sken 4 - chita
TRANSCRIPT
Pendahuluan
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan suatu vertigo perifer yang paling
umum dijumpai, timbul akibat perubahan posisi kepala seperti menengadah, membungkuk,
menolek kekiri dan kekanan.
A. Anamnesis
Meskipun di negara-negara yang telah maju peralatannya, anamnesis tetap
merupakan bagian yang penting bahkan untuk penderita vertigo merupakan bagian
pemeriksaan yang paling penting. Oleh karenanya perlu dilakukan anamnesis yang
cermat.
1. Suruh penderita melukiskan keluhannya dengan kata-katanya sendiri apa yang ia
maksudkan dengan pusing tersebut.
2. Anamnesis khusus mengenai vertigonya :
a. Adakah kekhususan sifat vertigo yang timbul, keparahan vertigonya.
- Rasa gerakan palsu dari tubuh atau sekitarnya (rasa berputar, terapung).
- Rasa tidak enak dikepala : kepala ringan, hubungannya dengan penglihatan
dan kesadaran.
- Apakah vertigonya mempunya pola gejala tertentu sistematis atau non
sistematik atau vertigo yang kabur.
- Apakah ada kecendrungan untuk jatuh.
b. Intensitas timbulnya vertigo bersangkutan dengan perjalanan waktu, bagaimana
vertigo itu mulai timbul dan bagaimana ia berakhir :
- Jenis paroksismal atau vertigo yang konstan atau vertigo yang serangannya
akut yang kemudian berangsur-angsur melemah. Beberapa detik, hari, minggu
atau bulan ?
- Apakah diantara serangan itu penderita bebas sama sekali dari keluhan ?
c. Pengaruh lingkungan atau situasi :
- Adakah suatu perubahan posisi tubuh dan atau kepala menyebabkan timbulnya
serangan atau meningkatkan keluhan ?
- Apakah stres psikis mengawali timbulnya serangan ?
- Apakah serangan didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas ?
1
d. Keluhan dari telinga :
- Rasa tertutupnya telinga, penekanan pada telinga.
- Tinitus : subyektif atau obyektif, sebelah kanan atau kiri atau ditengah-tengah.
- Tuli : terutama yang progresif didalam beberapa bulan. Hubungan tuli dengan
timbulnya vertigo : apakah sewaktu vertigo tulinya membaik (Lermoyes)
ataukah kian memburuk (Meniere).
Tidak adanya keluhan tuli tidak menyingkirkan adanya tuli, karena saat
serangan penderita tidak merasakannya dan lagi tulinya kadang-kadang
selektif hanya pada nada tinggi.
- Diplakusis (distorsion in pitch), fenomena pengerahan (recruitment
phenomenon atau distorsion of loudness), yang dikeluhkan penderita
timbulnya rasa nyeri pada saat mendengar suara keras. Sindrom Meniere
mempunyai empat gejala, yaitu : tuli, tinitus, rasa penuh ditelinga dan vertigo.
3. Anamnesis umum :
Termasuk disini anamnesis untuk menilai bentuk kepribadian, keluhan-keluhan lain
(drop-attack, gangguan penglihatan, disartria, disfagia, disfonia, gangguan pergerakan
atau sensibilitas), bilamanan keluhan ini ada dan bersama-sama dengan penurunan
kesadaran ingat kelainan serebrovaskular. Keluhan mata yang timbul bersama keluhan
telinga, sindrom Cogan.
4. Anamnesis intoksikasi/pemakaian obat-obatan :
a. Streptomisin/dihidrostreptomisin
b. Antikonvulsan
c. Gentamisin/garamisin
d. Antihipertensi
e. Kanamisin
f. Penenang
g. Neomisin
h. Alkohol
i. Fenilbutason/salisilat
j. Kinin
k. Asam etakrinik dan tembakau1
2
B. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan mata
a. Mencari adanya strabismus, bila ada keluhan diplopia perlu diperiksa dengan kaca
Maddox.
b. Mencari adanya nistagmus :
- Pada saat mata dalam posisi netral, bila ada nistagmus disebut nistagmus
spontan.
- Pada saat mata melirik kekiri, kanan, atas dan bawah, bila ada nistagmus
disebut nistagmus tatapan.
- Nistagmus yang disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
Nistagmus pendular : nistagmus yang tidak mempunyai fase cepat atau
lambat.
Nistagmus vertikal yang murni : nistagmus itu gerakannya keatas dan
kebawah.
Nistagmus rotatori yang murni : gerakannya berputar.
Gerakan nistagmoid : gerakan bola mata yang bukan nistagmus yang
sebenarnya tetapi mirip dengan nistagmus.
Nistagmus tatapan yang murni : nistagmus yang berubah arahnya bila arah
lirikan mata berubah.
c. Pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh :
- Cari kemungkinan adanya posisi tertentu yang membangkitakan nistagmus
atau vertigo.
- Tes baring telentang, baring miring kekiri, kekanan dan tes baring telentang
dengan kepala menggantung.
Tiap-tiap tes dilakukan selama 1 menit, dengan kecepatan perubahan posisi 90o
dalam 5 detik sehingga pengaruh gravitasi ditiadakan. Ada tiga jenis nistagmus
yang dapat ditimbulkan oleh tes tersebut dimanan nistagmusnya disebut nistagmus
posisional :
- Tipe I : nistagmus berubah arah (direction changing nystagmus), nistagmus
yang arahnya selalu berubah pada setiap ada perubahan posisi kepala.
3
- Tipe II : nistagmus arah tetap (direction fixed nystagmus), arah nistagmus
tetap saja meskipun ada perubahan-perubahan posisi kepala.
- Tipe III : nistagmus tak menentu (irregular nystagmus), respon nistagmus
yang timbul pada tiap-tiap perubahan posisi kepala berubah-ubah, bergantian
tipe I dan tipe II, meskipun rangsangannya tetap sama.
Dari tes ini dapat dibedakan apakah nistagmus posisional itu bersumber dari
kelainan sistem saraf pusat (tipe I atau tipe III), ataukah perifer (tipe II).
Peminum alkohol, sering pada tes posisi ini menunjukan nistagmus, terutama pada
posisi berbaring miring kekanan dan kekiri.
d. Manuver Hallpike : ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus
posisional paroksismal oleh karena itu untuk menjangkitkannya diperlukan
rangsangan perubahan posisi secara cepat.
- Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring
terlentang dengan kepala tergantung (disangga dengan tangan pemeriksa)
diujung meja dan cepat-cepat kepala disuruh menengok kekiri (10-20o),
pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanya nistagmus. Kemudian kembali
keposisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik).
- Ulangi pemeriksaan tersebut tetapi kali ini kepala menengok kekanan. Orang
normal dengan manuver tidak timbul vertigo atau nistagmus.
Vertigo/nistagmus yang timbul dengan arah tertentu pada seorang penderita
selama pemeriksaan ini. Pada saat posisinya kembali sering timbul nistagmus
dengan arah yang berlawanan.
- Sifat-sifat nistagmus paroksismal akibat kelainan perifer :
Onsetnya terlambat, terdapat periode laten 3-30 detik setelah perubahan
posisi dilakukan.
Masa timbulnya nistagmus sebentar 3-30 detik.
Arah nistagmusnya upbeat dan torsional
Disertai vertigo sebentar.
Respon nistagmus ini mudah lelah, yaitu bila diulang-ulang responnya
kian lemah bahkan hilang.
Tes ini sangat penting oleh karena dapat menunjukan lateralisasi ke telinga yang
sakit, yaitu arah nistagmus selalu berlawanan dengan lokalisasi telinga yang sakit.
4
- Nistagmus yang timbul akibat kelainan SSP memberi ciri :
Tidak ada periode laten, nistagmus seketika timbul setelah ada rangsangan
perubahan posisi.
Masa timbulnya nistagmus lama > 30 detik
Arah nistagmusnya berubah arah
Tidak atau hanya sedikit disertai keluhan vertigo
Tidak mudah lelah
Gambar 1. Manuver Hallpike
2. Pemeriksaan keseimbangan
Berdiri tegak, berjalan, berjalan diatas jari kaki, berjalan diatas tumit dan berjalan
secara tandem.
Duduk dikursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup :
a. Bila ada kelemahan otot terjadi penurunan lengan atau dan kaki.
b. Bila ada gangguan proprioseptif terjadi kenaikan lengan atau kaki.
Diadokokinesis, tes jari-hidung, tes tumit-tibia dan tes salah tunjuk.
Membedakan gangguan keseimbangan akibat kelainan labirin dan serebelum :
Penderita disuruh berdiri dengan mata tertutup, lengan kedepan, bila ada
gangguan labirin kiri akan terjadi suatu posisi sebagai berikut :
5
- Mata melirik kearah kiri (perlahan-lahan = fase lambat), kemudian diikut
dengan gerakan cepat bola mata kearah kanan. Ini merupakan suatu nistagmus
kekanan.
- Kepala terputar kearah kiri.
- Tubuh terpilin kekiri.
- Deviasi kedua lengan kekiri, bersamaan dengan kenaikan lengan kanan keatas
dan lengan kiri kebawah.
- Cendrung untuk jatuh kekiri.
- Berjalan deviasi kekiri.
Tes Romberg, baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup. Pada
kelainan serebelum tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan dengan mata terbuka
atau tertutup. Kelainan labirin dipengaruhi oleh mata.
Berdiri dengan satu kaki diangkat (mata terbuka kemudian tertutup) : penderita
tetap tegak selama waktu tertentu, maka fungsi keseimbangan adalah normal.
Penderita dengan gangguan labirin :
- Akan jatuh kearah sesuai dengan fase lambat nistagmusnya.
- Bila bersamaan dengan itu disuruh memutar kepala kekiri dan kekanan,
kecendrungan jatuh itu akan berubah-ubah tetapi selalulu kearah sesuai
dengan arah fase lambat nistagmusnya.
Tes berjalan :
Disuruh berjalan lurus kedepan dan kebelakang dengan mata tertutup dan terbuka.
Pada kelainan labirin bilateral terjadi sempoyongan kesemua arah.
Tes jari-jari dengan mata terbuka dan tertutup :
- Kelainan labirin menunjukan kelainan tes bilateral.
- Kelainan serebelum menunjukan kelainan unilateral, sesuai dengan lokalisasi
kelainannya.
Tes menulis vertikal : penderita duduk didepan meja, tangan dan tubuhnya tidak
boleh menyentuh meja, tangan yang satunya diatas lutut yang lain disuruh menulis
huruf A-B-C-D disusun kearah bawah mula-mula dengan mata terbuka kemudian
tertutup.
6
- Bila ada deviasi deretan huruf-huruf dari yang paling atas terhadap yang
paling bawah lebih besar dari 10o berarti ada kelainan labirin unilateral.
- Bila tulisannya tidak karuan atau bila kian lama huruf yang ditulis kian besar :
makrografi berarti ada kelainan serebelum.
3. Pemeriksaan pendengaran
Minimal diperiksa dengan garputala untuk membedakan tuli konduksi ataaukah
persepsi, tes fistula.
4. Pemeriksaan neurologi rutin
5. Pemeriksaan kardiovaskular rutin
Terutama tensi lengan kanan dan kiri, tensi berbaring dan beberapa saat setelah
berdiri. Auskultasi sepanjang arteri karotis.1
C. Diagnosis banding
Vertigo bisa berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak)
atau diperifer (telinga dalam atau saraf vestibular). Kita perlu membedakan kedua jenis
vertigo ini karena terapi dan prognosisnya berbeda.
1. Vertigo sentral
Merupakan gangguan di batang otak atau di serebelum, biasanya merupakan peyebab
vertigo jenis sentral. Untuk menegakkan apakah sumber gangguan berasal dari batang
otak, selidiki apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di batang otak.
Misalnya, diplopia, perestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik.
Gangguan atau disfungsi serebelum, kadang-kadang sulit ditegakkan.
Misalnya, gejala stroke serebelar gejalanya dapat menyerupai gangguan vestibular
perifer. Perlu dicari gejala serebelar lainnya, seperti gangguan koordinasi. Penderita
gangguan serebelar mungkin mengalami kesulitan dalam melakukan gerakan supinasi
dan pronasi tangannya secara berturut-turut.
Selain itu, bisa dilakukan tes tunjuk hidung. Penderita disuruh menunjukkan
jari kepemeriksa dan setelah itu menunjuk hidungnya,. Seorang dengan vertigo sentral
tidak melakukannnya dengan baik dan terlihat adanya ataksia. Sedangkan, penderita
vertigo perifer dapat melakukannnya secara normal.
7
2. Vertigo perifer
Pembagian berdasarkan lamanya vertigo berlangsung
a. Episode vertigo berlangsung beberapa detik
Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional
benigna/BPV/BPPV. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh perubahan posisi
kepala. Bila kepala bergerak, misalnya karena berguling sewaktu tidur atau
menengadah, vertigo berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda.
BPPV penyebab paling sering adalah idiopatik (tidak diketahui). Dapat juga
disebabkan oleh trauma kepal, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular.
Prognosis umumnya baik dan gejala akan menghilang secara spontan.
b. Vertigo berlangsung beberapa menit atau jam
Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam, dapat dijumpai pada penyakit
meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala,
yaitu : ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Biasanya juga
ditemukan rasa penuh atau rasa tertekan di telinga.
Pada penyakit meniere, pemeriksaan fisik mungkin akan menunjukkan adanya
penurunan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan “tandem” dengan mata tertutup.
Berjalan tandem adalah berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan. Bila menapak,
tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.
Perlu dilakukan pemeriksaan ketajaman pendengaran. Misalnya, dengan
pemeriksaan audiometri. Hal ini dibutuhkan untuk menegakkan beratnya penurunan
ketajaman pendengaran, serta untuk mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan elektronistamografi sering memberikan bukti adanya penurunan
fungsi vestibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere adalah
terdapatnya kelompok-kelompok serangan vertigo yang diselingi masa remisi.
Pada sebagian besar penderita didapatkan bahwa penyakit ini menghilang,
dengan meninggalkan pada penderitanya kecatatan pendengaran berupa tuli dan
tinitus. Kadang, penderita juga mengalami disekuilibrium, tapi bukan vertigo.
Penderita yang mengalami sifilis stadium 2 atau stadium 3 dini, mungkin mengalami
gejala yang serupa dengan penyakit meniere. Jadi, harus diperiksa kemungkinan
penyakit meniere pada penderita sifilis.
8
c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke unit gawat darurat.
Penyakit ini mulanya diawali dengan vertigo dan nausea, disertai muntah. Gejala ini
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa lebih
lega, tapi tidak bebas sama sekali dari gejala, bila ia berbaring diam.
Neuronitis vestibular mungkin disebabkan oleh infeksi virus pada saraf
vestibular. Penyakit ini jarang berulang. Pada pemeriksaan fisik mungkin akan
menemukan nistagmus, yang menjadi lebih besar amplitudonya bila pandangan
menjauhi telinga yang terkena. Penyakit ini akan mereda dalam kurun beberapa hari
sampai minggu.
Pemeriksaan dengan elektronistagmografi, menunjukkan penyembuhan total
pada beberapa pasien. Tapi, pada sebagian besar pasien ditemukan gangguan
vestibular dalam berbagai tingkatan. Disamping itu, pada bebrapa penderita timbul
BPPV.
Pada penderita yang mengalami serangan vertigo mendadak, harus ditelusuri
kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral pada penyakit
sereberal tidak berkurang bila dilakukan fiksasi visual, yaitu mata memandang pada
suatu benda yang tidak bergerak. Dan, nistagmus dapat berubah arah bila arah
pandangan berubah.
Nistagmus perifer pada neuronitis vestibular lebih meningkat, bila pandangan
diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan berkurang bila dilakukan fiksasi visual.
Pada nistagmus perifer, nistagmus akan berkurang bila kita memfiksasikan pandangan
ke suatu benda.2
Tabel 1. Penyebab Vertigo yang Sering Ditemukan
Lama episode vertigo Tanpa gangguan pendengaran Dengan gangguan
pendengaran
Beberapa detik 1. BPPV
2. Insufisiensi vertebrobasilar
3. Vertigo sevikal
1. Fistula perilimfatik
9
Berjam-jam 1. Migren vestibular
Vestibulopati berulang
1. Hidrops
endolimfatik
(sindrom meniere)
2. Sifilitis
Berhari-hari 1. Neuronitis vestibular 1. Labirintis
2. Kontusio labirin
Berbulan-bulan 1. Degenerasi serebelar 1. Neuroma akustik
2. Toksisitas telinga
Tabel 2. Membedakan vertigo sentral dan perifer
CIRI KHAS SENTRAL PERIFER
NAUSEA Ringan-sedang Berat
IMBALANCE Berat Ringan-sedang
HEARING LOSS Jarang Sering
NYSTAGMUS Bisa berubah arah dengan
berubahnya tatapan,
dengan fiksasi tidak baik
Searah, dengan fiksasi baik
RECOVERY Bulanan Hari sampai minggu
NEURO SIGN Sering Jarang
D. Diagnosis kerja
BPPV adalah vertigo yang muncul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu.
BPPV juga dikenal sebagai vertigo positional benign (BPV) atau postural atau
kupulolitiasis. Dari vertigo yang berasal dari kelainan perifer, BPPV paling sering
ditemukan, yaitu sekitar 30%.
Pada penyakit ini, perubahan posisi kepala, terlebih bila telinga yang terlibat
diposisikan dibagian bawah, menimbulkan vertigo berat yang berlangsung singkat.
Sindrom ini ditandai episode berat yang berlangsung singkat (beberapa detik atau menit),
disertai mual dan muntah.
Serangan vertigo biasanya dicetuskan oleh perubahan sikap. Misalnya, ketika
penderita berguling ditempat tidur menolehkan kepala, melihat kebawah atau
menengadah. Vertigo bisa muncul pada setiap perubahan posisi kepala. Tapi, biasanya
10
paling berat pada sikap berbaring pada sisi dengan telinga yang terlibat berada disebelah
bawah.
Vertigo akan mereda, bila penderita terus mempertahankan sikap atau posisi yang
mencetuskan. Tapi, biasanya penderita akan mengubah sikap atau posisinya, untuk
menghindari sensasi yang tidak menyenangkan. Jika penderita terus mempertahankan
sikapnya pada sikap yang memicu vertigo (misalnya menoleh kekiri), intensitas vertigo
akan berkurang dan kemudian mereda.
Bila manuver diulang terus, misalnya menoleh kekiri, respon semakin berkurang,
vertigo semakin melemah kemudian mereda. Berbeda dengan vertigo perifer, vertigo
sentral tidak didapatkan respon mengurangi atau habituasi. Respon vertigo atau nistagmus
hampir sama dan tidak berubah.
Pada vertigo posisional yang perifer, vertigo tidak segera muncul begitu diambil
posisi yang memicu. Ada waktu laten yang berlangsung beberapa detik. Pada vertigo
posisi, yang berasal dari kelainan sentral, vertigo atau nistagmus langsung timbul begitu
posisi diubah. Namun, keluhan subyektif mungkin lebih ringan pada vertigo posisional
sentral.
Perjalanan penyakit BPPV amat bervariasi. Pada sebagian besar kasus, gangguan
menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh
setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada penderita yang hanya satu kali
mengalami. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo berlangsung
lama.3
E. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus
BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga
tengah, infeksi telinga dalam (otitis media, labirinitis), degenerasi pada lansia atau operasi
stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan kelainan otokonial, berupa
deposit yang berada dikupula bejana semisirkular posterior. Deposit ini menyebabkan
bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi, yang menyertai keadaan posisi
kepala yang berubah.
Beberapa faktor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah
kurangnya pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi mendadak akan
timbul sensasi vertigo.3,4
11
F. Epidemiologi
Prevalensi angka kejadian BPPV di Amerika Serikat adalah 64 dari 100.000 orang
dengan kecendrungan terjadi pada wanita (64%). BPPV diperkirakan sering terjadi pada
usia rata-rata 51-57,2 tahun dan jarang pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma
kepala.4
G. Patofisiologi
Vertigo terjadi akibat kelainan sistem vestibularis. Sistem vestibularis terdiri dari :
1. Struktur telinga dalam (labirin), labirin terdiri dari atas tiga kanalis semisirkulari
(anterior, posterior, horizontal) dan juga oragan otolit yaitu utrikulus dan sakulus.
2. Nervus vestibularis
3. Batang otak
4. Cerebelum
Fungsi sistem vestibularis adalah :
1. Integrasi rangsang sensorik dan gerakan
2. Menempatkan obyek dalam fokus visual pada saat tubuh bergerak
3. Sehingga memberikan informasi yang penting untuk keseimbangan dan untuk
koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan gerakan-gerakan mata dan postur tubuh.
Pada waktu kepala bergerak, sinyal ditransmisi ke labirin, kemudian labirin menyalurkan
informasi tentang gerakan ke nervus vestibularis, selanjutnya nervus vestibularis
membawa informasi tersebut ke batang otak dan serebelum (bagian oatak yang mengatur
keseimbangan, postur dan koordinasi motorik). Secara singkat dapat dijelaskan sewaktu
kepala bergerak, sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai
perubahan gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai
posisi kepala relatif terhadapa gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan
gerakan linier (bergerak dalam garis lurus tanpa memandang arah).
Vertigo jenis ini disebabkan oleh pelepasan statolit/debris (suatu massa ditelinga,
berupa kristal kalsium dan protein) yang bertambah banyak dari membrana statolit.
Dipengaruhi oleh gravitasi, statolit bermigrasi kebagian terendah labirin, tempat ia dapat
tersapu dengan mudah ke pintu masuk kanalis semisirkularis posterior (biasanya) ketika
pasien berbaring terlentang. Statolit yang lepas juga dapat memasuki kanalis
semisirkularis lateralis.
Pergerakan dalam bidang kanalis semisirkularis yang terkena membuat kristal
didalamnya bergerak, membuat pergerakan relatif endolimf, yang ditransmisikan
12
kekupula. Impuls yang berasal dari kanalis semisirkularis yang terkena menimbulkan
sensasi pergerakan (vertigo) dan nistagmus pada bidang kanalis semisirkularis yang
terstimulasi.
Gambar 3. Patofisiologi BPPV
H. Gejala klinis
1. Pasien dengan BPPV hadir dengan vertigo: sensasi bahwa lingkungan sekitar berputar
relatif terhadap diri sendiri atau sebaliknya, onsetnya bertahap.
2. Tipe tertentu gerakan, dapat memicu serangan, seperti menengadah atau
membungkuk, memutar kepala, dan berguling di tempat tidur. Kadang-kadang pasien
dapat mengidentifikasi arah pergerakan kepala yang presipitat episode, dan ini hampir
selalu sesuai dengan telinga yang terkena.
13
3. Terdapat waktu laten dimana nistagmus dan vertigo tidak langsung terjadi setelah
adanya perubahan posisi pada posisi yang merangsang tetapi terjadi beberapa detik
setelahnya.
4. Durasi: durasi dari BPPV biasanya berlangsung <30 detik.
5. Sebagian besar pasien dengan BPPV mungkin mengalami mual, sering mereka
gambarkan sebagai sebuah episode berlangsung lebih lama karena gejala mual,
ketidakseimbangan, dan ringan yang dapat bertahan.5
I. Penatalaksanaan
Vertigo merupakan kondisi yang diakibatkan gangguan pada sistem vestibular, dengan
penyebab yang beragam. Dengan obat-obatan kita dapat mengurangi atau menghilangkan
gejala vertigo. Namun jika dengan terapi fisik vertigo masih belum membaik bisa
diberikan obat.
1. Non medikamentosa
Dapat dilakukan manuever reposisi secara cepat pada bidang kanalis semisirkularis
yang terkena, dengan cara sedemikian rupa sehingga statolit dapat keluar dari kanal,
kemudian diabsorbsi oleh tubuh. Latihan ini dapat dilakukan sendiri oleh penderita
dirumah saat pagi hari dan merupakan kegiatan yang pertama kali dalam satu hari.
Penderita duduk di pinggir tempat tidur, kemudian rebahkan diri pada posisi yang
mencetuskan vertigo. Pertahankan posisi ini selama 30 detik atau bila mampu sampai
vertigo mereda. Setelah vertigo mereda, kembali keposisi duduk semula. Gerakan ini
diulangi sampai vertigo melemah atau mereda. Bisanya 2-3 kali sehari, setiap hari
sampai vertigo tidak didapatkan lagi.3,8
14
Gambar 3. Manuver Reposisi
2. Medikamentosa
Obat antivertigo, seperti meksiklin, betahistamin atau fenergan dapat
digunakan sebagai terapi simtomatik, sewaktu melakukan latihan atau bila muncul
eksaserbasi atau serangan akut.
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat antivertigo, aktivitas
antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksiklin, siklisin, tampaknya khas dan bukan hanya merupakan kemampuan
menekan pusat muntah dibatang otak. Efek samping yang umum dijumpai dengan
obat antihistamin adalah sedasi. Penderita denga vertigo, efek samping mengantuk
memberikan dapampak positif.
15
Dosis obat :
a. difenhidramin : lama kerja obat ini adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25-50
mg, 4x sehari per oral.
b. dimenhidrinat : lama kerja obat ini adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25-50
mg, 4x sehari per oral.
Fenotiazine, kelompok obat ini banyak yang mempuntai sifat antiemetik.
Namun tidak semua obat antiemetik mempunyai khasiat antivertigo. Promethazine
(Phenergan) merupakan obat dari golongan fenotiazin yang paling efektif mengobati
vertigo dan mabuk kendaraan, sama khasiatnya dengan obat antihistamin. Lama
aktivitas obat ini adalah 4-6 jam diberikan dengan dosis 12,5-25 mg, 4x sehariperoral.
Efek samping yang paling sering dijumpai adalah sedasi. Promethazine sedikit
kemungkinan menyebabkan efek samping ekstrapiramidal, dibanding obat fenotiazine
lainnya.8
J. Pencegahan
Mengurangi atau menjauhi faktor-faktor risiko dibawah ini :
1. Meningkatnya usia
2. Perempuan
3. trauma kepala
4. vestibular neuronitis
5. labyrinthitis
6. migrain
7. operasi telinga bagian dalam
8. otitis media
9. hipertensi
10. hiperlipidemia
11. diabetes
12. vertebrobasilar insufisiensi
13. Arteritis sel raksasa
14. Osteoporosis5
16
K. Prognosis
Umumnya kekambuhan dapat terjadi setelah sukses dengan treatmen manuver repisisi,
sehingga diperlukan tratmen lebih lanjut. Literatur yang diterbitkan bervariasi pada
tingkat kekambuhan, dengan 1 studi jangka panjang observasional menunjukkan tingkat
kekambuhan 18% lebih dari 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat
kekambuhan 15% per tahun, dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah
pengobatan.5
L. Komplikasi
1. Mual, muntah, disfungsi otonom
2. Ketidakseimbangan
3. Jatuh pada pasien yang lebih tua
4. Kecelakaan lalu lintas
5. Kecelakaan saat bekerja atau bersantai
6. Gangguan pendengaran5
Kesimpulan
BPPV merupakan jenis vertigo yang paling umum dijumpai, vertigo dicetuskan oleh
perubahan posisi kepala, seperti menengadah, menunduk, menoleh kekiri ataupun kekanan,
bahkan saat berguling-guling di tempat tidur. BPPV banyak dijumpai pada wanita diatas usia
50 tahun. Penyebab yang tersering adalah idopatik 50%, selanjutunya oleh degenerasi, infeksi
telinga dan trauma, sehingga mengakibatkan statolit telinga bertambah banyak yang dapat
mengenai kanalis semisirkularis sehingga memberikan informasi untuk sensasi keseimbangan
dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh menjadi abnormal yang
disebut vertigo dimana pasien merasa dirinya atau lingkungan disekitarnya menjadi berputar
dan juga mengakibatkan adanya nistagmus pada mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat sangat penting untuk membedakan jenis-
jenis vertigo. Terapi terbaik untuk mengatasi BPPV adalah reposisi Maneuver yang bertujuan
untuk dapat mengeluarkan statolit dari kanal sehingga diserap oleh tubuh.
Daftar Pustaka
17
1. Nuartha BN, Joesoef AA, A Amiruddin, L Arifin, Basjiruddin, dkk. Kapita selekta
neurologi. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS; 2009.h.341-57.
2. Bedakan vertigo sentral dan perifer. Etichal Digest semijurnal farmasi dan kedokteran no
90, th IX.. Jakarta: PT Etika Media Utama; 2011.h.29-31.
3. Menegakkan diagnosa vertigo. Etichal Digest semijurnal farmasi dan kedokteran no 90,
th IX.. Jakarta: PT Etika Media Utama; 2011.h.34-7.
4. Dewanto G, S Wita J, R Budi, T Yuda. Panduan praktis dan tatalaksanan penyakit saraf.
Jakarta: EGC; 2009.h.111-5.
5. Parnes LS, N Shahin. Benign paroxysmal positional vertigo. 29 Juli 2011. Diunduh dari
www.online.epocrates.com, 6 Januari 2012.
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Ed 2nd . Jakarta: EGC; 2001.h.186-
9.h.170-1.
7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS. Ed 4th. Jakarta: EGC; 2010.h.
8. Terapi fisik dan obat untuk vertigo. Etichal Digest semijurnal farmasi dan kedokteran no
90, th IX. Jakarta: PT Etika Media Utama; 2011.h.38-41.
18