sken 5 ergonomi.docx

50
Occupational Medicine Diagnosis Penyakit Akibat Kerja di Gedung Perusahaan Caroline* (kelompok C-7) NIM : 102010068 2 Oktober 2013 *Mahasiswa Semester Tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat No. Telp : (021)56942061 Pendahuluan Sebuah organisasi merupakan perpaduan yang rumit antara manusia dan sistem-sistem yang melingkupi rentang kegiatan dan fungsi yang sangat luas.Fungsi manajemen adalah menarik seluruh aspek ini secara bersamaan ke dalam suatu perpaduan yang utuh dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan. Dalam program kesehatan dan keselematan kerja, walaupun kondisi pribadi seseorang ikut berperan , terdapat sejumlah aspek yang pasti dan terdokumentasi tentang bagian yang dapat diperankan oleh pihak manajemen (manajer) untuk memastikan para pekerjanya kembali ke rumah dengan kondisi 1

Upload: anggi-aviandri

Post on 29-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jkl

TRANSCRIPT

Page 1: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Occupational Medicine

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja di Gedung

Perusahaan

Caroline* (kelompok C-7)

NIM : 102010068

2 Oktober 2013

*Mahasiswa Semester Tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat

No. Telp : (021)56942061

Pendahuluan

Sebuah organisasi merupakan perpaduan yang rumit antara manusia dan sistem-sistem yang

melingkupi rentang kegiatan dan fungsi yang sangat luas.Fungsi manajemen adalah menarik

seluruh aspek ini secara bersamaan ke dalam suatu perpaduan yang utuh dan

mengarahkannya untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan. Dalam program kesehatan

dan keselematan kerja, walaupun kondisi pribadi seseorang ikut berperan , terdapat sejumlah

aspek yang pasti dan terdokumentasi tentang bagian yang dapat diperankan oleh pihak

manajemen (manajer) untuk memastikan para pekerjanya kembali ke rumah dengan kondisi

kesehatan yang sama seperti ketika ia datang untuk mulai bekerja.1

Pada makalah ini akan mengupas mengenai teknik manajemen yang penting untuk dilakukan

dalam upaya mencapai standard kesehatan dan keselamatan kerja yang tinggi di tempat kerja.

1

Page 2: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Kasus : Seorang Laki-Laki, Tn C 28 th, datang karena sering sakit kepala dan cepat lelah.

1. Identitas Pribadi

Nama : Tn. C

Umur : 28 tahun

Alamat : Pasar Rebo

Pendidikan : S1

Status : Belum menikah

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Normal

Palpasi : Normal

Perkusi: Normal

Auskultasi : Normal

Tanda Tanda vital

Nadi : Normal

Suhu : Normal

Tekanan Darah : 110/ 70

Nafas : Normal.

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 56 kg

A. Langkah-langkah Diagnosis Okupasi

Dalam mendiagnosis suatu penyakit akibat pekerjaan, berbeda dengan mendiagnosis penyakit

pada umumnya. Perlu 7 langkah dalam mendiagnosisnya, sebagai berikut :

2

Page 3: SKEN 5 ERGONOMI.docx

1. Diagnosis Klinis

Dari kasus, kita melihat bahwa pasien mengeluh sering sakit kepala dan cepat lelah, tidak

ada riwayat alergi, dan ditemukan rekan kerja pasien mengalami hal serupa, maka

diagnosis klinis sementara adalah Sick Building Syndrome (SBS).Langkah selanjutnya

yang dilakukan adalah melakukan prosedur medis, yakni anamnesis lebih mendalam dan

pemeriksaan, baik fisik maupun penunjang.Bila perlu lakukan pemeriksaan terhadap

tempat kerja.1

Anamnesis

Anamnesis dilakukan terhadap pasien baik secara auto-anamnesis maupun allo-

anamnesis. Dari anamnesis kita akan menggali keluhan-keluhan pasien secara

subyektif. Adapun hal yang kita tanyakan dalam anamnesis meliputi :

Identitas Pribadi (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan,Alamat Pekerjaan, Status, Agama,

Ras, Pendidikan, Kerja di bagian apa, sudah berapa lama anda bekerja, sebelumnya

sudah bekerja dimana saja? Sebagai apa?

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Kita tanyakan keluhan pasien dan keluhan lainnya yang menyertai, seperti :

- Apa keluhan pasien sehingga dia datang ke dokter?

- Sejak kapan Anda mengeluh gejala-gejala seperti ini?

- Bagaimana sifat sakit kepalanya? Apakah Terus-menerus? Mendadak?

- Apakah ada keluhan mata pegal?demam? atau keluhan lainnya?

- Lelah yang seperti apa yang anda rasakan?

- Berapa jam anda biasanya menghabiskan waktu di Kantor?

- Apakah di tempat Anda bekerja ada yang mengeluh sama seperti Anda?

- Apakah terdapat demam? Bagaimana intensitas demamnya? Terus menerus

atau hilang timbul?

- Pegal-pegal yang dirasakan pasien seperti apa? Dimana lokasinya?

- Apakah sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya?

- Bagaimana nafsu makan selama ini?

- Apakah anda sudah memakai kacamata minus/plus?

2. Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah pasien pernah menderita penyakit yang membuat pasien dirawat

sebelumnya?

- Apakah pasien pernah mengalami sakit dengan gejala serupa?

3

Page 4: SKEN 5 ERGONOMI.docx

- Apakah pasien pernahkah didiagnosis diabetes, hipertensi, hepatitis, asma, dan

infeksi HIV?

3. Riwayat Penyakit Keluarga

- Apakah di keluarga ada riwayat alergi?

- Apakah dalam keluarga pasien terdapat sakit diabetes, hipertensi, asma,

hepatitis, jantung?

4. Riwayat Pekerjaan

- Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang?

- Posisi kerja pasien?

- Riwayat pekerjaannya sebelumnya?

- Alat kerja, bahankerja, proses kerja?

- Apabila di pabrik, barang apa yang diproduksi?

- Waktu bekerja dalam sehari, Kemungkinan pajanan yang dialami?

- APD yang dipakai?

- Apakah anda merasakan gejala pada saat anda aktif bekerja?

- Apakah di tempat bekerja ada yang merokok? Terutama di dakam ruangan.

- Pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama

Pemeriksaan Fisik

- Lihat: apakah pasien tampak sakit berat? Adakah anemia (pucat)? Adakah

sianosis (biru), ikterus (kuning)? Apakah pasien dehidrasi? Tampak kurang

gizi? Tanda-tanda penyakit lain (misalnya penyakit endokrin)?

- Pengamatan tanda vital: Denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, laju

pernapasan.

- Tangan: Jari tabuh, perdarahan splinter, eritema palmaris.

- Denyut nadi radialis: Kecepatan, irama, volume, sifat.

- Mulut dan lidah: Sianosis, membran mukosa kering, pigmentasi.

- Leher: Denyut nadi karotis, JVP, Struma, kelenjar getah bening.

- Dada: Jaringan parut, gerak dada, laju pernapasan, posisi trakea, ekspansi

dada, denyut apeks,Heave/thrill, auskultasi jantung, perkusi/auskultasi dada

bagian depan, periksa payudara/aksila, Duduk tegak: edema sakral, tulang

belakang, perkusi/auskultasi dada bagian belakang.

4

Page 5: SKEN 5 ERGONOMI.docx

- Abdomen: Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, periksa: hati, limpa, ginjal,

aorta, hernia, kelenjar getah bening.

Pemeriksaan khusus : Karena keluhan utama pasien adalah sakit kepala dan cepat

lelah untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat dilakukan pengukuran /

pengujian mengenai : Waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau

reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi), Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon

Wiersman,Uji KLT), Uji Fusi Kelipan, Elektro-ensefalogram.

Pemeriksaan pada faring juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada inflamasi

atau tidak. Karena pasien mengeluh tenggorokannya terasa panas.

Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Urine, Darah lengkap (Leukosit, Trombosit,

Eritrosit, Eosinofil)

Pemeriksaan Tempat Kerja

Pemeriksaan tempat kerja dapat dilakukan seorang dokter sebagai tindakan intervensi

apabila dokter tersebut adalah dokter perusahaan. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri

dari :

Penerangan

Kebisingan

Kelembapan

Getaran

Debu

Kualitas udara

2. Pajanan yang Dialami

a. Fisik :

Pencahayaan

pencahayaan pada kantor yang terlalu terang atau terlalu redup dapat

mempengaruhi keadaan pekerja, kelelahan mata pasien karena bekerja dengan

komputer terus-menerus.

5

Page 6: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Suhu

Suhu ruangan dapat panas atau terlalu dingin.Suhu udara yang tidak nyaman bagi

pekerja mempengaruhi kinerja dan kesehatan pekerja.Ruangan yang terlalu dingin

dapat menyebabkan pekerja mudah terkena flu. Atau terlalu panas dapat

menyebabkan ketidaknyamanan pada pekerja

Kelembapan

kurangnya pertukaran udara dapat mempengaruhi kesehatan pekerja. Selain itu,

daerah yang lembap adalah suatu kondisi yang baik untuk kuman-kuman

berkembang sehingga dapat menimbulkan penyakit.

Bising CPU

serupa dengan keadaan diatas, bising yang ditimbulkan CPU membuat suasana

tidak nyaman bagi pekerja, terutama yang bekerja dengan Komputer seharian.

b. Biologis

Pajanan biologis yang dialami oleh pekerja dapat diakibatkan karena bekerja langsung

dengan bahan biologi, hasil langsung dari produksi yang dilakukan pekerja, atau

tercemarnya lingkungan kerja, higiene dan pemeliharaan lingkungan kerja yang

kurang baik.

nyamuk, akibat kurangnya pemeliharaan lingkungan kerja

bakteriLegionella dalam AC kantor, kamar mandi sistem semprot, air mancur

hias.

c. Kimia

Pajanan kimia yang dialami pekerja dapat berasal dari :

Hasil/ bahan produksi tempat bekerja

Tercemarnya lingkungan kerja dengan bahan kimis, seperti : pengharum

ruangan, pengusir nyamuk, dan cairan pembersih ruangan.

Bahan-bahan pembersih alat-alat di lingkungan kerja

Asap rokok, terutama jika ada yang merokok di dalam ruangan

Debu

d. Ergonomi

6

Page 7: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Ergonomi terdiri atas unsur :

1. Anatomi

a. Antropometri (tubuh manusia)

Kesesuaian perangkat kantor yang digunakan dengan dimensi tubuh

pekerja

Jarak ruangan untuk gerak pekerja

Ketinggian tempat kerja

Desain tempat kerja (sikap duduk, berdiri)

Sikap bekerja dengan computer

b. Biomekanik (aplikasi tenaga)

2. Fisiologi

- Kecukupan istirahat dan kebugaran

- Posisi duduk

e. Psikososial

bekerja pada usia muda. Usia yang terlalu muda mempunya beban stress

tersendiri pada bekerja.

jam kerja berlebihan, tidak sesuai dengan jam kerja yang sudah ditetapkan

DepNaKerTrans, bahwa jam kerja dimulai dari jam 08.00-16.00 sudah

termasuk 1 jam untuk istirahat dan sholat.

bekerja pada daerah yang macet, sehingga beban stress kerja ditambah dengan

stress akibat macet.

Pekerjaan yang monoton, yakni di bagian administrasi, dimana sebagian besar

waktu dihabiskan di depan computer menyebabkan kejenuhan pada pekerja.

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Langkah-langkah untuk menentukan hubungan pajanan denga penyakit terdiri atas:

1. Identifikasi pajanan yang ada

- Pasien seorang pria yang bekerja di gedung perkantoran

- Jam kerja pasien 9 jam, dan 8 jam dari semuanya itu dihabiskan di dalam ruangan.

- Pasien bekerja di gedung bertingkat yang dipastikan menggunakan AC

- Pasien sudah bekerja di tempat itu cukup lama, sekitar 5 tahun.

2. Evidence based dari pajananpenyakit

7

Page 8: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Menurut Environmental Protection Agency (EPA), istilah "Sick Building Syndrome"

(SBS) digunakan untuk menggambarkan situasi di mana penghuni bangunan

mengalami kesehatan akut dan efek kenyamanan yang tampaknya terkait dengan

waktu yang dihabiskan dalam suatu bangunan, tetapi tidak ada yang spesifik penyakit

atau penyebab dapat diidentifikasi.

Secara patofisiologi belum ada literature yang menuliskan secara rinci, akan tetapi

berbagai jurnal telah menulis, sebagai berikut :

1. Wanita lebih sering mengalami SBS daripada laki-laki2

2. 30% Pekerja perkantoran dengan poor air quality (ventilasi buruk) mengalami

gejala-gejala seperti SBS3

3. Bekerja terlalu lama dengan computer dapat menyebabkan kelelahan mata dan

mengakibatkan keluhan sakit kepala.

4. Pajanan Cukup Besar?

Pajanan yang terjadi pada pasien cukup besar, hal ini dibuktikan dengan :

Waktu terpapar pajanan

Mengingat bahwa pajanan terjadi setiap hari selama 9 jam dan sudah terjadi

selama 1 tahun.

Adanya pekerja lain yang sakit seperti pasien menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pajanan di kantor terhadap pekerja, dalam kasus ini pasien A.

5. Faktor Individu

- Status kesehatan fisik

Dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat alergi, sehingga untuk pasien ini

kemungkinan keluhan berasal dari alergi dapat dipatahkan.

- Status kesehatan mental

- Hygiene perorangan

Tidak ada keterangan yang jelas mengenai status kesehatan mental dan higiene

perorangan dalam kasus.Untuk itu dalam kenyataannya diperlukan pemeriksaan lebih

lanjut mengenai kesehatan mental.Dirasa perlu karena untuk mengeliminasi

kemungkinan sakit yang dialami pasien ini disebabkan oleh karena Stress Akibat

Kerja.

8

Page 9: SKEN 5 ERGONOMI.docx

6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan

Faktor lain diluar pekerjaan antara lain:

1. Hobi : Pasien senang membaca buku dan menonton TV

2. Kebiasaan : Olahraga suka dengan teman tetapi jarang

3. Pajanan di rumah

4. Pekerjaan sambilan

Pada pasien A di kasus ini, tidak ditemukan adanya faktor lain di luar pekerjaan yang

dapat mempengaruhi penyakit pasien.

7. Diagnosis Okupasi

Dari hasil kaji dapat yang didapat dengan anamnesis pasien dan melihat evidence based

yang ada dapat dipastikan bahwa pasien ini menderita Sick Building Syndrome.

Alasan mengapa pasien ini didiagnosis menderita Sick Building Syndrome adalah

1. Pajanan yang pasien terima selama bekerja merupakan faktor yang terbutkti secara

penelitian dapat menyebabkan Sick Building Syndrome

2. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi sehingga diagnosis alergi dapat disanggah

3. Rekan kerja pasien mengalami keluhan yang serupa hal ini adalah cirri khas pada Sick

Building Syndrome.

Penyakit Akibat Kerja

Definisi

Terdapat 3 istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang timbul

karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja,

dan penyakit akibat kerja, Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan

masing-masing memiliki dasar hukum perundang-undangan yang menjadi landasannya.

Maka dari itu, yang dimaksud dengan penggunaan salah satu dari tiga istilah tersebut

dimaksudkan untuk kelompok penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau

lingkungan kerja.2

Agar penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan baik dan pencegahan

terhadap penyakit dimaksud dapat diselenggarakan dengan baik pula, sangat perlu terwujud

kesepahaman dan pemahaman secara benar mengenai pengertian penyakit akibat kerja

9

Page 10: SKEN 5 ERGONOMI.docx

tersebut. Untuk itu pengertian penyakit akibat kerja tentunya harus merujuk kepada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.2

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kecelakaan kerja adalah yang

terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena

hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari

rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar di lalui

(Pasal 1,Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Untuk

jaminan sosial tenaga kerja digunakan singkatan Jamsostek.2

Baik penyakit akibat kerja maupun penyakit yang timbul karena hubungan kerja mempunyai

pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Dengan kata lain, penyakit akibat kerja adalah istilah yang dipakai dalam peraturan yang

dibuat atas dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja,

sedangkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja merupakan istilah yang erat

kaitannya dengan kompensasi (ganti rugi) kecelakaan kerja.2

Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab

penyakit akibat kerja sebagai berikut:

Faktor Fisik, seperti suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja, radiasi sinar rontgen

atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan

kulit. Radiasi sinar infra merah dapat mengakibatkan katarak kepada lensa mata, sedangkan

sinar ultraviolet menjadi penyebab konjungtivitis fotoelektrika, suhu yang terlalu tinggi

menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang panas (heat cramps) atau hiperpireksia,

sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite. Tekanan udara tinggi

menyebabkan penyakit kaison, penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan

kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan,

Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau

kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.2

Faktor Kimiawi, antara lain, Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, diantaranya

silicosis,asbestosis, dan lainnya.Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam,

dermatosis akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.Gas, misalnya

10

Page 11: SKEN 5 ERGONOMI.docx

keracunan CO H2S dan lainnya. Larutan zat kimia yang misalnya racun serangga, racun

jamur, dan lainnya yang menimbulkan keracunan.2

Faktor Biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit

akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.2

Faktor Fisiologis/Ergonomis, yaitu antara kain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang

tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuannya menimbulkan

kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik

tubuh pekerja atau kecacatan.2

Faktor Mental-Psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan

industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit

psikosomatis.2

Faktor resiko Efek yang merugikan kesehatan dan

akibat lain

Tegangan fisiologis dan pekerjaan

fisik yang berat

Kelainan muskuloskeletal, stres mental,

nyeri punggung bawah

Faktor ergonomic Ruda paksa, stres mental, produktivitas

dan mutu kerja menurun

Faktor fisik : suara dan getaran Noise induced hearing loss, penyakit

pembuluh darah karena trauma

Faktor kimiawi Intoksikasi, fibrosis, kanker, alergi,

kerusakan sistem saraf

Faktor biologi Infeksi, alergi

Faktor psikologis Stres psikis, ketidakpuasan dalam

pekerjaan, semangat padam, muram

Aspek sosial pekerjaan Konflik, produktivitas menurun, mutu

kerja menurun, stres mental

Tabel 1. Faktor Risiko Pajanan Kerja

Sumber:Indoor.air.quality.Diunduh.dar.ihttp://www.inive.org/medias/ECA/

ECA_Report4.pdf, 2 Oktober 2013.

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

11

Page 12: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi manajemen penyakit tersebut

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Diagnosis penyakit akibat kerja juga

merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hal atas manfaat jaminan penyakit

akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku

bagi semua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu

penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat

tergantung kepada sejauh mana metodologi diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan oleh

dokter yang bersangkutan.2

Cara menegakan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhusuan apabila

dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat

kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi

diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan

dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna

memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja

yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekarang maupun

pada terjadinya paparan kepada faktor mekanis, fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis,

dan mental psikologis.2

Secara umum, disajikan menurut urutannya 5 langkah yang harus diambil guna menegakan

diagnosis suatu penyakit akibat kerja sebagai berikut;2

Anamnesis

Tentang riwayat penyakit dan riwayat riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mengetahui

kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja

menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula

timbul gejala atau tanda sakit, gejala atau tanda sakit, gejala dan terutama penting hubungan

antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja.2

Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari permulaan

sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja.Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian

pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang

pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita

waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu.Hal

ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu ke pekerjaan

12

Page 13: SKEN 5 ERGONOMI.docx

lainnya.Buatlah tabel yang secara kronolgis memuat waktu, perusahaan, tempat bekerja, jenis

pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin

menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat

sangat membantu.2

Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan

tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan

kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda

itu timbul lagi atau menjadi lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu

sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis

atau asma bronkiale akibat kerja atau lainnya.Informasi dan data hasil pemeriksaan kesehatan

sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum

sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan

khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakan diagnosis penyakit akibat kerja.

Akan lebih mudah lagi menegakan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data

kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat

menyebabkan ganguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Data tentang identifikasi,

pengukuran, evaluasi, dan upaya pengendalian tentang faktor yang dapat mempengaruhi

kesehatan tenaga kerja sangat besar manfaatnya.2

Pemeriksaan Klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu

sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Sebagai misal, pada

keracunan kronis timah hitam terdapat gejala dan tanda penyakit seperti garis timah hitam di

gusi, anemia, kolik usu, kelumpuhan saraf lengan nervus ulnaris dan atau nervus radialis.Atau

gejala dan tanda cepat terganggu emosi, hipersalivasi dan tremor pada keracunan oleh

merkuri.2

Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokan benar tidaknya penyebab penyakit

akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit

tersebut. Guna menegakan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekedar

pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus

ditunjukan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif.2

Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan

mengukur kadar faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran

kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil

13

Page 14: SKEN 5 ERGONOMI.docx

kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau

tidak untuk menyebabkan sakit. Sebagai misal, kandungan udara 0,05 % mg timah hitam per

meter kubik udara ruang kerja tidaklah menyebabkan keracunan Pb, kecuali jika terdapat

absorbs timah hitam dari sumber lain atau jam kerja perhari dan minggunya sangat jauh

melebihi batas waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya.2

Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEPT.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan

Pelaporan Penyakit Akibat Kerja, pelaporan dirinci sebagai berikut:2

1. Identitas, yang meliputi: nama penderita, nomor induk pokok, umur, jenis kelamin,

jabatan unit, lama bekerja, nama perusahaan, jenis perusahaan, dan alamat

perusahaan.

2. Anamnesis yang meliputi; Riwayat pekerjaan, keluhan yang diderita dan riwayat

penyakit.

3. Hasil pemeriksaan mental dan fisik (status present), yang meliputi; pemeriksaan

mental (kesadaran, sikap, dan tingkah laku, kontak psikis dan perhatian dan lain-lain);

pemeriksaan fisik (Tinggi badan dalam sentimeter, berat badan dalam kilogram, tensi

sistolik dan diastolic dalam mmHg, denyut nadi permenit dan kualitasnya

lemah/sedang/kuat serta regular atau irregular, suhu aksiler, kepala dan muka; rambut,

mata, strabismus, reflex pupil, kornea dan konjungtiva; hidung, mukosa, penciuman,

epistaksis, tenggorokan; tonsil;, suara ; rongga mulut, mukosa, lidah, gigi;leher,

kelenjar gondok;toraks, bentuk, pergerakan, paru, jantung, abdomen, hati, limpa;

genitalia; tulang punggung;ekstrimitas;refleks : fisiologis/ patologis; koordinasi otot;

tremor,tonus , paresis,paralisis dan lain-lain ) pemeriksaan rontgen (Paru,Jantung, dan

lain-lain); Elektrokardiogram (EKG atau ECG); pemeriksaan laboratoris;darah, urine,

tinja; pemeriksaan tambahan biologis: pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit

dalam tubuh tenaga kerja misalnya kadar dalam urin, darah dan sebagainya, dan hasil

uji fungsi organ tubuh tertentu akibat pengaruh bahan kimia tersebut misalnya uji

fungsi paru dan sebagainya; pemeriksaan patologis anatomis;serta kesimpulannya.

4. Hasil pemeriksaan lingkungan kerja dan cara kerja, yang meliputi; faktor lingkungan

kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisik, kimiawi, biologi,

psikososial) ; faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita

(peralatan kerja, proses produksi, ergonomic) waktu paparan nyata

(perhari,perminggu) dan alat pelindung diri.

14

Page 15: SKEN 5 ERGONOMI.docx

5. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yang meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum

bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan

berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus (dilakukan/ tidak dilakukan; kelainan

yang ditemukan)

6. Resume, yang meliputi faktor-faktor yang mendukung diagnosis penyakit akibat kerja

dari anamnesis; pemeriksaan medis (mental,fisik, laboratoris, monitoring biologis,

rontgen, patologis anatomis); pemeriksaan lingkungan kerja dan cara kerja tenaga

kerja dan waktu paparan nyata.

7. Kesimpulan, yaitu : penderita/ tenaga kerja yang bersangkutan menderita / tidak

menderita penyakit akibat kerja; diagnosis; diagnosis menurut jenis penyakit akibat

kerja atas dasar Keppres No 22 Th 1993 dan atau menurut klasifikasi Internasional

penyakit

Diagnosis (pembuatan, penetapan, penilaian) suatu penyakit termasuk penyakit akibat kerja

merupakan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban dokter.Secara legal, sosial dan

kultural, hanya dokter yang dapat melakukan pemeriksaan medis terhadap orang sakit,

membuat diagnosis atas temuan hasil pemeriksaanya, memberikan pengobatan dan membuat

prognosis keadaan sakit penderita.

Deteksi dini Penyakit Akibat Kerja

Seperti halnya berlaku untuk semua penyakit, penyakit akibat kerja bermula dari efek ringan

pekerjaan atau lingkungan kerja kepada tenaga kerja (efek ringan demikian merupakan

pengaruh awal dan belum dapat dinyatakan sebagai keadaan sakit), kemudian efek tersebut

bertambah sehingga terjadi penyakit dini, dan selanjutnya efek pekerjaan atau lingkungan

kerja berkembang menjadi penyakit berat atau lanjut bahkan sering kali disertai kecacatan.

Deteksi dini diartikan sebagai upaya mengetahui atau membuat diagnosis penyakit akibat

kerja pada tingkat awal atau permulaan sakit. Deteksi dini demikian sangat baik untuk

maksud pencegahan agar penyakit akibat kerja dicegah sehingga tidak berkembang menjadi

penyakit berat yang biasanya disertai kecacatan dan juga sangat baik untuk penyelenggaraan

jaminan sosial terhadap penyakit akibat kerja karena penyakit akibat kerja pada stadium dini

yang diderita oleh tenaga kerja besar sekali kemungkinan untuk dapat disembuhkan dan

sangat kecil akan terjadinya risiko kecacatan.2

Deteksi dini adalah deteksi gangguan mekanisme homoeostasis dan kompensasi pada waktu

perubahan kimiawi, morfologis, dan fungsional masih dapat pulih. Perubahan demikian

15

Page 16: SKEN 5 ERGONOMI.docx

terjadinya sebelum timbulnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja; perubahan tersebut

berbentuk; Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat diukur kadarnya dengan

analisis laboratoris, perubahan keadaan fisik dan atau fungsi tubuh yang dievaluasi dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoris dan perubahan kesehatan yang dinilai dari

riwayat medis dan data yang diperoleh dari tenaga kerja misalnya dengan penggunaan

kuestioner. Untuk mendeteksi dini penyakit akibat kerja dilakukan pemantauan kesehatan

yang dikaitkan dengan kemungkinan pengaruh pekerjaan dan lingkungan kerja kepada tenaga

kerja; pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pra penempatan dan khusus serta penggunaan

temuannya, dalam pemantauan kesehatan pengenalan risiko bahaya, pengukuran dan

evaluasi intensitas /kadar faktor bahaya, serta koreksi dan pengendalian terhadap faktor

bahaya sangat diperlukan untuk mengetahui efek dini pekerjaan dan lingkungan kerja serta

perubahan-perubahan pada tenaga kerja yang menjadi indikator pengaruh dini kepada tenaga

kerja berlainan untuk tiap penyakit akibat kerja. Sebagai contoh pengukuran aktivitas

kolinesterase digunakan bagi deteksi dini persenyawaan organofosfat, uji kapasitas ventilasi

paru seperti volume ekspirasi paksa untuk deteksi dini paparan terhadap debu kapas, rami,

pengukuran kadar timbal darah untuk efek dini, deteksi asam triklor aseta urin untuk tenaga

kerja yang terpapar trikloretilen.pemeriksaan darah bagi pengaruh bahan kimia yang

menyebabkan efek hematopsoisis, pemeriksaan laboratoris urin untuk protein, urobilinogen

guna mendeteksi dini pengaruh terhadap fungsi ginjal atau hati dan pemeriksaan odiometris

bagi efek kebisingan.2

Pencegahan dan Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seawal mungkin adalah kebijakan paling utama.

Sebagaimana pencegahan terhadap kecelakaan kerja maka bagi pencegahan penyakit akibat

kerja diperlukan peraturan perundang-undangan, standarisasi, pengawasan, penelitian,

pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pelaksanaan asuransi dan upaya ditempat kerja terutama

di perusahaan pada pelaksanaan asuransi dan upaya ditempat kerja terutama perusahaan pada

semua sektor kehidupan. Pencegahan mempunyai dua aspek yaitu administrative dan

teknis.Administratif dalam arti kebijakan khususnya aspek manajerial dan teknis yaitu

penerapan secara nyata di lapangan pada tenaga kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.

Secara teknis aktivitas pencegahan adalah pengenalan risiko bahaya pekerjaan dan

lingkungan kerja terhadap kesehatan beserta pengukuran, evaluasi, dan upaya

pengendaliannya; pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pra penempatan, berkala dan

16

Page 17: SKEN 5 ERGONOMI.docx

khusus substitusi bahan dengan yang kurang pengaruh negatifnya kepada tenaga kerja; isolasi

operasi atau proses produksi yang berbahaya dan pemakaian proteksi diri.3

Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja harus menjadi bagian integral dari sistem

manajemen perusahaan dan dimulai sejak perencanaan proses produksi. Penatalaksanaan

penyakit akibat kerja mencakup beberapa aspek yaitu pelaksanaan jaminan sosial tenaga

kerja khususnya jaminan sosial terhadap penyakit akibat kerja sebagai kecelakaan kerja;

pemenuhan kewajiban dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja; penatalaksanaan

medis terhadap penderita penyakit akibat kerja dan upaya pencegahan yang ditujukan kepada

komunitas tenaga kerja yang menghadapi risiko terkena penyakit akibat kerja.Dalam rangka

jaminan sosial, penyakit akibat kerja wajib dilaporkan tenaga kerja yang menderita penyakit

akibat kerja mempunyai hak atas jaminan sebagaimana berlaku bagi kecelakaan kerja. Tata

cara mengenai pelaporan dan pelaksanaan jaminan mengikuti ketentuan yang berlaku.

Sehubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja juga terdapat kewajiban melaporkan

penyakit akibat kerja.Banyak ketentuan kesehatan kerja yang mengatur pencegahan penyakit

akibat kerja seperti pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, nilai ambang batas zat kimia,

diudara tempat kerja, nilai ambang batas faktor fisik dll.Untuk penyakit akibat kerja tertentu

dapat obat-obat untuk terapi kausalis, tetapi pada umumnya upaya menghentikan atau

mengurangi pemaparan sangat baik efeknya. Sebagaimana bagi penyakit pada

umumnya,untuk penyakit akibat kerja pencegahan lebih baik dari pengobatan. Mengingat

bahwa pemaparan terhadap suatu faktor bahaya kesehatan terjadi pada kelompok atau

komunitas tenaga kerja, maka upaya penatalaksanaan penyakit akibat kerja pada kelompok

atau komunitas yang bersangkutan harus dilaksanakan misalnya dilakukan pemeriksaan

kesehatan khusus, pengukuran intensitas faktor bahaya, pelaksanaan tindakan pengendalian.3

Seperti untuk semua penyakit pada umumnya, maka terapi penyakit akibat kerja harus

ditujukan kepada penyebab penyakit, jadi berarti terapi kausal, dan disertai terapi

simptomatis seperlunya. Atas dasar prinsip demikian biasanya terapi berhasil dengan baik.

Namun ada segi lain yang perlu mendapat perhatian yaitu banyak penyakit akibat kerja yang

belum ada atau tidak ada terapi kausalnya, misalnya silicosis, salah satu dari jenis

pnemokonioisis, yang disebabkan oleh debu silika bebas dalam jaringan paru atau sering pula

satu-satunya pengobatan, kalau hal itu dapat dikatakan pengobatan, ialah memindahkan

penderita ke pekerjaan lain yang tidak mengandung risiko bahaya untuknya. Hal ini sering

dilakukan pada pendertita silicosis atau penyakit paru akibat kerja lainnya yang sudah ada

tanda-tanda menderita emfisema. Pada penyakit akibat kerja yang tidak ada terapi kausalnya,

17

Page 18: SKEN 5 ERGONOMI.docx

serta pada penyakit akibat kerja yang mengakibatkan cacat berat atau kerusakan ginjal yang

parah sebaiknya dipandang sebagai terapi kausal serta pada penyakit akibat kerja yang

mengakibatkan cacat berat seperti kerusakan ginjal yang parah sebaiknya-baiknya pendirian

atau sikap adalah ‘ Harus mencegahnya;. Pendekatan lain yang dapat dipandang sebagai

terapi kausal adalah mengendalikan faktor penyebab penyakit yang ada dalam pekerjaan dan

lingkungan kerja sehingga potensi bahaya dibuat menjadi sekecil mungkin.3

Ergonomi

Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari kata ergo (Yunani), yang berarti kerja.

Ergonomik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah manusia dalam kaitan

dengan pekerjaan. Atau, satu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk

menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan

kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia, sehingga tercapai satu kondisi dan

lingkungan yang sehat, aman dan nyaman, efesien dan produksi, melalui pemanfaatan

fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.4

Hubungan Ergonomi Dengan Sakit Akibat  Kerja

Ergonomik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah manusia dalam kaitan

dengan pekerjaan. Atau, satu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk

menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan

kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia, sehingga tercapai satu kondisi dan

lingkungan yang sehat, aman dan nyaman, efesien dan produksi, melalui pemanfaatan

fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.4

Keselamatan Tempat Kerja

Pada topik ini akan membahas keselamatan tempat kerja secara umum. Pembahasannya

meliputi akses masuk dan keluar, juga pergerakan di dalam tempat kerja dan diperluas hingga

mencakup fasilitas-fasilitas kenyamanan kerja.Ketentuan keselamatan didalam maupun

18

Page 19: SKEN 5 ERGONOMI.docx

disekitar tempat kerja tercantum di Workplace (Health, Safety, and Welfare) Regulations

1992 dan Approved Code of Practice no L24 yang bersesuaian dengannya yang dapat

dijadikan acuan sebagai petunjuk yang lebih rinci.Regulasi-regulasi tersebut menekankan

pemenuhan kewajiban di pundak ‘orang yang mengawasi’ (Person in control), yaitu manajer

lokal.5

Tempat kerja, peralatan tetap, dan perabotannya maupun peralatan, perangkat dan sistemnya

yang terintegrasi atau tambahan harus ; Terawat dengan baik, tetap bersih, dalam keadaan

efisien, dalam urutan kerja yang efisien, dalam kondisi baik dan sebaiknya diberi sistem

cadangan dengan pemeliharaan terencana dan pencatatan yang sesuai. Pemeliharaan meliputi,

Inspeksi, penyetelan, pelumasan, pembersihan, seluruh peralatan, bangunan, lampu-lampu,

escalator, dan sebagainya.5

Atmosfer tempat kerja: Kondisi sekelilingnya harus terpelihara dengan cara, membuka

jendela, memasang kipas angin di dinding atau langit-langit, memasang penyejuk udara untuk

memberikan udara segar atau udara yang tersirkulasi. Didalam ruangan tertutup atau lembab,

pekerja diperbolehkan beristirahat sejenak di area terbuka. Jika ventilasi diperlukan untuk

melindungi para pekerja,, sistemnya harus; dipasangi alarm pendeteksi kegagalan. Mampu

memasok udara bersih lebih dari 5-8 liter/detik/pekerja, dirawat , dibersihkan dan kinerjanya

diperiksa secara berkala, tidak menyumbat aliran udara. Temperatur tempat kerja selama jam

kerja, untuk pekerja normal : 160C (60,8 F), untuk pekerja berat : 13Oc. (55,4 oF). Temperatur

tersebut adalah temperature minimum. Temperature sebenarnya mungkin lebih tinggi untuk

menjamin kenyamanan area kerja, misalnya ruang perkantoran mungkin membutuhkan

temperature 20 o C ( 68o F) atau lebih. Dalam area kerja bertemperatur tinggi seperti rumah

ketel uap, lantai perapian, dan sebagainya, sediakan pengaturan pendinginan khusus.Dalam

area kerja bertemperatur rendah seperti refrigerator, ruang penyimpanan daging dan

sebagainya, sediakan pakaian hangat pada musim dingin, sediakan fasilitas ruang

penghangat.Tidak disebutkan temperature maksimum hanya saja harus memberikan

kenyamanan.Temperatur tinggi yang berasal dari sinar matahari dapat mensyaratkan

penggunaan tirai atau peneduh jendela. Pemanas atau pendingin tidak boleh menghembuskan

uap yang membahayakan atau mencelakakan ke dalam tempat kerja, sejumlah thermometer

yang secukupnya dipasang di tempat kerja.5

Pencahayaan

19

Page 20: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Harus memadai dan mencukupi, jika memungkinkan manfaatkanlah cahaya alami. Lampu

darurat harus disediakan untuk berjaga-jaga seandainya lampu utama mengalami kegagalan

dan menimbulkan bahaya.Perhatian khusus harus diberikan terhadap pencahayaan, Didalam

ruangan yang memiliki display screen terminal, dijalan raya, dan jalan setapak, pada tapak /

lokasi konstruksi (menghadapi cahaya yang menyilaukan) di area dengan bayangan kuat.5

Perawatan (Housekeeping)

Tempat kerja, perabotan, dan fitting harus tetep besih, dinding, lantai dan langit-langit harus

tetap bersih, memeriksa penumpukan debu diatas permukaan datar terutama pada struktur

gedung, balok girder penopang atap, dan sebagainya. Dinding yang dicat harus dibersihkan

dan dicat ulang secara berkala (misalnya masing-masing 12 bulan dan 7 tahun) atau setelah

dilakukannya perombakan pabrik atau gedung. Lantai harus selalu bersih dengan cara

menyapu dan mengepelnya secara berkala (paling tidak seminggu sekali), sampah jangan

sampai menumpuk karena dapat menimbulkan resiko kesehatan dan kebakaran, sampah dan

limbah harus diletakan di tempatnya, misalnya, minyak atau limbah yang terkontaminasi zat

pelarut harus diletakan dalam wadah tahan api seperti tempat sampah berbahan logam.

Tumpahan harus dibersihkan menggunakan material yang dapat menyerap dengan baik.5

Ruang

Untuk ruang kerja yang digunakan pertama kali atau di rombak setelah 1 Januari 1993, ruang

per pekerja tidak boleh kurang dari 11 m2 (388 kaki), ruang yang melebihi 3 m ( 9 kaki 10

inci) tidak perlu dipertimbangkan.Untuk ruangan yang digunakan sebelum 1 Januari 1993

dan tidak dirombak, ruang per pekerja tidak boleh kurang dari 400 kaki, ruang yang melebihi

14 kaki tidak perlu dipertimbangkan. Ruang yang ditempati perabotan, lemari, cabinet, dan

sebagainya mungkin perlu dideduksi dari ruangan yang tersedia, di tempat kerja yang

berlangit-langit rendah, tanda peringatan harus dipasang dan setiap balok yang rendah harus

ditandai dengan jelas.5

Workstation

Harus nyaman untuk siapa pun yang bekerja disana, terlindung dari pengaruh cuaca jika

mungkin, memiliki pintu keluar darurat yang di tandai dengan jelas, rute pintu keluar darurat

20

Page 21: SKEN 5 ERGONOMI.docx

harus jelas, lantai haru tetap bersih dan tidak licin, bahaya sandungan harus disingkirkan, jika

platform kerja berada diatas permukaan lantai ( 6 kaki 6 inci), platform tersebut harus

dipasangi pegangan tangan dengan rel pelindung tengah dan pijakan kaki, bekerja pada posisi

kaku dan janggal sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama, benda-benda dan material kerja

harus mudah di raih dari posisi kerja.5

Tempat duduk

Dimanapun pekerjaan dilakukan, tempat duduk harus tersedia.Tempat duduk harus sesuai

untuk jenis pekerjaannya dan memiliki sandaran pungung dan penumpu kaki. Jenis- jenis

tempat duduk yang umum : Di bengkel mesin, berupa bangku, di alur produksi, bangku atau

kursi yang sesuai,untuk pekerjaan didepan layar, kursi dengan penyetel ketinggian

(adjustable height), penumpu kaki mungkin dibutuhkan , harus dalam kondisi baik dan setiap

kerusakan harus diperbaiki atau diganti.5

Lantai

Harus sesuai dengan fungsinya, misalnya untuk jalur pejalan kaki, jalur lalu lintas , pabrik

pendukung, dan jalur pengangkutan material, dan sebagainya. Tidak diberi beban berlebih,

rata dan mulus, tidak berlubang, bergelombang, atau rusak yang mungkin menyebabkan

bahaya sandungan, bebas hambatan dan barang-barang diletakan ditempat yang ditentukan,

tidak boleh licin, memiliki sarana drainase yang memadai jika ada kemungkinan terkena air,

memiliki pemisah antara jalur-jalur lalu lintas dan pejalan kaki, memiliki penghalang di

sekitar lubang atau tempat yang terbuka.5

Pengertian Stres Kerja

Baron &Greenberg :mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis

yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa

mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif

yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau

peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.Berbeda dengan pakar di atas,

Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan

21

Page 22: SKEN 5 ERGONOMI.docx

kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya.Robbins

memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada

kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak

dapat dipastikan.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah

dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan

karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.6

Kelelahan

Kata Lelah (Fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yan berbeda, tetapi

semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahan tubuh untuk

bekerja.Terdapat dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan

otot ditandai antara lain oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum

ditunjukan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja yang penyebabnya adalah keadaan

persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah

monotoninya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan

dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari

estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik

batin serta kondisi sakit yang di derita oleh tenaga kerja. Pengaruh dari keadaan yang menjadi

sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan

lelah.Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak

mampu lagi bekerja sehinga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan fisiologis yang

mengakibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik menghentikan kegiatannya oleh karena merasa

lelah bahkan yang bersangkutan tertidur oleh karena kelelahan.Kelelahan mudah dicegah atau

ditiadakan dengan berhenti bekerja dan beristirahat. Jika tenaga kerja telah mulai merasa

lelah dan tetap ia dipaksa untuk terus bekerja, kelelahan akan semakin bertambah dan kondisi

lelah demikian sangat menganggu kelancaran pekerjaan dan juga berefek buruk kepada

tenaga kerja yang bersangkutan. Kelelahan sama halnya dengan lapar ataupun haus yaitu

salah satu dari pilar-pilar penting mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya

kehidupan. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti bekerja yang

bervariasi dari istirahat sewaktu-waktu dalam waktu sangat pendek sebentar saja sampai

dengan tidur malam hari ataupun cuti dari pekerjaan.6

Suatu daftar gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah :

22

Page 23: SKEN 5 ERGONOMI.docx

a. Perasaan berat di kepala

b. Menjadi lelah seluruh badan

c. Kaki merasa berat

d. Menguap

e. Merasa kacau pikiran

f. Mengantuk

g. Merasa berat pada mata

h. Kaku dan canggung dalam gerakan

i. Tidak seimbang dalam berdiri

j. Mau berbaring

k. Merasa susah berpikir

l. Lelah berbicara

m. Gugup

n. Tidak dapat berkonsentrasi

o. Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu

p. Cenderung untuk lupa.

q. Kurang kepercayaan diri

r. Cemas terhadap sesuatu

s. Tidak dapat mengontrol sikap

t. Sakit kepala

23

Page 24: SKEN 5 ERGONOMI.docx

u. Suara serak

v. Kekakuan di bahu

w. Merasa pening

x. Spasme kelopak mata

y. Merasa kurang sehat

z. Merasa nyeri dipunggung

Working Diagnosis – Sick Building Syndrome (SBS)

Sick building syndrome adalah suatu kombinasi dari berbagai gejala yang diasosiasikan

dengan suatu tempat bekerja seorang individu. Tahun 1984, WHO melaporkan bahwa ada

lebih dari 30% baik baru maupun bangunan remodeling terkait dengan gejala pada SBS.

Sebagian besar dari SBS dikaitkan dengan buruknya kualitas udara indoor/ poor indoor air

quality (poor IAQ).7

Sick Building Syndrome, istilah ini pertaman kali dipublikasikan sekitar tahu 1970an dan

digunakan untuk mendeskripsikan situasi dimana seorang pekerja di suatu gedung

perkantoran mengalami keadaan medis akut. Hal ini menjangkiti pekerja yang menghabiskan

hampir seluruh waktu kerjanya di dalam ruangan.7

Penggunaan istilah Sick Building Syndrome apabila terdapat petunjuk-petunjuk utama bahwa

gedung sebagai penyebabnya, antara lain :

- adanya gejala-gejala ketika bekerja atau tinggal di dalam gedung,

- kejelasan berkurangnya gejala-gejala ketika meninggalkan gedung atau bekerja di

tempat lain untuk sementara.

- munculnya gejala-gejala ketika kembali ke gedung

- serta adanya gejala-gejala yang dialami oleh banyak orang.4

Berdasarkan hasil pemeriksaan NIOSH (The National lnstitutefor Occupational Safety and

Health), suatu badan untuk kesehatan dan keselamatan di Amerika Serikat menunjukkan

enam sumber utama pencamaran udara di dalam suatu gedung yaitu:

24

Page 25: SKEN 5 ERGONOMI.docx

1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung (17%) Pencemaran akibat mesin foto kopi,

asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan dan lain-lain.

2. Pencemaran dari luar gedung (11 %) Masuknya gas buang kendaraan bermotor yang

lalu lalang, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, yang

kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan pemasukan udara yang tidak tepat.

3. Pencemaran akibat bahan bangunan (3%) Formaldehid, lem, asbes, fiber glass dan

bahan-bahan lain yang merupakan komponen bangunan pembentuk gedung tersebut.

4. Pencemaran mikroba (5%) Bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang

dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin (AC) beserta seluruh lokasi

lubang sistemnya.

5. Gangguan ventilasi (52%) Kurangnya udara segar yang masuk, buruknya distribusi

udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara teryata punya peranan besar

dalam menentukan sehat tidaknya lingkungan udara di dalam suatu gedung.

6. Tak diketahui (12%).

Epidemiologi

Insidens dari SBS tidak diketahui, akan tetapi menurut laporan ditemukan bahwa SBS

adalah kondisi yang paling sering ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan

gedung (building associated illness). Gejala-gejala yang pekerja hubungkan dengan

gedung adalah sangat umum.7

Sebagai contoh, studi kuisioner dari 4 gedung tanpa masalah di Washington menunjukkan

bahwa 55% dari 646 responden melaporkan gejala akut pernapasan atas yang

berhubungan dengan tempat kerja yakni gedung perkantoran. Gejala yang dilaporkan

adalah mata kering, pilek, tenggorokkan kering. 48% melaporkan gejala SSP sperti sakit

kepala, kelelahan yang tidak biasa, dan kelelahan mental.7

Gejala Klinis7

1. Manifestasi nasal, iritasi pada mukosa hidung, rhinorrhoea dan obstruksi pada hidung,

sering disebut sebagai “nasal stuffiness”.

2. Manifestasi ocular, iritasi pada mata, mata kering dan perih.

3. Manifestasi oropharyngeal, iritasi dan kering pada tenggorokkan.

4. Manifestasi cutaneous, iritasi pada kulit, kadang ditemukan rash pada kulit.

25

Page 26: SKEN 5 ERGONOMI.docx

5. Manifestasi SSP, seperti sakit kepala, dizziness, mual, dan kadang ditemukan fatigue

yang abnormal.

6. Gejala lainnya seperti reaksi hipersensitivitas nonspesifik, sensasi bau dan rasa yang

nonspesifik.

Faktor Risiko

Kategori Faktor

Faktor bangunan/ gedung - Kontaminan :

1. Volatile organic compounds

2. Environmental Tobacco Smoke (ETS)

3. Formaldehyde

4. Odors

5. Debu organic

6. Debu inorganic

7. Agent microbial

8. Gas-gas seperti CO, CO2, NO2, O3, SO2

9. Kontaminan lainnya

- Ventilasi udara bersih yang tidak adekuat

- Sistim ventilasi sentral tanpa oparable-window

- Kenaikan atau penurunan kelembapan

- Suhu tinggi

- Karpet

- Bising

- pencahayaan

Factor Host atopi

pemakaian kontaks lens

perempuan

keadaan psikologi

Faktor Pekerjaan - stress kerja

- kurangnya control pada pekerjaan/ lingkungan

26

Page 27: SKEN 5 ERGONOMI.docx

- ketidakpuasan terhadap supervisor

- jam kerja berlebih

Table 2.Faktor yang berkontribusi terhadap Sick Building Syndrome.

Sumber :Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4thed.

New York : The McGraw Hill companies; 2007.

Gambar 1. Berbagai sumber polutan indoor.8

Sumber:Indoor.air.quality..Diunduh.dari.http://www.inive.org/medias/ECA/

ECA_Report4.pdf, 2 Oktober 2013.

1. Meskipun penyebab spesifiknya masih belum diketahui, berikut adalah hal-hal yang

dianggap dapat menyebabkan Sick Building Syndrome, biasanya berhubungan dengan

ketidaksesuaian temperatur, kelembaban, serta pencahayaan dalam suatu bangunan.8

2. Kontaminasi polutan kimia dari luar:

Udara dari luar yang masuk ke dalam gedung dapat menjadi salah satu sumber polusi

dalam suatu gedung. Polusi dari asap pembuangan sepeda motor, pipa udara, dan

saluran pembuangan dalam gedung (kamar mandi dan dapur) dapat berpengaruh pada

kondisi kesehatan udara dalam bangunan yang memiliki sistem ventilasi udara yang

buruk.8

3. Kontaminasi polutan kimia dari dalam:

Sebagian besar polutan berbahaya yang terdapat dalam suatu bangunan memang

berasal dari dalam bangunan itu sendiri, di antaranya dari material pelapis bangunan,

27

Page 28: SKEN 5 ERGONOMI.docx

karpet yang berdebu, mesin fotokopi, furnitur maupun alat pembersih yang

mengandung bahan kimia berbahaya yang termasuk Volatile Organic Compound 

(VOC), misalnya formaldehyde. Selain itu, asap rokok, kompor, maupun alat

pemanas lainnya juga dapat menjadi sumber polutan kimia yang berbahaya dari

tubuh. Berdasarkan penelitian, jenis-jenis polutan tersebut dalam konsentrasi yang

tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan akut, selain itu juga mengandung

karsinogen yang merupakan penyebab kanker.9

4. Kontaminasi polutan biologis:

Polutan biologis termasuk di dalamnya adalah serbuk sari, bakteri, virus, serta

lumut.Polutan-polutan ini dapat hidup dan berkembang dalam air menggenang dan

ruangan yang lembab. Apabila terkontaminasi, dapat menyebabkan demam, badan

menggigil, batuk, sesak napas, pegal-pegal, ataupun reaksi alergi.9

5. Sistem tata udara yang kurang baik:

Pada tahun 1970-an, embargo minyak dunia menmbuat para arsitek mulai membuat

bangunan yang lebih kedap dari udara luar, dengan ventilasi ke luar bangunan yang

lebih sedikit. Hal ini antara lain untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi.

Pengurangan ventilasi udara ke luar ini diketahui, dalam banyak kasus, berpengaruh

besar terhadap penurunan kondisi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan

tersebut. 9

Differential Diagnosis

1. Legionnaire’s Disease

Penyakit Legionnaire adalah jenis pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.Biasanya

mendapatkannya dengan bernapas dalam kabut dari air yang mengandung bakteri.Kabut

dapat berasal dari kolam air panas, mandi atau AC unit untuk bangunan besar. Bakteri

tidak menyebar dari orang ke orang.10

Penyakit ini termasuk kedalam suatu Building Related Illness, BRI, adalah suatu penyakit

yang pada pekerja, akan tetapi tidak sama dengan SBS. Pada BRI berbeda dengan SBS,

hal ini terlihat pada penyebab BRI itu sendiri.Etiologi SBS tidak diketahui, hanya factor

risikonya saja, sedangkan etiologi BRI sudah teridentifikasi, salah satunya adalah bakteri

28

Page 29: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Legionella pneumophila.Pada BRI didapatkan gejala yang lebih berat. Berikut adalah

indicator penyakit BRI :

Penghuni bangunan mengeluhkan gejala seperti batuk, sesak dada, demam,

menggigil, dan nyeri otot

Gejala klinis dapat didefinisikan dan memiliki penyebab yang jelas diidentifikasi.

Pengadu mungkin memerlukan waktu pemulihan yang lama setelah meninggalkan

gedung.

Gejala penyakit Legionnaire termasuk demam, menggigil, batuk dan nyeri otot dan sakit

kepala kadang-kadang. Jenis lain dari pneumonia memiliki gejala yang sama. Anda

mungkin akan memerlukan x-ray dada untuk mendiagnosis pneumonia. Tes laboratorium

dapat mendeteksi bakteri tertentu yang menyebabkan penyakit legionnaire.

Faktor risiko:

Lebih tua dari 65

merokok

Memiliki penyakit paru-paru

Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah

2. ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasidari

istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi

pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk

pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang

balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. 10

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana

pengertiannya sebagai berikut :

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

29

Page 30: SKEN 5 ERGONOMI.docx

2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3. Infeksi Akut adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari.batas 14 hari diambil

untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat

digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan

bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran

pernafasan.dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran

pernafasan (respiratory tract).10

Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti

batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan denganantibiotik, namun demikian anak

akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat

mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit

ISPA dalam 2 golongan yaitu :

ISPA non- Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek

Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas,

peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia,

udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan.

Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung,

sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia

mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju

faring.10

Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan

pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak

dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi

lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan

rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan

menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak

dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi

saluran pernafasan.10

30

Page 31: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Pencegahan

1. Memperbaiki sistem tata udara dan AC dalam gedung dapat menjadi salah satu cara

mengurangi polutan yang terdapat dalam gedung. Seminimalnya, mesin penghangat

ruangan, sistem ventilasi, dan sistem pendingin ruangan (AC) harus dirancang untuk

memenuhi syarat minimum dari sistem tata udara yang baik dalam suatu gedung. Pastikan

bahwa sistem tata udara telah beroperasi dan dipelihara dengan memperhatikan ventilasi

dan pertukaran udara yang baik. Jika diketahui adanya sumber polutan berbahaya yang

dikeluarkan oleh AC, harus ada saluran pembuangannya yang langsung mengarah ke luar

bangunan. Cara ini biasanya dilakukan untuk membasmi polutan yang banyak terdapat

pada area tertentu dalam bangunan, seperti toilet, ruang fotokopi, serta ruang khusus

merokok.11

2. Memindahkan ataupun memperbaiki sumber polutan dalam gedung adalah salah satu cara

paling efektif dalam membasmi polutan-polutan berbahaya dalam gedung. Cara ini

termasuk dengan pemeliharaan rutin terhadap system pendingin ruangan, membersihkan

tempat-tempat yang menjadi tempat menggenangnya air, pelarangan merokok dalam

gedung ataupun menyediakan tempat khusus merokok dengan ventilasi yang langsung

mengarah ke luar bangunan, dan lain-lain.11

3. Memasang penyaring udara. Hal ini sebenarnya tidak lantas membuat udara menjadi

bersih dan bebas polutan, namun cukup efektif dalam mengurangi jumlah polutan yang

masuk ke dalam gedung.11

4. Bila menghabiskan waktu cukup banyak di ruangan ber-AC khususnya ruangan

perkantoran, cobalah untuk melakukan beberapa hal di bawah ini:

- Istirahatkan AC

- Lakukan perawatan lingkungan kerja dengan baik. Dokumen lama disimpan dengan

rapi di tempat tertutup sehingga tidak menjadi tempat timbunan debu.

- Sesekali hentikan AC, jangan menyalakan AC terus menerus. Saat AC sedang dalam

keadaan mati, bukalah jendela agar matahari dapat menembus ruangan. Sinar

matahari dapat mematikan bakteri yang ada di udara.

- Kurangi menyemprot pewangi ruangan yang mengandung bahan-bahan kimia.

- Tempatkan tanaman hias dalam ruangan kerja. Bonsai dan jenis tanaman palem

misalnya. Selain memperindah pemandangan, tanaman tersebut dapat berfungsi untuk

menguraikan udara tercemar dalam ruangan

31

Page 32: SKEN 5 ERGONOMI.docx

Kesimpulan

Penyakit akibat kerja ini dapat timbul karena beberapa faktor, yaitu faktor fisik, mekanis,

kimiawi, biologis, atau psikososial di tempat kerja.Faktor tersebut dalam lingkungan kerja

merupakan faktor yang pokok dan dapat menentukan terjadinya penyakit akibat

kerja.Penyakit akibat kerja timbul khususnya di antara para pekerja yang terpajan bahaya

tertentu.Namun pada beberapa keadaan, penyakit akibat kerja ini dapat timbul di kalangan

masyarakat umum akibat kontaminasi lingkungan tempat kerja.

Pada kesimpulan pada kasus tersebut, maka Tn. C mengalami kelelahan akibat dari

melakukan pekerjaan, dan terdapat juga pajanan kimia dan fisik yang menyebabkan dirinya

mengalami beberapa gejala yang menganggu kesehatan.Mendiagnosis suatu SBS harus

didasari penemuan gejala-gejala seperti pada pembahasan, dan tidak ditemukannya penyebab

yang spesifik seperti bakteri atau pun virus, terlebih jika didapatkan pasien tidak memiliki

riawayat alergi dan beberapa rekan kerja dari ruangan yang sama mengeluh hal yang sama.

Diagnosis Sick Building Syndrome secara tepat dirasa penting dilakukan, bukan hanya karena

memikirkan si pekerja itu sendiri, tapi juga perusahaan itu sendiri. Karena SBS

mempengaruhi produktivitas dan absen, dan kedua hal tersebut merupakan hal penting dalam

perusahaan

Daftar Pustaka

1. Ridley J. Kesehatan dan keselamatan kerja. PT.Gelora Aksara

Pratama.2008.p.1515.

2. Suma’mun P.K. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes).Sagung

Seto:Jakarta.2009.p.81-8.

3. Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4thed. New

York : The McGraw Hill companies; 2007.p.719-24.

4. Levy BS, Wegman DH, Baro SL, Sokas RK. Ocuupational and environmental

health. 5th ed. Philadelphia : Lippincot williams and wilkins; 2006.p.415-17.

5. Heimlich JE. Environment health centre. Sick building syndrome. 2009. Diunduh

dari http://www.nsc/ehc/indoor/sbs/htm, 3 Oktober 2013.

32

Page 33: SKEN 5 ERGONOMI.docx

6. Aditama TY. Andani SL. Sick building syndrome. Med J Indones 2002; 11: 124-

131.

7. Babatsikou FP. Health Science Journal. The sick building syndrome. 2001.

Diunduh dari http://www.hsj.gr/volume5/issue2/520.pdf, 4 Oktober 2013.

8. Indoor air quality. Diunduh dari

http://www.inive.org/medias/ECA/ECA_Report4.pdf, 2 Oktober 2013.

9. Environmental analytics. Diunduh dari

http://www.environmentalanalytics.net/iaq.php, 2 Oktober 2013.

10. Joshi SM. The sick building syndrome. Indian J Occup Environ Med 2008; 12(2):

61–64.

11. WHO. Legionella and Th Prevention of Legionellosis. India. 2007. Diunduh dari

http://www.who.int/water_sanitation_health/emerging/legionella.pdf, 4 Oktober

2013.

33