spirochetal disease

17
Spirochetal disease 1.Syphilis (4) Sifilis (lues, lues venereal, raja singa) adalah penyakit sistemik akibat infeksi Treponema Palidum subspecies Pallidum yang berat, kronis, dpaat menyerang berbagai organ tubuh, serta menyerupai banyak penyakit. Infeksi ini dapat ditularkan dari ibu ke janin. Gram negatif, berbentuk spiral teratur. Klasifikasi 1. Sifilis kongenital a. Dini (sebelum 2 tahun) b. Lanjut (sesudah 2 tahun) c.Stigmata 2. Sifilis akuisita (didapat) a.Stadium 1 b.Stadium II c.Stadium III Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi: 1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi) 2. Stadium lanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi) Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis di masukan ke dalam staium laten

Upload: billyanthoniokhuana

Post on 06-Dec-2015

277 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

buku merah

TRANSCRIPT

Page 1: Spirochetal Disease

Spirochetal disease1. Syphilis (4)

Sifilis (lues, lues venereal, raja singa) adalah penyakit sistemik akibat infeksi Treponema Palidum subspecies Pallidum yang berat, kronis, dpaat menyerang berbagai organ tubuh, serta menyerupai banyak penyakit.Infeksi ini dapat ditularkan dari ibu ke janin. Gram negatif, berbentuk spiral teratur.

Klasifikasi1. Sifilis kongenital

a. Dini (sebelum 2 tahun)b. Lanjut (sesudah 2 tahun)c. Stigmata

2. Sifilis akuisita (didapat)a. Stadium 1b. Stadium IIc. Stadium III

Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi:

1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi)2. Stadium lanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi)

Page 2: Spirochetal Disease

Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis di masukan ke dalam staium laten lanjut dan S III

Patogenesis

Page 3: Spirochetal Disease
Page 4: Spirochetal Disease

Manifestasi klinis

A. Sifilis dini 1. Sifilis Primer (S I)

o Di genitalia eksterna o Ekstragenitalia (lidah, tonsil, puting susu, jari, anus)

Manifestasi klinis: o Papul lentikuler, erosi, ulkus durum (bulat, soliter, dasar

jaringan granulasi, teraba keras, tanpa tanda radang akut. Khas: indolen dan indurasi)

2. Sifilis sekunder (S II)S II dengan/ tanpa gejala konstitusi: anoeksia, berat badan menurun, malaise, nyeri kepala, subfebris, dan arthralgia. Pada sifilis sekunder timbul berbagai macam gejala (the great imiator):

a. Kulit S II dini : lesi kulit generalisata, simetris, lebih cepat

hilang (hitungan hari-minggu) S II lanjut: lesi kulit regional, asimetris, lebih lama

(hitungan minggu - bulan) Bentuk

Page 5: Spirochetal Disease

o Roseola Roseola sifilitika: eritema makuler,

berbintik-bintik, eritema, bentuk bulat/lonjong yang timbul cepat dan menyeluruh pada S II stadium dini

Leukoderma sifilitikum: bercak hipopigmentasi yang di tinggalkan oleh roseola/papul

o Papul Merupakan bentuk yang paling sering

terlihat pada S II Berbebentuk bulat, lentikuler, kadang

berskuama (papuloskuamosa). Skuama dapat menutupi permukaan papul sehingga mirip psoriasis

Papul-papul lentikuler sebagian berkonfluensi pada daerah lipat lipatan kulit yang lembab (inguinal, skrotum, vulva, perianal, bawah payudara, antar jari kaki) gesekan berulang erosif , eksudatif dan menular.

oPustul Bentuk ini jarang didapat. Mula mula terbentuk banyak papul

yagn segera menjadi vesikel dan kemudian membentuk pustul, sehingga disamping pustul masih terlihat papul

Page 6: Spirochetal Disease

b. Mukosa Lesi pada mukosa,

terutama mulut dan tenggorokan Enantema

Makula eritematosa yang berkonfluens membentuk eritema

berbatas tegas atau plak putih keabuan erosif dan nyeri yang menimbulkan gejala seperti nyeri tenggorok terutama saat menelan, suara serak angina sifilitika

Papul eritematosa berukuran milier/lentikuler dengan permukaan datar, erosif, dan tidak nyeri Plaque Muqueses (mucous patch)

c. Rambut Alopersia difusa: kerontokan rambut difus dan

tidak khas Alopersia areolaris: kerontokan rambut

setempat sehingga tampak bercak rambut tipis akibat T. Pallidum merusak akar rambut danadanya roseola/papul

Moth eaten alopecia: alopesia yagn tampak pada daerah oksipital

d. Kuku Onikia sifilitika: bagian distal lempeng kuku

menjadi hiperkeratonik sehingga kuku terangkat Paronikia: radang kronis yang menyebabkan

kuku rusak dan terlepas.e. Kelenjar getah bening

Limfadenopati superfisial multipelf. Mata

Uveitis anterior, koroidoretinistis g. Hati hepatitish. Limpa splenomegalii. Tulang

Page 7: Spirochetal Disease

Pembengkakakan pada tulang tidak nyeri, periostitis

j. Saraf Kenaikan sel dan protein pada cairan

serebrospinal, peningkatan tekanan intrakranial

Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai jenis kulit yang lainnya adalah: kelainan kulit pada S II umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, S II dini juga terjadi pada telapak tangan dan kaki.

3. Sifilis laten dini Infeksi aktif tanpa manifestasi klinis

maupun kelainan pada tubuh Tes serologi (+), tes cairan

serebrospinal (-)

4. Sifilis stadium rekuren Relaps klinis (lesi kulit mirip S II) atau serologis (hasil

negatif menjadi positif) Pada sifilis yang tidak diobati dengan adekuat

B. Sifilis lanjut 1. Sifilis laten lanjut

Tidak menular, berlangsung selama beberapa tahun hingga seumur hidup

Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan serologis

2. Sifilis tersier (S III)o Kulit

Kelainan yang khas adalah Guma, infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan destruktif. Besarnya bervariasi dari lentikuler sampai sebesar telur ayam.

Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, berbentuk bulat/ lonjong, dindingnnya curam

Page 8: Spirochetal Disease

Dapat juga terdapat Nodus, dalam perkembangannya mirip guma, perbedaanya adalan nodus lebih superfisial dan lebih kecil, mempunyai kecenderungan untuk bergelombol ata berkonfluensi. Warnanya merah kecoklatan.

o Mukosa Guma juga ditemukan di selaput lendir, biasanya pada

mulut maupun tenggorokan atau septum nasi Akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat

destruktif dapat merusak tulang rawan septum nasi atau palatum mole perforasi

Pada lidah yang tersering adalah guma yang nyeri dengan dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia

o Tulang Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu,

femur, fibula, dan humerus Gejala nyeri biasanya pada mlam hari Dapat didiagnosa dengan X-ray

o Hepar Organ intra abdominal yang sering diserang Bersifat multipel, membentuk lobus – lobus tidak

teratur hepar lobarum Jika sembuh fibrosis, hepar menjadi retraksi

o Esofagus dan lambung

Page 9: Spirochetal Disease

o Paruo Ginjal, vesika urinaria, prostato Ovarium, testis

Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan T. Pallidum

Bahan sediaan: serum dari bagian dasar/dalam lesi kulit diperoleh setelah membersihkan lesi dengan larutan garam faal.

Cara pemeriksaan: Mikroskop lapangan gelap : treponema terlihat

putih, bergerak memutar terhadap sumbunya, dan perlahan melewati lapang pandang.

Pewarnaan burry: untuk melihat bentuk Treponema yang sudah mati sehingga tidak dapat dilihat pergerakannya.

Teknik fluoresensi: spesimen dioleskan pada gelas objek lalu difiksasi degan aseton, diberikan antibodi spesifik yang dilabeli zat fluresens, dan diperiksa dengan mikroskop.

2. Tes serologik sifilis (TSS) Tes nontreponema

o Memakai antigen nonspesifik dengan reagen (antibodi nonspesifik yang terbentuk setelah infeksi T. Pallidum)

o Beberapa jenis tes nontreponemal: Tes fiksasi komplemen: wesserman (WR),

kolmer Tes flokulasi

Veneral Disease Research Laboratory (VLDL)

Rapid plasa reagin (RPR)

Page 10: Spirochetal Disease

Diantara tes tersebut, yag dianjurkan adalaj VLDL dan RPR secara kuantitatif, karena secara teknis lebih mudah, lebih cepat, lebih sensitif dan baik untuk menilai terapi.

Tes ini dipakai secara rutin, termasuk untuk tes skrining.

Jika titer seperempat atau lebih tersangka penderita sifilis, mulai positif setelah 2 – 4 minggu sejak timbul S I.

Titer akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada S II lanjut (1/64 atau 1/128) kemudian berangsur – angsur menurun dan menjadi negatif.

3. Tes treponemal

Tes sensitif karena memakai treponema sebagai antigen.

o Tes imobilisasi T. Pallidum immobilisation test (TPI) Tes paling sensitif, namun memiliki

beberapa kekurangan, yakni teknik sulit, mahal, reaksi lambat, dan tidak dapat menilai hasil terapi

o Tes fiksasi komplemen Reiter Protein Complement Fixation test

(RPCT) Dapat menjadi tes skrining karena murah

meskipun terkadang terjadi positif semuo Tes immunofluoresens

Fluorescent Treponemal Antibodi absorption test (FTA - Abs)

Tes paling sensitif (90%) dengan 2 jenis pemeriksaan, yaitu IgM yang sangat reaktif pada sifilis dini dan cepat menurun setelah terapi serta IgG yang menurun setelah terapi.

o Tes hemaglutinasi

Page 11: Spirochetal Disease

Treponemal Pallidum Haemoglutination Assay (TPHA)

Dianjurkan karena memiliki beberapa kelebihano Pengerjaan dan pembacaan mudaho Cukup sensitif dan spesifiko Mudah reaktif secara dini

Kekurangannya tidak dapat digunakan untuk menilai hasil terapi

Page 12: Spirochetal Disease

Penatalaksanaan

Nonfarmakologis Konseling tentang sifilis, cara penularan, pengobatan, dan

pencegahan serta resiko tertular HIV Periksa dan obati pasangan seksual pasien Abstinensia (tidak melakukan hubugan seks) hingga sembuh

Farmakologis Penisilin

Ada beberapa macam:

Penisilin G banzatin Penisilin G prokain dalam akua

Tujuan diberikan penisilin dalam bentuk injeksi ialah mencapai konsentrasi 0,03 unit /mL dalam serum selama 30 hari pada sifilis dini dan diatas 30 hari pada sifilis lanjut.

Page 13: Spirochetal Disease

Terapi penisili dibedakan menjadi:

S I, S II, dan sifilis laten dini kurang dari 2 tahun Penisilin G benzatin IM 2,4 juta unit per satu kali per

minggu Penisilin prokain dalam akua IM 0,6 juta per unit per hari

selama 10 hari jika seronegatif dan 14 hari jika seropositif PAM (penisilin G prokain dan 2% alumunium monostreat)

dosis total 4,8 juta unit 1,2 juta unit per kali sebanyak 2 kali per minggu.

Sifilis laten lanjut atau masa infeksiya tidak diketahui lebih dari 2 tahun

Penisilin G benzatin dosis total 7,2 juta unit 2,4 juta unit per minggu selama 3 minggu atau,

Penisilin G prokain dalam akua dosis total 12 juta unit 0,6juta per unit per hari selama 20 -21 hari atau,

PAM dosis total 7,2 juta unit 1,2 juta unit per kali sebanyak 2 kali seminggu selama 3 minggu.

S III Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit Penisilin G prokain dalam akua dosis total 18 juta unit

0,6 juta unit per hari selama 30 hari PAM dosis total 9,6 juta unit 1,2 juta unit per kali

sebanyak 2 kali seminggu selama 4 minggu. Sebagai profilaksis maupun terapi, berikan prednison 20 – 40 mg

per hari. Untuk profilaksis pada sifilis lanjut, berikan steroid 2-3 hari sebelum penyutikan penisilin dan dilanjutkan hingga 2-3 hari kemudian.

Daftar Pustaka

1. Wolff K. Johnson RA. Saaverda AP Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi ke 7. Singapura: elsevier Saunders: 2013

2. Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke – 7. Jakarta: badan Penerbit FKUI: 2014

3. Sugito TL. Hakim L. Suseno LSU. Suriadiredja ASD. Toruan TL. Alam TNA. Penyuting. Panduan pelayanan medis dokter spesial dan kulit kelamin (PERDOSKI), jakarta; 2011

Page 14: Spirochetal Disease