skenario b blok 17 l10

85
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 17 Disusun oleh: Kelompok 10 Anggota : Astary Utami 04111001004 Farida Chandradewi 04111001006 Agien Tri Wijaya 04111001041 Obby Saleh 04111001046 Audrey Witari 04111001060 Fajar Ahmad Prasetya 04111001084 Herdwin Limas 04111001089 Aini Nur Syafa’ah 04111001092 Lina Wahyuni Hrp 04111001093 Rio Yus Ramadhani 04111001103 Fatimah Shellya 04111001123 Robiokta Alfi Mona 04111001125 Riandri Lingga G 04111001132 Tutor : drg. Billy Sujatmiko Sp.KG PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Upload: merta123

Post on 19-Jan-2016

122 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario b Blok 17 l10

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK 17

Disusun oleh:

Kelompok 10

Anggota :

Astary Utami 04111001004Farida Chandradewi 04111001006Agien Tri Wijaya 04111001041Obby Saleh 04111001046Audrey Witari 04111001060Fajar Ahmad Prasetya 04111001084Herdwin Limas 04111001089Aini Nur Syafa’ah 04111001092Lina Wahyuni Hrp 04111001093Rio Yus Ramadhani 04111001103Fatimah Shellya 04111001123Robiokta Alfi Mona 04111001125Riandri Lingga G 04111001132

Tutor : drg. Billy Sujatmiko Sp.KG

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Skenario b Blok 17 l10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial

ini dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari

skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat

dalam pembuatan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak.Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan

laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca

akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

Page 3: Skenario b Blok 17 l10

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

SKENARIO BBLOK 17 ......................................................................................... 4

I. Klarifikasi Istilah ............................................................................. 5

II. Identifikasi Masalah ........................................................................

III. Analisis Masalah .............................................................................

IV. Hipotesis...........................................................................................

V. Kerangka Konsep ............................................................................ 29

VI. Sintesis.............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

Page 4: Skenario b Blok 17 l10

Skenario B Blok 17 Tahun 2013

Ny.M, 48 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas

yang hebat, disertai demam dan menggigil.

Sejak 2 bulan yang lalu, Ny,M mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar

sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat

bila makan makanan berlemak.Biasanya Ny.M minum obat penghilang nyeri.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang

timbul, mata dan badan kuning BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis

Tanda vtal ; TD: 110/70 mmHg, Nadi :106 xmenit, RR : 24 xmenit, Suhu : 39,0oC

Pemeriksaan spesifik :

Kepada : Sklera ikterik

Leher dan thoraks dala batas normal

Abdomen : inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy’s sign (+), hepar dan

lien tidak teraba, kandung empedu : sulit dinilai

Perkusi : Shifting dullness (-)

Ekstremitas : palar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

Pemeriksaan laboratorium :

Darah Rutin : Hb 12,4 g/dl, Ht : 36 vol%, Leukosit : 15.400/mm3, Trombosit :329.000/mm3,

LED : 77mm/jam

Liver Function Test (LFT) : bil.Total : 20,49 mg/dl, Bil.direk : 19,94 mg/dl,

bil.indirek:0,55mg/dl, SGOT : 29 U/L, SGPT: 37 U/L, Fosfatase alkali : 864 u/l

Amylase : 40 unit/L dan Lipase : 50 unit/L

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Menggigil : gerakan involunter sebagai respon terhadap demam.

2. Mual : sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan

abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah.

3. Ikterik : suatu kondisi medis yang ditandai menguningnya sclera kulit atau

jaringan lain akibat penimbunan bilirubin.

Page 5: Skenario b Blok 17 l10

4. Murphy’s sign : nyeri pada saat palpasi di daerah subcostal kanan saat inspirasi,

biasanya

diasosiasikan dengan kolesistisis akut.

5. Shifting dullness : suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya

cairan

bebas dalam rongga abdomen.

6. Palmar eritema : memerahnya telapak tangan bagian thenar dan hipothenar.

7. Akral pucat : ekstremitas yang terlihat pucat.

8. Edema perifer : pengumpulan cairan secara abnormal diruang interstitial seluruh

tubuh

perifer

9. LFT : serangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai fungsi hati.

10. Bil total : jumlah bilirubin total didalam plasma.

11. Bil. Direk : bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan dikonjugasikan

membentuk bilirubin diglukoronide yang larut dalam air

12. Bil indirek : bentuk bilirubin larut lemak yang bersirkulasi dengan asosiasi

longgar

terhadap protein

13. SGOT : enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, terutama dalam

jantung dan hati. Enzim ini dilepaskan kedalam serum sebagai hasil

cidera jaringan karena itu konsentrasinya dalam serum dapat

meningkat

pada penyakit seperti infark miokard, atau kerusakan akut sel-sel hati.

14. SGPT : enzim yang normalnya dijumpai dalam serum dan jaringan tubuh,

terutama pada hati. Enzim ini dilepaskan kedalam serum sebagai hasil

cidera jaringan karena itu konsentrasinya dalam serum dapat

meningkat

pada pasien dengan kerusakan sel hati yang akut.

15. Amylase : enzim yang mengkatalisis hidrolisis zat tepung menjadi senyawa

yang

lebih sederhana.

16. Lipase : enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari

trigliserida

dan fosfolipid.

Page 6: Skenario b Blok 17 l10

17. Fosfatase alkali :enzim yang mengkatalisis pemecahan ortofosfat dari monoester

ortofosforik pada kondisi alkali meningkat pada penyakit tulang, dan

obstruksi saluran empedu karena gangguan eksresi.

II. IDENTIFIKASI MASALAH :

1. Ny.M ,48 tahun, mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu kanan

dan disertai mual sejak 2 bulan yang lalu.nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila

makan akanan berlemak dan biasanya minum obat penghilang nyeri.

2. Sejak 1 minggu SMRS ia demam ringan yang hilang timbul mata dan badan kungin,

BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul dan gatal-gatal.

3. Ny.M dibawa ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam

dan menggigil.

4. Pemeriksaan fisik

5. Pemeriksaan laboratorium

III. ANALISIS MASALAH :

ANALISIS MASALAH :

Ny.M ,48 tahun, mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu

kanan dan disertai mual sejak 2 bulan yang lalu.nyeri hilang timbul dan bertambah

hebat bila makan makanan berlemak dan biasanya minum obat penghilang nyeri.

1. Organ-organ apa saja yang terletak di kuadran kanan atas?

Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas

Hati, kantung empedu, paru, esofagus Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas,

limfa, lambung

Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah

Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus

kecil, kandung kemih, rektum, testis, anus

Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil, usus

besar

Page 7: Skenario b Blok 17 l10

2. Bagaimanaanatomi,histologi,fisiologi dari hepatobilier? (sintesis)

3. Apa etiologi dari nyeri di perut kanan atas?

Kemungkinan penyebab terjadinya nyeri pada organ-organ yang terletak pada bagian

kanan atas adalah :

o Akibat gangguan hati, radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta

kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil.  Nyeri kantung empedu bersifat

nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering

memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods).

o Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai

menembus kebelakang, kemungkinan gangguan ginjal harus dicurigai.

Gangguan ginjal salah satunya menyebabkan kolik renal atau gangguan nyeri

disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal,

yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya  pasien tidak dapat

menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal

dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri. 

o Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat, tetap/konstan,

nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat makan.

4. Bagaimana mekanisme nyeri perut kanan atas dan menjalar ke bahu kanan?

Kemungkinan disebakan oleh adanya nyeri alih dari vesica biliaris

Mekanisme Batu empedu → obstruksi duktus koledokus → berusaha mengeluarkan

batu → mensensitisasi peritoneum parietal-nervus splanchnicus (C3-C5) → nyeri

sampai kebahu kanan

Mekanisme : Pada kasus ny. A menderita batu empedu dan kolesistitis. Pada batu

empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica biliaris untuk

mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang

mempersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus

splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau atau daerah

epigastrium ( dermatome T7,8,9). Sedangkan nyeri yang menjalar hingga kebahu

kanan berkaitan dengan kolesistitis akut yang dapat menyebabkan iritasi peritoneum

parietale subdiagfragmaticus yang sebagain dipersarafi oleh nervus phrenicus (C3,4

dan 5). Hal ini akan menimbulkan nyeri alih ke bahu karena kulit dibahu dipersarafi

oleh nervus supraclaviculaer (C3,4)

Page 8: Skenario b Blok 17 l10

5. Bagaimana mekanisme mual pada kasus ini?

a) Kolik bilier yang mengalami peradangan, menyebabkan nausea melalui aktivasi

aferen dari peregangan/distensi trunkus biliaris. Terdapat berbagai perubahan

aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti meningkatnya salivasi,

menurunnya tonus lambung dan peristalsis. Namun demikian tidak terdapat bukti

yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan mual.

b) Bilirubin yang tidak bisa disekresikan ke duodenum akibat koledokolitiasis

mengakibatkan penumpukan kadar bilirubin di dalam darah sehingga masuk ke

sistemik,, bilirubin yang mempengaruhi sistemik ini dapat merangsang pusat

muntah mual di hipotalamus sehingga mual.

6. Mengapa nyeri hilang timbul?

Obstruksi saluran vesica biliaris oleh batu empedu meningkatkan tekanan di

kantong empedu saat lemak melewati duodenum merangsang pengeluaran

empedu oleh hormone kolesitokinin proses eksresi meningkat dan karena adanya

obstruksi nyeri kolik hilang timbul

7. Mengapa nyeri bertambah setelah makan makanan berlemak?

Empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak. Makanan berlemak akan merangsang

pengeluaran empedu dari kandung empedu dan peningkatan perilstasis duktus.

Adannya batu di saluran empedu menyebabkan terjadinya obstruksi empedu. Hal ini

akan semakin memperberat rasa nyeri pada sange penderita

Page 9: Skenario b Blok 17 l10

8. Apa saja obat analgetik yang mungkin digunakannya? Dan bagimana cara kerjanya?

Analgetik

Analgetik (obat-obat penghilang nyeri) adalah zat-zat yang mengurangi atau

melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat analgetik termasuk

oban antiradang non-steroid (NSAID) seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin

dan obat sintesis bersifat narkotik seperti tramadol.

NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah

obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan.Analgetik bersifat narkotik

seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi

terhadap kesakitan (noisepsi).Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit

dibandingkan NSAID.

Analgetik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama

parasetamol dan kodein dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep).Gabungan

obat ini juga turut dijumpai bersama obat pemvasocerut seperti pseudoefedrin untuk

obat sinus, atau obat antihistamin untuk alergi.

Jenis-jenis obat analgetik ialah:Aspirin, Asetaminofen, Kodein

- Penyebab sakit/ nyeri.

Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan

algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin

dan bradikinin. Bradikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan

prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1,

E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic (menyebabkan sakit).

- Mekanisame:

Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.

- Karakteristik:

1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit

2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira

3. Tidak mempengaruhi pernapasan

4. Gunanya untuk nyeri sedang, contoh: sakit gigi

Analgetik di bagi menjadi 2 yaitu:

1. Analgetik Opioid/analgetik narkotika

Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau

Page 10: Skenario b Blok 17 l10

morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti

pada fractura dan kanker. Tetapi semua analgetik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan,

maka usaha untuk mendapatkan suatu analgetik yang ideal masih tetap diteruskan dengan

tujuan mendapatkan analgetik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.

Ada 3 golongan obat ini yaitu :

a. Obat yang berasal dari opium-morfin,

b. Senyawa semisintetik morfin, dan

c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Macam-macam obat Analgetik Opioid:Metadon, Fentanyl, Kodein

 Methadon Fentanyl Kodein

2. Obat Analgetik Non-narkotik/Perifer

Obat Analgetik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah

Analgetik/Analgetika/Analgetik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari

obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, seperti golongan salisilat

seperti aspirin, golongan para amino fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti

ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen dan masih banyak lagi.

Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgetik Perifer ini cenderung

mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan

saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-

Narkotik / Obat Analgetik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada

pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

            Efek samping obat-obat analgetik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah,

kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.

Pada umumnya, obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya terdiri dari

tiga komponen, yaitu :

a. analgetik (menghilangkan rasa nyeri),

b. antipiretik (menurunkan demam), dan

Page 11: Skenario b Blok 17 l10

c. anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).

d. Sebagai analgetik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi,

sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah

vaksinasi.

Macam-macam obat Analgetik Non-Narkotik:Ibupropen, Paracetamol/acetaminophen, Asam

Mefenamat

Ibuprofen Acetaminophen Asam Mefenamat

9. bagaimana pengaruh konsumsi obat analgetik terhadap kasus diatas?

OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat mempelopori terjadinya

kolestatik adalah sulindac, phenylbutazone, indomethacin, fenoprofen dan

ticlopidine.Sulindac lebih sering menimbulkan kelainan pada uji fungsi hati daripada

OAINS di atas.Sulindac merupakan calon obat sulfoksida. Obat ini dimetabolisasi

secara reversibel menjadi metabolit sulfida aktif, yang diekskresi dalam empedu dan

kemudian direabsorpsi dari usus. Sulindac tampaknyadisekresi ke

dalamkanalikulusempedudalam bentukunconjugatedmelalui

sistemeksporgaramempeducanaliculardanpasifdiserap olehepitelsaluran empedu,

sehinggamenginduksicholeresiskaya-bikarbonat. Karenasiklusterus menerus

dalamshuntjalurcholehepatic, konsentrasi lokaltinggisulindacdapatdicapai

dalamhepatosityang menyebabkankolestasisdengan

menghambatcanalicularempedudalam penyalurangaram.

Adapun obat-obat analgesik opioid seperti morphine, meperidine, dan pentazocin

dapat meningkatkan tonusotot polos disaluran empedu, yang dapat

menyebabkanspasmedan tekanansaluran empedumeningkat, terutama

dalamsfingterOddi.Namun pemakaian obat-obat ini dalam pengawasan dan harus

menggunakan resep sehingga dalam kasus ini penderita tidak mengonsumsi obat

analgesik opioid.

Page 12: Skenario b Blok 17 l10

10. Bagiamana hubungan jenis kelamin, dan usia terhadap keluhan yang dialami?

Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Semakin

bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu.

Pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.

Batu empedu lebih sering pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1.

Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di

Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita

wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Usia 42 tahun merupakan usia dimana wanita

mulai memasuki masa perimenopause.

Fluktuasi kadar hormon estrogen berpengaruh terhadap kadar kolesterol total dalam

darah. Peningkatan kadar kolesterol akan memacu terbentuknya cairan empedu yang

memiliki kadar kolesterol lebih tinggi (selain bilirubin tentunya). Hal ini akan

menyebabkan wanita dalam masa perimenopause dan menopause memiliki risiko

lebih besar untuk mengalami terjadinya batu empedu. Kadar esterogen yang tinggi

menunjukkan keterkaitan terhadap kadar HDL yang meningkat dan LDL serta

trigliserida yang menurun, demikian pula sebaliknya.

Sejak 1 minggu SMRS ia demam ringan yang hilang timbul mata dan badan kuning,

BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul dan gatal-gatal.

1. Apa etiologi dari demam yang hilang timbul?

Demam yang hilang timbul berkorelasi terhadap nyeri yang hilang timbul. Pada saat

kontraksi, timbul nyeri akibat drainase yang terhambat oleh obstruksi, sehingga dapat

mencetuskan inflamasi yang termanifestasi dalam demam.

2. Bagaimana mekanisme demam ringan yang hilang timbul ?

Inflamasi dan infeksi sistem hepatobilier akibat permukaan batu empedu . Sumbatan

batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan

gangguan aliran darah dan limfe sehingga menyebabkan bakteri komensal potensial

untuk berkembang biak.

3. Mekanisme :

(a) mata dan badan kuning,

Page 13: Skenario b Blok 17 l10

faktor resiko 3F hipersaturasi kolesterol terbentuknya batu empedu di

kandung empedu batu empedu dapat mengalir ke saluran empedu obstruksi

ductus cysticus obstruksi ductus choledocus bilirubin terkonjugasi tidak

dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan ke dalam

darah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam plasma mata dan badan

kuning.

(b) BAK seperti teh tua

Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat

masuk ke duodenum regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik, dalam hal

ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi di plasma

ikut terfitrasi di ginjal urin berwarna teh tua

(c) BAB seperti dempul

Dalam kondisi normal, bilirubin terkonjugasi yang telah diproses oleh hepatosit

akan disalurkan ke duodenum melalui saluran empedu. Selanjutnya bakteri usus

akan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin atau urobilinogen.

Sterkobilin inilah yang mewarnai feses sehingga berwarna kuning

kecoklatan.Feses berwarna dempul menunjukkan tidak adanya sterkobilin.Dalam

kasus ini, terjadi obstruksi saluran empedu komunis yang menyebabkan bilirubin

terkonjugasi tidak dapat disalurkan ke duodenum sehingga tidak terjadi

pewarnaan feses oleh sterkobilin.

(d) gatal-gatal

Garam empedu berperan sebagai pruritogen. Pada saat terjadi obstruksi, garam

empedu akan ke aliran darah dan mempengaruhi saraf. Pruritogen menyebabkan

ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi.Serabut saraf C tersebut kemudian

menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di

Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut

adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi

neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di

korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang

menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.

Ny.M dibawa ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam

dan menggigil.

1. Mekanisme terjadinya demam dengan menggigil?

Page 14: Skenario b Blok 17 l10

Febris (39,0 o C)

Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke

ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi

statis potensial sebegai tempai perkembang biakan kuman infeksi dan

inflamasi pembentukan PGE2 di hipotalamus peningkatan set point

dihipotalamus febris

Penyebab kemungkinan adanya inflamasi dan infeksi

Mekanisme : adanya choledokolitiasis aliran cairan empedu menjadi terhambat dan

terjadi inflamasi pada dinding saluran empedu menjadi tempat yang potensial

untuk perkembangan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang terjadi pelepasan

IL-1 dan TNF alfa mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus demam

kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh sesuai dengan yang di set oleh

hipotalus menggigil.

2. Bagaimana hubungan keluhan yang lalu dengan keluhan yang sekarang?

Diawali dari terbentuk batu empedu. Berbagai faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,

faktor hereditas, obesitas, dan lainnya menjadi predisposisi pembentukan batu

empedu.Kemudian, batu dapat bergerak keluar dari gallblader, misalnya saat

mengkonsumsi lemak yang mengeluarkan hormon CCK agar gallbladder

berkontraksi. Jika batu besar, ia dapat menyumbat saluran empedu obstruksi.

Hal ini terlihat pada 2 bulan yang lalu Ny.M menderita nyeri perut kanan atas

yang hilang timbul dan bertambah jika makan makanan yang berlemak.Jika batu

empedu terus didorong disertai nyeri, dapat terjadi pergerakan batu ke arah distal, dan

menyebabkan obstruksi pada common bile duct koledokolitiasis. Obstruksi total

pada common bile duct menyebabkan mata & badan kuning, BAK seperti teh, BAB

seperti dempul, dan gatal-gatal.

Kemudian, batu yang mengobstruksi tersebut mencetuskan terjadinya

peradangan/inflamasi, yang terbukti dengan adanya demam ringan yang hilang timbul

kolangitis dan kolisistitis.

Selanjutnya terjadi nyeri perut kanan yang hebat, demam, menggigil bisa

jadi menandakan adanya kontaminasi/ infeksi bakteri, karena peningkatan suhu yang

sangat tinggi, dan nyeri semakin hebat.

Pemeriksaan fisik

Page 15: Skenario b Blok 17 l10

1. Interpretasi dan mekanisme abnormal

- Keadaan umum & tanda vital

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi

Keadaan umum Sakit sedang Tidak tampak

sakit

Abnormal

Kompos mentis Kompos mentis Normal

TD 110/70 mmHg

Nadi 106x/menit 60-100x/menit Takikardi

RR 24x/menit 16-24x/menit Normal

Suhu 39oC 36.5oC-37.5oC Meningkat

BB dan TB (IMT)

BB: 80 kg

TB: 158 cm

32 18.5-22.9 Obesitas tingkat

II

Febris akibat inflamasi dan infeksi system hepatobilier cholangitis (ini

merupakan komplikasi dari batu pada duktus choledochus, infeksi bakteri yang terjadi

pada obstruksi sal.bilier)

Nadi kompensasi dari demam untuk memenuhi metabolisme tubuh akibat demam

- Kepala & ektremitas

a. Kepala : skela ikterik

Interpretasi : abnormal (sklera mata berwarna kekuningan).

Mekanisme abnormal : Karena adanya akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalam

darah, ikterus paling mudah dilihat pada sklera mata karena elastin pada sklera mengikat

bilirubin. Ikterus dapat terlihat bila kadar bilirubin plasma mencapai 2,5mg% atau lebih.

Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang

disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandungpigmen

lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotenemia warna kuning terutama

tampa pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklera pada karotenemia

tidak kuning.

b. Ektemitas palmar eritema (-) akral pucat, edema perifer (-)

Interpretasi : palmar tidak eritema (normal), akral pucat (abnormal), tidak ada edema

perifer (normal)

Mekanisme abnormal : akral(ujung ekstremitas) pucat terjadi karena kurangnya suplai

oksigen ke jaringan yang disebabkan adanya kadar bilirubin bebas yang berlebihan.

Page 16: Skenario b Blok 17 l10

- Abdomen

Abdomen

Inspeksi Datar Normal

Palpasi Lemas,

Nyeri tekan kanan atas (+),

Murphy’s sign (+),

Hepar tidak teraba,

Kandung empedu sulit

dinilai

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Abnormal

Kolesistitis

Perkusi Shifting dullness (-) (-) Normal

Pada obstruksi duktus yang lanjut, nyeri kolisistitis bisa persisten untuk beberapa jam

bahkan beberapa hari. Jika proses inflamasi berlanjut dan melibatkan permukaan

serosa dari vesica felea (gallbladder), maka peritoneum parietal yang didekatnya

teriritasi. Sehingga, nyeri menjadi lebih kuat dan lebih terlokalisasi dengan jelas pada

kuadran kanan atas. Pergerakan dari gallbladder yang mengalami inflamasi melawan

peritoneum parietal selama bernafas akan dihalangi selama inspirasi yang dalam. Hal

ini ditandai dengan murphy’s sign positif pada saat pemeriksaan.

2. Cara pemeriksaan abdomen dan ekstremitas?

a. Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

- Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.

- Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan

untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak

melakukan penekananyang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.

- Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang

dikeluhkannyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

- Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta

untuk menekuk lututnya.Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan

daerahmuskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus

relaksasi, maka ituadalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus

pernapasan, itu adalahspasme sejati.

Page 17: Skenario b Blok 17 l10

- Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri

berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian

depan dindingabdomen.

- Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.Caranya

dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan

cepattangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga

organ ataumassa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba

saat memantul.

Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan

pada organoleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya. Setiap ada

perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya,tepinya,

permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di

atasnya.Sebaiknya digambarkan skematisnya.

A. Palpasi abdomen secara dangkal

• Letakkan telapak tangan dan jarijari pada abdomen

• Tekan kedalam abdomen secara dangkal dan menggunakan jari jari tangan.

• Pindahkan tangan keseluruh 4 kuadran dengan cara mengangkat tangan kemudian

meletakkannya pada daerah yang lain. Jangan menggeser atau menarik tangan pada

permukaan kulit.

b. Palpasi abdomen dengan tekanan sedang

• Lakukan pada palpasi dangkal

• Berikan penekanan abdomen kurang lebih 6 cm

• Lakukansetiap kuadran secara berurutan

• Untuk klien yang gemuk gunakan palpasi bimanual

• Identifikasi adanya nyeri atau massa.

c. Palpasi hepar

Letakkan tangan kiri dibawah thorax posterior kanan pada tulang rusuk ke 11 dan 12

(pinggang).

Angkat daerah tulang rusuk tersebut dengan tangan kiri

Letakkan tangan kanan pada abdomen (RUQ) atau dibawah batas bawah hepar

kemudian tekan kedalam dankeatas sepanjang batas lengkung tulang rusuk

Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat ekspirasi perawat meraba

tepi hepar.

Page 18: Skenario b Blok 17 l10

Normalnya hepar tidak teraba kecuali pasien yang kurus. Bila teraba maka tepi hepar

harus halus, tegas dan tidak nyeri.

d. Palpasi limfa

Pemeriksa berdiri disisi kanan

Letakkan tangan kiri dibawah lengkung rusuk sebelah kiri dan lengkung tersebut

untuk memindahkan posisi limfe ke anterior

Tekan ujung jari jari tangan kanan kedalam batas tulang rusuk kiri kearah klien

Instruksikan klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut. Biasanya limfe tidak

teraba kecuali ada pembesaran yang jelas.

e. Palpasi ginjal

Ginjal kiri jarang teraba

Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.

Letakkan tangan kiri dibawah abdomen, diantara tulang iga dan lengkung iliaka.

Tangan kanan dibagian atas.

Anjurkan klien nafas dalam dan tangan kanan menekan kebawah sementaratangan

kiri mendorong keatas

Lakukan hal yang sam untuk ginjal kanan.

PEMERIKSAAN MUPRHY’S SIGN

Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring).Ketika pemeriksa menekan/palpasi regio

subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk menarik nafas

panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa.Ketika

manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien, kemudian tampak pasien

menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini disebut “murphy’s sign positif”.

Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalami inflamasi

dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat menimbulkan reflek

“menahan” nafas karena rasa nyeri.Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan

berat beberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan inflamasi akut

kandung empedu.

Page 19: Skenario b Blok 17 l10

Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan mungkin akan

terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas) ketika kandung empedu yang

terinflamasi tersentuh jari pemeriksa. Hal ini disebut dengan istilah inspirasi terhenti

(inspiration arrest) dan dideskripsikan sebagai “shutting off” dari inspirasi (menarik nafas).

b. Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,

menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi

cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara

bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ

berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).

# Orientasi abdomen secara umum.

Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui

distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan

menghilang.

# Cairan bebas dalam rongga abdomen

Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi

timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant. Karena

cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi

perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:

o Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi

dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang

lain.

Page 20: Skenario b Blok 17 l10

Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan

tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain.

Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.

o Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).

Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur terlentang,

lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien

diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara

timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.

Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat

melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti

lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati,

limfa, pankreas, ginjal

c. Ekstremitas

Inspeksi untuk menenmukan adanya eritema/pucat (bandingkan dengan tangan si pemeriksa),

lihat adanya clubbing finger/tidak, lihat Kunya, ada luka/tidak.

Palpasi untuk merasakan temperaturnya, ditekan untuk melihat adanya edema/tidak.Apabila

edem ditekan (pitting) memerlukan waktu lama untuk kembali, maka diklasifikasikan sebagai

pitting edema, biasanya merupakan edem sistemik. Namun apa bila segera kembali (non-

pitting edema) biasanya merupakan edema akibat inflamasi, obsstruksi limfe dll.

EKSTREMITAS ATAS :

a. Inspeksi kulit dan kuku. Kuku halus, warna merah muda

b. Jarungan kulit utuh pengisian kapiler < 3 detik

c. Cembung dan sudut antar kuku- dasar sekitar 160 derajat

d. Kuku sangat tebal/tipis, warna kuku pucat/ sianosis

e. Jaringan kulit tidak utuh

f. Pengisian kapiler > 3 detik

g. Terdapat lekukan-lekukan (karena injury)

h. Kuku cenderung “spoon nail”

i. Sudut antara kuku dan dasar kuku sekitar 180 derajat lebih

Evaluasi Range or Motion (ROM)

Bergerak bebas tanpa nyeri / spasme otot / sendi bengkak / kontraktur. Bergerak terbatas bias

karena nyeri, spasme otot.

Page 21: Skenario b Blok 17 l10

a. Rentang gerak penuh dengan melawan gaya gravitasi

b. Kekuatan otot secara bilateral simetris terhadap tahanan tanaga dorongan

c. Tidak ada gerakan tubuh

d. Tidak ada kontraksi otot

e. Tidak dapat melawan gaya gravitasi

f. Refleks otot bisep. Gerakan respon singkat (tidak berlebihan/sangan lambat )

- Refleks berupa fleksi

- Tidak ada respon reflex

- Gerakan hypoaktif( minim activity) atau hiperaktif ( sangat cepat)

- Palpasi brachialis dan radial pulpasi irama teratur

g) Kekuatan denyut sama setiap denyutan

h) Denyutan terasa penuh dan mudah di palpasi

i) Frekuensi dalam batas normal (dewasa 100x/menit)

j) Irama regular

k) Kekuatan setiap denyutan tidak sama

l) Denyutan lemah

m)Frekuensi melebihi atau kurang dari batas normal

EKSTREMITAS BAWAH :

Evaluasi Range or Motion (ROM) Bergerak bebas tanpa nyeri/spasme otot/ sendi bengkak/

kontraktur. Bergerak terbatas bias karena nyeri, spasme otot

a) Kekuatan otot terhadap kontraksi otot

b) Rentang gerak penuh dengan melawan gaya gravitasi

c) Kekuatan otot secara bilateral simetris terhadap tahanan tanaga dorongan

d) Tidak ada gerakan tubuh

e) Tidak ada kontraksi otot

f) Tidak dapat melawan gaya gravitasi

Test refleks patella dan plantar gerakan respon singkat(tidak berlebihan/sangat lambat)

a) Refleks berupa ekstensi dari tungkai bawah (refleks patella)

b) Refleks berupa penekukan ibu jari kaki ke bawah (refleks plantar)

c) Tidak ada respon refleks

d) Gerakan hypoaktif( minim activity) atau hiperaktif ( sangat cepat)

e) Dada (depan dan belakang)

Page 22: Skenario b Blok 17 l10

Pemeriksaan laboratorium

1. Interpretasi dan mekanisme abnormal

- Darah rutin

Ny. M Nilai Normal Keterangan

Darah Rutin

Hb 12,4 g% 12-16 g% Normal

Ht 36% 38-48 % Rendah

Leukosit 16.800/mm3 5.000-11.000/ mm3 Tinggi, adanya infeksi dan

inflamasi

Trombosit 329.000/ mm3 150.000-350.000 mm3 Normal

LED 77 mm/jam <20 mm/jam pertama Meningkat, karena viskositas

darah yang meningkat.

- LFT

Liver Function Test

Bil Total 0,1-1,2 mg/dL 20,49 mg/dL Meningkat

Bil Direct 0,1-0,3 mg/dL 19,94 mg/dL Meningkat – sirosis, obstruksi

biliaris, hepatitis infeksius,

karsinoma pankreas, obat

(kontrasepsi oral, sulfonamid,

rifamfisin, aspirin, morfin, tiazid,

prokainamid)

Bil Indirect 0,1-1 mg/dL 0,55 mg/dL Normal (meningkat pada kondisi

peningkatan kerusakan SDM)

SGOT 8-38 U/L

8-33 U/L pada

suhu 37oC

(Satuan SI)

29 u/L Normal – enzim yg sebagian

besar terdapat pada otot jantung

dan hati.

Meningkat pada

Fosfatase Alkali 43-136U/L 864 u/L Meningkat – ALP terutama

ditemukan di tulang dan hati,

juga usus, ginjal, dan plasenta.

Meningkat pada kerusakan hati

yang berat (kanker hati, masalah

hepatoseluler)

Page 23: Skenario b Blok 17 l10

isoenzim – ALP1 Hati, ALP2

tulang

- Amilase & Lipase

Amylase: 40 unit/L Amilase: <120 unit/L normalLipase: 50 unit/L Lipase: < 190 unit/L normal

DD

Ikterus obstruktif e.c choledocolithiasis

Pankreatitis akut, disingkirkan dari hasil pemeriksaan enzim pancreas yang tidak

meningkat.

Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, ca caput pankreas, ca kandung

empedu, limfoma maligna)

Sirosis Hepatis, disingkirkan dari hasil pemeriksaan fisik dan factor resiko

P. Fisik Hepatitis Kolesistitiset

causa

KolangitisSkela ikterik (+) (+) (+)Lemas (+) (+) (+)Nyeritekan

abdomen

(+) (+) (+)Murphy’s sign (+) (+) (+)Akral pucat (+) (+) (+)

Cara penegakan diagnosis & WD

a. Anamnesa

Page 24: Skenario b Blok 17 l10

i. Pada kasus asimptomatik, setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu

mengeluh dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak

ii. Pada kasus simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium

(kuadran atas kanan) dengan tipe kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari

15 menit dan kadang hilang beberapa jam kemudian. Nyeri datang perlahan tetapi

1/3 kasus timbul tiba-tiba. Nyeri sering menjalar ke punggung tengah, scapula atau

puncak bahu, disertai juga dengan mual dan muntah.

iii. Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri kolik akan disertai dengan demam dan

menggigil jika terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna

gelap.

iv. Pruritus (gatal) ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan banyak

ditemukan di daerah tungkai daripada badan

b. Pemeriksaan Fisik

Adanya nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomic kandung

empedu.Tanda Murphy (+) apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik

nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh jari pemeriksa.

Terkadang jika kadar

c. Pemeriksaan Laboratorium

i. Ditemukan kenaikan bilirubin serum (total) akibat penekanan duktus koledokus

oleh batu

ii. Kadar fosfatese alkali serum dan juga kadar amylase serum biasanya meningkat

ketika serangan akut

iii. Peningkatan leukosit dan LED mengindikasikan adanya infeksi dan inflamasi

d. Pemeriksaan Pencitraan

i. Foto Polos Abdomen , Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat

radioopak sehingga terlihat pada foto polos abdomen.

ii. Ultasonografi (US) : Gelombangsuara ini diarahkan ke tubuh dan pantulan

gelombangnya kemudian diolah komputer yang akan menunjukkan ada atau

tidaknya batu empedu

Page 25: Skenario b Blok 17 l10

iii. Endoscopic ultrasonografi (EUS), adalah suatu metode pemeriksaan dengan

memakai instrument gatroskop dengan echoprob di ujung skop yang dapat terus

berputar. Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan

gambaran yang lebih jelas sebab echoprobenya diletakkan didekat organ yang

diperiksa.

iv. ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography), dapat digunakan

untuk mendeteksi adanya batu di dalam duktus. Batu empedu dapat terlihat pada

foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.

v. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP), merupakan teknik

pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan

radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang

karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan

terlihat sebagai intensitas rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal

tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.

studi terkini MRCP menunjukan nilai sensitivitasnya antara 91% sampai dengan

100% nilai spesifitasnya antar 92% hingga 100% dan nilai prediktif positif antara

93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu.

Nilai diagnostic MRCP yang tinggi membuat teknik ini makin sering dikerjakan

untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan

kemungkinan kecil mengandung batu.

MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ERCP. Salah satu

manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang

berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi.

Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan

modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP

dapat berfungsi sebagai sarana diagnostic dan terapi pada saat yang sama.

Page 26: Skenario b Blok 17 l10

Kesimpulan: Ny. M, 48 tahun menderita ikterik obstruksi et causa suspect cholesystisis,

cholangitis, choledocholetiasis

Etiologi

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling

penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan ole perubahan susunan empedu,

stasis empedu dan infeksi kandung empedu.Sementara itu, komponen utama dari batu

empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu

menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan

membentuk endapan di luar empedu.

Epidemiologi

Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar  10-20% orang

dewasa (± 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah  sekitar 1–3 % kasus baru dan

sekitar 1–3% nya dari penderita kandung empedu  menimbulkan komplikasi . Kira – kira

500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan

komplikasi dilakukan  kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000

kematian  per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan  pula  sekitar 2000–3000 kematian

disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu

empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum

dapat diketahui.

Faktor risiko

Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female, Fat,

Family.Artinya, batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia di atas 40 tahun,

wanita, kegemukan dan punya riwayat keluarga terkena batu empedu.

Batu empedu dapat terjadi dengan atau  tanpa faktor resiko dibawah ini.

Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:

Usia lanjut.

Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke bawah. Sekitar 30%

lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun kebanyakan tidak menimbulkan

gejala.Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia> 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

Page 27: Skenario b Blok 17 l10

dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih

dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu

empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

i. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

ii. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya

usia.

iii. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

Jenis kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan pria.Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh

terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6,

20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat

dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. Pada wanita

insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per 1000 pada pria.

Obesitas (BMI tinggi).

Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat untuk batu empedu,

terutama di kalangan wanita.  Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi

insulin, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan

sekresi kolesterol hepatik yang kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam

kandung empedu  tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat

mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung

empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.

Obat-obatan.

Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obat-

obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi

empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol

empedu.Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi

pengosongan kandung empedu.

Kehamilan.

Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar

progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang

mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung

empedu. Pada wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah dan batu empedu

bisa berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB juga diduga ikut berperan

Page 28: Skenario b Blok 17 l10

Kandung empedu statis.

Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan

terlalu lama puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan 

berat badan yang berlebihan.

Keturunan.

Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1½

sampai 2 kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang

Amerika keturunan Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian,

kelaziman batu empedu mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin

dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).Bila keluarga

inti Anda (orangtua, saudara dan anak-anak) memiliki batu empedu, Anda berpeluang

1½ kali lebih mungkin untuk mendapatkan batu empedu.

Makanan.

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko

untuk menderita kolelitiasis.Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar

kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu

dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan

berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu

dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis.Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Patofisiologi / pathogenesis

Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, yang unsur pokok utamanya adalah

kolesterol dan pigmen, dan sering mengandung campuran komponen empedu.Manifestasi

batu empedu timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus.Obstruksi

menyebabkan nyeri dan menyumbat ekskresi empedu.Nyeri viseral di perkirakan oleh

kontraksi bilier dan di sebut kolik bilier.Nyeri ini tidak seperti kolik, tetapi biasanya di

rasakan menetap, sangat sakit atau ada tekanan di epigastrium.

Patofisiologi Kolelitiasis dimulai dengan adanya gabungan material mirip batu yang

terbentuk didalam kandung empedu, pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan

fosfolipid membantu dalam menjaga stabilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi

tinggi (Supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolestrol, kalsium, birirubin), akan

Page 29: Skenario b Blok 17 l10

berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu kristal yang terbentuk

dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan Kristal tersebut bertambah ukuran,

ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu.

Manifestasi klinis

GEJALA AKUT GEJALA KRONIS

TANDA :

1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme

2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas

3. Kandung empedu membesar  dan nyeri

4. Ikterus ringan

TANDA:

1. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas

GEJALA:

1. Rasa nyeri (kolik empedu) yangmenetap

2. Mual dan muntah3. Febris (38,5°°C)

GEJALA:

1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan

2. Nausea dan muntah3. Intoleransi dengan makanan berlemak4. Flatulensi5. Eruktasi (bersendawa)

Ikterus, nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah dan panas.Pada

pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan sering teraba

kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda peritonitis, pemeriksaan laboratorium

menunjukkan adanya leukositosis dan peningkatan bilirubin.

Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.Bentuk

akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah

epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien

dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur.Nausea dan muntah

sering terjadi.Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-

tanda fisik kurang nyata.Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri

ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama.Setelah terbentuk, batu empedu dapat

berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau

dapat menimbulkan komplikasi.Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung

empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus.Obstruksi

ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent.Kadang-kadang batu dapat

Page 30: Skenario b Blok 17 l10

menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering

menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu.

Komplikasi

1. Komplikasi kole(doko)litiasis yang paling sering adalah infeksi kandung empedu

(kolesistitis) dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus.

2. Komplikasi dari inflamasi pada gallbladder atau kolesistitis mencakup empiema,

perforasi, fistula, inflamasi dari trunkus bilier (kolangitis) dan kolestasis obstruktif

atau pankreatitis dengan disusul berbagai masalah berikutnya.

Kadang-kadang, batu empedu yang besar dapat mengikis secara langsung usus halus

didekatnya dan menghasilkan obstruksi intestinal (gallstone ileus atau sindrome

bouveret).

Tata laksana

a.     Terapi Non Bedah

Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan,

sebagai berikut :

- Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)

Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio

lucent dengan diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat

dilakukan. Ursodeoxycholic acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi

kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi intestinal.Efek penghambat

sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak mengganggu

sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acid juga bekerja dengan

mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara

keseluruhan efek dari UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada

saat saturasi kolesterol terjadi.

- Litolisis dengan asam empedu peroral

Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu

empedu.Asam empedu ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan

menghambat hidroksimetil glutaril CoA (HMG-CoA) reduktase dan

meningkatkan aktivitas dari 7a-hidroksilase sehingga meningkatkan sintesis

empedu.AUDK juga menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di usus dan

memperpanjang waktu nukleasi dari empedu.

Page 31: Skenario b Blok 17 l10

Efek samping: Diare, bersifat hepatotoksik pada fetus sehingga kontra

indikasi  pada ibu hamil.

- Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan

atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk

empedu batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal

atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3

batu.

b.     Terapi bedah

Terdapat beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk terapi batu empedu,

yaitu:

- Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)

ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan

pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila vateri

disuntikan kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.

- Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simptomatik.Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi

Page 32: Skenario b Blok 17 l10

adalah cedera duktus biliaris.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

- Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut.Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien

dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah

yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan

dengan insiden komplikasi  seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat

terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

c. Nutrisi

- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori

dikurangi.

- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

- Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

Preventif & edukasi

Karena dalam kasus ini penyebab ikterusnya adalah choledokolitiasis maka tindakan

preventif nya adalah untu mengehindari terjadinya kolelitiasis

a) membatasi makanan berlemak

b) memperbanyak makanan berserat untuk mencegah pembentukan batu empedulebih

lanjut.

c) Bila kelebihan berat badan, menurunkan berat badan secara bertahap sangat penting

untuk mencegah dan meminimalkan keluhan batu empedu.

d) Tidak makan sebelum tidur. Karena Makanan kecil sebelum tidur dapat menaikkan

garamempedu dalam kandung empedu.

Membiasakan minum kopi dan makan kacang-kacangan. Selain berbagai manfaat

lainnya ada beberapa bukti bahwa kopi bisa mengurangi risiko mengembangkan batu

empedu,setidaknya pada orang berusia 40 hingga 75 tahun. Dalam sebuah studi

pengamatan yangmelacak sekitar 46.000 dokter laki-laki selama 10 tahun, mereka

yang minum dua sampai tigacangkir kopi berkafein setiap hari mengurangi risiko

pengembangan batu empedu sampai 40%.Dalam studi lain, konsumsi kacang tanah

Page 33: Skenario b Blok 17 l10

atau kacang-kacangan lainnya juga berhubungandengan risiko yang lebih rendah

untuk kolesistektomi.

Prognosis

a) Ad Vitam

Prognosis ad vitam adalah prognosis yang menyatakan apakah perjalanan

penyakitpasien akan mengakibatkan ancaman kelangsungan hidup pada pasien atau

tidak.Prognosis ad vitam dikatakan bonam jika penyakit yang diderita pasien tidak

akanmengancam kelangsungan hidup pasien. Sedangkan jika mengancam, maka

prognosisad vitamnya disebut ad malam.

b) Ad Fungsionam

Prognosis ad fungsionam adalah prognosis yang menyatakan apakah

perjalananpenyakit pasien akan mengakibatkan terganggunya fungsi organ pada

pasien atautidak. Prognosis ad fungsionam dikatakan bonam jika penyakit yang

diderita pasientidak akanmengganggu fungsi organ pasien.Sedangkan jika

mengganggu, makaprognosis ad fungionamnya disebut ad malam.

KDU

Kole(doko)lithiasis → Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Kolesistitis → Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan

awal, dan merujuk

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan

dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling

tepat bagi

penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah

kembali dari rujukan.

IV. HIPOTESIS

Ny.M, 48 tahun, mengalami kolangitis et causa koledokolithiasis.

Page 34: Skenario b Blok 17 l10

V. KERANGKA KONSEP

VI. LEARNING ISSUE :

A. SISTEM HEPATOBILIER

a. Anatomi

Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki 200 fungsi dalam

tugasnya. Namun, tiga fungsi dasarnya yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu

ke dalam ductus tractus intestinalis; (2) berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang

masuk ke darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur dan terletak di

bagian atas cavitas abdominalis di bawah diafragma.

Page 35: Skenario b Blok 17 l10

Anterior view posterior view

Hepar dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister

yang kecil oleh perlekatan ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi

menjadi lobus quadrates dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura ligamenti

teres, vena cava inferior dan fissura ligamenti venosi.

Porta hepatis, atau hilus hepatis terdapat pada facies visceralis dan terletak antara lobus

quadratus dan lobus caudatus.Pada bagian ini terdapat ductus hepaticus dexter dan

sinister, arteria hepatica, vena porta hepatis, serta serat-serat serabut saraf simpatis dan

parasimpatis.

Seluruh hepar dikelilingi

oleh capsula fibrosa, tetapi

hanya sebagian ditutupi

oleh peritoneum.Hepar

tersusun atas lobuli

hepatis.Vena centralis pada

masing-masing lobulus

bermuara ke vena

hepatica.Di dalam ruangan antar lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-

cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan cabang ductus choledocus.Darah dari

arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar menuju sinusoid dan dialirkan ke vena

centralis.

DUCTUS HEPATICUS

Ductus hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister pada

porta/hilus hepatis. Keduanya akan membentuk ductus hepaticus communis. Ductus ini

akan bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris di sisi kanannya dan

Page 36: Skenario b Blok 17 l10

membentuk ductus choledocus. Ductus choledocus berakhir di bawah dengan menembus

dinding medial pars descendens duodenum, kira-kira di pertengahan panjangnya.

Biasanya ductus choledocus bergabung dengan ductus pankreaticus dan bersama-sama

bermuara ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica

(ampulla vater).Ampulla ini bermuara ke papilla duodeni major yang dikelilingi serabut

otot sirkular yang disebut spinchter oddi.

VESICA BILIARIS

Merupakan sebuah kantong berbentuk

buah pir yang terletak pada permukaan

bawah hepar. Vesica biliaris memiliki

kemampuan untuk menampung

empedu sebanyak 30-50 ml dan

menyimpannyam serta memekatkan

empedu dengan cara mengabsorpsi air.

Vesica biliaris dibagi menjadi fundus,

corpus, dan collum

Vesica biliaris memiliki fungsi sebagai

tempat penyimpanan empedu,

memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, vesica biliaris mempunyai lipatan-

lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga tampak seperti sarang tawon. Sel-

sel toraks (kolumner) terletak pada permukaan mucosa memiliki banyak vili (dijelaskan

pada bagian histologi).

Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica

biliaris. Mekanisme: makanan berlemak masuk ke duodenum merangsang sekresi

hormone kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum hormon masuk ke darah

kontraksi vesica biliaris, relaksasi distal ductus choledocus dan ampulla masuknya

empedu yang pekat ke dalam duodenum

Ductus cysticus

Ductus ini menghubungkan collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus communis

untuk membentuk ductus choledocus. Tunica mucosa ductus cysticus menonjol untuk

membentuk plica spiralis dan melanjutkan diri dengan plica yang sama pada collum

vesica biliaris. Plica dikenal sebagai valvula spiralis dan berfungsi untuk

mempertahankan lumen secara konstan

Page 37: Skenario b Blok 17 l10

b. Fisiologi

Hepar merupakan kelenjar yang menghasilkan empedu.Empedu diproduksi sebanyak

500-1500cc/hari oleh hepar.

Komposisi getah empedu antara lain:

1. Kolesterol

2. Asam empedu dan garam empedu

a) Macam-macam asam empedu: asam kolat, asam deoksikolat, dan asam

kenodioksikolat.

b) Garam empedu: Natrium atau Kalium yang berasal dari asam-asam empedu.

3. Pigmen empedu:

a) Bilirubin (paling banyak)

b) Biliverdin

c) Mesobilirubin

d) Mesobiliverdin

e) Mesobilicyanin

Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hepar:

1. Sekresi oleh sel-sel fungsional hepar → hepatosit

o mengandung sejumlah besar asam empedu dan kolesterol

o sekresi ke dalam kanalikuli biliaris kecil

2. Kanalikuli biliaris → canalis biliferis → ductulus biliaris → ductus biliaris → ductus

hepaticus dextra dan sinistra → ductus hepaticus communis → ductus cysticus →

vesica biliaris

o penyimpanan dan pemekatan hingga lima belas kali

sekresi ion Natrium dan Bikarbonat oleh sel sekretoris ductus

hormon sekretin: merangsang sekresi ductus hepar

o pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh:

hormon kolesistokinin: kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi

N. vagus: kontraksi lemah kandung empedu

Sistem saraf enterik

 

Page 38: Skenario b Blok 17 l10

Kontraksi vesica biliaris → pengeluaran getah empedu menuju ductus cysticus → + ductus

hepaticus communis → ductus choledochus → + ductus pancreaticus → ampulla Vateri →

papilla Vateri → duodenum pars descenden.

 

Fungsi asam empedu:

1. Emulsifikasi: mempermudah emulsifikasi lemak dengan menurunkan tegangan

permukaan air.

2. Netralisasi asam: adanya ion Bikarbonat → pH empedu 7,8-8,6

3. Ekskresi: bilirubin, kolesterol, obat-obatan, toksin, dan lain-lain

4. Daya pelarut kolesterol

o Kolesterol + lesitin dalam empedu akan membentuk misel

o Absorbsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa

intestinal

o Empedu : Lesitin : Kolesterol = 80 : 15 : 5

 

Pembentukan Pigmen Empedu

B. BILIRUBIN

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin

dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%

Page 39: Skenario b Blok 17 l10

bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin

tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada

albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.Di dalam hati, hepatosit melepaskan

ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air.

Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.

Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran

empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi

urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin

terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk

azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau

bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang

terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain

sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak

langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati

(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak

dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke

dalam aliran darah.

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi

eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau

eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan

kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin

indirek.

Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin

yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen

yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai

12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak

jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang

berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.

Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan

bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau

spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.

Page 40: Skenario b Blok 17 l10

Nilai Rujukan

DEWASA :total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl

ANAK :total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

BAYI BARU LAHIR :total : 1 – 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Masalah Klinis

Bilirubin Total, Direk

PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis,

sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.

Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,

linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-

aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat),

mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin,

meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,

prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.

PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat

(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek

PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,

malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat

biliribin total, direk)

PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

- Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat

mempengaruhi kadar bilirubin.

- Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.

- Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

- Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen

empedunya akan menurun.

- Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.

Page 41: Skenario b Blok 17 l10

C. KOLANGITIS

Kolangitis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau saluran empedu yang pada

umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.

Kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu didalam kandung empedu.Batu kandung

empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu

yang terbentuk di dalam kandung empedu.

ETIOLOGI

Belum diketahui secara pasti namun factor predisposisi terpenting adalah gangguan

metabolism yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu dan

infeksi kandung empedu.

Factor lain adalah :

- Obesitas

- Multiparetas

- Pertambahan usia

- Jenis kelamin perempuan

- Ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah dan lemak empedu

(puasa)

TANDA DAN GEJALA

a.       Kolelitiasis akut

- Rasa sakit yang hebat yang timbul tiba-tiba pada abdomen bagian atas.

- Rasa sakit menyebar ke punggung dan bahu kanan.

- Banyak berkeringat

- Mual dan muntah

- Kolik bilier (penyumbatan batu dalam duktus sistikus)

b.      Kolelitiasis kronik

- Gejala mirip kolelitiasis akut tetapi berat rasa sakitnya dan tanda-tanda fisik

yang ada kurang nyata.

- Dyspepsia,

- Intoleransi lemak

- Heart burn

- Flatulen yang berlangsung lama

Page 42: Skenario b Blok 17 l10

PATOFISIOLOGI

Batu empedu merupakan endapan salah satu atau beberapa komponen empedu : kolesterol,

bilirubin, garam empedu, kalsium, dan protein. Zat-zat sukar larut.

Perubahan susunan empedu meungkin merupakan factor yang paling penting pada

pembentukan batu empedu.

Ada 2 tipe batu empedu :

a) Batu pigmen

Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu

mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu

semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolysis dan infeksi percabangan

bilier.

b) Batu kolesterol

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu

empedu, melalui peningkatan diskuamasi sel dan pembentukan mucus.Mucus

meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagai pusat

presipitasi.Akan tetapi infeksi lebih sering menjadi akibat dari pembentukan batu

empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.Hati penderita batu kolesterl

mengekresi empedu yang supersaturasi dengan kolesterol.Kolesterol yang berlebihan ini

mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum mengerti.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- Diagnostik cholelitiasis akut atau kronis sering didasarkan pada ultrasonografi yang

dapat menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu. Kolelistitis akut juga

dapat di diagnosis menggunakan koleskintigrafi.

- Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang  bersalah,

seperti makanan dengan kandungan lemak tinggi.

- Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang syok ekstrakorporel, melalui metode

yang disebut litotripsi, yang ditimbulkan dengan jenis elekrtomegnetik alat – alat pada

pasien dengan:  Kolik biliar , Batu radiolusen, Fungsi kandung empedu dengan

pengosongan normal, Sampai maksimum ketiga batu

- Pengobatan lazim kedua kesdaan ini adalah pembedahan untuk kandung empedu dan

pengankatan batu dari duktus koledukus ( koledokolitotomi ) yang diharapkan dapat

menyembuhkan sekitar 95% kasus.

Page 43: Skenario b Blok 17 l10

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan Radiografik

- USG

- Kolesistografi

- Sonogram

- ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

a. Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan

istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgetik dan antibiotik. Intervensi bedah

harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,

kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)

b. Manajemen terapi :

- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

a. Pelarutan batu empedu

Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier

butil eter/MTBE)

b. Pengangkatan non bedah

digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau

yang terjepit dalam duktus koledokus.

c. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)

Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock

Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus

koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.

(Smeltzer, 2002)

3. Penatalaksanaan bedah

Page 44: Skenario b Blok 17 l10

—  Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk

mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier

dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan

pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi

psien mengharuskannya

Tindakan operatif meliputi :

- Sfingerotomy endosokopik

- PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)

- Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop

- Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

Penatalaksanaan pra operatif :

- Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu

- Foto thoraks

- Ektrokardiogram

- Pemeriksaan faal hati

- Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)

- Terapi komponen darah

- Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen

hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah

kerusakan hati.

Komplikasi antara lain : Eviserasi luka, Pembentukan abses, Perforasi kandung empedu,

Empyema kandung empedu, Sepsis umum, atau Abses hati.

D. KOLEDOKOLITHIASIS

Kolelitiasis adalah istilah untuk terbentuknya batu empedu.Batu empedu terbentuk di

traktus biliaris, biasanya di kandung empedu.Batu empedu biasanya terbentuk secara diam-

diam dan asimtomatis selama berpuluh-puluh tahun.Migrasi batu empedu menuju duktus

sistikus dapat menghambat aliran cairan empedu saat kandung empedu berkontraksi.Hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan di dinding kantung empedu dan menimbulkan nyeri yang

khas (kolik bilier).

Page 45: Skenario b Blok 17 l10

www.aurorahealthcare.org

Koledokolitiasis adalah terbentuknya satu atau lebih batu empedu di saluran empedu,

bisa pembentukan primer di saluran empedu atau ketika batu empedu lewat dari kantung

empedu melalui duktus sistikus menuju saluran empedu.Faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan batu ini di antaranya stasis cairan empedu, baktibilia, ketidakseimbangan kimia

dan pH, peningkatan ekskresi bilirubin, dan pembentukan lumpur.Terdapat beberapa jenis

batu yakni batu kolesterol, batu pigmen, dan batu pigmen coklat (terdiri dari campuran

pigmen dan lipid bilier). Obstruksi saluran empedu oleh batu dapat menyebabkan gejala dan

komplikasi berupa nyeri, ikterus, kolangitis, pankreatitis, dan sepsis.3,4

Pasien dengan koledokolitiasis bisa saja asimtomatis. Namun, gejala yang umum terjadi

antara lain nyeri di kuadran kanan atas, bersifat kolik, hilang timbul atau menetap, dapat

disertai dengan mual muntah. Ikterus dapat terjadi ketika saluran empedu terobstruksi

sehingga bilirubin direk memasuki aliran darah.Demam merupakan tanda terjadinya

kolangitis.Tiga gejala trias Charcot yakni demam, ikterus, dan nyeri perut kuadran kanan atas

secara kuat menegakkan diagnosis kolangitis. Batu empedu juga dapat berkembang menjadi

pankreatitis, apabila obstruksi terjadi di level ampula Vater. Nyeri pankreatik terletak di

epigastrik dan midabdominal, tajam, terus-menerus, dan menjalar ke punggung.Pada

pemeriksaan fisik biasanya didapatkan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas, ikterus,

demam, hipotensi, flushing.Batu saluran empedu dapat primer atau sekunder.Primer apabila

terbentuk di saluran empedu, biasanya karena stasis bilier atau baktibilia kronik.Batu yang

terbentuk biasanya batu pigmen coklat. Batu sekunder terbentuk dari kantung empedu dan

bermigrasi ke saluran empedu, biasanya batu kolesterol dan batu pigmen hitam

Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Rasa nyeri dan kolik bilier  Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,

kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien

Page 46: Skenario b Blok 17 l10

akanmenderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat

mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang

menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan

muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian

pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier

semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan

empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian

fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago

kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada

kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat

pengembangan rongga dada.

2. Ikterus  Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan

gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum

akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran

mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada

kulit.

3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan

membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen

empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”

4. Defisiensi vitamin  Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin

A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi

vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat

mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002) 

5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Radiologi  Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur

diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat,

dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,

pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan

memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya

sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound

berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat

Page 47: Skenario b Blok 17 l10

mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami

dilatasi.

2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila

hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu

empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,

memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak

digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras

ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 

3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding

kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)  

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini

memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat

laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke

dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula

dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan

kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di

duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,

2002)

5. Pemeriksaan darah

Kenaikan serum kolesterol

Kenaikan fosfolipid

Penurunan ester kolesterol

Kenaikan protrombin serum time

Kenaikan bilirubin total, transaminase

Penurunan urobilirubin

Peningkatan sel darah putih

Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan

istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah

harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,

kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)

Page 48: Skenario b Blok 17 l10

Manajemen terapi :

Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :

monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui

selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;

melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan

batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau

kateter bilier transnasal. 

Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk

mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit

dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang

terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk

pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu

yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop

ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop

tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk

memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut

spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit

untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan

jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk

mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi,

namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan

terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.

ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini

menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan

pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud

memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.

Page 49: Skenario b Blok 17 l10

3. Penatalaksanaan bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk

mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier

dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan

pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi

psien mengharuskannya

Tindakan operatif meliputi

Sfingerotomy endosokopik

PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)

Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop

Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

Penatalaksanaan pra operatif :

1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu

2. Foto thoraks

3. Ektrokardiogram

4. Pemeriksaan faal hati

5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)

6. Terapi komponen darah

7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama

suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka

dan mencegah kerusakan hati.

E. METABOLISME LEMAK

Unsur lemak dalam makanan ( dietary lipids) yang memiliki peranan penting dalam

proses fisiologis adalah: trigliserida (TG), posfolipid (PL), dan kolesterol (Kol).

Trigliserida terusun atas asam lemak (free fatty acids, FFA) dan gliserol.

Kolesterol kebanyakan berasal dari kolesterol hewan, sedangkan kolesterol dari

tumbuhan sukar diserap usus.Kolesterol dalam makanan (hewani) terutama berasal dari

otak, kuning telur, hati, dan lemak hewan lainnya.Kolesterol makanan dalam wujud

sebagai kolesterol ester.

Asam lemak setelah diserap oleh sel mukosa usus halus dengan cara difusi, kemudian di

dalam sel mukosa asam lemak dan gliserol mengalami resintesis (bergabung lagi)

menjadi trigliserida. Kolesterol juga mengalami reesterifikasi menjadi ester kolesterol.

Trigliserida dan ester kolesterol bersatu diselubungi oleh protein menjadi kilomikron

Page 50: Skenario b Blok 17 l10

( chylomicron). Protein penyusun selubung kilomikron disebut apoprotein.Selubung

protein berfungsi mencegah antarmolekul lemak bersatu dan membentuk bulatan besar

yang dapat mengganggu sirkulasi darah. Kilomikron keluar dari sel mukosa usus secara

eksositosis (kebalikan dari pinositosis) kemudian diangkut lewat sistem limfatik ( ductus

thoracicus → cysterna chili) dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah ( vena

subclavia). Kadar kilomikron dalam plasma darah meningkat 2 - 4 jam setelah

makan.Kilomikron di dalam pembuluh darah dihidrolisis oleh enzim lipase endotel

menjadi menjadi asam lemak (FFA) dan gliserol.FFA dibebaskan dari kilomikron dan

selanjutnya disimpan dalam jaringan lemak (adipose tissue) atau jaringan

perifer.Kilomikron yang telah kehilangan asam lemak dengan demikian banyak

mengandung kolesterol dan tetap berada di dalam sirkulasi disebut chylomicron remnant

(sisa kilomikron) dan akhirnya menuju ke hati yang selanjutnya didegradasi di dalam

lisosom.Sedangkan gliserol langsung diabsorpsi ke pembuluh darah porta hepatica.

Pengangkutan asam lemak dan kolesterol dapat dibedakan menjadi 2 jalur:

1. Tahap pengangkutan asam lemak dan kolesterol dari usus ke hati dalam bentuk

kilomikron (eksogenus). Dalam sirkulasi darah, TG yang terdapat dalam kilomikron

dihidrolisis menjadi asam lemak (FFA) dan gliserol oleh enzim lipase yang

dihasilkan oleh permukaan endotel pembuluh darah. Namun demikian, tidak semua

TG dapat dihidrolisis secara sempurna. Asam lemak bebas (FFA) yang dihasilkan

kemudian dibawa ke dalam jaringan lemak ( adipose tissue) selanjutnya mengalami

reesterifikasi menjadi TG, atau FFA tetap berada di plasma berikatan dengan

albumin. Selain itu, FFA juga diambil oleh sel hati, sel otot rangka, dan sel otot

jantung. Di jaringan tersebut, FFA digunakan sebagai sumber energi, atau disimpan

dalam bentuk lemak netral (trigliserida).

2. Tahap pengangkutan asam lemak dan kolesterol dari hati ke seluruh tubuh dalam

bentuk lipoprotein (endogenus). Di hati, asam lemak diresintesis menjadi TG yang

kemudian bergabung dengan kolesterol, posfolipid, dan protein menjadi very low

density lipoprotein (VLDL). Fungsi VLDL adalah untuk mengangkut (transpor) TG

dari hati ke seluruh jaringan tubuh. Selain dalam bentuk VLDL, TG juga diedarkan

ke seluruh tubuh dalam bentuk intermedier density lipoprotein (IDL), low density

lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Pembebasan asam lemak

dari VLDL dengan cara hidrolisis oleh enzim lipase memerlukan heparin (sebagai

kofaktor). VLDL yang telah kehilangan FFA berubah menjadi IDL. IDL setelah

dihidrolisis oleh lipase akan kehilangan asam lemak kemudian berubah menjadi

Page 51: Skenario b Blok 17 l10

LDL. LDL memberikan kolesterol ke jaringan untuk sintesis membran sel dan

hormon steroid. IDL memberikan posfolipid melalui enzim lecithin cholesterol

acyltransferase (LCAT) mengambil kolesterol ester yang dibentuk dari kolesterol di

HDL.

F. LIVER FUNCTION TEST

Liver Function Test (LFT)merupakan serangkaian pemeriksaan organ hepatobilier untuk

mengetahui sejauh apa kerusakan fungsi organ akibat suatu penyakit. Beberapa pemeriksaan

dalam LFT yaitu:

1. Bilirubin

Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial dan

dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses konjugasi (secara

langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan dieksresikan ke dalam empedu.

Terdapat dua jenis bilirubin di dalam tubuh: (1) terkonjugasi atau yang bereaksi langsung

(dapat larut) dan (2) tak-terkonjugasi atau memiliki reaksi tidak langsung (ikatan protein).

Jika bilirubin total berada dalam kisaran normal, kadar bilirubin langsung dan tak

langsung tidak perlu dianalisis. Jika hanya salah satu nilai bilirubin yang dilaporkan, nilai

tersebut mewakili nilai bilirubin total.

Bilirubin langsung atau terkonjugasi sering muncul akibat ikterik obstruktif, baik

yang bersifat ekstrahepatika (akibat pembentukkan batu atau tumor) maupun

intrahepatika. Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus

sehingga akan masuk kembali dan terabsorpsi dalam aliran darah. Sel hati yang rusak

dapat menyebabkan hambatan sinusoid empedu sehingga meningkatkan kadar serum

bilirubin terkonjugasi. Pada kasus hepatitis dan sirosis terdekompensasi, baik kadar

bilirubin terkonjugasi maupun tak-terkonjugasi, dapat meningkat. Kadar bilirubin serum

(total) pada bayi baru lahir dapat mencapai 12 mg/dl; kadar yang dapat menimbulkan

kepanikan adalah >15mg/dl. Ikterik sering tampak jika kadar bilirubin serum mencapai

>3 mg/dl.

Nilai normal:

Bilirubin total Bilirubin Direct Bilirubin indirect

Anak (baru lahir) 1-12 mg/dl

(anak) 0.2-0.8 mg/dl

- 0.1-1.0 mg/dl

Dewasa 0.1-1.2 mg/dl 0.1-0.3 mg/dl 0.1-1.0 mg/dl

Masalah klinis:

Page 52: Skenario b Blok 17 l10

a. Penurunan kadar : anemia defesiensi zat besi. Pengaruh obat (barbiturate, aspirin

—penisilin, kafein dalam dosis tinggi)

b. Peningkatan kadar : Ikterik obstruktif disebabkan oleh batu atau neoplasma,

hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksius, kanker hati, penyakit Wilson.

Pengaruh obat (Antibiotik, sulfonamide, OAT, alopurinol, diuretik, mitramisin,

dekstran, diazepam, barbiturat narkotik, flurazepam, indometasin, metroteksat,

metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A,

C, K.

Faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium:

Makan malam yang mengandung tinggi lemak yang dikonsumsi sebelum

pemeriksaan.

Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin serum.

Hemolisis pada spesiemen darah memberikan temuan yang tidak akurat. Tabung

pemeriksaan tidak boleh digoncangkan.

Spesimen darah yang terpajan cahaya matahari ataupun lampu, kandungan pigmen

empedunya akan menurun.

Obat-obat tertentu dapat meningkatkan atau mengurangi kadar bilirubin.

2. Alkali Phosphatase (ALP)

Merupakan enzim penanda adanya obstruksi pada hati.Enzim ini terdapat pada sel-sel

yang cepat membelah atau secara aktif memetabolisme seperti epitel sel empedu dan hati,

ususm darah, tubulus proksimal ginjal, tulang (osteoblas), plasenta dan kelenjar

mammae.Namun, terbanyak ditemukan di dalam hati dan tulang.Enzim ini bekerja pada

pH 9 dan memiliki isoenzim diberbakai sel epitel yng telah disebutkan diatas.Untuk hati,

isoenzim-nya adalah AP-1α2.

Nilai normal: 10-32 IU/L

Meningkat tajam pada: Obstruksi ekstrahepatik (10-12x Normal), Kanker tulang (10-

25x Normal), Osteitis deforms (Penyakit Paget)

Meningkat sedikit pada: Obstruksi intrahepatik, hiperparatiroidisme, penyembuhan

setelah fraktur).

3. Gamma Gluttamyl Transverase (GGT)

Page 53: Skenario b Blok 17 l10

Merupakan enzim penanda adanya obstruksi dan terdapat di sel hepatobiliaris,

pankreas dan ginjal. Pemeriksaan enzim ini lebih sensitif daripada alkali phosphatase

untuk mendeteksi obstruksi jaundice kolangitis, kolesistisis karena meningkat lebih dini

dan menetap lebih lama. Pada penyakit skeletal nilainya normal sehingga pemeriksaan ini

dapat mematiskan apakah peningkatan alkali phosphatase berasal dari penyakit tulang

atau hati.

Nilai normal: < 65 IU/L

Peningkatan pada obstruksi intra/post-hepatik : 5-30x normal

Peningkatan pada hepatitis dan fatty liver: 2-5x normal

4. Laktat Dehidrogenase (LDH)

Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua

sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di jantung, otot rangka,

hati, ginjal, otak dan sel darah merah (SDM). LDH memiliki dua subunit yang berbeda: O

(otot) dan J (jantung). Subunit ini berkombinasi dalam bentuk yang berbeda untuk

membuat lima isoenzim:

LDH1: fraksi jantung; J, J, J, J; di jantung, SDM, ginjal, otak (beberapa)

LDH2: fraksi jantung; J, J, J, O; di jantung, SDM, ginjal, otak (beberapa)

LDH3: fraksi paru; J, J, O, O; di paru, dan jaringan lain, limpa, pankreas, adrenal,

tiroid, limfatik

LDH4: fraksi hati; J, O, O, O; di hati, otot rangka, ginjal, dan otak (sebagian)

LDH5: fraksi hati; O, O, O, O; di hati, otot rangka, ginjal (beberapa)

Seperti uji enzimatik lainnya, seperti keratin fosfokinase (CPK) dan aspartat

aminotransferase (AST), LDH, LDH1 serum digunakan untuk mendiagnosis infark

miokard akut.LDH3 berhubungan dengan penyakit paru, dan LDH5 berhubungan dengan

penyakit hati dan otot rangka. Pada hepatitis akut, kadar LDH total meningkat dan LDH5

biasanya meningkat sebelum terjadi ikterik dan menurun sebelum kadar bilirubin

menurun.

Nilai normal:

LDH total LDH1 LDH2 LDH3 LDH4 LDH5

100-190 UI/l 14-26% 27-37% 13-26% 8-16% 6-16%

Perbedaan 2-4% masih dianggap normal

Masalah klinis:

Page 54: Skenario b Blok 17 l10

Peningkatan kadar: infark miokard, kanker (paru, tulang, usus, hati, payudara, serviks,

testis, ginjal, lambung, melanoma kulit), leukemia akut, infark pulmonal akut,

mononucleosis infeksius, anemia, hepatitis akut, syok, penyakit otot rangka, pingsan

karena panas. Pengaruh obat: narkotik.

5. ALT & AST (SGPT & SGOT)

a. Aminotransferase alanin (ALT/SGPT)

ALT merupakan enzim yang utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif

dalam mendiagnosis destruksi hepatoseluler.Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah

sedikit pada otot, jantung serta otot rangka.

Kadar ALT serum dapat lebih tinggi dari kadar sekelompok transferase lainnya

(AST/SGOT), dalam kasus hepatitis akut serta kerusakan hati akibat penggunaan obat

dan zat kimia, dengan setiap serum mencapai 200-4000 U/l. ALT digunakan untuk

membedakan antara penyebab karena kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Meninjau

ikterik, kadar ALT serum biasanya meningkat sebelum tampak ikterik.

Kadar ALT/SGPT sering kali dibandingkan dengan AST/SGOT untuk tujuan

diagnostik. ALT meningkat lebih khas daripada AST pada kasus nekrosis hati dan

hepatitis akut, sedangkan AST meningkat lebih khas pada nekrosis miokardium,

sirosis, kanker hati, hepatitis kronis dan kongesti hati. Kadar AST ditemukan normal

atau meningkat sedikit pada nekrosis miokardium.Kadar ALT kembali lebih lambat

ke kisaran normal daripada AST pada kasus hati.

Nilai normal:

Dewasa 10-35 U/l

Anak 10-35 U/l

Bayi 2x dewasa

Masalah klinis:

Penurunan kadar : Latihan, konsumsi salisilat

Peningkatan kadar (tinggi): Hepatitis (virus) akut, nekrosis hati

Peningkatan kadar (sedang): sirosis, kanker hati, gagal jantung kongestif,

intoksikasi akut alkohol, pengaruh obat (antibiotic, antihipertensi, digitalis,

salisilat, kontrasepsi oral)

Faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium

Page 55: Skenario b Blok 17 l10

Hemolisis specimen darah mungkin menyebabkan hasil uji palsu

Aspirin dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan ALT serum

Obat tertentu dapat meningkatkan kadar ALT

b. Aminotransferase aspartat (AST/SGOT)

AST merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati,

sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan

pankreas.Konsentrasinya yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi

cedera seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas ke dalam sirkulasi.

Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium akut dan

kerusakan hati. Pada penyakit hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau lebih,

dan tetap demikian dalam waktu yang lama.

Nilai normal:

Dewasa: rata-rata 8-33 U/l (♀ < ♂)

Bayi baru lahir: 4 kali kadar normal

Anak: sama dengan dewasa

Lansia: > rata-rata dewasa

Masalah klinis:

Penurunan kadar: kehamilan, ketoasidosis diabetik, konsumsi salisilat

Peningkatan kadar: Infark miokard akut, hepatitis, nekrosis hati, penyakit dan

trauma muskoloskeletal, pancreatitis akut, kanker hati, angina pectoris yang

serius, olahraga berat, injeksi IM, pengaruh obat: antibiotic, vitamin, narkotik,

antihipertensi, kontrasepsi oral, INH, salisilat, teofilin

DAFTAR PUSTAKA1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Snell Edisi 6. Jakarta: EGC

Page 56: Skenario b Blok 17 l10

2. Kee, Joye LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Edisi 6. Jakarta: EGC.

3. Kumar. Et al. 2010. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Saunders Elsevier.

4. Yamada, Tadataka (ed). Et al. 2008. Principles of clinical Gastroenterology. Wiley Blackwell.

5. Ginsberg, gregory C. Et al. 2012. Clinical Gstrointestinal Endoscopy. 2nd ed. Elsevier Saunders.

6. Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 10. Jakarta: EGC7. Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit E/6 Volume 1.

Jakarta: EGC8. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik (A

Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.9. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Edisi 2,

Tangerang, 2008.10. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil

Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.11. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC,

Jakarta, 2007.12. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi

Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.

13. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: KKI(http://www.pdk3mi.org/wp-content/files/2._SKDI___Perkonsil.pdf)

14. Busro, VO. 2012. Patogenesis, Gambaran Klinis dan Tatalaksana Batu Empedu.Diakses pada 14 Mei 2013 (http://infopenyakitdalam.com/berita-151-patogenesis-gambaran-klinis-dan-tatalaksana-batu-empedu.html)

15. Widya, J. 2012. Fisiologi dan Biokimia Sistem Hepatobilier. Diakses pada 14 Mei 2013 (http://josephinewidya.wordpress.com/2012/10/12/fisiologi-dan-biokimia-sistem-hepatobilier/)

16. Gerd, A. 2000. Drug-Induced Cholestatic Liver Disease. Landes Bioscience. Diakses pada 14 Mei 2013 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6102/)Coelho, JC, et al. 1986. Effect Of Analgesic Drugs On The Electromyographic Activity Of The Gastrointestinal Tract And Sphincter Of Oddi And On Biliary Pressure. Diakses pada 14 Mei 2013 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3729583)

17. Anonim. 2000. Pentazocine Disease Interaction. Diakses pada 14 Mei 2013 (http://www.drugs.com/disease-interactions/pentazocine.html)

18. http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/labskill/PemeriksaanAbdomen.pdf19. http://www.webmd.com/menopause/guide/guide-perimenopause).20. (http://www.nih.gov/news/health/aug2010/nichd-10.htm)21. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18039017)22. (http://triyanita.blogspot.com/2010/04/pemeriksaan-asites-dan-edema.html)