stenosis
DESCRIPTION
anakTRANSCRIPT
STENOSIS ANI
I. PENDAHULUAN
Malformasi anorektal/imperforasi anal adalah keadaan kolorektal yang
terdiri dari spektrum penyakit luas, yang dapat terjadi pada anak laki-laki maupun
perempuan. Kelainan ini muncul pada minggu ke lima hingga ke enam pada masa
pertumbuhan embrional. Karena kelainan ini anal dan rektum tidak berkembang
dengan normal. Terdapat spektrum yang sangat besar terkait dengan kelainan dan
pengobatan malformasi anorektal. Kelainan yang terbentuk bisa bersifat ringan
dan mudah diobati hingha yang kelainan yang kompleks, dengan diagnosis dan
penanganan yang bervariasi sesuai dengan umur anak.1
Atresia atau stenosis rektal dan usus besar digunakan untuk
mendeskripsikan kondisi kongenital dari saluran pencernaan bagian bawah (usus
besar). Kelainan ini bervariasi, mulai dari tidak terbentuknya struktur hingga
malformasi anus dan rektal (atresia colon, rectum, atau anal). Dikatakan stenosis
rektal atau anal jika struktur saluran pencernaan bawah telah terbentuk namun
hanya sebagian salurannya yang terbuka untuk mengeluarkan feses. Pada stenosis
anal, lubang anal terlihat normal dari luar, namun sebenarnya tidak terhubung
dengan baik ke usus besar.3
Variasi kondisi lain disebut imperforasi anal, di mana struktur internal
normal, tapi lubang anal tertutup oleh kulit. Beberapa bayi memiliki semacam
lubang (fistel) dari usus besar yang terbuka di kulit perineum atau tersalurkan ke
vagina atau uretra. 3
II. INSIDENS
Atresia anal atau stenosis terjadi sekitar 3 dari 10.000 kelahiran, dan
sedikit lebih banyak pada laki-laki.3 Insidens dari imperforasi anal adalah 1 dari
5.000 kelahiran. Laki-laki (58%) lebih banyak menderita kelainan ini daripada
perempuan (42%).1
1
III. KLASIFIKASI
Imperforasi anal diklasifikasikan berdasarkan letak ujung rectal terhadap
otot levator. Penentuan ini dilakukan dengan mengambil foto polos transpelvic
(invertogram) pada posisi erek terbalik atau tidur telungkup. Dikatakan lesi letak
tinggi jika ujung rectum berada di atas garis pubococcygeal (garis khayal antara
os. Pubic dan os. Coccyx) atau berada di atas otot levator. Lesi letak intermediet
jika ujung rectum yang terletak antara garis pubococcygeal dan seperempat bagian
terbawah os. Ischium (titik I) atau berada di otot levator. Ujung rectum yang
berada di bawah titik I atau di bawah otot levator dikategorikan sebagai lesi letak
rendah.1
Menurut Ladd dan Gross (1966), imperforasi anal terbagi dalam empat
kelompok, yakni:
1. Stenosis ani atau rectum : anus dan rectum ada tetapi menyempit.
2. Imperforatus anus: anus berupa membran.
3. Imperforatus anus dengan kantong rectum berakhir agak tinggi dari kulit
peritoneum.
4. Atresia rectum, rectum berakhir buntu dan terpisah dari bagian anal oleh
suatu membrane atau jaringan, disini lubang anus ada sehingga dari luar
anus tampak normal.
2
Klasifikasi yang terbaru yang telah disetujui adalah klasifikasi berdasarkan
tatalaksana/pengobatan. Pada klasifikasi ini, penderita dibagi ke dalam dua
kelompok berdasarkan perlu tidaknya colostomy. Bayi/anak dengan fistel
kutaneus, stenosis anal, atau membran anal dapat menjalani tindakan bedah
perbaikan tanpa colostomy protektif. Sebaliknya, penderita dengan fistel
retrouretral, fistel rectovesica, agenesis anorectal tanpa fistel, atresia rectal, fistel
vestibuler, atau malformasi cloaca membutuhkan colostomy protektif sebelum
menjalani bedah perbaikan.1
IV. ETIOLOGI
Etiologi dari kelainan ini belum diketahui dan terjadi di semua kelompok
ras, budaya, dan sosio-ekonomi. Bukti-bukti sebelumnya (lebih dari lima kasus)
menunjukkan adanya turunan kromosom autosomal pada penderita kelainan
malformasi anorektal.1
V. PATOFISIOLOGI
Pada minggu ketiga kehamilan, embrio terdiri dari rongga amnion dan
yolk sac yang lebih besar terpisah oleh cakram trilaminar yang terdiri dari
ectoderm (sisi amniotic), mosederm (tengah), dan endoderm (sisi yolk sac).
3
Cakram ini kemudian mulai terlipat searah craniocaudal hingga terbentuk bagian
endoderm yang tubuler yang dikenal sebagai hindgut. Hindgut menyatu dengan
alantois dan duktus mesophrenic untuk membentuk kloaka. Pada bagian akhir
kloaka, endoderm kloaka yang berdekatan dengan permukaan ektoderm akan
membentuk membran kloaka. Selama proses pertumbuhan, membran ini akan
bergerak ke arah depan dan ke arah belakang. Pemisahan kloaka menjadi anus dan
rektum dan traktus urogenitalia diinisiasi oleh pergerakan ke arah caudal jaringan
antara alantois ke arah anterior dan hindgut ke arah posterior. Pergerakan cranio-
caudal ini berhenti pada veromentanum. Saat minggu ke tujuh, pemisahan kloaka
telah selesai dengan pertumbuhan mesenkim pada bagian lateral, demikian juga
pembentukan septum urogenital yang telah sempurna dan pembentukan perineum.
Perineum membagi membran kloaka menjadi membran urogenital bagian anterior
dan membran anal bagian posterior. Mesenkim kemudian membengkak dan
mengelilingi membran anal. Saluran anal, bagian penurunan ektoderm pada
membran anal, terbentuk pada minggu ke delapan dan akan terjadi terbentuk
lubang pada minggu ke sembilan. Malformasi anorektal terbentuk jika ada
kegagalan pada salah satu proses di atas.1
VI. MANIFESTASI KLINIK
Imperforasi anal biasa ditemukan saat pemeriksaan bayi baru lahir. Bayi
penderita memiliki penampakan anal yang tidak biasa bersamaan dengan distensi
abdomen, karena bayi tidak mampu mengeluarkan mekonium. Stenosis anal
mungkin bisa tidak segera ditemukan tetapi gejala seperti distensi abdomen dan
nafsu makan yang kurang terlihat segera setelah lahir. 1
Kebanyakan bayi dengan imperforasi anal dirujuk karena tidak ditemukan
lubang pada anal pada saat skrining pemeriksaan bayi baru lahir atau karena gagal
untuk mengeluarkan mekonium. Walaupun sebagian besar sehat, cukup bulan,
namun terdapat beberapa anomali kongenital yang menyertai penderita. Akronim
VACTERL menggambarkan beberapa masalah yang terdapat pada bayi penderita
imperforasi anal: vertebral defect (defek vertebral), anal atresia (atresia anal),
4
cardiac anomalies (anomali jantung), tracheosephageal fistula (fistel
tracheosephageal), esophagus atresia (atresia esophagus), renal anomalies
(anomali ginjal), dan limb anomalies (anomali ekstremitas). Terdapat dua anomali
jantung yang banyak menyertai malformasi anorectal, yakni tetralogy of fallot dan
ventricular septal defects. Atresia duodenal dan hirschprung’s disease (2%) juga
diidentifikasi sering menyertai malformasi anorektal.
VII. DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisis
Mudah untuk melakukan pemeriksaan fisis anal pada bayi baru lahir .
Pertama-tama dilakukan inspeksi kemudian palpasi. Pada tiga dari sebelas
penderita stenosis ani yang diamati dalam sebuah penelitian (Kiely,dkk,1979),
stenosis ani dapat dibuktikan cukup dengan melakukan inspeksi. Tetapi, anal pada
penderita stenosis ani dapat juga terlihat normal dan belum mengalami stenosis
yang parah. Pengeluaran mekonium dan feses tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menentukan derajat anal, karena anal yang mengalami stenosis akan sering
mengeluarkan mekonium dan feses yang halus pada bayi baru lahir. Pada keadaan
yang sama, termometer rektal juga dapat masuk ke dalam anal.2
Pada palpasi, gunakan jari kelingking yang telah dilubrikasi sebelumnya.
Jari kemudian dimasukkan ke dalam anal dengan perlahan. Anal yang normal
akan meregang saat tindakan ini dilakukan dan pada kebanyakan kasus jari
kelingking dapat masuk ke dalam anal. Tetapi, jari pemeriksa terkadang terlalu
besar, hingga pada beberapa kasus pada bayi yang sangat kecil, bisa membuat anal
over dilatasi dan luka. Dengan pengalaman, semua tingkat pada stenosis anal
dapat disingkirkan tanpa harus memasukkan jari ke dalam anal.
Ada dua hal yang harus diperhatikan saat melakukan palpasi. Pertama
adalah ukuran standar anal. Yang lebih penting lagi adalah lentur tidaknya kanal
anal. Dikatakan abnormal jika lubang anal kaku/keras.
5
Sangat mudah melakukan pemeriksaan anal pada bayi baru lahir. Jika pada
pemeriksaan didapatkan hasil meragukan yang mengarah kepada stenosis ani,
maka harus dilakukan konsul dengan dokter bedah yang ahli.
Pemeriksaan fisis abdomen juga perlu dilakukan. Pada inspeksi terlihat
perut yang kembung/distensi. Pada perabaan, ukuran perut besar/ menggembung,
tetapi tidak ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan ketuk ditemukan bunyi timpani
yang meningkat. Ditemukan juga hiperperistaltik saat auskultasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen menunjukkan berbagai jenis obstruksi usus bagian bawah dengan gambaran air fluid levels akibat adanya penumpukan mekonium. Kontras enema menunjukkan mikrokolon distal dan obstruksi lengkap pada bagian yang mengalami atresia. 5
2. Foto invertogram (Wangensteen-Rice)Foto ini untuk menentukan jenis Atresia Ani letak rendah, menengah, atau tinggi.5
Syarat pembuatannya adalah7 :
- Setelah usia > 24 jam.
(paling cepat 18 jam, karena udara sudah sampai ke anus).
- Hip. Joint flexi maximal.
- Arah cahaya dari lateral.
- Kepala di bawah, kaki ke atas (prone cross-lateral)
Agar udara naik ke atas dan mekonium akan ke bawah.
6
Gambar 1. Posisi prone cross-lateral pada invertogram6
Diagnosis pada invertogram7 :
- Bila letak udara paling distal.
> 1 Cm = letak tinggi / high
< 1 cm = letak rendah / low
1 cm = letak intermediate / sedang
- Dibuat garis imajiner antara Pubo/Putis (tumpang tindih dengan
trochanter mayor) dengan os coccyseal, bila :
1. Ujung buntu di atas PC Line = letak rendah
2. Ujung buntu di bawah PC Line = letak tinggi
3. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menilai jarak antara kantung rektum hingga ke permukaan
perineal. Apabila jarak kantung-perineal <1.5cm maka ada indikasi adanya
kelainan letak rendah, sementara jika kantung rektum berakhir pada
bagian atas dari dasar kandung kemih (tingkat superior dari diafragma
urogenital) maka ada indikasi lesi letak tinggi. Namun, dengan teknik ini,
perbedaan antara lesi letak tinggi dan lesi letak intermediet tidak dapat
ditentukan.5
4. MRI dan CT Scan
CT Scan dan MRI digunakan untuk menggambarkan anatomi pelvis,
termasuk otot puborectal dan sfinger eksterna. Malformasi Anorektal juga
7
berkaitan dengan keadaan anomali lain, khususnya vertebra, medulla
spinalis, dan sistem urogenitalia, di mana hampir semua kelainan ini bisa
dideteksi dengan menggunakan CT Scan dan MRI.5
5. Echocardiogram
Untuk melihat adanya kelainan pada jantung yang biasanya selalu
didapatkan pada bayi dengan malformasi anorektal.
VIII. TATA LAKSANA
Sepanjang beberapa tahun terakhir,kecenderungan para ahli bedah anak
adalah melakukan segera melakukan tindakan operasi pada pasien dengan
malformasi anorektal, tanpa harus melakukan kolostomi protektif. Namun, cara
yang seperti ini juga memiliki nilai negatif apabila tidak dilakukan penilaian pra
operasi yang baik. 6
Selama 24 jam pertama setelah lahir, bayi harus segera menerima asupan
cairan secara intravena, antibiotik, dan segera dievaluasi untuk melihat adanya
defek kongenital lain, seperti malformasi jantung, atresia esophagus, dan defek
urologi. Pipa nasogastrik atau orogastrik dapat melindungi bayi dari aspirasi,
namun tidak dapat menolong untuk mengurangi distensi kolon.6
Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Malformasi anorektal pada Laki-laki6
8
Gambar 3.Algoritma Tatalaksana Malformasi Anorektal pada Perempuan6
Jika dalam waktu 24 jam, tidak terdapat mekonium pada perineum, direkomendasikan
untuk melakukan foto x-ray dengan posisi cross-table lateral dengan bayi dalam posisi
pronasi.Jika udara dalam rektal terlokalisasi di bawah os. Coccygeus dan bayi dalam kondisi
yang baik tanpa kelainan kongenital yang lain, maka dianjurkan untuk dilakukan posterior
sagittal operation (PSARP). Alternatif lain yang lebih konsevatif adalah dengan melakukan
PSARP dan kolostomy protektif pada tingkat yang sama.6
Sebaliknya, jika udara pada rektal tidak meluas hingga melewati tulang coccygeus,
terdapat mekonium pada urine bayi, tulang sacrum tidak normal, atau bokong mendatar, sangat
direkomendasikan untuk dilakukan kolostomi. Setelah prosedur kolostomi, dapat dilakukan
PSARP dalam bulan pertama setelah kelahiran.6
9
IX. PROGNOSIS
Sebagian besar kasus malformasi anorektal dapat diatasi dengan baik
dengan tindakan bedah dan fungsi usus besar dapat normal kembali. Anak butuh
diet spesial tinggi serat dan obat-obat pelunak feses saat masa kanak-kanak.
Perawatan bersama dengan ahli gastroenterologi juga dibutuhkan.3
Kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dalam berbagai aspek
jika berkaitan dengan kondisi abnormal lain dari jantung, esophagus, ginjal, atau
tulang belakang. Pada beberapa anak, operasi rektal atau anal dapat dilakukan
segera mungkin setelah lahir dan memiliki prognosis baik. Mereka akan tumbuh
baik jika mendapat asupan nutrisi yang baik dan perkembangan intelektualnya
tidak terpengaruh.3
Ada juga kelompok anak-anak yang memiliki usus besar yang abnormal
yang juga memiliki defek kongenital lain yang mengalami keterlambatan
pertumbuhan dan membutuhkan penanganan medis. 3
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi meliputi infeksi post operasi, paralisis usus besar
post operasi (ileus obstruktif), fissura rektal persisten, kebocoran feses
( inkontinensia feses) dan kesulitan lain dalam pengembalian fungsi normal usus
halus.3
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Arensman, Robert M., Bambini, Daniel A., Almond P. Stephan.2000.
Vademecum,Pediatric Surgeon. USA: Landes Bioscience
2. Kiely, E.M., Chopra, R., Corkery, J.J. Delayed Diagnosis of Congenital Anal
Stenosis. Archives of Disease in Childhood, 1979, 54, 68-79.
3. Lindeke, Linda L (2005). Rectal and Large Intestinal Stenosis (also called
anal atresia). From
http://www.health.state.mn.us/divs/fh/mcshn/bd/rectal.htm , 27 Oktober 2011.
4. Puri, P., Hollwarth, M. 2006. Pediatric Surgeon. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg.
5. Gupta, Arun Kumar, Guglani, Bhuvnesh. Imaging of Congenital Anomalies
of Gastrointestinal Tract. Department of Radiodiagnosis, All India Institute
of Medical Sciences, New Delhi, India. Indian Journal of Pediatrics, Volume
72—May, 2005
6. Derbew, Milliard, MD, Levitt, March A, MD. Newborn Management of
anorectal Malformation. From
http://www.ptolemy.ca/members/archives/2009/Newborn%20Anorectal
%20Malformations/index.html , 27 Oktober 2011
7. Horsirimanont, Suthas, MD, etc. An Appraisal of Invertograms and Distal
Colostograms in the Management of Anorectal Malformations. J Med Assoc
Thai Vol. 87 No.5 2004
11