a2 sken 4 abortus

27
Perdarahan Pervaginam Pada Kehamilan Muda Elisa Kelompok A2 – 10 2010 084 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Semester 6 Pendahuluan Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan muda paling sering disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Berdasarkan gejala klinisnya, abortus dibagi menjadi abortus mengancam (abortus iminens), abortus tak terelakan (abortus inevitable,insipiens), abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis, dan abortus septik. Masing-masing abortus memiliki cara penatalaksanaan yang berbeda. Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik paling sering terjadi pada tuba falopii, dimana akan terjadi kehamilan ektopik 1

Upload: nelson-nikijuluw

Post on 25-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

abortus

TRANSCRIPT

Page 1: A2 Sken 4 Abortus

Perdarahan Pervaginam

Pada Kehamilan MudaElisa

Kelompok A2 – 10 2010 084

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Semester 6

Pendahuluan

Perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan muda paling sering disebabkan oleh

abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Berdasarkan gejala klinisnya, abortus

dibagi menjadi abortus mengancam (abortus iminens), abortus tak terelakan (abortus

inevitable,insipiens), abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus

habitualis, dan abortus septik. Masing-masing abortus memiliki cara penatalaksanaan yang

berbeda.

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah

dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik paling

sering terjadi pada tuba falopii, dimana akan terjadi kehamilan ektopik terganggu apabila tuba

tidak dapat menanggung janin sehingga terjadi ruptur tuba.

Mola hidatidosa atau dikenal sebagai hamil anggur pada orang awam adalah suatu

kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili

korialis mengalami perubahan degenerasi hidropik.

1

Alamat korespondensi:Elisa Husin. Fakultas Kedokteran Ukrida. Jalan Arjuna Utara nomor 6. Kebon Jeruk, Jakarta BaratEmail: [email protected]

Page 2: A2 Sken 4 Abortus

Anamnesis

1) Menanyakan identitas pasien. Keluhan utama dan keluhan tambahan pasien.

2) Menanyakan tentang riwayat haid pasien. Usia menarche? Lamanya siklus haid dan hari

pertama haid terakhir

3) Menanyakan tentang riwayat perkawinan dan kehamilan. Ditanyakan ini kehamilan ke

berapa? Berapa usia gestasi pasien? Kalau sebelumnya pernah hamil ditanyakan apakah

sebelumnya mempunyai komplikasi terkait kehamilan dan ditanyakan juga hasil akhir

kehamilan.

4) Menanyakan apakah ada keluar cairan dari vagina? Kalau ada apakah lendir atau darah?

Tanyakan konsistensinya, banyak atau tidak dan lain- lain yang berkaitan.

5) Apakah ada perdarahan? Darah yang keluar apakah sedikit atau banyak atau hanya berupa

bercak-bercak? Apakah pengeluaran darah disertai rasa nyeri atau trauma sebelumnya?

6) Apakah sering mengalami pingsan dan syok? Terutama setelah perdarahan atau rasa nyeri

yang mendadak?

7) Menanyakan apakah ada gatal pada vulva?

8) Menanyakan apakah ada keluhan didaerah abdomen? Sifatnya bagaimana?

9) Menanyakan mengenai BAK dan BAB.

10) Ditanyakan kepada pasien tentang riwayat kontrasepsi. Apakah pasien pernah atau sedang

kontrasepsi?

11) Apakah sebelum ini pernah menderita infeksi pada vagina atau panggul?

12) Ditanyakan apakah pasien pernah terlibat dalam prosedur pembedahan ginekologis

sebelumnya?

13) Ditanyakan riwayat keluarga. Apakah ada ahli keluarga yang menderita penyakit- penyakit

serius seperti diabetes, hipertensi, stroke dan lain- lain.

14) Ditanyakan tentang pekerjaan pasien, tempat tinggal pasien dan dengan siapa dia tinggal.

Ditanyakan juga kebiasaan merokok, pemakaian obat terlarang, dan konsumsi minuman yang

beralkohol.1

2

Page 3: A2 Sken 4 Abortus

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum, kesadaran, TTV, mata (anemia, ikterus, eksoftalmus), kelenjar gondok

(struma), payudara, kelenjar ketiak, jantung, paru-paru dan perut. Adanya edema, panikulus

adiposus yang tebal, asites, gambaran vena yang jelas/melebar dan varises-varises perlu

mendapat perhatian yang seksama.

2. Pemeriksaan ginekologi:

a. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak

bau busuk dari vulva

b. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,

ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari

ostium

c. Vagina Touche: porsio masih tertutup atau sudah terbuka, teraba atau tidak jaringan

dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri

saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak menonjol

dan tidak nyeri.

3. Pemeriksaan kehamilan: kesesuaian besar perut dengan usia gestasi, letak dan posisi janin,

denyut jantung janin.

Pemeriksaan Penunjang

1. Human Chorionic Gonadotropin (β-hCG) untuk penentuan kehamilan secara cepat dan

akurat dan dalam mengevaluasi wanita dengan keluhan yang mengarah kepada kehamilan

ektopik.

2. Ultrasonografi/ USG mempunyai tempat penting dalam obstetri untuk didiagnosis mola

hidatidosa, kematian hasil konsepsi, dan kehamilan kembar; untuk mencari detak jantung

janin dan lokalisasi plasenta. Dalam ginekologi cara pemeriksaan ini dapat pula digunakan

untuk deteksi massa tumor, lebih-lebih dalam menghadapi diagnosis differensial antara

uterus gravidus, mioma, dan kista ovarium.1,2

3

Page 4: A2 Sken 4 Abortus

Diagnosis Kerja

Abortus

Kata abortus berasal dari bahasa Latin aboriri yang berarti keguguran. Abortus adalah ancaman

atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan

ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus dapat berlangsung tanpa tindakan (disebut abortus spontan) dan dapat juga berlangsung

dengan tindakan. Abortus dengan tindakan (abortus provokatus) dibagi menjadi abortus

provokatus medisinalis yang dilakukan dengan tujuan menyelamatkan ibu dan abortus

provokatus kriminalis.2,3

Etiologi

Penyebab abortus bervariasi dan umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak

diantaranya sebagi berikut:

1. Faktor genetik. Abortus spontan dini dering memperlihatkan kelainan perkembangan zigot,

mudigah, janin atau kadang plasenta. Pada 50- 60% abortus spontan terjadi karena adanya

kelainan jumlah kromosom seperti trisomi autosom, monosomi X, tetraploid, kelainan

struktur kromosom.

2. Kelainan uterus berupa defek uterus, defek perkembangan uterus, dan serviks inkompeten.

Defek uterus didapat contohnya leiomioma uterus yang besar dan multipel sering terjadi dan

lesi ini dapat menyebabkan keguguran. Defek perkembangan uterus yaitu kelainan

pembentukan duktus Mulleri atau defek fusi dapat timbul secara spontan atau terjadi akibat

terpajannya janin ke dietilstilbesterol (DES). Serviks inkompeten ditandai oleh dilatasi

serviks tanpa nyeri pada trimester kedua. Hal ini dapat diikuti oleh prolaps dan

mengembungnya membran janin ke dalam vagina dan akhirnya ekspulsi janin imatur

3. Infeksi bacteria (Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum,

Bakterial vaginosis), infeksi virus (CMV, Rubela, Herpes Simpleks Virus, HIV, Parvovirus),

infeksi parasit (Toxoplasma gondii, Plasmodium falsiparum).

4. Kelainan endokrin. Angka abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat

pada wanita pada diabetes bergantung insulin. Risiko tampaknya berkaitan dengan derajat

kontrol metabolik pada awal kehamilan.

4

Page 5: A2 Sken 4 Abortus

5. Faktor lingkungan. Ibu hamil terpapar obat, bahan kimia, radiasi. Misalnya paparan buangan

gas anastesi dan tembakau. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan

janin sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi fetoplasenta dan menimbulkan abortus.

6. Trauma abdomen mayor dapat mencetus abortus. Namun hal ini jarang terjadi.3

Epidemiologi

Insidens abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan

kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Who memperkirakan di seruluh dunia, dari 46 juta

kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu

di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20

abortus ) di antaranya terjadi di negara berkembang.2

Patofisiologi

Pada awal abortus terjadilah perdarahan pada desidua basalis, kemudian diikuti oleh

nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil kontrasepsi terlepas sebagian

atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing pada uterus. Kedaan ini menyebabkan uterus

berkontraksi dan mengeluarkan isinya (Gambar 1)

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya

karena villi korialis belum menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak

lepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas

umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian

plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa

abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya

kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted

ovum), mungkin pula janin telah mati (missed abortion).3

Gambar 1. Proses Terjadinya Abortus4

5

Page 6: A2 Sken 4 Abortus

Manifestasi Klinis

Dikenal berabgai macam abortus sesuai gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi:

(1)abortus mengancam (abortus iminens), (2)abortus tak terelakan (abortus inevitable,insipiens),

(3) abortus kompletus, (4) abortus inkompletus, (5) missed abortion, (6) abortus habitualis, dan

(7)abortus septik.

Abortus mengancam/ Abortus Iminens

Abortus iminens merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman

terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil

konsepsi masih baik dalam kandungan (Gambar 2).

Gambar 2. Abortus Iminens4

Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan pada usia 20 minggu dan

beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri perut kram perut. Nyeri abortus

mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah

yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di

garis tengah suprapubis. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan usia

kehamilan dan tes urine kehamilan masih positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk

mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta sudah lepas apa

belum. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma

retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.

Tidak ada terapi yang efektif untuk abortus iminens. Tirah baring dilakukan sampai

perdarahan berhenti; analgesia dengan asetaminofen dapat diberikan untuk mengurangi nyeri;

kadang diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon

progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.2,3

6

Page 7: A2 Sken 4 Abortus

Abortus Tak Terelakan/ Abortus Insipiens

Abortus ditandai dengan serviks yang telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,

akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses peradangan (Gambar 3).

Ruptur besar pada membran yang ditandai oleh keluarnya cairan amnion disertai dilatasi serviks,

merupakan tanda bahwa abortus hampir pasti terjadi. Umumnya kontraksi uterus segera dimulai

sehingga terjadi abortus, atau terjadi infeksi. Meskipun jarang, dapat terjadi pengeluaran cairan

vagina dalam jumlah besar selama paruh pertama kehamilan tanpa kosekuensi serius. Jika tidak

berasal dari kandung kemih, cairan ini mungkin telah lama terkumpul di antara amnion dan

korion. Karena itu , jika terjadi pengeluaran cairan mendadak pada kehamilan dini sebelum

nyeri, demam atau perdarahan, pasien dapat dianjurkan untuk beristirahat dan diobservasi.

Setelah 48 jam, jika tidak ada lagi cairan amnion yag keluar dan tidak adanya perdarahan,

demam, atau nyeri, wanita yang bersangkutan dapat kembali melakukan aktivitasnya kecuali

segala bentuk penetrasi ke dalam vagina. Namun jika pengeluaran cairan tersebut diikuti oleh

perdarahan, nyeri atau demam, abortus harus dianggap tak terelakan dan uterus dikosongkan

Abortus insipiens ditandai oleh ketuban yang pecah disertai pembukaan serviks.Penderita akan

merasa mulas karena berkontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan

pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan

dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran

uterus yang masih sesuai dengan kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas

walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau

pembukaanya. Perhatikan ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan

hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi

disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum,

pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis.2,3

7

Page 8: A2 Sken 4 Abortus

Gambar 3. Abortus Insipiens4

Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500gram, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil

sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan

USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes

urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari sesudah abortus. Pengelolaan penderita tidak

memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberikan roboransia atau

hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan (Gambar 4).2

Gambar 4. Abortus Kompletus4

Abortus inkomplet

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Gambar

5). Perdarahan terjadi jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian, terlepas dari uterus. Pada

abortus inkomplit ostium internum serviks membuka dan menjadi tempat lewatnya darah. Janin

dan plasenta mungkin seluruhnya tetap berada di utero atau mungkin sebagian keluar melalui

8

Page 9: A2 Sken 4 Abortus

ostium yang terbuka. Sebelum 10 minggu, janin dan plasenta sering dikeluarkan bersama – sama,

tetapi kemudian mereka dilahirkan secara terpisah. Pada sebagian wanita diperlukan dilatasi

serviks tambahan sebelum kuretase dapat dilakukan. Pada banyak kasus jaringan plasenta

tertahap mengantung bebas di kanalis servikalis, memungkinkan ekstrasi dengan mudah dari

ostium eksternum yang terpajan dengan forceps cincin. Kuretase hisapsecara efektif

mengosongan uterus. Pada wanita dengan abortus inkomplet yang secara klinis stabil,

penanganan dengan menunggu bisa menjadi pilihan.

Perdarahan akibat abortus inkomplet pada kehamilan tahap lanjut kadang parah tetapi jarang

mematikan. Karena itu bila terjadi peradarahan hebat, dianjurkan segera melakukan

pengeluarkan sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya

kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik, dan perdarahan

bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan

kuret vakum menggunakan kunula dari pastik. Jika terjadi demam maka pasien diberi antibiotik

yang sesuai sebelum kuretase.2,3

Gambar 5. Abortus Inkompetus4

Missed abortion – kegagalan kehamilan dini

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan

sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsespsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan

dengan ostium serviks tertutup. Pasien biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali

merasakan pertumbuhban kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14

minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan

tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala, missed abortion

juga diawali dengan abortus imines yang kemudia merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin

terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah satu minggu dari

9

Page 10: A2 Sken 4 Abortus

terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang

mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus

yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu

harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjejalan darah oleh karena

hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evaluasi dan kuretase.

Abortus Habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.

Penderita abortus habitualis umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi

kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Penyebab abortus

habitualis yang sering ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana seriviks uterus tidak

dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester

pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa

mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Dengan pemeriksaan dalam, kita

bisa menilai diameter kanalis servikalis dan dapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada

saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. untuk itu, pengelolaan

penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk memeriksa kehamilannya seawall mungkin

dan harus dilakukan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya

umur kehamilan (Gambar 6).2

Gambar 6. Fiksasi Pada Inkompetensia Serviks5

10

Page 11: A2 Sken 4 Abortus

Abortus Septik

Abortus septis ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh

atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi

tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis

dan antisepsis. Terapi infeksi mencangkup pemberian segera antibiotik spektrum luas intravena

diikuti oleh evakuasi uterus. Pada sindrom sepsis yang parah dapat timbul sindrom respirasi akut

atau koagulopati intravaskular diseminata dan pasien memerlukan perawatan suportif.

Penatalaksanaan

Dengan kematian mudigah saat ini mudah dipastikan dengan teknologi sonografik saat

ini, penatalaksaan dapat lebih diindividualkan. Penanganan dengan menunggu, medis dan bedah

semuanya masuk akal, kecuali jika terdapat perdarahan serius atau infeksi. Terapi bedah bersifat

definitif dan dapat diperkirakan, terapi invasif dan tidak semua wanita memerlukannya.

Penaganan dengan menunggu atau secara medis mungkin dapat menghindari keharusan kuretase

tetapi berkaitan dengan perdarahan yang tidak diperkirakan dan sebagian wanita akhirnya

memerlukan bedah non-elektif

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul akibat abortus antara lain adalah :

a. Perdarahan

b. Perforasi

c. Syok

d. Infeksi

Prognosis

Tergantung dari etiologi abortus spontan sebelumnya

a. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai

prognosis yang baik sekitar > 90%

b. Pada wanita dengan etiologi abortus yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan

kehamilan berikutnya sekitar 40-80%

11

Page 12: A2 Sken 4 Abortus

c. Sekitar 77% angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada

kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan riwayat 2 atau lebih abortus spontan yang

tidak jelas3

Pencegahan

Karena aborsi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu yang dapat dilakukan ialah dengan

menghindarkan faktor lingkungan (rokok, radiasi, paparan obat).6

Diagnosis Banding

Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi

tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Patofisiologi terjadinya kehamilan

ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium

tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri, mengakibatkan

tumbuh di luar rahim. Apabila tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan

besarnya kehamilan, akan terjadi ruptur dan kehamilan ektopik terganggu.

Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat terjadi menjadi 5 berikut ini:

1. Kehamilan tuba (> 95%) meliputi pars ampularis, pars ismika, pars fimbriae, pars

intersisialis

2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau abdominal.

Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana

semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari

ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya

mengalami reimplantasi di kavum abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di

omentum.

3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.

4. Kehamilan heteropik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di kavum uteri

sedangkan lainnya merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar 1 per 15.000-40.000

kehamilan

5. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang

terjadi.

12

Page 13: A2 Sken 4 Abortus

Etiologi kehamilan ektopik karena secara patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan

proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri

atau di luar endometrium, terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab

kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang disebutkan ialah:

1. Faktor tuba. Adanya perandangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba

menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang

berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak baik. Juga pada keadaan

pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.

Faktor tuba yang lain ialah kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang

bersifat congenital.

2. Faktor abnormalitas dari zigot. Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran

besar, maka zigot kan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti

dan tumbuh di saluran tuba.

3. Faktor ovarium. Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga

kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

4. Faktor hormonal. Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat

mengakibatkan pergerakan tuba terhambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan

terjadinya kehamilan ektopik.

5. Faktor lain. Termasuk di sini adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat

timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan

dengan terjadinya kehamilan ektopik.

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas. Penderita dan dokter

biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan sampai terjadinya abortus tuba dan

ruptur tuba. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala kehamilan muda, dan mungkin

merasa nyeri sedikit di perut bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal,

uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang

13

Page 14: A2 Sken 4 Abortus

mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada

pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan apakah intrauterine atau

ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memeriksakan kehamilan mudanya sebaikan dilakukan

pmeriksaan USG.

Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur tuba, tempat nidasi

kehamilan ini akan memberikan tanda dan gejala yang khas yaitu timbulnya nyeri perut

mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya

kehamilan ektopik yang terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi tiba-tiba

dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan syok.

Pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan terasa seperti menjalar ke bagian tengah perut

bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri

bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan nyeri defekasi.

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik

terganggu yang menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan

desidua.

Amenore juga merupakan tanda penting walaupun seringkali gejala dan tanda kehamilan

ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada tuba yang

kemudian disusul ruptur tuba sehingga penderita tidak mengalami amenorea karena kematian

janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Pada pemeriksaan vaginal terdapat nyeri bila menggerakan serviks uteri. Kavum

Dauglasi menonjol dan nyeri pada perabaan karena terisi darah. Pada abortus tuba biasanya terba

jelas tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi lunak. Hematokel

retrouria dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan

banyak tekanan darah dapat turun dan nadi meningkat, yang disusul dengan syok.

Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala

perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala

yang samar sehingga sukar membuat diagnosis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan

perabdominal atau pervaginam. Umumnya kita mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada

kantong gestasinya dan mendapatkan gambaran kantong gestasi berisi embrio di luar uterus.

Apabila sudah teranggu (ruptur) maka bangunan kantong gestasi sudah tidak jelas, tetapi akan

mendapatkan bangunan masa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan di

14

Page 15: A2 Sken 4 Abortus

sekitarnya didapati cairan bebas (gambaran darah intrabdominal). Gambaran USG kehamilan

ektopik sangat bervariasi bergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan

(ruptur, abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan

ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi janin hidup yang

letaknya di luar kavum uteri. Namun gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10% kasus.

Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik. Uterus mungkin

besarnya normal atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.

Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua. Kavum uteri sering berisi cairan

eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur

cincin ekoik yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestational sac). Berbeda dengan

kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum uteri dan

tidak menunjukkan struktur cincin ganda.

Seringkali diujumpai masa tumor di daerah adneksa yang gambarannya bervariasi.

Mungkin terlihat kantong gestasi yang masih utuh berisi janin, mungkn hanya berupa masa

ekoigenik dengan batas ireguler, ataupun masa kompleks yang terdiri dari sebagian masa

ekogenik dan anekoik. Gambaran masa yang tidak spesifik ini mungkin sulit dibedakan dari

gambaran peradangan adneksa, tumor ovarium, maupun masa endometrioma.

Mola hidatidosa

Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak

wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan

degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa

gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari

beberapa millimeter sampai 1-2 cm.

Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada

pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan

biasa, yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih

hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar

dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun

15

Page 16: A2 Sken 4 Abortus

jaringannnya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu

aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang

menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan

pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 14-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-

sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini

umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.

Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklamsia

(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda

daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan ialah

tirotoksikosis. Maka setiap kasus mola harus dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti

mencari tanda preeklamsia pada kehamilan biasa. Biasa penderita meninggal karena krisis tiroid.

Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. pada mola, kadang-

kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-

paru akut yang bisa menyebabkan kematian.

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral ataupun bilateral.

Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi

keganasan di kemudian hari daripada kasus tanpa kista.

Diagnosis

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,

perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan, dan tidak ditemukan

tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis

dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau

urin. Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat

dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola menunjukkan gambaran khas berupa badai

salju (snow flakes pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun,

bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran

gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum paisen menurun.

Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.

16

Page 17: A2 Sken 4 Abortus

Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga seringkali

sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus, atau mioma

uteri. Pada kehamilan trimester II, gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum

uteri berisi masa ekogenik bercampur bagian anekoik vesicular berdiameter 5-10 mm.

Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin yang

ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya janin mati

pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada

pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang edema dengan sel trofoblas

yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal.

Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis

mola ini jarang menjadi ganas.1

Kesimpulan

Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda dapat disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik,

ataupun oleh mola hidatidosa. Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi dapat membantu

menegakkan diagnosa. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran konsepsi yang usianya kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Penyebab abortus bermacam-macam.

Abortus dibedakan menjadi abortusmengancam (abortus iminens), abortus tak terelakan (abortus

insipiens), abortus kompletus, abortus inkompletus, missed abortion, abortus habitualis, dan

abortus septik.

Abortus iminens merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman

terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil

konsepsi masih baik dalam kandungan. Abortus insipiens ditandai dengan serviks yang telah

mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri

dan dalam proses peradangan. Abortus kompletus ialah keluarnya seluruh hasil konsepsi dari

kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500gram,

ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Abortus

inkomplet ialah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang

tertinggal. Missed abortion ialah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal

dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsespsi seluruhnya masih tertahan

dalam kandungan dengan ostium serviks tertutup. Abortus habitualis adalah abortus spontan

17

Page 18: A2 Sken 4 Abortus

yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Dan abortus septis ialah abortus yang disertai

penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).2

Daftar Pustaka:

1. Erol R. Norwitz, John O. Schorge. Anamnesis dan pemeriksaan fisik at a glance obstetrics

dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga dan Pembukuan Depdiknas; 2007. h.8-9.

2. Prawirohardjo S, Rachimhadhi T, Winknjosastro G. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina

Pustaka; 2012. h. 132-69.460-90.

3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams

volume I . Edisi ke-23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. h.227-46.

Hanretty KP. Obstetrics illustrated. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2004. p.171-5.

4. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and gynaecology an illustrated colour text.

Philadelphia: Elsevier; 2003. p.93-9.

5. Berek, Jonathan S. Berek & Novak’s gynecology. 14th ed. New York: Lippincott Williams &

Wilkins; 2007. P.602-7.

18