makalah case 9 c4 new
TRANSCRIPT
KASUS TUTORIAL IXBLOK GASTROINTESTINAL SYSTEM
PAGE 1
Saat anda sedang menjadi koass Bedah dan sedang jaga malam di UGD datang seorang pasien Tn X, 29 tahun yang diantar oleh polisi dengan luka tusuk di daerah perut kiri bagian atas. Berdasarkan keterangan yang didapat dari polisi Tn X terlibat tawuran antar warga sekitar 1 jam yang lalu dan ketika polisi datang ditemukan tergeletak di pinggir jalan dengan memegang perut sebelah kiri yang terluka dan berdarah. Kemudian polisi membawanya ke RSPAD.
1. Apa problem yang terjadi pada Tn X?2. Apa hipotesis yang dapat anda ambil?3. Organ apa saja yang mungkin dapat terkena pada kejadian diatas?4. Informasi apalagi yang anda butuhkan?
PAGE 2
Primary surveyAirway : jalan napas bebasBreathing : cepat dangkal, RR 28 x/menitCirculation : tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 120 x/menit teraba lemahLalu dipasang IVFD untuk resusitasi cairan sebelumnya diambil sampel darah terlebih dahulu, pakaian di buka (exposure) dan tidak ditemukan luka lain.
Keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran apatisHEENT : dalam batas normalThoraks : dalam batas normalAbdomenInspeksi : terdapat luka tusuk di perut bagian kiri atas dengan panjang 2-3 cm dan masih keluar darahPalpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muscular (+) diseluruh kuadran abdomenPerkusi : Pekak hati (-)Auskultasi : bising usus (-)Ekstremitas : dalam batas normal
1. Apakah informasi dapat merubah hipotesis anda?2. Apa yang harus anda lakukan pada Tn X?3. Bagaimana hipotesis anda pada pemeriksaan fisik diatas?4. Pemeriksaan apa lagi yang anda butuhkan untuk menegakkan diagnosis pada
Tn X?
1
PAGE 3
Kemudian dilakukan pemasangan pipa nasigastrik untuk dekompresi, kateter dan di berikan antibiotic cefotaxim dan metronidazole IV. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen 3 posisi.
Secondary surveyTanda vital, TD : 100/70 mmHg, N : 120 x/menit, RR : 28 x /menit, S : 380CAbdomen : distensi (+), Nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muscular (+) diseluruh kuadran abdomen, pekak hati (-), bising usus(-).
LaboratoriumHb : 11 gr/dl (N 13-18 gr/dl)Leukosit : 13000/mm3 (N 5000-11000/mm3)Trombosit : 180000/mm3 (N 150000-400000/mm3)Bleeding time : 1’ (Duke 1’-3’)Clotting time : 9’ (Lee-White 9’-15’)
Abdomen 3 posisi : preperitoneal fat line menghilang, kesuraman pada rongga abdomen tengah, tampak udara bebas ekstra lumen di sub diafragma.
1. Bagaimana interpretasi anda tentang pemeriksaan diatas?2. Apa diagnose yang anda tegakkan pada Tn X?3. Bagaimana penatalaksanaan pada Tn X?
2
LEARNING PROGRESS REPORT
TERMINOLOGI Tidak ada
PROBLEMIdentitas pasien : Tn. X, 29 tahun, laki-laki
Keluhan utama : Luka tusuk didaerah perut kiri bagian atas
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : 1 jam yang lalu terlibat tawuran ditemukan polisi tergeletak dipinggir jalan dengan memegang perut kiri yang
terluka dan berdarah
Primary SurveyAirway : jalan napas bebasBreathing : cepat dan dangkal , RR 28 x/menitSirkulasi : Tekanan darah (N), Nadi (120 x/menit), teraba lemahDipasang IVFD untuk resusitasi cairan sebelum diambil sampel darah dan pakaian dibuka (Ekposure), tidak ditemukan luka lain
Keadaan umum : sakit berat, ApatisHEENT : NormalThorax : NormalAbdomen
Inspeksi : luka tusuk panjang 2-3 cm masih keluar darah Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans musculare (+)
diseluruh kuadran abdomen Perkusi : pekak hati menghilang Auskultasi : Bising usus (-)
Ekstremitas : Normal
Dilakukan pemasangan pipa NGT untuk dekompresi, kateter dan diberikan antibiotic cefotaxim dan metronidazole IV. Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen.
Secondary survey3
Tekanan darah: 100/70 mmHgNadi : 120 x/menitRespiratory Rate : 28 x/menitSuhu : 380C
Abdomen : distensi (+), Nyeri tekan (+), Nyeri lepas (+), Defans muscular (+) diseluruh kuadran abdomen, pekak hati (-), bising usus (-).
LaboratoriumHb ↓Leukosit ↑Trombosit NBleeding time NClotting time N
RadiologiAbdomen 3 posisi :
preperitoneal fat line menghilang kesuraman pada rongga abdomen tengah tampak udara bebas ekstra lumen di sub diafragma
HIPOTESIS1. Trauma tajam abdomen2. Trauma pada organ abdomen kuadran kiri atas :
a. Gasterb. Heparc. Colon transversum atau Colon desendensd. Intestinum (Duodenum)
3. Syok hipovolemia4. Peritonitis
Diagnosa : Peritonitis e.c Trauma tajam abdomen
MEKANISME
MORE INFO
4
Luka tusuk di abdomen
Luka terbuka(port de entré)
InflamasiInfeksi
Peritonitis
Menyebabkan iritasi saraf pada
peritoneum parietal
NyeriKontraksi otot-otot abdomen terus -
menerus
Defans muscular
Anamnesis : Riwayat penyakit sekarang : benda yang menusuk, biomekanika
trauma tusuk pasien. Riwayat penyakit dahulu : penyakit gangguan pembekuan darah,
penyakit penyerta lainnya seperti hipertensi, diabetes, dan lain-lain. Riwayat penyakit keluarga : penyakit degenerative seperti hipertensi,
diabetes dan lain-lain Riwayat pengobatan : riwayat operasi, riwayat pengobatan lainnya. Riwayat pribadi : life style, diet, dan lain-lain
Pemeriksaan General survey Vital sign Pemeriksaan fisik : HEENT, abdomen dan extremitas Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Ht, Leukosit, trombosit, golongan darah)
Pemeriksaan radiologi : Rontgen, USG dan CT-scan
I DON’T KNOW (IDK) LEARNING ISSUE1. Anatomi abdomen dan organ - Dinding abdomen
- Regio abdomen & organ- Peritoneum
2. Trauma abdomen - Definisi- Klasifikasi- Etiologi- Insidensi- Gejala klinis- Diagnosa- Patofisiologi- Biomekanika- Penatalaksanaan- Komplikasi- Prognosis
3. Trauma pada rongga abdomen a. Gasterb. Usus halusc. Usus besard. Pancrease. Heparf. Lien
4. ATLS dan terapi definitive5. Interpretasi 6. Penatalaksanaan kasus
PEMBAHASAN5
1. ANATOMI ABDOMEN
Abdomen adalah bagian truncus yang terletak di antara thorax dan pelvis. Rongga abdomen dan pelvis menjadi satu disebut sebagai cavum abdominopelvicus. Cavum abdominis terhadap cavum thoracis dibatasi oleh diaphragm, sedangkan dengan cavum pelvis dibatasi oleh bidang datar yang meliputi aperture pelvis superior (aditus pelvis / pintu atas panggul) dan pelvis sendiri.Cavum abdominis terutama berisi organ-organ tracus digestivus, sebagian organ tracus uroginitalis, lien (RES), glandula suprarenalis dan plexus nervosus system otonom.Pada inspeksi terdapat beberapa struktur pada dinding abdomen yang perlu diperhatikan, yaitu arcus cortarum, lig. Inguinale, umbilicus dan adanya striae albicantes. Umbilicus merupakan jaringan parut /scar yang padat, membentuk cekungan kedalam karena tidak mempunyai jaringan lemak dan jaringan ikat kendor. Terletak digaris median setinggi proyeksi vertebra L3-L5, dimana pada anak-anak, orang gemuk dan orang tua letaknya lebih rendah.
Striae albicantes yaitu garis-garis putih dan mengkilat pada kulit abdomen dapat dengan mudah menyesuaikan diri terhadap kebutuhan ruangan yang meningkat karena adanya proses dalam cavum abdominopelvicus, antara lain adanya tumor, kehamilan atau timbunan lemak.
Setelah dalam dinding cavum abdomen dilapisi oleh peritoneum parietale, sedangkan peritoneum visceral melapisi permukaan luar organ atau viscera didalamnya. Diantara kedua macam peritoneum tersebut terdapat cavum abdominis peritonei.
Organ-organ didalam cavum abdominis kadang-kadang masuk ke cavum pelvis dan sebaliknya.
Dinding abdomen terdiri dari dinding ventral, lateral, dorsal abdomen dan diaphragm. Diaphragm dan dinding dorsal abdomen dibahas pada topic situs pelvicus, sedangkan pada situs abdominis yang dibahas adalah dinding ventrolateral abdomen.
Dalam membantu proses diagnose, perlu diketahui dan dipahami proyek di viscera pada dinding ventrolateral abdomen.
REGIO ABDOMEN
6
Untuk itu dinding ventrolateral abdomen dibagi menjadi beberapa region oleh 2 buah garis/bidang vertical yaitu midinguinal/midclavicular dextra dan sinistra, 2 buah garis horizontal yaitu transpyloric dan transtubercular. Dengan demikian dinding abdomen dibagi menjadi 9 region, yaitu
bagian atas : region hypochonriaca dextra, epigastrica dan hypodiriaca sinistra
bagian tengah : region lumbalis dextra, umbilicalis dan lumbalis sinistra, bagian bawah : region inguinalis dextra, pubica dan inguinalis sinstra.
7
8
REGIO ABDOMEN DAN ORGAN
Hipokondrium/ hipokondriaka dextra : hepar, vesica fellea, flexura coli dextra, glandula suprarenalis dextra
Epigastrium : gaster, pancreas, duodenum pars superior, hepar
9
Hipokondium/ hipokondriaka sinistra : lien, cauda pancreas, gaster, lobus hepatis sinistra, flexura coli sinistra, glandula suprarenalis sinistra
Lumbal sinistra : colon descendens, ren sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ureter sinistra,
Umbilikalis : jejunum, ileum, duodenum, colon transversum, gaster
Lumbal dextra : ren dekstra, ureter dekstra, glandula suprarenalis dekstra, colon ascendens
Iliaca/ inguinal dextra : caecum, appendix vermiformis, ovarium dextra
Suprapubis/ hipogastrium : uterus, vesica urinaria, rectum
Iliaca/ inguinal sinistra : colon sigmoidea, ovarium sinistra
QUADRANTS ABDOMEN
Dinding depan perut dibagi menjadi 4 oleh 2 garis yang saling tegak lurus melalui umbilicus :
1. kuadran atas kanan 2. kuadran atas kiri 3. kuadran bawah kanan 4. kuadran bawah kiri
10
DIN
DINDING ABDOMEN VENTROLATERAL (ANTEROLATERAL)
Dinding ventrolateral abdomen terdiri dari 6 lapis dari luar kedalam tersusun sebagai berikut :
1. Kulit/cutis2. Subcutan
a. Lamina superficial (fascial dari Camper)Merupakan lapisan superficial dari tela subcutanea/ subcutis / fascia superficialis merupakan jaringan ikat areolar yang banyak mengandung lemak dimana pada orang yang gemuk tebal dan berwarna kuning pada lapisan ini berjalan pembuluh darah dan saraf yang memelihara kulit abdomen.
b. Lamina profundus (fascial dari Scarpa)Merupakan lapisan profundus dari tela subcutanea, berbentuk lapisan membranous dari jaringan kolagen. Fascia ini tampak jelas dapat dipisahkan dari fascia Camper pada daerah bawah umbilicus. Kearah medial melekat pada linea alba melanjutkan diri ke dorsum penis sebagai ligamentum fundiforme penis dan terus ke tunika Dartos pada scrotum.
3. Musculature
11
Lapisan musculature sebagian besar terdiri serat otot-otot dan aponeurosis.A. Lateral :
a. M. obliquus externus abdominisb. M. obliquus internus abdominisc. M. transversus abdominis
B. Ventral/anteriora. M. rectus abdominisb. M. pyramidalis
4. Fascia transversa abdominisJaringan subserosa/ extraperitoneal yang melekat pada permukaan dalam lapisan otot membentuk membrane yang disebut sebagai fascia endoabdominal yang lebih sering disebut fascia transversa abdominis.
5. Jaringan preperitoneal6. Peritoneum parietale
12
13
14
15
16
17
Fungsi dinding abdomen :
Otot dinding abdomen mempunyai 4 funsi utama yaitu :1. menggerakan truncus2. Expirasi dengan melakukan depresi costa3. Melindungi viscera4. Meningkatkan tekanan intraabdominal untuk fungsi defekasi, miksi, muntah,
batuk dan partus.
Vaskularisasi
Dinding abdomen mendapat arterialisasi dari cabang-cabang subcutan arteri femoralis (arteri epigastrica superficialis) dan cabang-canbang arteri yang lebih profundus (arteri epigastrica superior, arteri musculophrenica, arteri intercostalis, arteri lumbalis, arteri circumflexa ilium profundus dan arteri epigastrica inferior). Vena subcutan dibawah umbilicus mengalirkan darahnya menuju vena saphena magna dan selanjutnya ke vena femoralis, disebelah atas umbilicus ke vena thoracoepigastrica dan ke vena axillaris melalui vena thoracica lateralis dan vena setinggi umbilicus menuju vena parumbilicus selanjutnya ke vena porta.
Aliran limfa
18
Mengalir ke dua arah dengan batas umbilicus. Yang disebelah superior umbilicus menuju Inn. Axillaris superficialis sedangkan yang disebelah inferior menuju Inn. Subinguinales superficialis tractus horisontalis.
19
Inversi
Nn. Intercostales VII s/d XII yang berjalan seorang kearah inferoantero-medial diantara m.transversus abdominis dan m. obliquus internus abdominis, n. iliohypogastricus dan m.ilioinguinalis yang berasal dari segmen L1
20
PERITONEUM (TUNICA SEROSA)
Membran serous yang terdiri dari stratum mesothelium selapis dan jaringan ikat kolagen/elastic. Warna putih agak biru dan mengkilat agak basah karena sekresi cairan peritoneal yang serous. Jaringan sub serosa terdiri dari jaringan areolar, yang melekat pada dinding abdomen agak padat membentuk fascia transversa abdominis (fascia endoabdominal) pada pria membentuk saku besar yang tertutup dan pada wanita saku yang terbuka pada bagian caudal/inferior pada ujung-ujung bebas tuba uterine.
Fungsi peritoneum
Dengan permukaan yang licin karena cairan, dapat mengurangi pergeseran antar organ
Tempat menimbun lemak pada orang yang gemuk Melokalisir proses infeksi dengan cara mensekresikan cairan yang
mempunyai daya anti-infeksi. Absorpsi bahan-bahan larutan melalui peritoneum sangat cepat seperti injeksi
yaitu dengan cara injeksi intra peritoneal.
Inervasi
Yang parietal ikut dinding tubuh umumnya yaitu somato sensorik dan yang visceral insentif (inervasi otonom)
Batas-batas Greater sac
Batas cranial : diaphragma Batas caudal : aditus elvis Batas ventral : dinding ventrolateral abdomen Batas dorsal : dinding dorsal abdomen . dinding abdomen bagian dalam
diliputi peritoneum parietale. Dinding caudal terbuka hubungannya dengan cavum pelvis peritonei.
Batas-batas Lesser sac
Batas ventral : peritoneum yang meliputi dinding dorsal gaster, omentum minus dan lobus caudatus hepatis (omentum minus lapisan dorsal)
Batas dorsal : peritoneum yang meliputi omentum majus (lapisan dorsal), diaphragm, pancreas, rend an gland suprarenalis kiri dan mesocolon transversum.
Batas lateral Kanan; feromen epiploicum Kiri : hilus lienalis, ligamentum phrenicolienalis dan ligamentum
gastrolienalis.
21
Foramen Epiploicum (Winslowi)
Membuka ke kanan dan kri masuk ke lesser sac melalui vestibulum bursae omentalis.
Batas ventral : omentum minus Batas dorsal : peritoneum yang menutupi v. cava inferior Batas cranial : lobus caudatis hepatis Batas caudal : pars cranialis duodeni
22
2. TRAUMA ABDOMEN
DEFENISITrauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut yang dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan sehingga terkadang perlu dilakukan tindakan laparatomi. Biasanya dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ
INSIDENSI / EPIDEMIOLOGITrauma → penyebab kematian no 3Usia < 40 tahun → penyebab kematian utamaTrauma abdomen : 10% dari seluruh trauma
ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI1) Trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium).
a) Trauma Tembak b) Trauma Tusuk
2) Trauma non-penetrasi / trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)
a) Kompresib) Kecelakaanc) Sabuk pengamand) Cedera akselerasi
TRAUMA TAJAM TRAUMA TUMPUL
23
PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik.Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak.Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas
Mekanisme Trauma
A. Trauma TumpulSuatu pukulan langsung, misalnya terbentur pinggiran stir bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera yang terjadi bila alat pengaman (seat belt) tidak digunakan secara benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan
B. Trauma TajamLuka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energi kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
MANIFESTASI KLINIS Gangguan hemodinamik Gangguan respirasi Abdomen distensi Prolaps isi cavum abdomen Tanda tanda peritonitis BAB berdarah BAK (-) Fraktur tulang pelvis
24
TANDA DAN GEJALAa. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Respon stress simpatis Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri → tanda - tanda infeksi Kematian sel → nekrosis
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium). Kehilangan darah. Memar/jejas pada dinding perut. Kerusakan organ-organ Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut. Iritasi cairan usus
KOMPLIKASI Segera : hemoragi, syok, dan cedera. Lambat : infeksi
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Anamnesis Pemeriksaan fisik Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Menilai Stabilitas Pelvis Pemeriksaan penis, perineum dan rektum Pemeriksaan vagina Pemeriksaan gluteal
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi. USG ( FAST ) DPL CT Scan Ro. Abdomen polos 3 posisi Ro.pelvis IVP/Cystografi
Skrinning pemeriksaan rongten: Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
25
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
IVP atau Urogram Excretory d an CT Scanning: ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
Uretrografi: di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
Sistografi: ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis. Trauma non-penetrasi
PENATALAKSANAAN Primary survey Secondary survey
A. Management trauma tumpul
26
B. Management trauma tajam
BIOMEKANISME KECELAKAAN LALU LINTAS & TRAUMA
Dari petunjuk skenario kasus ini kita berasumsi bahwa : Mekanisme trauma pada kasus adalah trauma tumpul Supir tidak menggunakan sabuk pengaman Mobil tidak dilengkapi dengan balon pengaman Pengemudi berada pada sisi kanan mobil
Berdasarkan dari lokasi trauma pada tubuh pasien, maka kronologi biomekanika trauma dapat diperkirakan sbb :1. Mobil dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik di sisi pengemudi (muka
kanan mobil), sehingga initial velocity supir memiliki resultan ke kanan terhadap sumbu mobil yang bergerak memutar ke arah kanan (searah jarum jam). Hal ini menyebabkan tubuh sisi kanan kanan supir yang akan mengalami trauma utama.
2. KE / energy kinetic yang dihasilkan dari pergerakan mobil tidak akan menghilang setelah mobil berhenti (bertabrakan) melainkan diteruskan oleh sang supir, sehingga supir akan mengalami benturan sebesar energy kinetic mobil dikurang dengan mekanisme redaman dari mobil. Hal ini disebut dengan transfer energy / shock waves
3. Transfer energy diterima oleh tubuh pasien. Dan bagian tubuh yang berbenturan dengan body internal mobil akan menyerap energy tsb dan mengalami trauma. Adapun biomekanika beberapa trauma tersebut sebab :
Pada benturan, penderita mengikuti jalur down dan under dengan tungkai bawah sebagai titik benturan pertama pada dashboard dan lutut atau kaki yang menerima permulaan dari pertukaran energy. Gerakan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan :
27
Fraktur dislokasi sendi ankle Dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan fibula Fraktur femur Dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum karena pelvis
override femur
Oleh karena resultan KE supir memiliki arah kanan terhadap sumbu vertical mobil, maka kemungkinan mekanisme fraktur femur sebab :
Akibat benturan keras yang miring dengan dashboard, dengan atau tanpa benturan keras femur dengan stir bagian bawah ketika supir terlempar keluar
Komponen kedua dari gerakan down and under ini adalah gerakan ke depan dari tubuh dan mengenai setir atau dashboard.
Bila bentuk kursi dan posisi penderita menyebabkan kepala menjadi titik paling depan, maka kepala akan mengenai kaca depan atau rangka kaca depan. Vertebra servikal menyerap sebagian dari energy inisial dan abdomen menyerap energy dari benturan pada stir atau dashboard.
“Pertimbangan tambahan pada trauma servikal”
Benturan tubuh supir dengan stir bawah (lingkaran stir bawah) mungkin menjelaskan kerusakan pada costae 9, 10, 11
Trauma kompresi
28
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ ini terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding torakoabdominal dan kolumna vertebralis, dan didepan oleh struktur yang bertabrakan dengan stir.Pada kasus terjadi trauma kompresi pada parenkim paru dan organ abdominal (khususnya liver, karena trauma lateral kanan), Paru-paru dan isi abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat pemindahan energy mempengaruhi kerusakan jaringan.
Burst Injury MechanismMekanisme kerusakan organ-organ tersebut dapat diilustrasikan dengan kantong kertas: memegang kantong kertas yang kempes dan memukulnya dengan tangan lainnya tidak akan menambah kerusakan pada kantong tsb. Tetapi jika kantong tsb ditiup dan ditahan pada lehernya, dengan memukulnya akan menyebabkan pecah (meledak).
Pada tabrakan, maka penderita secara reflex akan menarik nafas dan menahannya, dengan menutup glottis. Refleks ini kemudian akan menyebabkan kerusakan pada banyak organ meliputi :
o Kompresi pada toraks menyebabkan rupture alveola dan terjadi pneumotoraks dan atau tension pneumotoraks.
o Meningkatnya tekanan intra-abdominal menyebabkan rupture diafragma dan translokasi organ-organ abdomen kedalam rongga toraks.
o Transient Hepatic Congestion dengan darah sebagai akibat tindakan valsava mendadak ini dapat menyebabkan pecahnya hati bila terjadi kompresi.
o Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada usus yang closed loop terjepit antara tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah memakainya.
Kerusakan pada organ-organ ini akan menyebabkan perdarahan intra-abdominal maupun intra-torakal yang kemudian menyebabkan tekanan darah menurun. Hal ini juga mengindikasikan untuk melakukan resusitasi cairan untuk menghidari terjadinya syok hipovolemic.
Trauma kompresi dapat juga terjadi pada jaringan otak. Gerakan kepala dikaitkan dengan penerapan force melalui benturan dapat merupakan akselerasi cepat pada otak. Keadaan ini menyebabkan stress dan deformasi grey dan white matter intracranial. Gerakan akselerasi angular dapat juga menyebabkan gerakan otak terhadap permukaan tidak rata dari bagian dalam tengkorak, sehingga terjadi trauma. Akselerasi otak pada aksis manapun dapat menyebabkan trauma kompresi pada jaringan susunan saraf pusat ditempat yang berlawanan dengan titik benturan (trauma Contra Coup). Akselerasi otak juga menyebabkan penekanan dari perenggangan pada tempat pertemuan kritis, seperti pertemuan otak dan
29
batang otak atau sumsum tulang belakang, dan pertemuan parenkim otak dan membrane meningeal. Trauma kompresi dapat juga terjadi pada depresi tulang tengkorak.
Trauma DeselerasiTrauma jenis ini terjadi jika bagian yang menstabilkan organ, seperti pedikel ginjal, ligamentum teres, aorta desenden toraks, berhenti bergerak kedepan bersama badan, sedangkan organ yang mobile (bergerak), seperti limpa, ginjal, atau jantung, dan aortic arch tetap bergerak kedepan (shear force). Jenis trauma ini pun dapat terjadi dalam kasus.
1. Kaca depan mobil pecah akibat benturan keras dengan kepala supir. Laserasi dahi dan pelipis dapat terjadi akibat tergores pecahan kaca mobil tsb
2. Supir terlempar keluar dari mobil dan mendarat di tanah. Segala kemungkinan trauma tambahan akibat benturan dan gesekan di tanah dapat terjadi tergantung posisi tubuh supir ketika mendarat ditanah serta putaran tubuh dan pantulan yang terjadi. Namun sulit untuk memprediksinya tergantung oleh banyak factor (kecepatan kendaraan, sudut putaran yang dihasilkan mobil setelah menabrak tiang, dll).
Catatan : Biomekanisme ini hanyalah peramalan dari kami, untuk biomekanisme jelasnya dibutuhkan anamnesis lebih lanjut terhadap pasien, dan pemeriksaan body kendaraan. Dari biomekanisme diatas, maka dapat disimpulkan jenis trauma pada supir, yaitu :Trauma tumpul (kompresi dan atau deselerasi) akibat tabrakan kendaraan, dimana korban adalah pengemudi, dengan arah benturan fronto-lateral dan ejeksi yang berakibat pada multi trauma.Ekstremitas
- paha kanan tampak deformitas dan memar pada paha tengah kanan Bila digerakkan, pasien menjerit kesakitan
Interpretasi : terjadi fraktur femurGunakan traksi Hare untuk jenis fraktur ini karena memperbaiki angulasi dan memendekkan dan mencegah kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur.
Deformitas & memar terjadi fraktur tertutup disebabkan proses down-under dimana bagian tungkai bawah sopir menjadi titik benturan yang pertama dan menerima transfer of energy dari pergerakan tubuh terhadap tungkai.Digerakkan sakit sudah terjadi kerusakan/dislokasi pada sendi:
sendi lutut : karena femur override terhadap tibia dan fibulasendi pelvis: karena pelvis override terhadap femur.
30
a. Ekstrimitas bawahMerujuk pada biomekanisme sebelumnya, traum pada paha supir mungkin disebabkan oleh 2 mekanisme benturan (benturan miring pada dashboard/down-under injury & benturan dengan sisi bawah stir). Apapun mekanismnya, benturan tersebut haruslah sangat keras (energy besar) untuk dapat mematahkan tulang femur yang sangat kuat teresebut.Trauma down-under pada dashboard, selain dapat menyebabkan fraktur femur juga dapat menyebabkan kondisi lain berupa :
o Fraktur dislokasi sendi ankleo Dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan
fibula o Dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum
karena pelvis override femur
Kondisi-kondisi ini sebenarnya lebih mungkin terjadi pada supir karena energi yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan-kerusakan ini lebih kecil bila dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan fraktur femur.Oleh karena itu bila pada suatu trauma didapatkan fraktur femur, maka harus dipertimbangkan pula kerusakan yang lain pada ekstrimitas bawah.
Pada kasus ditemukan deformitas dan memar pada paha tengah kanan, hal ini menunjukan terjadinya fraktur didaerah corpus femoris (atau disebut shaft femoris) yang umumnya terjadi pada 1/3 tengah corpus.
Adapun femur diperdarahi oleh arteri metaphyseal dan cabang dari arteri profunda femoris, menembus femur di diapyhsis dan membentuk arteri medullary, arteri medulari berjalan dari proximal hingga distal tulang femur. Hal ini dapat memberi alasan untuk mempertimbangkan terjadinya perdarahan pada kasus trauma corpus femoris.
31
Gejala klinis fraktur femur tambahan : Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah Rotasi luar dari kaki lebih pendek Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas. Deformitas angulasi ke lateral atau angulasi anterior, endo/eksorotasi.
1. Prognosis ? Prognosis untuk sang supir adalah Dubia ad Bonam, dengan pertimbangan
Faktor positive Faktor negative
Mendapat penanganan segera
GCS 14 dan RTS 11
Syok masih terkompensasi
Total perdarahan masih
belum massive
Umur muda
Kecelakaan berat
Multiple trauma
32
2. Komplikasi
Infeksi Iatrogenik Peritonitis Ileus paralitikus Perdarahan otak progressive (Fenomena talk & die) Perdarahan arteri medularis femur Compartement syndrome Emboli lemak Kontraktur Mal / non union Hemotorak Hiperbilirubinemia & hipoalbumin Trauma lain yang tidak terdiagnosa Dll
1. Prognosisdubia
2. KomplikasiKepala : hematoma epiduralToraks : atelektasis, kematianAbdomen : peritonitis
33
34
Biomekanika Traumaa. Kinetika Trauma (KE=M x V2/2)
Kecepatan lebih berpengaruh terhadap besarnya EK dibanding pengaruh massa terhadap EK.b. Hukum Inersia c. Proses Deselerasi (1 benda bergerak, 1 benda diam)
Deselerasi lebih cepatenergi yang dihasilkan lebih besarpergerakan kasarcukup untuk menimbulkan cedera/traumad. Energi bergerak lurus—menemui bagian jaringan dengan permukaan keras dari tubuh manusiaakan terjadi perubahan arah dan bentukterjadi trauma tumpul atau cedera tembus e. Potential Impact
Vehicle collisionbody collision (benturan tubuh) organ collision (benturan organ2 dalam)f. Pada kasus terjadi 4 potensial impact :
1 benturan stir mobil (body collision) 1 benturan ke tiang listrik/bagian depan mobil (body collision) 2 benturan organ dalam (organ collision) Ketcostanya akan menyebabkan potential trauma
35
3. TRAUMA PADA CAVUM ABDOMINIS
3.1 TRAUMA GASTER Selain pada perlekatannya oesophagus di ostium cardiacum dan
lanjutannya dengan duodenum pada pylorus, gaster relatif mudah bergerak.
Gaster sebelah kiri dilindungi oleh bagian bawah cavea thoracis. faktor ini terutama melindungi gaster dari truma tumpul abdomen
Namun ukurannya yang besar, membuat gaster mudah cedera oleh luka tembak.
Termasuk trauma organ intraperitoneal. Bila yang terkena organ berlumen (gaster) gejala peritonitis dapat
berlangsung cepat tetapi gejala peritonitis akan timbul lambat bila usus halus dan kolon yang terkena
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh atau tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
3.2 TRAUMA USUS HALUS Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena
trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang
diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Selain pada pangkalnya, duodenum difiksasi pada dinding posterior
abdomen oleh peritoneum, oleh karena itu tidak dapat bergerak pada trauma tumbukan.
pada trauma tumbukan yang hebat pada dinding anterior abdomen, pars horizontalis duodenum dapat mengalami kerusakan hebat atau robek terkena vertebra lumbalis III
Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya.
Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung
Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen.
Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal
3.3 TRAUMA USUS BESAR
36
Insiden paling banyak adalah trauma tajam (penetrating). Insiden trauma tumpul sekitar 5-15% (http://ncbi.nlm.nih.gov/)
Penegakan diagnose dilakukan dari riwayat terjadi trauma, laparotomi eksplorasi baik untuk blunt trauma atau penetrating. Gejala timbul lama dan biasanya gejala yang muncul akibat sepsis dari pertumpahan feses sehingga menimbulkan tanda dan gejala peritonitis, abses, bahkan kematian akibat sepsis. Teknik eksplorasi dengan laparotomi standar midline incision untuk membatasi kontaminasi feses
Penatalaksanaan: Operatif dengan kolonostomi. Sebelumnya pasien diberi antibiotic parenteral (preoperative) dengan melindungi flora enteric terutama bakteri Gram (-) dan anaerobic.
3.4 TRAUMA PANKREAS Trauma pada pancreas dapat berupa trauma tumbul (blunt) atau trauma
tajam (penetrating). Trauma tumpul umumnya akibat pancreas terjepit di antara vertebra dengan benturan dari anterior. Bagian pancreas yang sering terkena adalah leher pancreas. Biasanya trauma pada pancreas diikuti juga trauma pada organ lain seperti duodenum, limpa, dan saluran empedu.
Gambaran klinis: Nyeri
Dapat menembus ke pinggang atau nyeri tekan saat pemeriksaan abdomen. Nyeri kontinu disertai rangsangan peritoneum, demam, ileus paralitik.
Pada pencitraan USG/CTs terlihat udem atau cairan di sekitar pancreas
Pemeriksaan lavase peritoneal ditemukan cairan atau sel darah merah berjumlah 100.000 sel/mm3 dengan kadar amylase tinggi. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik.
Penatalaksanaan: Laparotomi eksplorasi dini baik pada trauma tumpul maupun
tajam. Cara eksplorasi dengan membuka kavum omentale melalui ligamentum gastrokolikum
Prinsip penanggulangan trauma pancreas bergantung pada 2 faktor, yaitu: Ada atau tidaknya trauma pada saluran pancreas mayor Lokasi anatomi pancreas yang mengalami trauma
Penyulit: Komplikasi yang dapat timbul: fistel, pseudokista, infeksi. Fistel
dan pseudokista terjadi karena terlukanya duktus pankreatikus. Dari anamnesis diketahui riwayat trauma tumpul. Sekresi pancreas tetap berlangung sehingga cairan terkumpul di daerah luka. Gejala berupa nyeri yang berangsur membaik tetapi perut menjadi besar dalam beberapa minggu atau bulan.
Prognosis : Angka mortalitas 20%
3.5 TRAUMA HEPAR
37
Rongga abdomen memuat organ padat maupun organ berongga. Trauma tumpul menyebabkan kerusakan serius pada organ padat. Trauma penetrasi menyebabkan kerusakan pada organ berongga.
Trauma abdomen menurut penyebabnya: Trauma tumpul
Tanpa penetrasi ke dalam rongga abdomen, contoh ledakan, benturan, pukulan
Trauma tembus Dengan penetrasi ke dalam rongga abdomen, contoh luka tusuk & tembak
Trauma hepar lebih banyak disebabkan oleh trauma tumpul yang bisa menyebabkan kehilangan banyak darah ke dalam peritoneum. Trauma tumpul mempunyai potensi cidera tersembunyi yang mungkin sulit dideteksi. Insiden komplikasi berkaitan dengan penanganan trauma terlambat lebih besar dari insiden luka tembus.
Trauma kompresi pada hemithorax kanan dapat menjalar melalui diafragma & menyebabkan kontusio pada puncak lobus kanan hepar. Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat merobek lobus hepar satu sama lain & sering melibatkan vena cava inferior & vena-vena hepatik.
Etiologi: Kecelakaan, jatuh, benturan Dengan adanya kompresi berat, hepar bisa tertekan ke tulang
belakang Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma, penyebab,
kekuatan, & arah trauma. Karena ukurannya yang relatif lebih besar & letaknya lebih dekat pada tulang costa, maka lobus kanan hepar lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri.
Gejala klinis: Nyeri kuadran kanan atas & epigastrium Iritasi peritoneum (defans muskular (+), NT, NL, NK (+) ) Penurunan bising usus Perdarahan →syok (takikardi, hipotensi, volume urin turun) Mual muntah
Pemeriksaan lab : Hb Ht turun Leukositosis Kadar enzim hati meningkat
Pemeriksaan radiologi: CT-scan merupakan pemeriksaan pilihan pada pasien dengan
trauma tumpul abdomen & sering dianjurkan sebagai sarana diagnostik utama. CT-scan bersifat sensitif & spesifik pada pasien yang dicurigai trauma tumpul hepar dengan keadaan hemodinamik yang stabil. CT-scan akurat dalam menentukan lokasi & luas trauma, menilai derajat hemoperitoneum, memperlihatkan organ intraabdomen lain yang ikut cidera, identifikasi komplikasi yang terjadi setelah trauma hepar yang butuh penanganan segera
38
terutama pada pasien dengan trauma hepar berat & untuk monitor kesembuhan. CT-scan terbukti sangat bermanfaat dalam diagnosis & penentuan penanganan trauma hepar. CT-scan menurunkan jumlah laparatomi pd 70% pasien atau menyebabkan pergeseran dari penanganan rutin bedah menjadi penanganan non operastif dari kasus trauma hepar.
Pemeriksaan ronsen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan multitrauma. Pasien dengan hemodinamik normal maka pemeriksaan ronsen abdomen dalam keadaan telentang & berdiri, berguna untuk mngetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma yang keduanya memerlukan laparatomi segera. Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga menandakan adanya cedera retroperitoneum.
Bila foto tegak dikontra-indikasikan karena nyeri / patah tulang punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal
Penanganan:1. Airway : sumbatan jalan napas (secret, lidah jatuh ke belakang,
bronkospasme) 2. Breathing : bunyi napas (vesikuler), frekuensi pernapasan, pola
napas, penggunaan otot bantu napas.3. Circulation : denyut nadi, frekuensi, kekuatan, irama, tekanan
darah, kapilari refill <3 detik.4. Disability : Ketidakmampuan, GCS (E=4, V=5, M=6 ), reaksi
pupil, reflek cahaya 5. Exposure : Sensasi nyeri, cegah pasien hipotermi, lihat ada
tidaknya jejas, CT scan abdomen
Terapi non operatif Pasien cedera tumpul hepatik dengan hemodinamik stabil tanpa
indikasi lain untuk eksplorasi penanganan yang terbaik adalah nonoperatif. Pasien yang stabil tanpa tanda-tanda peritoneal lebih baik dievaluasi dengan USG dan jika ditemukan kelainan, CT scan dengan kontras harus dilakukan. Tidak adanya ekstravasasi kontras, cedera yang ada dapat ditangani secara nonoperatif.
Kriteria klasik untuk penanganan nonoperative pada trauma hepar adalah stabilitas hemodinamik, status mental normal, tidak adanya indikasi yang jelas untuk laparotomi seperti tanda peritoneum & kebutuhan transfusi < 2 unit darah.
Indikasi operasi: Trauma hepar dengan syok Trauma hepar dengan peritonitis Trauma hepar dengan hematom yang meluas Trauma hepar dengan penanganan konservatif gagal Trauma hepar dengan cedera lain intra abdominal
39
Terapi operatif Rencana operasi yang mendesak merupakan triage di UGD.
Pasien dengan syok karena luka tembak perut dapat dirawat di UGD dalam waktu yang singkat (10-15 menit), sedangkan pasien yang stabil dengan trauma tumpul multisistem dapat tetap dirawat di UGD.
Triase yang prematur untuk memasukkan pasien ke ruang operasi dapat mengakibatkan laparotomy yang tidak perlu. Penundaan di UGD juga dapat mengakibatkan kerusakan fisiologis yang mengarah ke shock ireversibel.
Komplikasi: Perdarahan post operatif, koagulopati, fistula bilier, hemobilia,
dan pembentukan abses. Perdarahan post operasi terjadi sebanyak <10% pasien. Hal ini
mngkin karena hemostasis yang tidak adekuat, koagulopati post operatif / keduanya.
3.6 TRAUMA LIEN
Trauma limpa terjadi ketika suatu dampak penting kepada limpa dari beberapa sumber menyebabkan kerusakan atau ruptur limpa. Dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, ataupun trauma sewaktu operasi
Berdasarkan penyebab, trauma limpa dibagi atas Trauma Tajam
luka tembak, tusukan pisau. Luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung arah trauma, yang sering dicederai adalah paru & lambung
Trauma TumpulLimpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen / trauma thoraks kiri bawah. Penyebab utama adalah cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, olahraga kontak seperti judo,karate dan silat
Trauma IatrogenikRuptur limpa saat operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, misal karena retractor yang menyebabkan limpa terdorong / ditarik terlalu jauh sehingga hilus / pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi pada punksi limpa (splenoportografi)
Gejala klinik Bergantung pada adanya organ lain yang ikut cedera, banyak
sedikitnya perdarahan, & adanya kontaminasi peritoneum. Perdarahan hebat --- syok hipovolemik Pada ruptur yang lambat, biasanya pasien datang dalam keadaan
syok,tanda perdarahan intrabdomen / seperti ada tumor
40
intraabdomen di bagian kiri atas yang nyeri tekan disertai anemia sekunder.
Nyeri perut kuadran kiri atas Teraba masa di kiri atas & perkusi ada bunyi pekak karena
hematomsubkapsular / omentum yang membungkus hematoma ekstrakapsular disebut tanda Balance
Kadang darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.
Nyeri perut kuadran kiri atas Teraba masa di kiri atas & perkusi ada bunyi pekak krn
hematomsubkapsular / omentum yg mmbungkus hematoma ekstrakapsular disebut tanda Balance
Kadang darah bebas di perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.
Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu limpa yang akan cedera dengan terbentuk hematom. Ruptur limpa mungkin baru disadari setelah 1 minggu / 10 hari setelah trauma prtama.
Jika ada kecurigaan trauma limpa, CT Scan merupakan pemeriksaan pilihan utama. Perdarahan & hematom akan tampak sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding limpa. Daerah hitam melingkar / ireguler dalam limpa menunjukkan hematom / laserasi & area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa menunjukkan subkapular hematom.
Tanda klasik yang menentukan akut ruptur limpa (tingginya diafragma sebelah kiri, atelektasis lobus bawah kiri & efusi pleura) tidak selalu ada & tidak bisa dijadikan tanda yangg pasti. Tetapi, tiap pasien dengan diafragma kiri yang meninggi disertai trauma tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma limpa
Tanda yang lebih bisa dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu perpindahan ke medial udara gaster & perpindahan inferior dari pola udara limpa. Gambaran ini menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri atas & menunjukkan adanya hematom
Clacification Limpa Injury American Association For The Surgery Of Trauma (Aast)
Grade I Hematom: subkapsuler, tidak meluas, mencakup kurang dari 10% permukaan limpa Laserasi: robekan kapsuler, tanpa perdarahan, mencakup kurang dari 1 cm dalamnya parenkim
Grade II Hematom:subkapsuler,intraparenkimal, mencakup 10-50% permukaan limpa, diameter kurang dari 5 cmLaserasi: robekan kapsuler, perdarahan aktif, mencakup 1-3 cm cm dalamnya parenkim hilus yg memvaskularisasi limpa
41
Grade III Hematom: subkapsuler, luasnya > 50% permukaan, ruptursubkapsuler, hematom dengan perdarahan aktif, hematom intraparenkim > 5 cm atau meluasLaserasi: > 3 cm dalamnya parenkim / melibatkan trabekula
Grade IV Hematom:rupture intraparenkimal hematom dengan perdarahan aktif Laserasi: laserasi melibatkan segmental atau hilus (melebihi 25% dari limpa)
Grade V Laserasi: limpa hancur, Vaskuler: trauma vaskuler
Evaluasi saluran napas dan tulang vertebraperhatikan sumbatan jalan napas ke bawah mencakup larynx, & benda asing yang harus dikeluarkan & kemungkinan fraktura vertebra cervicalis, sehingga dilakukan hiperekstensi kepala & leher untuk mempertahankan saluran napas / untuk masukkan pipa ETT. Bila tindakan ini gagal untuk mnghilangkan obstruksi, maka pipa ETT dipasang melalui hidung untuk mencegah hiperekstensi leher pada fraktur vertebrae cervicalis;’Bila intubasi trachea nasal tidak berhasil, maka diindikasikan krikotiroidotomi bedah dengan membuat insisi kulit vertikal / tranversa yang meluas melalui ligamentum crioothyroidea yang diikuti pemesangan pipa trakeostomi kecil.
Operatifa). Splenektomi totalb). Splenektomi partial
PrognosisRuptur lien pada trauma tumpul abdomen bisa diselamatkan jika segera dilakukan pertolongan yang tepat sehingga mencegah bahaya maut. Keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan umum pasien & berat ringannya trauma & komplikasinya.
42
4. ATLS DAN TERAPI DEFINITIF
ATLS (Advanced Trauma Life Support)
1. TriaseTerbagi menjadi dua jenis:a. Multiple casualities:Jumlah penderita & beratnya trauma tidak melampaui
kemampuan RS-prioritaskan pasien dengan masalah yang mengancam jiwa
b. Mass casualities : jumlah penderita & beratnya trauma melampaui kemampuan RS – prioritaskan pasien dengan kemungkinkansurvival terbesar, yang membutuhkan waktu, perlengkapan, & tenaga yang paling sedikit
Pemberian label: Hijau: tidak luka Kuning : luka ringan Merah: cedera berat Biru: keadaan berat terancam jiwanya Hitam : Sudah meninggal
2. Primary survey:A. : Airway maintenance with servical spine protectionB. : Breathinmg and ventilationC. : Circulaation with hemorrhage controlD. : Disability neurological statusE. : Exposure/environtmental control : completely undress the patient but
prevent hypotermia
3. Resusitasi4. Tambahan terhadap primary survey & resusitasi5. Secondary survey
A : AlergiM : Mekanisme 7 sebab traumaM : Medikasi (obat yang sedang diminum saat ini)P : Past illnessL : Last mealE : Event/environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan
43
Penetrating Trauma
Indikasi Operasi:1. Perkembangan dari ketidakstabilan hemodinamik2. Perkembangan rasa sakit yang meningkat3. Tanda Peritoneal
(point tenderness, involuntary guarding, rebound tenderness), or diffuse and poorly localized pain that fails to resolve.
Preoperative
1. Pasien di ruang operasi. 2. Pasien ditempatkan dalam posisi terlentang dengan tangan diperpanjang. 3. Dada seluruh, perut, dan panggul, termasuk paha atas, yang diliputi dan
dibungkus. Hal ini memungkinkan untuk akses ke dada, sebaiknya saluran cedera memperpanjang di atas diafragma, dan pembuluh darah dari groin, harus rekonstruksi menjadi perlu.
4. Cairan dan transfusi darah harus siap tersedia 5. Perangkat pemanasan harus ditempatkan pada bagian atas pasien dan /
atau ekstremitas bawah. 6. Memasuki rongga perut dapat melepaskan tamponade, mengakibatkan
penurunan drastis tekanan darah, sehingga tim anestesi harus diberitahu ketika insisi garis tengah dibuat.
Intraoperatif
Komponen penting untuk laparotomi trauma termasuk kontrol perdarahan identifikasi cedera pengendalian pencemaran, rekonstruksi (jika mungkin)
Luka tembus ke diafragma yang dinilai sebagai berikut:(I) memar(II) Laserasi, <2 cm(III) Laserasi, 2-10 cm(IV) Laserasi,> 10 cm(V) Jumlah jaringan kerugian,> 25 cm2
Tingkat rendah cedera dapat diperbaiki baik melalui laparotomi atau dengan teknik laparoskopi atau thoracoscopic.
Komponen penting dari perbaikan termasuk penutupan kedap udara dengan jahitan nonabsorbable dan lavage garam liberal hemithorax jika telah terjadi cedera usus bersamaan dengan soilage lapangan pasang chest tube untuk drainse
44
HatiKunci utama dalam kerusakan hati operatif yang :1. Mendapatkan eksposur yang memadai2. Mendapatkan hemostasis
Laserasi sederhana:a. tekanan langsungb. elektrokauterc. agen hemostatik topikal
Untuk cedera yang lebih serius:Kompresi dari triad portal, manuver Pringle, dilakukan untuk perdarahan yang sedang berlangsung dari vena portal dan sistem hepatik arteri.
Laserasi kemudian dapat didekati dengan finger fracture dan ligasi langsung pembuluh perdarahan. Setelah mendapatkan hemostasis, laserasi sering tamponaded dengan flap omentum vascularized.
Luka hati juga diklasifikasikan dengan kelas. Komponen nilai yang berbeda berkaitan dengan cedera penetrasi antara lain:
(I) Nonbleeding Capsuler tears, <1 cm(II) luka, 1-3 cm dan <10 cm(III) Laserasi,> 3 cm(IV) parenkim gangguan yang melibatkan 25-75% dari lobus atau segmen 1-3(VI) parenkim,gangguan> 75% dari lobus atau> 3 segmen atau cedera vena
juxtahepatic(VII) hepatik avulsi
Manajemen operasi cedera hati dapat melibatkan simple packing or wrapping hemostasis lokal debridement resectional
Packing berhasil dapat mengontrol perdarahan minor, namun kemasan mungkin perlu ditinggalkan di tempat dan perut ditutup sementara. Setelah resusitasi selesai, pasien mungkin kembali ke ruang operasi untuk menghilangkan paket, di mana titik perdarahan paling sering diselesaikan.Beberapa hemostatic agents liver repair : thrombin, fibrin sealant, collagen/gel preparations, electrocautery, argon beam and radiofrequency coagulation, omental packing, or even intrahepatic balloon tamponade.
Resectional debridement is much less commonly required in the treatment of penetrating liver injuries but may be accomplished with finger fracture, cautery, sutures, clips, or stapler device.
45
Limpa
Berdasarkan status hemodinamik pasien, komorbiditas, dan akses operasi, ahli bedah akan merencanakan untuk splenorrhaphy atau splenektomi. Splenorrhaphy termasuk elektrokauter, agen hemostatik topikal, mesh tekan, atau splenektomi parsial.
Luka tembus ke limpa dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan. Cedera vaskuler dapat diperbaiki, termasuk avulsion total dan laserasi yang luas, adalah indikasi untuk splenektomi. Splenektomi juga mungkin diperlukan untuk cedera kurang substansial bagi pasien dalam extremis. Waktu memungkinkan, limpa sudah benar-benar dimobilisasi, dan perawatan harus dilakukan untuk tidak melukai pankreas. Jika ada laserasi pantas diperbaiki, tekanan digital harus diterapkan pada hilus dan terganggu pledgeted splenorrhaphy dilakukan
Duodenum
Usus duabelas jari ,Cedera duodenum yang dinilai sebagai berikut:
(I) Hematoma(II) Partial-ketebalan laserasi(III) Laserasi mengganggu <lingkar 50% D1, D3, atau D4, atau lingkar 50-75% dari D2(IV) Laserasi mengganggu 50-100 lingkar% D1, D3, atau D4, atau lingkar> 75% dari D2, atau melibatkan ampula atau saluran empedu distal umum(V) besar-besaran gangguan kompleks duodenopancreatic atau devascularization duodenum
1. Manuver Kocher untuk memobilisasi duodenum, bersama dengan kepala pankreas dan saluran empedu distal umum, sehingga luka penetrasi dapat sepenuhnya dieksplorasi
2. Diverticularization duodenum
mengalihkan sekresi empedu dan pankreas menggunakan T-tabung drainase dan dekompresi lambung dengan gastrostomy. Pengecualian pilorus melibatkan penutupan pilorus dengan jahitan nonabsorbable dengan bypass melalui gastrojejunostomy; pilorus akan terbuka secara spontan dalam 4-6 minggu.
Kelas V memerlukan pancreaticoduodenectomy cedera, yang sering dilakukan sebagai prosedur dipentaskan pada pasien trauma tidak stabil.
46
Pankreas
Cedera pankreas yang dinilai sesuai dengan ada atau tidak adanya cedera duktal, sebagai berikut:
(I) Superficial laserasi atau memar kecil tanpa cedera ductal(II) Nama laserasi atau luka memar tanpa cedera ductal(III) distal transections tanpa cedera duktus atau kehilangan jaringan(IV) proksimal atau cedera transeksi parenkim melibatkan ampula(V) besar-besaran gangguan kepala pankreasGrade I dan II: konservatifGrade III : pancreatectomy distal dan splenektomi. Grade IV : pancreatectomy total dengan rekonstruksi drainase pankreas ke dalam saluran pencernaan dengan baik Roux-en-Y pancreaticojejunostomy atau pancreaticogastrostomy.Jika pasien tidak stabil, drainase luas jaringan pankreas tanpa anastomosis mungkin diperlukan.
Usus besar
Pengelolaan cedera kolon tergantung pada sejauh mana cacat, jumlah kontaminasi, dan stabilitas pasien
1. Perbaikan primer dapat dipertimbangkan jika pasien hemodinamik stabil dan jika cedera ini cukup kecil dengan kontaminasi tinja minimal.
2. Sebuah kolostomi pengalihan harus dilakukan jika pasien memiliki salah satu dari berikut:a. Beberapa lukab. Kebutuhan untuk resusitasi produk darah yang signifikanc. Asidosis, hipotermia, dan koagulopatid. Sebuah cacat besar (> 50% dari lingkar) dan tumpahan kotoran yang
cukup
Pasca Operasi
Komplikasi pasca operasi 1. perdarahan yang sedang berlangsung2. koagulopati3. sindrom kompartemen perut4. sindrom gangguan pernapasan akut, pneumonia5. sepsis6. penumpukan cairan intra-abdomen7. luka infeksi8. fistula enterocutaneous 9. obstruksi usus kecil10. hernia insisional.
47
Trauma Tumpul
Bagian Gawat Darurat PerawatanSetelah kedatangan pasien di gawat darurat (ED) atau pusat trauma, survei primer yang cepat harus dilakukan untuk mengidentifikasi segera mengancam jiwa masalah.
Laparotomi dan perbaikan definitiveIndikasi untuk laparotomi :1. pasien dengan cedera tumpul abdomen mencakup tanda-tanda peritonitis2. syok atau perdarahan yang tidak terkontrol3. kerusakan klinis selama observasi4. temuan hemoperitoneum setelah pemeriksaan CEPAT atau DPL (lihat hasil
pemeriksaan).5. Setelah itu :
antibiotik spektrum luas diberikan. Insisi garis tengah biasanya lebih disukai. Ketika perut dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan membuang
darah dan pembekuan, pengepakan semua 4 kuadran, dan menjepit struktur vaskular.
Cedera viskus jelas berongga (HVIs) dijahit. Setelah cedera intra-abdomen telah diperbaiki dan perdarahan telah
dikendalikan oleh kemasan, eksplorasi menyeluruh dari perut kemudian dilakukan untuk mengevaluasi seluruh isi perut.
Jenis insisiIncisi Vertikal (midline, paramedian, supraumbilikal, infraumbilikal), Incisi Transverse dan Oblique (McBurney gridiron , Kocher subcostal)(Sjamsuhidajat, dkk., 2005).
Teknik operasi
a. Midline Epigastric IncisionIncisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu.
b. Midline Subumbilical IncisionIncisi dilakukan persis pada garis tengah,dan bisa merupakan perluasan dari Midline.
c. Epigastric IncisionSebagai aturan umum, peritoneum harus dibuka dari ujung bawah dari incisi, untuk menghindari lig.falciforme, tetapi untuk Midline Subumbilical Incision peritoneum harus dibuka dari bagian atas incisi untuk menghindari cidera kandung kemih.Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman adalah membukanya dengan menggunakan dua klem arteri, yang dijepitkan dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-goyang untuk memastikan tidak adanya struktur
48
dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian peritoneum diincisi dengan menggunakan pisau. Incisi ini harus cukup lebar untuk memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh peritoneum.
d. Upper Paramedian IncisionIncisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-5 cm dari garis tengah. Incisi dilakukan vertical, mulai dari batas costa, berakhir pada 2-8 cm dibawah umbilicus.
e. Lower Paramedian IncisionIncisi ini similiar dengan Upper Paramedian Incision dan, biasanya, memang merupakan perluasan dari Upper Paramedian Incision hingga dapat mencapai abdomen dari batas costa hingga ke pubis. Hanya pada tipe incisi ini harus diperhatikan pembuluh darah Epigastrica Inferior yang harus dipisahkan dan diikat.
f. Lateral Paramedian IncisionAdalah modifikasi dari Paramedian Incision yang dikenalkan oleh Guillou et al. Dimana incisi dilakukan pada pertemuan dari pertengahan dan 1/3 luar dari rectus sheat. Pada titik ini anterior rectus sheat terdiri dari 2 lapis. Anterior sheat dipisahkan dari otot rectus. Dan kemudian Posterior sheat atau peritoneum , atau keduanya dipisahkan dengan cara yang sama dengan anterior sheat. Secara teoritis, tekhnik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan incisional hernia.
g. Vertical Muscle Splitting IncisionIncisi ini sama dengan conventional paramedian incision, hanya otot rectus pada incisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya. Incisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari incisi paramedian sebelumnya.
h. Kocher Subcostal IncisionIncisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk megakses gallbladder dan biliary passages. Sedangkan incisi subkostal kiri dilakukan biasanya untuk splenektomi elektif.Incisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm dibawahnya, sepanjang kira-kira 12 cm McBurney Gridiron Atau Muscle Split Incision. Dilakukan untuk kasus Appendicitis Akut dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun 1894.Incisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, tetapi jika penderitanya gemuk atau jika mungkin diperlukan untuk memperluas incise maka dibuat incise oblique.
i. Pfannenstiel IncisionIncisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy.Incisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm
49
5. INTERPRETASI KASUS
Anamnesa:
Keadaan umum : luka tusuk di daerah perut kiri bagian atas(adanya trauma tajam, kiri atas: gaster,lien,kolon transversum atau descenden)
RPS Tawuran antarwarga sekitar 1 jam lalu Ditemukan tergeletak dipingggir jalan dengan memegang perut sebelah kiri yang terluka dan berdarah
Hipotesis:1. Trauma abdomen :
Gaster Lien Kolon transversum/descenden
2. Peritonitis : komplikasi dari trauma, Karena dia terdapat luka tusuk dan tergeletak dipinggir jalan sehingga mudah terinfeksi bakteri
ATLS (Primary Survey)Airway: jalan nafas bebasBreathing: cepat dan dangkal, RR : 28x/ menitCirculation: TD: 90/60 mmHg. N: 120x/menit dan teraba lemah (merupakan tanda-tanda syok)Dipasang IVFD untuk resusitasi cairan dan sebelumnya diambil sampel darah terlebih dahulu ( sebagai persiapan transfuse darah sehingga harus di cek golongan darahnya apa)Exposure: tidak ditemukan luka lain
Pemeriksaan: KU: tampak sakit berat Kesadaran: apatis (terdapat penurunan kesadaran karena kehilangan
banyak darah) HEENT: d.b.n Thoraks: d.b.n Abdomen:
Inspeksi: terdapat luka tusuk diperut bagian kiri atas dengan panjang 2-3 cm
dan masih keluar darah (curiga ada gangguan pembekuan darah)Palpasi: nyeri tekan( +), nyeri lepas (+)
(penekanan pada seluruh abdomen kemudian tekanan tersebut dilepaskan tiba-tiba + jika nyeri)
Defans muscular (+) diseluruh kuadran abdomen ( ada kekakuan otot abdomen ) (merupakan tanda-tanda peritonitis)
50
(Melemahkan hipotesis trauma limpa karena biasanya teraba massa keras di kiri atas abdomen)
Perkusi : pekak hati (-)
( karena adanya udara atau cairan bebas di bawah abdomen)Auskultasi: bising usus (-)
(adanya gangguan peristaltic usus meruakan tanda peritonitis) Ekstremitas: d.b.n
Dilakukan pemasangan pipa NGT untuk dekompreai,kateter dan antibiotic cefotazim, metronidazole im, kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen abdmen 3 posisi.
Secondary Survey
Tanda vital: td: 100/70 mmHg. N: 120x/menit, RR: 28x/menit. S: 380C Abdomen: distensi (+), nyeri tekan (+), nyeri lepas (+). Defans muscukar
(-) di seluruh kuadran abdomen.pekak hati (-), bising usus (-) (tanda-tanda peritonitis)
Penunjang: Hb: 11 gr/dl (adanya penurunan hb karena perdarahan) Leukosit 13.000/mm3 ( adanya infeksi: peritonitis) Trombosit : 18.000 mm3 (tidak ada gangguan pembekuan darah) Bleeding time: 1 menit ( waktu yang diperlukan darah sejak terjadi
perdarahan sampai berhenti spontan → n) Clotting time: 9 menit ( untuk menentukan lamanya waktu yang
diperlukan darah untuk membeku secara intrinsic → n) Rontgen abdomen 3 posisi: supine (terlentang), left lateral decubitus
(miring), semi erect (1/2 duduk) preperitoneal fat line menghilang (karena adanya cairan diperitoneum) kesuraman di rongga abdomen (adanya akumulasi cairan di
intraperitoneal) udara bebas extralumen di sub diagfragma (adanya udara bebas
menandakan trauma nya di rongga yang berongga ( gaster, usus),tapi jika trauma pada usus butuh waktu 24 jam untuk bakteri dapat menginfeksi peritoneum, sedangkan pada lambung waktu nya cepat untuk dapat menyebabkan peritonitis karena adanya asam lambung)
Diagnosis: peritonitis e.c trauma tajam abdomen (gaster)
51
Patofisiologi
52
Nyeri tekan, nyeri lepas , defans muscular (+)
Merangsang saraf somatic peritoneum parietal
Darah masuk ke rongga peritoneum
Perdarahan intraperitoneal
leukositosis
Pekak hati (-)perforasi
Asam lambung masuk ke rongga abdomen
Peritonitis non-bacterial
Inflamasi
perdarahan
↓ volume intravascular
hipotensi ↑ aktivitas saraf simpatis
Nadi & RR ↑
SyokKemotaksis
WBC
Tawuran
Luka tusuk pada perut kiri atas
Udara masuk ke rongga abdomen
X-ray : udara bebas ekstraa lumen di sub diafragma
gaster Lien
Hb ↓
↓ tekanan intraabdominal
Rangsangan pada usus
Rangsang saraf somatic peritoneum
parietal
Nyeri tekan, nyeri lepas dan defans
muscular (+)
X-ray :Kesuraman pada
rongga abdomenPreperitoneal fat
line menghilangGangguan peristaltic usus
Bising usus (-)
Distensi abdomen
Inspirasi maksimal terganggu
Pernapasan dangkal
6. PENATALAKSANAAN KASUS
Serum anti tetanus NGT Kateter Antibiotik cefotaxim Antibiotik Metronidazole
Serum anti tetanusSerum Anti Tetanus ini adalah serum yang dibuat dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap toksin tetanus. Plasma ini dimurnikan dan dipekatkan serta mengandung fenol 0,25% sebagai pengawet.
IndikasiUntuk pencegahan dan pengobatan tetanus.
KomposisiUntuk pencegahan tiap ml mengandung :Antitoksin tetanus 1.500 IUFenol 0,25 % v/v
Dosis dan Cara PemberianPencegahan tetanus : 1 dosis profilaktik (1.500 I.U.) atau lebih, diberikan intramuskuler secepat mungkin kepada seseorang yang luka dan terkontaminasi dengan tanah, debu jalan atau lain-lain bahan yang dapat menyebabkan infeksi Clostridium tetani. Dua minggu kemudian dilanjutkan dengan pemberian kekebalan aktif dengan vaksin jerap tetanus, supaya jika mendapat luka lagi tidak perlu diberi serum anti tetanus profilaktik, tetapi cukup diberi booster vaksin jerap tetanus
Efek SampingReaksi anafilaktik jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
NGTAlat yang digunakan untuk memasukkan nutsrisi cair dengan selang plasitic yang dipasang melalui hidung sampai lambung. Ukuran NGT diantaranya di bagi menjadi 3 kategori yaitu: Dewasa ukurannya 16-18 Fr Anak-anak ukurannya 12-14 Fr Bayi ukuran 6 Fr
Indikasi Pasien tidak sadar pasien Karena kesulitan menelan pasien yang keracunan pasien yang muntah darah Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulutTujuan
53
Memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang mengalami kesulitan menelan
Mencegah terjadinya atropi esophagus/lambung pada pasien tidak sadar Untuk melakukan kumbang lambung pada pasien keracunan Untuk mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah atau
pendarahan pada lambung
KateterPengertian katetrisasi :Kateter adalah peralatan bedah yang berbentuk tubuler dan lentur yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh untuk mengeluarkan atau memasukan cairan (Kamus dorland. 1998 ; 196)Chateterization adalah pemasangan kateter ke dalam saluran atau rongga tubuh (Dorland,1998 ; 197)
Indikasi pemasangan kateter1. Diagnostik (secepatnya dilepas)
Mengambil sample urin untuk kultur urin. Mengukur residu urine. Memasukan bahan kontras untuk pemeriksaan radiology. Urodinamik.
2. Terapi (dilepas setelah tujuan dicapai)
Retensi urine. Self intermiten kateterisasi (CIC). Memasukkan obat-obatan. Viversi urine. Sebagai splin. memantau output urine.
CefotaximSediaan :CEFOTAXIM 1 gr INJEKSICEFOTAXIME 1 grTiap vial mengandung:Cefotaxime sodium setara dengan cefotaxime 1.000 mg
Indikasi :Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh kuman yang sensitif terhadap cefotaxime antara lain:
Infeksi saluran pemafasan bagian bawah (termasuk pneumonia). Infeksi kulit dan struktur kulit. Infeksi tulang dan sendi. Infeksi intra-abdominal. infeksi saluran kemih. Infeksi pada alatkelaminwanita. Meningitis.
54
Septikemia. Bakteremia.
Dosis
dosis untuk orang dewasadan anak diatas 12 tahun adalah 1 gr setiap 12 jam. Pada infeksi sedang sampai berat: 1 -2 gr setiap 6-8 jam. Pada infeksi berat atau membahayakan diperlukan 2 gr setiap4 jam. Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 12 g per hr. Untuk pencegahan infeksi yang terjadi setelah operasi: 1 gr IM atau IV30-90
menit sebelum pembedahan.
MetronidazoleSediaan :
Injeksi : 500 mg dalam vial 100 ml Cairan oral : 200 mg/ 5 ml Supositoria : 500 mg; 1 g Tablet : 200- 500 mg
IndikasiInfeksi bakteri anaerob, termasuk radang gusi ( gingivitis) dan infeksi mulut lainnya, penyakit radang panggul –pelvic inflammatory disease. septikemia, peritonitis, abses otak, pneumonia nekrotikans. ulkus kaki dan dekubitus dan profilaksis bedah.
DAFTAR PUSTAKA
55
Departemen anatomi FK UPN “Veteran” Jakarta.2012.Buku Penuntun Praktikum Gastrointestinal System.Jakarta:Departemen Anatomi FK UPN “Veteran” Jakarta
Snell, Richard S.2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.Jakarta:EGC
Putz, R.Pabst, R.2007.Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22 jilid 2.Jakarta : EGC
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
Kumpulan catatan kuliah, 2008, Radiologi abdomen, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta.
Shuja Tahir, FRCSEd, 2010, dalam: Plain x-ray abdomen. Surgery Investigations. 2010
American College of Surgeon. 1997. Advanced Trauma Life Support Student Manual. Trauma Abdomen. Ikatan Ahli Bedah Indonesia.
Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.
Grace, Pierce A. and Neil R. Borley. 2002. Surgery at a Glance. -2nd ed. Page 106-107.Rahman, Sani. 2009. Trauma Abdomen. http://rachman-soleman.blogspot.com.
Blunt Trauma Abdomen.http://e-medicine.medscape.com.
Penetration Trauma Abdomen.http://e-medicine.medscape.com
56