step 7 sken 4 oke dewandaru

22
BAB VII BERBAGI INFORMASI 7.1. ALL ABOUT SYOK KARDIOGENIK a. Definisi Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat trrjadi karena disfungsi ventrikel kirin yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel kiri cukup baik (Alwi & Nasution, 2015). b. Etiologi Alwi & Nasution (2015) menyatakan bahwa komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok. Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah takariatmia atau bradiaritmia yang rekuren, di mana biasanya terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia supraventrikular ataupun ventrikular. Syok

Upload: dewandaru-i-a-b

Post on 27-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fk

TRANSCRIPT

Page 1: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

BAB VII

BERBAGI INFORMASI

7.1. ALL ABOUT SYOK KARDIOGENIK

a. Definisi

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah

jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat

mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat trrjadi karena disfungsi ventrikel

kirin yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel

kiri cukup baik (Alwi & Nasution, 2015).

b. Etiologi

Alwi & Nasution (2015) menyatakan bahwa komplikasi mekanik akibat

infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok. Di antara komplikasi

tersebut adalah ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan

ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok

kardiogenik. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi

ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.

Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah

takariatmia atau bradiaritmia yang rekuren, di mana biasanya terjadi akibat

disfungsi ventrikel kiri dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia

supraventrikular ataupun ventrikular. Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai

manifestasi tahap akhir dari disfungsi miokard yang progresif termasuk akibat

penyakit jantung iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif

(O’Donnell & Carleton, 2014; Alwi & Nasution, 2015)

c. Patofisiologi

Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah

depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan

curah jantung, tekanan darah rendah, insufiensi koroner dan selanjutnya terjadi

kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memperkirakan bahwa terjadi

vasokontriksi sistemik sebagai kompensasi, dengan peningkatan resistensi

vaskular yang terjadi sebagai respon dari penurunan curah jantung.

Page 2: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard.

Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang

mengakibatkan peningkatan kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya

mempunyai efek buruk multipel antara lain :

Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik

Efek terhadap metabolisme glukosa

Efek proinflamasi

Penurunan responsivitas katekolamin

Memicu vasodilitas sistemik

Sindrom respon inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non

infeksi, antara lain trauma, kardiopulmonal, pankreatitis, dan luka bakar. Pasien

dengan infark miokard luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, leukosit,

komplemen, interleukin, C-reaktive protein, dan petanda inflamasi lain. NO yang

disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel endotel dan

miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif (Alwi & Nasution,

2015).

Gambar 1. Siklus yang berulang pada syok kardiogenikSumber : Muttaqin (2009)

Page 3: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Gambar 2. Patofisiologi syok kardiogenikSumber : Panja et al. (2010)

d. Faktor resiko

Menurut Alwi & Nasution (2015) terdapat beberapa resiko syok

kardiogenik pada pasien infark miokard seperti :

Usia lanjut

Infark miokard anterior

Hipertensi

Diabetes melitus

Gagal ginjal

Penyakit arterim koroner multivesel

Riwayat strok

Riwayat penyakit arteri perifer

Riwayat infark miokard sebelumnya

Gagal jantung blok cabang berkas kiri

Tekanan darah sistolik awal

Frekuensi jantung dan klas Killip

Page 4: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Klirens kreatin dan jumlah vasopresor yang dipakai

e. Manifestasi Klinis

.    Menurut O’Donnell & Carleton (2014) dan Alwi & Nasution (2015)

manifestasi klinis syok kardiogenik adalah :

1) Hipotensi, kekanan arteri sistolik <90 mmHg atau 30 sampai dengan 60

mmHg di bawah batas sebelumnya.

2) Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :

Keluaran urine <20 ml/jam (oliguria) biasanya disertai penurunan kadar

Na dalam urine

Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin dan lembab

Gangguan fungsi mental seperti adanya konfusi dan agitasi.

Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop,

sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sjenak. Kemudian

pasien akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem

saraf pusat.

3) Umumnya ada keluhan nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang

menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.

4) Indeks jantung <2,1 l/menit/m2

5) Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru (PCWP)

18-21 mmHg

f. Diagnosis

1) Pemeriksaan Fisik

Menurut Alwi & Nasution (2015) pemeriksaan fisik adalah :

Pada pemeriksaan awal hemodinamik kan ditemukan tekanan darah

sistolik yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80

mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat.

Denyut jantung biasanya cenderung meningkat akibat stimulasi simpatis

Frekuensi pernapasan meningkat akibat kongesti pada paru

Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki

Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher

seringkali meningkat distensinya

Page 5: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati

dilatasi

Intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial ataupun

temponade

Irama gallop dapat terdengar yang menunjukkan adanya disfungsi

ventrikel kiri

Regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur

yang timbul sangat membantu menentukan kelainan atau komplikasi

mekanik

Pasien dengan gagal jantung kanan akan menunjukkan beberapa tanda :

- Pembesaran hati

- Pulsasi di hati akibat regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites

- Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya

- Timbulnya edema perifer

- Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin

2) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan menurut Alwi & Nasution (2015)

adalah :

EKG, gambaran elektrokardiografi dapat membentu menetukan etiologi

syok kardiogenik

Foto rontgen dada, akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti

paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi

komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark

miokard, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai

kardiomegali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan

terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia.

Ekokardiografi, modalitas pemeriksaan non-invasif ini sangat banyak

membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi

Pemantauan hemodinamik, penggunaan kateter Swan-Ganz untuk

mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru

sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi, serta

sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.

Page 6: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Saturasi oksigen, pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan

dapat dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz yang juga dapat

mendeteksi adanya defek septal ventrikel.

g. Penatalaksanaan

Menurut Alwi & Nasution (2015) penatalaksanaan dapat dilakukan dalam

beberapa langkah :

Langkah 1. Tindakan Resustasi Segera

Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi

definitif.

Upaya mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah

sekuele neuorologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin

(norepinefrin) tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya

untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis

minimal yang dibutuhkan

Intra aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum

transportasi jika fasilitas tersedia

Analisis gas darah dan saturasi oksigen harys dimonitor denganh memberikan

continues positive airways pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi.

EKG harus dimonitor terus menerus, dan peralatan defibrilator, obat

antiaritmia amiodaron atau lidokain harus tersedia.

Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika

diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam

Pada syok kardiogenik karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu

kateterisasi, diberikan terapi dengan heparin

Langkah 2. Menentukan Secara Dini Anatomi Koroner

Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok yang berasal dari

kegagalan pompa iskemik yang predominan.

Pasien di RS komunitas harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier yang

berpengalaman

Hipotensi diatasi segera dengan IABP

Page 7: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Langkah 3. Melakukan Revaskularisasi Dini

Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas

terapi secepatnya.

Gambar 3. Penatalaksanaan syok kardiogenik pada infark miokard akutSumber : Panja et al. (2010)

7.2. Jenis Syok

Menurut Fitria (2010) dan O’Donnell & Carleton (2014) jenis syok adalah

sebagai berikut :

Page 8: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

1) Syok Hipovolemik atau oligemik

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume

darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat

pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah (Wijaya, 2015).

Menurut Wijaya (2015) penyebab selengkapnya syok hipovolemik adalah :

Pendarahan

- Hematom subkapsular hati

- Aneurisma aorta pecah

- Pendarahan gastrointestinal

- Perlukaan ganda

Kehilangan plasma

- Luka bakar luas

- Pankreatitis

- Deskuamasimkulit

- Sindrom dumping

Kehilangan cairan ekstraselular

- Muntah (vomitus)

- Dehidrasi

- Diare

- Terapi diuretik yang sangat agresif

- Diabetes insipidus

- Insufiensi adrenal

Syok Hipovolemik akibat Perdarahan (Hemoragik)

Klasifikasi syok hemoragik

Pre syok (compensated),terjadi apabila perdarahan kurang dari 15% (750 ml)

volume darah. Pasien mengeluh pusing, takikardi ringan dengan tekanan darah

sistolik 90 – 100 mmHg,

Syok ringan (compensated), terjadi apabila perdarahan 15–30% (750–1.500 ml)

volume darah. Timbul penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak

terjadi perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit

berkurang, dan mungkin (tidak selalu) terjadi asidosis metabolik. Pasien juga

Page 9: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

akan terlihat gelisah, berkeringat dingin, haus dan tekanan darah sistolik 80 –

90 mmHg.

Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap

iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oligouria (urin

kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam) dan asisdosis metabolik, tetapi kesadaran masih

baik, dan tekanan darah sistolik antara 70–80 mmHg.

Syok berat, perfusi didalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.

Mekanisme kompensasi vasokontriksi pada organ dan jantung. Sudah terjadi

anuria dan penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala

hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung turun). Perdarahan masif

>40% dari volume darah dapat menyebabkan henti jantung. Pada stadium akhir

tekanan darah cepat menurun (sistolik 0–40 mmHg) dan pasien menjadi koma,

lalu disusul nadi menjadi tidak teraba, megap-megap dan akhirnya terjadi mati

klinis (nadi tidak teraba, apneu). Henti jantung karena syok hemoragik adalah

disosiasi elektromaknetik (kompleks gelombang EKG masih ada, tetapi tidak

teraba denyut nadi), fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada pasien dengan

penyakit jantung (Martel, 2002).

Patofisiologi syok hemoragik

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan vasokontriksi

progresif pada kulit, otot, dan sirkulasi viseral (dalam rongga perut) untuk

menjamin arus darah ke ginajl, jantung dan otak. Vasokontriksi bertujuan untuk

menaikan pre load. Karena cedera, respon terhadap berkurangya volume darah

yang akut adalah peningkatan denyut jantung sebagai usaha untuk menjaga curah

jantung. Pelepasan kateklamin endogen meningkatkan resistensi pembuluh darah

perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi

tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-

hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu

terjadinya syok, termasuk histamin, bbardikinin, beta endorfin, dan sejumlah

besar prostanoid dan sitokin – sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada

mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang

masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous

return) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem vena, yang tidak

Page 10: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

banyak membantu memperbaiki tekanan sistemik. Cara paling efektif dalam

memulihkan curah jantung dan perfusi organ adalah dengan memperbaiki

volumenya. Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak

adekuat tidak mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk metabolisme

aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi

dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, dimana metabolisme ini

mengakibatkan pembentukan asam laktat dan kemudian berkembang menjadi

asidosis metabolik. Apabila syok terjadi berkepanjangan dan penyampaian

substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak memadai, maka

membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradien elektrik

normal hilang. Berdasarkan klasifikasi syok hemoragik, dapat dijelaskan sebagai

berikut :

Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada organ yang dapat

bertahan lama terhadap iskemia ( kulit, lemak, otot, dan tulang ), pH arteri

masih normal.

Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya

tahan terhadap iskemia iskemia waktu singkat ( hati, usus dan ginjal ), dan

terjadi asidosis metabolik.

Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak,

asidosis metabolik berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik (Martel,

2002).

Gejala klinis syok hemoragik

Syok ringan, takikardia minimal, hipotensi sedikit. Vasokontriksi tepi ringan :

kulit dingin, pucat, basah. Urin normal / sedikit berkurang. Pasien mengeluh

merasa dingin.

Syok sedang, takikardia 100–120x/menit, hipotensi sistolik 90–100 mmHg,

oligouria/anuria, penderita merasa haus.

Syok berat, takikardia <120x/menit, hipotensi sistolik <60 mmHg, pucat sekal,

Anuria, agitasi, kesadaran menurun (Martel, 2002).

Page 11: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

2) Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan

arteri sistolik < 90 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 2,1 l/menit/m2, dan

tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya,

pengeluaran urin kurang dari 20 ml/jam, ekstremitas dingin dan sianotik.

Penyebab paling sering adalah 40% karena infark miokard ventrikel kiri, yang

menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan

pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas

miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama. Bentuk lain

bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut,

biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan

yang berat pada curah jantung forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke

dalam sirkulasi arteri sistemik) dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.

3) Syok Obstruktif Ekstra Kardiak

Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama

diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke Volume)

dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli paru masif.

4) Syok Distributif

Bentuk syok septik, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan

penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septik

merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.

a) Syok Septik

Merupakan syok yang disertai adanya infeksi. Syok septik biasanya

ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram negatif (coli, proteus,

pseudomonas, enterokokus, aerobakteri), jarang terjadi karena toksin bakteri

gram positif (streptokokus, stafilokokus, Clostridium welchii). Endotoksin

basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi

perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intra vaskuler ke

Page 12: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

interstitial yang terlihat sebagai oedem. Syok septik lebih mudah timbul pada

pasien dengan trauma, diabetes melitus, leukemia, granulositopenia berat,

penyakit saluran genitourinarius, atau yang mendapat pengobatan

kostikosteroid, obat penekan kekebalan, atau radiasi. Faktor yang mempercepat

syok septik ialah pembedahan, atau manipulasi saluran kemih, saluran empedu,

dan ginekologik (Sjamsuhidajat & Jong, 2004)

Patofisiologi syok septik

Pada stadium awal curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat

dan tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah

progresif dengan penurunan curah jantung, karena darah balik berkurang

(terjadi bendungan darah dalam mikro sirkulasi dan keluarnya cairan dari

ruangan intra vaskular karena permeabilitas kapiler bertambah), yang

ditandai dengan turunnya tekanan vena sentral.

Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat

disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien

yang sudah syok paru-paru ditandai dengan gejala gagal paru-paru

progresif, PO2 arterial turun, hiperventilasi, dispneu, batuk dan asidosis.

Koagulasi intra vaskular diseminata (DIC) terjadi karena pemacuan proses

pembekuan akibat kerusakan endotel kapiler oleh infeksi bakteri

(Sjamsuhidajat, 2004).

Gejala klinis syok septik

Demam tinggi >38.9°C. Sering diawali dengan menggigil, kemudian suhu

turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).

Takikardia.

Hipotensi (sistolik< 90 mmHg)

Petekia, leukositosis atau leukopenia yang bergeser ke trombositopenia.

Hiperventilasi dengan hipokapnia.

Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, perirektal.

Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,

trombositopenia, atau koagulokasi intravaskular yang tidak dapat

diterangkan penyebabnya. Sedangkan nada persangkaan infeksi harus

segera dilakukan pemeriksaan biakan kuman dan uji lainnya

Page 13: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

(Sjamsuhidajat & Jong, 2004).

b) Syok Anafilatik

Syok anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik merupakan

suntikan atau cara lain. Reaksi dapat berkembang menjadi suatu kegawatan

berupa syok, gagal napas, henti jantung, dan kematian mendadak.

Patofisiologi

Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi anafilaktik sistemik berat.

Terjadinya syok dapat berlangsung dengan cepat. Kematian terjadi pada

penderita berusia di atas 20 tahun. Sedangkan kematian pada anak biasanya

disebabkan oleh edema taring. Kematian pada usia dewasa biasanya

merupakan kombinasi syok, edema laring, dan mitmia jantung. Syok

anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam setelah kejadian pertama. Obat-obat yang

sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin,

ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid,

kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, danantirabies. Alergi terhadap

gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zatradio diagnostik, enzim-

enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain), vitamin, heparin, makan

telur, susu, coklat, kacang, ikan laut, mangga, dan kentang, juga dapat

menyebabkan reaksi anafilaktik (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).

Gejala Klinis

Reaksi lokal : biasanya hanya urtikaria dan edema setempat, tidak fatal.

Reaksi sistemik : biasanya mengenai saluran napas bagian atas, sistem

kardiovaskuler, gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut dapat timbul

segera atau 30 menit setelah terpapar antigen.

Menurut derajat keparahan :

Ringan : mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal di kulit dan mukosa,

bersin-bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.

Sedang : gejalanya lebihberat, selain gejala di atas, dapat pula terjadi

bronkospasme, edema laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam

setelah terpapar antigen.

Berat : terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi

tersebut di atas hanya lebih berat yaitu bronkospasine, edema laring, stridor,

Page 14: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

napas sesak, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeriperut, diare, muntah-

muntah, kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok, dan koma. Kematian

disebabkan oleh edema laring dan aritmia jantung (Sjamsuhidajat & Jong,

2004).

Tabel 1. Karakteristik jenis-jenis syok

Tipe Syok Hipovolemik Kardiogenik Septik Neurogenik AnafilaktikPenyebab Kekurangan

cairan intravaskular

Kegagalan fungsi pemompaan jantung

Infeksi sistemik berat

Reaksi vasovagal berlebihan

Reaksi imun berlebihan

Tekanan darah Normal atau Normal

Tekanan nadi Normal atau Normal

Denyut nadi +/++ + +/++ Lambat +/++Isi nadi Kecil Normal atau

kecilBesar Normal Normal atau

kecilVasokontriksiperifer

Normal atau

Suhu kulit Dingin Dingin Hangat Normal Dingin

Warna kulit Pucat Normal atau pucat

Merah Normal atau pucat

Normal atau pucat

Tekanan vena sentral

Normal atau rendah

Tinggi Normal atau rendah

Normal Normal atau rendah

Diuresis Normal

EKG Normal Abnormal Normal Normal Normal Foto paru Normal Oedem Oedem

infiltratNormal Normal

Sumber : Sjamsuhidajat & Jong (2004)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I., & Nasution, S.A. (2015). Syok Kardiogenik. In. S. Setiati, I.Alwi, A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.4117-4123). Jakarta : Penerbit Interna Publishing.

Fitria, C.N. (2010). Syok dan penanganannya. GASTER, 7(2), 593-604.

Martel, M.J. (2002). Hemorrhagic shock. Journal of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, 24(4), 504-520.

Page 15: Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru

Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovascular. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

O’Donnel, M.M. & Carleton, P.F. (2014). Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. In. S.A. Price dan L.M. Wilson (Eds.). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. (pp.630-655). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Panja, M., Madhumati, P., Mandal, S., & Kumar, D. (2010). Cardiogenic shock management. Medicine Update, 20, 301-308.

Sjamsuhidayat & Jong, W.D. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wijaya, I.P. (2015). Syok Hipovolemik. In. S. Setiati, I.Alwi, A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.4124-4126). Jakarta : Penerbit Interna Publishing.