pembahasan lo sken 4

16
LO 1 Mekanisme infeksi odontogenik dimulai dari kerusakan jaringan keras gigi ( gigi). Karies gigi dimulai dari adanya plak dan mikroorganisme yang dapat menuru rongga mulut dan akhirnya menyebabkan karies superfisialis. Begitu zona kavitas demineralisasi meluas sampai seluruh tebal enamel, spesies kuman lain berperan s pathogen dan menyerang tubuli dentinalis yang mengandung tonjolan-tonjolan odonto an terjadilah karies media, kemudian karies media ini dapat meluas sam profunda. Kemudian bila infeksi tidak dihilangkan dapat mengakibatkan pulpiti ataupun pulpitis irreversible. Bila pulpa mengalami pulpitis irreversible penyebarannya dapat menyebabkan nekrosis pulpa. !ang bila lama kelamaan dibiarkan bisa terjad "ulpitis akut ditandai infiltrate neutrofil yang dekat dengan da karies. "ada pulpitis kronik se#ara mikroskopik tampak jaringan granulasi dengan sel-sel radang mononu#lear. "roses radang ini menekan pembuluh darah yang ada di melalui foramen apikal pada ujung akar. $khirnya jaringan pulpa mengalam nekrosi infeksi menyebar melalui saluran-saluran akar dan menuju ke jaringan periodontum "ada saat gigi nekrosis karena karies, kuman-kuman keluar dari ape mengadakan infeksi. Mula-mula infeksi terjadi terjadi se#ara lo#al di sekitar ap %nfeksi ini dapat menjadi akut, dan akan berakibat abses apeks, atau apabila kro berakibat granuloma periapeks. &esi-lesi pada infeksi periapeks akut selanjutnya dapat menyebar m alveolus menuju ke dalam rongga mulut le'at gingival atau sulkus pipi. $kar mola menjalar ke atas menuju sinus maksilaris. %nfeksi periapeks mandibula dapat menj rongga mulut akibatnya akan terjadi selulitis atau infeksi rongga dengan akibat pembengkakan 'ajah. elama gigi yang nekrosis atau ujung akar masih ada, maka terjadinya mikro terus-menerus memunginkan infeksi Robbins dan Kumar. 2007 Buku Ajar Patologi II Edisi 7. Jakarta :EGC Mekanisme yeri "ulpoperiapikal ebetulnya, nyeri meupakan mekanisme pertahanan tubuh dengan mengenali iritanmelalui reseptor nyeri di perifer yang kemudian diolah di dalam susunan sa *ujuannya untuk men#egah kerusakan lebih lanjut dengan memberi kesempata

Upload: hanifah-nailul-amania

Post on 02-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tutor

TRANSCRIPT

LO 1Mekanisme infeksi odontogenik dimulai dari kerusakan jaringan keras gigi (karies gigi). Karies gigi dimulai dari adanya plak dan mikroorganisme yang dapat menurunkan ph rongga mulut dan akhirnya menyebabkan karies superfisialis. Begitu zona kavitas demineralisasi meluas sampai seluruh tebal enamel, spesies kuman lain berperan sebagai pathogen dan menyerang tubuli dentinalis yang mengandung tonjolan-tonjolan odontoblas. Dan terjadilah karies media, kemudian karies media ini dapat meluas sampai ke karies profunda. Kemudian bila infeksi tidak dihilangkan dapat mengakibatkan pulpitis reversible ataupun pulpitis irreversible. Bila pulpa mengalami pulpitis irreversible penyebarannya dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Yang bila lama kelamaan dibiarkan bisa terjadi abses.

Pulpitis akut ditandai infiltrate neutrofil yang dekat dengan daerah yang terkena karies. Pada pulpitis kronik secara mikroskopik tampak jaringan granulasi dengan infiltrasi sel-sel radang mononuclear. Proses radang ini menekan pembuluh darah yang ada di pulpa melalui foramen apikal pada ujung akar. Akhirnya jaringan pulpa mengalam nekrosis dan infeksi menyebar melalui saluran-saluran akar dan menuju ke jaringan periodontum. Pada saat gigi nekrosis karena karies, kuman-kuman keluar dari apeks akar dan mengadakan infeksi. Mula-mula infeksi terjadi terjadi secara local di sekitar apeks akar. Infeksi ini dapat menjadi akut, dan akan berakibat abses apeks, atau apabila kronik akan berakibat granuloma periapeks. Lesi-lesi pada infeksi periapeks akut selanjutnya dapat menyebar melalui lubang alveolus menuju ke dalam rongga mulut lewat gingival atau sulkus pipi. Akar molar dapat menjalar ke atas menuju sinus maksilaris. Infeksi periapeks mandibula dapat menjalar ke rongga mulut akibatnya akan terjadi selulitis atau infeksi rongga dengan akibat pembengkakan wajah. Selama gigi yang nekrosis atau ujung akar masih ada, maka terjadinya mikroba akan terus-menerus memunginkan infeksiRobbins dan Kumar. 2007 Buku Ajar Patologi II Edisi 7. Jakarta :EGC

Mekanisme Nyeri PulpoperiapikalSebetulnya, nyeri meupakan mekanisme pertahanan tubuh dengan mengenali iritanmelalui reseptor nyeri di perifer yang kemudian diolah di dalam susunan saraf pust. Tujuannya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada penderita agar secepatnya mengkoreksi sebelum terjadi kerusakan yang menetap. Nyeri pulpoperiapikal merupakan nyeri akut.Nyeri pulpoperiapikal dapat disebabkan oleh perubahan adaptasi local, peningkatan tekanan di daerah pulpoperiapikal, factor mikroorganisme dan interaksi mediator biokimia. Contohnya adalah bradikininO Iskandar, M. Bernand, dkk. Jurnal Majalah Kedokteran Gigi Volume I, No. 1 Strategi Mengatasi Pulpoperiapikal. Jakarta: FKG Universitas Trisakti, 2006: 34-45Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen (Soemartono, 2000).Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi (Aryati, 2006).Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Karasutisna, 2001).Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).

Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty, 2009).Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2), (Fragiskos, 2007).

Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual (Fragiskos, 2007).Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).

Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. Sumber : Fragiskos, 2007Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory cervicofacial (Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).

Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007

Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007

LO 2Secara klinis ciri khas suatu abses jaringan lunak : pembengkakan terbatas jelas, palpasi terdapat fluktuasi, dan pada umumnya memberikan tanda klinis yang bersifat kronis. Macam abses : Abses Periapeks Abses periapeks adalah tahap akut dari infeksi yang menyebar dari gigi nonvital mwlalui tulang alveolar ke jaringan lunak di sekitarnya. Abses terbentuk atas neutrofil, makrofag, dan debris nekrotik. Pemeriksaan klinis menunjukkan nodula bengkak, berwarna kuning kemerahan atau merah, yang hangat dan fluktuan jika diraba. (P. Langlais, 2002) Abses Apikalis AkutAbses apikalis akut adalah suatu lesi likuifaksi setempat atau difus yang menghancurkan jaringan periradikuler. Ini adalah respons inflamasi yang parah terhadap iritan mikroba nonbakteri dari pulpa nekrotik. Selain itu, kadang-kadang pula disertai pula manifestasi sistemik dari proses infeksi seperti meningkatnya suhu tubuh, malaise, dan leukositosis.Pemeriksaan histologi pada abses apikalis akut biasanya menunjukkan adanya lesi destruktif setempat dari nikrosis likuifaksi yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sisa sel terakumulasi eksudat purulen. (E. Walton, 2008) Abses Apikalis KronikAbses Apikalis Kronik adalah keadaan yang timbul akibat lesi yang bertahan lama yang telah menyebabkan abses yang mengadakan drainase ke permukaan. Penderita memiliki gejala seperti abses apikalis akut tetapi ditambah dengan adanya saluran sinus, yang mungkin dibatasi sebagai atau seluruhnya oleh epitel dan dikelilingi oleh jaringan ikat yang terinflamasi.(E. Walton, 2008)

Abses PeriodontalAbses periodontal adalah daerah inflamasi yang terlokalisir dimana terjadi pembentukan nanah pada jaringan periodontal.Ditandai dengan sakit waktu menggigit dan sakit berdenyut-denyut yang hebat. Gigi yang bersangkutan meninggi dan goyang. Ginggiva di atasnya terlihat merah, bengkak, dan nyeri tetapi pada mulanya tidak terlihat fluktuasi atau aliran nanah. Tahap berikutnya ditandai dengan timbulnya nanah. Bila nanah sudah masuk ke jaringan lunak, sakit yang hebat akan reda dan abses akan mencul berupa pembengkakan merah, mengkilat, dan sangat nyeri diatas daerah alveolus. (Manson, 2004)

Perbedaan diagnosis abses periapikal dan periodontal1. Bila terletak di atas apeks akar, abses mungkin merupakan abses periapikal.2. Bila kondisi periodontal pada umumnya cukup baik dan tidak ada poket atau poket cukup dangkal maka abses tidak mungkin abses periodontal.3. Bila gigi nonvital, abses dapat merupakan abses periapikal atau periodontal atau keduanya berupa abses kombinasi.4. Bila gigi tidak karies dan tidak memiliki restorasi, abses tentunya berasal dari periodontal. (Manson, 2004)5. Reaksi sistemik yang dapat terjadi pada penderita abses periapikal akut, pasien dapat terlihat pucat, mudah tersingung, dan menjadi lemah baik karena rasa sakit dan kurang tidur.(Grossman,1995)HistopatologiInfiltrasi leukosit polimorfonuklear dan akumulasi cepat eksudat inflamatori yang bereaksi terhadap suatu infeksi aktif. Nanah secara mikroskopis terlihat suatu ruang atau ruang ruang kosong, di mana terjadi supurasi, dikelilingi oleh sel-sel polimorfonuklear dan beberapa sel mononuklear. (Grossman,1995)Grossman,Louis I, dkk.1995.Ilmu Endodontik Dalam Praktek (Endodontic Practice) Ed. 11.Hal: 87 dan 89. Jakarta : EGC

Abses odontogenikAbses odontogenik dapat terjadi melalui tiga jalur. Riwayat alami dari infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan terjadinya kematian pulpa, infeksi bakteri, dan perluasan proses infeksi ke arah periapikal, terjadinya keradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut. Kerusakan pada ligamen periodontium bisa memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut. Apabila gigi tidak erupsi sempurna, mukosa yang menutupi sebagian gigi tersebut mengakibatkan terperangkap dan terkumpulnya bakteri dan debris, sehingga menyebabkan abses perikoronal. (Pedersen,1996)

Menurut buku Foundation of Periodontics for the Dental Hygiest,abses periodonsium dapat disebabkan oleh hal berikut:1. Terbukanya periodonsium poket diketahui dapat menyebabkan terjadinya abses periodonsium. Hampir semua poket periodonsium mudah diakses mengguakan probe. Beberapa ahli megatakan pembukaan pocket periodonsium dapat dibatai oleh ukuran tertentu karena terjadi proses perbaikan, dan saat inilah bakteri yang ada dapat terjebak dalam cairan saku gusi yang dapat menyebabkan terjadinya abses. 2. Abses periodonsium juga dapat disebabkan oleh adanya benda sing yang mengenai jarigan pendukung disekitar gigi, yaitu ketika pasien menusuk gingivanya degan meggunakan tusuk gigi.ini merupakan suatu kebiasaan buruk.3. Pembersihan kalkulus pada poket periodonsium juga dapat menyebkan terjadinya abses periodonsium.

Abses periodonsium ini berbeda dengan abses periapikal. Jika abses periodonsium menyerang jaringan penyangga gigi yang disebabkan karena infeksi yang terjadi tau berawal dari jaringan periodonsium. Sedangkan jika abses periapikal disebabkan oleh infeksi dari pulpa gigi. Biasanya abses periodonsium tidak disertai dengan kematian pulpa(pulpa masih dalam keadaan vital), namun jika abses periapikal selalu diikuti dengan kematian pulpa. Secara radiografis kedua abses ini dapat menyebabkan bone loss. Namun jika abses periapikal bone loss terjadi dibawah akar gigi. Jika abses periodonsium bone loss terjadi di sekitar gigi atau diantara gigi.

Abses priodondonsium terdiri dari:1. Gingival Abscessabses gingiva mengacu abses periodonsium yang terbatas pada margin gingiva atau papilla interdental tanpa keterlibatan struktur periodonsium yang lebih dalam.2. Periodontal abscessMerupakan abses periodonsium yang melibatkan struktur yang lebih dalam dari jaringan periodonsium, tidak terbatas hanya pada gingiva saja.3. Pericoronal abcessMerupakan abses periodonsium yang terjadi pada jaringan disekitar mahkota gigi yang erupasi sebagian. Abses ini juga disebut pericoronitis. Abses jenis ini terlihat pada gigi ketika jaringsn lunak yang mengelilingi gigi, menutupisebagian permukaan oklusal gigi tersebut. Abses perocoronal ini biasanya terjadi pada gigi molar tiga rahang bawah, karena kebanyakan kasus molar ketiga tidak memiliki ruang yang cukup untuk erupsi seluruhnya. (Nield Gehrig and Willmann,2011)

LO 3Perkembangan abses biasanyab terjadi pada daerah odontogenik. Infeksi odontogenik umumnya disebabkan oleh perikoronitis, karies gigi, periodontitis dan komplikasi dari gigi. Gigi yang sering terinfeksi adalah gigi mo;lar 2 dan molar 3. Kerusakan gigi yang mengenai pulpa menyebabkan pulpitis yang jika tidak diobati berkembang menjadi periodontitis yang berkembang menjadi ostitis alveolar dan ostitis maxillar yang menyebabkan pembentukan abses di daerah orofasial. Ruang masticator berisi ramus mandibula dan posterior mandibula dan juga empat otot pengunyahan yaitu muskulus pterygoideus lateralis dan medialis, muskulus masseter, dan muskulus temporalis. Selain itu juga berisi saraf penting yang semuanya merupakan percanangan saraf trigeminal yang merupakan saraf masticator yang menginervasi otot otot pengunyahan, serta bukal, lingual, dan inferior saraf alveolar. Ruang masticator ini secara klinis penting sebagai rute perkembangan dan peradangan dari tumor. Hal ini menyebabkan kontraksi otot pterygoideus medialis dan lateralis yang menyebabkan trismusAbses di dalam tulang maxilo mandibula harus melubangi tulang rahang untuk memperluas jaringan di sekitarnya. Pada bagian mandibula bagian yang lemah, resisten dan tipis berapa pada posisi lingual daerah molar dan sisi labial dari daerah anterior. Pada rahang atas yang paling resisten adalah pada sisi labial bukal. Abses yang melubangi pelat bukal atau labial baik maksila maupun mandibula akan menuju intraoral yang menyebabkan perlekatan antara tulang dan otot terganggu. Abses mandibula melubangi dari sisi lingual dari wilayah anterior, abses masuk dalam ruang sublingual atau submandibular. Abses masticator biasanya disebabkan abses mandibular. Yang memperparah suatu abses masticator adalag potensi flora normal, dan keadaan imunosupresif, iskemik, dan hipoksia. Otot mastikasi atau pengunyah terdiri dari otot temporalis, masseter, pterygoid medial dan pterygoid lateral. Masing-masing otot memiliki peranan tersendiri dalam proses mengunyah, dan saat terjadi kerusakan pada otot tersebut akan menimbulkan rasa nyeri, keadaan ini disebut dengan muscle guarding yaitu penegangan pada otot yang timbul sebagai kompensasi terhadap nyeri yang timbul pada otot tersebut. Nyeri ini akan menyebabkan otot akan berkontraksi, dan menyebabkan berkurangnya lebar pembukaan mulut yang dapat dihasilkan oleh gerakan otot mastikasi. Kontraksi ini merupakan suatu gerakan reflek, sehingga penderita tidak dapat mengontrolnya. Setiap tindakan yang dipaksakan untuk meregangkan otot tersebut akan menimbulkan kontraksi yang makin kuat. Untuk melakukan terapi pada penderita trismus lebih efisien dilakukan dengan melakukan gerakan yang halus dan perlahan

LO 4 Kelenjar limfe Fungsi kelenjar limfe :1. Menyairing cairan limfe dari benda-benda asing 2. Pembentukan limfosit3. Pembentukan antibodi4. Pembuangan dan penghancuran bakteri 5. Membantu resorpsi lemak

Kuman penginfeksi dapat ditangkap sehingga menimbulkan peradangan pada kelenjar setempat. Peristiwa ini menunjukkan adanya infeksi.

Fungsi nodus limfe :1. Menyaring cairan limfe sebelum kembali ke darah 2. Sel pertahanan tubuh dalam nodus limfe merusak substansi asing, memberikan respon imun terhadap antigen 3. Nodus limfe membengkak apabila terjadi infeksi

Hampi seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfati, yang mengalirkan nkelebihan cairan secara langsung dari ruang interstitial. Dengan adanya sutu mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh. Maka limfe akan mengaktifkan sistem imun spesifik. Yaitu dengan pengaktifan limfosit T dan limfosit B. Fungsi limfosi B :Berubah menjadi sel plasma yang mengeluarkan antibodi sevara tidak langsung menyebabkan penghancuran (destruksi) benda asing. Dan juga mampu mengaktifkan sistem kerja dari limfosit T. Fungsi limfosit T :1. Mengaluraka faktor perumbuhan sel B, meningkatkan kemampuan sel aktif menghasilkan antibodi.2. Mengeluarkan faktor pertumbuhan, meningkatkan aktifitas sel T sitotoksin (rangsangan spesifik) terhadap antigen yang masuk.3. Sebagian zat kimia dihasilkan oleh sel T berfungsi menarik lebih banyak neutrofil dan calon makrofag ke temoat invasi. 4. Meningkatkan daya fagosit makrofag dalam mempertahankan tubuh dari bakteri yang biada dilakukan oleh makrofag yang non aktif.

Dengan masuknya kinin, histamin, zat lain, sehingga neutrofil an monosit masuk menangkap dan memfagosit kerusakan dan kematian bakteri, sel dari area luka.

Infeksi odontogen dapat meluas dengan berbagai cara. Pertama, dengan cara langsung yaitu menyebar melalui jaringan sekitar yang bersebelahan. Penyebaran infeksi odontogen juga dapat melalui aliran darah dan melalui aliran limfe.System saluran limfe berhubungan erat dengan system sirkulasi darah. Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena. Sebagian cairan yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang jaringan.Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan sel pembatas pembuluh limfe agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk ke dalam pembuluh limfe sehingga cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ke tempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalny aagen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe (limfonodi) yang dilalui oleh cairanlimfe yang bergerak menuju ke dalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah.

Infeksi odontogen dapat meluas dengan berbagai cara. Pertama, dengan cara langsung, yaitu menyebar melalui jaringan sekitaryang bersbelahan secara langsung dan kontinyu [1]. Shafer berpendapat [2], penyebaran infeksi odontogen juga dapat melalui aliran darah. Cara penyebaran yang lain adalah dengan melalui aliran limfe [1,2].Dari 800 kelenjar limfe di seluruh tubuh hampir (30 %nya) 300 kelenjar limfe berada di kepala dan leher dengan demikian seringkali baik metastasis ataupun penjalaran infeksi muncul sebagai pembesarann kelejar limfe kepala leher [3]. Perubahan patologis pada kelenjar limfe, baik yang merupakan infeksi maupun neoplastik sering ditemukan dan sukar dibedakan dari tumor nonlimfatik, proses radang atau degeneratif. Adanya pembesaran limfe pada bagian anterolateral atas leher jika berlangsung singkat dan disertai dengan nyeri tekan dan kemerahan, menunjukkan limfadenetis sekunder akibat infeksi. Pembesaran kelenjar limfe multiple, yang kadang-kadang mengalami fluktuasi seringkali saling melekat dan bergabung dan biasanya tidak nyeri tekan sering merupakan akibat proses granulomatosis kronik [4].Faktor dalam menilai kelenjar limfe yang bengkak adalah usia pasien, ciri khas kelenjar limfe, lokasi kelenjar dan latar belakang klinis yang terkait dengan limfadenopati. Ciri fisik kelenjar perifer penting, kelenjar linfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan dan tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras dan terfikasasi pada jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut, kelenjar limfe akan teraba lunak, membengkak secara asimetris dan saling berhubungan serta kulit di atasnya eritematosus (kemerahan) [5].Infeksi yang terjadi di rongga mulut sering mengakibatkan keradangan limfonodi regional yang lazimnya disebut limfadenitis. Hal tersebut adalah konsekuensi dari suatu sistem sirkulasi aliran limfe yang merupakan pertahanan tubuh di dalam sistem limforetikuler tubuh manusia [6,7].Salah satu tugas limfonodi adalah melakukan penyaringan terhadap hadirnya antigen yang masuk ke dalam tubuh [6,7,8,9]. Antigen dapat berupa protein asing atau mikroba penyebab infeksi misalnya bakteri, virus, fungi, protozoa, dan molekul makro yang dihasilkan oleh mikroba [10].Dalam proses penanggulangan infeksi, kadang-kadang terjadi terobosan mikroorganisme yang masuk ke aliran limfe sampai ke limfonodi [10]. Bila sifat bawaan mikroorganisme tersebut subvirulen dan dapat ditanggulangi oleh sistem pertahanan tubuh, maka akan terjadi limfadenitis kronis. Akan tetapi bila sistem pertahanan tubuh tidak dapat menganggulanginya, dan jasad renik termasuk jenis piogenik maka akan timbul supurasi pada limfonodi [7].Palpasi leher dan wajah harus dilakukan secara sistematik. kelenjar limfe leher dan metastatik seringkali terletak pada segitiga leher depan. daerah ini perlu diinspeksi dengan cermat, khususnya di bawah otot sternokleidomastoideus dan sepanjang perjalanan selubung karotis [11].Proses pembesaran kelenjar limfe oleh karena infeksi berbeda dengan metastasis karsinoma (kanker). Pada pembesaran kelenjar limfe yang disebabkan oleh infeksi dapat dijelaskan sebagai berikut.Infeksi yang dimulai dengan masuknya kuman patogen ke dalam tubuh, direspons oleh sistem kekebalan yang berlapis. Di lapis depan berjajar komponen normal tubuh seperti kulit, selaput lendir, batuk, flora normal dan berbagai sel. Di pusat pertahanan, terdapat kelenjar limfe yang menyimpan dua mesin perang yaitu limfosit T dan limfosit B. Kelenjar limfe tersusun secara regional menjaga kawasan tertentu. Karena itu mereka disebut juga sentinel node (sentinal adalah penjaga dan node adalah kelenjar limfe). Sentinel node kepala dan muka, terdapat di leher; payudara dan tangan, ketiak; kaki, lipat paha dan sebagainya [12].Dalam peperangan itu salah satu tugas lapis pertama adalah membawa sampel kuman ke limfosit untuk identifikasi dan pemrograman penghancurannya. Kemudian limfe atau cairan getah bening akan membawa sel T dan sel B, ke daerah konflik. Dalam usahanya kelenjar limfe regional akan meningkatkan aktivitasnya hingga membesar. Ciri-ciri pembesaran kelenjar limfe dalam mengatasi infeksi adalah sakit. Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe regional dengan nyeri dan disertai tanda-tanda infeksi di daerah itu, pencarian dan pengobatan pusat infeksi menjadi prioritas [12].Berbeda dengan infeksi, kelenjar limfe regional akan kewalahan menghadapi kanker. Mereka melakukan penetrasi secara bertahap dalam waktu tahunan. Lama-lama kelenjar limfe regional akan membesar tanpa rasa sakit. Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe regional tidak sakit, pencarian kanker primer menjadi prioritas [12].Referensi :1. Thoma, KH. Goldman, HM. 1960. Oral Pathology. Firth edition. Philadelphia: CV Mosby Company. 476, 737.2. Schwetschenau, E. 2002. The Adult Neck Mass. Am Fam Physician. 66:831-8.3. Shafer, WG. Hin, MK. Levy, BM. 1983. A textbook of Oral Pathology. 4th edition. Philadelphia.: WB Saunders Company. 1117, 519.4. Delp, MH. & manning, RT. 1999. Pemeriksaan kepala dan Leher dalam Major Diagnosis Fisik. 9th Ed. Jakarta: EGC.5. Isselbacher, KJ. Brauwald, E. Wilson, JD. martin, JD. Fauci, AS. Kasper, DL. 1999. Pembengkakan Kelenjar Limfe dan Limpa dalam Harriosn Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13 th Ed. Jakarta: EGC.6. Bellanti, J. 1993. Imunologi III. Ed. Ind. Noehajati Soeripto. Bulaksumur Jogjakarta Indonesia: Gajah Mada university Press. 18-34.7. Slots, J. Taubman, MA. 1992. Contemporary Oral Microbiology and Immunology. St Louis: Mosby ear Book. 112-3.8. Topazian, RG. Goldberg, MH. 1987. Oral and Maxillofacial Infections. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Company. 159-64.9. Regezi, AR. Sciubba, JJ. 1989. Oral Pathology. Clinical Pathologic Correlations. Philadelphia: WB Saunders Company. 284.10. Roiit, IM. 1990. PokokPokok Ilmu Kekebalan. Jakarta: Gramedia. 1, 80.11. Miller, CH. Palenik, CJ. 1994. Infection Control and Management of Hazardous Material for the Dental Team. St Louis: Mosby. 41.12. Azwar, B. 2008. Pembesaran Kelenjar Getah Bening. Available athttp://www.suaradokter.com/2008/12/pembesaran-kelenjar-getah-bening-kgb/. [27 Mei 2010].