tugas pbl skenario 4

36
TUGAS PBL SKENARIO 2 Disusun oleh : KELOMPOK 19 1. Ferdina Harjoto 09700104 2. Ni Wayan Kartika Cahyani 09700106 3. Meta Andharasta 09700108 4. Iva Jaya Maria 09700110 5. Bayu Tri Pratama 09700112 6. Florensia Anggriawan 09700114 7. Putu Ngurah Pradnya W. 09700118 8. Debora Singgih 09700120 9. Lucky Fitvita 09700124 10. I Dewa Komang Surya 09700126 PEMBIMBING-TUTOR : dr. Widjaja Indrachan Sp.OG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Upload: yunjaetaeny

Post on 29-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PBL

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS PBL skenario 4

TUGAS PBL

SKENARIO 2

Disusun oleh : KELOMPOK 19

1. Ferdina Harjoto 09700104

2. Ni Wayan Kartika Cahyani 09700106

3. Meta Andharasta 09700108

4. Iva Jaya Maria 09700110

5. Bayu Tri Pratama 09700112

6. Florensia Anggriawan 09700114

7. Putu Ngurah Pradnya W. 09700118

8. Debora Singgih 09700120

9. Lucky Fitvita 09700124

10. I Dewa Komang Surya 09700126

PEMBIMBING-TUTOR : dr. Widjaja Indrachan Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Page 2: TUGAS PBL skenario 4

BAB I

SKENARIO 4

Sony laki – laki pengenda motor terjatuh dari motor , wajah terbentur stang motor , mengeluh keluar

darah dari telinga dan hidung terasa mampet. Mengeluh pusing serta muntah berulang kali.

Page 3: TUGAS PBL skenario 4

BAB II

KATA KUNCI

1. Cedera Kepala

Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi diantara penyakit

neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan, meliputi: otak, tengkorak

ataupun kulit kepala saja (Smeltzer, 2001: 2210).

2. Fraktur basis cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior.

Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.

3. GCS

Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis,

gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-

bagian yang dinilai adalah;

a. Proses membuka mata (Eye Opening)

b. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)

c. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala

Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

4. Fraktur nasal

Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah.Sedangkan jika

disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah

biasanya Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu,injury nasal juga berhubungan dengan cedera

leher atau kepala.

Page 4: TUGAS PBL skenario 4

BAB III

MINIMAL PROBLEM

1. Apa penyebab perdarahan hidung pada kepala

2. Bagaimana menjelaskan cara mendiagnosa cedera kepala dan fraktur nasal

3. Bagaimana menjelaskan perbedaan antara rhinorrhea dan epikstaksis serta

penatalaksanaannya

4. Bagaimana cara menjelaskan pada pasien atau keluaraga pasien tentang keadaan

cedera kepala dan fraktur nasal untuk merujuk

Page 5: TUGAS PBL skenario 4

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Anatomi - Fisiologi hidung

Hidung merupakan bagian wajah yang paling seing mengalami trauma karena

merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung

terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan

pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid

dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu 1). Pangkal hidung (bridge), 2)

dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares

anterior).

Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh

kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung.

Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung ( os nasalis), 2) posesus frontalis

os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri

dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1)

sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis inferior

yang disebut sebagai kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengah-tengahnya menjadi kavum nasi kanan

dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan

lubang masuk ke belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan

kavum nasi dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai empat macam dinding,

yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung adalah

septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.

Bagian tulang adalah 1) lamina perpendikularis os ethmoid, 2) vomer, 3) krista

nasalis os maksila, 4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago

septum (lamina kuadrangularis), dan kolumela.

Page 6: TUGAS PBL skenario 4

Septum dilapisi oleh lapisan perikondrium pada tulang rawan dan periostium

pada bagian tulang, sedangkan di bagian luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.

Bagian belakang dinding lateral terdapat konka-konka, pada dinding lateral terdapat

empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah adalah konka inferior,

kemudian yang kecil konka media, lebih kecil lag konka superior, sedangkan yang

terkecil disebut konka suprema.

Bagian bawah hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna

di antaranya ujung a. palatina mayor dan a. sphenopalatina. Bagian depan hidung

mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum

terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sphenopalatina, a. ethmoid anterior

(cabang dari a. oftalmika ), a. labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut

pleksus Kiesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan

mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan

hidung) terutama anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya.

Persarafan hidung berasal dari banyak cabang-cabang serabut saraf.

Permukaan luar bagian atas mendapat persarafan dari nervus supratrochlear dan

infratrochlear, dan bagian inferior mendapat persarafan dari cabang nervus infraorbita

dan nervus ethmoidalis anterior. Sedangkan hidung bagian dalam mendapat

persarafan dari ganglion ethmoidalis anterior dan ganglion sphenopalatina.

Fungsi hidung ialah untuk 1) jalan napas, 2) alat pengatur kondisi udara (air

conditioning), 3) penyaring udara, 4) sebagai indera penghidu, 5) untuk resonansi

udara, 6) turut membantu proses bicara.

B. Patofisiologi

Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung

letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat

menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada

kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang (Murray, 1984). Seperti dengan

fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva

septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih

kompleks.

Page 7: TUGAS PBL skenario 4

Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara

kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista

maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau

dislokasi pada fraktur nasal.

Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung

remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas

bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan

inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior

pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris.

Murray melaporkan bahwa kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi

juga fraktur pada kartilago septum nasal. Fraktur nasal lateral merupakan yang paling

sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan

penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung

bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis.

Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis,

ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita;

fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II,

dan III.

Jenis fraktur nasal adalah (1) fraktur nasal sederhana. (2) fraktur pada

prosessus frontalis maksila. (3) fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi (4)

fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer. (5) fraktur

kominunitiva pada vomer dan (6) fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir

dari hidung.

C. Jenis-jenis penyakit yang berhubungan

Penyakit yang berhubungan dengan skenario tersebut yaitu fraktur nasal, diperoleh

dengan cara direct.

Page 8: TUGAS PBL skenario 4

GEJALA KLINIS

1. Identitas

Nama : Sony

Usia : 21th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Suku : Jawa

Alamat : Rungkut Surabaya

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Mahasiswa

Nama suami/istri : -

2. Anamnesa

a. Keluhan Umum

Perdarahan dari hidung dan hidung mampet setelah kecelakaan

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Jatuh karena selip, keluar darah dari hidung dan hidung mampet 1 jam

sebelum ke RS.

Mengeluh pusing dan mual 1x

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah sebelumnya

Tidak pernah sakit kepala sebelumnya/ tiba-tiba pingsan

Tidak pernah kecelakaan/cedera kepala sebelumnya

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada penyakit yang sama pada keluarga (tidak ada epilepsi, tidak ada kejang

demam, tidak ada kelainan jiwa)

e. Riwayat Sosial

Kuliah di universitas swasta

3. Pemeriksaan Fisik

a. Primary survey

Tensi : 120/70 mmHg

Page 9: TUGAS PBL skenario 4

Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,7 C

Respirasi : 20x/menit

Airway : Lapang

Breathing : spontan

Circulation : baik

Disability : GCS 456

b. Secondary Survey (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

K/L : a/i/c/d = -/-/-/-

Pupil isokor (kanan=kiri)

Reflek pupil +/+

Hidung tampak keluar darah, mengalir, bengkok, krepitasi +

Telinga tampak keluar cairan merah

Thorak : Tidak ada jejas

Napas vesikuler

Gerak napas simetris kanan kiri

Abdomen : Jejas (-)

Bising usus normal, extremitas dbn

Defans muskuler (-)

4. Pemeriksaan tambahan

Darah Lengkap (faktor pembekuan darah)

Foto nasal

CT Scan

Page 10: TUGAS PBL skenario 4

BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

1. Fraktur basis cranii disertai fraktur os. Nasale

2. Fraktur maxillofacial (blow-out fracture)

Fraktur Os nasal

Biasanya fraktur os nasal disebabkan oleh trauma langsung (dalam hal ini

mekanisme trauma pasien adalah wajah terbentur dengan stang motor). Pada

pemeriksaan didapatkan epistaxis, nyeri tekan, dan krepitasi. Foto roentgen dari

arah lateral dapat menunjang diagnosis.

Fraktur tulang hidung ini harus segera direposisi dengan anastesia local dan

imobilisasi dilakukan dengan memasukkan tampon ke dalam lubang hidung yang

dipertahankan selama tiga hingga empat hari. Dapat dilindungi dengan gips tipis

berbentuk kupu-kupu untuk satu hingga dua minggu.

Fraktur Basis Cranii

Suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang tebal. Fraktur

ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater.

Tanda dan gejala fraktur basis kranii :

Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur

pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek

membrane timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul

disamping membrane timpani (tidak robek)

Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke posterior

dan merusak sinus sigmoid. 

Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior

menyebabkan darah bocor masuk ke jaringan periorbital.

rhinorrea akibat kebocoran dari CSF melewati sinus-sinus paranasalis (frontalis,

ethmoidalis, sphenoidalis) bahkan lewat tuba eustachii (lewat telinga tengah dan

telinga dalam)

Fraktur maxillofacial (Blowout Fracture)

Fraktur LeFort dapat menyebabkan epistaxis (Lefort 2 dan 3), serta fraktur orbita

juga dapat menyebabkan terjadinya Panda/Racoon’s eyes. Fraktur ini dapat

terjadi akibat trauma langsung pada tepi tulangnya, atau pada tulang zygomaticus.

Page 11: TUGAS PBL skenario 4

Contohnya, fraktur tulang dasar orbita, sehingga sebagian isi orbita masuk ke

sinus maxillaries, dan terjadi enophtalmus, haemomaxilla, mati rasa pipi dan dahi.

Page 12: TUGAS PBL skenario 4

BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

I. Fraktur Nasal

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang

diabsorpsinya. Jadi, fraktur nasal merupakan rusak atau terganggunya kesatuan dari

tulang-tulang hidung.

Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan jika

disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah

biasanya Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan cedera

leher atau kepala.

A. Gejala Klinis

Bentuk hidung berubah

Epiktasis/keluar darah dari hidung

Krepitasi yaitu teraba tulang yang pecah

Hidung serta daerah sekitarnya bengkak

B. Pemeriksaan Fisik

Pada fraktur nasal pada pemeriksaannya didapatkan epistaksis, deformitas

hidung, obstruksi hidung ,dan anosmia. Serta, pada palpasi ditemukan krepitasi akibat

emfisema sukutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular.

C. Pemeriksaan Penunjang

a. Rhinoskopi Anterior

Pada rhinoskopi anterior didapatkan deformitas pada hidung, deviasi septum nasi

dan nyeri tekan hidung.

b. Water Positions

dari pemeriksaan water positions, pada foto anteroposterior, foto nasale lateral

didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak

tampak pembesaran chonca nasalis bilateral.

c. Radiologi

Pemeriksaan radiologis diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam

Page 13: TUGAS PBL skenario 4

mendiagnosa. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada

kartilago dan ahli klinis sering salah dalam mengintrepretasikan sutura normal

sebagai fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika

ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan

ekstraokular atau maloklusi dapat mengindikasikan adanya fraktur nasal.

II. Fraktur Basis Cranii

Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang

tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater.

Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur

fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.

A. Gejala Klinis

Gambaran klinis dari fraktur basis cranii yaitu hemotimpanum, ekimosis

periorbita (racoon eyes), ekimosis retroauricular ( Battle’s sign), dan kebocoran cairan

serebrospinal (dapat diidentifikasi dari kandungan glukosanya) dari telinga dan

hidung. Parese nervus cranialis (nervus I, II, III, IV, VII dan VIII dalam berbagai

kombinasi) juga dapat terjadi.

B. Pemeriksaan Fisik

Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan diagnostik. Selama pemeriksaan, bisa didapatkan riwayat medis yang

lengkap dan mekanisme trauma. Trauma pada kepala dapat menyebabkan gangguan

neurologis dan mungkin memerlukan tindak lanjut medis yang lebih jauh. Alasan

kecurigaan adanya suatu fraktur cranium atau cedera penetrasi antara lain :

Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung

Keluar darah atau cairan jernih dari telinga

Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya trauma pada mata (panda

eyes)

Adanya luka memar di belakang telinga (Battle’s sign)

Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi

Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang tengkorak.

Page 14: TUGAS PBL skenario 4

C. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan neurologis lengkap,

pemeriksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid (yang sesuai seperti pada

fraktur terbuka tulang tengkorak), pemeriksaan yang paling menunjang untuk

diagnosa satu fraktur adalah pemeriksaan radiologi.

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto Rontgen

Sejak ditemukannya CT-scan, maka penggunaan foto Rontgen cranium

dianggap kurang optimal. Dengan pengecualian untuk kasus-kasus tertentu

seperti fraktur pada vertex yang mungkin lolos dari CT-can dan dapat

dideteksi dengan foto polos maka CT-scan dianggap lebih menguntungkan

daripada foto Rontgen kepala.

Di daerah pedalaman dimana CT-scan tidak tersedia, maka foto polos

x-ray dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Diperlukan foto posisi

AP, lateral, Towne’s view dan tangensial terhadap bagian yang mengalami

benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi. Foto polos cranium dapat

menunjukkan adanya fraktur, lesi osteolitik atau osteoblastik, atau

pneumosefal. Foto polos tulang belakang digunakan untuk menilai adanya

fraktur, pembengkakan jaringan lunak, deformitas tulang belakang, dan

proses-proses osteolitik atau osteoblastik.

2) CT-Scan

CT-Scan adalah kriteria modalitas standar untuk menunjang diagnosa

fraktur pada cranium. Potongan slice tipis pada bone windows hingga

ketebalan 1-1,5 mm, dengan rekonstruksi sagital berguna dalam menilai cedera

yang terjadi. CT scan Helical sangat membantu untuk penilaian fraktur

condylar occipital, tetapi biasanya rekonstruksi tiga dimensi tidak diperlukan.

3) MRI (Magnetic Resonance Angiography)

bernilai sebagai pemeriksaan penunjang tambahan terutama untuk

kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. Cedera pada tulang jauh

Page 15: TUGAS PBL skenario 4

lebih baik diperiksa dengan menggunakan CT scan. MRI memberikan

pencitraan jaringan lunak yang lebih baik dibanding CT scan.

c. Pemeriksaan Lainnya

Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya

kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik

dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan menunjukkan

gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo”

atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa

kadar glukosa dan dengan mengukur transferrin

Page 16: TUGAS PBL skenario 4

BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Kelompok kami menyimpulkan bahwa hipotesis akhir (diagnosis) dari pasien ini adalah

Fraktur Basis Cranii dengan Fraktur Os nasale.

Page 17: TUGAS PBL skenario 4

BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

Page 18: TUGAS PBL skenario 4

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

Fraktur Basis Cranii

Resusitasi awal:

1. Menilai jalan napas : bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi

palsu, pertahankan tulang servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jioka cedera

orofasial mengganggu jalan napas, maka pasien harus diintubasi.

2. Menilai pernapasan : tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri

oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera

dada berat seperti pneumotoraks, hemopneumotoraks, pneumotoraks tensif.

3. Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua

perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera

intraabdominal atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jatung dan tekanan darah,

pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang jalur intravena yang besar, ambil

darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan

analisis gas darah arteri. Berikan larutan koloid. Sedangkan larutan kristaloid (dekstrosa

atau dekstrosa dalam salin) menimbulkan eksaserbasi edem otak pasca cedera kepala.

4. Obati kejang : kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala. Mula-mula berikan

diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang.

Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberikan iv perlahan-lahan

dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

PENGOBATAN

1. Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital (ingat ABC)

2. Mengurangi edema otak dengan cara:

Hiperventilasi. Bertujuan untuk menurunkan PO2darah sehingga men-cegah

vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu

menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis.

Bila dapat diperiksa, PO2dipertahankan > 100 mmHg dan PCO2di antara 2530

mmHg.

Cairan hiperosmoler. Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk

"menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian

dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol

Page 19: TUGAS PBL skenario 4

harus diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan

0,51 g/kgBB dalam 1030 menit.

Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak

beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa

kortikosteroid tidak / kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya

berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.

Barbiturat digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat

ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena

kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan

akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan

dengan pengawasan yang ketat.

Pada 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam agar

tidak memperberat edema jaringan.

3. Obat-obatan neuroprotectan seperti piritinol, piracetam dan citicholine dikatakan dapat

membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan

koma.

4. Perawatan luka da pencegahan dekubitus harus dilakukan sejak dini

5. Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan

fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan

hemostatik.

6. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala

dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan

dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin

per infus selama 4 jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena.

Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena

efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan

BEDAH

Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan

sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan.

Fraktur Depresi Tertutup Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan

operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan gangguan neurologis, misal kejang-kejang

hemiparese/plegi, penurunan kesadaran. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat

fragmen tulang yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak, setelah mengembalikan

Page 20: TUGAS PBL skenario 4

dengan fiksasi pada tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa

disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi. Fraktur Depresi Terbuka

Semua fraktur depresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk

mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis) yaitu mengangkat fragmen yang

masuk, membuang jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi

hematom, kemudian menjahit durameter secara “water tight”/kedap air kemudian fragmen

tulang dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen tulang dikembalikan jika Tidak

melebihi “golden periode” (24 jam), durameter tidak tegang Jika fragmen tulang berupa

potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara “mozaik”

Fraktur Nasal

PENATALAKSANAAN

A. Konservatif

Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional

dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.

Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan

hebat, dapat dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat

kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah

jarang dilakukan.

Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah

vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan

berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit

ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko

infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri

dan memberikan rasa nyaman pada pasien.

B. Operatif

Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang,

penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat

fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk

memperbaiki posisi hidung.

1. Penanganan fraktur nasal sederhana

Periosteum dibungkus dan dinaikkan dengan kasa vaselin sampai ke dalam lubang

hidung. Dengan adanya tekanan maka fraktur tulang akan terangkat dan dengan bantuan jari-

Page 21: TUGAS PBL skenario 4

jari tangan, tekanan dimanipulasikan untuk memperbaiki posisi hidung. Jika perdarahan terus

berlangsung, hidung harus ditutup dengan kasa tipis berminyak selama 24 jam. Jika

memungkinkan, fragmen tulang harus dipindahkan dalam beberapa jam sebelum terjadi

pembengkakan yang akan menyebabkan deformitas. Bidai ekstrenal digunakan untuk

mempertahankan posisi tulang hidung. Jika bidai tidak digunakan maka deformitas akan

terjadi.

Bidai fraktur nasal sederhana : Kazanjian dan Converse menggambarkan bidai hidung

sempurna sebagai sepotong lempeng logam lunak (ukuran 22), bentuk seperti jam pasir

dibengkokan, jadi bagian bawah sesuai dengan bentuk hidung dan bagian atas dari lempeng

berada pada dahi. Sebagian kecil dari pelat timah. Bidai hidung ini merupakan bidai biasa

yang dapat membentuk hidung dan meratakan tekanan di segala sisi. Segala alat-alat tersebut

ditahan oleh strip plester adhesif berbentuk T, yang melintasi dahi di bagian atas dan plester

di bagian bawah menahan hidung. Hanya tekanan sedang yang dapat digunakan, bebat ini

tidak dapat diganggu paling sedikit 2 hari. Batas waktu penggunaan bebat adalah sampai

hidung tidak meradang dan bengkak.

Bidai fraktur nasal Kazanjian : Bidai ini diciptakan untuk melawan kekuatan yang

timbul pada bagian lateral hidung pada titik tertentu yang diinginkan. Bidai ini terdiri dari

bingkai logam berbentuk bujur; yang permukaan bagian bawah disediakan jeruji yang

mengelilingi dengan ketebalan sekitar ¼ inchi. Bingkai merupakan pelat timah dan berada

pada dahi. Bingkai dan pelat timah ini ditahan dengan bantuan plester adhesif yang berada di

sekitar kepala. Batang horizontal dari bidai tidak dilapisi oleh pelat timah tetapi tetap terbuka

sebagai persendian umum yang dapat dilalui dengan bebas dan tetap berada diposisinya pada

kanan atau kiri garis tengah. Batang vertikal mencapai bagian bawah dan dilapisi tipis oleh

pelat timah , berguna untuk melawanan tekanan dari samping hidung. Perban elastis dipasang

untuk melawan tekanan dari samping hidung; tekanan kuat pada hidung berguna untuk

mempertahankan posisi hidung agar berada pada posisi koreksi.

2. Fraktur nasal kominunitiva

Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung

nampak rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa

fragmen tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi

yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang

hidung.

Page 22: TUGAS PBL skenario 4

Metode suspensi: Kawat ini diperkenalkan oleh Kazanjian dan Converse sebagai

penyokong bagian dalam hidung untuk mengangkat dan menggerakan fragmen tulang yang

terpisah-pisah. Kawat ini berukuran 14, panjang 2 inchi, bentuk U dengan bahannya pelat

timah. Kemudian kawat ini dimasukkan ke dalam hidung, yang dengan sendirinya akan

mengangkat fragmen tulang tersebut ke atas dan melawanan tekanan yang timbul akibat

bergesernya fragmen tulang hidung. Elastis perban kecil dihubungkan untuk menjangkau

intranasal dan ekstranasal. Dengan adanya penahan elastis maka cukup kekuatan untuk

menahan fragmen tulang agar berada diposisi yang seharusnya.

Teknik manipulasi reduksi tertutup teknik ini merupakan satu teknik pengobatan

yang digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Sekitar 2-3 minggu setelah

trauma, akan terbentuk jaringan fibrotik pada fragmen tulang di posisi yang tidak seharusnya,

dan hal inilah yang menyebabkan reduksi dengan teknik ini tidak mungkin dilakukan. Hal

yang kebanyakan menyebabkan kegagalan dalam terapi yang tidak adekuat adalah trauma

septum nasal. Trauma septum nasal tidak lebih dari 30 % dari fraktur dasal. Dimana, satu hal

yang sering ditemukan adalah fraktur depresi tulang hidung dan kasus Harisson (1979) telah

menunjukkan bahwa sekitar 70 % dari frakktur nasal adalah disertai dengan fraktur septum

nasal, yang biasanya dimulai di bagian atas spina nasalis anterior dan kemudian melewati

bagian belakang dan naik sepanjang kartilago kuadrilateral sebelum belok ke dalam lamina

perpendikularis os ethmoidalis, dan akhirnya meneruskan ke arah tulang hidung. Fraktur

nasal dapat dikurangi dengan forceps Walsham’s yang mempunyai jarak antara mata pisau

setelah bagian penutup jadi bagian tersebut memungkinkan penutupan jaringan hidung yang

tidak hancur. Mata pisau yang lebar agak berlekuk untuk mencapai dinding hidung bagian

luar dan dan melindungi kulit hidung. Mata pisau bagian dalam lebih kecil dan bentuknya

disesuaikan untuk mencapai hidung bagian dalam.

Pertama-tama dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menentukan lokasi dari garis

fraktur dan sangatlah penting untuk tidak menggunakan forceps Walsham’s di atas garis

fraktur. Gillies dan Kilner (1992) telah menggambarkan teknik yang efektif digunakan.

1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis

Forceps Walsham’s digunakan untuk memindahkan kedua prosesus nasalis keluar

maksila dan menggunakan tenaga yang terkontrol untuk menghindari gerakan

menghentak yang tiba-tiba.

2. Perpindahan posisi tulang hidung

Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di belakang dorsum

nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan forceps walsham’s, tetapi forcep

Page 23: TUGAS PBL skenario 4

Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang septum yang mana bagian mata

pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan

lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan kolumela yang

hebat dan lebih luas.

3. Manipulasi septum nasal

Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan septum nasal.

4. Membentuk piramid hidung

Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong hidung sampai mencapai posisi

yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan kesalahan

posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang. Prosesus nasofrontalis didorong

ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.

5. Kemungkinan pemindahan akhir septum

Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menilai bagian anterior hidung dan harus

mengecek posisi dari septum nasal. Jika memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka

fraktur septum melalui septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat terbatas.

6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus

Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit

yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting untuk membuang

semua benda asing yang berada pada luka seperti pecahan kaca, kotoran atau batu

kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup dan oleh karena itu sedikit atau

banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka

sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil superfisial

dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips)

Teknik reduksi terbuka

Fraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan. Pada daerah dimana

fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada

hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada

masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti

sangat jarang terjadi. Teknik open reduksi terbuka diindikasikan untuk:

Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.

Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini sangat nyata adanya fragmentasi

tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis.

Page 24: TUGAS PBL skenario 4

Reposisi dan perbaikan hanya mungkin denga reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini

harus segera dilakukan.

Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi

tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi

pada interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan

kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral

atas, dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.

Page 25: TUGAS PBL skenario 4

BAB X

PROGNOSIS & KOMPLIKASI

A. Prognosis kepada pasien

Sebagai seorang dokter maka mempunyai kewajiban menjelaskan apa dampak dari

kecelakaan yang diterima pasien. Kematian akibat trauma kepala terjadi pada 3 waktu

setelah injury, yaitu :

1. Segera setelah injury

2. Dalam waktu 2 jam setelah injury

3. Rata-rata 3 minggu setelah injury

Pada umumnya kematian terjadi segera setelah injury, dimana terjadi trauma

langsung pada kepala, atau perdarahan kepala yang hebat dan syok. Kematian yang

terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang

memburuk secara progresif akibat perdarahan internal.

Faktor-faktor yang diperkirakan dapat memberi prognosa yang jelek adalah

perdarahan intracranial hematom, peningkatan usia klien, abnormalitas responmotorik,

menghilangnya gerakan bola mata dan reflek pupil terhadap cahaya, hipotensi yang

terjadi secara awal, hipoksemia, peningkatan ICP dan hiperkapnea.

B. Tanda untuk merujuk pasien

Tandauntukmerujukpasiendarifraktur basis craniiadalah :

1. Otorrhea

2. Battle sign

3. Racoonatau panda bear

Dan juga didapatkan tanda kerusakan syaraf cranial (syaraf olfaktorius) , Fraktur

yang merobek bagian kelenjar pituitary, fraktur pada tulang sphenoid , kerusakan pada

syaraf okulmotorius, ophthalmic, trigeminus, syaraf fascial , syaraf vestibulo cochlear.

Page 26: TUGAS PBL skenario 4

C. Peran pasien / keluarga untuk penyembuhan

Peranpasien keluarga harus saling bekerja kooperatif dengan pihak medis untuk

menunjang baik pencegahan dan mempertahankan organ yang vital.

D. Pencegahan penyakit

1. Pemeriksaan lab (Monitor hemodinamik, mendeteksi edema serebral, Pemeriksaan

kadar oksigen dan CO2). Jumlah sel darah, glukosa serum dan elektrolit diperlukan

untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi atau kondisi yang berhubungan dengan

aliran darah serebral dan metabolisme.

2. CT-Scan , MRI, EEG, Lumbal pungsi

3. Bila didapatkan contusio perlu observasi 1-2 jam di ICU.

4. Bila pasien kehilangan kesadaran lebih dari dua menit harus tinggal rawat di RS untuk

observasi ketat.

5. Monitor tekanan ICP

6. Pemberian kortikosteroid

7. Pemberian osmotic diuresis

8. Dapat juga diberikan infus cairan, pengaturan posisi dan room excersise.

Apabila pasien pada concussion yang berantakan terjadi kejang-kejang, henti nafas,

pucat, bradikardi dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran.

Manifestasi lain yaitu nyeri kepala, mengantuk, bingung, pusing dan gangguan

penglihatan seperti biplopia atau kekaburan penglihatan. Komplikasi lain yang

didapatkan pada pasien bisa mengalami epidural hematom,subdural hematom, kronik

subdural hematom , intra serebral hematom.