studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan...
TRANSCRIPT
��
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG
ABIMANYU RSJD SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
SUGIYARTI
NIM P.08036
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
��
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG
ABIMANYU RSJD SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
SUGIYARTI
NIM P. 08036
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
�
�
���
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sugiyarti
NIM : P.08036
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI
PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD
SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, April 2012
Sugiyarti
NIM. 08036
�
�
����
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Sugiyarti
NIM : P.08036
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU
RSJD SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Tanggal : 4 Mei 2012
Pembimbing : Amalia Senja, S.Kep., Ns (.....................................)
NIK. 201189090
�
�
���
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Sugiyarti
NIM : P.08036
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU
RSJD SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Tanggal : 9 Mei 2012
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Amalia Senja, S.Kep., Ns (.....................................)
NIK. 201189090
Penguji II : Setiyawan, S.Kep., Ns (.....................................)
NIK. 201084050
Penguji III : Noor Fitriyani,S.Kep., Ns (.....................................)
NIK. 201187085
Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S.Kep., Ns
NIK. 201084050
�
�
��
KATA PENGANTAR
Puji syukur penguji panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD
SURAKARTA”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Amalia Senja, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing dan penguji I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
�
�
���
4. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Noor Fitriyani,S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis menyadari laporan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
membuka saran demi penelitian selanjutnya. Semoga Laporan Studi Kasus ini
bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, April 2012
Penulis
�
�
����
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan ............................................................... 3
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ..................................................................... 5
B. Pengkajian ........................................................................... 6
C. Perumusan Masalah Keperawatan ........................................ 8
D. Perencanaan Keperawatan ................................................... 8
E. Implementasi Keperawatan .................................................. 12
F. Evaluasi Keperawatan .......................................................... 13
�
�
�����
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ......................................................................... 15
B. Kesimpulan ......................................................................... 28
C. Saran ................................................................................... 29
Daftar Pustaka
Lampiran
�
�
���
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Log Book
Lampiran 3 Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 6 Asuhan keperawatan
��
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gangguan jiwa menurut WHO adalah suatu ketidakberesan kesehatan
dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan
penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan
biologis, sosial, psikologis, genetik, fisik, atau kimiawi. (Notosoedirjo,2002).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk
merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan permusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol,
dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
(Keliat, 2005).
Marah adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah yang bisa membahayakan diri dan
orang lain. Gangguan jiwa perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang
yang memiliki tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang
(Rasmun, 2004 ).
Marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini
kadang menyulitkan karena secara kultural marah tidak diperbolehkan.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri
dan mengganggu hubungan interpersonal. Menurut Azwar (2003), setiap
orang ingin menjadi bagian dari keluarga atau anggota kelompok sosial.
��
�
�
Menurut Maslow (2003), individu didominasi oleh kebutuhan yang
dipuaskan yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat begitu tingkat
kebutuhan ini terpenuhi ia tidak lagi memotivasi perilaku, kebutuhan ini masih
sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis untuk dilindungi dari bahaya
ancaman fisik, kebutuhan mencakup memberi dan menerima, mencintai, cinta
kasih, rasa memiliki. Terganggunya hubungan interpersonal dapat
mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan mencintai dan memiliki karena
Menurut Stuard dan Sudden (2009), afiliasi dalam kelompok, hubungan
teman, teman sebaya dan masyarakat merupakan komponen dalam mencintai
dan memiliki.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul
”Studi Kasus pemenuhan Kebutuhan Mencintai dan Memiliki pada Tn.P
dengan Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan
1. Umum
Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki
pada Tn. P dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta
2. Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan
mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan.
��
�
�
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa pemenuhan kebutuhan
mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku
kekerasan.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pemenuhan kebutuhan
mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pemenuhan kebutuhan mencintai
dan memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan.
f. Penulis mampu menganalisa pemenuhan kebutuhan mencintai dan
memiliki pada Tn. P dengan perilaku kekerasan.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan dan
memperoleh pengalaman khususnya dibidang keperawatan jiwa.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan
pustaka tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan .
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek pelayanan keperawatan khususnya pada keperawatan jiwa pada
perilaku kekerasan.
��
�
�
4. Keluarga pasien
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang
keperawatan gangguan jiwa pada anggota keluarga khususnya dengan
klien yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
�
BAB II
LAPORAN KASUS
Bab II ini merupakan ringkasan Asuhan keperawatan jiwa dengan
pengelolaan studi kasus pada klien Tn.P dengan perilaku kekerasan diruang
abimanyu RSJD Surakarta pada tanggal 2- 4 April 2012. Asuhan keperawatan ini
dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Klien bernama Tn.P, tinggal di Wonogiri, umur 41 tahun, jenis
kelamin laki-laki, pendidikan SD, beragama Islam, status belum meikah,
pekerjaan petani, rujukan pasien rujukan dari IGD terus dibawa kebangsal
Abimanyu, diagnosa medis: f.208 (skizofrenia) ,tangal masuk 25 januari
2012. Identitas penanggung jawab klien bernama Tn. S, tinggal di Wonogiri,
umur 49 tahun pekerjaan petani hubungan dengan klien adalah sebagai kakak.
Klien datang ke IGD, dengan keluhan 10 hari yang lalu klien tampak
bingung, sering mengamuk dan marah-marah. Kakak klien mengatakan
bahwa klien tidak bisa tidur, akhir-akhir ini klien sering berbicara kacau
dengan nada yang keras dan mondar-mandir. Akhirnya Tn. P dibawa ke RSJD
Surakarta untuk dirawat lagi. Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan
jiwa dan pernah dirawat di RSJD Surakarta 2x. Keluarga sudah berusaha
untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi
�
�
�
klien tidak mau minum obat. Klien dibawa lagi ke RSJD Surakarta karena
bingung, mengamuk, membanting barang, berbicara kacau dengan nada keras
dan mondar-mandir.
Klien tidak pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik
dan tindakan kekerasan, tetapi klien pernah mengalami kegagalan yang tidak
menyenangkan yaitu tidak dapat melanjutkan sekolah kejenjang lebih tinggi.
Analisa genogram: kilen merupakan anak ke-7 dari 7 bersaudara. Klien
tinggal serumah dengan orang tua dan kakak pertamanya sedangkan keenam
kakaknya sudah menikah.
B. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis akan menjelaskan hasil pengkajian pola
koping toleransi stress dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tn. P mengatakan jika klien memiliki masalah selalu membicarakan
dengan kakaknya. Mekanisme koping klien adaptif :Klien suka membantu
orang tuanya berkerja disawah tiap hari sedangkan mekanisme koping
maladaftif klien mengatakan mudah marah ketika berbeda pendapat dengan
lawan bicaranya (kakaknya) kemudian klien mengamuk dan membanting
barang. Tetapi yang sering digunakan klien adalah koping maladaftif karena
klien mengamuk dan membanting barang. Stressor yang terjadi tahun terakhir
masalah yang membuat klien stress adalah klien diputus pacarnya karena tidak
memiliki sepeda motor, sekarang klien mengalami gangguan jiwa Tn.P
tampak mondar – mandir, bicara terdengar keras (membentak), mata melotot,
��
�
�
respon klien yang sekarang adalah klien tidak menyadari kalau dirinya sakit
jiwa, klien selalu menganggap orang lain yang salah. Tn.P mengatakan setiap
ada masalah selalu kakak klien yang membantu menyelesaikan, klien dapat
mengambil keputusan dengan sendiri saat diberikan keputusan, misalnya klien
memilih mandi dahulu sebelum makan biar segar.
Hasil pemeriksaan klien keadaan umum composmentis, tanda –tanda
vital Tekanan darah 112/66 mmHg, Nadi 103menit/menit, Suhu 36o C, RR 20
menit/ menit.Tinggi badan 161cm, Berat badannya 60 kg selama sakit klien
mengalami kenaikan berat badan 2 kg. Dari hasil pemeriksaan Head to toe
adalah sebagai berikut : rambut hitam lurus, pendek, tidak ada uban. Mata
konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik, simetris kanan dan kiri.
Hidung mancung simetris dan bersih. Mulut simetris, atas bawah tidak ada
sariawan. Telinga simetris kanan kiri dan bersih. Dada tidak ada lesi, simetris
kanan dan kiri. Ektremitas lengkap, tidak ada fungsi alat gerak yang
terganggu.
Penilaian yang dilakukan penulis pada klien yaitu: klien tampak mondar
- mandir, klien tampak melotot, mata klien tampak merah, klien tampak
kesal, klien tampak jengkel, saat penulis melakukan pengkajian klien stabil
dan kooperatif. Klien tidak tampak tersenyum sendiri. Klien sudah tidak
tampak marah-marah seperti saat dibawa ke RSJD 2 minggu yang lalu.Selain
itu, klien menunjukkan sikap mudah tersinggung saat penulis menanyakan
sesuatu mengenai gangguan jiwa yang dialami klien.
��
�
�
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium adalah sebagai berikut :
Tn.P Pada tanggal 28 maret 2012 Segmen 78%,Bancl 2%,Lymp 17%. Adapun
data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, klien mendapatkan terapi
medis berupa Risp 3X1 mg, Trihexipenidril 3X2 mg dan Clorpromazine
3X100 mg.
C. Daftar Perumusan Masalah
Dari data yang diperoleh ditemukan masalah yang menjadi rumusan diagnosa
keperawatan prioritas yaitu resiko perilaku kekerasan ditandai dengan data
subyektif klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya
sedangkan data obyektif : meliputi klien tampak melotot, mata klien tampak
merah klien tampak kesal, tampak jengkel.
Pohon masalah yang muncul dari kasus dapat dijelaskan sebagai
berikut : Isolasi sosial/menarik diri sebagai (penyebab), resiko perilaku
kekerasan sebagai core problem, sedangkan halusinasi sebagai efek (akibat ).
Resiko perilaku kekerasan sebagai core problem adalah keadaan dimana
individu mengalami perilaku yang membahayakan orang lain diri sendiri dan
lingkungan dan penyebab resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi/efek.
Namun pada saat penulis melakukan interaksi terdapat data menarik diri.
D. Perencanaan
Dari data yang diperoleh pada tanggal 2-4 April 2012 ditemukan data
permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan. Adapun yang
menjadi diagnosa keperawatan prioritas yaitu resiko perilaku kekerasan,
�
�
�
tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang
dihadapi klien yaitu agar dapat mengontrol perilaku kekerasan yang dialami,
tujuan khususnya klien dapat membina hubungan saling percaya. Tujuan
khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi :
setelah 1X interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat :
wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia
menceritakan perasaan. Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan:
beri salam setiap berinteraksi, perkenalan nama, nama panggilan perawat dan
tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien,
tunjukkan sikap empati, jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi,
tanyakan masalah klien yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas,
dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
TUK 2: klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukannya. Kriteria evaluasi : setelah 1x pertemuan klien
menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya : menceritakan
penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari sendiri maupun lingkungannya.
Intervensi : Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya : motivasi klien
untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya, dengarkan tanya
mengela atau memberi penilaian setiap ungkapan klien.
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi setelah 1x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat
terjadi perilaku kekerasan : Klien mampu mengungkapkan perasaan saat
marah/jengkel, klien mampu menyimpulkan tanda-tanda jengkel/marah.
���
�
�
Intervensi : Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya : ajarkan klien untuk mengungkapkan apa yang dirasakan,
observasi tanda-tanda perilaku kekerasan, simpulkan bersama klien tanda-
tanda jengkel yang dialami pasien.
TUK 4 : Klien mengidentifikasi perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi :
setelah 1x pertemuan klien menjelaskan : Klien dapat mengungkapkan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, klien mengetahui cara yang benar
dalam menyelesaikan masalah. Intervensi : Diskusikan dengan klien perilaku
kekerasan yang dilakukannya selama ini : motivasi klien menceritakan jenis-
jenis tindakan kekerasan tersebut yang terjadi, diskusikan apakah dengan
tindak kekerasan yang dilakukan masalah yang dialami teratasi. TUK 5 : Klien
dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : setelah
1x pertemuan klien menjelaskan akibat tindakan kekerasan yang dilakukannya
: Diri sendiri, luka-luka, dijauhi teman-teman, orang lain keluarga : luka
tersinggung, ketakutan, lingkungan : barang atau beda rusak. Intervensi :
Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) yang dilakukan pada : Diri
sendiri, orang lain/keluarganya, lingkungannya.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien :
Menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah. Imtervensi : Diskusikan
dengan klien : apakah klien mampu mempelajari cara baru mengungkapkan
marah yang sehat, jelaskan barbagai aternatif pilihan untuk mengungkapkan
marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat
���
�
�
untuk mengungkapkan marah : cara fisik, nafas dalam, pukul bantal/kasur,
verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal, spiritual : sembahyang
atau doa, dzikir, meditasi sesuai dengan agamanya.
TUK 7 : Klien dapat mendemostrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien memperagakan cara
mengotrol perilaku kekerasan: fisik : tarik nafas dalam, memukul kasur, verbal
: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakiti,
spiritual : dzikir/doa, meditasi sesuai agamanya. Intervensi : Diskusikan cara
yang mungkin dipilih dianjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk
mengungkapkan kemarahan latih klien memperagakan cara yang dipilih :
Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara
tersebut, beri penguatan pada klien perbaiki cara yang masih belum sempurna.
TUK 8 : Klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan : menjelaskan cara merawat klien
dengan perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
Intervensi : Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukumg
klien untuk mengatasi perilaku kekerasan : Jelaskan pengertian penyebab
akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dilaksanakan oleh
keluarganya, peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan),
beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang, beri pujian kepada
keluarga setelah mencoba peragaan, tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan.
���
�
�
TUK 9 : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan. Kriteria Evaluasi : setelah 1x pertemuan klien menjelaskan :
Manfaat minum obat. kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan
warna oba,dosis yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara
pemakaian, efek yang dirasakan, setelah 1x pertemuan klien menggunakan
obat sesuai program. Intervensi : jelaskan manfaat menggunakan obat cara
teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat. Menjelaskan kepada klien :
jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat) dosis yang tepat untuk klien, waktu
pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan dirasakan klien, anjurkan klien :
minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa.
E. Implementasi
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan resiko
perilaku kekerasan dilaksanakan 3 hari pada tanggal 2-4 April 2012. Pada
tanggal 2 april 2012 dengan SP 1 : Klien dapat membina hubugan saling
percaya ( BHSP), mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang
dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan,
mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, mengajarkan cara
mengontrol perilaku kekerasan: nafas dalam, pukul bantal, secara verbal,
berdoa (spritual), minum obat, mengajarkan untuk mempraktekan nafas
dalam, menganjurkan klien untuk pukul bantal. Pada tanggal 3 April 2012
dengan SP2 : mengevaluasi pukul bantal,mengevaluasi cara mengontol
perilaku kekerasan dengan nafas dalam, mengajarkan untuk mempraktekan
���
�
�
secara verbal, menganjurkan pasien untuk mempraktekkan pukul bantal. Pada
tanggal 4 April 2012 dengan SP 3:mengevaluasi pukul bantal, melatih
mempraktekkan nafas dalam, menganjurkan pasien untuk mengontrol perilaku
kekerasan dengan pukul bantal.
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan penulis lakukan setiap hari pada akhir
pertemuan, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan hari pertama senin 2
April 2012 pada pukul 12.00 WIB adalah secara subyektif : Klien
mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya. Klien
mengatakan setelah diajari cara nafas dalam klien menjadi tahu cara
mengontrol marahnya.Secara obyektif : Klien kooperatif saat diwawancarai,
klien mampu mempraktekkan nafas dalam. Analisis: Masalah teratasi
sebagaian. Rencana selanjutnya untuk perawat : Evaluasi Sp 1 lanjutkan Sp 2
(pukul bantal). Sedangkan untuk Klien : anjurkan klien untuk melakukan nafas
dalam Sp 2 (pukul bantal).
Hari kedua selasa 3 April 2012 pada pukul 12.00 WIB adalah secara
subyektif : Klien mengatakan sudah mencoba mempraktekkan nafas dalam.
Klien mengatakan mau berlatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
pukul bantal. Klien mngatakan mau memasukkan latihan mengontrol perilaku
kekerasan dengan pukul bantal.Secara obyektif : Klien tampak tenang, Klien
tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol perilaku kekerasan dengan
pukul bantal, Klien mampu mempraktekkan cara perilaku kekerasan dengan
pukul bantal. Analisis : Masalah teratasi sebagaian. Rencana selanjutnya untuk
perawat sedangkan untuk klien : Evaluasi Sp 2 lanjutkan Sp 3 (secara verbal).
���
�
�
Klien : anjurkan klien untuk cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas
dalam dan pukul bantal.
Hari ketiga 4 April 2012 pada pukul 12.00 WIB adalah secara
subyektif : Klien mengatakan sudah bisa cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan pukul bantal. Klien mengatakan mau berlatih cara mengontrol perilaku
kekerasan secara verbal. Klien mengatakan mau memasukan latihan
mengontrol perilaku kekerasan secara verbal. Secara obyektif : Klien tampak
tenang, klien tampak mempraktekkan latihan dengan mengontrol perilaku
kekerasan secara verbal, klien mampu mempraktekan cara perilaku kekerasan
cara verbal. Analisis : Masalah teratasi. Rencana selanjutnya untuk perawat
sedangkan untuk klien : Evaluasi Sp3 lanjutkan Sp4 berdoa (spiritual). Klien:
anjurkan klien untuk cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam,
pukul bantal dan secara verbal.
��
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
Pada bab pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan
yang terdapat pada konsep dasar (teori) dan studi kasus pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan yang dimulai dengan membahas pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.
A. Pembahasan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005). Dalam pengkajian pasien,
penulis melakukan pengkajian meliputi : identitas klien, identitas
penanggung jawab, pola fungsional gordon, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan terapi medis. Data yang penulis kumpulkan tersebut sudah
mencakup data pengkajian jiwa dalam teori tersebut karena penilaian
terhadap stressor, faktor predisposisi, faktor presipitasi, sumber koping dan
��
�
�
kemampuan koping yang dimiliki klien sudah terkaji dalam pola koping
toleransi stress didalam pola fungsional gordon.
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode auto
anamnese terhadap klien perawat yang merawatnya, observasi langsung
terhadap penampilan dan perilaku klien. Teori genetika menurut Direja
(2011), adalah individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang
yang tidak memiliki faktor herediter. Pada kasus Tn.P ada riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Menurut Nursalam (2002 : 19), data dapat dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data obyektif adalah data
yang dapat di observasi dan diukur. Adapun data yang diperoleh setelah
melakukan pengkajian pada klien Tn. P yang berupa data subyektif antara lain
klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya, klien
mengatakan saat merasa marah rasanya ingin memukul orang dan barang
disekitarnya dan data obyektif antara lain : tampak tegang, bingung, nada
bicara agak tinggi, mata sedikit melotot, bicara kotor, terlihat gelisah. Dari
hasil observasi penulis, emosi klien akan tampak bila ada stimulus yang kuat.
Disini yang dimaksud stimulus yang kuat adalah pada saat mengingatkan klien
pada masa lalu (Keliat, 2005: 21). Pada kasus ini stimulus yang dimaksud
adalah masalah yang terjadi tahun terakhir masalah yang membuat klien stress
adalah klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor.
���
�
�
Faktor presipitasi menurut Direja (2011), adalah seseorang akan marah
jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau
ancaman konsep diri. Sedangkan faktor presipitasi pada kasus klien adalah
klien diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor, klien mengatakan
memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu tidak klien
menyenangkan yaitu tidak dapat melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.
Faktor predisposisi menurut Stuart (2005), adalah konflik emosional
yang terjadi di antara faktor psikologis, faktor sosial budaya, faktor biologis.
Sedangkan faktor predisposisi klien tidak pernah mengalami atau
menyaksikan penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan, tetapi klien pernah
mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan ini kedua kalinya klien dirawat di
RSJ.
Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien
yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan
tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Mengenai segala sesuatu yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diantaranya
adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama
tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Pada kasus ini klien
mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan. Peran
keluarga disini tidak terlaksana dengan baik.
Pola koping toleransi stress menurut Stuart dan Sudden (2002),
disebutkan upaya perilaku dan kognitif seseorang dalam menghadapi
ancaman fisik dan psikososial. Menurut Heather (2009), koping toleransi
���
�
�
stress adalah ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang
stresor, ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan , atau ketidak-
mampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia. Pada pola koping
toleransi stress dapat dijelaskan sebagai berikut : Mekanisme koping klien
adaptif Tn. P mengatakan jika memiliki masalah dia selalu membicarakan
dengan kakaknya. Mekanisme koping maladaftif klien mengatakan mudah
marah ketika berbeda pendapat dengan lawan bicaranya (kakaknya)
kemudian klien mengamuk dan membanting barang. Tetapi yang sering
digunakan klien adalah koping maladaptif karena klien mengamuk dan
membanting barang. Stressor yang terjadi 1 tahun terakhir stress adalah klien
diputus pacarnya karena tidak memiliki sepeda motor. Sekarang klien
mengalami gangguan jiwa Tn.P tampak bingung, bicara terdengar keras
(membentak), mata melotot, bicara kotor, tampak mondar - mandir,daya tilik
diri. Klien tidak menyadari kalau dirinya sakit jiwa, klien selalu menganggap
orang lain yang salah.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara
verbal maupun nonverbal yang bertujuan melukai orang lain secara fisik
maupun psikologis (Iyus, 2009). Teori di atas sama dengan kasus yang di
angkat dilihat dari stressor yang mengakibatkan stress sehingga
mengakibatkan perilaku kekerasan, sebab perilaku kekerasan itu adalah salah
satu akibat dari koping toleransi stress yang tidak efektif.
� �
�
�
Dari penilaian masalah menurut Videbeck (2008), adalah kemampuan
penilaian dalam menggunakan pemikiran abstrak atau membuat asosiasi
tentang suatu situasi. Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang
muncul biasanya adalah muka merah, mata melotot, mengepalkan tangan,
jalan mondar-mandir bicara keras, suara tinggi membentak dan berteriak,
menyerang atau memukul benda, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,
merusak lingkungan amuk (Iyus, 2009). Ada beberapa tanda gejala resiko
perilaku kekerasan pada Tn.P meliputi : Klien membentak, muka merah,
klien jalan mondar-mandir, mata melotot. Bila dibandingkan dengan teori
diatas ada beberapa tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan pada Tn.P
yang sesuai dengan teori.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium adalah sebagai berikut :
Tn.P pada tanggal 28 Maret 2012 Segmen 78%, Bancl 2%, Lymp 17%.
Adapun data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, klien mendapatkan
terapi medis berupa Rispenidol (Risp) 3X1 mg, Trihexipenidril 3X2 mg
(untuk mengendalikan anti depresi, dan Clorpromazine 3X1mg (untuk
penenang).
Dari pohon masalah menurut Keliat (2005 : 27) disebutkan bahwa
perilaku kekerasan disebabkan oleh faktor psikologis, sosial budaya,
bioneurologis, faktor klien dan lingkungan. Pada kasus nyata yang terjadi pada
klien yaitu disebabkan faktor dari klien, lingkungan dan sosial budaya. Faktor
dari klien yaitu klien merasa tidak berguna karena tidak memilki sepeda
motor. Faktor sosial budaya yaitu klien tidak merasa diejek di remehkan dan
���
�
�
dikucilkan masyarakat. Faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga yang
tidak mendukung kesembuhan klien dan lingkungan masyarakat menganggap
rendah klien.
Pada pohon masalah dapat dijelaskan bahwa yang menjadi core
problem yaitu resiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu
mengalami perilaku yang dapat membahayakan orang lain, diri sendiri dan
lingkungan serta penyebab dari resiko perilaku kekerasan adalah halusinasi
(Stuard dan Sudden, 2005). Dibandingkan dengan kasus yang diangkat penulis
ada sedikit perbedaan antara teori dan kasus yang diangkat penulis dapat
dilihat dari pohon masalah pada teori hanya ada resiko perilaku kekerasan
sebagai core problem dan halusinasi sebagai etiologinya itu sedikit berbeda
dengan pohon masalah pada kasus, sebab penulis mencantumkan halusinasi
sebagai etiologi, resiko perilaku kekerasan sebagai core problem dan isolasi
sosial/menarik diri sebagai efek. Data yang diperoleh dari Tn. P sesuai dengan
teori yang ada diatas yaitu resiko perilaku kekerasan yang dilakukan Tn. P
disebabkan oleh halusinasi yang menimbulkan isolasi sosial. Keadaan pasien
sering mengamuk dan membanting barang dan menyebabkan resiko perilaku
kekerasan pada Tn. P dapat muncul ketika dirinya sedang marah. Setelah klien
mengamuk,membanting barang klien menarik diri dari lingkungan dan
mengisolasi diri sehingga pada pohon masalah pada kasus klien ,penulis
menjadikan isolasi sosial sebagai akibat.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
���
�
�
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi dan merubah. (Nursalam, 2002). Diagnosa
keperawatan dirumuskan setelah data-data yang dapat dikumpulkan dari tahap
pengkajian. Menurut Gordon, diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang
dibuat oleh perawat profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang
menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat yang
berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya (Ali Z, 2001).
Schutz dan Videbeck (dalam Intansari Nurjanah, 2004). Menyatakan bahwa
diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa
keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana
masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian
utama diagnosa keperawatan.
Pernyataan diagnosa terdiri dari masalah atau respon klien dan satu
atau lebih faktor yang berhubungan yang mempengaruhi atau berkontribusi
pada masalah atau respon klien. Tanda dan gejala atau batasan karakteristik
adalah pengkajian subyektif dan obyektif yang mendukung diagnosa
keperawatan, ini biasanya ditulis sebagai bagian dari pernyataan diagnosis.
Bagian kedua dari pernyataan diagnosa ditulis untuk mengkomunikasikan
persepsi perawat dari faktor yang berhubungan atau berkontribusi untuk
etiologinya (Nurjannah, 2004). Tetapi pada kasus penulis sudah menggunakan
diagnosa tunggal yang telah disepakati sejak Konas III di Semarang
menyatakan rumusan diagnosa keperawatan jiwa hanya menyebutkan problem
���
�
�
tanpa dituliskan etiologi. Rumusan diagnosa tanpa menyebutkan etiologi atau
dikenalkan sebagai diagnosa tunggal keperawatan jiwa ini mengacu pada
North American Diagnosis Association (NANDA) 2005-2006. Data yang
memperkuat penulis penulis mengangkat diagnosa resiko perilaku kekerasan
yaitu data subyektif: Klien mengatakan mengamuk dan membanting barang di
rumah. Klien mengatakan saat merasa marah rasanya ingin memukul orang
dan barang sekitarnya. Sedangkan data obyektif: tampak tegang, bingung,
nada bicara keras (membentak), tampak mondar- mandir, mata sedikit
melotot, bicara kotor.
Kebutuhan mencintai dan memiliki merupakan salah satu kebutuhan
dasar manusia yang harus terpenuhi berdasarkan hirarki maslow. Kebutuhan
mencintai dan memiliki meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi
dalam kelompok, hubungan dengan teman, keluarga, teman sebaya, dan
masyarakat. (Hidayat, 2008). Sehingga dalam kasus ini penulis akan
menyusun perencanaan, implementasi dan evaluasi untuk mengatasi core
problem yaitu resiko perilaku kekerasan agar masalah resiko perilaku
kekerasan dapat teratasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan mencintai dan
memiliki.
Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa
keperawatan. Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian
tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian
asuhan keperawatan pada klien dapat diatasi (Ali Z, 2002). Dalam kasus ini
penulis merencanakan 9 TUK tetapi yang terlaksana hanya TUK 1, TUK 2,
���
�
�
TUK 3, TUK 5, TUK 6, dan TUK 7, karena ada beberapa hambatan yang
pertama penulis mengalami keterbatasan waktu sehingga tidak dapat
menyelesaikan ke 9 TUK yang di rencanakan dan yang ke dua penulis tidak
dapat bertemu dengan keluarga sehingga penulis tidak dapat berdiskusi
dengan keluarga klien sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku
kekerasan pada klien.
Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa
Indonesia atau standar keperawatan Amerika yang membagi karakteristik
tindakan berupa: tindakan konseling/ psikoterapeutik, pendidikan kesehatan,
perawatan mandiri dari aktivitas hidup sehari-hari, tetapi modalitas
keperawatan, perawatan berkelanjutan (continuity-care), tindakan kolaborasi
(terapisomatik dan psikofarmaka). Pada dasarnya tindakan keperawatan
terdiri dari tindakan observasi dan pengawasan (monitoring), terapi
keperawatan, pendidikan kesehatan tindakan kolaborasi (Kurniawati, 2004).
Namun pada rencana yang dibuat oleh penulis tidak mencantumkan
pendidikan kesehatan, yang penulis cantumkan meliputi observasi dan
pengawasan (monitoring), tetapi keperawatan dan tindakan kolaborasi.
Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori yang
sudah penulis jabarkan dalam Bab II, hal ini karena rencana tindakan
keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional
Prosedur) yang telah ditetapkan. Kekuatan dari intervensi pada SOP menurut
Keliat (2006) tersebut telah disusun untuk memudahkan penulis dalam
���
�
�
melaksanakan intervensi tersebut dimana perencanaan yang ada pada konsep
sesuai dengan kondisi klien.
Implementasi adalah tahap dimana perawat memulai kegiatan dan
melakukan tindakan-tindakan perawatan dalam mengatasi klien. Tugas
perawat pada saat ini adalah melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan
pada tahap pra interaksi dan melanjutkan tahap orientasi (Rasmun, 2001).
Implementasi yang dilaksanakan adalah : Implementasi tanggal 02
April 2012 pukul 12.00 WIB melakukan interaksi untuk TUK 1 yang
mempunyai tujuan klien dapat membina hubungan saling percaya. Hubungan
saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa. Hal ini penting
karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien
untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
(Stuart & Sudden, 2002). Penulis melakukan kontak dengan klien, duduk
berhadapan dengan klien, mempertahankan kontak mata, mengucapkan salam
dan berjabat tangan, memperkenalkan diri, menanyakan nama klien dan nama
panggilannya yang disukai.
Melakukan interaksi untuk TUK 2 yang mempunyai tujuan klien
dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan. Klien cukup
kooperatif dalam mendiskusikan tentang penyebab marah yang dialami klien.
Hal ini dikarenakan penulis menggunakan teknik pertanyaan terbuka menurut
Stuart (2006 : 16) yaitu mendorong pasien untuk memilih topik diskusi.
Melakukan interaksi untuk TUK 3 yang mempunyai tujuan klien dapat
��
�
�
mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku kekerasan. Dalam interaksi ini klien
mampu mengungkapkan tanda-tanda saat klien marah atau jengkel karena
penulis menggunakan teknik komunikasi pengulangan pernyataan yaitu
mengulangi pikiran utama yang telah diungkapkan klien. (Stuart, 2006: 16).
Selanjutnya penulis melakukan TUK 4 yang mempunyai tujuan klien
dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, TUK 5 yang
mempunyai tujuan klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
TUK 6 yang mempunyai tujuan klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif
dalam berespon terhadap kamarahan. Implementasi tanggal 03 April 2012
pukul 11.00 WIB. Pada TUK 7 (Sp 1) Klien kooperatif karena bersedia
mendemonstrasikan cara mengontrol marah yaitu dengan tarik nafas dalam
sebanyak lima kali. Dengan memberi contoh terlebih dahulu dan memberi
kesempatan klien untuk mencoba. Implementasi tanggal 04 April 2012 pukul
11.00 WIB. (Sp II) klien kooperatif karena bersedia mendemonstrasikan cara
mengontrol marah yaitu dengan cara memukul bantal. Dengan memberi
contoh terlebih dahulu dan memberi kesempatan klien untuk mencoba.
Intervensi dan implementasi yang belum dapat dilaksanakan adalah
TUK 8 dan 9 yang mempunyai tujuan yaitu klien mendapat dukungan
keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan dan dapat menggunakan obat
dengan benar sesuai program pengobatan. Hal ini dikarenakan adanya
keterbatasan waktu penulis dalam melakukan proses keperawatan. Alasan lain
yang menyebabkan tindakan keperawatan TUK 8 keluarga tidak menjenguk
klien sehingga tindakan keperawatan ini belum dapat dilakukan karena sasaran
��
�
�
utamanya adalah keluarga. Tindakan keperawatan pada keluarga sangat
penting untuk dilakukan karena keterlibatan keluarga sangat mendukung
terhadap proses perubahan perilaku klien. Keluarga berperan penting dalam
peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaianya kembali setiap
klien. Oleh karena itu peran serta keluarga dalam proses pemulihan dan
pencegahan kambuh kembali klien gangguan jiwa sangat diperlukan. (Keliat,
2005: 15).
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawtan pada klien, evaluasi dilakukan secara terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(Nurjannah, 2005: 64). Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus serta umum
yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan subyektif,
obyektif, analisa, perencanaan diantaranya sebagai berikut subyektif : Respons
subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang tela dilaksanakan. Dapat
diukur dengan menanyakan: “Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan nafas
dalam?” Obyektif : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien
���
�
�
pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah
diajarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil observasi. Analisa :
Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakan
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
Perencanaan : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh
perawat (Direja, 2011). Dalam proses evaluasi penulis sudah melakukan
evaluasi sesuai dengan teori yang di atas. Pada evaluasi Tn. P tanggal 4 April
2012, S: klien mengatakan sering mengamuk dan membanting barang. O:
Klien tampak mau berjabat tangan dan membina hubungan saling percaya
pada perawat, pasien tampak mau menyebutkan penyebab perilaku
kekerasannya muncul, pasien menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata,
pasien mau menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien
mengatakan mau untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara nafas
dalam dan pukul bantal dan pasien tampak mau mempraktekannya. A:
sehingga disimpulkan masalah pada Tn.P sudah teratasi. P: untuk planning
penulis menyerahkan tindak lanjut kepada perawat jaga yang berada di rumah
sakit agar melanjutkan SP yang selanjutnya. Karena keterbatasan waktu
penulis dalam melakukan asuhan keperawatan maka untuk TUK 8 dan 9
diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan didelegasikan pada perawat
ruangan untuk melanjutkan proses keperawatan pada klien Tn.P. Hal tersebut
penulis lakukan agar asuhan keperawatan yang penulis terapkan pada klien
���
�
�
terdapat kesinambungan, sehingga asuhan keperawatan tersebut dapat
terselesaikan. Menurut Nursalam (2002) delegasi dapat diartikan penyelesaian
suatu pekerjaan melalui orang lain dan sebagai kolaborasi untuk mencapai
suatu tujuan. Yang dimaksud disini yaitu melakukan pendelegasian kepada
perawat untuk melanjutkan tindakan keperawatan.
B. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan penulis didapatkan setelah melakukan asuhan
keperawatan kebutuhan mencintai dan memiliki pada Tn. P dengan resiko
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian didapatkan data meliputi data subyektif dan data obyektif. Data
yang berfokus pengkajian pada kasus adalah pola koping toleransi stress
bahwa klien mengatakan mengamuk dan membanting barang dirumahnya,
klien tampak tegang, bingung, nada bicara keras (membentak), mata
sedikit melotot, klien tampak mondar-mandir.
2. Dari data subyektif dan obyektif dapat diambil diagnosa keperawatan
prioritas yaitu resiko perilaku kekerasan.
3. Perencanaan sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah di
tetapkan ada 9 TUK tetapi yang dapat terselesaikan penulis hanya TUK 1
sampai TUK 7, tidak dapat diselesaikan semua karena keterbatasan waktu.
4. Dari implementasi di atas penulis dapat menyelesaikan 3 SP saja yaitu SP
I (nafas dalam) dan SP II (pukul bantal) dan SP III (secara verbal).
5. Setelah dilakukan implementasi didapatkan hasil evaluasi, pada hari
terakahir masalah yang teratasi. Klien mampu mengungkapkan resiko
� �
�
�
perilaku kekerasan yang dialami dan klien mampu mengontrol resiko
perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal, secara
verbal masalah teratasi sebagian.
6. Dalam analisa kebutuhan mencintai dan memiliki didapatkan bahwa
masalah pemenuhan kebutuhan mencintai dan memiliki pasien dengan
perilaku kekerasan ditandai dengan kecemasan, sudah dapat dipenuhi.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang
diharapkan bermafaat antara lain:
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal
mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana
yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan
pembuatan laporan.
3. Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu
seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada
klien secara optimal.
�
DAFTAR PUSTAKA
Ali Z. 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University
Press.
Casmita.T. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Perilaku Kekerasan.
www. jurnal. perilaku – kekerasan.com diakses tanggal 10 April 2012.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Herdman, Heather. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Hufad Ahmad, 2003, Perilaku Kekerasan Analisis Menurut Sistem Budaya dan
Implikasi Edukatif, http://e.journal/22003.pdf diakses pada tanggal 30
April 2012.
Julianto Saleh. 2003. Hirarki Kebutuhan Manusia. Menurut Abraham Maslow :
Aplikasi terhadap Klasifikasi Mad'u dalam Proses Dakwah. Al – Bayan,
Vol 7 No 7. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/77035774.pdf jurnal.
Diakses tanggal 14 April 2012.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
Nurjannah, Intasari, 2004. Pedoman penanganan pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: Mocamedia.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Jakarta : PT.Fajar Interpratamia.
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006
Definisi Dan Klasifikasi. Bandung: Penerbit Prima Medika.
Stuart dan Sudden. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Alih Bahasa:
Achir Yani, Editor Yasmi Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stuart dan Sudden. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Alih Bahasa:
Achir Yani, Editor Yasmi Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.