a2 sken 4 abortus
DESCRIPTION
abortusTRANSCRIPT
Perdarahan Pervaginam
Pada Kehamilan MudaElisa
Kelompok A2 – 10 2010 084
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Semester 6
Pendahuluan
Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan muda paling sering disebabkan oleh
abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Berdasarkan gejala klinisnya, abortus
dibagi menjadi abortus mengancam (abortus iminens), abortus tak terelakan (abortus
inevitable,insipiens), abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus
habitualis, dan abortus septik. Masing-masing abortus memiliki cara penatalaksanaan yang
berbeda.
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik paling
sering terjadi pada tuba falopii, dimana akan terjadi kehamilan ektopik terganggu apabila tuba
tidak dapat menanggung janin sehingga terjadi ruptur tuba.
Mola hidatidosa atau dikenal sebagai hamil anggur pada orang awam adalah suatu
kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan degenerasi hidropik.
1
Alamat korespondensi:Elisa Husin. Fakultas Kedokteran Ukrida. Jalan Arjuna Utara nomor 6. Kebon Jeruk, Jakarta BaratEmail: [email protected]
Anamnesis
1) Menanyakan identitas pasien. Keluhan utama dan keluhan tambahan pasien.
2) Menanyakan tentang riwayat haid pasien. Usia menarche? Lamanya siklus haid dan hari
pertama haid terakhir
3) Menanyakan tentang riwayat perkawinan dan kehamilan. Ditanyakan ini kehamilan ke
berapa? Berapa usia gestasi pasien? Kalau sebelumnya pernah hamil ditanyakan apakah
sebelumnya mempunyai komplikasi terkait kehamilan dan ditanyakan juga hasil akhir
kehamilan.
4) Menanyakan apakah ada keluar cairan dari vagina? Kalau ada apakah lendir atau darah?
Tanyakan konsistensinya, banyak atau tidak dan lain- lain yang berkaitan.
5) Apakah ada perdarahan? Darah yang keluar apakah sedikit atau banyak atau hanya berupa
bercak-bercak? Apakah pengeluaran darah disertai rasa nyeri atau trauma sebelumnya?
6) Apakah sering mengalami pingsan dan syok? Terutama setelah perdarahan atau rasa nyeri
yang mendadak?
7) Menanyakan apakah ada gatal pada vulva?
8) Menanyakan apakah ada keluhan didaerah abdomen? Sifatnya bagaimana?
9) Menanyakan mengenai BAK dan BAB.
10) Ditanyakan kepada pasien tentang riwayat kontrasepsi. Apakah pasien pernah atau sedang
kontrasepsi?
11) Apakah sebelum ini pernah menderita infeksi pada vagina atau panggul?
12) Ditanyakan apakah pasien pernah terlibat dalam prosedur pembedahan ginekologis
sebelumnya?
13) Ditanyakan riwayat keluarga. Apakah ada ahli keluarga yang menderita penyakit- penyakit
serius seperti diabetes, hipertensi, stroke dan lain- lain.
14) Ditanyakan tentang pekerjaan pasien, tempat tinggal pasien dan dengan siapa dia tinggal.
Ditanyakan juga kebiasaan merokok, pemakaian obat terlarang, dan konsumsi minuman yang
beralkohol.1
2
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum, kesadaran, TTV, mata (anemia, ikterus, eksoftalmus), kelenjar gondok
(struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-paru dan perut. Adanya edema, panikulus
adiposus yang tebal, asites, gambaran vena yang jelas/melebar dan varises-varises perlu
mendapat perhatian yang seksama.
2. Pemeriksaan ginekologi:
a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak
bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari
ostium
c. Vagina Touche: porsio masih tertutup atau sudah terbuka, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak menonjol
dan tidak nyeri.
3. Pemeriksaan kehamilan: kesesuaian besar perut dengan usia gestasi, letak dan posisi janin,
denyut jantung janin.
Pemeriksaan Penunjang
1. Human Chorionic Gonadotropin (β-hCG) untuk penentuan kehamilan secara cepat dan
akurat dan dalam mengevaluasi wanita dengan keluhan yang mengarah kepada kehamilan
ektopik.
2. Ultrasonografi/ USG mempunyai tempat penting dalam obstetri untuk didiagnosis mola
hidatidosa, kematian hasil konsepsi, dan kehamilan kembar; untuk mencari detak jantung
janin dan lokalisasi plasenta. Dalam ginekologi cara pemeriksaan ini dapat pula digunakan
untuk deteksi massa tumor, lebih-lebih dalam menghadapi diagnosis differensial antara
uterus gravidus, mioma, dan kista ovarium.1,2
3
Diagnosis Kerja
Abortus
Kata abortus berasal dari bahasa Latin aboriri yang berarti keguguran. Abortus adalah ancaman
atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan
ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus dapat berlangsung tanpa tindakan (disebut abortus spontan) dan dapat juga berlangsung
dengan tindakan. Abortus dengan tindakan (abortus provokatus) dibagi menjadi abortus
provokatus medisinalis yang dilakukan dengan tujuan menyelamatkan ibu dan abortus
provokatus kriminalis.2,3
Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak
diantaranya sebagi berikut:
1. Faktor genetik. Abortus spontan dini dering memperlihatkan kelainan perkembangan zigot,
mudigah, janin atau kadang plasenta. Pada 50- 60% abortus spontan terjadi karena adanya
kelainan jumlah kromosom seperti trisomi autosom, monosomi X, tetraploid, kelainan
struktur kromosom.
2. Kelainan uterus berupa defek uterus, defek perkembangan uterus, dan serviks inkompeten.
Defek uterus didapat contohnya leiomioma uterus yang besar dan multipel sering terjadi dan
lesi ini dapat menyebabkan keguguran. Defek perkembangan uterus yaitu kelainan
pembentukan duktus Mulleri atau defek fusi dapat timbul secara spontan atau terjadi akibat
terpajannya janin ke dietilstilbesterol (DES). Serviks inkompeten ditandai oleh dilatasi
serviks tanpa nyeri pada trimester kedua. Hal ini dapat diikuti oleh prolaps dan
mengembungnya membran janin ke dalam vagina dan akhirnya ekspulsi janin imatur
3. Infeksi bacteria (Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum,
Bakterial vaginosis), infeksi virus (CMV, Rubela, Herpes Simpleks Virus, HIV, Parvovirus),
infeksi parasit (Toxoplasma gondii, Plasmodium falsiparum).
4. Kelainan endokrin. Angka abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat
pada wanita pada diabetes bergantung insulin. Risiko tampaknya berkaitan dengan derajat
kontrol metabolik pada awal kehamilan.
4
5. Faktor lingkungan. Ibu hamil terpapar obat, bahan kimia, radiasi. Misalnya paparan buangan
gas anastesi dan tembakau. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan
janin sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi fetoplasenta dan menimbulkan abortus.
6. Trauma abdomen mayor dapat mencetus abortus. Namun hal ini jarang terjadi.3
Epidemiologi
Insidens abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan
kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Who memperkirakan di seruluh dunia, dari 46 juta
kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu
di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20
abortus ) di antaranya terjadi di negara berkembang.2
Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan pada desidua basalis, kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil kontrasepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing pada uterus. Kedaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi dan mengeluarkan isinya (Gambar 1)
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialis belum menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak
lepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian
plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa
abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted
ovum), mungkin pula janin telah mati (missed abortion).3
Gambar 1. Proses Terjadinya Abortus4
5
Manifestasi Klinis
Dikenal berabgai macam abortus sesuai gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi:
(1)abortus mengancam (abortus iminens), (2)abortus tak terelakan (abortus inevitable,insipiens),
(3) abortus kompletus, (4) abortus inkompletus, (5) missed abortion, (6) abortus habitualis, dan
(7)abortus septik.
Abortus mengancam/ Abortus Iminens
Abortus iminens merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman
terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan (Gambar 2).
Gambar 2. Abortus Iminens4
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan pada usia 20 minggu dan
beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri perut kram perut. Nyeri abortus
mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah
yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di
garis tengah suprapubis. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan usia
kehamilan dan tes urine kehamilan masih positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta sudah lepas apa
belum. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma
retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
Tidak ada terapi yang efektif untuk abortus iminens. Tirah baring dilakukan sampai
perdarahan berhenti; analgesia dengan asetaminofen dapat diberikan untuk mengurangi nyeri;
kadang diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.2,3
6
Abortus Tak Terelakan/ Abortus Insipiens
Abortus ditandai dengan serviks yang telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,
akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses peradangan (Gambar 3).
Ruptur besar pada membran yang ditandai oleh keluarnya cairan amnion disertai dilatasi serviks,
merupakan tanda bahwa abortus hampir pasti terjadi. Umumnya kontraksi uterus segera dimulai
sehingga terjadi abortus, atau terjadi infeksi. Meskipun jarang, dapat terjadi pengeluaran cairan
vagina dalam jumlah besar selama paruh pertama kehamilan tanpa kosekuensi serius. Jika tidak
berasal dari kandung kemih, cairan ini mungkin telah lama terkumpul di antara amnion dan
korion. Karena itu , jika terjadi pengeluaran cairan mendadak pada kehamilan dini sebelum
nyeri, demam atau perdarahan, pasien dapat dianjurkan untuk beristirahat dan diobservasi.
Setelah 48 jam, jika tidak ada lagi cairan amnion yag keluar dan tidak adanya perdarahan,
demam, atau nyeri, wanita yang bersangkutan dapat kembali melakukan aktivitasnya kecuali
segala bentuk penetrasi ke dalam vagina. Namun jika pengeluaran cairan tersebut diikuti oleh
perdarahan, nyeri atau demam, abortus harus dianggap tak terelakan dan uterus dikosongkan
Abortus insipiens ditandai oleh ketuban yang pecah disertai pembukaan serviks.Penderita akan
merasa mulas karena berkontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan
pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan
dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran
uterus yang masih sesuai dengan kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau
pembukaanya. Perhatikan ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan
hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum,
pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis.2,3
7
Gambar 3. Abortus Insipiens4
Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500gram, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil
sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan
USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes
urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari sesudah abortus. Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberikan roboransia atau
hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan (Gambar 4).2
Gambar 4. Abortus Kompletus4
Abortus inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Gambar
5). Perdarahan terjadi jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian, terlepas dari uterus. Pada
abortus inkomplit ostium internum serviks membuka dan menjadi tempat lewatnya darah. Janin
dan plasenta mungkin seluruhnya tetap berada di utero atau mungkin sebagian keluar melalui
8
ostium yang terbuka. Sebelum 10 minggu, janin dan plasenta sering dikeluarkan bersama – sama,
tetapi kemudian mereka dilahirkan secara terpisah. Pada sebagian wanita diperlukan dilatasi
serviks tambahan sebelum kuretase dapat dilakukan. Pada banyak kasus jaringan plasenta
tertahap mengantung bebas di kanalis servikalis, memungkinkan ekstrasi dengan mudah dari
ostium eksternum yang terpajan dengan forceps cincin. Kuretase hisapsecara efektif
mengosongan uterus. Pada wanita dengan abortus inkomplet yang secara klinis stabil,
penanganan dengan menunggu bisa menjadi pilihan.
Perdarahan akibat abortus inkomplet pada kehamilan tahap lanjut kadang parah tetapi jarang
mematikan. Karena itu bila terjadi peradarahan hebat, dianjurkan segera melakukan
pengeluarkan sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya
kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik, dan perdarahan
bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan
kuret vakum menggunakan kunula dari pastik. Jika terjadi demam maka pasien diberi antibiotik
yang sesuai sebelum kuretase.2,3
Gambar 5. Abortus Inkompetus4
Missed abortion – kegagalan kehamilan dini
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan
sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsespsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan
dengan ostium serviks tertutup. Pasien biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhban kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14
minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan
tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala, missed abortion
juga diawali dengan abortus imines yang kemudia merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah satu minggu dari
9
terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang
mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu
harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjejalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evaluasi dan kuretase.
Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Penderita abortus habitualis umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi
kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Penyebab abortus
habitualis yang sering ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana seriviks uterus tidak
dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester
pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa
mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Dengan pemeriksaan dalam, kita
bisa menilai diameter kanalis servikalis dan dapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada
saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. untuk itu, pengelolaan
penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk memeriksa kehamilannya seawall mungkin
dan harus dilakukan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya
umur kehamilan (Gambar 6).2
Gambar 6. Fiksasi Pada Inkompetensia Serviks5
10
Abortus Septik
Abortus septis ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh
atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi
tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis
dan antisepsis. Terapi infeksi mencangkup pemberian segera antibiotik spektrum luas intravena
diikuti oleh evakuasi uterus. Pada sindrom sepsis yang parah dapat timbul sindrom respirasi akut
atau koagulopati intravaskular diseminata dan pasien memerlukan perawatan suportif.
Penatalaksanaan
Dengan kematian mudigah saat ini mudah dipastikan dengan teknologi sonografik saat
ini, penatalaksaan dapat lebih diindividualkan. Penanganan dengan menunggu, medis dan bedah
semuanya masuk akal, kecuali jika terdapat perdarahan serius atau infeksi. Terapi bedah bersifat
definitif dan dapat diperkirakan, terapi invasif dan tidak semua wanita memerlukannya.
Penaganan dengan menunggu atau secara medis mungkin dapat menghindari keharusan kuretase
tetapi berkaitan dengan perdarahan yang tidak diperkirakan dan sebagian wanita akhirnya
memerlukan bedah non-elektif
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat abortus antara lain adalah :
a. Perdarahan
b. Perforasi
c. Syok
d. Infeksi
Prognosis
Tergantung dari etiologi abortus spontan sebelumnya
a. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar > 90%
b. Pada wanita dengan etiologi abortus yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan berikutnya sekitar 40-80%
11
c. Sekitar 77% angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada
kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan riwayat 2 atau lebih abortus spontan yang
tidak jelas3
Pencegahan
Karena aborsi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu yang dapat dilakukan ialah dengan
menghindarkan faktor lingkungan (rokok, radiasi, paparan obat).6
Diagnosis Banding
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Patofisiologi terjadinya kehamilan
ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium
tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri, mengakibatkan
tumbuh di luar rahim. Apabila tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan
besarnya kehamilan, akan terjadi ruptur dan kehamilan ektopik terganggu.
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat terjadi menjadi 5 berikut ini:
1. Kehamilan tuba (> 95%) meliputi pars ampularis, pars ismika, pars fimbriae, pars
intersisialis
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau abdominal.
Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana
semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari
ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya
mengalami reimplantasi di kavum abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di
omentum.
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heteropik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di kavum uteri
sedangkan lainnya merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar 1 per 15.000-40.000
kehamilan
5. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang
terjadi.
12
Etiologi kehamilan ektopik karena secara patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan
proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri
atau di luar endometrium, terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab
kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang disebutkan ialah:
1. Faktor tuba. Adanya perandangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang
berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak baik. Juga pada keadaan
pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor tuba yang lain ialah kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang
bersifat congenital.
2. Faktor abnormalitas dari zigot. Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran
besar, maka zigot kan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti
dan tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium. Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal. Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat
mengakibatkan pergerakan tuba terhambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik.
5. Faktor lain. Termasuk di sini adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat
timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan
dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas. Penderita dan dokter
biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan sampai terjadinya abortus tuba dan
ruptur tuba. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala kehamilan muda, dan mungkin
merasa nyeri sedikit di perut bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal,
uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang
13
mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada
pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan apakah intrauterine atau
ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memeriksakan kehamilan mudanya sebaikan dilakukan
pmeriksaan USG.
Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur tuba, tempat nidasi
kehamilan ini akan memberikan tanda dan gejala yang khas yaitu timbulnya nyeri perut
mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi tiba-tiba
dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan syok.
Pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan terasa seperti menjalar ke bagian tengah perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri
bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan nyeri defekasi.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu yang menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua.
Amenore juga merupakan tanda penting walaupun seringkali gejala dan tanda kehamilan
ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada tuba yang
kemudian disusul ruptur tuba sehingga penderita tidak mengalami amenorea karena kematian
janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Pada pemeriksaan vaginal terdapat nyeri bila menggerakan serviks uteri. Kavum
Dauglasi menonjol dan nyeri pada perabaan karena terisi darah. Pada abortus tuba biasanya terba
jelas tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi lunak. Hematokel
retrouria dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan
banyak tekanan darah dapat turun dan nadi meningkat, yang disusul dengan syok.
Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala
yang samar sehingga sukar membuat diagnosis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan
perabdominal atau pervaginam. Umumnya kita mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada
kantong gestasinya dan mendapatkan gambaran kantong gestasi berisi embrio di luar uterus.
Apabila sudah teranggu (ruptur) maka bangunan kantong gestasi sudah tidak jelas, tetapi akan
mendapatkan bangunan masa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan di
14
sekitarnya didapati cairan bebas (gambaran darah intrabdominal). Gambaran USG kehamilan
ektopik sangat bervariasi bergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan
(ruptur, abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan
ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi janin hidup yang
letaknya di luar kavum uteri. Namun gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10% kasus.
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik. Uterus mungkin
besarnya normal atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua. Kavum uteri sering berisi cairan
eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur
cincin ekoik yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestational sac). Berbeda dengan
kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum uteri dan
tidak menunjukkan struktur cincin ganda.
Seringkali diujumpai masa tumor di daerah adneksa yang gambarannya bervariasi.
Mungkin terlihat kantong gestasi yang masih utuh berisi janin, mungkn hanya berupa masa
ekoigenik dengan batas ireguler, ataupun masa kompleks yang terdiri dari sebagian masa
ekogenik dan anekoik. Gambaran masa yang tidak spesifik ini mungkin sulit dibedakan dari
gambaran peradangan adneksa, tumor ovarium, maupun masa endometrioma.
Mola hidatidosa
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa millimeter sampai 1-2 cm.
Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada
pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar
dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun
15
jaringannnya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu
aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan
pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 14-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini
umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklamsia
(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda
daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan ialah
tirotoksikosis. Maka setiap kasus mola harus dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti
mencari tanda preeklamsia pada kehamilan biasa. Biasa penderita meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. pada mola, kadang-
kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-
paru akut yang bisa menyebabkan kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral ataupun bilateral.
Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi
keganasan di kemudian hari daripada kasus tanpa kista.
Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan, dan tidak ditemukan
tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau
urin. Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat
dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola menunjukkan gambaran khas berupa badai
salju (snow flakes pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun,
bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran
gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum paisen menurun.
Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
16
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga seringkali
sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus, atau mioma
uteri. Pada kehamilan trimester II, gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum
uteri berisi masa ekogenik bercampur bagian anekoik vesicular berdiameter 5-10 mm.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin yang
ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya janin mati
pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada
pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang edema dengan sel trofoblas
yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal.
Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis
mola ini jarang menjadi ganas.1
Kesimpulan
Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda dapat disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik,
ataupun oleh mola hidatidosa. Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi dapat membantu
menegakkan diagnosa. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran konsepsi yang usianya kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Penyebab abortus bermacam-macam.
Abortus dibedakan menjadi abortusmengancam (abortus iminens), abortus tak terelakan (abortus
insipiens), abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis, dan
abortus septik.
Abortus iminens merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman
terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan. Abortus insipiens ditandai dengan serviks yang telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri
dan dalam proses peradangan. Abortus kompletus ialah keluarnya seluruh hasil konsepsi dari
kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500gram,
ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Abortus
inkomplet ialah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Missed abortion ialah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsespsi seluruhnya masih tertahan
dalam kandungan dengan ostium serviks tertutup. Abortus habitualis adalah abortus spontan
17
yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Dan abortus septis ialah abortus yang disertai
penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).2
Daftar Pustaka:
1. Erol R. Norwitz, John O. Schorge. Anamnesis dan pemeriksaan fisik at a glance obstetrics
dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga dan Pembukuan Depdiknas; 2007. h.8-9.
2. Prawirohardjo S, Rachimhadhi T, Winknjosastro G. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina
Pustaka; 2012. h. 132-69.460-90.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams
volume I . Edisi ke-23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. h.227-46.
Hanretty KP. Obstetrics illustrated. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2004. p.171-5.
4. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and gynaecology an illustrated colour text.
Philadelphia: Elsevier; 2003. p.93-9.
5. Berek, Jonathan S. Berek & Novak’s gynecology. 14th ed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007. P.602-7.
18