sken 4 - chita

27
Pendahuluan Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan suatu vertigo perifer yang paling umum dijumpai, timbul akibat perubahan posisi kepala seperti menengadah, membungkuk, menolek kekiri dan kekanan. A. Anamnesis Meskipun di negara-negara yang telah maju peralatannya, anamnesis tetap merupakan bagian yang penting bahkan untuk penderita vertigo merupakan bagian pemeriksaan yang paling penting. Oleh karenanya perlu dilakukan anamnesis yang cermat. 1. Suruh penderita melukiskan keluhannya dengan kata-katanya sendiri apa yang ia maksudkan dengan pusing tersebut. 2. Anamnesis khusus mengenai vertigonya : a. Adakah kekhususan sifat vertigo yang timbul, keparahan vertigonya. - Rasa gerakan palsu dari tubuh atau sekitarnya (rasa berputar, terapung). - Rasa tidak enak dikepala : kepala ringan, hubungannya dengan penglihatan dan kesadaran. - Apakah vertigonya mempunya pola gejala tertentu sistematis atau non sistematik atau vertigo yang kabur. - Apakah ada kecendrungan untuk jatuh. 1

Upload: brian-angelo-soekamto

Post on 28-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan suatu vertigo perifer yang paling

umum dijumpai, timbul akibat perubahan posisi kepala seperti menengadah, membungkuk,

menolek kekiri dan kekanan.

A. Anamnesis

Meskipun di negara-negara yang telah maju peralatannya, anamnesis tetap

merupakan bagian yang penting bahkan untuk penderita vertigo merupakan bagian

pemeriksaan yang paling penting. Oleh karenanya perlu dilakukan anamnesis yang

cermat.

1. Suruh penderita melukiskan keluhannya dengan kata-katanya sendiri apa yang ia

maksudkan dengan pusing tersebut.

2. Anamnesis khusus mengenai vertigonya :

a. Adakah kekhususan sifat vertigo yang timbul, keparahan vertigonya.

- Rasa gerakan palsu dari tubuh atau sekitarnya (rasa berputar, terapung).

- Rasa tidak enak dikepala : kepala ringan, hubungannya dengan penglihatan

dan kesadaran.

- Apakah vertigonya mempunya pola gejala tertentu sistematis atau non

sistematik atau vertigo yang kabur.

- Apakah ada kecendrungan untuk jatuh.

b. Intensitas timbulnya vertigo bersangkutan dengan perjalanan waktu, bagaimana

vertigo itu mulai timbul dan bagaimana ia berakhir :

- Jenis paroksismal atau vertigo yang konstan atau vertigo yang serangannya

akut yang kemudian berangsur-angsur melemah. Beberapa detik, hari, minggu

atau bulan ?

- Apakah diantara serangan itu penderita bebas sama sekali dari keluhan ?

c. Pengaruh lingkungan atau situasi :

- Adakah suatu perubahan posisi tubuh dan atau kepala menyebabkan timbulnya

serangan atau meningkatkan keluhan ?

- Apakah stres psikis mengawali timbulnya serangan ?

- Apakah serangan didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas ?

1

d. Keluhan dari telinga :

- Rasa tertutupnya telinga, penekanan pada telinga.

- Tinitus : subyektif atau obyektif, sebelah kanan atau kiri atau ditengah-tengah.

- Tuli : terutama yang progresif didalam beberapa bulan. Hubungan tuli dengan

timbulnya vertigo : apakah sewaktu vertigo tulinya membaik (Lermoyes)

ataukah kian memburuk (Meniere).

Tidak adanya keluhan tuli tidak menyingkirkan adanya tuli, karena saat

serangan penderita tidak merasakannya dan lagi tulinya kadang-kadang

selektif hanya pada nada tinggi.

- Diplakusis (distorsion in pitch), fenomena pengerahan (recruitment

phenomenon atau distorsion of loudness), yang dikeluhkan penderita

timbulnya rasa nyeri pada saat mendengar suara keras. Sindrom Meniere

mempunyai empat gejala, yaitu : tuli, tinitus, rasa penuh ditelinga dan vertigo.

3. Anamnesis umum :

Termasuk disini anamnesis untuk menilai bentuk kepribadian, keluhan-keluhan lain

(drop-attack, gangguan penglihatan, disartria, disfagia, disfonia, gangguan pergerakan

atau sensibilitas), bilamanan keluhan ini ada dan bersama-sama dengan penurunan

kesadaran ingat kelainan serebrovaskular. Keluhan mata yang timbul bersama keluhan

telinga, sindrom Cogan.

4. Anamnesis intoksikasi/pemakaian obat-obatan :

a. Streptomisin/dihidrostreptomisin

b. Antikonvulsan

c. Gentamisin/garamisin

d. Antihipertensi

e. Kanamisin

f. Penenang

g. Neomisin

h. Alkohol

i. Fenilbutason/salisilat

j. Kinin

k. Asam etakrinik dan tembakau1

2

B. Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan mata

a. Mencari adanya strabismus, bila ada keluhan diplopia perlu diperiksa dengan kaca

Maddox.

b. Mencari adanya nistagmus :

- Pada saat mata dalam posisi netral, bila ada nistagmus disebut nistagmus

spontan.

- Pada saat mata melirik kekiri, kanan, atas dan bawah, bila ada nistagmus

disebut nistagmus tatapan.

- Nistagmus yang disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat mempunyai ciri-

ciri sebagai berikut :

Nistagmus pendular : nistagmus yang tidak mempunyai fase cepat atau

lambat.

Nistagmus vertikal yang murni : nistagmus itu gerakannya keatas dan

kebawah.

Nistagmus rotatori yang murni : gerakannya berputar.

Gerakan nistagmoid : gerakan bola mata yang bukan nistagmus yang

sebenarnya tetapi mirip dengan nistagmus.

Nistagmus tatapan yang murni : nistagmus yang berubah arahnya bila arah

lirikan mata berubah.

c. Pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh :

- Cari kemungkinan adanya posisi tertentu yang membangkitakan nistagmus

atau vertigo.

- Tes baring telentang, baring miring kekiri, kekanan dan tes baring telentang

dengan kepala menggantung.

Tiap-tiap tes dilakukan selama 1 menit, dengan kecepatan perubahan posisi 90o

dalam 5 detik sehingga pengaruh gravitasi ditiadakan. Ada tiga jenis nistagmus

yang dapat ditimbulkan oleh tes tersebut dimanan nistagmusnya disebut nistagmus

posisional :

- Tipe I : nistagmus berubah arah (direction changing nystagmus), nistagmus

yang arahnya selalu berubah pada setiap ada perubahan posisi kepala.

3

- Tipe II : nistagmus arah tetap (direction fixed nystagmus), arah nistagmus

tetap saja meskipun ada perubahan-perubahan posisi kepala.

- Tipe III : nistagmus tak menentu (irregular nystagmus), respon nistagmus

yang timbul pada tiap-tiap perubahan posisi kepala berubah-ubah, bergantian

tipe I dan tipe II, meskipun rangsangannya tetap sama.

Dari tes ini dapat dibedakan apakah nistagmus posisional itu bersumber dari

kelainan sistem saraf pusat (tipe I atau tipe III), ataukah perifer (tipe II).

Peminum alkohol, sering pada tes posisi ini menunjukan nistagmus, terutama pada

posisi berbaring miring kekanan dan kekiri.

d. Manuver Hallpike : ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus

posisional paroksismal oleh karena itu untuk menjangkitkannya diperlukan

rangsangan perubahan posisi secara cepat.

- Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring

terlentang dengan kepala tergantung (disangga dengan tangan pemeriksa)

diujung meja dan cepat-cepat kepala disuruh menengok kekiri (10-20o),

pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanya nistagmus. Kemudian kembali

keposisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik).

- Ulangi pemeriksaan tersebut tetapi kali ini kepala menengok kekanan. Orang

normal dengan manuver tidak timbul vertigo atau nistagmus.

Vertigo/nistagmus yang timbul dengan arah tertentu pada seorang penderita

selama pemeriksaan ini. Pada saat posisinya kembali sering timbul nistagmus

dengan arah yang berlawanan.

- Sifat-sifat nistagmus paroksismal akibat kelainan perifer :

Onsetnya terlambat, terdapat periode laten 3-30 detik setelah perubahan

posisi dilakukan.

Masa timbulnya nistagmus sebentar 3-30 detik.

Arah nistagmusnya upbeat dan torsional

Disertai vertigo sebentar.

Respon nistagmus ini mudah lelah, yaitu bila diulang-ulang responnya

kian lemah bahkan hilang.

Tes ini sangat penting oleh karena dapat menunjukan lateralisasi ke telinga yang

sakit, yaitu arah nistagmus selalu berlawanan dengan lokalisasi telinga yang sakit.

4

- Nistagmus yang timbul akibat kelainan SSP memberi ciri :

Tidak ada periode laten, nistagmus seketika timbul setelah ada rangsangan

perubahan posisi.

Masa timbulnya nistagmus lama > 30 detik

Arah nistagmusnya berubah arah

Tidak atau hanya sedikit disertai keluhan vertigo

Tidak mudah lelah

Gambar 1. Manuver Hallpike

2. Pemeriksaan keseimbangan

Berdiri tegak, berjalan, berjalan diatas jari kaki, berjalan diatas tumit dan berjalan

secara tandem.

Duduk dikursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup :

a. Bila ada kelemahan otot terjadi penurunan lengan atau dan kaki.

b. Bila ada gangguan proprioseptif terjadi kenaikan lengan atau kaki.

Diadokokinesis, tes jari-hidung, tes tumit-tibia dan tes salah tunjuk.

Membedakan gangguan keseimbangan akibat kelainan labirin dan serebelum :

Penderita disuruh berdiri dengan mata tertutup, lengan kedepan, bila ada

gangguan labirin kiri akan terjadi suatu posisi sebagai berikut :

5

- Mata melirik kearah kiri (perlahan-lahan = fase lambat), kemudian diikut

dengan gerakan cepat bola mata kearah kanan. Ini merupakan suatu nistagmus

kekanan.

- Kepala terputar kearah kiri.

- Tubuh terpilin kekiri.

- Deviasi kedua lengan kekiri, bersamaan dengan kenaikan lengan kanan keatas

dan lengan kiri kebawah.

- Cendrung untuk jatuh kekiri.

- Berjalan deviasi kekiri.

Tes Romberg, baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup. Pada

kelainan serebelum tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan dengan mata terbuka

atau tertutup. Kelainan labirin dipengaruhi oleh mata.

Berdiri dengan satu kaki diangkat (mata terbuka kemudian tertutup) : penderita

tetap tegak selama waktu tertentu, maka fungsi keseimbangan adalah normal.

Penderita dengan gangguan labirin :

- Akan jatuh kearah sesuai dengan fase lambat nistagmusnya.

- Bila bersamaan dengan itu disuruh memutar kepala kekiri dan kekanan,

kecendrungan jatuh itu akan berubah-ubah tetapi selalulu kearah sesuai

dengan arah fase lambat nistagmusnya.

Tes berjalan :

Disuruh berjalan lurus kedepan dan kebelakang dengan mata tertutup dan terbuka.

Pada kelainan labirin bilateral terjadi sempoyongan kesemua arah.

Tes jari-jari dengan mata terbuka dan tertutup :

- Kelainan labirin menunjukan kelainan tes bilateral.

- Kelainan serebelum menunjukan kelainan unilateral, sesuai dengan lokalisasi

kelainannya.

Tes menulis vertikal : penderita duduk didepan meja, tangan dan tubuhnya tidak

boleh menyentuh meja, tangan yang satunya diatas lutut yang lain disuruh menulis

huruf A-B-C-D disusun kearah bawah mula-mula dengan mata terbuka kemudian

tertutup.

6

- Bila ada deviasi deretan huruf-huruf dari yang paling atas terhadap yang

paling bawah lebih besar dari 10o berarti ada kelainan labirin unilateral.

- Bila tulisannya tidak karuan atau bila kian lama huruf yang ditulis kian besar :

makrografi berarti ada kelainan serebelum.

3. Pemeriksaan pendengaran

Minimal diperiksa dengan garputala untuk membedakan tuli konduksi ataaukah

persepsi, tes fistula.

4. Pemeriksaan neurologi rutin

5. Pemeriksaan kardiovaskular rutin

Terutama tensi lengan kanan dan kiri, tensi berbaring dan beberapa saat setelah

berdiri. Auskultasi sepanjang arteri karotis.1

C. Diagnosis banding

Vertigo bisa berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak)

atau diperifer (telinga dalam atau saraf vestibular). Kita perlu membedakan kedua jenis

vertigo ini karena terapi dan prognosisnya berbeda.

1. Vertigo sentral

Merupakan gangguan di batang otak atau di serebelum, biasanya merupakan peyebab

vertigo jenis sentral. Untuk menegakkan apakah sumber gangguan berasal dari batang

otak, selidiki apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di batang otak.

Misalnya, diplopia, perestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik.

Gangguan atau disfungsi serebelum, kadang-kadang sulit ditegakkan.

Misalnya, gejala stroke serebelar gejalanya dapat menyerupai gangguan vestibular

perifer. Perlu dicari gejala serebelar lainnya, seperti gangguan koordinasi. Penderita

gangguan serebelar mungkin mengalami kesulitan dalam melakukan gerakan supinasi

dan pronasi tangannya secara berturut-turut.

Selain itu, bisa dilakukan tes tunjuk hidung. Penderita disuruh menunjukkan

jari kepemeriksa dan setelah itu menunjuk hidungnya,. Seorang dengan vertigo sentral

tidak melakukannnya dengan baik dan terlihat adanya ataksia. Sedangkan, penderita

vertigo perifer dapat melakukannnya secara normal.

7

2. Vertigo perifer

Pembagian berdasarkan lamanya vertigo berlangsung

a. Episode vertigo berlangsung beberapa detik

Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional

benigna/BPV/BPPV. Serangan vertigo dapat dicetuskan oleh perubahan posisi

kepala. Bila kepala bergerak, misalnya karena berguling sewaktu tidur atau

menengadah, vertigo berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda.

BPPV penyebab paling sering adalah idiopatik (tidak diketahui). Dapat juga

disebabkan oleh trauma kepal, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular.

Prognosis umumnya baik dan gejala akan menghilang secara spontan.

b. Vertigo berlangsung beberapa menit atau jam

Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam, dapat dijumpai pada penyakit

meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala,

yaitu : ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Biasanya juga

ditemukan rasa penuh atau rasa tertekan di telinga.

Pada penyakit meniere, pemeriksaan fisik mungkin akan menunjukkan adanya

penurunan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan “tandem” dengan mata tertutup.

Berjalan tandem adalah berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan. Bila menapak,

tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.

Perlu dilakukan pemeriksaan ketajaman pendengaran. Misalnya, dengan

pemeriksaan audiometri. Hal ini dibutuhkan untuk menegakkan beratnya penurunan

ketajaman pendengaran, serta untuk mengikuti perjalanan penyakit.

Pemeriksaan elektronistamografi sering memberikan bukti adanya penurunan

fungsi vestibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere adalah

terdapatnya kelompok-kelompok serangan vertigo yang diselingi masa remisi.

Pada sebagian besar penderita didapatkan bahwa penyakit ini menghilang,

dengan meninggalkan pada penderitanya kecatatan pendengaran berupa tuli dan

tinitus. Kadang, penderita juga mengalami disekuilibrium, tapi bukan vertigo.

Penderita yang mengalami sifilis stadium 2 atau stadium 3 dini, mungkin mengalami

gejala yang serupa dengan penyakit meniere. Jadi, harus diperiksa kemungkinan

penyakit meniere pada penderita sifilis.

8

c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu

Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke unit gawat darurat.

Penyakit ini mulanya diawali dengan vertigo dan nausea, disertai muntah. Gejala ini

berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa lebih

lega, tapi tidak bebas sama sekali dari gejala, bila ia berbaring diam.

Neuronitis vestibular mungkin disebabkan oleh infeksi virus pada saraf

vestibular. Penyakit ini jarang berulang. Pada pemeriksaan fisik mungkin akan

menemukan nistagmus, yang menjadi lebih besar amplitudonya bila pandangan

menjauhi telinga yang terkena. Penyakit ini akan mereda dalam kurun beberapa hari

sampai minggu.

Pemeriksaan dengan elektronistagmografi, menunjukkan penyembuhan total

pada beberapa pasien. Tapi, pada sebagian besar pasien ditemukan gangguan

vestibular dalam berbagai tingkatan. Disamping itu, pada bebrapa penderita timbul

BPPV.

Pada penderita yang mengalami serangan vertigo mendadak, harus ditelusuri

kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral pada penyakit

sereberal tidak berkurang bila dilakukan fiksasi visual, yaitu mata memandang pada

suatu benda yang tidak bergerak. Dan, nistagmus dapat berubah arah bila arah

pandangan berubah.

Nistagmus perifer pada neuronitis vestibular lebih meningkat, bila pandangan

diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan berkurang bila dilakukan fiksasi visual.

Pada nistagmus perifer, nistagmus akan berkurang bila kita memfiksasikan pandangan

ke suatu benda.2

Tabel 1. Penyebab Vertigo yang Sering Ditemukan

Lama episode vertigo Tanpa gangguan pendengaran Dengan gangguan

pendengaran

Beberapa detik 1. BPPV

2. Insufisiensi vertebrobasilar

3. Vertigo sevikal

1. Fistula perilimfatik

9

Berjam-jam 1. Migren vestibular

Vestibulopati berulang

1. Hidrops

endolimfatik

(sindrom meniere)

2. Sifilitis

Berhari-hari 1. Neuronitis vestibular 1. Labirintis

2. Kontusio labirin

Berbulan-bulan 1. Degenerasi serebelar 1. Neuroma akustik

2. Toksisitas telinga

Tabel 2. Membedakan vertigo sentral dan perifer

CIRI KHAS SENTRAL PERIFER

NAUSEA Ringan-sedang Berat

IMBALANCE Berat Ringan-sedang

HEARING LOSS Jarang Sering

NYSTAGMUS Bisa berubah arah dengan

berubahnya tatapan,

dengan fiksasi tidak baik

Searah, dengan fiksasi baik

RECOVERY Bulanan Hari sampai minggu

NEURO SIGN Sering Jarang

D. Diagnosis kerja

BPPV adalah vertigo yang muncul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu.

BPPV juga dikenal sebagai vertigo positional benign (BPV) atau postural atau

kupulolitiasis. Dari vertigo yang berasal dari kelainan perifer, BPPV paling sering

ditemukan, yaitu sekitar 30%.

Pada penyakit ini, perubahan posisi kepala, terlebih bila telinga yang terlibat

diposisikan dibagian bawah, menimbulkan vertigo berat yang berlangsung singkat.

Sindrom ini ditandai episode berat yang berlangsung singkat (beberapa detik atau menit),

disertai mual dan muntah.

Serangan vertigo biasanya dicetuskan oleh perubahan sikap. Misalnya, ketika

penderita berguling ditempat tidur menolehkan kepala, melihat kebawah atau

menengadah. Vertigo bisa muncul pada setiap perubahan posisi kepala. Tapi, biasanya

10

paling berat pada sikap berbaring pada sisi dengan telinga yang terlibat berada disebelah

bawah.

Vertigo akan mereda, bila penderita terus mempertahankan sikap atau posisi yang

mencetuskan. Tapi, biasanya penderita akan mengubah sikap atau posisinya, untuk

menghindari sensasi yang tidak menyenangkan. Jika penderita terus mempertahankan

sikapnya pada sikap yang memicu vertigo (misalnya menoleh kekiri), intensitas vertigo

akan berkurang dan kemudian mereda.

Bila manuver diulang terus, misalnya menoleh kekiri, respon semakin berkurang,

vertigo semakin melemah kemudian mereda. Berbeda dengan vertigo perifer, vertigo

sentral tidak didapatkan respon mengurangi atau habituasi. Respon vertigo atau nistagmus

hampir sama dan tidak berubah.

Pada vertigo posisional yang perifer, vertigo tidak segera muncul begitu diambil

posisi yang memicu. Ada waktu laten yang berlangsung beberapa detik. Pada vertigo

posisi, yang berasal dari kelainan sentral, vertigo atau nistagmus langsung timbul begitu

posisi diubah. Namun, keluhan subyektif mungkin lebih ringan pada vertigo posisional

sentral.

Perjalanan penyakit BPPV amat bervariasi. Pada sebagian besar kasus, gangguan

menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh

setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada penderita yang hanya satu kali

mengalami. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo berlangsung

lama.3

E. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus

BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga

tengah, infeksi telinga dalam (otitis media, labirinitis), degenerasi pada lansia atau operasi

stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan kelainan otokonial, berupa

deposit yang berada dikupula bejana semisirkular posterior. Deposit ini menyebabkan

bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi, yang menyertai keadaan posisi

kepala yang berubah.

Beberapa faktor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah

kurangnya pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi mendadak akan

timbul sensasi vertigo.3,4

11

F. Epidemiologi

Prevalensi angka kejadian BPPV di Amerika Serikat adalah 64 dari 100.000 orang

dengan kecendrungan terjadi pada wanita (64%). BPPV diperkirakan sering terjadi pada

usia rata-rata 51-57,2 tahun dan jarang pada usia dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma

kepala.4

G. Patofisiologi

Vertigo terjadi akibat kelainan sistem vestibularis. Sistem vestibularis terdiri dari :

1. Struktur telinga dalam (labirin), labirin terdiri dari atas tiga kanalis semisirkulari

(anterior, posterior, horizontal) dan juga oragan otolit yaitu utrikulus dan sakulus.

2. Nervus vestibularis

3. Batang otak

4. Cerebelum

Fungsi sistem vestibularis adalah :

1. Integrasi rangsang sensorik dan gerakan

2. Menempatkan obyek dalam fokus visual pada saat tubuh bergerak

3. Sehingga memberikan informasi yang penting untuk keseimbangan dan untuk

koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan gerakan-gerakan mata dan postur tubuh.

Pada waktu kepala bergerak, sinyal ditransmisi ke labirin, kemudian labirin menyalurkan

informasi tentang gerakan ke nervus vestibularis, selanjutnya nervus vestibularis

membawa informasi tersebut ke batang otak dan serebelum (bagian oatak yang mengatur

keseimbangan, postur dan koordinasi motorik). Secara singkat dapat dijelaskan sewaktu

kepala bergerak, sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai

perubahan gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai

posisi kepala relatif terhadapa gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan

gerakan linier (bergerak dalam garis lurus tanpa memandang arah).

Vertigo jenis ini disebabkan oleh pelepasan statolit/debris (suatu massa ditelinga,

berupa kristal kalsium dan protein) yang bertambah banyak dari membrana statolit.

Dipengaruhi oleh gravitasi, statolit bermigrasi kebagian terendah labirin, tempat ia dapat

tersapu dengan mudah ke pintu masuk kanalis semisirkularis posterior (biasanya) ketika

pasien berbaring terlentang. Statolit yang lepas juga dapat memasuki kanalis

semisirkularis lateralis.

Pergerakan dalam bidang kanalis semisirkularis yang terkena membuat kristal

didalamnya bergerak, membuat pergerakan relatif endolimf, yang ditransmisikan

12

kekupula. Impuls yang berasal dari kanalis semisirkularis yang terkena menimbulkan

sensasi pergerakan (vertigo) dan nistagmus pada bidang kanalis semisirkularis yang

terstimulasi.

Gambar 3. Patofisiologi BPPV

H. Gejala klinis

1. Pasien dengan BPPV hadir dengan vertigo: sensasi bahwa lingkungan sekitar berputar

relatif terhadap diri sendiri atau sebaliknya, onsetnya bertahap.

2. Tipe tertentu gerakan, dapat memicu serangan, seperti menengadah atau

membungkuk, memutar kepala, dan berguling di tempat tidur. Kadang-kadang pasien

dapat mengidentifikasi arah pergerakan kepala yang presipitat episode, dan ini hampir

selalu sesuai dengan telinga yang terkena.

13

3. Terdapat waktu laten dimana nistagmus dan vertigo tidak langsung terjadi setelah

adanya perubahan posisi pada posisi yang merangsang tetapi terjadi beberapa detik

setelahnya.

4. Durasi: durasi dari BPPV biasanya berlangsung <30 detik.

5. Sebagian besar pasien dengan BPPV mungkin mengalami mual, sering mereka

gambarkan sebagai sebuah episode berlangsung lebih lama karena gejala mual,

ketidakseimbangan, dan ringan yang dapat bertahan.5

I. Penatalaksanaan

Vertigo merupakan kondisi yang diakibatkan gangguan pada sistem vestibular, dengan

penyebab yang beragam. Dengan obat-obatan kita dapat mengurangi atau menghilangkan

gejala vertigo. Namun jika dengan terapi fisik vertigo masih belum membaik bisa

diberikan obat.

1. Non medikamentosa

Dapat dilakukan manuever reposisi secara cepat pada bidang kanalis semisirkularis

yang terkena, dengan cara sedemikian rupa sehingga statolit dapat keluar dari kanal,

kemudian diabsorbsi oleh tubuh. Latihan ini dapat dilakukan sendiri oleh penderita

dirumah saat pagi hari dan merupakan kegiatan yang pertama kali dalam satu hari.

Penderita duduk di pinggir tempat tidur, kemudian rebahkan diri pada posisi yang

mencetuskan vertigo. Pertahankan posisi ini selama 30 detik atau bila mampu sampai

vertigo mereda. Setelah vertigo mereda, kembali keposisi duduk semula. Gerakan ini

diulangi sampai vertigo melemah atau mereda. Bisanya 2-3 kali sehari, setiap hari

sampai vertigo tidak didapatkan lagi.3,8

14

Gambar 3. Manuver Reposisi

2. Medikamentosa

Obat antivertigo, seperti meksiklin, betahistamin atau fenergan dapat

digunakan sebagai terapi simtomatik, sewaktu melakukan latihan atau bila muncul

eksaserbasi atau serangan akut.

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat antivertigo, aktivitas

antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,

meksiklin, siklisin, tampaknya khas dan bukan hanya merupakan kemampuan

menekan pusat muntah dibatang otak. Efek samping yang umum dijumpai dengan

obat antihistamin adalah sedasi. Penderita denga vertigo, efek samping mengantuk

memberikan dapampak positif.

15

Dosis obat :

a. difenhidramin : lama kerja obat ini adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25-50

mg, 4x sehari per oral.

b. dimenhidrinat : lama kerja obat ini adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25-50

mg, 4x sehari per oral.

Fenotiazine, kelompok obat ini banyak yang mempuntai sifat antiemetik.

Namun tidak semua obat antiemetik mempunyai khasiat antivertigo. Promethazine

(Phenergan) merupakan obat dari golongan fenotiazin yang paling efektif mengobati

vertigo dan mabuk kendaraan, sama khasiatnya dengan obat antihistamin. Lama

aktivitas obat ini adalah 4-6 jam diberikan dengan dosis 12,5-25 mg, 4x sehariperoral.

Efek samping yang paling sering dijumpai adalah sedasi. Promethazine sedikit

kemungkinan menyebabkan efek samping ekstrapiramidal, dibanding obat fenotiazine

lainnya.8

J. Pencegahan

Mengurangi atau menjauhi faktor-faktor risiko dibawah ini :

1. Meningkatnya usia

2. Perempuan

3. trauma kepala

4. vestibular neuronitis

5. labyrinthitis

6. migrain

7. operasi telinga bagian dalam

8. otitis media

9. hipertensi

10. hiperlipidemia

11. diabetes

12. vertebrobasilar insufisiensi

13. Arteritis sel raksasa

14. Osteoporosis5

16

K. Prognosis

Umumnya kekambuhan dapat terjadi setelah sukses dengan treatmen manuver repisisi,

sehingga diperlukan tratmen lebih lanjut. Literatur yang diterbitkan bervariasi pada

tingkat kekambuhan, dengan 1 studi jangka panjang observasional menunjukkan tingkat

kekambuhan 18% lebih dari 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat

kekambuhan 15% per tahun, dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah

pengobatan.5

L. Komplikasi

1. Mual, muntah, disfungsi otonom

2. Ketidakseimbangan

3. Jatuh pada pasien yang lebih tua

4. Kecelakaan lalu lintas

5. Kecelakaan saat bekerja atau bersantai

6. Gangguan pendengaran5

Kesimpulan

BPPV merupakan jenis vertigo yang paling umum dijumpai, vertigo dicetuskan oleh

perubahan posisi kepala, seperti menengadah, menunduk, menoleh kekiri ataupun kekanan,

bahkan saat berguling-guling di tempat tidur. BPPV banyak dijumpai pada wanita diatas usia

50 tahun. Penyebab yang tersering adalah idopatik 50%, selanjutunya oleh degenerasi, infeksi

telinga dan trauma, sehingga mengakibatkan statolit telinga bertambah banyak yang dapat

mengenai kanalis semisirkularis sehingga memberikan informasi untuk sensasi keseimbangan

dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh menjadi abnormal yang

disebut vertigo dimana pasien merasa dirinya atau lingkungan disekitarnya menjadi berputar

dan juga mengakibatkan adanya nistagmus pada mata.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat sangat penting untuk membedakan jenis-

jenis vertigo. Terapi terbaik untuk mengatasi BPPV adalah reposisi Maneuver yang bertujuan

untuk dapat mengeluarkan statolit dari kanal sehingga diserap oleh tubuh.

Daftar Pustaka

17

1. Nuartha BN, Joesoef AA, A Amiruddin, L Arifin, Basjiruddin, dkk. Kapita selekta

neurologi. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS; 2009.h.341-57.

2. Bedakan vertigo sentral dan perifer. Etichal Digest semijurnal farmasi dan kedokteran no

90, th IX.. Jakarta: PT Etika Media Utama; 2011.h.29-31.

3. Menegakkan diagnosa vertigo. Etichal Digest semijurnal farmasi dan kedokteran no 90,

th IX.. Jakarta: PT Etika Media Utama; 2011.h.34-7.

4. Dewanto G, S Wita J, R Budi, T Yuda. Panduan praktis dan tatalaksanan penyakit saraf.

Jakarta: EGC; 2009.h.111-5.

5. Parnes LS, N Shahin. Benign paroxysmal positional vertigo. 29 Juli 2011. Diunduh dari

www.online.epocrates.com, 6 Januari 2012.

6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Ed 2nd . Jakarta: EGC; 2001.h.186-

9.h.170-1.

7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS. Ed 4th. Jakarta: EGC; 2010.h.

8. Terapi fisik dan obat untuk vertigo. Etichal Digest semijurnal farmasi dan kedokteran no

90, th IX. Jakarta: PT Etika Media Utama; 2011.h.38-41.

18