sken 5 yola

35
Penanganan Pasien Kanker Kolon Stadium Terminal dengan Terapi Minimal Yolanda Yesica – 10 2009 104 – C3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna no. 6 Jakarta 11510 Email : [email protected] BAB 1 Pendahuluan Ilmu Kedokteran Forensik juga dikenal dengan nama Legal Medicine adalah salah satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta ketertaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan 1

Upload: yolayesica

Post on 25-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sken 5 Yola

Penanganan Pasien Kanker Kolon Stadium Terminal dengan Terapi Minimal

Yolanda Yesica – 10 2009 104 – C3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna no. 6

Jakarta 11510

Email : [email protected]

BAB 1

Pendahuluan

Ilmu Kedokteran Forensik juga dikenal dengan nama Legal Medicine adalah salah satu

cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran

untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.

Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan

nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di

tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan

berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta ketertaitan antara

tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat

korban, baik yang masih hidup maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan

seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang

menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini

akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam Ilmu

Kedokteran Forensik.

Skenario : Seorang pasien berumur 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon

yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar, berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami

benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga

1

Page 2: Sken 5 Yola

memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan

peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya

hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu, ia meminta kepada dokter

apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika,

tanpa peralatan ICU, dan lain-lain), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun, ia

tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.

2

Page 3: Sken 5 Yola

BAB 2

Isi

ASPEK HUKUM

Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/per/IX/1989 tentang persetujuan Tindakan

Medik .1

Pasal 1. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan

dilakukan terhadap pasien tersebut.

b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien beruapa

diagnostik atau terapeutik.

c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi

keutuhan jaringan tubuh.

d. Doker adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi / dokter gigi spesialis

yang bekerja di rumah sakit, Puskesmas, klinik atau praktek perorangan/ bersama.

Pasal 2. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

(2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

(3) Persetujuan sebagaimana ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang

adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat

ditimbulkan.

(4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan denga tingkat pendidikan serta

kondisi dan situasi pasien.

Pasal 3. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan

tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(2) Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak

diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan.

3

Page 4: Sken 5 Yola

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat

memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh

seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.2

Pasal 4 Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta

maupun tidak diminta.

(2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila dokter

menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau

pasien menolak diberikan informasi.2

(3) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat(2) dokter dengan persetujuan pasien dapat

memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh

seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.

Pasal 5 Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik

yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.

(2) Informasi diberikan secara lisan.

(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa

hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.

(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuamn pasien

dapat memberikan informasi tersebut kepada kerlaurga terdekat pasien.

Pasal 6 Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus

diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.

(2) Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1),

informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter

yang bertanggung jawab.

(3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tndakan yang tidakinvasif

lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan pengetahuan

atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

4

Page 5: Sken 5 Yola

Pasal 7. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.

(2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk

menyelamatkan jiwa pasien.

(3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan , dokter harus

memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.

Pasal 8. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yag berada dalam keadaan sadar dan sehat

mental.

(2) Pasien dewasa dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur

21tahun atau telah menikah.

Pasal 9. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampunan (cura tele) persetujuan

diberikan oleh wali/curator.

(2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh

orang tua/wali/curator.

Pasal 10. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

Bagi pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua/ wali berhalangan,

persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat atau induk semang (guardian).

Pasal 11. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara

medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlkan tindakan medik segera

untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.

Pasal 12. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

(1)dokterbertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan medik.

Pemberian persetujuan tindakan medik yang dilakukan di rumah sakit/klinik, maka rumah

sakit/klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.

5

Page 6: Sken 5 Yola

Pasal 13. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya perstujuan dari pasien atau

keluarganya dapat dikenakan sanksi administratid berupa cantan surat ijin prakteknya.

Pasal 14. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989dalam hal tindakan medik yang harus

dilaksankaan sesuai dngan program pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk

kepentingan masyarakat anyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan.2

Pasal 15. Permenkes No 585/MenKes/per/IX/1989

Hal-hal yang berfiat teknis yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh

Direktur Jenderal Pelayanan Medik.

EUTANASIA

Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang

dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya

dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.3

Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah

seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau

tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara

lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan

prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya. 3

Menurut istilah Kedokteran :

Eutahanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang

akan meninggal diperingan. Mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan

penderitaan hebat menjelang kematiannya. 3

Jenis Euthanasia ada  2 :

1. Euthanasia aktif adalah : suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan

memberikan suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti :

6

Page 7: Sken 5 Yola

melepaskan saluran zat asam, melepas alat pemacu jantung dan lain-lain. Yang

termasuk tindakan mempercepat proses kematian disini adalah : jika kondisi pasien,

berdasarkan ukuran dan pengalaman medis masih menunjukkan adanya harapan

hidup. Tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu

dilakukan. 3

2. Euthanasia pasif adalah : suatu tindakan membiarkan pasien/penderita yang dalam

keadaan tidak sadar (comma), karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis

sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi

padanya, mungkin karena salah satu organ pentingnya sudah rusak atau lemah

seperti : bocornya pembuluh darah yang menghubungkan ke otak (stroke) akibat

tekanan darah terlalu tinggi, tidak berfungsinyajantung. 3

Alasan Euthanisia

Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat, maka seseorang

mempunyai hak memilih cara kematiannya

Tindakan belas kasihan pada seseorang yang sakit, meringankan penderitaan sesama

adalah tindakan kebajikan

Tindakan belas kasihan pada keluarga pasien

Mengurangi beban ekonomi

Dampak Euthanisia

• Sudut pandang Pasien

mudah putus asa karena tidak ingin dan tidak memiliki semangat untuk berjuang

melawan penyakitnya.

• Sudut pandang Keluarga Pasien

aspek kemanusiaan dan ekonomi

7

Page 8: Sken 5 Yola

Aspek Euthanisia

1. Aspek Hukum

Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai

pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu

pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.

Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam

tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut.

Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau

keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa

sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. 

2. Aspek Hak Asasi

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi

tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru

dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek

hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.

Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak

langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk

menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas lagi dari segala

penderitaan yang hebat.

3. Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya

tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien.

Apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan

kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan. Segala upaya yang dilakukan akan sia

sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak

membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam pengurasan

dana.

4. Aspek Agama

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di

dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya

8

Page 9: Sken 5 Yola

sendiri. Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakan

euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan

melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki

euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam

keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan

dihadapan Tuhan.3

INFORM CONSENT

Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistik hingga ke

sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa sebelum tahun 1950-an paternalistik dianggap

sebagai sifat hubungan yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang akan

dilakukan terhadap pasien berdasarkan prinsip beneficence (semua yang terbaik untuk

kepentingan pasien, dipandang dari kedokteran). Prinsip ini telah mengabaikan hak pasien

untuk turut menentukan keputusan. Sampai kemudian pada tahun 1970-an dikembangkanlah

sifat hubungan kontraktual antara dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada hak

otonomi pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadapnya. Kemudian

sifat hubungan dokter - pasien tersebut dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menjadi

hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang

menitikberatkan nilai-nilai keutamaan (virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual dianggap

meminimalkan mutu hubungan karena hanya melihatnya dari sisi hukum dan peraturan saja,

dan disebut sebagai bottom line ethicts.4

Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak

otonomi pasien (the rights to self determination);

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan

ke kebaikan pasien;

3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai "primum non nocere" atau

"do no harm";

9

Page 10: Sken 5 Yola

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights, dan

individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk

memutuskan nasibnya sendiri, sedangkan Johns S Mills berkata bahwa kontrol sosial atas

seseorang individu hanya sah apabila dilakukan karena terpaksa untuk melindungi hak orang

lain. Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical

Association (WM A) adalah "the rights to accept or to refuse treatment after receiving

adequate information". Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga

menyebutnya demikian "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, ...dst".

Selanjutnya UU No 23 / 1992 tentang Kesehatan juga memberikan hak kepada pasien untuk

memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hak ini

kemudian diuraikan di dalam Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis. Suatu

tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari

pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan

melanggar hukum (tort). Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin

informed consent. Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi)

dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.

Informed consent dapat dianggap sebagai apatient with substantial understanding and in

substantial absence of control by others, intentionally authorizes a professional to do

something. 4

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara

dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak

akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai

perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang

ditawarkan pihak lain : 4

Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu :

Threshold elements.

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke

arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten. Kompeten disini

diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). Kompetensi manusia untuk

10

Page 11: Sken 5 Yola

membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki

kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat

kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang

reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah

dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa

diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan

keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental

sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga

kemampuan membuat keputusannya terganggu. 4

Information elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding

(pemahaman). Pengertian "berdasarkan pemahaman yang adekuat" membawa konsekuensi

kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien

dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa "baik" informasi harus

diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu : 4

Standar Praktek profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi

ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis (constumary

practices of a professional community-Faden and Beauchamp, 1986). Standar ini

terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang ada didalam komunitas kedokteran, tanpa

memperhatikan keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan

menerima informasi tersebut. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan

tersebut diatas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya : risiko yang

"tidak bermakna" (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna

dari sisi sosial / pasien.

Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara

pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut

dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat

sulit dilaksanakan atau hampir mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk

memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.

11

Page 12: Sken 5 Yola

Standar pada reasonable person

Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu

dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada

umumnya orang awam. Sub-elemen pemahaman (understanding) dipengaruhi oleh

penyakitnya, irrasionalis dan imaturitas. Banyak ahli yang mengatakan bahwa apabila

elemen ini tidak dilakukan maka dokter dianggap telah lalai melaksanakan tugasnya

memberi informasi yang adekuat.

Consent Elements

Elemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan

authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan,

misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari "tekanan" yang dilakukan

tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan "dibiarkan" apabila tidak menyetujui

tawarannya. Banyak ahli masih berpendapat bahwa melakukan persuasi yang "tidak

berlebihan" masih dapat dibenarkan secara moral. 4

Consent dapat diberikan :

Dinyatakan (expressed)

Dinyatakan secara lisan

Dinyatakan secara tertulis.

Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya

pada tindakan yang invasif atau yang berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara

bermakna. Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa semua

jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis. 4

Tidak dinyatakan (implied)

Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan

tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini

tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam

praktek sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan

mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya. 4

12

Page 13: Sken 5 Yola

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan sebelumnya,

tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter

dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hanya apabila gawat darurat dan keadaan

tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya. Proxy-consent adalah

consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa

pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus

mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya

(baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat

memberikan proxy-consent adalah suami/isteri, anak, orang tua, saudara kandung, dll. Proxy-

consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. Suatu kasus

telah membuka mata orang Indonesia betapa riskannya proxy-consent ini, yaitu ketika

seorang kakek-kakek menurut dokter yang telah mengoperasinya hanya berdasarkan

persetujuan anaknya, padahal ia tidak pernah dalam keadaan tidak sadar atau tidak kompeten.

Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran daripada hak menyetujui

terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak menolak terapi bersifat tidak absolut, artinya

masih dapat ditolak atau tidak diterima oleh dokter. Hal ini karena dokter akan mengalami

konflik moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk mencegah

perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban melindungi pihak ketiga, dan

integritas etis profesi dokter. 4

Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan, yaitu :

1. Keadaan darurat medis

2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat

3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver),

4. Clinical privilege

5. Pasien yang tidak kompeten memberikan consent.

PROSEDUR TINDAKAN MEDIS

Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti etika

kedokteran saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai perawatan kesehatan

13

Page 14: Sken 5 Yola

mereka telah diabdikan dalam aturan hukum dan etika di seluruh dunia. Deklarasi hak-hak

pasien dari World Medical Association menyatakan :2

“Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan yang

menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu pasinen konsekuensi dari

keputusan yang diambil. Pasien dewasa yang sehat mentalnya memiliki hak untuk memberi

ijin atau tidak memberi ijin terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai

hak untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien

harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan

diperoleh dan apa dampaknya jika menunda keputusan”.

Kondisi yang diperlukan agar tercapai persetujuan yang benar adalah komunikasi yang baik

antara dokter dengan pasien. Jika dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi yang

diperlukan oleh pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan

pilihan terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi dapat membuat

keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana menindak lanjutinya. Walaupun

istilah ijin mengandung pengertian menerima perlakuan yang diberikan, namun konsep ijin

berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama dengan penolakan terhadap

terapi atau memilih diantara beberapa alternatif terapi. Pasien yang kompeten mempunyai

hak untuk menolak perawatan, walaupun penolakan tersebut dapat menyebabkan kecacatan

atau kematian.2

Euthanasia adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksudkan

untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek

tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yangtidak dapat

disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahui tentang

kondisi pasien dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama

mengakhiri hidup orang tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan

pribadi. Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa sakit

atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati dari pada

meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien menganggap

mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter

dianggap sebagai instrumen kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai

pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk mendapatkan kematian

yang cepat dan tanpa rasa sakit. 2

Tentunya dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan

tindakan yang ilegal di sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik

14

Page 15: Sken 5 Yola

kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telah

dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia:2

“Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien dengan segera,

tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang memintanya”.

Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan pasien

untuk membiarkan proses kematian alami dalam keadaan sakit tahap terminal. Pada tahun-

tahun terakhir telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk mengurangi

rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup. Semua dokter yang merawat

pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini,

dan jika mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan

paliatif. Dan di atas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap

memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.

Kemungkinan memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi,

prosedur radiologi, dan perawatan intensif memerlukan keputusan mengenai kapan memulai

tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil. pasien yang kompeten

mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika penolakan itu

dapatmenyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menanggapi kematian; beberapa

akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun sakit

dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan

yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia

bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien

semua informasi tentang perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter

harus tetap menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu

terapi.2

PROSEDUR TERAPI

Kanker yang memasuki saat-saat terminal adalah kanker yang sudah dalam tahap stadium

lanjut yang artinya kondisi fisiknya sudah sangat buruk. 5

Perkembangan pemberian kemoterapi pada kanker kolorektal mengalami kemajuan yang

amat pesar dalam dua dasawarsa ini. Tanpa pemberian kemoterapi pasien-pasien kanker

kolon dan rektum stadium III hanya mempunyai masa bebas penyaki (DFS = disease free

survival) 3 tahun sebesar52%. Angka ini membaik dengan telah ditemukannya 5-FU bolus

(dengan atau tanpa levamizole) dengan lama pemberian 6 hingga 12 bulan. Kemudian

15

Page 16: Sken 5 Yola

pemberian kemoterapi pada stadium II secara bermakna meningkatkan harapan hidup pasien

dari 77,4% tanpa kemoterapi menjadi 80,3% dengan kemoterapi. Sejak dekade 60-an hingga

tahun 1998, 5 FU+LV (leucovorin = asam folinat) yang diberikan 5 hari berutrut-turut

dinyatakan sebagai protokol terbaik yang diberikan selama 12 bulan. Pada tahun 2002

pemberian 5-FU secara infus dikatakan lebih aman daripada bolus dan menjadi dasar

pemberian protokol de Gramont.6

Indikasi pemberian kemoterapi untuk mencegah kekambuhan dengan kriteria :

Derajat keganasan 3 dan 4

Invasi tumor ke limfatik dan pembuluh darah

Adanya obstruksi usus

Kelenjar yang diperiksa kurang dari 12 buah

Stadiun T4, No, Mo atau T2 dengan perforasi terlokalisasi

Tepi sayatan dengan positif untuk tumor

Tepi sayatan dengan penentuan batas yang terlalu dekat dengan tumor atau

sulit ditentukan

ETIKA KEDOKTERAN

Prinsip –prinsip Etika kedokteran

Etika kedokteran merupakan cabang etik yang digunakan dalam bidang kedokteran. Etika

kedokteran digunakan dalam menentukan tindakan dalam bidang kesehatan atau kedokteran,

selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, dengan mempertimbangkan

juga hak-hak asasi pasien. 4

Dikenali empat kaedah dasar moral untuk mencapai keputusan etik. Keempat kaedah dasar

moral tersebut adalah: 4

Prinsip benificience

Merupakan prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke baikan pasien.

Dalam beneficience tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga

perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat)

Prinsip non-maleficience

16

Page 17: Sken 5 Yola

Merupakan prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.

Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”.

Prinsip otonomi

Merupakan prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien

(the rights to self determination). Prinsip moral ini kemudian melahirkan doktrin informed

consent.

Prinsip justice

Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam

mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Dari prinsip moral yang dinyatakan, didapat rules derivatnya yaitu:

Veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka)

Privacy (menghormati hak privasi pasien)

Confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien)

Fidelity (loyalitas dan promise keeping)

Etika Klinik

Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik

yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :4

Medical Indication

Dalam topik medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi yang

sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis

ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan nonmaleficence.

Pertanyaan etika pada topik ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya

disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.

Patient Preferences

Pada topik patient preferrence kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang

manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy.

17

Page 18: Sken 5 Yola

Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunter sikap dan

keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak

kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien, dll.

Quality of Life

Topik quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki,

menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa dan bagaimana melakukan

penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan

beneficence, nonmaleficence dan autonomy.

Contextual Features

Dalam contextual features dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang

mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan,

alokasi sumber daya dan faktor hukum.

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Secara khusus profesi dokter mempunyai dasar – dasar etika yang harus diamalkan dan

dijalankan setiap dokter. Maka dari itu secara khusus disebut KODE ETIK KEDOKTERAN

INDONESIA (KODEKI) , yang isinya sebagai berikut :4

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA ( KODEKI )

Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi .

Pasal 3

18

Page 19: Sken 5 Yola

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik

hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan

pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang

dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri

kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang

kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang

(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan

berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam

karakter dan kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani

pasien.

Pasal 7c

19

Page 20: Sken 5 Yola

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kese-hatan yang menyeluruh

(promotif, prenentif, kuratif dan rehabilitatif) serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi

masyarakat yang sebenarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban dokter terhadap pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan semua ilmu dan

keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mam-pu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada

dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah

lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

20

Page 21: Sken 5 Yola

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan.

Kewajiban dokter terhadap teman sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran / kesehatan.

REKAM MEDIS

Berikut adalah acuan secara umum untuk menentukan bentuk dan isi rekam kesehatan:

Rekam medis hendaknya disusun secara sistematik untuk memudahkan pencarian dan

kompilasi data

Hanya orang-orang tertentu yang ditunjuk oleh kebijakan rumah sakit saja yang

dipernolehkan mendokumentasikan dan menyimpan rekam medis

Kebijakan rumah sakit dan atau peraturan internal staf medis hendaknya

menspesifikasi siapa yang berhak menerima dan menulis perintah verbal dokter dan

tata caranya

Masukan pada rekam medis hendaknya dicatat pada saat perawatan yang diuraikan

diberikan (tidak retrospektif)

21

Page 22: Sken 5 Yola

Penulis semua masukan harus tertera dengan jelas

Singkatan dan simbol sebaiknya hanya digunakan dalam rekam medis bila sesuai

dengan ketentuan yang berlaku

Semua masukan dalam rekam medis hendaknya permanen

Untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam rekam medis, hendaknya digunakan

tata cara sebagaimana diatur dalam Permenkes no 749a tahun 1989

Bila pasien ingin mengubah isi rekam medisnya, perubahan hendaknya dibuat sebagai

addedum. Sebaiknya tidak ada perubahan pada masukan yang asli, dan perubahan

harus secara jelas merupakan dokumen tambahan yang disertakan dalam rekam medis

yang asli atas permintaan pasien, yang selanjutnya akan bertanggung jawab untuk

menjelaskan perubahan tersebut

Petugas rumah sakit harus mengembangkan, mengimplementasikan, dan

mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan analisis kuantitatif

maupun kualitatif dari rekam medis

Permenkes no 749a tahun 1989 mengatur tentang lamanya retensi rekam medis hingga

setidaknya 5 tahun sejak kunjungan pasien terakhir, sedangkan untuk hal-hal yang bersifat

khusus dapat ditetapkan sendiri. Selain hukum, peraturan, dan standar akreditasi, retensi

rekam medis bergantung juga kepada penggunaannya dalam suatu institusi kesehatan.

Sebagai contoh, sebuah fasilitas yang menyediakan layanan khusus untuk anak-anak

mungkin memiliki kebijakan retensi yang berbeda dengan sebuah klinik dokter keluarga.

Komite Medis dari setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menganalisis kebutuhan medis

dan administratif untuk memastikan bahwa rekam medis pasien-pasiennya selalu siap untuk

dilihat kembali, dinilai kualitasnya, dan lain-lain. Maka pada banyak kasus, institusi layanan

kesehatan meretensi rekam medis lebih lama dan ditetapkan oleh hukum. 1,7

Kerahasiaan rekam medis diatur dalam UU Praktik Kedokteran pasal 47 ayat (2) yang

menyatakan bahwa “ rekam medis harus disimpan dan diajaga kerahasiannya oleh dokter atau

dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan”, hal yang sama dikemukakan pada pasal 11

Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasian Kedokteran.

Selanjutnya, pasal 1 PP yang sama menyatakan bahwa “ yang dimaksud dengan rahasia

22

Page 23: Sken 5 Yola

kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang dalam oasal 3 pada waktu

atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran”.

Selanjutnya UU Praktik Kedokteran memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan

secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2): 1,7

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

b. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan

hukum

c. Permintaan pasien senditi

d. Berdasarkan ketentuan undang-undang

Sedangkan pasal 12 Permenkes 749a menyatakan bahwa :

(1) Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh doter yang merawat pasien

dengan ijin tertulis pasien

(2) Pimpianan sarana pelayanan kesehatan dapat memparkan isi rekam medis tanpa seijin

pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan

Di bidang keamanan rekam medis, Permenkes N 749 a/MENKES/PER/XII/1989 menyatakan

dalam pasal 13, bahwa pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas : (a) hilangnya

atau rusaknya atau pemalsuan rekam medis (b) penggunaan oleh orang atau badan yang tidak

berhak.1,7

23

Page 24: Sken 5 Yola

Kesimpulan

Seorang dokter harus selalu menerapkan prinsip-prinsip etika kedokteran yaitu beneficient,

non malaficient, justice dan otonomi. Ini semua harus berjalan dengan baik agar dapat

menguntungkan semua pihak yang ada. Etika profesi merupakan bagian dari etika sosial yang

menyangkut bagaimana mereka harus menjalankan profesinya secara profesional agar

diterima oleh masyarakat. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja

sebaik mungkin, serta dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dilakukannya dari segi

tuntutan pekerjaan.

Pada kasus kita, sebagai seorang dokter maka harus membuat hubungan yang baik dengan

pasien lewat komukasi empati. Disini kita harus memberikan penjelasan yang pasien

butuhkan mengenai keadaan, prosedur pengobatan dan prosedur terapi yang seharusnya

dilakukan agar pasien lebih mengerti serta kemungkinan untuk bertahan hidup. Kita harus

memberikan semangat dan dorongan kepada pasien ini. Hal ini juga dapat dibicarakan lebih

dahulu dengan pihak keluarga pasien supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Tetapi pasien juga

memiliki hak dalam mengambil setiap keputusan, maka dari itu, sebagai seorang dokter kita

harus selalu menghargai keputusan tersebut.

24

Page 25: Sken 5 Yola

Daftar Pustaka

1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peraturan

Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta. 1994.h 11-25.

2. Univeritas Muhamadiyah Yogyakarta. World Medical Association Medical Ethics

Manual. Diunduh tanggal 7 Januari 2014.

3. Karo-Karo, Andre. 1987. Euthanasia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

4. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h.30-1; 49-51.

5. Angga Suryaga. Pekerja sosial, perawatan paliatif dan stadium terminal. Diunduh dari

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123650-SK%20006%2009%20Yus%20p%20-

%20Peran%20pekerja-Literatur.pdf. 7 Januari 2014.

6. Universitas Andalas. Deteksi dini, diagnosa dan penatalaksanaan kanker kolon dan

rektum. Diunduh dari

http://repository.unand.ac.id/12202/1/Deteksi_Dini,_Diagnosa_dan_Penatalaksanaan_Ka

nker_Kolon_dan_Kerektum.pdf. 7 Januari 2014.

7. Basbeth F. Rekam medis. Diunduh dari

http://www.freewebs.com/medicalrecord/definisirekammedis.htm. 7 Januari 2014.

25