sakit maupun di
rumah.