seri buku brr - buku 9 - ekonomi

Upload: nur-ul

Post on 19-Jul-2015

287 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

EKONOMI

EKONOMIKayuhan Jentera Kehidupan

BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NADNIAS (BRR NADNIAS) 16 April 2005 16 April 2009

Kantor Pusat Jl. Ir. Muhammad Thaher No. 20 Lueng Bata, Banda Aceh Indonesia, 23247 Telp. +62651636666 Fax. +62651637777 www.eacehnias.org know.brr.go.id Pengarah Penggagas Editor

Kantor Perwakilan Nias Jl. Pelud Binaka KM. 6,6 Ds. Fodo, Kec. Gunungsitoli Nias, Indonesia, 22815 Telp. +6263922848 Fax. +6263922035

Kantor Perwakilan Jakarta Jl. Galuh ll No. 4, Kabayoran Baru Jakarta Selatan Indonesia, 12110 Telp. +62217254750 Fax. +62217221570

: Kuntoro Mangkusubroto : Said Faisal Baabud : Agus S Riyanto Cendrawati Suhartono (Koordinator) Margaret Agusta (Kepala) : Ihsan Abdul Salam : Hairul Basri : Arif Ariadi Bodi Chandra

Desain Grafis

: Bobby Haryanto (Kepala) Edi Wahyono Mistono Surya Mediana Wasito

Editor Bahasa Penulis Fotografi

Penyelaras Akhir : Hanief Arie Intan Kencana Dewi Ratna Pawitra Trihadji Ricky Sugiarto (Kepala) Rudiyanto

Alih bahasa ke Inggris Editor Editor Bahasa Penerjemah : Melinda Hewitt : Margaret Agusta : Nana Nathalia T. Ferdiansyah Thajib T. Sima Gunawan

Penyusunan Seri Buku BRR ini didukung oleh Multi Donor Fund (MDF) melalui United Nations Development Programme (UNDP) Technical Assistance to BRR Project

ISBN 9786028199407

Melalui Seri Buku BRR ini, Pemerintah beserta seluruh rakyat Indonesia dan BRR hendak menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas uluran tangan yang datang dari seluruh dunia sesaat setelah gempa bertsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 serta gempa yang melanda Kepulauan Nias pada 28 Maret 2005. Empat tahun berlalu, tanah yang dulu porakporanda kini ramai kembali seiring dengan bergolaknya ritme kehidupan masyarakat. Capaian ini merupakan buah komitmen yang teguh dari segenap masyarakat lokal serta komunitas nasional dan internasional yang menyatu dengan ketangguhan dan semangat para korban yang selamat meski telah kehilangan hampir segalanya. Berbagai dinamika dan tantangan yang dilalui dalam upaya keras membangun kembali permukiman, rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur lain, seraya memberdayakan para penyintas untuk menyusun kembali masa depan dan mengembangkan penghidupan mereka, akan memberikan pemahaman penting terhadap proses pemulihan di Aceh dan Nias. Berdasarkan hal tersebut, melalui halamanhalaman yang ada di dalam buku ini, BRR ingin berbagi pengalaman dan hikmah ajar yang telah diperoleh sebagai sebuah sumbangan kecil dalam mengembalikan budi baik dunia yang telah memberikan dukungan sangat berharga dalam membangun kembali Aceh dan Nias yang lebih baik dan lebih aman; sebagai catatan sejarah tentang sebuah perjalanan kemanusiaan yang menyatukan dunia.

Saya bangga, kita dapat berbagi pengalaman, pengetahuan, dan pelajaran dengan negaranegara sahabat. Semoga apa yang telah kita lakukan dapat menjadi sebuah standar dan benchmark bagi upayaupaya serupa, baik di dalam maupun di luar negeri.Sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Upacara Pembubaran BRR di Istana Negara, 17 April 2009 tentang keberangkatan tim BRR untuk Konferensi Tsunami Global Lessons Learned di Markas Besar PBB di New York, 24 April 2009

Kesibukan jualbeli ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo, Banda Aceh, 6 September 2006. Penyelesaian proyek pembangunan PPS Lampulo, yang direncanakan sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid di tahun 2000, merupakan upaya strategis pengembangan ekonomi bidang perikanan Aceh yang berkesinambungan. Foto: BRR/Arif Ariadi

Daftar isiPendahuluan Bagian 1. Jatuh Bangun Ekonomi AcehLenyapnya Kejayaan Aceh Aceh dalam Impitan Konflik Aceh Menatap Pasar Global

viii 11 4 8

Bagian 2. Kembali ke Titik NolHancurnya Sarana dan Prasarana Ekonomi Hilangnya SDM Berkualitas Pengangguran Melonjak, Lapangan Kerja Anjlok Melemahnya Perekonomian di Aceh

1111 16 17 18

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi EkonomiMenyusun Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Program Berubah Mengikuti Tuntutan Lapangan Pengelolaan Risiko

2122 32 46 50

Bagian 4. Bersama MembangunMenggarap Potensi Perikanan Mengembalikan Kejayaan Sektor Pertanian Merangkul Masyarakat Sekitar Hutan Menjemput Peluang Usaha Programprogram Jangka Panjang

6363 70 79 83 89

Bagian 5. Geliat PascapemulihanProduk Domestik Bruto Perdagangan Lapangan Kerja dan Kemiskinan Tantangan Ekonomi PascaBRR

99100 104 105 107

Bagian 6. Cermincermin Ekonomi dan UsahaPembelajaran Utama Refleksi Penutup

113113 124

Bibliografi Daftar singkatan

127 130

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

viii

PendahuluanSELAMA tiga kali dua puluh empat jam, terhitung sejak 27 Desember 2004, SangSaka Merah Putih berkibar setengah tiang: bencana nasional dimaklumatkan. Aceh dan sekitarnya diguncang gempa bertsunami dahsyat. Seluruh Indonesia berkabung. Warga dunia tercengang, pilu. Tsunami menghantam bagian barat Indonesia dan menyebabkan kehilangan berupa jiwa dan saranaprasarana dalam jumlah yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Bagi yang selamat (penyintas), rumah, kehidupan, dan masa depan mereka pun turut raib terseret ombak. Besaran 9,1 skala Richter menjadikan gempa tersebut sebagai salah satu yang terkuat sepanjang sejarah modern. Peristiwa alam itu terjadi akibat tumbukan dua lempeng tektonik di dasar laut yang sebelumnya telah jinak selama lebih dari seribu tahun. Namun, dengan adanya tambahan tekanan sebanyak 50 milimeter per tahun secara perlahan, dua lempeng tersebut akhirnya mengentakkan 1.600an kilometer patahan dengan keras. Patahan itu dikenal sebagai patahan megathrust Sunda. Episentrumnya terletak di 250 kilometer barat daya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Retakan yang terjadi, yakni berupa longsoran sepanjang 10 meter, telah melentingkan dasar laut dan kemudian mengambrukkannya. Ambrukan ini mendorong dan mengguncang kolom air ke atas dan ke bawah. Inilah yang mengakibatkan serangkaian ombak dahsyat.

Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam setelah gempa, tsunami langsung menyusul, menghumbalang pesisir Aceh dan pulaupulau sekitarnya hingga 6 kilometer ke arah daratan. Sebanyak 126.741 jiwa melayang dan, setelah tragedi tersebut, 93.285 orang dinyatakan hilang. Sekitar 500.000 orang kehilangan hunian, sementara 750.000an orang mendadak berstatus tunakarya. Pada sektor privat, yang mengalami 78 persen dari keseluruhan kerusakan, 139.195 rumah hancur atau rusak parah, serta 73.869 lahan kehilangan produktivitasnya. Sebanyak 13.828 unit kapal nelayan raib bersama 27.593 hektare kolam air payau dan 104.500 usaha kecilmenengah. Pada sektor publik, sedikitnya 669 unit gedung pemerintahan, 517 pusat kesehatan, serta ratusan sarana pendidikan hancur atau mandek berfungsi. Selain itu, pada subsektor lingkungan hidup, sebanyak 16.775 hektare hutan pesisir dan bakau serta 29.175 hektare terumbu karang rusak atau musnah. Kerusakan dan kehilangan tak berhenti di situ. Pada 28 Maret 2005, gempa 8,7 skala Richter mengguncang Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara. Sebanyak 979 jiwa melayang dan 47.055 penyintas kehilangan hunian. Dekatnya episentrum gempa yang sebenarnya merupakan susulan dari gempa 26 Desember 2004 itu semakin meningkatkan derajat kerusakan bagi Kepulauan Nias dan Pulau Simeulue. Dunia semakin tercengang. Tangantangan dari segala penjuru dunia terulur untuk membantu operasi penyelamatan. Manusia dari pelbagai suku, agama, budaya, afiliasi politik, benua, pemerintahan, swasta, lembaga swadaya masyarakat, serta badan nasional dan internasional mengucurkan perhatian dan empati kemanusiaan yang luar biasa besar. Dari skala kerusakan yang diakibatkan kedua bencana tersebut, tampak bahwa sekadar membangun kembali permukiman, sekolah, rumah sakit, dan prasarana lainnya belumlah cukup. Program pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi) harus mencakup pula upaya membangun kembali struktur sosial di Aceh dan Nias. Trauma kehilangan handaitaulan dan cara untuk menghidupi keluarga yang selamat mengandung arti bahwa program pemulihan yang ditempuh tidak boleh hanya berfokus pada aspek fisik, tapi juga nonfisik. Pembangunan ekonomi pun harus bisa menjadi fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan daerah pada masa depan. Pada 16 April 2005, Pemerintah Republik Indonesia, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2005, mendirikan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara (BRR). BRR diamanahi tugas untuk mengoordinasi dan menjalankan program pemulihan AcehNias yang dilandaskan pada

Pendahuluan

ix

partisipasi aktif masyarakat setempat. Dalam rangka membangun AcehNias secara lebih baik dan lebih aman, BRR merancang kebijakan dan strategi dengan semangat transparansi, untuk kemudian mengimplementasikannya dengan pola kepemimpinan dan koordinasi efektif melalui kerja sama lokal dan internasional.EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Pemulihan AcehNias telah memberikan tantangan bukan hanya bagi Pemerintah dan rakyat Indonesia, melainkan juga bagi masyarakat internasional. Kenyataan bahwa tantangan tersebut telah dihadapi secara baik tecermin dalam berbagai evaluasi terhadap program pemulihan. Pada awal 2009, Bank Dunia, di antara beberapa lembaga lain yang mengungkapkan hal serupa, menyatakan bahwa program tersebut merupakan kisah sukses yang belum pernah terjadi sebelumnya dan teladan bagi kerja sama internasional. Bank Dunia juga menyatakan bahwa kedua hasil tersebut dicapai berkat kepemimpinan efektif dari Pemerintah. Upaya pengelolaan yang ditempuh Indonesia, tak terkecuali dalam hal kebijakan dan mekanisme antikorupsi yang diterapkan BRR, telah menggugah kepercayaan para donor, baik individu maupun lembaga, serta komunitas internasional. Tanpa kerja sama masyarakat internasional, kondisi Aceh dan Nias yang porakporanda itu mustahil berbalik menjadi lebih baik seperti saat ini. Guna mengabadikan capaian kerja kemanusiaan tersebut, BRR menyusun Seri Buku BRR. Kelima belas buku yang terkandung di dalamnya memerikan proses, tantangan, kendala, solusi, keberhasilan, dan pelajaran yang dituai pada sepanjang pelaksanaan program pemulihan AcehNias. Upaya menerbitkannya diikhtiarkan untuk menangkap dan melestarikan inti pengalaman yang ada serta mengajukan diri sebagai salah satu referensi bagi program penanganan dan penanggulangan bencana di seluruh dunia. Buku berjudul Kayuhan Jentera Kehidupan ini menguak dinamika bangkitnya ekonomiusaha yang, setelah tragedi konflik Aceh, sempat semakin tertekan akibat tsunami. Subsektor pertanian, peternakan, perikanan, dan kewirausahaan, rusak; bahkan tak sedikit yang musnah. Besarnya dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat, mendorong pemerintah segera merumuskan kebijakan dan strategi pemulihan perekonomian secara menyeluruh: memutarkembali jentera perekonomian masyarakat, terutama para penyintas, hingga melaju cepat.

x

Capaian 4 TahunRehabilitasi dan Rekonstruksi635.384 127.720orang kehilangan tempat tinggal orang meninggal dan 93.285 orang hilang usaha kecil menengah (UKM) lumpuh

104.500 155.182 195.726

tenaga kerja dilatih UKM menerima bantuan

xi

rumah rusak atau hancur hektare lahan pertanian hancur guru meninggal kapal nelayan hancur

139.195 140.304 73.869 69.979

rumah permanen dibangun hektare lahan pertanian direhabilitasi guru dilatih kapal nelayan dibangun atau dibagikan sarana ibadah dibangun atau diperbaiki kilometer jalan dibangun sekolah dibangun sarana kesehatan dibangun bangunan pemerintah dibangun jembatan dibangun pelabuhan dibangun bandara atau airstrip dibangun

1.927 39.663

13.828 7.109

sarana ibadah rusak kilometer jalan rusak sekolah rusak

1.089 3.781

2.618 3.696

3.415 1.759

sarana kesehatan rusak bangunan pemerintah rusak jembatan rusak pelabuhan rusak bandara atau airstrip rusak

517 1.115

669 996

119 363 22 23

8 13

Jatuh Bangun Ekonomi AcehLenyapnya Kejayaan Acehperekonomian Aceh tidak bisa lepas dari kisah sukses Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam yang dikenal dengan Sultan Iskandar Muda (16071636). Menurut Dennys Lombard (2006), zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda merupakan masa pembangunan dan kejayaan yang hebat. Sultan dikenal sangat ahli dalam membangun Kerajaan Aceh dan menjadikannya kerajaan yang kuat, besar, serta disegani oleh kerajaankerajaan lain di Nusantara dan dunia luar. Di bidang pertahanan, Aceh merupakan satusatunya kerajaan di kepulauan Nusantara yang memiliki pasukan gajah, selain pasukan berkuda. jumlah pasukan gajah Kerajaan Aceh mencapai 500 ekor. Di Asia, penguasa yang memiliki pasukan gajah, yakni kaisar di Vietnam dan raja di Ava, Burma, Raja Ayuthia (Thailand) memiliki 5.000 pasukan gajah, dan Kekaisaran Moghul Akbar di India yang memiliki sampai 15 ribu pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga membangun angkatan perang yang umumnya diisi dengan tentaratentara muda. Kekuatan pasukan ini membuat Sultan Iskandar Muda pernah menaklukkan Deli, johor, Bintan, Pahang, Kedah, dan Nias pada 16121625.

KEjAYAAN

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Mohammad Nazar menunggang gajah dalam parade kebudayaan Aceh di Banda Aceh. Di masa lampau ekonomi Aceh pernah berjaya. Berbagai catatan sejarah melaporkan, 50 persen perdagangan lada dunia berasal dari sini. Foto: Dokumentasi BRR

Bagian 1. Jatuh Bangun Ekonomi Aceh

1

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Di bidang ekonomi, Sultan sangat piawai dan sangat memperhatikan tatanan dan peraturan perekonomian kerajaannya. Dia sempat membangun saluran dari sungai menuju laut yang panjangnya mencapai 11 kilometer. Pembangunan saluran tersebut untuk pengairan sawahsawah penduduk, termasuk juga sebagai pasokan air bagi kehidupan masyarakat dalam kerajaan. Berbagai catatan sejarah melaporkan bahwa 50 persen perdagangan lada dunia berasal dari Aceh. Produksi lada kala itu sekitar 150 ribu pikul setara dengan sembilan ton. Pembeli lada berasal dari aneka bangsa, namun pembeli terbesar adalah pedagang Amerika dan Inggris. Komoditas ini diekspor melalui Pelabuhan Ulee Lheue dan Meulaboh (Reid, 1969). Saat itu, Singkil juga telah dikenal sebagai kota pelabuhan. Dennys Lombard menyatakan, seorang pelaut dari Prancis, Admiral Augustin de Beaulieu, dalam perjalanannya ke Hindia Timur (16191622) menyebutkan bahwa Kota Singkil merupakan salah satu kota pelabuhan Sultan Iskandar Muda. Beaulieu menyebut Kota Singkil dengan sebutan Cinquel. Bersama Pasaman, Tiku (Pariaman) sampai ke Padang, Singkil juga merupakan salah satu daerah pemasok lada, kemenyan, kapur barus, ikan laut, dan ikan sungai. Singkil juga disebutsebut sebagai salah satu penghasil garam.

2

Deputi Infrastruktur Bastian Sihombing berdiskusi dengan mantan petinggi GAM Malik Mahmud tentang pembangunan jaringan infrastruktur yang menunjang pertumbuhan ekonomi, Banda Aceh, 25 Februari 2007. Foto: BRR/Ricky Sugiarto

Hasil penelitian Onghokham (1999) menyatakan kapalkapal dagang Aceh berlayar sampai ke Gujarat di India. Bahkan mata uang emas Aceh diterima di seluruh dunia sebagai salah satu patokan mata uang yang bermutu emas tinggi, seperti dolar Amerika Serikat dan yen jepang kini. Sultan juga menerapkan baitul mal, lembaga keuangan berprinsip ekonomi syariah. Dia juga melakukan reformasi perdagangan dengan menaikkan cukai ekspor untuk memperbaiki nasib rakyatnya. Akhirnya, para saudagar Aceh pun tergoncang pada akhir 2004. Gempa bumi dan gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 telah meluluhlantakkan sebagian wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias. Gelombang laut yang begitu dahsyat itu juga telah menelan ratusan ribu jiwa. Denyut nadi perekonomian Aceh lantas berhenti mendadak saat gempa bumi yang disusul tsunami yang terjadi empat tahun silam. Bencana tersebut menelan semuanya yang ada di Aceh. Perekonomian Aceh benarbenar telah kembali ke angka nol.

Warga Bireun biasa menjemur pinang kualitas ekspor. Foto: Dokumentasi BRR

Bagian 1. Jatuh Bangun Ekonomi Aceh

3

Ekonomi Pengawal Mula GejolakMeningkatnya perekonomian Hindia Belanda membuat ekonomi Aceh ikut menguat. Hal itu disebabkan oleh kehadiran tentara Belanda di Tanah Gayo pada 1904 yang diikuti para saudagar Belanda yang membuka berbagai lahan perkebunan.

Pemerintahan kolonial membangun jalur kereta api. Awalnya sebagai sarana pengangkut peralatan militer, tapi berubah jadi jalur ekonomi untuk mengangkut hasil bumi seperti karet dan minyak.

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

4

1904Perkebunan kopi dibuka, menggantikan tanaman teh dan lada yang kurang disukai Belanda. Perkebunan sawit juga dibuka di Singkil. Pada 1940an, pemerintahan kolonial mulai mendatangkan pekerja penggarap dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Aceh dalam Impitan KonflikSepeninggal Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Keterpurukan Aceh semakin lengkap ketika Traktat London ditandatangani antara Belanda dan Inggris pada 1824 yang isinya Inggris memberikan kekuasaan kepada Belanda terhadap kawasan Pantai Sumatera. Sebagai imbalannya, Belanda akan menyerahkan segala kuasa perdagangan kepada Inggris dan juga berjanji tidak akan menyaingi Inggris menguasai Singapura. Pemerintah Belanda yang hampir menguasai Nusantara akhirnya melakukan penaklukan ke Aceh hingga terjadi Perang Aceh (18731942). Sejarawan Pierre van der Eng mencatat, ekonomi Hindia Belanda mengalami kemacetan pada periode 18801900, sebelum kemudian menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama 19001930. Patut diingat, periode 18801900 itu merupakan masa ganasganasnya perang kolonial di Aceh. Sedangkan pada kurun waktu 19001930 pertempuran yang amat menguras biaya itu sudah berakhir. Dan pada saat bersamaan, sarana transportasi di Nusantara telah selesai dibangun (Majalah Tempo, 25/XXXII 18 Agustus 2003). Penguatan perekonomian Hindia Belanda membuat Aceh ikut kecipratan. Kehadiran tentara Belanda di Tanah Gayo pada 1904 juga diikuti oleh para saudagar Belanda yang membuka perkebunan kopi di dataran yang memiliki ketinggian 1.0001.700 meter di atas permukaan laut tersebut.

Sebelum tanaman kopi, Tanah Gayo banyak ditanami teh dan lada. Lada Gayo bibitnya dibawa dari Madagaskar pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sayangnya, Belanda lebih suka menanam kopi di Gayo dan mengakibatkan teh dan lada mulai ditinggalkan petani. Belanda juga meninggalkan perkebunan Sawit di Singkil. Pada 1940an, pemerintahan kolonial mulai mendatangkan pekerja dari jawa Tengah dan jawa Timur untuk menggarap lahan perkebunan sawit yang sampai sekarang tetap menjadi primadona di Aceh. Selain membuka perkebunan, pemerintahan kolonial juga membangun jalur kereta api. Awalnya, jalur kereta api di Aceh dibangun sebagai sarana pengangkut peralatan militer dari Pelabuhan Ulee Lheue ke Kutaraja atau Banda Aceh. Namun, fungsi itu berubah menjadi jalur ekonomi dengan dibangunnya jalur kereta api sepanjang Sumatera Timur sebagai wilayah penghasil minyak dan karet: mulai dari Kutaraja (sekarang Banda Aceh) sampai Rantau Prapat pada 1940. Pembukaan jalur kereta api di Sumatera Selatan didasari alasan ekonomi semata dengan dimulainya pengeboran minyak di Prabumulih, Muara Enim, dan Martapura. Pada1940 jalur kereta api diperluas hingga ke Teluk Betung dan ke arah Lubuk Linggau. Meskipun didera perang yang berkepanjangan, perekonomian Aceh tetap menggeliat. Bahkan Presiden Sukarno perlu untuk meminta bantuan saudagar Aceh pada juni 1948 mendukung mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para saudagar Aceh lantas mengumpulkan emas untuk membeli pesawat Dakota yang diberi nama RI Seulawah 001 yang menjadi cikalbakal Garuda Indonesia.Bagian 1. Jatuh Bangun Ekonomi Aceh

5

1948Presiden Soekarno meminta bantuan saudagar Aceh pada Juni 1948 untuk mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para saudagar itu lantas mengumpulkan emas untuk membeli pesawat Dakota yang diberi nama RI Seulawah 001, yang menjadi cikalbakal Garuda Indonesia.

H A W A

L E S

1974Ditemukan kandungan gas alam di Aceh Utara pada 1974, yang memicu konflik antara Pusat dan Aceh. Jakarta melahirkan Daerah Operasi Militer (DOM) untuk melawan Aceh yang dimotori Hasan Di Tiro dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Besarnya potensi sumber daya alam di Aceh membuat tarikmenarik pusat dan daerah semakin kencang. Konflik pusat dan Aceh diawali oleh Muhammad Daud Beureueh. Ketidakpuasan mantan Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo ini terhadap pemerintah pusat membuat dia melawan. Perlawanannya berlangsung selama sembilan tahun, 19531962. Perlawanan Beureueh melemah, muncul Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berdiri pada 1976 dengan Hasan Muhammad Di Tiro alias Hasan Tiro sebagai tokohnya. Perlawanan GAM ini pun ditanggapi pemerintah pusat melalui operasi militer. Baru pada 2001 terbit UndangUndang No.18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, merupakan suatu upaya untuk menyelesaikan konflik di Aceh. Semasa konflik, petani memiliki keresahan yang cukup besar dalam bertani. Nelayan enggan melaut dan pedagang gundah untuk berjualan. Suasana siang dan malam hari sama mencekamnya. Kondisi ini sering terjadi jika berlangsung kontak senjata antara GAM dan TNI. Dentuman senjata di malam hari membuyarkan niat petani untuk pergi ke sawah atau kebun esok harinya. Masyarakat lebih banyak menunggu di rumah sampai suasana aman. Saya dan keluarga bermukim di daerah ini semenjak 20 tahun yang lalu. Kebun kopi seluas dua hektare ini adalah lahan yang diberikan pemerintah untuk kami, ujar seorang transmigran di Dataran Tinggi Gayo. Tapi, konflik yang terjadi menyebabkan saya dan keluarga tidak bisa berkebun dengan tenang. Bahkan kami harus mengungsi ke luar Aceh, tambah transmigran tersebut mengenang masamasa sulit yang dialaminya. Lain lagi kisah seorang pedagang di salah satu kota di lintas timur Banda AcehMedan. Kontak senjata di suatu malam pada 2002 membuyarkan pembeli yang sedang nongkrong sambil minum di warungnya. Suara senjata membuat saya terkejut dan takut. Biasanya setelah itu ada sweeping yang dilakukan oleh aparat atau GAM, membuat saya takut akan terjadi sesuatu. Daripada terjadi apaapa lebih baik warung saya tutup, meskipun rugi, tutur pemilik warung kopi tersebut dengan mata yang agak berkacakaca menahan air mata yang urung keluar. Suasana Aceh yang mencekam juga menyebabkan banyak nelayan yang enggan melaut. Sewaktu saya dan rekan lain hendak melaut, terdengar dentuman senjata dari kejauhan. Kami terus mengurungkan niat untuk melaut, ujar seorang nelayan dari Pantai Barat Aceh. Suasana konflik menyebabkan turunnya produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan. Padahal sektor ini merupakan pilar utama ekonomi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB ) Aceh setelah migas. Demikian juga dengan para karyawan yang bekerja di perusahaan migas dan industri lainnya di Aceh. Tekanan konflik juga menyebabkan kenyamanan dan keamanan mereka untuk bekerja terganggu. Beberapa peristiwa hilangnya karyawan yang diberitakan

6

oleh media massa di Aceh dan Sumatera Utara menambah deretan panjang tentang catatan ekses konflik yang melanda Aceh. Kondisi ini menyebabkan menurunnya kinerja karyawan perusahaan tersebut dan sekaligus mengganggu target produksi. Di tengah konflik, PDB Aceh sebesar 2,3 persen dari PDB nasional 2003. Pertumbuhan PDB sekitar 3,4 persen per tahun, sedangkan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita Provinsi Aceh sebesar Rp 8,7 juta. Wajah perekonomian Aceh mulai berubah ketika ditemukannya kandungan gas alam di Aceh Utara pada 1974. Temuan cadangan gas Arun ini baru diproduksi pada 1977. Beroperasinya gas Arun membuat perkebunan dan pertanian kalah pamor. Kontribusi sektor pertanian pada 1979 sebesar 25,27 persen, sedangkan kontribusi sektor minyak dan gas mencapai 54,16 persen. Pada 1984, kontribusi pertanian mencapai level 16,84 persen, sedangkan kontribusi dari sektor pertambangan minyak dan gas terus meningkat mencapai 66,58 persen. Kegiatan operasional migas juga menciptakan industri hilir, seperti PT Pupuk Iskandar Muda, PT ASEAN Aceh Fertilizer, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT Semen Andalas Indonesia di Lhoknga. Kehadiran industri mampu memberikan kontribusi langsung seperti penyerapan tenaga kerja, sumber pajak, dan retribusi daerah.

Pendederan Ikan Kerapu di Ujong Blang, Banda Sakti, Lhokseumawe, 25 Oktober 2007. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 1. Jatuh Bangun Ekonomi Aceh

7

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

8

Lahan sawah dan tambak di kawasan Bireuen, 9 April 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

Ekspor neto (ekspor minus impor) cukup tinggi sekitar 42 persen dari PDB 2003 atau lebih tinggi dari tingkat nasional yang berada pada level 5,5 persen. Sementara itu, rasio penanaman modal terhadap PDB Aceh tercatat sebesar 7,5 persen pada 2003. jumlah ini kurang dari separuh tingkat rasio nasional yang mencapai 19,7 persen. Sebelum krisis rasio tersebut juga rendah sekitar 1113 persen. Selain migas, pilar ekonomi lokal di Aceh adalah sektor perikanan. Sektor ini menyumbangkan 6,5 persen dari PDB senilai Rp 1,59 triliun pada 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh, 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton per tahun, sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton per tahun pada 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2004). Tangkapan produk perikanan merata, baik di Samudera Indonesia maupun Selat Malaka.

Aceh Menatap Pasar GlobalBabak baru dimulai ketika gempa bumi dan gelombang tsunami menyapu Aceh. Dahsyatnya bencana ini langsung menghentikan pertikaian yang sudah berlangsung sangat lama itu. Akhirnya, konflik itu diakhiri dengan perjanjian Helsinki pada 15 Agustus 2005. Barangkali, ini adalah hikmah di balik bencana. Setelah terpuruknya ekonomi Aceh akibat bencana, maka bantuan yang datang dari pemerintah, LSM, dan lembaga donor lainnya sebagiannya diarahkan untuk menstimulasi aktivitas ekonomi masyarakat. Salah satu kegiatan untuk mengembalikan mata pencarian

Potensi ekonomi Aceh pascakonflik bersenjata dan bencana sangat luar biasa. Lahan sawah terbentang luas di wilayah pantai timur dan lahan perkebunan masih terhampar di wilayah barat. Produksi padi pada 2004 tercatat sebesar 1.552.083 ton gabah kering giling dengan luas panen 370.960 hektare dan ratarata produksi 4,18 ton per hektare. Luas perkebunan rakyat tercatat sekitar 572 ribu hektare dan luas perkebunan besar sekitar 197.570 hektare. Tidak hanya komoditas unggulan daerah seperti kopi arabika, pala, pinang, cengkeh, kemiri, dan nilam yang dapat berproduksi, komoditas unggulan nasional seperti karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, dan lada juga dapat berkembang dengan baik di Aceh (Pemda Aceh, 2007). Potensi dari laut tidak kalah besarnya. Wilayah tangkapan ikan di Aceh terbentang luas, dari bibir pantai sampai ke tengah Samudera Indonesia. Potensi ini masih ditambah hasil tambak di pantai timur yang sudah mulai pulih dan menggeliat kembali. Perairan laut Aceh seluas 295.370 km terdiri atas laut wilayah (perairan teritorial dan perairan kepulauan) 56.563 km dan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) 238.807 km. Potensi perairan teritorial dan perairan kepulauan sebesar 220.090 ton dan ZEEI sebesar 203.320 ton sehingga totalnya sebesar 423.410 ton. Sayang, bila potensi Aceh tersebut tidak bisa semuanya dimanfaatkan oleh nelayan Aceh (Pemda Aceh, 2007). Padahal peluang Aceh menuju pasar global sangat besar. Hal ini didukung oleh letak geografis Aceh yang berada di ujung pulau Sumatera. Aceh berbatasan langsung dengan beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, dan India. Ditambah lagi jalur perdagangan laut dari Eropa dan Afrika ke Asia Timur dan jepang atau sebaliknya, selalu melewati perairan Aceh sebelum memasuki Selat Malaka. Kini, musibah bencana alam gempa dan tsunami yang menyapu Aceh telah lewat empat tahun dan tugas BRR NADNias telah usai. Dalam rentang waktu tersebut, ada banyak program yang sudah dilaksanakan dan telah menunjukkan hasilnya. Seiring dengan pulih, tumbuh, dan berkembangnya kembali ekonomi rakyat dari berbagai sektor, aktivitas masyarakat juga mulai meningkat. Nelayan kembali melaut, petani kembali ke sawah, petambak mulai menebar nener, pasar semakin bergairah, lembaga keuangan mulai hidup, jalan diramaikan oleh truk barang, serta berbagai aktivitas dan kegiatan ekonomi lainnya juga terus berkembang. Dengan semakin mapannya kondisi keamanan pascaMoU Helsinki, maka perekonomian masyarakat diharapkan terus membaik, yang akhirnya dapat menunjang perekonomian Aceh secara keseluruhan. juga banyaknya pemilik modal yang berminat berinvestasi di Aceh memberikan harapan baru untuk perkembangan ekonomi yang lebih baik.

Bagian 1. Jatuh Bangun Ekonomi Aceh

masyarakat yang hilang secara cepat melalui program padat karya (cash for work). Upaya ini dilanjutkan dengan perbaikan aset produktif masyarakat yang rusak akibat bencana agar aktivitas mata pencarian masyarakat dapat dipulihkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pada saat yang bersamaan, dirancang pula kegiatan yang menunjang aktivitas ekonomi dalam jangka panjang yang diarahkan untuk memperkuat fondasi ekonomi Aceh ke depan.

9

Kembali ke Titik NolHancurnya Sarana dan Prasarana EkonomiBumi Aceh terguncang di Minggu pagi, 26 Desember 2004. Banyak bangunan yang tak mampu bertahan dihentak gempa yang mencapai 9,1 skala Richter itu. Bencana terus berlanjut. Sekitar 15 menit kemudian, air laut tumpah ruah ke darat. Gelombang yang tingginya mencapai lebih dari tiga meter menyapu daratan. Gelombang tsunami itu menghancurkan semua yang menghalanginya. Kota Banda Aceh berantakan. Puingpuing sisa gempa dan tsunami bertebaran, menyembul di antara tumpukan lumpur hitam. Mayatmayat bergelimpangan di segenap penjuru. Sebagian mayat masih dihanyutkan Sungai Krueng Aceh. Saya sudah tiga hari tidak makan, ucap seorang penyintas sambil menangis di tempat pengungsiannya di Masjid Raya Baiturrahman. Untuk mengganjal perut, dia terpaksa mengais apa pun yang bisa dimakan di rumahrumah penduduk atau toko makanan yang selamat diterjang gelombang tsunami. Seusai bencana pada Minggu kelabu itu, tercatat 565.384 penyintas yang tersebar di 20 kabupaten kota di Aceh (TRIP 2). Kebutuhan pangan selama masa darurat sangat mendesak. Selama tiga bulan sejak gelombang tsunami datang, dibutuhkan beras Pembersihan puingpuing pascabencana di lahan pasar tradisional Lhok Nga, Aceh Besar, 12 juni 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 2. Kembali ke Titik Nol

11

sebanyak 17.504 ton. Untuk 49 bulan setelah itu, diperlukan 35.008 ton beras. Di bulan ke10 hingga 20, beras yang dibutuhkan sebesar 64.182 ton. Artinya, untuk menjamin ketersediaan pangan selama 20 bulan sejak bencana dibutuhkan 116.694 ton beras.EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Tsunami juga menghancurkan harapan masyarakat Aceh. Tercatat ada 5.176 usaha kecil dan menengah (UKM), 7.529 unit warung, 1.191 unit restoran, 25 unit perbankan, empat unit BPR, 20 unit lembaga keuangan mikro atau LKM, dan 195 unit pasar hilang ditelan bencana. Bahkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Collin Powel, sewaktu mengunjungi Aceh menyatakan sangat terkejut melihat langsung kehancuran yang dialami oleh Aceh. Saya sudah pernah ke medan perang dan saya sudah melalui sejumlah bencana tornadohurricane dan banyak operasi pemulihan, tetapi saya belum pernah melihat kehancuran seperti di Aceh ini, ujarnya (BBC News, 2005). Beberapa hari setelah tsunami datang, seorang pedagang, duduk termenung sambil menahan air mata dan mengisahkan peristiwa sedih pada Minggu tersebut. Toko yang dimilikinya di jalan Muhammad jam, Kota Banda Aceh, rusak dihantam tsunami. Lima buah mesin fotokopi, barang dagangan berupa alat tulis kantor, dan lainnya rusak dan musnah dibawa tsunami. Tapi, kami semua selamat. Mungkin semua ini cobaan dari Tuhan. Kerugian saya sampai puluhan juta rupiah, ujarnya dengan kepala tertunduk. Seorang pedagang kios di Simpang Ajuen jeumpit, Aceh Besar, berkisah. Kios saya hancur semuanya dihantam tsunami. Sekarang saya tidak bisa mencari nafkah lagi, sebelum kios dan bantuan modal ada, tutur dia bergetar. Hingga satu bulan setelah tsunami, uang yang dimiliki juga terkadang tidak mempunyai arti. Pasar Peunayong, pasar terbesar di Banda Aceh, hancur berantakan. Pasarpasar seperti di kawasan Neusu Kota Banda Aceh dan Pasar Lambaro, Aceh Besar,

12

Aceh Rata TanahAceh diterjang gempa berkekuatan 9,1 skala Richter, 26 Desember 2004. Air laut tumpah ruah ke darat dengan tinggi gelombang lebih dari tiga meter. Kota Banda Aceh berantakan. Mayatmayat bergelimpangan.

Amin, warga Banda Aceh, mengeluh tingginya harga kebutuhan pokok. Dia tak mampu lagi untuk membeli sekilo beras untuk makanan seorang anak dan istrinya yang selamat dari bencana. Dia hanya pasrah menunggu beras

Kebutuhan PanganTercatat 486 ribu penyintas yang tersebar di 16 kabupaten atau kota di Aceh. Untuk menjamin ketersediaan pangan selama 20 bulan sejak bencana dibutuhkan 116.694 ton beras.

lembaga keuangan mikro atau LKM, dan 195 unit pasar hilang ditelan bencana.

unggas.

Ikan Pun HilangAset di bidang kelautan dan perikanan yang rusak parah antara lain Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Loka Budidaya Air Payau Ujung Batee, tambak udang rakyat, saluran tambak, kapal penangkap ikan, dan permukiman nelayan di beberapa lokasi. Total kerugian Rp 2,8 triliun.

Ladang dan Ternak TenggelamLahan sawah yang rusak seluas 20.101 hektare, ladang tegalan seluas 31.345 hektare, dan perkebunan yang diperkirakan seluas 56.500102.461 hektare (Data FAO dan Deptan). Ternak yang mati atau hilang adalah 78.189 ekor sapi/kerbau, 66.323 ekor domba/kambing, dan 1.742.784 ekor

Hancurnya HarapanTercatat 5.176 usaha kecil dan menengah (UKM), 7.529 unit warung, 1.191 unit restoran, 25 unit perbankan, 4 unit BPR, 20 unit

Bagian 2. Kembali ke Titik Nol

yang tidak terkena dampak tsunami, belum beraktivitas setelah ditinggal pedagangnya mengungsi. Akibatnya masyarakat Banda Aceh harus bersusah payah untuk mencari bahan makanan dan BBM sampai ke Indrapuri atau Saree, Aceh Besar. Padahal jarak ke lokasi tersebut cukup jauh, sekitar 30 kilometer. Minimnya pasokan kebutuhan pokok dan BBM membuat harganya melambung tinggi. Misalnya, harga mi instan sebelum bencana Rp 1.000 per bungkus meroket hingga Rp 5.000. Harga BBM per liter Rp 2.400 melonjak hingga Rp 10.000 per liter. Bahkan ada penyintas yang hanya mengonsumsi mi instan selama seminggu.

13

yang dibagikan oleh pemerintah dan LSM yang sudah datang ke Aceh. Namun, jatah beras Amin harus diperoleh dengan susah payah karena harus antre berjamjam dengan penyintas lainnya.EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Di sektor pertanian, kerusakan besar juga terjadi. Tingkat kerusakan lahan yang terjadi antara lain lahan sawah seluas 20.101 hektare, ladang tegalan seluas 31.345 hektare, dan perkebunan yang diperkirakan seluas 56.500102.461 hektare (Data FAO dan Deptan). Kerusakan lahan perkebunan terdiri atas perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cengkeh, pala, pinang, cokelat, nilam, dan jahe. Adapun jumlah ternak yang mati ataupun hilang adalah 78.450 ekor sapi, 62.561 ekor kerbau, 16.133 ekor domba, 73.100 ekor kambing, dan 1.624.431 ekor unggas. Sawah saya tidak bisa lagi ditanami. Terlalu banyak lumpur yang mengandung pasir yang dibawa tsunami dari laut. Sampahsampah berupa batang kayu dan bekas reruntuhan rumah juga menumpuk di lahan sawah. Sebelum sawah tersebut dibersihkan, kami tidak mungkin dapat kembali bertani. Untuk sementara, kami cuma bisa menunggu bantuan dari pemerintah dan LSM yang mempunyai perhatian membantu membersihkan lahan sawah kami, kata petani di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Lain lagi kisah peternak Meulaboh, Aceh Barat. Saya memiliki beberapa ekor lembu dan kambing yang sebenarnya mau saya jual untuk biaya sekolah anak. Lembu dan kambing itu semua hilang dibawa tsunami. Bahkan saya juga tinggal sendiri karena tiga orang anak saya dan istri saya juga hilang ditelan gelombang tsunami, ujar peternak tersebut sambil menerawang ke langit. Di sektor perikanan, kerusakan yang terjadi juga parah. Berdasarkan informasi dari Tim Pemantau dan Satuan Tugas Departemen Kelautan dan Perikanan yang bekerja di lapangan sejak 28 Desember 2004, aset di bidang kelautan dan perikanan yang rusak parah antara lain Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo, Loka Budidaya Air Payau Ujung Batee, Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan di Lampulo, balai benih ikan, tambak udang rakyat, saluran tambak, kapal penangkap ikan, dan permukiman nelayan di beberapa lokasi. Kerugian di sektor ini nilainya sangat besar. Selain menghitung perkiraan nilai kerusakan, juga dilakukan perkiraan nilai kerugian usaha akibat gagal produksi dan perkiraan tingkat produksi yang berjalan selama tahuntahun terakhir. Untuk perikanan tangkap digunakan nilai produksi pada 2003, sedangkan perkiraan perikanan budidaya tambak digunakan data produksi tambak usaha tradisional sebesar 500 kilogram per hektare per tahun. Total perkiraan nilai kerugian sebesar Rp 2,8 triliun yang terdiri atas produksi perikanan tangkap sebesar Rp 0,6 triliun, produksi perikanan budidaya sebesar Rp 1,6 triliun, dan usaha perikanan lainnya seperti pembibitan ikan, pabrik es, dan lainlain sebesar Rp 0,6 triliun. Nurdin, nelayan yang berdomisili di Aceh jaya, duduk termenung menatap ke laut Samudera Indonesia yang luas. Ingin rasanya ia berenang ke laut lepas untuk mencari

14

ikan, namun apa daya perahu ukuran 5 GT satusatunya warisan orangtuanya hilang ditelan tsunami. Saya tidak bisa berbuat apaapa karena keahlian saya cuma menangkap ikan, ujarnya lirih. Tambaktambak yang terbentang luas di kawasan timur Pantai Aceh hancur akibat tsunami (dari Idi Aceh Timur sampai Banda Aceh). Saya dan para petambak lainnya sudah kehilangan mata pencarian. Tambak kami tertimbun lumpur yang mengandung pasir. Begitu juga paritparitnya sudah rusak dan batasbatas tambak kami juga sudah hilang, papar seorang petambak. Bahkan petambak yang ada di kawasan barat mengatakan tambaknya sudah hilang karena garis pantai sudah berubah. Pohon kelapa yang masih tegak di laut itu sebagai bukti, bahwa sebelum tsunami tempat itu adalah daratan, ujar seorang petambak sambil menunjuk ke arah laut. Ungkapan yang disampaikan oleh petani, petambak, dan nelayan di atas memberikan makna bahwa bencana tsunami telah menghancurkan aset produktif yang mereka miliki. Upaya perbaikan dan pembangunan asetaset ini merupakan sasaran utama untuk mengembalikan mata pencarian mereka agar mereka dapat bekerja untuk melanjutkan kehidupannya.

Meski tambak sudah hancur, tak menyurutkan tekad nelayan ini untuk mencari ikan, Dayah Baro, Banda Aceh, 25 Juni 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 2. Kembali ke Titik Nol

15

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

16

Hilangnya SDM BerkualitasDaerah Musibah Tsunami Aceh Barat 2004. Foto: Dokumentasi BRR Kerusakan dan kerugian di bidang perikanan di atas baru sebatas kerugian secara fisik. Dampak bencana terhadap SDM sangat luas. SDM yang meninggal atau hilang pada saat bencana terdiri atas kelompok kepala rumah tangga, pegawai, karyawan, petani, nelayan, dan masyarakat biasa. Sebagian dari mereka adalah tenaga kerja yang produktif dan memiliki keterampilan yang tinggi. jumlah nelayan yang hilang dilaporkan sebanyak 14.396 orang dan jumlah petambak yang hilang atau meninggal 920 orang. Dinas Pertanian melaporkan, dari 1.457 pegawainya, sebanyak 93 orang meninggal dan 157 orang belum diketahui. Selanjutnya, dari 271 pegawai di lingkungan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NAD, 72 orang pegawai meninggal/hilang. jumlah pegawai yang hilang atau meninggal di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NAD sebanyak 36 orang, di Unit Pengelola Teknis (UPT) Lokasi Budidaya Ujong Batee Aceh Besar sebanyak sembilan orang, di UPT Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong Aceh Besar sebanyak tiga orang, dan seorang di UPT Stasiun Karantina Ikan Sultan Iskandar Muda (Rencana Induk, 2005).

Pengangguran Melonjak, Lapangan Kerja AnjlokBagian 2. Kembali ke Titik Nol

Sangat sulit memperkirakan berapa banyak pekerja yang hilang, terlebih lagi untuk memperoleh data mengenai jumlah lapangan kerja yang hilang. Perhitungan di bawah ini mengasumsikan, pertama tingkat pengangguran terbuka tidak berubah. Dari jumlah penduduk sebesar empat juta orang dan diasumsikan dua persen hilang, kesempatan kerja dan orang yang tidak bekerja juga diasumsikan hilang sebesar dua persen. Artinya, tingkat pengangguran terbuka tetap sama seperti sebelum bencana, yaitu sekitar 11,2 persen. Asumsi kedua adalah dampak bencana akibat hilangnya lapangan pekerjaan. Dampak bencana terhadap tingkat pengangguran di Provinsi NAD dapat dilihat dengan beberapa skenario. Sebagai contoh, bila lapangan pekerjaan diperkirakan hilang sebesar 10 persen, itu akan mengakibatkan 220.900 orang kehilangan lapangan pekerjaan sehingga total penganggur setelah bencana menjadi 499.300 orang dan tingkat pengangguran terbuka menjadi sekitar 20 persen. Dari laporan resmi Pemerintah Indonesia, diperkirakan korban tewas mencapai lebih dari 126.000 jiwa atau lebih dari 3 persen dari penduduk Aceh dan lebih dari 93.000 orang diperkirakan hilang. Untuk memperkirakan dampak pada pasar kerja, diperkirakan jumlah yang meninggal tidak mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka. Dengan kata lain, mereka yang bekerja dan menganggur diperkirakan samasama terpengaruh. Dari tiga skenario yang diterapkan untuk penurunan PDB, hasilnya menunjukkan bahwa bila 20 persen kesempatan untuk menciptakan kerja hilang, maka tingkat pengangguran Aceh akan naik dari 11,2 persen (angka aktual pada 2003) menjadi 29 persen. Akibatnya tingkat pengangguran nasional akan naik dari 9,5 persen menjadi 10 persen. Dampak terhadap tingkat pengangguran ini akan berkurang dengan adanya kesempatan kerja yang tercipta oleh kegiatankegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berjalan. Dampak pada kemiskinan dianalisis dengan menggunakan ketiga skenario yang sama. Misalnya, skenario dua memperkirakan bahwa PDB nonmigas menurun 20 persen. Simulasi menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin akan meningkat 600 ribu orang dan kemiskinan berdasarkan hitungan kepala akan meningkat sebesar 0,3 persen. Namun, perlu diingat bahwa simulasi ini tidak mempertimbangkan dampak positif dari pertumbuhan dan kesempatan kerja yang akan terjadi dengan adanya kegiatan rekonstruksi. Terhentinya aktivitas kegiatan ekonomi tersebut membawa dampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Dari jumlah angkatan kerja di Aceh sebanyak 2.254.155 orang, kesempatan kerja yang hilang diperkirakan sekitar 600800 ribu orang

17

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

18

Tenda di dalam ruko (rumah toko) yang hancur akibat hantaman tsunami, Banda Aceh, 8 Oktober 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

kehilangan pekerjaan akibat bencana alam, dengan perincian sekitar 300 orang di sektor pertanian, sekitar 170 ribu orang di sektor UKM, dan 130 ribu orang nelayan/petambak serta diperkirakan 60 ribu pekerjaan hilang karena kematian (Rencana Induk, 2005).

Melemahnya Perekonomian di AcehDalam konteks nasional, tingkat pertumbuhan ekonomi Aceh dan Nias secara umum berada di bawah wilayah lain di Indonesia. Menurut perhitungan awal Bank Dunia, pendapatan per kapita Aceh pada 2005 menurun sebesar 32 persen. Ini diakibatkan produk domestik bruto (PDB) nonmigas Indonesia terkoreksi 40 persen. Proyeksi perekonomian Aceh sendiri menurun lima persen dan lebihlebih Nias yang turun hingga 20 persen. Terdapat tiga skenario yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi Aceh pada 2005. Pertama, dengan asumsi PDB yang berkaitan dengan PDB nonmigas menurun sebesar 20 persen dan PDB migas tidak berubah, maka pertumbuhan ekonomi Aceh akan turun sebesar tujuh persen pada 2005. Penurunan PDB Aceh sebesar tujuh persen tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi nasional berkurang sebesar 0,1 persen. Bila

proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2005 sebelumnya adalah 5,5 persen, maka dengan adanya bencana di Aceh pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan hanya 5,4 persen. Kedua, dengan kondisi yang sama tetapi PDB nonmigas turun 20 persen, pertumbuhan ekonomi nasional akan berkurang 0,2 persen (kalau asumsi semula 5,5 persen setelah bencana menjadi 5,3 persen). Skenario ketiga, dengan asumsi yang sama tetapi PDB nonmigas turun 40 persen, maka pertumbuhan ekonomi nasional akan berkurang dengan 0,4 persen (semula 5,5 persen setelah bencana menjadi 5,1 persen). Akibat dari bencana ini kemampuan SDM berikut kemampuan ekonomisnya sangat terpengaruh. Seperti diketahui bahwa sekitar dua pertiga (67 persen) dari PDB nonmigas berasal dari wilayah yang terkena bencana. Berdasarkan perhitungan (sangat awal) Bank Dunia dengan menggunakan tiga skenario yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi Aceh pada 2005, PDB nonmigas menurun masingmasing sebesar 10 persen, 20 persen, dan 40 persen. Berdasarkan skenario tersebut, PDB Aceh dapat menurun sekitar 728 persen pada 2005 dibandingkan pada 2004. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,10,4 persen dari proyeksi pertumbuhan semula. Dengan asumsi PDB (nonmigas) menurun sebesar 10 persen dan migas tidak terpengaruh, pertumbuhan ekonomi Aceh akan turun sebesar tujuh persen pada 2005. Penurunan PDB Aceh sebesar tujuh persen diperkirakan dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi nasional berkurang sebesar 0,1 persen. Dengan kondisi yang sama, yaitu migas tidak terpengaruh tetapi PDB nonmigas turun 20 persen, maka pertumbuhan ekonomi nasional akan berkurang hingga 0,2 persen (dari semula 5,5 persen setelah bencana menjadi 5,3 persen). Dengan asumsi sama tetapi PDB nonmigas turun 40 persen, maka pertumbuhan ekonomi nasional akan berkurang hingga 0,4 persen (semula 5,5 persen setelah bencana menjadi 5,1 persen). Apa pun skenarioskenario tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pula pada penciptaan kesempatan kerja. Dampak bencana alam dan gelombang tsunami juga dapat diperhitungkan dengan beberapa sektor yang erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi NAD. Beberapa sektor ini antara lain pendapatan per kapita. PDB yang berasal dari sektor migas tidak secara langsung kembali kepada penduduk Aceh, tetapi kembali lagi sebagai pendapatan bersama dan transfer lainnya dari pemerintah. Untuk mengkaji dampak dari tsunami pada pendapatan per kapita, maka pendapatan bersama yang berasal dari sektor migas (pada 2004) ditambahkan kepada PDB per kapita menggunakan skenarioskenario tadi. Penduduk Aceh diperkirakan tumbuh sebesar 15% pada 2004 dikurangi jumalah penduduk meninggal karena terkena musibah ini. Bila tidak ada tsunami, pendapatan per kapita mencapai Rp 8,7 juta (pada 2003). Dengan memperkirakan penurunan PDB nonmigas sebanyak 40 persen, maka pendapatan per kapita menurun sebanyak 32 persen.

Bagian 2. Kembali ke Titik Nol

19

Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomidua hal pokok yang menjadi tugas utama penanganan ekonomi pascabencana. Pertama adalah menggerakkan kegiatankegiatan yang dapat memulihkan pendapatan masyarakat melalui perbaikan aset produktif yang merupakan mesin produksi dalam menciptakan pendapatan. Langkah ini perlu diambil karena aset produktif masyarakat hancur akibat bencana sehingga kemampuan masyarakat untuk memperoleh penghasilan menjadi berkurang atau hilang sama sekali. Agar perekonomian bergerak kembali, perputaran uang di masyarakat menjadi hal yang mutlak. Perputaran uang dan peningkatan pendapatan hanya mungkin dilakukan ketika asetaset produktif masyarakat yang merupakan mesin penciptaan pendapatan dapat berfungsi kembali. Kedua adalah pentingnya melihat gambaran besar dari sebuah sistem perekonomian. Ini penting dilakukan karena perekonomian di Aceh harus tetap berlanjut walaupun kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi selesai. Untuk itu harus ada kegiatankegiatan yang bersifat jangka panjang yang bertujuan untuk menguatkan fondasi perekonomian. Kedeputian Bidang Ekonomi dan Usaha pun merumuskan dua misi utamanya. Pertama adalah pemulihan aset produktif masyarakat dan aset publik yang rusak akibat bencana. Misi pertama ini meliputi pemulihan lahan sawah, kebun, tambak, perahu, dan aset publik seperti pelabuhan perikanan, pembibitan ikan, pasar, hingga rumah potong hewan. Kegiatan ini dilakukan di tahuntahun awal BRR bekerja (20052006).

ADA

Nelayan merajut jala yang akan digunakan sebelum melaut, Lhokseumawe, 25 Desember 2008. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

21

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Kedua adalah penguatan landasan perekonomian berkelanjutan yang dilaksanakan pada 20072008. Beberapa program yang didesain untuk memperkuat fondasi perekonomian tersebut adalah pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo Banda Aceh, pengembangan kawasan peternakan Blang Uboubo di Aceh Besar, pengembangan sentra industri Samahani di Aceh Besar, balai latihan kerja, pembangunan Pasar Grosir Bireuen, dan pendirian Investor Outreach Office (IOO), Export Development Center (EDC) dan Klinik Kemasan Merek (KKM).

Menyusun Strategi dan KebijakanHampir semua sektor ekonomi terkena dampak bencana mulai dari sektor pertanian, perikanan, ekonomi kehutanan, industri, perdagangan, koperasi, usaha kecil dan menengah (UKM), ketenagakerjaan, pariwisata sampai ke sektor kehutanan. Akibat luasnya sektor ekonomi yang terkena imbas bencana, maka fokus utama kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi bidang ekonomi dan usaha diarahkan pada lima hal, yaitu memberdayakan ekonomi kerakyatan, meningkatkan nilai tambah produk UKM, memulihkan dan menciptakan aktivitas perdagangan, meningkatkan kapasitas pelaku kegiatan ekonomi dan usaha, serta mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya investasi.

22

Memberdayakan Ekonomi KerakyatanTitik utama kegiatan ini terletak pada pelibatan langsung masyarakat dan manfaat yang dapat langsung dinikmati oleh masyarakat. Pendekatan ini dilakukan karena sasaran langsung lebih efektif untuk memenuhi apa yang paling mereka butuhkan. Selain itu pelibatan masyarakat sebagai pelaksana kegiatan dapat secara langsung memberi pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya dan memperbaiki rasa percaya diri mereka. Kegiatan ini juga memfasilitasi kebutuhan modal untuk memulai kembali usaha korban yang secara tidak langsung akan membuka kesempatan kerja. Kegiatan yang masuk kategori ini adalah rehabilitasi sawah, rehabilitasi tambak, bantuan agroinput, bantuan perahu, bantuan modal usaha, dan juga penguatan dan pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM). Pembangunan ekonomi kerakyatan juga memperoleh alokasi dana terbesar sepanjang masa rehabilitasi dan rekonstruksi. Selama dua tahun pertama hampir seluruh kegiatan kedeputian masuk dalam kategori ini.

Meningkatkan Nilai Tambah Produk UKMUKM merupakan tulang punggung perekonomian Aceh. Kunci utama dalam membangun dan memperkuat sektor UKM adalah peningkatan produksi dan nilai tambah produk UKM. Kestabilan dan kuantitas produksi sangat diperlukan tapi pengolahan lanjutan juga sangat penting. Sebab komoditas yang masih mentah akan bertambah nilainya ketika sudah melalui proses pengolahan. Nilai sebuah produk akan bertambah lagi ketika dikemas dengan lebih baik. Meningkatkan kemampuan untuk berproduksi dengan teknologi dan memperbaiki kemasan dan merek merupakan dua

hal utama yang menjadi titik fokus kedeputian untuk meningkatkan nilai tambah produk UKM. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan produksi misalnya pendirian unit penggilingan padi skala kecil, rumah produksi batik Aceh, sentra kerajinan tangan Samahani, dan unit pengolahan ikan. Bantuan jasa konsultasi kemasan dan merek dilakukan dengan mendirikan Klinik Kemasan dan Merek. Lembaga ini telah mendesain dan memberikan kemasan ratusan produk UKM.

Sirup olahan buah pala merupakan hasil industri rumah tangga di Blang Pidie, Aceh Barat Daya, yang cukup populer, 8 November 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

Memulihkan dan Meningkatkan Aktivitas PerdaganganRusaknya pasar atau tempat masyarakat melakukan transaksi jualbeli mempengaruhi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Permintaan yang melebihi penawaran akan memicu inflasi yang tinggi dan beban masyarakat yang terkena bencana menjadi semakin berat. Kelangkaan barang karena rusaknya infrastruktur (terutama jalan dan transportasi) serta hancurnya sentrasentra perdagangan membuat inflasi membubung tinggi dan tidak terhindarkan. Memperbaiki infrastruktur agar arus barang dan jasa mengalir lancar serta membangun kembali pasarpasar tempat transaksi jualbeli merupakan prioritas untuk memulihkan aktivitas perdagangan. Pada tahap awal, pemulihan sektor perdagangan dilakukan dengan memperbaiki pasarpasar tradisional, tempat pelelangan ikan, pembangunan gudang transito, dan membangun pasar dalam skala yang lebih besar seperti Pasar Grosir Bireuen. Selain itu,

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

23

pada 2008 kedeputian ini juga membuka pusat pengembangan ekspor yang bertujuan untuk menjajaki dan membuka peluang ekspor dan mempersiapkan pelakupelaku pasar Aceh untuk menjadi eksportir.EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Meningkatkan Kapasitas Pelaku Kegiatan Ekonomi dan UsahaPerbaikan infrastruktur, modal usaha, bantuan alat produktif, dan akses pasar saja tidak cukup untuk membangun kembali denyut nadi perekonomian Aceh. Pada akhirnya yang membedakan antara pelaku ekonomi kuat dan pelaku ekonomi lemah adalah faktor SDM. Pengetahuan dan keterampilan SDM akan menentukan tingkat produktivitas dan profitabilitas. Namun, membangun SDM tidaklah seperti membangun infrastruktur. Diperlukan keseriusan dan perencanaan yang lebih panjang serta waktu yang lebih lama, walaupun hasilnya belum tentu bisa terlihat secara kasatmata. Keberhasilan membangun SDM akan sangat ditentukan oleh motivasi, ketekunan, keseriusan dari setiap individuindividu yang terlibat. Tentu saja semuanya itu harus didukung oleh materi dan sistem pelatihan dan pengajar yang berkualitas. Umumnya peningkatan kegiatan kapasitas SDM berbentuk pelatihan dan praktek kerja (magang). Pelatihan yang diberikan seperti pelatihan membuat kue, bordir, menjahit, konstruksi, montir, komputer sampai teknik dan kiat menembus pasar ekspor. Pada tahap awal pelatihan difokuskan pada kegiatan yang dapat dipraktekkan dengan cepat dan sesuai dengan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi, seperti pelatihan tukang kayu, tukang batu bata, dan konstruksi. Tahap selanjutnya lebih ditekankan pada penyiapan pekerja terampil yang membutuhkan waktu lebih lama, bersertifikat, dan dilakukan di luar Aceh.

24

Mendorong dan Memfasilitasi Tumbuhnya InvestasiSebuah pertanyaan besar dalam penanganan pascabencana adalah keberlanjutan kegiatan ekonomi pascarehabilitasi dan rekonstruksi. Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, besarnya dana yang masuk, tingginya kegiatan pembangunan infrastruktur, dan banyaknya organisasi baik lokal dan internasional yang terlibat telah menggerakkan aktivitas ekonomi di wilayah bencana. Namun, setelah empat tahun ketika masa kerja BRR selesai, aktivitas rehabilitasi dan rekonstruksi mulai menurun, transaksi perdagangan berkurang, dan lapangan pekerjaan menyempit. Agar ekonomi terus bergerak dan berkembang, harus diupayakan sektor swasta bisa mulai tumbuh dan investasi mulai masuk, termasuk pengeluaran rutin pemerintah melalui anggaran pembangunan tetap dibutuhkan. Berbeda dengan donor atau LSM yang melakukan kegiatan karena panggilan kemanusiaan, investasi pada umumnya menggunakan pendekatan bisnis dan komersial. Artinya, kemampuan untuk dapat menghasilkan keuntungan merupakan satu syarat mutlak. Untuk menjembatani hal ini, maka dibentuk lembaga IOO yang bertugas memberikan pelayanan kepada investor, termasuk penyediaan informasi tentang potensi investasi, kemitraan dengan pengusaha lokal, bantuan pemenuhan persyaratan

Gambar 3.1 Fokus Kebijakan Pengembangan Ekonomi dan Usaha

Kapasitas Kelembagaan Ekonomi Kerakyatan Pengembangan Investasi Nilai Tambah Produk

Perdagangan Internasional

2005

2006

2007

2008

2009

dan perizinan, serta memberi masukan bagi pemerintah daerah dalam hal investasi. Selanjutnya skema lima hal yang menjadi fokus pengembangan ekonomi dan usaha disajikan pada Gambar 3.1. Strategi kedeputian ini untuk pengembangan ekonomi dan usaha adalah membangun kembali kehidupan ekonomi dan penguatan nilainilai kearifan lokal. Di samping itu, juga dilakukan pengadaan prasarana dan sarana ekonomi dan usaha serta peningkatan kualitas SDM. Ini diterapkan pada rentang waktu 20052006. Pada 2007, strategi diarahkan kepada peningkatan kegiatan ekonomi dan usaha secara terpadu melalui peningkatan produksi, penguatan kapasitas kelembagaan, serta mendorong tumbuhnya UKM dan sentrasentra ekonomi. Akhirnya, pada 20082009, strategi difokuskan untuk membangun ekonomi secara berkelanjutan dan penguatan pasar lokal untuk menembus pasar internasional. Skema strategi pengembangan bidang ekonomi dan usaha disajikan pada Gambar 3.2. Selanjutnya strategi dan kebijakan masingmasing untuk subbidang pertanian, perikanan, ekonomi kehutanan dan pengembangan usaha diuraikan berikut ini.

PertanianStrategi di bidang pertanian yang pertama adalah menjaga ketersediaan pangan untuk penyintas korban tsunami karena ketersediaan pangan menjadi faktor pendukung kelangsungan hidup mereka. Strategi ini dilakukan pada masa tanggap darurat yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Strategi kedua adalah memulihkan pelayanan pemerintah (instansi di bidang pertanian) dan ditujukan

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

25

Gambar 3.2 Skema Srategi Pengembangan Bidang Ekonomi dan Usaha

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

2005

2006

2007

2008

2009

Membangun ekonomi berkelanjutan Penguatan pasar lokal dan menembus pasar internasional Peningkatan kegiatan ekonomi dan usaha terpadu Peningkatan produksi Penguatan kapasitas kelembagaan pengelolaan ekonomi dan usaha Mendorong tumbuhnya sentrasentra ekonomi Mendorong tumbuhnya usaha kecil dan menengah

26

Pengadaan prasarana dan sarana ekonomi dan usaha Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Membangun kembali kehidupan ekonomi Penguatan nilainilai kearifan lokal

untuk mengembalikan fungsi instansi yang telah lumpuh akibat bencana. Alasannya, fungsi pelayanan yang kuat dapat mendorong dan memacu aktivitas pertanian secara cepat. Strategi ketiga adalah memulihkan kegiatan ekonomi pertanian yang mencakup pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, serta perkebunan. Ini merupakan strategi untuk menjaga kegiatan ekonomi pertanian tetap terus berlanjut agar dapat memenuhi permintaan pasar. Strategi keempat adalah percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur pertanian seperti jalan usaha tani, jaringan irigasi tingkat usaha tani, balai benih utama, dan balai benih. Sebab tanpa infrastruktur yang baik, kegiatan pertanian untuk skala pedesaan tidak akan berkembang. Petani tidak dapat membawa hasil panennya tanpa akses jalan. Begitu pula air tidak akan sampai ke petak sawah tanpa adanya jaringan irigasi. Strategi kelima adalah memperkuat fondasi ekonomi dengan meningkatkan produksi pertanian melalui pengembangan sentra produksi dan kawasan pertanian. Tujuannya adalah menjamin ketersediaan produk pertanian, baik segi kualitas maupun kuantitas, untuk memperkuat fondasi ekonomi secara berkelanjutan. Sementara itu kebijakan yang ditempuh adalah pertama memulihan aset produktif masyarakat dan aset publik yang rusak akibat tsunami. Hal ini dilakukan karena tingginya tingkat kerusakan lahan sawah masyarakat dan aset publik akibat bencana. Kedua,

Kebijakan ketiga adalah memulihkan dan meningkatkan kegiatan ekonomi pertanian melalui pengembangan komoditas unggulan pada sektor tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung kontinuitas produk dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Terakhir adalah kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pangan untuk mengantisipasi kondisi kelangkaan pangan apabila terjadi gagal panen akibat belum stabilnya sistem produksi pangan pascabencana, terutama beras sebagai makanan pokok.

PerikananStrategi pertama yang dilakukan adalah penataan kembali kawasan budidaya laut, air payau, dan air tawar, serta pengembangan pemanfaatan sumber daya perairan umum. Hal ini harus dilakukan karena batasbatas kawasan budidaya masih belum jelas sehingga perlu ditata ulang. Kedua, rehabilitasi atau rekonstruksi sarana dan prasarana perikanan tangkap dan pendukung lainnya yang ditujukan untuk memperbaiki atau membangun

Peralatan tangkap ikan yang disiapkan untuk melaut, Lhokseumawe, 25 Oktober 2007. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

memperbaiki dan meningkatan sarana dan prasarana di bidang pertanian. Sarana dan prasarana tersebut sangat diperlukan untuk mendorong pulihnya aktivitas ekonomi di bidang pertanian.

27

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

kembali sarana dan prasarana yang telah rusak akibat bencana. Di samping itu, dilakukan pengembangan mutu dan nilai tambah produk perikanan yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar, baik dalam maupun luar negeri. Ketiga, rehabilitasi dan penataan kembali usaha budidaya tambak yang rusak akibat bencana. Strategi ini cukup penting untuk mengembalikan mata pencarian petambak yang hilang. Strategi terakhir adalah rehabilitasi pelabuhan perikanan dan pengembangan standardisasi fasilitas pelabuhan perikanan untuk mendukung bersandarnya armada tangkap (perahu dan kapal) sehingga dapat mendukung ekspor komoditas perikanan. Ekspor komoditas ini perlu ditunjang oleh agroindustri berbasis perikanan untuk memberikan nilai tambah dan diversifikasi produk. Sementara itu kebijakan di bidang perikanan pertamatama memulihkan aset pelayanan publik dan aset produktif masyarakat serta menciptakan kegiatankegiatan padat karya sebagai sumber pendapatan sementara masyarakat. Kedua, memulihkan mata pencarian dan meningkatkan pendapatan masyarakat perikanan melalui

28

Fauziah: Yang Bangkit Bersama Ikan Kayu Cap Kapal Tsunamiditinggal mati suami dan harus membesarkan lima anak tentu tidak mudah. Itulah yang dihadapi Fauziah, 45 tahun, di awalawal pascatsunami. Setahun ia menumpang di rumah orangtua karena rumahnya sendiri hilang bersama tsunami. Setahun ia moratmarit soal ekonomi, sementara harus menyekolahkan para buah hati. BRR NADNias dan Disperindag Aceh telah membuka jalan hidup Fauziah, yang kini sudah bisa menguliahkan anaknya di IAIN ArRaniry, Universitas Serambi Mekkah, dan MTsN. Dia yang tadinya hanya ibu rumah tangga yang tak tahu berbuat apa dan harus memulai usahanya dari mana, sekarang punya usaha yang tergolong sebuah industri rumah tangga yang telah menampung sepuluh tenaga kerja.

HIDUP sebagai seorang janda

Suatu hari pada Oktober 2006, Fauziah mengikuti pelatihan pembuatan keumamah (ikan kayu) yang diselenggarakan BRR bekerja sama dengan Deperindag. Pascapelatihan, memang tak seorang pun yang menindaklanjuti pengetahuan dari pelatihan itu. Namun Fauziah berpikir, dia tak boleh menyianyiakan pengalaman berharga tersebut. Sebulan kemudian, Fauziah nekat bertarung untuk memenangkan kesempatan memperbaiki penghidupannya yang telah diporakporanda tsunami. Dengan modal Rp 500 ribu, Fauziah mulai membeli ikan untuk dijadikan keumamah, dengan tak lupa mengajak perempuanperempuan tetangga. Waktu itu Fauziah telah memiliki kompor, wajan, dan kukusan bantuan BRR. Pihak Oxfam memberi

kemudahan kredit bergulir sebesar Rp 66 juta (Rp 2,5 juta per orang, tahap pertama). Begitulah, tangantangan terampil para ibu tetangga telah membantu Fauziah menyiapkan ikan tuna/tongkol hingga akhirnya dirajang memanjang sekira kelingking kanakkanak sebelum dijual. Tak hanya kompor, wajan, dan dandang, BRR pun pernah membantu Fauziah soal pengepakan. BRR mendesain kemasan melalui Klinik Kemasan dan Merek (KKM), dan Fauziah mendapat 2.500 kotak kemasannya yang sederhana tapi apik. Kemasan keumamah itu diberi nama Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami. Kenapa Cap Kapal Tsunami? Ceritanya, sewaktu ombak (tsunami) kedua datang, Fauziah sembari menggendong anak bungsunya yang berusia lima bulan menyelamatkan diri

Ekonomi KehutananStrategi yang dipilih adalah merehabilitasi dan membangun kawasan pesisir, khususnya pada zona penyangga, kawasan tambak, dan hutan sesuai dengan rencana tata ruang dan karakter pantai. Strategi selanjutnya adalah memulihkan kegiatan perekonomian masyarakat yang berbasis sumber daya alam dengan menyediakan bahan dasar pembangunan. Tujuannya agar dapat mengantisipasi penebangan hutan yang terjadi

di atas sebuah kapal yang sampai kini bangkai kapalnya masih bercokol di atas sebuah rumah di daerah Lampulo, Kecamatan Kuta Alam. Dua tahun terakhir, Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami mulai dikenal luas. Setidaknya tujuh toko pangan terkenal di Banda Aceh, Bandara Sultan Iskandar Muda, hingga beberapa toko di Sabang, sudah ikut memasarkan ikan kayu buatan Fauziah. Produknya pun kini dipasarkan bahkan sampai ke Pulau Jawa. Ada juga konsumen yang datang langsung ke rumahnya di Jalan Kenari I, Dusun TT Pulo Lampulo Lr I, Banda Aceh. Beruntungnya lagi, sudah ada pedagang dari Thailand yang menjajaki pemasaran Ikan Kayu Cap Kapal Tsunami ke Negeri Gajah Putih itu. Fauziah yang proaktif selalu berusaha ikut pameran. Belum lama ini dalam sebuah pameran di Banda Aceh, Presiden Yudhoyono pun sempat melihat produk usaha Fauziah. Tak ketinggalan Fauziah pun sempat ikut

pameran di Penang Fair. Pada musim haji baru lalu, keumamah Fauziah pun ikut ke Tanah Suci lewat bekal yang dibawa sejumlah jemaah. Walau omzet Fauziah ratarata tak sampai Rp 4 juta per bulan, Fauziah mengaku hampir tak bisa memenuhi pesanan yang datang. Fauziah pun masih terganjal menyediakan kemasan seperti bantuan BRR. Selama ini Fauziah hanya mengandalkan kemasan palastik biasa Rp 12 ribu per 100 gram (yang dikemas kotak Rp 15 ribu per 100 gram). Itu sebabnya Fauziah berniat hendak meminjam kredit untuk mengembangkan usahanya. Dia sangat bersyukur, dua tahun ini telah bisa mempekerjakan sepuluh karyawan dengan upah merajang keumamah Rp 500/dua kilogram, lalu bisa merenovasi rumahnya (bantuan CARE, tipe 45) dengan menyulap teras rumah menjadi ruang tamu, membeli sepeda motor, dan menguliahkan dua anak.

Diamdiam, Fauziah juga mempunyai usaha sewa pakaian pengantin. Fauziah pun mengisi waktunya dengan membuka koperasi bagi perempuan yang dinamai KSM Tuna. Koperasi ini bukan atas nama kelompok tapi atas nama atas nama pribadi dan beranggotakan 50 orang. Kendati kini Fauziah telah bisa sedikit bernapas lega, tetap saja ada saatsaat kurang bagus baginya. Bila musim gelombang tinggi dan angin kencang datang, Fauziah hanya sanggup membeli 4050 kilogram ikan (normalnya100150 kilogram). Sebab saat seperti itu ikan sangat mahal. Namun prinsip Fauziah, produksi harus tetap jalan supaya tak putus dengan pelanggan. Selebihnya, Fauziah sedang mengumpulkan rupiah untuk memasok kemasan seperti bantuan BRR. Menurut Fauziah, pesanan 3.000 kotak sama dengan Rp 5 juta, mahal juga untuk pengusaha sekelas dia.

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

pengembangan industri perikanan yang tangguh dan andal. Pengembangan industri ini dapat memberikan nilai tambah produk sehingga dapat diterima pasar dan juga untuk memperbaiki kualitas dan kontinuitas produk tersebut. Ketiga, mengembangkan infrastruktur perikanan yang andal guna merangsang investasi industri perikanan. Infrastruktur perikanan yang rusak perlu segera diperbaiki atau dibangun karena tanpa infrastruktur yang baik investasi akan sulit direalisasikan dan pada akhirnya aktivitas ekonomi sulit untuk berkembang.

29

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

melalui pelibatan masyarakat dan penggunaan pranata sosial dan budaya lokal dalam pelestarian hutan lindung dan pengendalian pemanfaatan hutan lainnya. Sedangkan strategi yang terakhir adalah pemulihan sistem kelembagaan pemerintahan Departemen Kehutanan serta dinas kehutanan provinsi dan kabupaten. Alasannya, bencana telah menyebabkan sistem kelembagaan lumpuh atau tidak berjalan secara optimal. Kebijakan yang pertama dijalankan adalah pemulihan kawasan pesisir, penyangga, mangrove, hutan pantai, dan hutan alam yang rusak baik akibat bencana alam maupun yang telah mengalami degradasi. Kedua, peningkatan perlindungan terhadap kawasan hutan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, pemulihan kembali perekonomian masyarakat yang berbasis sumber daya hutan karena masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan mempunyai peran penting untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Tanpa perbaikan ekonomi mereka, kelestarian hutan tidak akan terjamin secara baik. Terakhir, peningkatan SDM dan tenaga teknis di bidang kehutanan.

30

Pengembangan Usaha (Industri dan Perdagangan, Koperasi, UKM, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata)Industri dan PerdaganganStrategi pertama yang diterapkan adalah memulihkan kembali sarana perdagangan yang rusak akibat bencana. Tanpa perbaikan sarana perdagangan seperti pasar, aktivitas ekonomi akan terhenti atau tidak berjalan. Kedua, menumbuhkembangkan industri kecil dan menengah (IKM) yang sudah lumpuh. IKM yang sudah tidak berdaya ini perlu segera didukung secara penuh sehingga aktivitas ekonomi dapat bangkit kembali. Ketiga, membangkitkan aktivitas perdagangan juga merupakan strategi yang penting digariskan untuk mendukung bidang pengembangan usaha. Adapun kebijakan pertama yang diambil adalah mengembangkan industri kecil yang berbasis pada potensi masyarakat seperti bordir, kopiah, rencong, dan kuekue kering. Kedua, menyediakan sarana dan prasarana perdagangan untuk memasarkan produk yang berkaitan dengan kebutuhan pokok maupun hasil produksi masyarakat. Ketiga, mengembangkan sistem perdagangan dan informasi produk seperti booklet, leaflet, dan brosur. Melalui penyebaran informasi produk ini diharapkan masyarakat dan investor lebih mengenal produkproduk unggulan yang dapat dijadikan peluang investasi. Keempat, mengembangkan perekonomian yang berorientasi pasar sesuai dengan kemajuan teknologi melalui pembangunan keunggulan kompetitif. Terakhir, mengembangkan industri, perdagangan, dan investasi dalam rangka meningkatkan daya saing khususnya UKM.

Tenaga KerjaStrategi pertama di bidang tenaga kerja adalah pembangunan lembaga pelayanan ketenagakerjaan pascabencana seperti balai latihan kerja (BLK). Alasannya BLK mempunyai fungsi untuk menciptakan tenaga terampil yang andal. Hal ini bertujuan

Sedangkan kebijakan pertama yang diambil adalah melakukan penyempurnaan berbagai perluasan kesempatan kerja melalui penciptaan berbagai peluang kerja. Ini dilakukan agar angkatan kerja atau pengangguran dapat memperoleh pekerjaan lebih cepat. Kedua, mengoordinasikan penyusunan rencana tenaga kerja dan informasi pasar kerja dengan instansi terkait (dinas tenaga kerja) yang melibatkan dunia usaha secara luas. Hal ini dirumuskan mengingat banyak angkatan kerja yang belum atau tidak mengetahui informasi kerja secara terbuka sehingga akses mereka terhadap peluang pekerjaan menjadi terhambat. Terakhir, menyelenggarakan programprogram pelatihan dan magang tenaga kerja berbasis kompetensi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja yang bekerja sama dengan dunia usaha.

Koperasi dan UKMDi bidang koperasi dan UKM, strategi pertama yang dijalankan adalah menyediakan insentif atau fasilitas permodalan kepada anggota koperasi. Mereka umumnya kekurangan atau tidak memiliki modal yang cukup untuk mengembangkan usahanya. Kedua adalah membantu pendirian pasarpasar, baik pasar tradisional maupun pasar grosir, yang diharapkan aktivitas ekonomi masyarakat berlangsung secara baik. Ketiga adalah memfungsikan koperasi untuk pendistribusian bahan pokok di Aceh dengan dana yang tersedia. Bantuan modal yang diberikan kepada masingmasing koperasi tersebut dapat digunakan untuk menjaga ketersediaan bahan pokok. Strategi terakhir, membangun basis kelembagaan (koperasi) berdasarkan prinsipprinsip syariah dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, seperti dinas koperasi dan pemerintah daerah setempat. Adapun kebijakan yang diambil adalah meningkatkan pemberdayaan ekonomi lokal, terutama UKM dengan pembangunan jaringan dengan perusahaan besar. UKM dapat mandiri jika mempunyai mitra usaha dengan perusahaanperusahaan besar yang telah mempunyai pengalaman luas dalam mengelola perusahaannya.

PariwisataStrategi pertama yang diambil adalah merehabilitasi dan merekonstruksi sarana dan prasarana pariwisata. Kedua, pemugaran kawasan wisata dan pengembangan sarana objek wisata. Ketiga adalah menciptakan dan menumbuhkan atmosfer dan citra positif serta kondusif bagi pembangunan dan pengembangan pariwisata. Hal ini perlu dilakukan mengingat citra pariwisata Aceh cenderung negatif akibat konflik. Strategi terakhir adalah mengembangkan usaha ekonomi masyarakat di bidang kepariwisataan seperti wisata kuliner yang dapat mendukung kemandirian pelaku usaha tersebut.

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

untuk mengurangi tekanan besarnya tingkat pengangguran pascabencana. Kedua, pelatihan teknis keterampilan berbasis kompetensi masyarakat. Adapun strategi yang terakhir adalah pemberian bekal peralatan kepada tenaga kerja yang telah dilatih agar dapat bekerja secara mandiri. Tujuannya, peserta dapat bekerja langsung mempraktekkan keterampilan yang telah diperolehnya selama pelatihan agar langsung bisa mandiri.

31

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Adapun kebijakan pertama yang diambil adalah merehabilitasi dan merekonstruksi sarana dan prasarana pariwisata yang rusak atau belum berkembang. Hal ini dilakukan untuk mendukung ekonomi masyarakat yang berkecimpung di bidang kepariwisataan. Kedua adalah mengembangkan usaha jasa dan objek pariwisata berwawasan lingkungan yang berbasiskan nilainilai dan budaya masyarakat. Ketiga adalah memberdayakan dan menguatkan pranata kelembagaan sektor pariwisata. Umumnya, kelembagaan sektor pariwisata masih lemah dan belum berkembang menjadi sektor dengan orientasi bisnis. Terakhir, merencanakan pengembangan kepariwisataan Aceh dan Kepulauan Nias.

Pengelolaan ProgramPerencanaanSalah satu fungsi Kedeputian Bidang Ekonomi dan Usaha adalah merencanakan programprogram prioritas yang dapat dituangkan di dalam rencana kerja. Acuan utama yang menjadi dasar perencanaan ini adalah rencana induk. Penyusunan rencana program ini dilakukan melalui dua tahapan. Pertama, menganalisis program dan kegiatan yang disebutkan di dalam rencana induk. Hasil dari analisis ini berupa data yang harus diverifikasi kembali oleh masingmasing bidang di lapangan. Proses ini melibatkan masyarakat sebagai pelaku di lapangan. Agar penyusunan program lebih mantap, diperlukan koordinasi dengan dinas terkait secara intensif. Koordinasi ini penting karena dinasdinas terkait tersebut adalah anggota tim teknis yang menjalankan fungsi kontrol terhadap keberhasilan suatu program yang akan diimplementasikannya. Kedua, setelah melalui proses verifikasi, validasi, serta interpretasi dari program dan sasaran yang ada di rencana induk, dilakukan penyusunan program yang dituangkan di dalam rencana kerja yang dikenal dengan rencana kerja anggarankementerian lembaga (RKAKL). RKAKL ini mengacu kepada pagu anggaran yang dialokasikan di dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) untuk masingmasing Satuan Kerja di kedeputian ini. Penentuan program prioritas tersebut berdasarkan rencana induk dengan menggunakan matrik penentuan program prioritas pengembangan ekonomi dan usaha (Gambar 3.3.). Matrik tersebut memberikan arahan apa saja yang menjadi fokus program dan kegiatan pada dua fase, yakni fase rehabilitasi dan fase rekonstruksi. Pada fase rehabilitasi (20052006), program dan kegiatan utama adalah program dan kegiatan yang telah disebutkan di dalam rencana induk dan memang dibutuhkan meskipun tidak berkesinambungan (kuadran 1). Sebaliknya program dan kegiatan yang tidak disebutkan secara jelas di dalam rencana induk dan tidak berkesinambungan (kuadran 2) harus dihindari. Contoh dari program yang termasuk dalam kuadran 1 adalah rehabiltasi sawah, rehabiltasi tambak, bantuan agroinput, perahu, ternak, dan modal.

32

Gambar 3.3 Matrik Penentuan Program Prioritas Pengembangan Ekonomi dan Usaha

TINGGI

Sangat jelas dalam rencana induk, dibutuhkan, namun tidak berkesinambungan

Sangat jelas dalam rencana induk, dan berkesinambungan

TSUNAMI

(kebutuhan) Rencana Induk Penanganan bencana

Tidak ada dalam rencana induk, dan tidak pula berkesinambunganRENDAH

Tidak jelas dalam rencana induk, namun berkesinambungan

NONTSUNAMI

RENDAH

TINGGI

PENGEMBANGAN EKONOMI YANG BERKELANJUTAN

Pada fase rekonstruksi (20072008) diprioritaskan program dan kegiatan yang disebutkan di dalam rencana induk dan berkesinambungan (kuadran 4). Kemudian program yang tidak disebutkan di dalam rencana induk, namun berkesinambungan juga menjadi program dan kegiatan yang dipertimbangkan untuk dilakukan (kuadran 3). Contoh program bidang pengembangan usaha yang masuk kuadran 4 adalah rehabilitasi dan rekonstruksi balai latihan kerja yang disertai pelatihanpelatihan untuk menekan tingkat pengangguran di Aceh. Contoh program di bidang perdagangan untuk menunjang keberlanjutan aktivitas ekonomi masyarakat dalam skala yang lebih luas adalah pembangunan Pasar Grosir Bireuen. Program prioritas di bidang pertanian adalah perbaikan dan pembangunan balai benih utama dan balai benih induk untuk menghasilkan benihbenih padi dan palawija berkualitas unggul. Selanjutnya program untuk menjaga pasokan daging yang dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal dan ekspor dibangun pengembangan kawasan peternakan.

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

MASA REHABILITASI

MASA REKONSTRUKSI DAN MASA DEPAN

33

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

Di bidang perikanan, dilakukan pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, untuk menunjang berlabuhnya kapalkapal ikan dengan ukuran besar (30100 GT). Kemudian, pengadaan kapal ukuran 30 GT yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi modern yang diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkap nelayan agar nelayan tidak lagi menjadi penonton beroperasinya kapalkapal asing di Samudera Indonesia. Bahkan tidak jarang kapal asing dengan ukuran besar ini tertangkap oleh pihak keamanan karena beroperasi di kawasan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Dapat dibayangkan, betapa besarnya potensi ikan di perairan Aceh yang dikuras oleh nelayannelayan asing. Beberapa program yang masuk kuadran 3 adalah program KKM, EDC, dan IOO. KKM dirancang untuk menyediakan jasa konsultasi agar produk unggulan Aceh dapat diterima pasar lokal dan pasar ekspor. Kemasan yang dihasilkan KKM ini dapat bersaing dengan produk lainnya yang masuk ke Aceh. Sedangkan EDC ditujukan untuk mendukung pengembangan ekspor komoditas unggulan Aceh. Selanjutnya, untuk mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat dan ekonomi regional, kedeputian ini membentuk IOO yang bertujuan memfasilitasi pengusaha Aceh dengan investor dalam dan luar negeri. Masuknya investasi akan membuka lapangan kerja baru untuk menekan tingkat pengangguran dan dapat meningkatkan PAD Aceh secara berkesinambungan. Namun, ada beberapa kendala perencanaan yang dihadapi pada tahap awal (fase rehabilitasi). Perencanaan program yang didasarkan pada data kerusakan dan kerugian yang ada di dalam rencana induk cenderung sulit untuk diimplementasikan. Sementara itu, untuk mendapatkan data yang valid tentang berapa nilai kerugian dan nilai asetaset ekonomi yang rusak juga sulit untuk dilakukan dalam waktu yang terbatas. Belum lagi sulitnya menghitung berapa nilai kerugian usaha yang dialami oleh para pelaku usaha kecil sampai besar. Sebagai contoh di bidang perikanan, sulit mendapatkan datadata berapa nilai satu unit kapal yang rusak karena ukuran kapal bervariasi. Bahkan antara ukuran kapal yang dioperasikan dan surat yang terdata di instansi yang berwenang tidak sama. Begitu pula di sektor pertanian dan bidang usaha lainnya. Akibat terbatasnya waktu, kedeputian ini menggunakan data analisis kerugian dan kerusakan yang telah dianalisis ulang plus data analisis kerugian dan kerusakan dari berbagai sumber, di antaranya dari instansi pusat dan daerah. Ini dilakukan untuk mempercepat pemulihan pendapatan dan mata pencarian pada fase rehabilitasi. Selanjutnya, untuk memperkaya proses perencanaan di tahun berikutnya, pada awal 2006 dilakukan forumforum koordinasi untuk menyosialisasikan program Tahun Anggaran 2006 dan mencari masukan untuk program 2007. Di bidang pertanian dan perikanan dilakukan rapat teknis yang melibatkan pemangku kepentingan di Provinsi NAD dan Nias. Khusus untuk dana yang bersumber dari Earthquake and Tsunami Emergency Support ProgramAsian Development Bank (ETESPADB) komponen pertanian

34

Kemasan Menarik, Pembeli Melirikahli pemasaran belakangan ini menganggap kemasan sebagai salah satu strategi pemasaran yang penting. Menurut Hermawan Kartajaya, pakar pemasaran asal Indonesia dalam bukunya Marketing Plus 2000 Siasat Memenangkan Persaingan Global, kemajuan teknologi membuat kemasan produk kini berubah fungsi. Kemasan bukan sekadar pelindung atau wadah, melainkan juga menjual produk yang ada di dalamnya. Mau tak mau penampilan kemasan harus punya daya tarik, di samping tentu saja kualitas produk dan layanan purnajual, agar produk laris di pasaran. Menyadari peran vital kemasan produk, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias bersama Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi NAD, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi NAD berinisiatif mendirikan Klinik Kemasan dan Merek (KKM) untuk membantu para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Aceh dalam mendesain kemasan dan merek produk mereka, agar tampil lebih modern dan bernilai jual tinggi. Dengan merek dan desain kemasan yang kreatif dan inovatif, produkproduk UKM dari NAD diyakini bakal lebih mampu bersaing di pasar nasional dan internasional sehingga dapat meningkatkan pendapatan perekonomian rakyat Aceh. Sejak Mei 2007 KKM sudah mulai menggelar layanan konsultasi dan merek untuk sebelas UKM di Aceh. Secara struktural KKM berada di bawah Kantor Penunjang Pelaku Investasi (Investor Outreach Office/IOO), unit bentukan Kedeputian Ekonomi dan Usaha BRR. Sekitar tujuh bulan berselang, tepatnya pada 5 Desember 2007, KKM resmi dibuka dengan menawarkan sejumlah layanan sepertiftaran Penda

Sel

ek si

Pembi naan

n rnaa Penyempumasan Ke Desain

Pro

os m

nB pa Um

konsultasi kemasan, konsultasi dan pendampingan merekhak cipta, desain kemasan, pengembangan merek, serta promosi produk. Dalam menjalankan fungsinya, KKM menjalin kerja sama dengan beberapa instansi terkait antara lain Dinas Disperindag dan Dinas Koperasi untuk mengetahui data seluruh UKM yang ada di Aceh, Departemen Hak Asasi Manusia menyangkut regulasi hak kekayaan intelektual, Dinas Pengawasan Obat dan Makanan berkaitan dengan sertifikasi Departemen Kesehatan, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh untuk sertifikasi halal, serta Badan Riset dan Standardisasi menyangkut regulasi standar nasional Indonesia, barcode, dan standar ISO. UKMUKM di Aceh bisa memperoleh layanan gratis KKM dengan syarat UKM tersebut sudah beroperasi selama

lebih dari setahun, memiliki produk berkualitas, punya keinginan kuat untuk mengembangkan usahanya bersama KKM, serta bersedia diseleksi dan disurvei oleh tim KKM. Hasil seleksi dan survei tim KKM inilah yang kemudian akan menentukan, apakah suatu UKM membutuhkan pembinaan menyeluruh yang meliputi paket lengkap fasilitas layanan KKM, atau memperoleh pembinaan parsial yang UKM dapat memilih salah satu jenis layanan yang ditawarkan KKM. Meski usianya baru seumur jagung, kehadiran KKM dinilai sangat membantu keberhasilan pemasaran produkproduk UKM di Aceh. Tak heran, setelah purnabakti BRR, KKM diambil alih Pemda NAD, begitu pula nasib Investor Outreach Office (IOO) dan Export Development Center (EDC).

k

iP

ro du

i al

k

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

BANYAK

y rve Su

35

EKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

36

Produk Bagus, Ekspor Muluslama keharuman kopi Aceh tercium oleh Starbucks Coffee Company, perusahaan asal Seattle, Amerika Serikat, yang memiliki jaringan luas di dunia. Sepuluh tahun belakangan ini Starbucks menerima kiriman biji kopi dari para petani kopi asal Aceh, namun tidak jarang terdapat jurang antara kualitas biji kopi yang diharapkan Starbucks dan yang dikirim para petani kopi Aceh. Bagi perusahaan sekaliber Starbucks, kualitas adalah satu elemen yang tidak mau dikompromikannya. Perusahaan ini menyatakan akan terlibat lebih banyak dalam membantu para petani kopi di Aceh meningkatkan kualitas kopinya. Kami akui dulu memang kami kurang aktif membantu. Buying group kami di bawah payung Starbucks Coffee Trading Company (SCTC) yang ada di Swiss enggan datang ke Aceh karena kondisi keamanan yang kurang kondusif. Sekarang kondisinya telah berubah sehingga tidak ada alasan lagi bagi kami untuk tidak datang ke Aceh, ungkap Scott McMartin, Direktur Coffee and Tea Education & Green Coffee Sustainability, Starbucks Coffee Company, saat bertemu Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh, dan rombongan di kantor pusat Starbucks seperti diberitakan Serambi Indonesia pada 24 September 2007. Masalah kualitas produkproduk dalam negeri sering menjadi batu sandungan memasuki pasar ekspor. Maka, untuk mendukung ekspor hasil bumi dan berbagai produk potensial Aceh ke mancanegara, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias meresmikan Pusat Pengembangan Ekspor atau Export Development Center (EDC) pada 21 Februari 2008. EDC merupakan unit bidang ekspor yang dibentuk BRR dengan dukungan Pemerintah Provinsi NAD, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdag), serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi NAD. Melalui EDC dapat diperoleh berbagai informasi seputar komoditas ekspor di Aceh, regulasi di bidang ekspor, dan tata cara ekspor yang mudah bagi para eksportir maupun pembeli dari luar negeri (buyer). Selain menjadi sumber informasi, EDC berperan sebagai mediator antara penjual dan pembeli dalam transaksi dagang, membantu para pengusaha Aceh menembus pasar internasional, di samping melakukan berbagai kegiatan pemasaran untuk mempromosikan komoditas Aceh dengan ikut berpartisipasi dalam berbagai pameran dagang nasional maupun internasional, serta memacu para produsen dan eksportir Aceh mengembangkan komoditas mereka agar lebih responsif menjawab permintaan pasar. Potensi komoditas Aceh meliputi sektor perikanan, pertanian, perkebunan, dan kerajinan rakyat dengan produkproduk ekspor yang dihasilkan antara lain kopi, damar, biji pinang, arang kayu, sapu lidi, blangkas, minyak nilam, minyak pala, minyak kelapa murni (VCO), rotan, kakao, pupuk urea, amonia, dan urea formal dehyde. Sejumlah negara yang menjadi tujuan ekspor komoditas Aceh di antaranya Kanada, Amerika Serikat, Meksiko, Inggris, Belanda, Jerman, Australia, Jepang, China, Taiwan, Thailand, India, Pakistan, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina. Kehadiran EDC diharapkan dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan bisnis ekspor, melancarkan kegiatan pelaksanaan bisnis antara eksportir dan pembeli, sehingga melepaskan ketergantungan Aceh terhadap provinsi lain dengan membuka jalur transaksi perdagangan langsung dengan para pembeli internasional.

SUDAH

Bagian 3. Merangkai Ulang Sendisendi Ekonomi

37

Aceh Bersolek, Investor MencolekEKONOMI: Kayuhan Jentera Kehidupan

dalam bahasa Aceh berarti jalanjalan sambil melihatlihat, sedangkan Cakradonya bermakna kabar ke seluruh dunia itulah acara yang diusung Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menyambut Tahun Kunjungan Wisata Indonesia 2008 dan Tahun Investasi Aceh. Lewat acara Diwana Cakradonya yang digelar pada 1217 April 2008 itu, pintu Serambi Mekkah terbuka lebar bagi para wisatawan maupun usahawan. Setelah terpuruk akibat konflik internal puluhan tahun dan musibah gempa bumi disertai tsunami akhir 2004, Aceh bak putri yang tengah bersolek. Pembangunan kembali melalui berbagai program di bawah koordinasi BRR selama hampir empat tahun membuat mata dunia melirik provinsi terbarat di Kepulauan Indonesia ini. Jumlah para investor bakal meningkat terus dari hari ke hari, mengingat iklim investasi yang sangat kondusif di Aceh, setelah penandatanganan nota kesepahaman damai (MoU) Helsinki 15 Agustus 2005 ditambah lahirnya UndangUndang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Sudah sepatutnya pemda memanfaatkan peluang emas ini demi kebangkitan perekonomian Aceh. Mencermati perkembangan ke arah itu, sejak akhir 2006 BRR bersama BKPMD Provinsi NAD, International Finance Corporation (IFC), serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi NAD memprakarsai pembukaan Kantor Penunjang Pelaku Investasi atau Investor Outreach Office (IOO). IFC dan Foreign Investment advisory Service (FIAS), keduanya merupakan bagian dari Bank Dunia yang berpe