cr ab iminens
DESCRIPTION
CR AB IMINENTRANSCRIPT
Case Report
Primigravida Hamil 13 Minggu dengan Abortus Imminens
Perceptor :
dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp.OG
dr. Zulkarnaen, Sp.OG
Penyaji :
Diano Ramadhan Fauzan, S.Ked1118011034
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
1
KATA PENGANTAR
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Primigravida hamil 13 minggu dengan abortus imminens” tepat pada
waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Obstetri
dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp. OG
dan dr. Zulkarnaen, Sp.OG yang telah meluangkan waktunya untuk saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan
dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya
untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Bandar Lampung, Agustus 2015
Penyusun
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. REKAM MEDIK
MRS : 29 Juli 2015
No RM : 422096
Pukul : 05.30 WIB
A. ANAMNESA
Identifikasi
Nama : Ny. RIE
Umur : 26 tahun
Pendidikan : DIII Kebidanan
Pekerjaan : PKM Bengkunat
Agama : Islam
Kebangsaan :Lampung
Alamat : Krui, Pesisir Barat
Keluhan
a. Utama : keluar darah dari kemaluan
b. Tambahan: -
Riwayat perjalanan penyakit:
Kurang lebih 1 hari yang lalu os mengeluh keluar darah dari
kemaluan berwarna merah kehitaman, banyaknya 1 kali ganti
celana dalam. Riwayat koitus 2 hari yang lalu (+), riwayat mual
muntah (+), riwayat keluar jaringan seperti daging (-), riwayat
keluar buih-buih seperti mata ikan (-) riwayat trauma (-), riwayat
diurut-urut (-), riwayat minum jamu (-), riwayat demam (-). Os
mengatakan sedang hamil 12 minggu. Hari pertama haid terakhir
tanggal 23 April 2015.
Status Reproduksi
3
Haid pertama umur : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Lamanya : 5-7 hari
Banyaknya : normal
Warna : merah
Bau : (-)
Dismenorea : (+)
HPHT : 23-04-2015
Taksiran Persalinan : 30-01-2016
Status Perkawinan
Pernikahan pertama dan sudah berlangsung selama 3 bulan.
Riwayat obstetri
- Hamil sekarang
Riwayat peyakit
a. Penyakit dahulu (-)
b. Penyakit dalam keluarga (-)
Riwayat operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
Riwayat keluarga berencana/kontrasepsi
(-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi :80x/menit
Respiratory Rate: 20x/menit
Suhu : 37.1oC
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 58 kg
4
Status Generalis
Kulit : Chloasma gravidarum (-), linea nigra (-)
Muka : Pucat (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Deviasi septum (-), chonca hiperemis (-)
Leher : JVP normal, massa (-)
Jantung : Ictus cordis tidak teraba, bunyi jantung I dan II
normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), datar
Punggung : Dalam batas normal
Rectum/anus : Tidak dinilai
Ekstremitas : Edema pretibia -/-, varises tidak ada
Reflex : Tidak dinilai
Sensitibilitas : Dalam batas normal
Hati : Sulit dinilai
Limfa : Sulit dinilai
Ginjal : Tidak ada nyeri ketok ginjal
Kandung kemih: Nyeri tekan suprapubik (-), nyeri berkemih (-)
Kel. Limfe : Tidak ada pembesaran
Kepala : Normocephal
Telinga : Tidak dinilai
Mulut/gigi : Tidak dinilai
Dada : Pergerakan nafas simetris
Paru : Vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)
Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan luar
Abdomen datar, lemas, simetris, FUT 1 jari atas simfisis
(1cm), his (-)
b. Pemeriksaan dalam
Inspekulo : Portio livid, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+)
darah tak aktif, erosi/laserasi/polip (-)
5
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah rutin :
• Hb : 11,3 gr/dl
• Leukosit : 9.600/ul
• Trombosit : 345.000/mm3
• HT : 33%
• GDS : 93 mg/dl
• PP Test : positif
Kesan USG: hami 13 minggu intrauterin, pulsasi (+)
D. RESUME
Ny RIE 26 tahun G1P0A0, kurang lebih 1 hari yang lalu os mengeluh
keluar darah dari kemaluan berwarna merah kehitaman, banyaknya 1
kali ganti celana dalam. Riwayat koitus 2 hari yang lalu (+), riwayat
mual muntah (+). Os mengatakan sedang hamil 12 minggu. Hari
pertama haid terakhir tanggal 23 April 2015. TD 120/80 mmHg, N
80x/menit, RR 20x/menit, T 37,3 C. Abdomen datar, lemas, simetris,
FUT tak teraba, HIS (-). Inspekulo : Portio livid, OUE tertutup, flour
(-), fluxus (+) darah tak aktif, erosi/laserasi/polip (-). Hb: 11,3 gr/dl,
Leukosit: 9.600/ul, Trombosit: 345.000/mm3, HT: 33%. Kesan USG:
hami 13 minggu intrauterin, pulsasi (+)
E. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 13 minggu dengan abortus imminens JTH intrauterin
F. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
2. Terapi
a. Bed rest
b. Observasi TVI, perdarahan
c. IVFD RL gtt xx/menit
d. Luminal 3x1 tab
6
e. Nifedipin tab 3x10 mg
G. PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : Dubia ad Bonam
H. FOLLOW UP
HARI/TANGGAL
CATATAN TINDAKAN
29/07/1505.30 WIB
S/ KeluhanHamil anak kurang bulan dan keluar darah
O/Status presentTD : 120/80 mmHgNadi : 80x/menitRR : 20 x/menitT : 37,1 oC
Status ObstetriPL: Abdomen datar, lemas, simetris,
FUT 1 jari atas simfisis (1cm), his (-)
Insp.: Portio livid, OUE tertutup,
flour (-), fluxus (+) darah tak aktif,
erosi/laserasi/polip (-)
Laboratorium darah tak ada kelainan
A/ G1P0A0 hamil 13 minggu dengan abortus imminens JTH intrauterin
Th/- konservatif- observasi TVI, perdarahan- Cek lab DR, CM- IVFD RL xx gtt/menit- Nifedipin tab 3x10 mg-Luminal 3x1 tab- bed rest total
R/ USG konfirmasi
07.30 WIB S/ KeluhanPerdarahan (-)
O/Status presentTD : 120/80 mmHgNadi : 84x/menitRR : 20 x/menitT : 36,9 oC
Dilakukan USG konfirmasiKesan: Hamil 13 minggu intrauterin, pulsasi (+)bed rest total
7
A/ G1P0A0 hamil 13 mingu dengan abortus imminens JTH intrauterin
Th/ Teruskan
08.30 WIB S/ KeluhanPerdarahan (-)
O/Status presentTD : 120/80 mmHgNadi : 84x/menitRR : 20 x/menitT : 37oC
A/ G1P0A0 hamil 13 minggu abortus imminens JTH intrauterin
Th/ Teruskan
Pasien pindah ke paviliun
30/07/201507.30 WIB
S/ KeluhanTidak ada
O/Status presentTD : 120/80 mmHgNadi : 80x/menitRR : 20 x/menitT : 36,6 oCA/ G1P0A0 hamil 13 mingu dengan abortus imminens JTH intrauterin
Th/ Teruskan
31/07/201507.30
S/ KeluhanTidak ada
O/Status presentTD : 120/80 mmHgNadi : 88x/menitRR : 20 x/menitT : 36,7 oC
A/ G1P0A0 hamil 13 mingu dengan abortus imminens JTH intrauterin
Pasien boleh pulang
8
BAB II
ANALISA KASUS
Permasalahan:
1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
3. Apakah penyebab abortus imminens pada kasus ini?
1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat ?
Penegakkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis: Adanya perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri
eksternum, disertai nyeri perut ringan atau tidak sama sekali. Adanya gejala
nyeri perut dan punggung belakang yang semakin hari bertambah buruk
dengan atau tanpa kelemahan dan uterus membesar sesuai usia kehamilan4.
Pemeriksaan dalam: serviks tertutup, perdarahan dapat terlihat dari ostium,
tidak ada kelainan pada serviks, tidak terdapat nyeri goyang serviks atau
adneksa, tes kehamilan positif, dan pemeriksaan USG tampak janin masih
hidup4.
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG) Transvaginal dan Observasi Denyut Jantung Janin
Pemeriksaan USG transvaginal penting untuk menentukan apakah janin viabel
atau non viabel dan membedakan antara kehamilan intrauteri, ekstrauteri,
mola, atau missed abortion. Jika perdarahan berlanjut, ulangi pemeriksaan
USG dalam tujuh hari kemudian untuk mengetahui viabilitas janin. Jika hasil
pemeriksaan meragukan, pemeriksaan dapat diulang 1-2 minggu kemudian.
USG dapat digunakan untuk mengetahui prognosis. Pada umur kehamilan
tujuh minggu, fetal pole dan aktifitas jantung janin dapat terlihat. Aktivitas
9
jantung seharusnya tampak dengan USG saat panjang fetal pole minimal lima
milimeter. Bila kantong gestasi terlihat, keguguran dapat terjadi pada 11,5%
pasien. Kantong gestasi kosong dengan diameter 15mm pada usia tujuh
minggu dan 21mm pada usia gestasi delapan minggu memiliki angka
keguguran 90,8%. Apabila terdapat yolk sac, angka keguguran 8,5%; dengan
embrio 5mm, angka keguguran adalah 7,2%; dengan embrio 6-10mm angka
keguguran 3,2%; dan apabila embrio 10mm, angka keguguran hanya 0,5%4.
Angka keguguran setelah kehamilan 14 minggu kurang lebih 2,0%.
Pemeriksaan ukuran kantong gestasi transvaginal berguna untuk menentukan
viabilitas kehamilan intrauteri. Diameter kantong rata-rata lebih dari 13mm
tanpa yolk sac atau diameter rata-rata lebih dari 17mm tanpa mudigah
diprediksikan nonviabilitas pada semua kasus dengan spesifi sitas dan nilai
prediksi positif 100%. Adanya hematoma subkorionik tidak berhubungan
dengan prognosis buruk4.
Bradikardia janin dan perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan HPHT
dengan hasil pemeriksaan USG menunjukkan prognosis buruk. Data prospektif
menyebutkan, bahwa jika terdapat satu diantara tiga faktor risiko (bradikardia
janin, perbedaan antara kantung kehamilan dengan panjang crown to rump, dan
perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan HPHT dan pemeriksaan USG
lebih dari satu minggu) meningkatkan presentase kejadian keguguran dari 6%
menjadi 84%. Penelitian prospektif pada umumnya menunjukkan presentase
kejadian keguguran 3,4-5,5% jika perdarahan terjadi setelah jantung janin
mulai beraktivitas, dan identifikasi aktivitas jantung janin dengan USG di
pelayanan kesehatan primer memberikan presentase berlanjutnya kehamilan
hingga lebih dari 20 minggu sebesar 97%4.
BIOKIMIA SERUM IBU
Kadar human chorionic gonadotropin (hCG) kuantitatif serial
Evaluasi harus mencakup pemeriksaan hCG serial kecuali pasien mengalami
kehamilan intauterin yang terdokumentasi dengan USG, untuk mengeliminasi
kemungkinan kehamilan ektopik. Kadar hCG kuantitatif serial diulang setelah
10
48 jam digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, mola, abortus
imminens, dan missed abortion. Kadar hCG serum wanita hamil yang
mengalami keguguran diawali dengan gejala abortus imminens pada trimester
pertama, lebih rendah dibandingkan wanita hamil dengan gejala abortus
imminens yang kehamilannya berlanjut atau dengan wanita hamil tanpa gejala
abortus imminens.4
Sebuah penelitian prospektif menunjukkan bahwa nilai batas β hCG bebas 20
ng/ml dapat digunakan untuk membedakan antara normal (kontrol dan abortus
imminens namun kehamilan berlanjut) dan abnormal (abortus imminens yang
mengalami keguguran dan kehamilan tuba), dengan sensitifitas angka prediksi
positif 88,3% dan 82,6%.4
Rasio bioaktif serum imunoreaktif hCG, pada wanita yang mengalami abortus
imminens namun kehamilannya berlanjut, lebih tinggi dibandingkan pada
wanita yang akhirnya mengalami keguguran. Namun penelitian hanya
melibatkan 24 wanita dengan abortus imminens dan tidak memberikan data
tentang aktivitas jantung janin.7
Pemeriksaan kadar progesteron
Kadar hormon progesteron relatif stabil pada trimester pertama, sehingga
pemeriksaan tunggal dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan
viabel; kadar kurang dari 5 ng/mL menunjukkan prognosis kegagalan
kehamilan dengan sensitivitas 60%, sedangkan nilai 20 ng/mL menunjukkan
kehamilan yang viabel dengan sensitivitas 100%7.
11
12
Berdasarkan hasil anamnesis pada kasus ini diperoleh adanya keluar darah dari
kemaluan 1 hari SMRS, berwarna merah kehitaman, banyaknya 1 kali ganti
celana dalam. Riwayat koitus 2 hari yang lalu (+), riwayat mual muntah (+),
riwayat keluar jaringan seperti daging (-), riwayat keluar buih-buih seperti
mata ikan (-) riwayat trauma (-), riwayat diurut-urut (-), riwayat minum jamu
13
(-), riwayat demam (-). Os mengatakan sedang hamil 12 minggu. Tidak
terdapat gejala nyeri akut abdomen seperti pada KET. Tidak didapatkan
riwayat jekuar jaringan seperti daging atau keluar buih-buih seperti mata ikan
yang merupakan khas pada mola hidatidosa. Riwayat koitus pada kehamilan
muda bisa menjadi faktor resiko terjadinya abortus.
Dari pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan tinggi fundus uteri sesuai
dengan usia kehamilan yang baru 13 minggu. Hasil inspekulo menunjukkan
Portio livid, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) darah tak aktif,
erosi/laserasi/polip (-). Tinggi fundus yang sesuai usia kehamilan bisa
menyingkirkan diagnosis banding mola hodatidosa. OUE tertutup dan tidak
ada jaringan tersisa atau nampak dapat memperkuat diagnosis abortus
imminens.
Konfirmasi dengan hasil USG menetapkan diagnosis pasti abortus imminens.
Dari hasil USG didapatkan hamil 13 minggu intrauterin dengan pulsasi janin
positif.
Kesimpulannya, dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada
Ny. RIE diagnosis dapat ditegakkan yaitu G1P0A0 hamil 13 minggu dengan
abortus imminens JTH intrauterin
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
Efektivitas penatalaksanaan aktif masih dipertanyakan, karena umumnya
penyebab abortus imminens adalah kromosom abnormal pada janin7. Meskipun
banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus
imminens, penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri atas:
Tirah Baring
Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus imminens
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanik.4 Pada suatu penelitian, 1228 dari 1279 (96%)
dokter umum meresepkan istirahat pada perdarahan hebat yang terjadi pada
14
awal kehamilan, meskipun hanya delapan dari mereka yang merasa hal tersebut
perlu, dan hanya satu dari tiga orang yang yakin hal tersebut bekerja baik7.
Sebuah penelitian randomised controlled trial (RCT) tentang efek tirah baring
pada abortus imminens menyebutkan bahwa 61 wanita hamil yang mengalami
perdarahan pada usia kehamilan kurang dari delapan minggu yang viabel,
secara acak diberi perlakuan berbeda yaitu injeksi hCG, plasebo atau tirah
baring. Persentase terjadinya keguguran dari ketiga perlakuan tersebut masing-
masing 30%, 48%, and 75%. Perbedaan signifikan tampak antara kelompok
injeksi hCG dan tirah baring namun perbedaan antara kelompok injeksi hCG
dan plasebo atau antara kelompok plasebo dan tirah baring tidak signifikan.
Meskipun pada penelitian tersebut hCG menunjukkan hasil lebih baik
dibandingkan tirah baring, namun ada kemungkinan terjadi sindrom
hiperstimulasi ovarium, dan mengingat terjadinya abortus imminens
dipengaruhi banyak faktor, tidak relevan dengan fungsi luteal, menjadikan hal
tersebut sebagai pertimbangan untuk tidak melanjutkan penelitian tentang
penggunaan hCG7. Dalam sebuah penelitian retrospektif pada 226 wanita yang
dirawat di RS dengan keluhan akibat kehamilannya dan abortus imminens,
16% dari 146 wanita yang melakukan tirah baring mengalami keguguran,
dibandingkan dengan seperlima wanita yang tidak melakukan tirah baring.
Sebaliknya, sebuah studi kohort observasional terbaru dari 230 wanita dengan
abortus imminens yang direkomendasikan tirah baring menunjukkan bahwa
9,9% mengalami keguguran dan 23,3% baik-baik saja (p=0,03). Lamanya
perdarahan vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis tidak
mempengaruhi tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti
bahwa istirahat dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas
selama beberapa hari dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga
memberikan pengaruh emosional7. Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak
melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan
sehari-hari.
Abstinensia
Abstinensia sering kali dianjurkan dalam penanganan abortus imminens,
karena pada saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi oleh puting atau
15
akibat stimulasi klitoris, selain itu prostaglandin E dalam semen dapat
mempercepat pematangan serviks dan meningkatkan kolonisasi
mikroorganisme di vagina.8
Progestogen
Progestogen merupakan substansi yang memiliki aktivitas progestasional atau
memiliki efek progesteron, diresepkan pada 13-40% wanita dengan abortus
imminens. Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan
penting pada persiapan uterus untuk implantasi, mempertahankan serta
memelihara kehamilan.7 Sekresi progesteron yang tidak adekuat pada awal
kehamilan diduga sebagai salah satu penyebab keguguran sehingga
suplementasi progesteron sebagai terapi abortus imminens diduga dapat
mencegah keguguran, karena fungsinya yang diharapkan dapat menyokong
defisiensi korpus luteum gravidarum dan membuat uterus relaksasi. Sebagian
besar ahli tidak setuju8 namun mereka yang setuju menyatakan bahwa harus
ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron.
Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar keguguran didahului oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor,
maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
Meskipun bukti terbatas, percobaan pada 421 wanita abortus imminens
menunjukkan bahwa progestogen efektif diberikan pada penatalaksanaan
abortus imminens sebagai upaya mempertahankan kehamilan.7
Salah satu preparat progestogen adalah dydrogesterone, Penelitian dilakukan
pada 154 wanita yang mengalami perdarahan vaginal saat usia kehamilan
kurang dari 13 minggu. Persentase keberhasilan mempertahankan kehamilan
lebih tinggi (95,9%) pada kelompok yang mendapatkan dosis awal
dydrogesterone 40 mg dilanjutkan 10 mg dua kali sehari selama satu minggu
dibandingkan kelompok yang mendapatkan terapi konservatif 86,3%.4
Meskipun tidak ada bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen
disebutkan dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah
baring, terlepas dari kemungkinan bahwa pemakaiannya pada abortus
16
imminens mungkin dapat menyebabkan missed abortion, progestogen pada
penatalaksanaan abortus imminens tidak terbukti memicu timbulnya hipertensi
kehamilan atau perdarahan antepartum yang merupakan efek berbahaya bagi
ibu. Selain itu, penggunaan progestogen juga tidak terbukti menimbulkan
kelainan kongenital. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah lebih besar
untuk memperkuat kesimpulan.
hCG (human chorionic gonadotropin)
hCG diproduksi plasenta dan diketahui bermanfaat dalam mempertahankan
kehamilan. Karena itu, hCG digunakan pada abortus imminens untuk
mempertahankan kehamilan. Namun, hasil tiga penelitian yang melibatkan 312
partisipan menyatakan tidak ada cukup bukti tentang efektivitas penggunaan
hCG pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Meskipun
tidak terdapat laporan efek samping penggunaan hCG pada ibu dan bayi,
diperlukan penelitian lanjutan yang lebih berkualitas tentang pengaruh hCG
pada keguguran.4
Antibiotik hanya jika ada tanda infeksi
Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal
trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki flora abnormal
vagina. Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin
dan tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak mengalami
nyeri abdomen dan perdarahan vaginal tanpa kambuh. Disimpulkan bahwa
antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan tidak manimbulkan anomali bayi.
Relaksan otot uterus
Buphenine hydrochloride merupakan vasodilator yang juga digunakan sebagai
relaksan otot uterus, pada penelitian RCT menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan penggunaan plasebo, namun metode penelitian ini tidak jelas,
dan tidak ada penelitian lain yang mendukung pemberian tokolisis pada awal
terjadinya abortus imminens.1 Cochrane Library menyebutkan tidak ada cukup
bukti yang menunjukkan efektivitas penggunaan relaksan otot uterus dalam
mencegah abortus imminens.9
17
Profilaksis Rh (rhesus)
Konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D pada kasus
perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan perdarahan gejala
berat mendekati 12 minggu.7
Penatalaksanaan kasus Ny. RIE belum tepat. Dilakukan terapi konservatif,
pemeriksaan darah rutin untuk melihat kemungkinan adanya penurunan
hemoglobin pasca perdarahan dan USG untuk mengkonfirmasi usia gestasi
dan viabilitas janin.
Pada abortus imminens dilakukan bed rest total selama 24-48 jam. Pada kasus
ini pasien melakukan bed rest dan obat-obatan tokolitik (nifedipin dan
luminal). Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat tokolitik tidak
berefek pada prognosis pasien. Obat-obatan tokolitik bertujuan untuk
mencegah terjadinya kontraksi uterus. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
kontraksi.
Jadi, pada kasus abortus imminens dilakukan
penatalaksanaan konservatif dengan manajemen bed rest
tanpa membatasi aktivitas ringan. Abstinensia perlu dilakukan
selama trimester pertama dan ketiga. USG transvaginal dapat
dilakukan untuk menentukan prognosis kehamilan.
3. Apakah penyebab abortus imminens pada kasus ini?
Penyebab abortus imminens pada pasien ini kemungkinan besar karena post
coitus. Cairan semen pada sperma mengandung prostaglandin. Prostaglandin
dapat memicu terjadinya pematangan serviks. Pada coitus, bila terjadi
rangsangan pada puting, dapat menyebabkan pengeluaran oksitosin alami dari
ibu yang dapat mengakibatkan kontraksi pada uterus.
Pemeriksaan lebih lanjut secara menyeluruh dibutuhkan untuk mengetahui
kemungkinan-kemungkinan lain penyebab abortus imminens pada kasus ini.
18
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak
diantaranya adalah sebagai berikut1.
1. Faktor genetik. Translokasi parenteral keseimbangan
genetik
Kausa terbanyak pada abortus yaitu karena defek
pada perkembangan konseptus, seperti sel germinal
abnormal, defek pada implantasi, defek dari
perkembangan plasenta atau embrio, abnormalitas
kromosom pada konseptus, trauma, dan kausa lain
yang belum teridentifikasi. Konsptus pada 50% wanita
dengan perdarahan bercak atau kram perut
(kontaksi/mulas) sudah tidak viabel dilihat dari
sonogram, dan kebanyakan dari embrio ini
morfologinya abnormal. 1/3 dari spesimen abortus
yang terjadi sebelum gestasi 9 minggu merupakan
anembriogenik yang 95%nya terjadi kelainan
morfologi dan sitogenetik5.
Trisomi autosom merupakan kelainan tersering (51,9%) yang
disebabkan oleh nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada
orang tua dengan kariotipe normal. Kelainan kromosom tersering
19
berikutnya dalah monosomi, terutama monosomi 45X, tripoidi,
tetraploidi, dan translokasi5.
Pengelolaan strandar menyarankan untuk pemeriksaan genetik
amniosintesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu
diatas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia
diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi
akan meningkat setelah usia 35 tahun1. Kelainan ini berhubungan
dengan fertilisasi abnormal yang tidak bisa dikaitkan dengan
kelangsungan kehamilan. Kebanyakan kelaianan terjadi pada fase
sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom juga berperan dalam terjadinya abortus.
Kelainan ini sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur
kromosom juga bisa terjadi pada pria dimana berdampak pada
rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dann bisa mengurangi
peluang terjadinya kehamilan dan terjadinya keguguran.
2. Kelainan uterus1
Kelainan dapat dideteksi dengan histerosalphingografi
(HSG) dan USG. Kelainan pada uterus antara lain;
a. Anomali duktus Mulleri
20
b. Septum uterus
c. Uterus bikornis
d. Inkompetensi serviks uterus
e. Mioma uteri
f. Sindroma Asherman
3. Autoimun1
a. Aloimun
b. Mediasi imunitas humoral
c. Mediasi imunitas seluler
4. Defek fase luteal1
Sampai saat ini belum ada metode yang dapat
mendiagnosis dari kelainan defek fase luteal.
a. Faktor endokrin eksternal
b. Antibodi antitiroid hormon
c. Sintesis LH yang tinggi
d. Progesteron rendah
5. Infeksi1
Infeksi mempengaruhi janin yaitu kematian janin atau
cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. Infeksi
juga dapat menyebabkan insufisiensi plasenta dan
mengganggu proses implantasi. Selain itu, infeksi juga
dapat memacu perubahan genetik dan anatomik
embrio yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus
pada awal kehamilan.
6. Hematologik1
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan
defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada
pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen
21
koasgulasi dan fibrinolitik memegang peran penting
pada implantsai embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi.
7. Lingkungan1
Perkiraan malformasi janin terjadi akibat paparan
obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir
dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan
gas anestesi dan tembakau. Nikotin memiliki zat
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbonmonoksida dapat menurunkan
pasokan oksigen ibu dan janin serta memcau
neurotoksin.
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang
penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan
inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.
22
BAB IIIKESIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Penatalaksaan kasus ini tidak tepat.
3. Penyebab terjadinya abortus imminens pada kasus ini
adalah post coitus, namun dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menemukan kemungkinan penyebab lain.
23
Bagan 1 Evaluasi Pasien dengan Abortus
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S..Ilmu kebidanan edisi 4 cetakan 3. 2010. Jakarta: PT Bina Pustaka.
2. Cunningham FG. Bagian VII Kelahiran Preterm dalam Obstetri William; Alih bahasa, Andry Hartono, Y.Joko Suyono, Brahmn U. Edisi 21 Vol.1. 2000. Jakarta: EGC.
3. Raden, JN. Hubungan antara kejadian abortus dengan Usia ibu hamil di rsud dr. Moewardi surakarta pada tahun 2008 (SKRIPSI). 2009. Diambil dari http://core.ac.uk/download/pdf 22 agustus 2015
4. Sucipto, Nur. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan Penatalaksanaan. Kalbemed. 2013. CDK-206; 40(7).
5. Gibbs, Ronald S, dkk. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. 2008. Lippincott Williams & Wilkins
6. Fitria, I. Abortus. 2007. Diakses melalui http://fitriaida.blogspot.com/
24
7. Sotiriadis A, Papatheodorou S, Makrydimas G. Threatened Miscarriage: Evaluation and management. BMJ. 2004;329(7458):152-5.
8. Current medical diagnosis & treatment. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors. 2010. USA: McGraw-Hill; 2010
9. Lede RL, Dulley L. Uterine muscle relaxant drugs for threatened miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2007 1: CD002857. Availablefrom: http://www.thecochranelibrary.com/DOI:10.1002/14651858.CD002857.pub2.
25