sgn case new

Upload: firdaus-shahar

Post on 18-Jul-2015

360 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Bed Side Teaching

Penyakit Membran Hialin

Oleh : Deepa Mohan Fitria Friska Handayani Faathira Pembimbing : dr. Hj. Rahmiyetti, SpA 06120197 07120014 07120100 07120148

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUD ACHMAD MUCHTAR BUKITTINGGI 2011 BAB I1

TINJAUAN PUSTAKADistress respirasi atau gangguan nafas merupakan masalah yang sering dijumpai pada hari-hari pertama kehidupan BBL, ditandai dengan takipnea, napas cuping hidung, retraksi interkostal, sianosia dan apnu. Gangguan nafas yang paling sering ialah TTN (Transient Tachypnea of the Newborn), RDS ( Respiratory Distress Syndrome) atau PMH (Penyakit Membran Hialin) dan Displasia bronkopulmonar. I. Definisi Gangguan nafas adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernafasan yang ditandai dengan : 1. Takipnea frekuensi nafas > 60-80 kali/menit 2. Retraksi cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di bawah sternum (sub sternal) selama inspirasi 3. Nafas cuping hidung kembang kemois lubang hidung selama inspirasi 4. Merintih atau grunting terdengar merintih atau menangis selama inspirasi 5. Sianosis sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan biru lebam atau warna membran mukosa). Sianosis sentral tidak pernah normal, selalu memerlukan perhatian dan tindakan segera. Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung, hematologik atau pernafasan yang harus dilakukan tindakan segera. 6. Apnu atau henti nafas harus segera dinilai dan dilakukan tindakan segera 7. Dalam jam-jam pertama setelah lahir, empat gejala distress respirasi (takipnea, retraksi, nafas cuping hidung dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tapi tidak berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologik

2

akibat reabsorbsi cairan dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal. 8. Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan nafas atau distress respirasi yang harus dilakukan tindakan segera. II. Epidemiologi Penyakit membran hialin (PMH) diperkirakan merupakan penyebab dari 30% kematian neonatus. PMH terutama terjadi pada bayi prematur. PMH 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan sectiosesarea, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena. Insidens tertinggi pada bayi pre-term laki-laki atau kulit putih. III. Etiologi dan Faktor Predisposisi Etiologi : 1. Obstruksi jalan nafas Obstruksi dapat terjadi di nasal atau nasofaringeal, rongga mulut, leher, laring 2. Trakea, trakeomalasia, fistula trakeoesofagus, stenosis trakea dan stenosis bronkial 3. Penyebab pulmonal Aspirasi mekonium, respiratory distress syndrome, Atelektasis, TTN, Oneumonia 4. Penyebab non pulmonal Gagal jantung kongestif, asidosis, hipoglikemia, syok, polisitemia, hipotermia. Faktor predisposisi : Bayi Kurang Bulan : Paru bayi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga alveoli

3

-

Depresi neonatal (Kegawatan neonatal) : aspirasi mekonium, pneumotoraks Bayi dari ibu DM : terjadi respirasi distress akibat kelambatan pematangan paru Bayi lahir dengan operasi sesar : bayi yang lahir dengan operasi sesar dapat mengakibatkan keterlambatan absorpsi cairan paru (TTN) Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini atau air ketuban yang berbau busuk dapat terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium mungkin mengalami aspirasi mekonium

IV. Pembentukan Paru dan Surfaktan Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 34 minggu. Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi. Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) 80 %, phosphatidylglycerol 7 %, phosphatidylethanolamine 3 %, apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II. Protein merupakan 10 % dari surfaktan., fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan. V. Patofisiologi Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi

4

sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga laveoli yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah. Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi prematur yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan rendah dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru mencapai volume residu, cencerung mengalami atelektasis. Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi yang kecil dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan hipoksia. Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli. Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus memperburuk hipoksemia.

5

Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan. Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan compliance paru merupakan karakteristik HMD. Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi premature mengalami grunting yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang. Skema di bawah ini menunjukkan patofisiologi surfaktan yang kurang dengan kejadian penyakit membran hialin. Asfiksia intrapartum Prematuritas Surfaktan kurang Gangguan metabolisme seluler Hipoperfusi alveolus Vasokonstriksi paru Atelektasis progresif Hipoventilasi (Gangguan V/Q) pCo2 meningkat, pO2 menurun, PH menurun Shock hipotensi Hipovolemia VI. Klasifikasi Gangguan Nafas Gangguan Nafas Berat frekuensi nafas > 60 kali/menit DENGAN sianosis central DAN tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi Frekuensi nafas > 90 kali/menit DENGAN sianosis central ATAU tarikan dinding dada Predisposisi familial

6

ATAU merintih saat ekspirasi Gangguan Nafas Sedang Frekuensi nafas < 30 kali/menit DENGAN atau TANPA gejala lain dari gangguan nafas frekuensi nafas 60-90 kali/menit DENGAN tarikan dinding dada ATAU merintih saat ekspirasi TANPA sianosis sentral Frekuensi nafas > 90 kali/ menit TANPA tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau Gangguan Nafas Ringan Kelainan Jantung Kongenital sianosis sentral Frekuensi nafas 60-90 kali/menit TANPA tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral Frekuensi nafas 60-90 kali/menit DENGAN sianosis sentral TANPA tarikan dinding dada atau merintih

Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes

Pemeriksaan Frekuensi nafas Retraksi Sianosis Air entry Merintih

0 < 60 kali/menit Tidak ada retraksi Tidak ada sianosis Udara masuk Tidak merintih

1 2 60-80 kali/menit > 80 kali/menit Retraksi ringan Retraksi berat Sianosis hilang Sianosis menetap dengan O2 Penurunan walaupun diberi O2 ringan Tidak ada udara didengar

udara masuk masuk Dapat didengar Dapat dengan stetoskop

tanpa alat bantu

Skor total 1.3 4.5 6

Diagnosis Sesak nafas ringan Sesak nafas sedang Sesak nafas berat

VII. Manifestasi Klinik Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan gejala yang menonjol Sianosis

7

-

Retraksi Tanda obstruksi aluran nafas Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau-kekuningan pada tali pusat Abdomen mengempis (scaphoid abdomen)

VIII. Pemeriksaan Penunjang Analisa gas darah Elektrolit : hipoksia, asidosis : kenaikan kadar serum bikarbonat

Pemeriksaan jumlah sel darah : polisitemia karena hipoksemia kronik Pemeriksaan radiologik atau pencitraan : gambaran retikulo granular yang difus bilateral atau gambaran air bronchogram dan paru yang tidak berkembang

IX. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. 2. 3. Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

-Hasil analisa gas darah (menunjukkan kadar oksigen yang rendah dan asidosis) - Rontgen dada - Hasil tes fungsi paru.

X. PencegahanMencegah kelahiran prematur Yang terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti menghindari operasi caesar yang tidak perlu, penanganan yang baik dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi, prediksi dan terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru. Menurut Goldenberg, hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur adalah, ibu yang merokok, abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras selama kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini ternyata dapat mengurangi angka

8

kelahiran prematur. Pada 10 % wanita hamil yang menjalani apus vagina pada kehamilan 24 27 minggu, ditemukan fibronektin yang merupakan penanda terjadinya infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang prematur, oleh karena itu sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil dengan infeksi diberikan terapi metronidazol. Pada saat menentukan waktu untuk induksi persalinan atau operasi caesar, perkiraan lingkar kepala fetus dengan USG dan penentuan konsentrasi lecithin pada cairan amnion dengan rasio lecithin : sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya bayi prematur. Pemantauan intrauterin antenatal dan intrapartum menurunkan kemungkinan terjadinya asfiksia, yang dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan beratnya HMD. Cervical cerclage Wanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester kedua > 3x, atau kelahiran prematur tanpa alasan yang jelas, mungkin mengalami inkompetensi servik. Bila ditemukan servik berdilatasi dengan membran (ketuban) uth dan tanpa tanda-tanda infeksi, harus dipertimbangkan untuk segera melakukan cervical cerclage. Dapat dilakukan ultrasound untuk menentukan panjang servik, sehingga dapat memprediksi kelahiran prematur, dan melakukan cervical cerclage untuk mencegahnya. Antibiotik untuk ibu Pemberian antibiotik untuk preterm prelabour rupture of the membrane (ketuban pecah sebelum waktu), dapat mengurangi insidensi kelahiran premature, infeksi neonatus dan perdarahan periventrikular, namun tidak berpengaruh terhadap kematian perinatal, dan efeknya terhadap insidensi RDS masih dipertanyakan. Keuntungan pemberian antibiotik lebih banyak dari efek buruknya. Karena itu dapat diberikan eritromisin 500 mg qds ditambah amoxicillin / clavulanic acid (Augmentin) 375 mg qds untuk 7 hari. Apabila organisme penyebab diperkirakan Mycoplasma hominis, dapat diberikan klindamisin 150 mg qds selama 7 hari. Tokolitik Pemberian ritrodine memperlambat persalinan selama 24 jam namun tidak mengurangi resiko RDS atau kematian perinatal. Penggunaannya dibatasi dalam waktu singkat untuk mempersiapkan kelahiran prematur dan memberikan sterooid antenatal. Efek sampingnya antara lain edema paru. Pemberian merupakan kontra indikasi bagi wanita

9

dengan penyakit jantung, hipertiroid, dan diabetes. Untuk wanita-wanita tersebut dapat diberikan indometasin sebagai tokolitik. Corticosteroid Pemberian dexamethasone atau betamethasone pada ibu hamil 48 72 hari sebeum melahirkan fetus berusia 32 minggu kehamilan atau kurang menurunkan insidensi, mortalitas dan morbiditas HMD. Corticosteroid dapat diberikan secara intramuskular pada wanita hamil yang kadar lecithin pada cairan amnionnya menunjukan imaturitas paru-paru, dan bagi yang direncanakan akan melahirkan 1 minggu kemudian, atau persalinan akan ditunda 48 jam atau lebih. Steroid berikatan dengan reseptor spesifik di sel paru-paru dan merangsang produksi phosphatydilcholine ole sel tipe II. Proses ini membutuhkan waktu, karena itulah efektifitas steroid berkurang bila diberikan kurang dari 24 jam sebelum melahirkan. Efektifitasnya juga berkurang bila diberikan pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, dan efeknya hilang pada 7 -10 hari setelah pemberian. Keuntungan terbesar didapatkan bila interval pemberian dengan kelahiran lebih dari 48 jam namun kurang dari 7 hari. Pemberian steroid tidak mempengaruhi insidensi penyakit paru kronis namun menurunkan kejadian perdarahan intracranial sehingga menurunkan insidensi cerebral palsy di kemudian hari. Semua wanita dengan usia kehamilan 23 34 minggu yang diperkirakan beresiko akan melahirkan dalam 7 hari, diberikan kortikosteroid. Dapat diberikan bethametasone 12 mg IM diulang setelah 24 jam (total dosis 24 mg selama 24 48 jam diperbolehkan). Dapat juga diberikan dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam untuk 4 dosis. Terapi tidak disarankan untuk diulang dalam jangka waktu 7 hari. Kontraindikasi pemberian steroid adalah ibu dengan tirotoksikosis, kaediomiopati, infeksi aktif atau chorioamnionitis. Diabetes, preeklamsi, preterm prelabour rupture of the membran, dan chorioamnionitis dalam terapi bukan merupakan kontraindikasi pemberian steroid. Terapi glukokortikoid prenatal menurunkan deratnya RDS dan menurunkan insidensi komplikasi prematuritas yang lain seperti perdarahan intraventrikular, patent ductus arteriosus (PDA), pneumothorax, dan enterokolitis nekrotikan, tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan neonatus, mekanisme atau pertumbuhan

10

paru, ataupun insidensi infeksi. Glukokortikoid prenatal dapat beraksi sinergis dengan terapi surfaktan eksogen posnatal. XI. Tata laksana 1. Ventilasi : balon resusitasi dan sungkup, pemberian O2 bila ada indikasi 2. Sirkulasi : pemberian transfusi darah atau pemberian cairan volume pengganti darah bila ada tanda hipovolemik atau anemia 3. Koreksi asidosis metabolik 4. Jaga kehangatan suhu bayi berkisar 36,5-36,8oC (suhu aksiler) untuk mencegah vasokonstriksi perifer 5. Cari penyebab distress respirasi 6. Terapi pemberian surfaktan Terapi 1. Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di paruparu, asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi adalah manifestasi sekunder. Beratnya HMD akan berkurang bila dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi asidosis, hipoksia, hipotensi dan hipotermia. 2. Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi tujuan terapi adalah untuk meminimalkan kelainan fisiologis dan masalah iatrogenik yang memperberat. Penanganan sebaiknya dilakukan di NICU. 3. Resusitasi di tempat melahirkan Resusitasi adekuat di kamar bersalin untuk semua kelahiran prematur. Mencegah perinatal asfiksia yang dapat mengganggu produksi surfaktan. Mencegah terjadinya hipotermia dengan menjaga suhu bayi sekitar 36,5-37,5 derajat Celcius di mana kebutuhan oksigen berada pada batas minimum. 4. Pemberian obat selama resusitasi : Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg larutan 1 : 10.000) bila bradikardi persisten setelah ventilasi dan kompresi yang adekuat. Dosis pertama dapat diberikan intratrachea atau intravena, 1 dosis lagi diberikan intravena bila bayi tetap bradikardi, dosis ketiga dapat diberikan sebesar 100 microgram/kg bila situasi sangat buruk.

11

5. Pemberian bicarbonat 4 mmol/kg merupakan setengah koreksi untuk defisit basa 20 mmol (larutan bicarbonat 8,4% mengandung 1 mmol/ml), atau 2 mEq/kg dari konsentrasi 0,5 mEq/ml. Pemberian dilakukan secara intravena dengan hati-hati. 6. Volume expander 10 ml/kg 7. Bolus glukosa 10 % 1 ml/kg BB. 8. Surfaktan Eksogen Instilasi surfaktan eksogen multidosis ke endotrakhea pada bayi BBLR yang membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik untuk terapi penyelamatan RDS sudah memperbaiki angka bertahan hidup dan menurunkan insidensi kebocoran udara dari paru sebesar 40 %, tapi tidak menurunkan insidensi bronchopulmonary dysplasia (BPD) secara konsisten. Efek yang segera muncul meliputi perbaikan oksigenasi dan perbedaan oksigen alveoli arteri dalam 48 72 jam pertama kehidupan, menurunkan tidal volume ventilator, meningkatkan compliance paru, dan memperbaiki gambaran rontgen dada. Pemberian surfaktan eksogen menurunkan insidensi BPD, namun tidak berpengaruh terhadap insidensi PDA, perdarahan intrakranial, dan necrotizing enterocolitis (NEC). Terdapat penigkatan insiden perdarahan paru pada pemberian surfaktan sintetik sebesar 5 %. 9. Surfaktan dapat diberikan segera setelah bayi lahir (terapi profilaksis) atau beberapa jam kemudian setelah diagnosa RDS ditegakkan (terapi penyelamatan). Terapi profilaksis lebih efektif dibandingkan bila diberi beberapa jam kemudian. Bayi yang mendapat surfaktan eksogen sebagai terapi profilaksis membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit disertai angka bertahan hidup yang lebih baik. (4) Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu kehamilan harus diberi surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa dimulai 24 jam pertama kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis. Pemberian 2 dosis atau lebih memberikan hasil lebih baik dibanding dosis tunggal. Pantau radiologi, BGA, dan pulse oxymetri. 10. Ada 4 surfaktan yang memiliki lisensi di UK untuk terapi. Yang berasal dari binatang adalah Curosurf, diekstrak dari paru-paru babi, diberikan 1,25-2,5 ml/kg, dan Survanta, ekstrak dari paru-paru sapi dengan penambahan 3 jenis lipid (phosphatidylcholine, asam palmitat, dan trigliserid), diberikan 4 ml/kg. Kedua

12

surfaktan ini mengandung apoprotein SP-B dan SP-C dengan proporsi yang berbeda dengan yang dimiliki manusia. Apoprotein SP-A dan SP-D tidak ditemukan. Surfaktan sintetik tidak mengandung protein. Exosurf merupakan gabungan phospholipid dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol dan tyloxapol, diberikan 5 ml/kg. Hexadecanol, dan tyloxapol memperbaiki penyebaran surfaktan di antara alveolus. ALEC (artificial lung expanding compound) merupakan gabungan DPPC and phosphatidylglycerol dengan perbandingan 7:3, diberikan 1,2 ml berapapun beratnya. Yang sedang diteliti adalah Infasurf (alami) X. Prognosis - Tergantung pada latar belakang etiologi gangguan nafas - Prognosis baik bila gangguan nafas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan Hipoksemia yang lama

BAB II ILUSTRASI KASUSIDENTITAS PASIEN Nama bayi : By M

Jenis kelamin: Laki-laki

13

Suku bangsa Alamat Umur

: Minangkabau : Sianok : 5 hari

ANAMNESIS Seorang neonatus laki-laki dirawat di Perinatalogi RSUD Ahmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 29 april 2011 dengan : Keluhan utama : Sesak nafas dan merintih 2 jam setelah lahir RPS : o NBBLR 2100 gr, PB 45 cm, lahir spontan, ibu baik, ketuban hijau, A/S tidak diketahui ( partus luar), TM 34-35 minggu. o Sesak nafas dan merintih 2 jam setelah lahir o Riwayat kebiruan ada o Demam tidak ada o Muntah tidak ada o Toleransi minum baik o Mekonium sudah keluar o BAK sudah keluar o Kelainan kongenital tidak ada o Jejas persalinan tidak ada Riwayat Kehamilan Sekarang : G2 P1 A0 H1 Pemeriksaan antenatal : Dokter ahli kebidanan Penyakit selama hamil : tidak ada Presentasi bayi: tidak diketahui

14

Komplikasi kehamilan : tidak ada Pemeriksaan terakhir waktu hamil : TD 120/80 mmHg, suhu 370C Kebiasaan ibu waktu hamil : Riwayat persalinan BB ibu Persalinan di Jenis persalinan Ketuban : 70 kg : rumah bidan : spontan normal : hijau Dipimpin oleh : Bidan Indikasi:Gravidarum preterm

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Frekuensi jantung Frekuensi nafas Suhu Sianosis Ikterik Gizi Kepala : Bentuk : kurang aktif :152 x / menit : 62x / menit : 36 0 C : tidak ada : tidak ada : kurang : Normocephal Jejas persalinan : Lain- lain :-

Ubun-ubun besar 1,5 x 1, 5 cm Ubun-ubun kecil 0,5 x 0,5 cm Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga: tidak ditemukan kelainan Hidung: nafas cuping hidung ada

15

Mulut Leher Thorak

: sianosis sirkum oral tidak ada : tidak ditemukan kelainan : normochest, simetris, retraksi epigastrium ada Jantung: irama teratur, bising tidak ada Pulmo : suara nafas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing-/-

Abdomen

: permukaan datar, kondisi lemas, hati teraba x , limpa tidak teraba

Tali pusat Umbilikus Genitalia Ekstremitas Kulit Anus

: tampak segar : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan : akral hangat, perfusi baik : kemerahan : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan Reflek : Moro: (+) Rooting: (+) Ukuran : Lingkar kepala : 31 cm Lingkar dada Lingkar perut : 27 cm : 25 cm Panjang lengan : 10 cm Panjang kaki : 18 cm Isap : (+)

Pegang: (+)

Kepala-simfisis : 25 cm

Diagnosis : - Neonatus Berat Badan Lahir Rendah 2100 gr - Sindroma Gawat Nafas ec susp. Hialin Membran Disease Th/ : - O2 2 L/menit

16

-IVFD Dekstrose 10 % 4 tetes/menit -Injeksi Neo K -Amfisilin 2 x 105 mg -Gentamisin 1 x 10,5 mg FOLLOW-UP 02 Mei 2011 Subjektif Sesak nafas tidak ada Demam tidak ada Muntah tidak ada BAB jumlah, konsistensi, warna biasa BAK jumlah dan warna biasa Objektif HR 110 x/ i RR 59 x/i Suhu 35,3 C BB 2100 gram Kesan umum kurang aktif Th/ Kulit Mata Thoraks Cor Pulmo Abdomen kenyal,rata Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik : tidak tampak ikterik (kuning) : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : retraksi epigastrium : irama teratur, bising (-) : suara nafas bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing-/: distensi (-), B.U (+) N, hepar teraba -1/4 pinggir tajam,

Hidung: tidak ada kelainan

: - O2 2 L/menit (headbox) -IVFD Dekstrose 12,5%

17

Dekstrose 40 % 8 cc Dekstose 10 % 87 cc NaCl 3% 5 cc KCl 4 cc Calsium Glukonas 1 cc Aminofusin 84 cc ->2,01cc/jam ASI Amfisilin 2 x 105 mg Gentamisin 1 x 10,5 mg 3 Mei 2011 Subjektif - Sesak nafas tidak ada - Demam tidak ada - Muntah tidak ada - BAB dan BAK biasa - Residu banyak Objektif - Kurang aktif - HR 106 x/menit - RR 89 x/menit - Suhu 37oC - BB 2100 gram Kesan umum : kurang aktif Kulit Mata Hidung Thoraks Cor Pulmo : tidak ada ikterik : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ada kelainan : retraksi epigastrium (+) : irama teratur, bising (-) : suara nafas bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/4,38 cc/jam

18

Th/

Abdomen kenyal,rata Ekstremitas

: distensi (-), B.U (+) N, hepar teraba -1/4 pinggir tajam, : akral hangat, perfusi baik

- O2 2 L/menit -IVFD Dekstrose 12,5% Dekstrose 40% 8 cc Dekstose 10% 92 cc NaCl 3% 5 cc KCl 4 cc Calsium Glukonas 1 cc -Aminofusin 100cc ->4 cc/jam - Cefotaxim 2 x 105 mg -Gentamisin 1 x 10,5 mg -Ranitidin 2 x 2 mg 4 Mei 2011 Subjektif - Sesak nafas tidak ada - Demam ada - Muntah tidak ada - BAK jumlah dan warna biasa - BAB jumlah, warna, dan konsistensi biasa Objektif - HR 134x/menit - RR 52 x/menit - Suhu 38,9oC - BB 2100 gram Kesan umum kurang aktif Kulit : ikterik terlihat sampai perut 4,5 cc/jam

19

Th/

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Thoraks : retraksi epigastrium + Cor : irama teratur, bising (-) Pulmo : suara nafas bronkovesikuler, rhonkhi -/-, wheezing-/Abdomen : distensi (-), B.U (+) N, hepar teraba -1/4 pinggir tajam, kenyal,rata Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

- O2 2 L/menit -IVFD Dekstrose 12,5% Dekstrose 40% 7,5 cc Dekstose 10% 82,5 cc NaCl 3% 5 cc KCl 4 cc Calsium Glukonas 1 cc - Aminofusin 120cc ->5 cc/jam - Cefotaxim 2 x 105 mg - Gentamisin 1 x 10,5 mg - Ranitidin 2 x 2 mg - Fototerapi 5 Mei 2011 Subjektif - Sesak nafas tidak ada - Demam tidak ada - Muntah tidak ada - BAK jumlah dan warna biasa - BAB jumlah, warna, dan konsistensi biasa Objektif - HR 120 x/menit - RR 60 x/menit - Suhu 37,4oC 4,2 cc/jam

20

- BB 2100 gram Kesan umum kurang aktif Th/ - O2 2 L/menit -IVFD Dekstrose 12,5% Dekstrose 40% 9 cc Dekstose 10% 111 cc NaCl 3% 5 cc KCl 4 cc Calsium Glukonas 1 cc -Aminofusin 120cc ->5 cc/jam - Cefotaxim 2 x 105 mg -Gentamisin 1 x 10,5 mg -Ranitidin 2 x 2 mg -ASI 4x5 4x 2,5 cc/ NGT 5 cc/jam Kulit : tidak tampak ikterik Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Thoraks : retraksi epigastrium + Cor : irama teratur, bising (-) Pulmo : suara nafas bronkovesikuler, rhonkhi -/-, wheezing-/Abdomen : distensi (-), B.U (+) N, hepar teraba -1/4 pinggir tajam, kenyal,rata Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

21

22