abortus iminens

41
TINJAUAN KASUS ABORTUS IMINENS Oleh: Melisa Juni Siswanto (0102005033) I Gede Hendra Wijaya (0002005073) Pembimbing: Dr. I.B.G. Fajar Manuaba, SpOG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

Upload: ida-bagus-dharma-putra

Post on 04-Aug-2015

478 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN KASUS

ABORTUS IMINENS

Oleh: Melisa Juni Siswanto (0102005033) I Gede Hendra Wijaya (0002005073)

Pembimbing: Dr. I.B.G. Fajar Manuaba, SpOG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS SANGLAH/FK UNUD DENPASAR JUNI 2006

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tinjauan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul Abortus Iminens ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Sanglah. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis : 1. Dr. I G.P. Mayun Mayura, SpOG, Selaku Koordinator Pendidikan SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah. 2. Dr. I.B.G. Fajar Manuaba, SpOG, selaku pembimbing tinjauan kasus ini. 3. PPDS Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang banyak membantu kelancaran penulisan laporan kasus ini. 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh itu , kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan tinjauan kasus ini. Semoga tinjauan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan parktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih Denpasar, Mei 2006 Penulis

ii

DAFTAR ISI Halaman PRAKATA................................................................................................................ ii DAFTAR ISI............................................................................................................ iii BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2 2.1 Definisi ......................................................................................................... 2 2.2 Insiden........................................................................................................... 3 2.3 Etiologi.......................................................................................................... 3 2.4 Patologi......................................................................................................... 4 2.5 Klasifikasi........................................................................................................5 2.6 Abortus iminens...............................................................................................7 2.7 Diagnosis......................................................................................................9 2.8 Komplikasi.................................................................................................. 13 2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................... 14 BAB 3.LAPORAN KASUS.................................................................................... 16 3.1 Identitas Pasien..............................................................................................17 3.2 Anamnesis................................................................................................... 16 3.3. Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 17 3.4. Diagnosa Kerja.......................................................................................... 17 3.6. Penatalaksanaan............................................................................................17 BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 24

iii

BAB I PENDAHULUAN Abortus spontan adalah komplikasi terbanyak pada kehamilan, dimana keadaan ini terjadi pada kurang lebih 15% dari seluruh kehamilan yang ditemukan.Abortus iminens sangat menarik karena dapat masih dipertahankan namun jika terjadi kesalahan atau keterlambatan penanganan terjadi akibat yang fatal pada janin Selain itu juga abortus memberikan efek psikologis pada ibu dan keluarganya, apalagi bagi yang sangat menginginkan anak. Oleh karena itu, abortus iminens adalah topik yang penting yang harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja medis yang lain. Abortus iminens adalah keadaan yang banyak ditemukan pada wanita hamil, yang mana bila ditangani dengan baik mempunyai prognosis yang baik.. Namun apabila tidak ditangani dengan baik dapat berujung dengan kematian pada janin atau bahkan komplikasi pada ibu. Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas bagaimana teori tentang abortus iminens, laporan kasus, dan pembahasan kasus, apakah sudah sesuai dengan teori, atau belum. Diharapkan dengan tinjauan kasus ini dapat dimengerti lebih baik tentang abortus iminens.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi.1 Di Amerika Serikat pengertian dibatasi sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu yang didasarkan pada hari pertama haid terakhir.Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500 gram.1 Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.2 Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus provokatus adalah abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan sebelum fetus viable.1 Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent abortion).1,3 Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus iminens, yang didefinisikan sebagai perdarahan intrauterin yang terjadi pada kehamilan dibawah 20 minggu, dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi.

2

2.2. Insiden Insiden abortus dipengaruhi oleh umur ibu saat konsepsi dan sejumlah faktor yang berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya jumlah persalinan normal yang pernah dialami, jumlah abortus spontan yang pernah dialami, pernah lahir mati, lahir bayi dengan malformasi atau kelainan genetik. 3,4 Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50% dimana sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak terdeteksi terutama pada usia kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi pada trimester pertama, insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur kehamilan. Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 % abortus tanpa pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens antara 30-40% dari seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300 kehamilan. Masalah abortus diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi mereka mencari pertolongan apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 th, dan pasangan sulit mendapatkan hamil. 1 2.3 Etiologi Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara garis besar, dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal.1,4,5 Faktor fetus, Kebanyakan abortus disebabkan oleh defek intrinsik pada fetus seperti germ cell abnormal, abnormalitas kromosom konseptus, defek implantasi, defek plasenta atau embrio yang berkembang, trauma pada fetus, dan juga penyebab penyebab lain yang belum diketahui.3 Faktor maternal. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan abortus, antara lain infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis atau suatu karsinoma, abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates melitus, maupun defisiensi progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan oleh faktor nutrisi, penggunaan obat tertentu yang bersifat teratogenik dan faktor lingkungan (tembakau, alkohol, kafein, radiasi,

3

kontrasepsi, toksin deri lingkungan), kelainan imunologik, trombofilia, dan defek pada uterus (kelainan pada uterus maupun serviks), serta infeksi TORCH.1 Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor paternal dalam perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa translokasi pada sperma dapat menyebabkan aborsi. Kulcsar et al menemukan adenovirus pada 40% sampel semen dari pria steril. Virus juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama ditemukan pada abortus.1 2.4 Patofisiologi Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada keguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya tidak sempurna oleh karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadi abortus inkompletus. Sisa abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu kontraksinya hal mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion). Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. Apabila kantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan yang didalamnya terdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan anembrionik didalam cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak berkembang sempurna. Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembung-gelembung kecil. Dengan masuknya cairan

4

jaringan kedalamnya, villi yang demikian mengalami degenerasi mola. Pada peristiwa yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku mengelilingi konseptus dan menjadikan darah beku sebagai kapsulnya dengan ketebalan bervariasi dan didalam kapsul itu tersebar vili koriales yang telah mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuat dari bekuan darah itu adalah kantong yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah yang mengelilinginya biasanya kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang demikian terbentuk ini dinamakan mola kruenta. Apabila pigmen darah telah diresorbsi dan pada yang tersisa telah terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai daging berwarna merah kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yang tejadi masuk ke ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-hematom yang terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa. Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk fetus yang mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus yang mengalami proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tidak utuh lagi, perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus berwarna kemerahan, kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali terkelupas oleh sentuhan ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan kemampuannya untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka fetus akan kering dan terhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus kompresus. Kadang-kadang fetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena terkompres sehingga menyerupai kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus papiraseus relatif lebih sering terdapat pada kehamilan ganda yang satu fetusnya mati jauh dini sementara fetus yang satunya lagi tumbuh dan berkembang sampai lahir aterm. 2.5 Klasifikasi Sampai saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan disampaikan dua jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan klinis. a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa provokasi dan intervensi.

5

2. Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi , yang dibedakan atas : a. Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu dan atau janin. b. Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis. b. Menurut klinis : 1. Abortus Iminens Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi sevik. 2. Abortus insipiens. Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan. 3. Abortus Inkomplit Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. 4. Abortus komplit Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus sudah banyak mengecil. 5. Abortus habitualis

6

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturutturut 6. Abortus infeksiosus Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. 7. Missed abortion Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. 2.6 ABORTUS IMINENS 2.6.1. Definisi Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi sevik. 2 2.6.2 Etiologi a. Abnormalitas embrionik Didapatkan sekitar 80% pada trimester pertama dari abortus. Abnormalitas kromosom paling sering sebagai penyebab. Autosom trisomi didapatkan lebih dari setengah dari kariotipe abnormal, dan monosom adalah anomali tersering. Lebih dari 90% dari kelainan selular dan morfologi akan menjadi abortus. Kelainan kromosomal ditemukan lebih dari 75% dari abortus pada fetus pada trimester pertama. Jumlah kelainan kromosom meningkat dengan meningkatnya umur ibu. Wanita lebih muda dari umur 30 th rate terjadinya abortus sekitar 12%, kemudian meningkat 50% pada wanita diatas 45 th. b. Faktor maternal Didapatkan sebagian besar pada trimester kedua. Penyebabnya dapat berupa faktor yang bersifat kronis pada ibu, diantaranya berupa:

7

Diabetes militus pada ibu(insulin-dependent diabetes militus): lebih dari 30% kehamilan pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol berakibat terjadinya abortus spontan. Hipertensi yang berat Penyakit ginjal Sindroma antifosfolipid Lupus Eritromatus Sistemik Penyakit tioroid Penyakit Wilson Faktor yang bersifat akut pada ibu, diantaranya: Infeksi ( Cytomegalovirus, rubella, toksoplasmosis, listeria, ureaplasma, Mycoplasma, dan sifilis) Trauma Abnormalitas sistem reproduksi Fibroid Inkopetensi servik Perkembangan plasenta yan abnormal faktor eksogen: Kafein : minum kopi empat kali sehari meningkatkan terjadinya resiko terjadinya abortus secara ringan. alkohol tembakau kokain radiasi 2.6.3 Diagnosis Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan 8

atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau berminggu-minggu. Dari semua itu setengah dari kehamilan ini akan mengalami abortus, walaupun resiko lebih rendah jika denyut jantung janin dapat direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan mengalami resiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah, kematian perinatal. Pentingnya resiko terjadinya malformasi tampak tidak meningkat.1 Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan fili korealis ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Pendarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah segar, dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules. 2 Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosa suatu abortus iminens adalah sebagai berikut: a. Anamnesa Dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya: Riwayat menstruasi : penyimpangan dari periode menstruasi normal mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal dari implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal, yang dapat mengacaukan perkiraan : hari pertama haid terakhir, periode menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, keteraturan menstruasi. Tanggal terjadinya konsepsi(jika diketahui) Obat-obatan yang digunakan sejak hari pertama haid terakhir seperti: alkohol, tembakau dan obat-obatan yang lain. Masalah kesehatan baik sekarang maupun yang terdahulu seperti : diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan autoimun. Riwayat operasi terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa. Riwayat obstetri yang terdahulu, seperti: jumlah kelahiran aterm dan preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi yang berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus) Riwayat ginekologi, termasuk tes pap smear abnormal, STD dan kontrasepsi. 9

Pasien dengan abortus spontan biasanya dengan pendarahan pervaginam dan atau dengan nyeri perut. Pendarahan pervaginam mungkin dapat berupa pendarahan dalam bentuk flek-flek sampai pendarahan yang bermakna. Menghitung jumlah pendarahan adalah sangat penting ( jumlah pembalut atau tampon) untuk melihat pendarahan apakah meningkat atau memburuk. Pendarahan dari abortus iminens ringan tetapi menetap sampai berhari hari ataupun sampai berminggu-minggu. Adanya bekuan darah atau jaringan mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram seharusnya dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala lain seperti demam ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus septik b. Pemeriksaan fisik Membuat keputusan yang segera dari pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil atau pendarahan pervaginam yang berat termasuk tanda vital dan pemeriksaan panggul. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Pemeriksaan fisik yang dilakukan: Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak, tanda peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya pendarahan intraperitoneal. Identifikasi sumber pendarahan dengan spekulum dan pemeriksaan digital dari servik. Pastikan apakah pendarahan berasal dari dinding vagina, permukaan servik atau dari bagian dalam servik. Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagianbagian daging. Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya kehamilan ektopik. Pastikan adanya pembukaan servik, jika ada pembukaan mencerminkan suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika tertutup merupakan suatu abortus iminens. Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus 10

dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik ataupun kista ovarium. Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau cervik, perlu dibuat preparat basah dan kultur cervik untuk organisme gonorhea dan klamidia. c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi : Beta-human chorionik gonadotropin Pertama dideteksi pada kebanyakan wanita sekitar 24 hari setelah hari pertama haid terakhir. Jika pada tes kuantitatif didapat kadar hormon lebih dari 1500 mlU/mL IRP (international reference preparation), suatu kehamilan yang normal dan terletak intrauterin akan dapat dideteksi dengan menggunakan transvaginal sonography (TVS) dan pada kadar 6500 mlU/mL dapat dilihat dengan sonogram transabdominal. Kegagalan untuk mendeteksi kantong gestasi dari suatu kehamilan intra uterin ketika kadar QhCG mengindikasikan suatu kehamilan ektopik. Kadar QhCG secara umumharus telah ditentukan pada kasus dimana terjadi pendarahan pada trimester pertama karena serial QhCG dapat membantu dalam follow up. Kadar QhCG meningkat kurang lebih 66% setiap 48 jam pada suatu kehamilan intrauterin. Serial pemeriksaan QhCG yang didapatkan menurun sebelum umur kehamilan 10 minggu mengindikasikan terdapatnya suatu kehamilan abnormal. Kadar QhCG yang tinggi mengindikasikan adanya suatu kehamilan yang multipel, penyakit tropoblas, atau meskipun sangat jarang itu merupakan suatu tumor ovarium. Hemoglobin dan hematokrit Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya suatu anemia terutama yang disebabkan oleh adanya suatu pendarahan. Golongan darah dan skrining antibodi Wanita dengan Rh negatif dan telah mengalami abortus (apakah karena abortus spontan maupun abortus karena terapiutik sekitar 2-4% akan 11

menjadi peka terhadap Rh. Status dari faktor Rh harus diperiksa pada setiap pasien hamil dengan pendarahan pervaginam. Jika didapatkan wanita dengan Rh negatif, dianjurkan untuk pemberian Rho (D) immuno globin (RhoGAM). Kadar serum Progesteron Kadar progesteron meningkat setelah ovulasi dan berlanjut untuk meningkat sepanjang kehamilan. Suatu penelitian yang telah dilakukan tentang keadaan serum progesteron selama awal kehamilan untuk digunakan ciri terjadinya suatu kehamilan yang abnormal. Dimana didapatkan hasil bahwa jika didapatkan kadar kurang dari 5 ng/mL sering dihubungkan dengan suatu kehamilan yang sehat, sedangkan jika kadar lebih dari 25 ng/mL sering dihubungkan dengan kehamilan yang sehat. Secara klinik kadar serum progesteron sekitar 5-15 ng/mL. Di klinik kadar QhCG dan penemuan melalui TVS Akan tetapi dari semuanya peranan evaluasi serum progesteron sangat terbatas dan tidak efektif untuk biaya. d. Pemeriksaan radiologi Ultrasound adalah cara yang dipilih secara luas dan merupakan pemeriksaan yang menjadi pilihan pertama. Keuntungannya adalah: aman, penggunaan di tempat tidur, harga yang murah dan tidak invasif. Kelemahannya adalah ketergantungan tehadap operator. Gambaran dari TVS dapat menentukan adanya emboli atau fetus, adanya gerakan janin, keutuhan koriodecidua, lokasi (intrauterin atau ekstrauterin) dan umur kehamilan. Pasien dengan riwayat pendarahan pervaginam pada trimester pertama mungkin akan memberikan gambaran daerah berupa pendarahan rektokorionik pada TVS dimana akan didapatkan daerah yang hipoekhoik dibalik lapisan korionik. Jika pendarahan sedikit di daerah decidua basalis akan memiliki

12

kesempatan untuk bertahan dibandingkan jika pendarahan terdapat dibelakang decidua basalis atau lebih dari 25% dari ukuran kantungan. 2.6.5. Penatalaksanaan Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi untuk abortus iminens terdiri atas : a. Rawat jalan b. Istirahat tirah baring Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik. c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar abortus didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron tidak banyak manfaatnya. d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup. e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan: Penenang : luminal, diazepam Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg Tokolitik : papaverin, isoxsuprine Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan rawat inap. 2.6.5 Komplikasi Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam nyawa. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang banyak.

13

Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi, sinekia intrauterin, dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding uterus dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan buli-buli, perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2 Kehamilan ganda dengan kematian satu janin dan retensi janin yang lain tidak hanya mungkin, tetapi telah didokumentasikan secara baik pada 20% kehamilan dini yang dimonitor secara baik dengan USG. Biasanya fetus diserap, namun kematian satu janin pada kehamilan ganda dapat menyebabkan perdarahan vaginal dan kram perut.2 Bahkan pada kehamilan dini, abortus dapat menyebabkan efek bermakna pada pasien dan keluarganya. Fakta bahwa sebagian besar abortus adalah tidak diharapkan memperberat kesedihan pasien dan keluarga. Tiap orang memberi respon yang berbeda pada tragedi ini.2 2.6.6 Prognosis Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka kemungkinan untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah sebesar 20 %, sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya adalah rata-rata 50% Rate kelahiran hidup setelah aktivitas denyut jantung bayi didokumentasikan pada minggu ke 5-6 dari kehamilan pada wanita dengan 2 atau abortus spontan yang tidak dapat didefinisikan adalah sekitar 77% . Bukti tentang hubungan antara terjadinya abortus iminens dengan terjadinya kelainan pada saat lahir adalah terbatas dan tidak konsisten. Satu penelitian epidemiologi menemukan bahwa peningkatan terjadinya kelainan pada saat lahir (polidaktili, undesensus testis, dan hipospadi) pada folow up pada pasien dengan abortus iminens ditemukan tidak terdapat perbedaan yang berarti. Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-mules yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik

14

BAB III LAPORAN KASUS I. Identitas Nama Pekerjaan Nama suami Pekerjaan suami Tempat lahir Alamat Umur Bangsa Agama Nomor registrasi MRS II. Anamnesa Keluhan Utama : pendarahan berupa bercak darah sejak tadi pagi pk 06.00(8/5/2006) III. Perjalanan penyakit Pasien mengeluh perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan sejak tadi pagi pk 06.00(8/5/2006). Pasien juga mengeluh ada nyeri perut namun tidak begitu keras. Keluhan ini tidak disertai panas badan, muntah-muntah, atau lemas dan pusing. Keluhan ini muncul tiba-tiba dan sebelumnya tidak ada riwayat trauma. Keluhan ini yang pertama kali dialami oleh pasien. Pasien mengaku tidak ada keluar jaringan seperti daging. Pasien telat haid dan hari pertama haid terakhir adalah tanggal 27 Januari 2006. Pasien sudah pernah melakukan tes kencing sendiri akhir bulan Februari 2006 (lupa tanggalnya) dan hasilnya positif. Pasien kemudian dinyatakan hamil oleh bidan dan usia kehamilannya adalah satu bulan. Pasien mengatakan baru sekali memeriksakan kehamilannya di bidan dan belum pernah di-USG. Dari riwayat pernikahan, Pasien baru menikah satu kali selama 3 bulan dan ini adalah kehamilan yang pertama. :ILM : Ibu rumah tangga : GD Purbani : Pegawai Swasta : Denpasar : Jalan Suwung Bantan Kendal no.16 Denpasar : 21 tahun : Indonesia : Hindu : 01042145 : pk. 21.13 (8/5/06)

15

Pasien selama ini mengaku tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi (KB). Pasien juga mengatakan tidak pernah mengalami gangguan saat menstruasi. Pasien menstruasi pertama kali saat usia 15 tahun. Menstruasinya lancar setiap bulan dengan siklus tiap 30 hari dan lamanya rata-rata 3 hari. Dari riwayat penyakit terdahulu, pasien selama hamil ini pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit yang berat, tidak pernah demam tinggi yang lama, tidak juga menderita tekanan darah tinggi (hipertensi), asma, penyakit jantung, maupun penyakit kencing manis. IV. Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan status present didapatkan keadaan umum baik, dengan tensi: 120/80mmHg, nadi : 84x/ menit, respirasi : 20 x/menit, temperatur aksila : 36,8 C. Tidak ada kelainan pada pemeriksaan jantung, paru limfa dan hati. Ekstremitas hangat dan tidak ditemukan oedema. Status ginekologi : Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tinggi fundus uteri teraba 3 jari diatas simpisis , tidak didapatkan defans dan tanda cairan bebas. Pada pemeriksaan dalam (vaginal Toucher) didapatkan fluksus +, tidak didapatkan pembukaan, korpus uteri antefleksi dengan besar dan konsistensi setara dengan umur kehamilan 14-16 minggu. Adneksa perimetrium serta cavum douglas dalam batas normal. V. Diagnosis Berdasarkan anamnesis riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan obstetrik ditegakan diagnosis kerja Abortus imminen VI. Penatalaksanaan Pasien diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, dan pemeriksaan darah lengkap Untuk terapi medika mentosa diberikan Allylesterol 3x1, Isoxsuprine 3x1, untuk memonitoring keadaan pasien diusulkan untuk kontrol ke poliklinik, dengan KIE bila ada keluhan sakit perut tambah berat dan adanya perdarahan banyak datang lagi ke rumah sakit.

16

Follow up pasien : Pada tanggal 9/5/2006, pasien kontrol ke poliklinik, dan pasien mengeluh masih terjadi perdarahan berupa bercak darah disertai sakit perut. Dari pemeriksaan fisik didapatkan T: 100/70mmHg, N : 88 X/mnt, Temperatur aksila : 37 C, Status general: dalam batas normal, Pemeriksaan abdomen didapatkan tinggi fundus uteri terabab 3 jari diatas simpisis, dengan ballotemen (+), pemeriksaan DJJ tidak jelas (dgn Doppler) dan tidak didapatkan his. , pada pemeriksaan dalam didapatkan korpus uteri antefleksi dengan besar dan konsistensi setara dengan umur kehamilan 14-16 minggu. Adneksa perimetrium serta Cavum Douglas dalam batas normal. Pasien didiagnosis dengan Abortus iminens (hamil 14-15 minggu), dan direncanakan dilakukan USG, dan dilakukan pemeriksaan hematologi rutin. Dari USG didapatkan Terdapat satu buah gestational sac dengan satu fetus yang sudah tidak berdetak jantungnya sehingga memberi kesan kematian janin dalam rahim. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC: 13,6 K/uL, PLT: 257 K/Ul, HGB: 11,0 G/Dl, HCT: 32,6 %, BT: 2 30 CT: 9 00. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, pada pukul 12.32 pasien masuk rumah sakit dengan diagnosis G1P0000 14-15 minggu T/ KJDR, dan direncanakan induksi misoprostol 50 mcg/ 4 jam disertai observasi his dan pembukaan. Pada pukul 13.45 dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang pertama, dan his masih negatif. Pada pukul 17.45 dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang kedua, dan his tetap negatif. Kemudian Pada pukul 21.45 dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang ketiga, dan his masih negatif. Selanjutnya pada tanggal 10/5/2006 pukul 01.45 dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang keempat, dan his masih negatif. Baru pada pukul 02.30 timbul his lemah. Kemudian pada pukul 03.00 didapatkan his (+) 2-3x/10 selama 30-35. Pada pukul.04.00 his(+) 3x/10 selama 30-35, dan pada pukul 04.45 his (+) 3x/10 selama 40. Pada pukul 05.00 pasien mengeluh sakit perutnya terus bertambah dengan his (+) 34 x/ 10 selama 40-45. Pada pukul 06.00 dilakukan pemeriksaan dalam, dan didapatkan Pembukaan 4 cm, ketuban masih ada, teraba kepala dengan penurunan Hodge III. Pasien didiagnosis dengan G1P0000 14-15 minggu T/ KJDR PK II, dan ditangani dengan memimpin

17

persalinan. Dan pada pukul 06.15 lahir spontan fetus 30 gr, plasenta lahir dengan kesan tidak komplit. Hal ini menyebabkan perdarahan, dan pasien didiagnosis dengan abortus inkomplit, sehingga dilakukan kuretase dibawah perlindungan oksitosin drip yang diikuti observasi 2 jam pp + kuret. Dan juga dilakukan KIE tentang mobilisasi dini. Pasien diberi obat berupa Amoksisilin 3x500 mg, Asam mefenamat 3x1, Prenamia 1x1 setelah dilakukan kuretase. Pukul 08.10 sudah tidak ada perdarahan, dan didapatkan T: 110/70 mmHg. Pada pukul 09.30, tidak ada perdarahan, dan didapatkan T: 120/80mmHg, N : 78x/mnt, R : 20x/mnt. Kemudian pada pukul 11.30 pasien dipulangkan dengan pesan agar kontrol ke poliklinik 1 minggu kemudan.

18

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Diagnosis Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau berminggu-minggu. Untuk dapat menegakkan diagnosa abortus iminens dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesa diharapkan diperoleh data tentang keluhan dan faktor resiko abortus iminens, dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diharapkan didapatkan tanda spesifik untuk abortus iminens. Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa didapatkan keluhan perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan, nyeri perut, muncul tiba-tiba dan sebelumnya tidak ada riwayat trauma. tidak ada keluar jaringan seperti daging, telat haid dengan hasil tes kencing (+). Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien menjurus kearah abortus iminens. Dari anamnesa tidak ditemukan adanya faktor resiko kronis seperti diabetes militus pada ibu, hipertensi yang berat, konsumsi zat seperti : kafein, alkohol, tembakau, kokain dan riwayat penggunaan radiasi. Faktor resiko yang mungkin diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini adalah suatu abnormalitas kromosom dan adanya beberapa penyakit pada ibu seperti penyakit ginjal, ataupun terjadinya infeksi virus maupun bakteri pada ibu. Untuk mengetahui terdapatnya kelainan kromosom dapat dilakukan pemeriksaan kromosom, namun biaya yang dikeluarkan akan sangat tinggi, selain itu pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada praktek klinik sehari-hari. Untuk mengetahui terdapatnya penyakit ginjal dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal terutama dari pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan serum kreatinin dan Blood Urea Nitrogen. Untuk mengetahui adanya infeksi yang bersifat akut pada ibu dapat dilakukan swab pada vagina ibu dan dapat dilakukan tes serologis untuk mengetahui apakah terdapat infeksi virus

19

maupun bakteri yang diduga terhadap terjadinya abortus iminens. Pada kasus ini pemeriksaan fungsi ginjal dan swab maupun tes serologi tidak dilakukan. Pada pasien ini melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan adanya pendarahan melalui ostium uteri eksternum, uterus membesar sebesar usia kehamilan 14-15 minggu dan dari pemeriksaan didapatkan servik belum membuka. Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan tes kehamilan positif yang menandakan ibu dalam keadaan hamil. Dengan data yang diperoleh gejala klinis yang didapat pada pasien mengarah terhadap terjadinya aborus iminens. Pemeriksaan penunjang yang lain yang diusulkan adalah USG. 4.2 Penatalaksanaan Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi untuk abortus iminens yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah sebagai berikut : Pasien di rawat dirumah dianjurkan untuk istirahat tirah baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik. Untuk medika mentosa diberikan: hari Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet Pemberian tokolitik isoxsuprine pada kasus kali ini dilakukan dengan melihat cara kerja isoxsuprine adalah sebagai berikut : Isoxsuprine merupakan golongan pheniletilamin yang merupakan suatu derivat adrenalin. Senyawa ini merupakan antagonis adrenoseptor terhadapzat-zat stimulan adrenoseptor. Isoxsuprine menyebabkan dilatasi sirkulasi perifer dan dilatasi terhadap sirkulasi serebral. Efek dilatasi yang terjadi lebih besar terjadi pada arteri yang memberikan suplai terhadap otot dibandingkan dengan dilatasi pada arteri otak dan kulit. Penurunan tekanan darah yang tejadi tidak disertai dengan kompensasi sepenuhnya oleh penurunan tahanan pembuluh darah otak. Ini menyebabkan terjadinya relaksasi uterus. Dengan penurunan kontraksi uterus diharapkan kehamilan dapat dipertahankan dan tidak terlepas dari tempat insersinya. Pemberian allylesterenol pada kasus ini dilakukan dengan melihat cara kerja allylesterenol adalah sebagai berikut: Tokolitik : Isoxsuprine(Duvadilan) 3 kali 10 mg per oral selama 5

20

Allylesterenol mempunyai potensi untuk meningkatkan hormon-hormon plasenta (human korionik gonadotropin, human plasenta laktogen, estrogen dan progesteron) dan ini menjadikan lapisan tropoblastik dari plasenta memperlihatkan tanda-tanda aktivitas histilogik. Dengan pemberian obat ini dapat menghilangkan atau mencegah ancaman abortus pada awal kehamilan. Dari terapi yang diberikan diharapkan keluhan dapat berkurang dan kehamilan dapat dipertahankan. Untuk selanjutnya dilihat kemungkinan yang terjadi yaitu apakah terapi dapat berhasil yang ditandai dengan dapat dipertahankannya hasil konsepsi hingga viabel, dan kemungkinan yang lain berupa gagalnya terapi yang dilakukan. Jika terapi yang dilakukan tidak berhasil maka terapi dilakukan sesuai kasus yang terjadi. Pada kasus ini, pasien datang kembali pada keesokan harinya dengan keluhan pendarahan dan sakit perut yang menetap. Pada pasien dilakukan USG untuk menentukan kehamilannya intra uteri atau ekstra uteri, kantong gestasional berisi janin atau tidak(blight ovum) kematian janin, ukuran janin, umur kehamilan, pergerakan jantung janin ada atau tidak yang berarti bahwa janin tersebut masih hidup atau sudah mati. Dari hasil USG didapatkan hasil : kantung gestasi (+) jml 1, fetus (+) 1, aktivitas denyut jantung bayi (-) Kesan : IUFD. Dari hasil USG ini disimpulkan bahwa janin yang berada dalam rahim tersebut telah meninggal. Di diagnosa dengan G1P000 14-15 minggu tunggal KJDR. Dari hasil yang diperoleh, diberitahukan kepada pihak pasien dan keluarga tentang hal yang terjadi dan rencana tindakan yang akan dilakukan berukutnya. Tidak dapat dipertahankannya kehamilan ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya berupa terjadinya kelainan kongengital pada janin yang menyebabkan janin tidak dapat bertahan, pasien tidak istirahat sepenuhnya yang memperburuk keadaannya, uterus terus berkontraksi yang menyebabkan semakin luasnya robekan pada tempat insersi daripada janin dan pendarahan yang terus menerus terjadi sehingga janin tidak dapat bertahan, dan pengobatan yang telah diberikan tidak dapat mencegah proses yang telah terjadi. Pada kasus ini diusulkan untuk dilakukan induksi dengan misoprostol untuk mengeluakan hasil konsepsi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mcg/4 jam dan dilakukan observasi his dan pembukaan.. Penyebab pendarahan kemungkinan adalah hasil konsepsi yang belum keluar, kemungkinan masih menempel sedikit yang menimbulkan gangguan

21

kontraksi uterus yang dapat menyebabkan pendarahan. Prinsip penanganan adalah dengan sesedikit mungkin menimbulkan trauma pada ibu. Pemberian misoprostol dilakukan tiap 4 jam hingga timbul pembukaan dan his yang adekuat. Sebelum ibu diperbolehkan pulang diberi tahu bahwa abortus spontan merupakan hal yang biasa terjadi dan terjadi paling sedikit 15%(satu dari tujuh kehamilan) dari seluruh kehamilan yang diketahui secara klinis. Berikan keyakinan dan kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikut. Beberapa wanita mungkin ingin hamil langsung setelah suatu abortus. Ibu ini sebaiknya diminta untuk menunda kehamilan berikut sampai ia benar-benar pulih.

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.688-1132. 2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam: Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, p. 302-322. 3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York, NY: McGraw Hill; 2003. 4 Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L MD, Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent Abortion, Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th eds. Mosby: 2002, p.157164 5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor. Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.

23