skenario f - sisca - pbl blok 12
DESCRIPTION
blok 12TRANSCRIPT
Infeksi Varicella Zooster Pada Anak-anakFransisca Febriana
NIM: 10-2010-184
Kelompok F1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta Barat
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail : [email protected]
_________________________________________________________________________
Pendahuluan
Varisela merupakan salah satu penyakit sangat menular yang dapat menular dengan
sangat cepat. Penyakit ini didalam masyarakat umum dikenal dengan sebutan cacar air.
Varicella adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan sangat menular, terutama terjadi
pada anak-anak. Penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit Cacar (Variola) yang
memiliki angka kematian cukup tinggi.1
Varisela dapat menyerang bayi baru lahir, menyerang anak kurang dari 10 tahun
terutama usia 5 sampai 9 tahun, bahkan orang dewasa. Pada anak sehat penyakit ini
biasanya bersifat jinak, jarang menimbulkan komplikasi dan hanya sedikit yang menderita
penyakit ini, tetapi pada status immunitas yang rendah, seperti bayi baru lahir,
immunodefisiensi, tumor ganas, dan orang dewasa yang mendapat pengobatan
immunosupresan sering menimbulkan komplikasi bahkan menyebabkan kematian.2
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang termasuk golongan Herpes Virus,
yaitu Varicella Zooster Virus (VZV). Pada kontak pertama virus ini menyebakan penyakit
1
cacar air atau chicken Pox, dan pada reaktivasi infeksi, virus ini menyebabkan penyakit
yang disebut sebagai herpes zooster atau shingles.3
Infeksi utama VZV adalah cacar air (varicella), yang jarang mengakibatkan
komplikasi termasuk ensefalitis (radang akut pada otak) atau pneumonia (radang paru-
paru). Bahkan bila gejala klinis cacar air sudah terselesaikan, VZV menjadi dorman (tidak
aktif) dalam sistem saraf orang yang terinfeksi, namun suatu saat bisa menjadi aktif
kembali. Sekitar 10-20 % kasus varisela, VZV nantinya menjadi aktif kembali yang
dikenal sebagai penyakit herpes zoster atau ruam saraf.1
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Memperdalam ilmu mengenai infeksi dan sistem imun,
2. Memperdalam ilmu mengenai infeksi Varisella-Zoster-Virus,
3. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan
penularan terhadap infeksi varisela.
Pembahasan
Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeiksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik
langsung kepada pasien (autonamnesis) maupun kepada keluarga atau orang lain yang
berhubungan dengan pasien ( aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar.
Adapun hal-hal yang perlu kita tanyakan pada saat anamnesis adalah :
1. Identitas pasien : nama, umur,jenis kelamin, alamat, agama.
2. Keluhan utama yang dirasakan pasien
3. Keluhan penyerta, seperti gatal-gatal, myalgia, adanya papul, macula, crustae atau
vesikel
2
4. Jika terdapat pustule atau vesikel, menanyakan jumlah serta penyebaran, apakah
lesi sentrifugal atau multiforme
5. Dari kapan terasa gejala demikian
6. Pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya
7. Adanya orang yang mengalami gejala yang sama di sekitar pasien
8. Obat atau pengobatan apa yang sudah ditempuh
9. Adanya alergi obat atau tidak
Anamnesis ini sangat penting dan menentukan dalam pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat lesi kulit yang khas, berupa :
Adanya makula, yaitu kelainan kulit berbatas tegas berupa “air mata” berbentuk
oval dengan kemerahan pada kulit bagian dasarnya.
Lesi kulit timbul pada tubuh dan wajah, dengan diawali bentola kemerahan yang
membesar selama 12 – 14 hari menjadi besar, berair, berisi nanah dan kering.
Gelembung yang berisis cairan disebut vesikel, sedangkan yang berisi nanah
disebut papul, lalu crustae merupakan cairan tubuh yang mengering dan dapat
bercampur dengan jaringan nekrotik maupun benda asing.4
Lesi biasanya terletak pada sentral tubuh atau anggota gerak bagian proksimal
(lengan, paha) dan menyebar ke bawahnya tetapi tidak terlalu banyak.
Lesi yang terdapat diseluruh tubuh terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam
(berbeda stadium erupsinya).
Benjolan berair dapat timbul di mukosa (mulut, penis, vagina) membentuk luka
yang tidak dalam.
Suhu tubuh pasien akan meningkat sampai 39,5 C selama 3 – 6 hari setelah
terbentuknya lesi kulit.
Dapat disertai dengan nyeri hati (perut atas kanan), dan disertai badan menjadi
kuning.
3
Pemeriksaan terhadap fungsi saluran pernapasan, saraf pusat, sendi dan tulang
karena memungkinkan terjadi infeksi pada organ-organ tersebut.5
Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis varisela. Beberapa pemeriksaan penunjang tersebut antaralain:
Pada pemeriksaan darah tidak memberikan gambaran yang spesifik.Untuk
pemeriksaan varisella sample diambil dari dasar vesikel dengan cara kerokan atau
apusan dan diberi pewarna Giemsa dan Hematoksilin Eosin, maka akan terlihat
sel-sel raksasa (giant cell) yang mempunyai inti banyak dan epitel sel berisi
Acidophilic Inclusion Bodies atau dapat juga dilakukan dengan pewarnaan
imunofluoresen, sehingga terlihat antigen virus intrasel.2
Pemeriksaan immunology seperti:
- ELISA (Enzyme-Linked-Immunosorbent-Assay)
- pemeriksaan dengan PCR (polymerase chain reaction)
- FAMA (deteksi imunofluoresens, pemeriksaan serologi)
Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus. 6
Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
4
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat,
dan CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster. 6
Biopsi kulit
- Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai
adanya lymphocytic infiltrate. 6
Diagnosa
Working Diagnosis
Pada umumnya varisella mudah untuk didiagnosis berdasarkan erupsi kulit
yang timbul, berupa perubahan yang cepat dari bentuk makula ke bentuk papula,
vesikel (bentuk khas berupa tetes embun/tear drops), pustula dan krusta yang waktu
peralihannya membutuhkan waktu 8-12 jam. Sementara proses ini berlangsung
timbul lagi vesikel-vesikel baru.3,7
Pemeriksaan darah rutin tidak membantu dan tidak diperlukan untuk
menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti adalah dengan mengisolasi VVZ pada
kultur sel yang diinokulasi dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal, atau
jaringan yang terinfeksi. Antigen VVZ dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
imunofluoresen, pewarnaan peroksidase, CIE, atau antibodi monoklonal.8
Differensial Diagnosis
Varisella dapat dibedakan dengan beberapa penyakit virus lainnya yang
hampir serupa dengan varisella, antaralain:
5
Variola (cacar)
variola adalah penyakit akut menular dengan gejala umum yang
berat, yang disebabkan oleh virus variola. Terjadi perubahan khas dikulit,
selaput lendir dan organ tubuh. Dikulit terjadi perubahan kapiler pada
lapisan korium. Dapat pula terjadi degenerasi sel lapisan epidermis,
sehingga sel-sel membengkak dan dekat nukleus tampak badan Guarnieri
yang terdiri dari badan elementer virus sebesar 2-8 mikron. Sel-sel tersebut
pecah menjadi vesikel yang berserambi banyak. Terdapat cekungan di
tengah-tengah vesikel (umbilikasi) yang merupakan tanda khas bagi
variola.3
Masa inkubasi biasanya 12-14 hari, tetapi pada orang yang baru
divaksinasi dapat lebih lama (sampai 21 hari). Mula·mula terdapat stadium
prodromal dengan gejala nyeri kepala, rasa menggigil, nyeri di punggung
dan tungkai, panas tinggi. Gejala terscbut timbul mendadak. Pada anak kecil
kadang-kadang disertai kejang dan kesadaran menurun. Pada hari kedua
setelah stadium prodromal timbul kemerah-merahan pada tubuh yang sukar
dibedakan dengan morbili, "scarlet fever" dan petekia. Pada hari keempat
baru timbul makula dan kemudian makula akan berkelompok dan menyatu
(konfluens). Rasa nyeri mengurang pada waktu makula menjadi papula;
suhu dapat menjadi normal kembali sampai pada fase pustula. Dalam waktu
24 jam papula bertambah besar, kemudian timbul vesikel yang cekung
ditengahnya dan dikelilingi oleh daerah yang merah disebut areola.1
Impetigo
Awalnya lesi impetigo adalah bakteri yang cepat jadi pusrtula dan
crustae. Penyakit ini tidak menyerang mukosa mulut.1,7
Skabies
Dermatitis Herpetiform
Rickettsialpor
6
sukar dibedakan dengan varisella. Mudah dibedakan apabila dapat
ditemukan ‘herald spot’ dan timbulnya sakit kepala yang semakin
meningkat. Pemeriksaan serologi juga membantu dalam membedakan
rickettsialpox dengan varisella.
Infeksi coxsackievirus
Infeksi herpes simpleks virus
Infeksi echovirus
Atypical measles
Smallpox
Beberapa varisella akut paling sering sukar dibedakan dengan smallpox
sebelum smallpox dibinasakan. Smallpox diduga sebagai infeksi dari
bioteroris.
Herpes zozter
Berasal dari virus yang sama, yaitu varisella (varisella-zozter-virus). Dapat
menyerang berbagai usia, namun berdasarkan penelitian, paling banyak menyerang
kaum lansia (sekitar usia 60-80 tahun). Memiliki karakteristik seperti erupsi vesikel
unilateral dengan dermatom yang disertai rasa sakit.2
Gambar 1. Herpes Zozter
Sumber : Andrews’ Deseases of the Skin, Clinical Dermatology, 10th Ed. Pg. 379
Tzanck smear
7
Memiliki sel besar dengan multinukleus. Kesensitifan rendah dan tidak
berbeda dengan infeksi virus herpes simpleks.
Infeksi Streptococcus aureus
Reaksi alregi terhadap obat-obatan tertentu
Dermatitis
Gigitan serangga2,4
Etiologi
Varicella zooster atau cacar disebabkan oleh virus varicella zooster (VZV) yang
merupakan salah satu dari delapan virus yang diketahui menjangkiti manusia dan
vertebrata lainnya. VZV sering menyebabkan cacar air pada anak-anak, juga penyakit
sinanaga (herpes zoster) dan postherpetic neuralgia (sakit saraf kulit) pada orang dewasa.
Virus ini dapat diinokulasikan dengan menggunakan biakan dari fibroblas paru
embrio manusia kemudian dilihat dibawah mikroskop elektron. Di dalam sel yang
terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) dan
adanya badan inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion bodies). 1,4,5
VZV menyebabkan penyakit varisela dan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Pada kontak pertama dengan manusia
menyebabkan penyakit varisela atau cacar air, karena itu varisela dikatakan sebagai infeksi
akut primer. Penderita dapat sembuh, atau penderita sembuh dengan virus yang menjadi
laten (tanpa manifestasi klinis) dalam ganglia sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi
reaktivasi maka virus akan menyebabkan penyakit Herpes zoster.1,3,4
Virus ini ditularkan melalui percikan ludah penderita (droplet) atau melalui benda-
benda yang terkontaminasi oleh cairan dari vesikel. Penderita bisa menularkan penyakitnya
mulai dari timbulnya gejala sampai vesikel yang terakhir telah mengering. Karena itu,
untuk mencegah penularan, sebaiknya penderita diisolasi (diasingkan). Jika seseorang
pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita
cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang
menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster.9
8
Epidemiologi
Sebelum pengenalan vaksin pada tahun 1995, varisella merupakan penyakit infeksi
paling sering pada anak-anak di USA. Kebanyakan anak terinfeksi pada umur 15 tahun,
dengan persentasi dibawah 5% pada orang dewasa. Epidemik Varicella terjadi pada musim
dingin dan musim semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000 rawat inap, dan 100
kematian tiap tahunnya. Varicella merupakan penyakit serius dengan persentasi komplikasi
dan kematian tinggi pada balita, dewasa, dan dengan orang imun yang terkompromi. Pada
rumah tangga, persentasi penularan dari virus ini berkisar 65%-86%.4,9
Di negara barat kejadian varisela terutama meningkat pada musim dingin dan
awal musim semi, sedangkan di Indonesia virus menyerang pada musim peralihan antara
musim panas ke musim hujan atau sebaliknya Namun varisela dapat menjadi penyakit
musiman jika terjadi penularan dari seorang penderita yang tinggal di populasi padat,
ataupun menyebar di dalam satu sekolah.2,3
Varisela terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak usia 5-9
tahun. Varisela merupakan penyakit yang sangat menular, 75 % anak terjangkit setelah
terjadi penularan. Varisela menular melalui sekret saluran pernapasan, percikan ludah,
terjadi kontak dengan lesi cairan vesikel, pustula, dan secara transplasental. Individu
dengan zoster juga dapat menyebarkan varisela. Masa inkubasi 11-21 hari. Pasien menjadi
sangat infektif sekitar 24 – 48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai lesi menjadi krusta
biasanya sekitar 5 hari.1,2,3,5
Patogenesis
Virus Varicella masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa traktus
respiratorius bagian atas (orofaring) kemudian mengalami multiplikasi awal dan diikuti
penyebaran virus ke pembuluh darah dan saluran limfe, keadaan ini disebut viremia
primer. Viremia primer menyebabkan virus ke sel retikuloendotelial dalam limfe, hati, dan
organ lainnya, ini terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-6 setelah inkubasi awal. Viremia
sekunder terjadi setelah satu minggu, meluas ke kulit dan sistem viscera menyebabkan lesi
tipe vesikel. Viremia ini juga menyebarkan virus ke sistem respirasi, CNS, dan liver.
Viremia ke sistem respirasi menyebabkan adanya transmisi virus Varicella Zoster pada
orang yang belum terinfeksi. Viremia sekunder menyebabkan timbulnya demam dan
malaise. Setelah terbentuk vesikel, leukosit masuk ke daerah tersebut sehingga terbentuk 9
pustula yang pecah dan akan membentuk krusta. Krusta akan lepas dalam waktu 1 sampai
3 minggu. Lepasnya krusta meninggalkan bekas cekungan kemerahan yang berangsur-
angsur akan hilang, terkadang meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap
selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.3,6,7
Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana
kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A
Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu
dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes Zooster.
Patogenesis virus ditentukan oleh interaksi sel dan virus sehingga menentukan asal
mula atau tempat masukknya virus, angka replikasi dan penyebaran virus, cara penyebaran
infeksi pada organ atau jaringan sasaran, tempat virus dikeluarkan ke dalam lingkungan. 6
Transmisi atau penyebaran Varicella adalah:
Melalui droplet pernafasan yang mengandung virus
Kontak langsung dengan penderita saat lesi berupa papula atau vesikel
Anak-anak dengan Leukemia/Limfoma yang belum mendapat vaksinasi dan belum
pernah menderita Varicella
Penderita HIV, AIDS, dan gangguan imunodefiiensi
Individu yang menerima obat imunosupresan (steroid)
Wanita hamil
Individu immunocompromised yang belum ada riwayat menderita Varicella.9
Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal, stadium
erupsi.
1. Stadium Prodormal
Timbul 10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai. Individu akan merasakan
demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala anoreksia,
dan malaise.2,3
10
2. Stadium erupsi
1-2 hari kemudian timbuh ruam-ruam kulit “ dew drops on rose petals”
tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan terdapat badan dan
ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup, jarang pada telapak
tangan dan telapak kaki. Penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat). Total lesi
yang ditemukan dapat mencapai 50-500 buah. Makula kemudian berubah menjadi
papulla, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini disertai rasa gatal. Perubahan ini
hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga varisella secara khas dalam
perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk papula, vesikel, dan krusta dalam waktu
yang bersamaan, ini disebut polimorf.3,5
Vesikel akan berada pada lapisan sel dibawah kulit dan membentuk atap
pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih
dalam Gambaran vesikel khas, bulat, berdinding tipis, tidak umbilicated, menonjol
dari permukaan kulit, dasar eritematous, terlihat seperti tetesan air mata atau embun
“tear drops”. Cairan dalam vesikel kecil mula-mula jernih, kemudian vesikel
berubah menjadi besar dan keruh akibat sel radang polimorfonuklear lalu menjadi
pustula. Kemudian terjadi absorpsi dari cairan dan lesi mulai mengering dimulai
dari bagian tengah dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3
minggu tergantung pada dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk
cekungan dangkal berwarna merah muda, dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-
angsur hilang. Lesi-lesi pada membran mukosa (hidung, faring, laring, trakea,
saluran cerna, saluran kemih, vagina dan konjungtiva) tidak langsung membentuk
krusta, vesikel-vesikel akan pecah dan membentuk luka yang terbuka, kemudian
sembuh dengan cepat. Karena lesi kulit terbatas terjadi pada jaringan epidermis dan
tidak menembus membran basalis, maka penyembuhan kira-kira 7-10 hari terjadi
tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun lesi hyper-hipo pigmentasi mungkin
menetap sampai beberapa bulan. Penyulit berupa infeksi sekunder dapat terjadi
ditandai dengan demam yang berlanjut dengan suhu badan yang tinggi (39-40,5 oC)
mungkin akan terbentuk jaringan parut.1,2,3
Varisela yang menyerang wanita hamil sangat jarang. Sekitar 17 % anak
yang dilahirkan dari wanita yang mendapat varisela pada 20 minggu pertama
11
kehamilannya akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka dikulit
(cutaneous scarr), mikrosefali, berat badan lahir rendah, hipoplasia tungkai,
kelumpuhan, atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, mikropthalmia,
atrofi kortikal, katarak dan defisit neurologis lainnya. Defisit neurologis yang
mengenai system persarafan autonom dapat menimbulkan kelainan kontrol
sphingter, obstruksi intestinal, Horner sindrom.
Jika wanita hamil mendapatkan varisela dalam waktu 21 hari sebelum ia
melahirkan, maka 25 % dari neonatus yang dilahirkan akan memperliharkan gejala
varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari, biasanya varisela
ringan sebab antibodi ibu yang sempat dihantarkan transplasental dalam bentuk IGg
spesifik masih ada dalam tubuh neonatus sehingga jarang mengakibatkan kematian.
Bila seorang wanita hamil mendapatkan varisela pada 4-5 hari sebelum ia
melahirkan, maka neonatusnya akan memperliharkan gejala verisela kongenital
pada umur 5-19 hari Disini perjalanan varisela sering berat dan menyebabkan
kematian pada 25-30 % karena mereka mendapatkan virus dalam jumlah yang
banyak tanpa sempat mendapatkan antibodi yang dikirimkan transplasental. Wanita
hamil dengan varisela pneumonia dapat menderita hipoksia dan gagal nafas yang
dapat berakibat fatal bagi ibu maupun fetus.3,4,7
Seorang anak yang ibunya mendapat varisella selama masa kehamilan, atau
bayi yang terkena varisela selama bulan awal kelahirannya mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk menderita herpes zoster dibawah 2 tahun.3,4
Pengobatan
Terapi Varicella bersifat terapi simptomatik, namun pada kondisi tertentu misalnya
pada penderita yang mengalami imunosupresi atau pada komplikasi berat sebaiknya
digunakan obat antivirus. Obat antivirus yang bisa digunakan adalah Acyclovir 800 mg 3
kali sehari untuk 5-7 hari. Acyclovir oral yang digunakan dengan dosis tinggi untuk 800
mg, 5 kali sehari untuk 7-10 hari dapat memperpendek waktu penyakit dan mengurangi
sedikit nyeri. Kemudian dapat juga diberikan salep yang mengandung asiklovir 5% yang
dioleskan tipis di permukaan yang terinfeksi 6 kali sehari selama 6 hari. Larutan "PK"
sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.9
12
Acyclovir termasuk ke dalam golongan antivirus yang disebut synthetic nucleosida
analogues yang bekerja dengan cara menghentikan penyebaran virus di dalam tubuh dan
Acyclovir diberikan sedini mungkin setelah gejala-gejala mulai muncul.9
Terapi bagi penderita Varicella anak-anak dianjurkan adalah simptomatik, yaitu
menggunakan antipiretik non aspirin, mandi dengan air panas yang diberi baking soda,
lotion calamine secara topikal dan Dipenhydromine sistemik/topikal untuk mendapatkan
efek penurunan demam dan rasa gatal, mencegah pembentukan vesikel dan mempercepat
penyembuhan lesi digunakan Acyclovir sistemik dalam 24 jam pertama.
Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas
luka yang ditimbulkan dengan banyak mengonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal
setelah mengonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-
buahan segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk
kelembaban kulit bisa didapat dari plasebo, minuman dari lidah buaya, ataupun rumput
laut. Penggunaan lotion yang mengandung pelembab ekstra saat luka sudah benar- benar
sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi lebih lanjut.2,8
Penggunaan asiklovir pada dunia medis terbatas untuk herpes virus. Paling efektif
untuk HSV-1, cukup efektif untuk HSV-2, bereaksi kuat pada VZV dan cytomegalovirus,
dan yang terakhir pada human herpes virus (HHV-6). Umumnya asiklovir diberikan seraca
oral, namun pada penderita imunokompromi, asiklovir diberikan secara intravena. Tujuan
dari pemberian secara intravena adalah untuk mengurangi komplikasi viseral walaupun
mengurangi waktu penyembuhan.9
Tabel 1. Dosis Pemberian Asiklovir Berdasarkan Usia
Keterangan Dosis
<12 tahun 20mg/kg, 4-5 kali sehari (maksimum 800mg/dosis), 5
hari
>12 tahun 800mg, 4-5 kali sehari, 7 hari
Intravena 10mg/kg, per 8 jam, 7 hari
13
Pengobatan dengan asiklovir dapat menimbulkan reaksi resisten. Hal tersebut dapat terjadi
melalui tiga mekanisme, yaitu absennya timidin kinase virus, pengubahan spesifikasi
substrat timidin kinase virus, dan pengubahan DNA polimerase virus.6 Namun dari ketiga
mekanisme itu, yang paling sering terjadi adalah absennya timidin kinase virus. Pada kasus
resisten asiklovir untuk pengobatan VZV, ditemukan karena adanya mutasi dari timidin
kinase atau DNA polymerase virus.
Gambar 2. Cara kerja asiklovir
Sumber : Farmakologi dan Terapi. Hal. 642
Asiklovir merupakan obat yang dapat ditolerir dengan baik.7,8 Asiklovir didistribusikan
secara luas di cairan tubuh, termasuk cairan vesicular, aqueus humour, cairan
serebrospinal. Dibandingkan dengan cairan plasma, pada saliva kandungan asiklovir
rendah namun bervariasi pada carian vagina. Selain itu asiklovir terkonsentrasi pada ASI,
cairan amnion, dan plasenta sehingga kadar plasma bayi baru lahir sama dengan kadar
plasma maternal. Penyerapan asiklovir melalui kulit sangatlah rendah.9
Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi VZV apada individu imunokmpeten sebenarnya tidak
diperlukan, karena infeksi VZV menyebabkan imunitas seumur hidup. Namun pada
14
golongan beresiko tinggi menderita varisella fatal, seperti neonatus, pubertas, dan dewasa
imunokompeten perlu diberikan pencegahan. Hal tersebut dapat dilakukan antaralain
dengan:
Imunisasi pasif dengan VZIG
Bila diberikan 3 hari setelah terpajan VZV pada anak imunokompeten
terbukti dapat mencegah varisella, dan pada anak imunokompromais dapat
meringankan gejala varisella. Perlindungan yang didapat dari VZIG
bersifat sementara, sedangkan individu yang rentan akan terpajan VZV
berulangkali. Oleh karena itu VZIG dapat diberikan berualangkali, satu atau
dua bulan sekali.7
VZIG dapat diberikan pada yaitu :
o Anak - anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita
varicella atau herpes zoster.
o Usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau
herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap VZV.
o Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella dalam kurun waktu
5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan.
o Bayi premature dan bayi usia = 14 hari yang ibunya belum pernah
menderita varicella atau herpes zoster.
o Anak - anak yang menderita leukaemia atau lymphoma yang belum pernah
menderita varicella.7
Imunisasi Aktif
Vaksin VVZ (oka strain) terbukti dapat menyebabkan angka
serokonversi tinggi (95%) setelah pemberian satu kali pada anak
imunokompeten usia 1-12 tahun dan 60-80% pada pubertas dan dewasa
setelah pemberian dua kali. Kekebalan yang didapat dari vaksin tersebut
dapat bertahan sampai 10 tahun.Meskipun demikian tetap harus diberikan
vaksin ulang setelah 4-6 tahun. Pemberian vaksin ini dilakukan secara
subkutan, 0,5 ml pada anak berusia 1-12 tahun, dan pada anak diatas 12
15
tahun atau dewasa 0,5 ml dengan pengulangan vaksin 4-8 minggu setelah
pemberian pertama.6,7
Pada orang imunokompeten yang telah divaksin hanya sedikit sekali
yang menderita varisela ringan dan hanya 0,3% anak imunokompeten yang
telah divaksin menderita herpes zooster.5
Kemoprofilaksis
Ansiklovir terbukti efekstif sebagai kemoprofilaksis untuk mencegah
penularan varisella dalam rumah tangga. Namun waktu pemberiannya harus
tepat , ada kemungkinan kekebalan tidak terpenuhi, melainkan
menimbulkan resisten karena penggunaanya yang berlebihan.4
Komplikasi
Pada umumnya, komplikasi dapat terjadi pada pasien dengan imunokompromi atau
imunodefisiensi.1-3 Pada pasien sehat, hepatitis ringan akibat varisella dapat terjadi namun
kasus demikian jarang ditemukan sebagai gejala klinis. Trombositopenia ringan muncul
pada 1-2 % pasien anak-anak dan diduga ada hubungannya dengan petechiae yang
berpindah-pindah. Purpura, vesikel hemorargik, hematuria, dan pendarahan pada
gastrointestinal jarang terjadi namun memiliki konsekuensi yang besar. Dari 4.000 kasus,
dijumpai 1 kasus dengan cerebral ataxia.3
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat terjadi
diantaranya adalah:
1. Infeksi sekunder dengan bakteri
Infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi akibat stafilokokus. Stafilokokus
dapat muncul sebagai impetigo, selulitis, fasiitis, erisipelas furunkel, abses, scarlet
fever, atau sepsis.2,7
2. Varisela Pneumonia
16
Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita immunokompromis,
dan kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk, sesak napas, takipneu, Ronki
basah, sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari setelah timbulnya ruam. Pada
pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran noduler yang radio-opak pada kedua
paru.1,7
3. Reye sindrom
Letargi, mual, muntah menetap, anak tampak bingung dan perubahan
sensoris menandakan terjadinya Reye sindrom atau ensefalitis. Reye sindrom
terutama terjadi pada pasien yang menggunakan salisilat, sehingga pada varisela
penggunaan varisela harus dihindari. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan SGOT, SGPT serta ammonia.1,2,7
4. Ensefalitis
Komplikasi ini tersering karena adanya gangguan imunitas. Dijumpai 1
pada 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar, biasanya timbul
pada hari 3-8 setelah timbulnya ruam. Maguire (1985) melaporkan 1 kasus pada
anak berusia 3 tahun dengan komplikasi ensefalitis menunjukkan gejala susah tidur,
nafsu makan menurun, hiperaktif, iritabel dan sakit kepala. 19 hari setelah ruam
timbul, gerakan korea atetoid lengan dan tungkai. Penderita meninggal setelah 35
hari perawatan.1
5. Hemorrargis varisela
Terutama disebabkan oleh autoimun trombositopenia, tetapi hemorrargis
varisela dapat menyebabkan idiopatik koagulasi intravaskuler diseminata (purpura
fulminan).7
6. Hepatitis
7. Komplikasi lain
Komplikasi yang dapat ditemukan namun jarang terjadi diantaranya adalah
neuritis optic, myelitis tranversa, orkitis dan arthritis.8
17
Prognosis
Varisella yang umumnya terjadi memiliki tingkat kematian (mortality rate) 2-3 per
100.000 kasus dengan tingkat kefatalan paling rendah pada anak-anak usia dibawah 10
tahun.1-3,6 Dibandingkan dengan data tersebut, infant memiliki resiko kematian 4 kali lebih
besar dan orang dewasa 2,5 kali lebih besar. Komplikasi yang paling sering menyebabkan
kematian adalah pneumonia, komplikasi sistem saraf pusat, infeksi sekunder, dan kondisi
hemorargik. Tingkat kematian pada anak dengan imunokompromi berkisar antara 7-14%
dan meningkat hingga 50% pada orang dewasa dengan komplikasi pneumonia.2 Namun
dengan perawatan teliti dan memperhatikan higiene akan memberikan prognosis yang baik
dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.
Kesimpulan
Varisela merupakan penyakit yang sering menyerang anak usia 5-9 tahun. Kasus
varisela meningkat pada musim peralihan dari musim panas ke musim hujan atau
sebaliknya. Namun kasus ini dapat menjadi penyakit musiman jika terjadi penularan dari
seorang penderita yang tinggal di populasi padat. Varisela pada anak akan menimbulkan
manifestasi klinis yang lebih ringan dibandingkan pada orang dewasa. Pada anak sehat
varisella biasanya ringan, namun pada anak dengan sistem imun yang menurun karena
degenerasi maligna, immunodefisiensi, ataupun pada anak dengan pengobatan
immunosupresan, kasus varisella dapat menjadi berat akibat timbulnya komplikasi sampai
menyababkan kematian
Pada anak sehat, varisella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri, pengobatan
simptomatik dapat diberikan untuk menghilangkan gatal. Antibiotik dapat diberikan jika
terjadi infeksi sekunder. Antivirus sebaiknya diberikan secepat mungkin pada orang
dengan immunodefisiensi seperti leukemia, keganasan, bayi baru lahir, penyakit kolagen,
sindrom nefrotik, dan penderita dengan immunosupresan oleh obat-obat sitostatik atau
koetikosteroid, radioterapi. Antivirus yang biasa dipergunakan adalah asiklovir,
Valacylovir, Famciclovir .
18
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan Vaksinasi virus yang telah
dilemahkan, menggunakan VZIG (Varisela Zoster Immunoglobulin), ataupun
menggunakan obat anti virus.
Berdasarkan skenario kasus PBL, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
varisella zooster.
Daftar Pustaka
1. Rampengan, T.H. Penyakit infeksi tropik pada anak.Jakarta : EGC; 2002 .h. 101-
13.
2. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Harrisons’s principles of internal medicine. 15th Ed. USA : McGraw-Hill
Companies; 2001. Pg. 1106-8.
3. Sugiantoro P. Varisella zooster pada anak. Edisi: 12 Maret 2004. Diunduh dari:
www.reocities.com, 17 November 2011.
4. Behrman SR,Kliegman MR. .Nelson esensi pediatri.Edisi 4.Jakarta: EGC;
2010.h.477-79.
5. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h. 35-7, 115-6.
6. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Edisi
2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.h.637-41.
7. Boediarja SA, Sugito TL, Kurniati DD, Elanndari. Infeksi kulit pada bayi dan anak.
Jakarta: FKUI; 2005.h.17-29.
8. Editor. Cacar air pada anak. Edisi: 8 Juni 2010. Diunduh dari
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pediatrics/2011194-cacar-air-varicella-
pada-anak, 17 November 2011.
9. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, et all.
Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia; 2009. h.638-40.
19