seri buku brr - buku 4 - pengawasan

Upload: nur-ul

Post on 19-Jul-2015

184 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

PENGAWASANK i k i s Ko r u p s i Ta n p a To l e ra n s i

BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NADNIAS (BRR NADNIAS) 16 April 2005 16 April 2009

Kantor Pusat Jl. Ir. Muhammad Thaher No. 20 Lueng Bata, Banda Aceh Indonesia, 23247 Telp. +62651636666 Fax. +62651637777 www.eacehnias.org know.brr.go.id Pengarah Penggagas Editor Editor Bahasa Penulis

Kantor Perwakilan Nias Jl. Pelud Binaka KM. 6,6 Ds. Fodo, Kec. Gunungsitoli Nias, Indonesia, 22815 Telp. +6263922848 Fax. +6263922035

Kantor Perwakilan Jakarta Jl. Galuh ll No. 4, Kabayoran Baru Jakarta Selatan Indonesia, 12110 Telp. +62217254750 Fax. +62217221570

: Kuntoro Mangkusubroto : Ramli Ibrahim : Yustra Iwata Alsa : Cendrawati Suhartono (Koordinator) Margaret Agusta (Kepala) : Suhardi Soedjono : Edi Sihotang Ferry Apriadi Joko Sutrisno Kotot Gutomo Natalis Pigay

Fotografi Desain Grafis

: Arif Ariadi Bodi Chandra : Amel Santoso Bobby Haryanto (Kepala) Edi Wahyono Wasito

Penyelaras Akhir : Ricky Sugiarto (Kepala) Rudiyanto Vika Octavia

Alih bahasa ke Inggris Editor Editor Bahasa Penerjemah : Harumi Supit : Margaret Agusta : Leony Aurora

Penyusunan Seri Buku BRR ini didukung oleh Multi Donor Fund (MDF) melalui United Nations Development Programme (UNDP) Technical Assistance to BRR Project

ISBN 9786028199353

Melalui Seri Buku BRR ini, Pemerintah beserta seluruh rakyat Indonesia dan BRR hendak menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas uluran tangan yang datang dari seluruh dunia sesaat setelah gempa bertsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 serta gempa yang melanda Kepulauan Nias pada 28 Maret 2005. Empat tahun berlalu, tanah yang dulu porakporanda kini ramai kembali seiring dengan bergolaknya ritme kehidupan masyarakat. Capaian ini merupakan buah komitmen yang teguh dari segenap masyarakat lokal serta komunitas nasional dan internasional yang menyatu dengan ketangguhan dan semangat para korban yang selamat meski telah kehilangan hampir segalanya. Berbagai dinamika dan tantangan yang dilalui dalam upaya keras membangun kembali permukiman, rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur lain, seraya memberdayakan para penyintas untuk menyusun kembali masa depan dan mengembangkan penghidupan mereka, akan memberikan pemahaman penting terhadap proses pemulihan di Aceh dan Nias. Berdasarkan hal tersebut, melalui halamanhalaman yang ada di dalam buku ini, BRR ingin berbagi pengalaman dan hikmah ajar yang telah diperoleh sebagai sebuah sumbangan kecil dalam mengembalikan budi baik dunia yang telah memberikan dukungan sangat berharga dalam membangun kembali Aceh dan Nias yang lebih baik dan lebih aman; sebagai catatan sejarah tentang sebuah perjalanan kemanusiaan yang menyatukan dunia.

Saya bangga, kita dapat berbagi pengalaman, pengetahuan, dan pelajaran dengan negaranegara sahabat. Semoga apa yang telah kita lakukan dapat menjadi sebuah standar dan benchmark bagi upayaupaya serupa, baik di dalam maupun di luar negeri.Sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Upacara Pembubaran BRR di Istana Negara, 17 April 2009 tentang keberangkatan tim BRR untuk Konferensi Tsunami Global Lessons Learned di Markas Besar PBB di New York, 24 April 2009

Petugas Kedeputian Pengawasan BRR NADNias melakukan audit lapangan di proyek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Langsa, Aceh Timur, 3 Juli 2008. Foto: Dokumentasi BRR

Daftar isiPendahuluan Bagian 1. Bencana Datang, Korupsi MenghadangSimpati Mengalir, Donor Khawatir Gubernur Masuk Rutan, Pemerintah Jungkir Balik Satuan Kerja: Pelaksana Tumpuan BRR Satker Menggelembung, Pengendalian Limbung

viii 11 4 6 11

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan TerpaduMenggagas Visi dan Mewujudkan Misi Bidang Pengawasan Menetapkan PilarPilar Fungsi dan Strategi Menjadikan Pemeriksaan (Audit) Internal sebagai Kebutuhan Menggebrak Lewat Satuan Anti Korupsi (SAK)

1314 15 16 17

Bagian 3. Sapu Bersih Segala BidangMembentengi Para Karyawan dan Auditor Menetapkan dan Mengelola Kinerja Melaporkan Harta Kekayaan Para Penyelenggara Negara Mengawal Pengadaan Barang/Jasa Sesuai dengan Peraturan Mengendus Dugaan Korupsi dalam Tubuh Sendiri Mengokohkan Transparansi dan Akuntabilitas Lewat Pemanfaatan Teknologi Informasi Mendukung Aparat Penegak Hukum dalam Memerangi Korupsi Mendidik dan Membuka Akses bagi Masyarakat

2728 36 38 40 47 53 56 58

Bagian 4. Mendulang Hikmah Pengawasan Daftar Singkatan

65 76

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

viii

PendahuluanSELAMA tiga kali dua puluh empat jam, terhitung sejak 27 Desember 2004, SangSaka Merah Putih berkibar setengah tiang: bencana nasional dimaklumatkan. Aceh dan sekitarnya diguncang gempa bertsunami dahsyat. Seluruh Indonesia berkabung. Warga dunia tercengang, pilu. Tsunami menghantam bagian barat Indonesia dan menyebabkan kehilangan berupa jiwa dan saranaprasarana dalam jumlah yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Bagi yang selamat (penyintas), rumah, kehidupan, dan masa depan mereka pun turut raib terseret ombak. Besaran 9,1 skala Richter menjadikan gempa tersebut sebagai salah satu yang terkuat sepanjang sejarah modern. Peristiwa alam itu terjadi akibat tumbukan dua lempeng tektonik di dasar laut yang sebelumnya telah jinak selama lebih dari seribu tahun. Namun, dengan adanya tambahan tekanan sebanyak 50 milimeter per tahun secara perlahan, dua lempeng tersebut akhirnya mengentakkan 1.600an kilometer patahan dengan keras. Patahan itu dikenal sebagai patahan megathrust Sunda. Episentrumnya terletak di 250 kilometer barat daya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Retakan yang terjadi, yakni berupa longsoran sepanjang 10 meter, telah melentingkan dasar laut dan kemudian mengambrukkannya. Ambrukan ini mendorong dan mengguncang kolom air ke atas dan ke bawah. Inilah yang mengakibatkan serangkaian ombak dahsyat.

Hanya dalam waktu kurang dari setengah jam setelah gempa, tsunami langsung menyusul, menghumbalang pesisir Aceh dan pulaupulau sekitarnya hingga 6 kilometer ke arah daratan. Sebanyak 126.741 jiwa melayang dan, setelah tragedi tersebut, 93.285 orang dinyatakan hilang. Sekitar 500.000 orang kehilangan hunian, sementara 750.000an orang mendadak berstatus tunakarya. Pada sektor privat, yang mengalami 78 persen dari keseluruhan kerusakan, 139.195 rumah hancur atau rusak parah, serta 73.869 lahan kehilangan produktivitasnya. Sebanyak 13.828 unit kapal nelayan raib bersama 27.593 hektare kolam air payau dan 104.500 usaha kecilmenengah. Pada sektor publik, sedikitnya 669 unit gedung pemerintahan, 517 pusat kesehatan, serta ratusan sarana pendidikan hancur atau mandek berfungsi. Selain itu, pada subsektor lingkungan hidup, sebanyak 16.775 hektare hutan pesisir dan bakau serta 29.175 hektare terumbu karang rusak atau musnah. Kerusakan dan kehilangan tak berhenti di situ. Pada 28 Maret 2005, gempa 8,7 skala Richter mengguncang Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara. Sebanyak 979 jiwa melayang dan 47.055 penyintas kehilangan hunian. Dekatnya episentrum gempa yang sebenarnya merupakan susulan dari gempa 26 Desember 2004 itu semakin meningkatkan derajat kerusakan bagi Kepulauan Nias dan Pulau Simeulue. Dunia semakin tercengang. Tangantangan dari segala penjuru dunia terulur untuk membantu operasi penyelamatan. Manusia dari pelbagai suku, agama, budaya, afiliasi politik, benua, pemerintahan, swasta, lembaga swadaya masyarakat, serta badan nasional dan internasional mengucurkan perhatian dan empati kemanusiaan yang luar biasa besar. Dari skala kerusakan yang diakibatkan kedua bencana tersebut, tampak bahwa sekadar membangun kembali permukiman, sekolah, rumah sakit, dan prasarana lainnya belumlah cukup. Program pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi) harus mencakup pula upaya membangun kembali struktur sosial di Aceh dan Nias. Trauma kehilangan handaitaulan dan cara untuk menghidupi keluarga yang selamat mengandung arti bahwa program pemulihan yang ditempuh tidak boleh hanya berfokus pada aspek fisik, tapi juga nonfisik. Pembangunan ekonomi pun harus bisa menjadi fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan daerah pada masa depan. Pada 16 April 2005, Pemerintah Republik Indonesia, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2005, mendirikan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara (BRR). BRR diamanahi tugas untuk mengoordinasi dan menjalankan program pemulihan AcehNias yang dilandaskan pada

Pendahuluan

ix

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

partisipasi aktif masyarakat setempat. Dalam rangka membangun AcehNias secara lebih baik dan lebih aman, BRR merancang kebijakan dan strategi dengan semangat transparansi, untuk kemudian mengimplementasikannya dengan pola kepemimpinan dan koordinasi efektif melalui kerja sama lokal dan internasional. Pemulihan AcehNias telah memberikan tantangan bukan hanya bagi Pemerintah dan rakyat Indonesia, melainkan juga bagi masyarakat internasional. Kenyataan bahwa tantangan tersebut telah dihadapi secara baik tecermin dalam berbagai evaluasi terhadap program pemulihan. Pada awal 2009, Bank Dunia, di antara beberapa lembaga lain yang mengungkapkan hal serupa, menyatakan bahwa program tersebut merupakan kisah sukses yang belum pernah terjadi sebelumnya dan teladan bagi kerja sama internasional. Bank Dunia juga menyatakan bahwa kedua hasil tersebut dicapai berkat kepemimpinan efektif dari Pemerintah. Upaya pengelolaan yang ditempuh Indonesia, tak terkecuali dalam hal kebijakan dan mekanisme antikorupsi yang diterapkan BRR, telah menggugah kepercayaan para donor, baik individu maupun lembaga, serta komunitas internasional. Tanpa kerja sama masyarakat internasional, kondisi Aceh dan Nias yang porakporanda itu mustahil berbalik menjadi lebih baik seperti saat ini. Guna mengabadikan capaian kerja kemanusiaan tersebut, BRR menyusun Seri Buku BRR. Kelimabelas buku yang terkandung di dalamnya memerikan proses, tantangan, kendala, solusi, keberhasilan, dan pelajaran yang dituai pada sepanjang pelaksanaan program pemulihan AcehNias. Upaya menerbitkannya diikhtiarkan untuk menangkap dan melestarikan inti pengalaman yang ada serta mengajukan diri sebagai salah satu referensi bagi program penanganan dan penanggulangan bencana di seluruh dunia. Buku Kikis Korupsi Tanpa Toleransi ini mengulas bagaimana dana bantuan masyarakat internasional dan APBN yang mengalir deras ke Aceh dan Nias, ditambah dengan masifnya jumlah paket serta Satuan Kerja yang terlibat dalam kegiatan Pemulihan, telah menjadi tantangan tersendiri bagi Bapel BRR dalam menyusun perencanaan dan pendekatan pengawasan. Desakan publik agar dalam mengelola trilyunan dana itu sebagai amanah benarbenar ditegakkan secara transparans dan akuntabel, cukup tinggi. Hal itu seiringsejalan dengan ikhtiar kuat BRR untuk mengikis penoleransian praktikpraktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Oleh sebab itu, sejumlah kebijakan, praktik, dan pengalaman BRR selama menjalankan fungsi pengendalian dan pengawasan perlu dicatat dan disebarluaskan.

x

Capaian 4 TahunRehabilitasi dan Rekonstruksi635.384 127.720orang kehilangan tempat tinggal orang meninggal dan 93.285 orang hilang usaha kecil menengah (UKM) lumpuh

104.500 155.182 195.726

tenaga kerja dilatih UKM menerima bantuan

xi

rumah rusak atau hancur hektare lahan pertanian hancur guru meninggal kapal nelayan hancur

139.195 140.304 73.869 69.979

rumah permanen dibangun hektare lahan pertanian direhabilitasi guru dilatih kapal nelayan dibangun atau dibagikan sarana ibadah dibangun atau diperbaiki kilometer jalan dibangun sekolah dibangun sarana kesehatan dibangun bangunan pemerintah dibangun jembatan dibangun pelabuhan dibangun bandara atau airstrip dibangun

1.927 39.663

13.828 7.109

sarana ibadah rusak kilometer jalan rusak sekolah rusak

1.089 3.781

2.618 3.696

3.415 1.759

sarana kesehatan rusak bangunan pemerintah rusak jembatan rusak pelabuhan rusak bandara atau airstrip rusak

517 1.115

669 996

119 363 22 23

8 13

Bencana Datang, Korupsi MenghadangApa pun kasusnya, kejadian tersebut telah membantu mengingatkan mereka yang ingin menarik keuntungan dari BRR bahwa lembaga itu tidak memainkan aturanaturan lama.The Wall Street Journal , 2 November 2005 melanda warga Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang tengah menikmati Minggu pagi nan cerah menjelang pengujung 2004. Gempa bumi dahsyat disusul tsunami menghantam hampir seluruh pesisir provinsi ini dengan kerusakan terparah melanda Banda Aceh, Aceh Besar, hingga pesisir barat Sumatera bagian utara. Selang tiga bulan, terjadi gempa bumi susulan di Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara, Simeulue, dan Aceh bagian selatan, yang menimbulkan kerusakan dan kerugian besar pula. Dua tragedi kemanusiaan tersebut membangkitkan semangat kebersamaan tidak saja di Indonesia, tapi juga dari seluruh bangsa di berbagai belahan bumi. Para pekerja kemanusiaan, sukarelawan, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam dan luar negeri, serta aparat pemerintah bahumembahu melakukan tugas kemanusiaan.

MUSIBAH

Simpati Mengalir, Donor KhawatirMereka yang tengah dilanda derita di mana pun di dunia patut mendapat pertolongan. Begitulah prinsip kemanusiaan universal. Saat tanggap darurat, tiga bulan pertama pascabencana, ribuan sukarelawan menyerbu Aceh dan Nias. Kapal perang, kapal induk, pesawat terbang, dan alat berat dikerahkan untuk mempercepat pertolongan bagi para korban. Boleh dikata, ini adalah operasi militer nonperang terbesar setelah Perang Dunia II. Foto udara Kota Banda Aceh, sekitar sungai Krueng Aceh, 6 Mei 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 1. Bencana Datang, Korupsi Menghadang

1

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

2

Dukungan Nasional dan Internasional dalam Tahap Tanggap DaruratBagian 1. Bencana Datang, Korupsi Menghadang

3

Dukungan Nasional 5.465 Relawan 124 Tim Medis 11.800 Personel Paramedis 493 Alat Berat 6.000 Personel Militer

Dukungan Internasional 34 Negara 16.000 Personel 117 Tim medis 1 RS Terapung 9 Kapal Induk 14 Kapal Perang 31 Pesawat Terbang 82 Helikopter

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Tak ayal lagi, simpati masyarakat dunia mengalir deras, hingga komitmen bantuan mencapai US$ 7,2 miliar. Jumlah komitmen superbesar itu memperlihatkan betapa mata dunia tertuju pada provinsi paling barat di Nusantara yang sebelumnya telah sengsara akibat konflik bersenjata sejak 1976 itu. Dunia menaruh harapan besar agar kehidupan Aceh, terutama, menjadi lebih baik selepas bencana. Pemerintah Indonesia sendiri sungguh bergantung pada dukungan dana di luar anggaran resminya (APBN) dalam membangun kembali Aceh dan Nias. Betapa tidak. Dana offbudget untuk rehabilitasi dan rekonstruksi AcehNias mencapai 69 persen dari para donor bilateral dan mutilateral (33 persen) serta dari LSM dalam dan luar negeri (36 persen). Tak berlebihan jika Pemerintah berharap janji para simpatisan mengucurkan bantuan bukan hanya sekadar pemanis bibir. Namun, di sisi lain, kecemasan dan kekhawatiran bercokol di lubuk hati para donor dan LSMjika dana sudah dikucurkan, bagaimana transparansi penggunaannya? Apakah dana tersebut benarbenar akan digunakan untuk memulihkan NADNias dan sampai di tangan penerima bantuan yang berhak?

4

Gubernur Masuk Rutan, Pemerintah Jungkir BalikWajar saja kalau para donor ketarketir soal penggunaan uang yang akan mereka hibahkan. Betapa tidak. Menurut data yang dilansir dalam Laporan Pertanggungjawaban Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada 2003, angka kemiskinan di provinsi ini merangkak naik terus dari tahun ke tahun. Pada 2001, angka kemiskinan di sini mencapai 25 persen, tahun berikutnya naik menjadi 33 persen, lalu pada 2003 naik lagi hingga lebih dari 40 persen. Kenyataan itu berbanding terbalik dengan besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diterima Pemerintah Provinsi NAD. Pada 2001, APBD provinsi ini sebesar Rp 543 miliar, pada 2002 melonjak menjadi Rp 1,5 triliun, lalu tahun berikutnya Rp 1,6 triliun. Lantas akal sehat akan bertanyatanya: ke mana larinya dana pembangunan sebesar itu? Apalagi, sekitar enam bulan sebelum terjadi bencana, Ir. H. Abdullah Puteh, Gubernur NAD saat itu, resmi dinyatakan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pembelian helikopter Mi2 merek PLC Rostov asal Rusia. Konon, helikopter itu dihargai senilai Rp 12,6 miliar dan dibeli dari uang hasil urunan 13 kabupaten/kota NAD, yang masingmasing merogoh kocek Rp 700 juta. Padahal TNI Angkatan Laut pernah membeli helikopter yang sama seharga Rp 6,5 miliar pada 2002. Diperkirakan negara telah dirugikan sedikitnya Rp 4 miliar lantaran kasus itu. Abdullah Puteh lantas digiring ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba setelah menjalani pemeriksaan KPK pada awal Desember 2004.

Korupsi memang telah mendarahdaging di negeri ini. Tengok saja siaran pers yang dirilis Transparency International Indonesia pada 20 Oktober 2004. Rilis yang dipublikasikan tiga hari setelah pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden ke6 Republik Indonesia sekaligus presiden pertama pilihan langsung masyarakat ini menggarisbawahi posisi yang menempatkan Indonesia di urutan ke6 dari 133 negara paling korup yang disurvei. Terpuruknya posisi Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi membuat pemerintah jungkir balik, apalagi Presiden Yudhoyono baru saja mengusung kepercayaan masyarakat. Pada 9 Desember 2004, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kepala Kepolisian, para kepala lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, dan wali kota. Butirbutir isinya antara lain meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik, baik dalam bentuk jasa maupun perizinan, melalui transparansi dan standardisasi pelayanan; melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah secara konsisten untuk mencegah berbagai macam kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan negara; menerapkan kesederhanaan, baik dalam

Pejabat Gubernur Azwar Abubakar turun langsung bertemu masyarakat barak dikawasan Lhoong Raya, Banda Aceh, 8 Agustus 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 1. Bencana Datang, Korupsi Menghadang

5

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Menaikkan Peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi:

Tantangan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 5 Tahun ke DepanIndeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sedikit meningkat dibanding nilai 3 tahun terakhir, dari 1,9 menjadi 2,0. Peningkatan ini kelihatan tidak signifikan, namun meningkat lumayan sejak tahun 1999 dan 2000, yang nilainya hanya 1,7. Indonesia, bersama dengan Angola, Republik Demokratik Kongo, Pantai Gading, Georgia, Tajikistan, dan Turkmenistan, merupakan negaranegara nomor lima terkorup dari 146 negara yang disurvei. Sejak tahun 1999, nilai IPK Indonesia berkisar hanya 1,72,0, dan reformasi belum berhasil menurunkan persepsi korupsi di Indonesia secara signifikan. Di negaranegara ASEAN, hanya Myanmarlah yang mempunyai peringkat lebih buruk daripada Indonesia. Artinya, upaya memberantas korupsi, walaupun perangkat hukum dan berbagai lembaga pengawas sudah dibangun, belum berjalan efektif. Memberantas korupsi sistemik merupakan tantangan terbesar bagi Presiden S.B. Yudhoyono, mengingat beliau dipilih oleh rakyat Indonesia berdasarkan platform antikorupsi. Dari laporan BPK saja, selama lima tahun, sejak 1999 hingga 2004, penyelewengan uang negara terjadi sebesar Rp 166,5 triliun, di mana sebesar Rp 144 triliun merupakan pelanggaran BlBI, sedangkan sisanya berasal dari kasuskasus lain.Sumber: Cuplikan Siaran Pers Transparency International Indonesia, 20 Oktober 2004. Catatan: Dalam rentang 20042008, peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) meningkat dari urutan 133 menjadi 126 dengan nilai IPK 2,6.

kedinasan maupun dalam kehidupan pribadi, dan penghematan dalam penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung pada keuangan negara; serta memberikan dukungan maksimal kepada upayaupaya yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK dalam melakukan penindakan terhadap perbuatan korupsi. Lalu terjadilah bencana alam itu. Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan melahirkan kasus besar: bagaimana membangun kembali wilayah dan masyarakat dengan infrastruktur fisik, kehidupan masyarakat, dan pemerintahan yang hampir seluruhnya lumpuh?

NIlAI

6

Satuan Kerja: Pelaksana Tumpuan BRRTahap tanggap darurat segera dimulai pada Januari 2005 hingga Maret 2005 dengan prioritas kegiatan menolong para korban yang masih hidup, memakamkan korban yang meninggal, serta memperbaiki prasarana dan sarana dasar agar dapat memberikan pelayanan memadai bagi para korban. Tiga bulan berselang, dimulailah masa rehabilitasi hingga Desember 2006, kemudian masa rekonstruksi sejak Januari 2007 hingga akhir Desember 2008. Sejak awal, Kepala Badan Pelaksana (Bapel) BRR NADNias telah mencanangkan komitmen untuk tidak memberikan toleransi terhadap korupsi sekecil apa pun dalam tubuh BRR. Sejatinya tak mudah meneguhkan komitmen tersebut, mengingat lingkungan yang umumnya skeptis terhadap upaya pemberantasan korupsi menjadi kendala utama. Belum lagi perilaku dunia usaha yang terbiasa menggunakan segala cara untuk memenangi pelelangan, serta penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh oknum pejabat yang korup, yang menjadikan peneguhan komitmen no systemic corruption seperti menegakkan benang basah.

Meskipun pengelolaan dana pemerintah dalam APBN untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di NAD dan Nias berada di bawah tanggung jawab Kepala Bapel BRR, dalam pelaksanaannya Kepala Bapel memberikan kuasa kepada para Kepala Satuan Kerja (Satker) untuk merealisasi pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi di lapangan. Karena

Gambar1.1. Mekanisme Kerja Satuan Kerja (Satker): Alur Kerja Pelaporan Pengadaan Barang/Jasa

Pengguna Anggaran/ BPRRKepala BRR

Pejabat PAMenteri/ Gubernur/ Bupati/ Walikota Dirjen/ Kepala Dinas

KPA/SatkerKepala satker Sementara

Panitia/ Pejabat PengadaanPanitia lelang Rencana Pengadaan

BRRPMCS & PLP

Penyedia Barang/JasaKonsultan Kontraktor BNHMN/ Masyarakat/ lSM

Tenaga Ahli EVAlUASI laporan A

letter of Objection/ Surat Rekomendasi Ya Ya Keberatan? Tidak Ya

Pemaketan Mengelola Pengadaan Tender Ulang/ Proses Ulang Tidak Setuju? Ya Penetapan Pemenang Menjawab Sanggahan Penandatanganan Kontrak

Pengumuman Pembukaan Dokumen Evaluasi Penetapan Calon Pemenang Tender Pengumuman Pemenang Pembuatan Kontrak

Pendaftaran Pengambilan Penyiapan dan Penyerahan Dokumen Penawaran

laporan B

Ya

Pengawasan Melekat

Sanggahan? Tidak

Monitoring dan Evaluasi

laporan C

Pelaksanaan Konsultasi/ Konstruksi

laporan Swakelola Penetapan Pelaksana Swakelola Pelaksanaan Bantuan Penelitian

Bagian 1. Bencana Datang, Korupsi Menghadang

Namun sekali melangkah pantang surut ke belakang. Apalagi dana onbudget dari APBN untuk Tahun Anggaran (TA) 2005 telah disisihkan, begitu pula dana offbudget dari kocek para donor siap dikeluarkan. Langkah nyata BRR NADNias untuk menjaga kepercayaan masyarakat Indonesia dan dunia internasional dilakukan dengan mengedepankan penegakan integritas untuk mencegah praktik korupsi di setiap level pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi, serta melaksanakan transparansi dan akuntabilitas di setiap sektor.

7

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

8

Pegawai Pemda mengikuti pelatihan Satuan Kerja untuk memperkuat proses pemulihan pasca bencana, Banda Aceh, 22 Agustus 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

pekerjaan tersebut mencakup begitu banyak aspek dan sektor serta menjangkau area sangat luas, BRR menjalin kerja sama dengan berbagai departemen dan dinas yang memiliki keahlian teknis dan ketersediaan sumber daya manusia untuk menangani Satker. Pada TA 2005 terdapat 101 Satker yang tersebar di wilayah NAD dan Nias untuk melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi. Agar pengelolaan anggaran tetap berjalan baik dengan pengawasan dan pengendalian BRR, ditetapkan sejumlah persyaratan dan mekanisme pelaksanaan Satker. Kepala Satker yang sekaligus menjadi Pejabat Pembuat Komitmen mempunyai tugas menetapkan paketpaket pekerjaan, menyusun perencanaan pengadaan barang/ jasa, mengangkat panitia atau pejabat pengadaan barang/jasa, menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS) dan peraturan pelaksanaan pengadaan atau pelelangan, serta mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa dan membuat laporan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dalam menetapkan calon pemenang lelang, panitia pengadaan yang dibentuk Kepala Satker harus mengirim tembusan hasil evaluasi pengadaan barang/jasa kepada BRR. BRR akan mempelajari proses dan hasil tersebut. Jika ditemukan penyimpangan, BRR akan mengeluarkan surat keberatan.

Dalam isi kontrak/perjanjian, penyedia barang/jasa diwajibkan melaksanakan, melaporkan perkembangan, dan menyerahkan pekerjaan sesuai dengan ketentuan. Kepala Satker harus memonitor dan melakukan uji fisik secara intensif berdasarkan standarstandar yang berlaku, sehingga didapatkan manfaat besar dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Kepala Satker harus memberikan laporan tertulis kepada BRR, yang meliputi Laporan Rencana Pengadaan Barang/Jasa, Laporan Hasil Evaluasi dan Penetapan Pemenang Pengadaan Barang/Jasa, serta Laporan Perkembangan Pekerjaan. Keseluruhan proses pengorganisasian Satker dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Gambar 1.2. Perbandingan ProyekProyek Rekonstruksi yang Ditangani Pemerintah, Donor, dan LSM

BRRImplementasi & Koordinasi Koordinasi

Anggaran Pemerintah 5000 proyekS S

Donor 55 countries Donor: 55 negara 1500 proyek

lSM: 900 organisasi 6000 proyek

M

M

M

M

L

L

M

L

L

L

S

S

S

S

S

S

S

S

M

M

M

Para Pelaku Rekonstruksi

Pemerintah lokal (dinas)

lSM

Kontraktor

Pemasok

Konsultan

TOTAl SEKITAR 12.500 PROYEK DIlAKSANAKAN DAlAM SETAHUN

Bagian 1. Bencana Datang, Korupsi Menghadang

Pemeriksaan terhadap seluruh berkas dan dokumen akan dilakukan oleh layanan konsultasi yang bekerja untuk dan atas nama BRR, yang terdiri atas beberapa tenaga ahli yang mempunyai kompetensi pada setiap bidang tertentu. Apabila ditemukan penyimpangan, proses pengadaan atau pelelangan harus ditinjau kembali sesuai dengan rekomendasi yang tercantum pada surat keberatan yang dikeluarkan BRR.

9

Pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah yang terpapar bencana alam dalam skala luas bukanlah pekerjaan ringan dan mudah. Tak kurang dari 12.500 proyek dilaksanakan dalam setahun oleh Pemerintah RIdalam hal ini BRR, para donor dari 55 negara, dan LSM dari 900 organisasi. Banyak pelaku rekonstruksi yang terlibat di dalamnya, seperti pemerintah daerah, LSM, para kontraktor, pemasok, dan konsultan. Kerumitan pengendalian dan pengawasan muncul seiring dengan semakin menggelembungnya Satker BRR NADNias pada Tahun Anggaran 2006 hingga mencapai 121 Satker, dengan ribuan paket pekerjaan yang harus ditangani dan dilaksanakan masingmasing Satker. Masalah lain muncul terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas selalu siap menghadapi kebutuhan pengadaan barang/ jasa yang bergerak sangat cepat dengan intensitas tinggi. Walaupun prosedur kerja Satker telah rapi disusun untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan serta meminimalkan kemungkinan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sebagai pelaksana di lapangan yang senantiasa berhubungan dengan pihakpihak luar, Satker tak lepas dari godaan menyelewengkan dana rehabilitasi dan rekonstruksi. Komitmen BRR untuk memegang teguh prinsip zero tolerance against corruption dipertaruhkan.Tabel 1.1. Jumlah Satuan Kerja (Satker) BRR NADNias TA 20052008

No. 1. 2. 3. 4.

Tahun Anggaran 2005 2006 2007 2008

Jumlah Satker (murni) 101 121 118 85 425

Nilai Anggaran (Rp) 3.966.952.500.000 14.075.267.954.000 10.421.421.421.000 10.888.322.764.000 39.351.964.639.000

Jumlah Sebagai lembaga yang dipercaya mengemban mandat rehabilitasi dan rekonstruksi, BRR berkukuh mempertahankan integritasnya. BRR berusaha memagari diri dengan membuat dan menerapkan serangkaian kebijakan antikorupsi, baik bagi dirinya maupun bagi para Satker yang menjadi pelaksana di lapangan, seraya menularkan moralitas bersih itu melalui berbagai kegiatan pendidikan kepada lingkungan di sekitarnya. Namun berbagai tekanan dari para kontraktor dan pemasok serta lingkungan luar dengan aneka kepentingan mengarah ke Satker. Dalam menghadapi kelimbungan pengendalian seperti inilah fungsi pengendalian dan pengawasan dibutuhkan.

Catatan: Nilai anggaran termasuk luncuran.

Kesibukan para pegawai Pemda yang bertugas sebagai Satker BRR di Banda Aceh, 8 September 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 1. Bencana Datang, Korupsi Menghadang

Satker Menggelembung, Pengendalian Limbung

11

Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan TerpaduLihat, kami orang Indonesia terkenal karena korupsi. Kami harus memperbaikinya. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Bapel BRR NADNias Aceh dan Nias sangat memerlukan perencanaan terstruktur, pelaksanaan terintegrasi, dan pengawasan komprehensif. Rentang kendali yang begitu luas dan menyentuh semua sektor kehidupan, penggunaan anggaran yang begitu besar, serta keterlibatan sumber daya manusia yang relatif terbatas dengan berbagai latar belakang menjadikan tugas pengawasan sebagai salah satu komponen utama yang menentukan keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara. Keseriusan BRR membangun citra bersih diawali dengan pengembangan prosedur operasional standar (standard operating procedures/SOP) manajemen keuangan dan akuntansi, yang melibatkan Ernst & Young, kantor konsultan internasional terkemuka. SOP ini menjadi pedoman pencatatan dan pelaporan pelaksanaan anggaran di lingkungan BRR NADNias. Selain mengembangkan prosedur operasional standar untuk mengelola anggaran, BRR menyadari perlunya unit kerja yang mengawasi realisasi anggaran. Kesadaran akan kebutuhan pengawasan tersebut telah terpatri sejak awal berdirinya BRR NADNias melalui pembentukan Satuan Pengawasan Internal (SPI). SPI membantu Kepala Badan Pelaksana (Bapel) BRR NADNias dalam mencapai tujuan organisasi. Unit kerja itu menilai realisasi tanggung jawab BRR dengan melakukan evaluasi secara independen. Namun, seiring dengan munculnya berbagai permasalahan

PEMULIHAN

Staf Satuan Anti Korupsi (SAK) di antara posterposter sosialisasi antikorupsi di Banda Aceh, 18 Oktober 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

13

Gambar 2.1. Bagan Organisasi Kedeputian Pengawasan

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

KEPAlA SEKRETARIAT PENGAWASAN

INSPEKTUR I

INSPEKTUR II

INSPEKTUR III

14

MANAGER ADMINISTRASI UMUM & TATA lAKSANA PENGAWASAN

MANAGER PERENCANAAN PENGAWASAN

MANAGER ANAlISA & EVAlUASI HASIl PENGAWASAN

SATKER BRR BIDANG PENGAWASAN

di bidang pengawasan dan bertambah luasnya lingkup pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, kapasitas SPI yang ketika itu diketuai Edi Sihotang dan memiliki enam auditor ditingkatkan menjadi Kedeputian Bidang Pengawasan di bawah pimpinan Ramli Ibrahim. Pengembangan yang terjadi pada 19 Juli 2006 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 76 Tahun 2006 itu membawa konsekuensi bertambahnya sumber daya dan tanggung jawab yang disandang kedeputian ini.

Menggagas Visi dan Mewujudkan Misi Bidang PengawasanKegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi diharapkan dapat berjalan pada jalurnya dan dilaksanakan secara adil, sehingga hasilhasilnya dapat dinikmati semua korban bencana. Di sinilah peran utama pengawasan dalam mengawal proses pembangunan kembali. Dengan visi menjadi pendorong terwujudnya manajemen BRR yang tertib, bersih, amanah, berwibawa, dan bermartabat melalui pengawasan yang profesional, bidang pengawasan mulai menancapkan cengkeramannya. Selanjutnya, visi yang telah diterakan itu diwujudnyatakan dalam misi yang menjadi panduan segenap personel bidang pengendalian dan pengawasan: melakukan pengawasan fungsional atas unit pelaksana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, sehingga tercipta pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berdaya guna dan berhasil guna serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Pencanangan misi tersebut memberikan penekanan pada pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang bebas KKN. Hal ini menumbuhkan komitmen dalam sanubari para pelaku rehabilitasi dan rekonstruksi untuk senantiasa melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan pedoman yang telah diamanatkan. Dalam menjalankan peran pengendalian dan pengawasan, seluruh jajaran pengawasan membantu Kepala Bapel BRR NADNias dengan menjunjung tinggi integritas dan obyektivitas. Fungsi pengendalian dan pengawasan tidak sebatas mengaudit berbagai praktik di lapangan, tetapi juga memiliki kapasitas segera menghentikan praktikpraktik yang dianggap menyimpang serta memberikan saransaran perbaikan demi mulusnya rehabilitasi dan rekonstruksi.Gambar 2.2. PilarPilar Pengendalian dan Pengawasan

Menetapkan PilarPilar Fungsi dan StrategiDengan dana rehabilitasi dan rekonstruksi dari APBN tidak kurang dari Rp 21 triliun, melebihi APBD setahun dari daerah mana pun di Indonesia, perlu kerja keras untuk melakukan pengawasan optimal dan komprehensif, memastikan semua kegiatan yang dilakukan unitunit pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tugas pokok pengawasan tersebut kemudian dijabarkan dalam pilarpilar fungsi dan strategi yang menjadi pedoman pelaksanaan program kerja atau kegiatan kesehariannya.

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

15

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Strategi pengawasan yang dilancarkan mencakup pencegahan, investigasi, dan pendidikan. Diharapkan, melalui ketiga strategi ini, praktik korupsi yang telah berlangsung lama dalam masyarakat dapat dicegah penyebarannya lebih lanjut. Masyarakat semakin sadar dan turut berperan aktif mencegah korupsi serta berperilaku sesuai dengan asas kebenaran dan keadilan. Strategi pencegahan berkaitan dengan pengembangan sistem yang memadai pada aspek administrasi dan organisasi BRR NADNias, sehingga memungkinkan pengendalian terhadap faktor yang mendorong terjadinya korupsi, melalui penciptaan kondisi yang memudahkan deteksi dan peringatan dini terhadap pencegahan timbulnya korupsi. Strategi investigasi menyangkut kegiatan mendeteksi dan mengumpulkan buktibukti yang cukup atas tindak pidana korupsi yang sedang atau telah terjadi, kemudian mengambil tindakan yang tepat. Strategi pendidikan berkaitan dengan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah dan dampak korupsi bagi individu, bangsa, dan negara. Diharapkan setiap anggota masyarakat dapat berperan serta memengaruhi lingkungan dan/atau keluarga untuk memberikan pengertian, pemahaman, sekaligus contoh berperilaku sesuai dengan hak dan kewajiban yang dimiliki.

16

Menjadikan Pemeriksaan (Audit) Internal sebagai KebutuhanUmumnya fungsi pengawasan dipandang sebagai pengganggu kinerja, karena pemeriksaan dilakukan untuk mencari kesalahan, kekurangan, dan kelemahan serta menjatuhkan hukuman bagi yang terbukti melanggar peraturan. Namun BRR mengubah paradigma tersebut dengan menjadikan pemeriksaan internal sebagai kebutuhan. Jajaran staf pengawasan memosisikan diri sebagai mitra dengan menekankan fungsi pembinaan untuk melakukan pekerjaan dengan benar dan memperbaiki kekeliruan dalam proses pelaksanaan proyek. Dengan memakai pendekatan itu, tentu peran audit internal menjadi sangat berbeda dengan peran audit eksternal, yang mempunyai kewenangan mutlak melakukan investigasi terhadap penyalahgunaan keuangan atau penyimpangan dalam pelaksanaan proyek. Audit internal lebih bersifat pencegahan. Karena itu, titik berat pekerjaannya lebih pada perencanaan dan proses pelaksanaan pekerjaan agar dapat mendeteksi dini adanya kelemahankelemahan pelaksanaan sehingga dapat segera dilakukan perbaikan. Dalam melakukan audit, ditetapkan skala prioritas dengan menyusun Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Skala prioritas yang dipilih adalah pekerjaan atau proyek yang berisiko tinggi, kontrakkontrak strategis yang menjadi pembicaraan di media dan masyarakat, misalnya pembangunan kembali perumahan dan infrastruktur, serta bantuan ekonomi yang menyentuh langsung aspek kehidupan masyarakat.

Ketiga aspek tersebut menjadi perhatian serius dan senantiasa dikawal melalui monitoring dan pengawasan. Penetapan skala prioritas bukan berarti membuat sektorsektor lain tidak diperhatikan. Adanya skala prioritas terhadap program pemeriksaan meminimalkan kemungkinan terjadinya kebocoran anggaran negara dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Namun, tidak bisa dimungkiri, ada satudua elemen yang memanfaatkan celahcelah atau titiktitik lemah tertentu untuk mendapat keuntungan dan tak terjangkau pengawasan, baik internal maupun eksternal.

Sejumlah Deputi BRR NADNias menandatangani Pakta Integritas di Banda Aceh, 11 Juli 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Menggebrak Lewat Satuan Anti Korupsi (SAK)Unit khusus antikorupsi dan etika kerja dalam tubuh BRR ini lahir berdasarkan Peraturan Kepala Bapel Nomor 01/BPBRR/VII/2005 pada 13 September 2005. Pembentukan SAK diharapkan dapat menjadi model panutan bagi pelaksanaan gerakan antikorupsi di berbagai instansi pemerintah.

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

17

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

18

Diskusi internal membahas pembentukan Satuan Anti Korupsi (SAK) BRR NADNias, 2 Oktober 2005. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

19

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

20

Kunjungan kerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke kantor BRR NADNias di Banda Aceh pada 13 September 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

Selama ini, ada indikasi bahwa mengalirnya dana begitu besar dari berbagai sumber untuk pembangunan NADNias tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat. Masih tingginya tingkat kemiskinan, buta huruf, dan pengangguran serta tidak bergeraknya pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan dana pembangunan hanya dinikmati segelintir elite masyarakat. Ketika dana mengucur ke Aceh dan Nias pascabencana, masyarakat setempat menjadi cemas: akankah dana itu berujung sama seperti dana pembangunan setiap tahun? BRR NADNias berusaha mengganti pola pikir yang sudah begitu terpatri dalam benak masyarakat itu dengan meniupkan angin perubahan zero tolerance against corruption. SAK berusaha menjaga kepercayaan para donor. SAK menjamin seluruh bantuan untuk para korban bencana telah dibelanjakan sesuai dengan peruntukannya serta proses pengadaan barang/jasa telah ditetapkan secara adil dan bebas KKN. Selain itu, SAK melakukan monitoring terhadap proses pengadaan barang/jasa yang berbau korupsi berdasarkan laporan masyarakat serta memberikan masukan perbaikan sistem pelayanan publik untuk meminimalkan praktik KKN.

Pada pertengahan Mei 2005, konsep awal SAK mulai dikembangkan. Kevin Evans, penasihat senior dari UNDP, ditugasi mendukung penyusunan kebijakan untuk satuan ini sekaligus menjadi Penjabat Sementara Ketua SAK sampai sosok yang permanen direkrut. Dalam proses pembentukan SAK, secara intensif BRR melakukan konsultasi dan diskusi yang melibatkan berbagai komponen masyarakat, seperti LSM yang bergerak di bidang pengawasan antikorupsi, kalangan perguruan tinggi, lembaga internasional yang memiliki keahlian di bidang pengadaan dan manajemen, serta lembaga multilateral seperti Bank Dunia. SAK memantau, memproses, dan mengadukan bila terjadi penyelewengan di dalam tubuh BRR, berangkat dari pengaduan masyarakat internal dan eksternal BRR. Pengaduanpengaduan itu lalu diproses. Apabila ditemukan indikasi kuat pelanggaran Pakta Integritas, lebihlebih tindak pidana korupsi, SAK berwenang melakukan audit investigatif dan dapat meminta bantuan teknis dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Selama hampir empat tahun masa tugas BRR NADNias, tercatat 1.530 pengaduan masyarakat dan semuanya (100 persen) telah ditindaklanjuti. Dari tabel di atas terlihat jumlah pengaduan menurun jika dibandingkan dengan masa awal BRR bertugas menangani proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Penurunan ini boleh dikatakan menunjukkan adanya kesadaran masyarakat serta para pelaku rehabilitasi dan rekonstruksi untuk mengikis budaya korupsi. Hal lain yang dapat mencerminkan turunnya jumlah pengaduan tersebut adalah penerapan pengawasan berlapis dari institusiinstitusi yang ada, baik melalui kegiatan pengawasan internal maupun eksternal lewat audit atau monitoring serta pengawasan langsung dari masyarakat.Tabel 2.1. Peran SAK dan Kedeputian Pengawasan dalam Pendidikan, Pencegahan, dan Investigasi

FungsiPendidikan

Satuan Anti Korupsi (SAK)Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang KKN dan Pakta Integritas Mempelajari prosedur/peraturan untuk mengatasi potensi kelemahan integritas sistem dan prosedur Memonitor gejalagejala korupsi dalam proses pengadaan barang/jasa berdasarkan manajemen penanganan keluhan Melakukan penelitian mendalam terhadap masalahmasalah KKN dan penerapan Pakta Integritas, kemudian menyerahkan kasuskasus potensial ke lembagalembaga seperti KPK Melaksanakan audit investigatif terhadap kasuskasus yang berindikasi korupsi

Kedeputian Bidang PengawasanMemperkokoh pemahaman dan kepatuhan semua pelaku rekonstruksi terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Memonitor proses pengadaan barang/ jasa di setiap departemen di BRR untuk mengantisipasi kesalahan prosedur

Pencegahan

Investigasi

Melakukan audit komprehensif (perencanaan, penerapan, keluaran, dan hasil), audit kinerja, dan audit khusus

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

21

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Modus Operandi Koruptor!

Belum genap enam bulan usia BRR, Satuan Anti Korupsi (SAK) BRR telah mengendus upaya-upaya korupsi di beberapa proyek. Salah satu indikasi penyimpangan prosedur yang berpotensi menjadi tindak pidana korupsi adalah tender pembangunan pagar Asrama Haji di Kanwil Departemen Agama NAD senilai Rp 1,2 miliar awal Oktober lalu. Kasus di Kanwil Departemen Agama ini terbongkar berkat laporan masyarakat yang melihat terjadinya keganjilan dalam proses lelang tersebut. Indikasinya adalah tidak diterapkannya seleksi administratif terhadap para peserta lelang. Meskipun belum sampai pada tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara, kasus tersebut bila diteruskan berpotensi ke arah sana. Setelah memperoleh temuan awal tersebut, SAK lantas meminta panitia pelelangan mengulang seluruh proses lelang. Selanjutnya, tim SAK BRR memberikan arahan dan penegasan kepada panitia lelang, agar tidak terjadi lagi usaha mengatur pemenang lelang. Berdasarkan kasus ini, SAK selanjutnya mengirim surat kepada semua Satker di lingkungan BRR untuk mengingatkan pentingnya prosedur lelang yang harus diikuti sebagaimana mestinya. Penjabat Sementara Ketua SAK Kevin Evans mengakui, proses keterlibatan SAK dalam proses tender di Kanwil Departemen Agama lebih pada tindakan pencegahan agar tidak terjadi praktik korupsi. Kami ingin memagari semua kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias dari usaha-usaha yang mengingkari amanah publik. Kami minta warga juga turut membantu SAK dengan mewaspadai modus operandi koruptor, kata Evans. Dari beberapa temuan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias, sejauh ini SAK menemukan beberapa modus dan pihak yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi: - Panitia pengadaan barang bekerja sama dengan peserta lelang untuk mengatur pemenang

22

Laporan dari masyarakat bisa disampaikan lewat telepon, kunjungan, surat, e-mail, SMS, formulir online yang terdapat di situs BRR, dan melalui staf Badan Pelaksana BRR.

Setelah melakukan audit investigatif, SAK memberikan rekomendasi terhadap langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan temuan di lapangan. Salah satunya meneruskan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK.

tender. - Panitia lelang sudah berusaha jujur, tetapi peserta lelang bertindak nakal dengan memengaruhi atau bahkan mengancam pihak lain yang terlibat dalam proses tersebut. - Peserta dan panitia lelang sama-sama bermain, tetapi tidak berhubungan secara langsung.

Petugas mengumpulkan laporan dan pengaduan, mengelompokkannya dengan beberapa kategori keseriusan masalah.

Setelah tingkat keseriusan masalah diketahui, SAK segera bertindak.

Tabel 2.2. Pengaduan Masyarakat dan Tindak Lanjutnya

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tindak Lanjut Telaah Mendalam Pengkajian Kelemahan Sistemik Monitoring Rutin Monitoring Khusus Penelitian Mendalam Audit Investigasi Pendidikan Antikorupsi Permintaan Tindakan kepada Unit Terkait File Jumlah

Jumlah Pengaduan yang Ditindaklanjuti s.d. 31 Desember 2008 2005 0 0 142 0 0 20 0 3 4 169 2006 11 6 686 40 50 68 9 9 28 907 2007 0 8 149 65 42 10 0 7 15 296 2008 8 0 71 13 36 0 0 0 30 158

Jumlah 19 14 1.048 118 128 98 9 19 77 1.530

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

23

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Seperti umumnya dalam organisasi, perubahan struktur adalah hal lazim sesuai dengan dinamika kebutuhannya. Pada Desember 2005, SAK menjadi unit terpisah dalam tubuh Bapel BRR yang berada langsung di bawah Kepala Bapel BRR. Kehadiran SAK yang menuai animo positif dari masyarakat semakin meyakinkan SAK dalam menjalankan fungsinya. Kemudian, menjelang akhir Juni 2007, melalui Surat Keputusan Bersama antara Kepala Bapel dan Dewan Pengawas (Wanwas) BRR, posisi SAK diperkuat, tidak lagi hanya di bawah Bapel yang menjadi obyek pemantauannya, tapi juga di bawah Wanwas BRR. Fungsifungsi SAK yang dialihkan ke Wanwas adalah fungsi audit investigatif, pengelolaan pengaduan, monitoring, evaluasi, dan pendidikan antikorupsi. Sebenarnya, di ranah penegakan hukum, SAK seperti KPK, berperan sebagai pemangku kepentingan dalam hal kepatuhan, sehingga secara struktur kelembagaan sebenarnya tidak memiliki atasan. Tidak berlebihan bila Kepala SAK Yustra Iwata Alsa pernah mengilustrasikan, Kami tidak memiliki atasan. Seperti KPK, atasan kami adalah masyarakat, bukan Wanwas, Wanrah, apalagi Bapel.

24

Komitmen Bersih SAKperjalanannya, SAK telah mengalami dua kali suksesi. Di bawah kepemimpinan Kevin Evans, semula kegiatan SAK dijalankan hanya oleh enam orang. Tentu saja ini amat jauh dari ideal sebagai pengawal pelaksanaan pemulihan. Segera setelah 30 auditor BPKP pusat datang memperkuatnya pada September 2005, barulah tugas dan fungsi SAK menjadi lebih mantap. Suksesi pertama terjadi pada Maret 2006. Kevin digantikan Achmad M.M. Jogasara, yang memimpin hingga Juni 2007. Suksesi berikutnya berada di tangan Yustra Iwata Alsa, sejak Juni 2007 hingga sekarang. Sepanjang periode ini, SAK telah melakukan banyak perubahan penting, terutama yang terkait dengan pengelolaan pengaduan, pelaksanaan audit, dan pemantauan tindak lanjut. Jumlah pengaduan yang terkait dengan kontrak/paket pekerjaan rehabilitasirekonstruksi mencapai 600 per tahun. Berdasarkan nota kesepahaman (MOU) BRRBPKP, sebagian tugas pemeriksaan akan dilimpahkan ke BPKP oleh SAK dan Deputi Bidang Pengawasan BRR. Melalui cara ini, keduanya tidak perlu merekrut terlalu banyak personel. Bagi SAK sendiri, tugas pemeriksaan dapat diturunkan derajatnya menjadi praaudit atau bahkan sekadar analisis gejala (symptom) korupsi. Dengan demikian, SAK dapat lebih memfokuskan diri pada fungsi pencegahan, agar dapat memiliki jangkauan pengawasan lebih luas dan tentu saja lebih efektifefisien. Apakah itu membuat gerakangerakan SAK menjadi lebih bertaji? Suatu kali Yustra berujar, Saya akui, memperjuangkan gerakan antikorupsi memang tak semudah anganangan. Tantangannya seabrek. Namun, untuk itu, setidaknya kami punya dua pedang bila ingin selamat sampai tujuan: komitmen untuk bersih dan kesiapan merevisi kebijakan yang tidak populis.

DAlAM

BRR menyadari, mengikis korupsi meliputi banyak dimensi dan tak mungkin hanya dilakukan sendirian. Maka, selain menjalankan peran dan fungsi pengawasan internal yang dikelola Bidang Pengawasan dan SAK, BRR NADNias menjalin kerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melalui penandatanganan nota kesepahaman untuk menyediakan bantuan teknis pengawasan dan bimbingan teknis lain. Kerja sama dengan BPKP berjalan sangat efektif, mengingat BPKP adalah lembaga pengawasan internal pemerintah yang memiliki pengalaman dan kemampuan teruji dalam menangani selukbeluk pengawasan, seperti cara melakukan pendalaman atas temuan hasil audit yang berindikasi tindak pidana korupsi, kemudian melimpahkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum.

Keseriusan BRR menangani pemberantasan korupsi juga disambut baik oleh KPK. Tidak lama setelah SAK terbentuk, KPK membuka kantor perwakilan pertamanya di luar Jakarta, yakni di Banda Aceh. Melalui berbagai terobosan di bidang pengawasan, BRR tercatat sebagai badan pemerintah pertama yang mendirikan unit antikorupsi otonom untuk mengawasi penggunaan dana pemulihan. Selain mempunyai Kedeputian Bidang Pengawasan dan SAK, BRR memiliki Dewan Pengawas, lembaga pengawasan yang kedudukannya setara dengan Badan Pelaksana dan melapor langsung kepada Presiden. Mekanisme pengawasan terhadap kinerja BRR juga dilakukan pemerintah melalui BPKP, Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat, DPRD Provinsi NAD, DPRD Provinsi Sumatera Utara, serta semua DPRD kabupaten dan kota di Nias dan NAD.

Gambar 2.3. Integritas Sangat Dipertahankan sebagai Landasan Kepercayaan dari Semua Pemangku Kepentingan

Pakta Integritas BRR

BRR memberlakukan Pakta Integritas terhadap seluruh stafnya, tida k hanya yang berkaita n dengan pengadaan bara ng/jasa, dan seluruh proyeknya.Pengawasan Interna l

Satuan Anti Korupsi (SAK)

BRR adalah lembaga pemerintah pertama yang memiliki unit antikorupsi otonom.

# BRR satu-satunya lembaga pemerintah yang melakukan sensus audit 100 persen (nonsampel). # Kepatuhan 100 persen terhadap LHKPN.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Atas permintaan BRR, KPK membuka kantor perwakilan pertamanya di luar Jakarta, yaitu di Banda Aceh, agar dapat bekerja sama lebih erat.

KPPN-K (treasuri)

Ratusan LSM asing yang tersebar di seantero Aceh dan Nias serta media massa pun turut menyorot BRR. Jangan dilupakan pula mata dunia yang senantiasa memantau BRR melalui aparat mereka yang tersebar di seluruh wilayah kerja BRR. Kondisi lingkungan kerja seperti ini telah memacu semua personel BRR untuk bekerja keras, tidak lengah, dan selalu mengindahkan normanorma etika dalam menjalankan tugas.

BRR satu-satunya lembaga pemerintah dalam sejarah Indonesia yang memiliki kantor perwakilan KPPN-K (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus).

Dewan Pengawas dan Dewan Pengarah

BRR memastikan efektivitasnya melalui keberadaan Dewan Pengawas dan Dewan Pengarah yang otonom.

Bagian 2. Membangun Citra Bersih Lewat Pengawasan Terpadu

25

Sapu Bersih Segala BidangSalah satu hal positif yang diperoleh dari tragedi ini adalah pemerintah (Indonesia) melakukan hal yang tepat. Ada fokus yang kuat terhadap transparansi dan akuntabilitas. William M. Frej, mantan Direktur USAID utama BRR NADNias dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan menyangkut masyarakat yang baru merangkak keluar dari konflik internal di tengah kehancuran sebagian besar wilayah NADNias akibat bencana alam. Hambatan lain yang dijumpai meliputi cakupan wilayah proyek yang menyebar sampai ke daerahdaerah terpencil serta kurang memadainya kualifikasi para pengelola proyek yang paham tentang pengelolaan anggaran dan pengadaan barang/jasa. Betapa pun, sebagai lembaga ad hoc yang dipercaya mengelola sumber daya dan dana berlimpah dari Pemerintah Pusat melalui APBN (onbudget) dan dari sumber lain nonAPBN (offbudget) untuk merealisasi misi rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias, sungguh mustahil BRR menjalankan amanat besar itu secara transparan dan akuntabel jika tanpa pengendalian dan pengawasan yang memadai. Guna memudahkan pengawasan, BRR NADNias menerapkan pengawasan berjenjang dalam lingkungannya. Pertama, Deputi, Direktur, dan Kepala Regional yang menjadi Atasan Langsung Satuan Kerja (Satker) serta Manajer sebagai Pembantu Atasan Langsung melakukan pengawasan melekat dan bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kedua, Kepala Satker sebagai Pemimpin Proyek melakukan pengendalian terhadap proyek dan seluruh kegiatan yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji dan Penandatanganan SPM, Bendahara Pengeluaran, serta personel Satker lain (Panitia Lelang, Tim Teknis, dan Staf Satker). Ketiga,

TANTANGAN

Seorang ibu membersihkan halaman berlatar rumah barunya yang didirikan kembali di bekas lokasi rumahnya yang hancur akibat terjangan tsunami di Kampung Jawa, Banda Aceh, 2 April 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

27

Kedeputian Bidang Pengawasan melakukan pengawasan fungsional terhadap unitunit pelaksana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memastikan sistem pengendalian manajemen telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Berbagai pencapaian BRR NADNias dalam bidang pengendalian dan pengawasan selama masa baktinya melahirkan secercah harapan dalam sanubari: dengan konsistensi dan integritas, perjuangan memberantas korupsi bukanlah upaya menjaring angin.

Membentengi Para Karyawan dan AuditorPendapat umum sepakat, perubahan yang terbaik adalah perubahan yang berawal dari diri sendiri. Tak perlu memaksakan perubahan pada orang lain. Dengan berpegang teguh pada komitmen untuk menegakkan integritas, orangorang akan memandang dengan rasa hormat, dan cepat atau lambat perilaku antikorupsi bakal meresapi lingkungan sekitar. Prinsip mengubah sekitar dari diri sendiri diterapkan jelas di lingkungan BRR NADNias. Misalnya, dalam upaya memperoleh pendanaan dari donor, staf BRR berpatokan pada lebih baik pulang dengan tangan kosong daripada dengan tangan kotor. Sejak proses perekrutan para karyawannya, BRR bertindak independen dengan mencari para profesional yang kompeten berdasarkan kecakapannya, bukan senioritas atau asal bapak senang. Meski merupakan lembaga pemerintah, staf BRR terdiri atas para personel dari institusi pemerintah dan kalangan swasta serta organisasiorganisasi internasional. Dalam sejarah kelembagaan pemerintah, inilah institusi dengan 86 persen staf inti berlatar belakang sektor swasta. Para karyawan profesional tersebut dibutuhkan keahliannya dalam membangun kembali Aceh dan Nias menjadi lebih baik pascabencana. Namun, bekerja selama hampir empat tahun di lingkungan porakporanda dengan kondisi keamanan yang masih rawan selepas konflik bersenjata, ditambah pengelolaan dana menggiurkan yang mencapai triliunan rupiah, tentu membutuhkan pengikat kuat yang dapat membentengi para karyawan dan auditor dari keengganan bekerja di lingkungan baru dan keinginan mencicipi sedikit kue rehabilitasirekonstruksi.

28

Memberikan Remunerasi Tinggi sebagai Benteng TerdalamSatu hal yang langsung dirasakan setiap personel adalah remunerasi. Struktur penggajian secara kompetitif dibuat menarik agar mengundang para profesional untuk bergabung, serta tentunya yang terutama adalah untuk mengatasi faktor penyebab yang lazim dalam praktik korupsi.

1.000 Pengungsi Demo ke Kantor BRRBagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

1.000 pengungsi yang tergabung dalam Forak (Forum AntarBarak) menduduki kantor Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi atau BRR AcehNias, Selasa (19/9). Mereka juga tak mengizinkan Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto meninggalkan kantor hingga sejumlah tuntutan mereka dipenuhi, di antaranya terkait dengan perbaikan barak, pemberian modal usaha, dan juga penurunan gaji karyawan BRR hingga separuhnya. Sebelumnya, massa yang datang ke kantor BRR sejak sore ini memblokir pintu keluar, sehingga seluruh karyawan BRR tak bisa pulang. Baru sekitar pukul 20.00, karyawan BRR bisa meninggalkan kantor. Namun, Kuntoro masih tak diizinkan pergi. Massa meneliti setiap mobil yang meninggalkan BRR, guna memastikan Kuntoro tak berada di dalamnya. Hingga pukul 22.00, massa terus berdatangan ke kantor BRR dengan sejumlah kendaraan, seperti sepeda motor, mobil bak terbuka, dan truk. Sebagian orang membawa anak kecil dan juga tikar dan alas tidur lain. Mereka mengaku sengaja akan menginap di kantor BRR. Kami akan tidur di BRR dan tak mau pulang sebelum janjijanji untuk pengungsi direalisasi. BRR dan NGO bohong, hanya janji saja, kata Usman, pengungsi dari barak Keudah.

BANDA ACEH, KOMPAS Sekitar

Puluhan polisi mencoba berjagajaga dan menutup gerbang kantor BRR, namun massa dalam jumlah besar terus berdatangan dan mendobrak pagar. Demo yang digalang Forak kali ini merupakan kelanjutan dari demo sebelumnya pada hari Senin (11/9) lalu. Saat itu, mereka tak berhasil menemui Kuntoro, karena yang bersangkutan tengah ke luar negeri. Waktu itu, Forak menyampaikan sejumlah tuntutan tertulis, di antaranya meminta modal usaha yang bersifat hibah, santunan biaya pendidikan untuk anak korban tsunami, perbaikan kuantitas dan kualitas rumah bantuan, restrukturisasi BRR, percepatan pembangunan kembali sekolah permanen dan fasilitas ekonomi, serta pengurangan gaji karyawan BRR hingga separuhnya. Jika dalam waktu dua hari tuntutan mereka tak dipenuhi, pendemo mengatakan akan mengadakan demonstrasi lebih besar, dan akan meminta kepada Presiden RI untuk membubarkan BRR, karena BRR hanya menghabiskan uang masyarakat korban tsunami dan tidak mendukung kepentingan hajat hidup pengungsi.Sumber: Kompas Cyber Media, 19 September 2006. Laporan Wartawan Kompas Ahmad Arif

29

Ketua BPK Anwar Nasution dan Kepala BRR NADNias Kuntoro Mangkusubroto meninjau salah satu proyek pembangunan di Banda Aceh, 20 Januari 2006. Foto: BRR/ Bodi CH

Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

31

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Sejak awal sudah digariskan bahwa pendapatan yang diterima karyawan BRR setiap bulan bersifat menyeluruh, tidak ada lagi tambahan, bonus, atau komisi karena keberhasilan melakukan pekerjaan. Dengan mengantongi gaji dalam kisaran Rp 5 juta hingga Rp 50 juta, diharapkan setiap personel BRR menjadi kebal terhadap imingiming uang panas di lapangan. Untuk apa lagi mengambil hak masyarakat AcehNias, sementara kebutuhan telah tercukupi? Langkah BRR mencegah perilaku korupsi melalui pemberian remunerasi yang tinggi ini tak selalu dipandang bagus, terutama oleh sebagian masyarakat yang masih tinggal di barakbarak, yang belum memperoleh rumah sampai beberapa bulan pascabencana. Betapa pun, upaya menghargai profesionalitas sesuai dengan standar internasional dan membentengi para karyawan lewat cara ini merupakan suatu langkah berani menentang arus.

32

Menandatangani Pakta IntegritasSelain pemberian remunerasi yang memadai, penegakan kode etik untuk meminimalkan terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan kerja BRR diwujudkan lewat komitmen tertulis pimpinan hingga staf BRR NADNias melalui Pakta Integritas. Pakta ini berupa perjanjian yang ditandatangani seluruh pimpinan dan staf BRR yang mencakup hal apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama terdaftar sebagai karyawan BRR NADNias. Lampiran Pakta Integritas lebih jauh merinci butirbutir yang tercakup dalam pakta tersebut untuk dilaksanakan karyawan dalam aktivitas kerja seharihari. Setiap karyawan BRR akan selalu menerapkan asas transparansi, akuntabilitas, partisipatif, dan responsibilitas serta mendahulukan kepentingan umum. Segera setelah diangkat menjadi karyawan BRR, setiap karyawan wajib mengisi dan menyerahkan kepada BRR daftar kekayaan pribadi, termasuk tetapi tidak terbatas pada harta kekayaan yang tercatat atas nama sendiri ataupun atas nama pasangan yang sah, keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke bawah, atau orang lain mana pun, dalam formulir yang ditentukan BRR. Jika dalam jangka waktu 30 hari kalender karyawan tidak menyerahkan kembali formulir yang telah diisi tersebut, dia dianggap tidak lagi menjadi karyawan BRR. Gaji dan tunjangantunjangan berkala yang diterima karyawan merupakan seluruh jumlah remunerasi berkaitan dengan hubungan kerjanya dengan BRR. Karyawan tidak berhak menerima uang atau imbalan lain dalam jumlah dan bentuk apa pun dari pihak mana pun selain gaji bulanannya tersebut. Tidak ada hal lain yang diterima dalam bentuk uang, seperti tunjangan perumahan, tunjangan kendaraan dinas atau pribadi, tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, tunjangan istri atau suami atau anak, dan tunjangan beras bagi karyawan. Karena itu,

Pakta Integritas1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Tidak meminta/menerima uang rapat. Tidak meminta/menerima uang dan/atau uang lembur bagi pejabat struktural. Tidak meminta/menerima uang tunggu. Tidak meminta/menerima honorarium. Tidak meminta/menerima uang jasa dan/atau bentuk lainnya yang layak disamakan. Tidak meminta/menerima hadiah, upeti, atau gratifikasi apa pun. Tidak meminta/menerima tunjangan perumahan. Tidak meminta/menerima tunjangan kendaraan. Tidak meminta/menerima tunjangan jabatan. Tidak meminta/menerima tunjangan fungsional. Tidak meminta/menerima lump sum perjalanan atau sisa biaya perjalanan dinas di luar ketentuan. Tidak meminta/menerima sisa ongkos tiket pesawat. Tidak meminta/menerima tunjangan beras. Tidak meminta/menerima tunjangan istri/suami/anak. Tidak meminta/menerima pendapatan dari pihak lain tanpa sepengetahuan BRR. Tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. Tidak membuat janji atau komitmen di luar wewenang kedinasan yang dapat mengikat BRR. Tidak melakukan pertemuan atau komunikasi dengan pihak yang berkepentingan dengan tender di lingkungan BRR. Tidak melakukan atau membiarkan perbuatan yang tercela atau tidak etis yang dapat mengurangi citra BRR. Tidak melakukan atau membiarkan tindakan-tindakan terorisme atau kekerasan. Tidak melakukan hal-hal yang mengganggu pelaksanaan kewajiban keagamaan mitra kerja atau masyarakat yang dilayani. Tidak melakukan kegiatan politik atau pemihakan politik yang dapat mengganggu BRR. Memperlakukan setiap pihak yang berhubungan dengan BRR secara adil, setara, dan tanpa diskriminasi. Siap menyerahkan kepada BRR daftar kekayaan pribadi. Menjaga kerahasiaan semua data, informasi, dan dokumen yang diterima. Menghindari dan melaporkan benturan kepentingan antara kepentingan BRR dan kepentingan sendiri, keluarga, sahabat, dan mitra bisnis. Melaporkan setiap tawaran untuk memberikan gratifikasi dalam bentuk apa pun kepada pihak berwenang di BRR. Selalu meminta keterangan dari atasan atau Satuan Anti Korupsi BRR jika menghadapi sebuah tantangan etika atau ketidakjelasan dalam prosedur.

Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

33

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

34

Pendaftaran pengajuan tender proyekproyek fisik BRR NADNias, Banda Aceh, 8 Maret 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

setiap jumlah uang atau imbalan lain dalam bentuk apa pun yang diterima karyawan di luar gaji bulanannya adalah suatu penerimaan yang tidak sah, melanggar hukum, dan merupakan tindak pidana korupsi. Sebagai karyawan dari sebuah lembaga negara, karyawan BRR tidak diperkenankan meminta dan/atau menerima secara langsung ataupun tidak langsung, dengan cara apa pun, uang rapat, uang lelah, uang tunggu, uang lembur, honorarium, uang perjalanan dinas, hadiah atau upeti atau gratifikasi, uang jasa, serta pembayaran atau imbalan lain dalam bentuk apa pun dan dalam jumlah berapa pun, baik dari BRR maupun dari pihak ketiga, termasuk kontraktor, rekanan, pemasok, atau konsultan, baik yang terkait maupun tidak terkait dengan BRR. Kalau karyawan BRR dihadapkan pada situasi sulit menolak suatu pemberian, karyawan tersebut wajib melaporkan pemberian itu secara tertulis kepada Kepala Badan Pelaksana BRR melalui Satuan Anti Korupsi (SAK) dengan mengisi formulir. Jika pemberian melebihi nilai Rp 200.000, pemberian itu wajib diserahkan kepada SAK pada kesempatan pertama dengan menandatangani berita acara yang dibuat SAK khusus untuk tujuan tersebut.

Karyawan juga diminta tidak melakukan perbuatan, tindakan, janji, atau komitmen apa pun atas nama atau dengan tujuan mengikat BRR atau pejabat BRR tanpa adanya wewenang atau kuasa khusus tertulis dari Kepala Badan Pelaksana BRR atau pihak yang diberi wewenang oleh Kepala Badan Pelaksana BRR. Pakta Integritas menjadi salah satu terobosan BRR NADNias untuk menjaga integritas segenap karyawannya. Pelanggaran terhadap Pakta Integritas berdampak pada penerapan sanksi kepada karyawan bersangkutan, dari sanksi dalam bentuk pengembalian uang ke kas negara hingga sanksi pemutusan hubungan kerja sebagai karyawan BRR NADNias tanpa pesangon atau kompensasi. Selain menandatangani Pakta Integritas, khusus para auditor BRR NADNias wajib mematuhi kode etik pengawasan yang berlaku umum serta kode etik tambahan yang dibuat khusus bagi para auditor internal di BRR. Kode etik ini mengarahkan para auditor agar menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional dan bertanggung jawab. Konsekuensi bagi auditor yang melanggar kode etik adalah diberhentikan secara tidak hormat.

Menerapkan Pola Hidup SederhanaBentengbenteng pertahanan bagi para karyawan dan auditor BRR diperkokoh dengan imbauan menerapkan kesederhanaan dalam kedinasan dan kehidupan pribadi. Upaya ini diwujudkan dengan menerbitkan peraturan Kepala Badan Pelaksana BRR NADNias tentang gerakan hidup sederhana, termasuk efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, seperti pemanfaatan rumah penduduk dengan harga sewa tertentu untuk kantor Satker, pemanfaatan ruang kerja secara maksimal untuk menekan biaya, perubahan sistem pengadaan kendaraan dinas antara sewa atau beli tergantung mana yang dipandang lebih efisien, serta pengendalian penggunaan telepon seluler dan telepon biasa dengan memberlakukan sistem pagu pulsa untuk telepon seluler dan sistem kode akses tertentu untuk telepon biasa. Sulit memang mengukur penerapan hidup sederhana tersebut, lantaran ketiadaan patokan standar tentang penerapan kesederhanaan dalam kehidupan pribadi dan dinas. Apalagi tingkat inflasi yang tinggi merupakan suatu keniscayaan yang tak dapat dihindari. Namun setidaknya gebrakan Pakta Integritas bagi seluruh jajaran karyawan BRR dan kode etik internal bagi para auditor BRR dapat meminimalkankalau tidak menghapuskankecenderungankecenderungan KKN yang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia.

Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

Lebih jauh, karyawan BRR diwajibkan melaporkan secara tertulis setiap tawaran atau percobaan oleh pihak mana pun, baik pejabat dan karyawan BRR maupun pihak ketiga, untuk memberikan uang, hadiah, jasa, imbalan, upeti, atau pemberian lain dalam bentuk apa pun dan dalam jumlah atau nilai berapa pun, dengan mengisi formulir yang disediakan SAK khusus untuk keperluan itu.

35

Menetapkan dan Mengelola KinerjaPENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Kewajiban menetapkan kinerja dimaksudkan untuk mewujudkan pencapaian kinerja tertentu dengan dukungan sumber daya tertentu. Melalui penetapan target kinerja serta indikator kinerja, dapat diketahui tingkat pencapaian keberhasilan, baik berupa hasil maupun manfaatnya.

Sosialisasi Penetapan Kinerja dan Penetapan Kontrak Kerja BerjenjangSebagai langkah awal, Layanan Sumber Daya Manusia BRR dengan bantuan UNDP melakukan sosialisasi penetapan kinerja terhadap 27 direktorat/setingkat direktorat di 10 kedeputian/sekretariat Badan Pelaksana. Para deputi, direktur, dan manajer diminta menyusun Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator atau KPI), yang harus dikomunikasikan di setiap tingkat yang ada dalam kedeputiannya dan harus mendapat persetujuan dari atasan masingmasing secara berjenjang. Kesepakatan kinerja ini akhirnya menjadi kontrak kinerja dari setiap tingkat jabatan kepada atasannya. Selain menetapkan KPI, semua pejabat diwajibkan menyusun uraian atas tugas berdasarkan jabatan dan posisinya (job description) masingmasing. Dari hasil inventarisasi Layanan SDM, diketahui ada 73 pemangku jabatan di lingkungan BRR yang harus membuat penetapan kinerja. Sistem penetapan kontrak kinerja berjenjang di antara posisi/jabatan telah dibangun BRR sejak 2006 dan menjadi salah satu cara efektif mencapai sasaran rehabilitasi dan rekonstruksi.

36

Tabel 3.1. Contoh Penjabaran Penetapan Kinerja

Sasaran Bangkitnya kegiatan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Jabatan

Indikator Sasaran Terlaksananya pengembangan prasarana perikanan. 70 Paket

Target

Indikator Kinerja Dokumen kebijakan, strategi, dan rencana kerja serta anggaran untuk kegiatan pengembangan perikanan tersedia tepat waktu. Kegiatan pengembangan perikanan terselenggara dengan baik. laporan hasil kegiatan pengembangan perikanan tersedia tepat waktu.

Target Satu bulan setelah dokumen RKAKl Bidang Pengembangan Perikanan disahkan. Sesuai dengan rencana kerja dan keluaran yang dihasilkan. Satu bulan setelah kegiatan selesai diselenggarakan.

Direktur Pengembangan Perikanan

Kontrak kinerja tersebut selanjutnya menjadi salah satu kriteria buat menilai kelayakan seorang pejabat untuk tetap menempati posisi tertentu, termasuk jajaran karyawan BRR NADNias. Meski penerapan sistem penilaian kinerja telah dirancang dengan saksama, dalam realisasinya belum berjalan lancar seperti yang diharapkan. Struktur organisasi Badan Pelaksana BRR NADNias yang senantiasa berubah menjadi salah satu penyebabnya. Sejak BRR NADNias didirikan, telah terjadi beberapa kali perubahan struktur organisasi, lantaran dinamika yang begitu cepat. Terdapat kendala dalam mempertahankan sistem penetapan kinerja yang relatif masih baru, karena perubahan struktur selalu diikuti pergantian personel. Selain itu, komitmen dan pemahaman akan arti penting penetapan dan penilaian kinerja masih belum memadai di kalangan para pemangku jabatan di lingkungan BRR. Belum lagi berbagai kendala teknis dan nonteknis yang dijumpai di lapangan. Tak jarang, karena terhadang rintangan, pemangku jabatan memilih mundur. Meski menghadapi aneka kendala, Layanan SDM tetap melakukan pemantauan terhadap kinerja para pemangku jabatan dan semua karyawan BRR.

Rapat koordinasi rutin para staf lapangan di Kedeputian Pengawasan BRR NADNias, Banda Aceh, 31 Juli 2007. Foto: Dokumentasi BRR

Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

37

Mengevaluasi Kinerja dan Mempertanggungjawabkan Kinerja BRR Melalui LaporanPENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Evaluasi terhadap kinerja BRR dilakukan secara berkala oleh Kedeputian Bidang Pengawasan dengan tujuan menilai tingkat keberhasilan pencapaian sasaran berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan. Evaluasi ini terutama dilakukan pada tingkat direktorat sebagai pemangku program, dengan mengambil sampel SatkerSatker yang kegiatannya menunjang program direktorat. Program Kerja Pengawasan Tahunan menetapkan evaluasi terhadap 27 direktorat di lingkungan BRR. Evaluasi dilaksanakan secara kumulatif. Hingga 31 Desember 2008, semua direktorat yang ditargetkan telah terevaluasi dan hasil evaluasinya dituangkan dalam 47 laporan. Selain mengevaluasi kinerja sendiri, BRR sebagai lembaga pemerintah berkewajiban memberikan laporan kepada Pemerintah Republik Indonesia selaku pemberi amanat pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah NAD dan Nias. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) disusun BRR sebagai wujud pertanggungjawaban. LAKIP menjadi dasar evaluasi dan penilaian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta penilaian masyarakat terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan BRR NADNias dalam melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi. Bentuk pertanggungjawaban lain yang disampaikan BRR NADNias adalah laporan keuangan yang disusun dengan menggunakan Sistem Akuntansi Instansi, Sistem Akuntansi Keuangan, dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara. Laporan keuangan BRR NADNias terdiri atas laporan pengeluaran dan penerimaan, neraca, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan yang telah dikonsolidasi.

38

Melaporkan Harta Kekayaan Para Penyelenggara NegaraSalah satu cara mencapai penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah mewajibkan para Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaan mereka kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden RI lewat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 menginstruksikan para pimpinan departemen/nondepartemen untuk membantu KPK dalam penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran, pengumuman, dan audit Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di lingkungannya. Kepala Badan Pelaksana BRR NADNias menindaklanjuti Inpres tersebut dengan menerbitkan Keputusan tentang Kewajiban Mengumumkan LHKPN di Lingkungan Badan Pelaksana BRR NADNias pada awal Januari 2006.

Tabel 3.2. Tingkat Kepatuhan Pejabat Badan Pelaksana BRR Menyampaikan LHKPN

No.

Jabatan

Jumlah Pejabat 1 1 10 6 27 5 21 21 87 12 191

Telah Melaporkan 1 1 10 6 27 5 21 21 87 12 191

% Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

1. Kepala Badan Pelaksana 2. Wakil Kepala Badan Pelaksana 3. Sekretaris Badan/Deputi 4. Wakil Sekretaris Badan/Wakil Deputi 5. Direktur dan setingkat Direktur Staf Ahli Kepala Badan Pelaksana, Penasihat Kepala 6. Badan Pelaksana, Tenaga Khusus 7. Kepala Perwakilan dan Kepala Distrik 8. Kepala Satuan Kerja 9. Auditor 10. Pejabat strategis lain yang ditetapkan Jumlah

39

Program Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang digelar di lingkungan BRR NADNias memasang target tinggi, yakni mencakup semua pejabat Badan Pelaksana BRR Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara. Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan para pejabat Badan Pelaksana BRR NADNias yang berkewajiban menyampaikan LHKPN. Kegiatan ini dimulai dengan melakukan inventarisasi terhadap para pejabat Badan Pelaksana yang masuk kategori tersebut melalui Layanan SDM. Tercatat 191 pejabat Penyelenggara Negara di lingkungan Badan Pelaksana BRR NADNias yang wajib melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Selanjutnya dilakukan sosialisasi tentang kewajiban dan tata cara penyampaian LHKPN kepada pejabat Penyelenggara Negara di lingkungan Badan Pelaksana BRR NADNias. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh Kedeputian Bidang Pengawasan bersama Satuan Anti Korupsi, bekerja sama dengan KPK sebagai narasumber. Hingga 31 Desember 2008, BRR NADNias telah melakukan sosialisasi kepada 171 pejabat Badan Pelaksana (90,48 persen) dari seluruhnya 191 pejabat Penyelenggara Negara di lingkungan Badan Pelaksana BRR NADNias. Untuk mengetahui apakah para pejabat Penyelenggara Negara di lingkungan Badan Pelaksana BRR NADNias telah menyampaikan LHKPN ke KPK, dilakukan monitoring. Pengawasan dan monitoring ini dilakukan Kedeputian Bidang Pengawasan. Setiap kedeputian diberi wewenang secara berjenjang untuk memberikan peringatan dan tindakan disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Badan Pelaksana jika ada pejabat dalam kedeputiannya yang lalai atau belum menyampaikan laporan harta kekayaan sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.

Mengawal Pengadaan Barang/Jasa Sesuai dengan PeraturanPENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Boleh dikata, pengadaan barang/jasa merupakan kegiatan paling dominan yang dilakukan BRR NADNias. Kalau kegiatan ini tidak dikendalikan dan tidak diawasi dengan baik, sangat berpotensi terjadi penyimpangan. Apalagi masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai trauma terhadap konflik dan kekerasan internal yang mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat setempat terhadap Pemerintah RI. Berangkat dari tekad yang tertanam sejak dini untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang bebas korupsi, BRR NADNias mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai rujukan untuk mencegah terjadinya kebocoran dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

40

Mengidentifikasi Faktor Penghambat dan Melatih Personel

Main Mata dalam Pelelangan, seorang pegawai negeri di Aceh Barat yang seharihari bertugas sebagai panitia lelang pengadaan barang dan jasa, kerap diuji dedikasinya. Betapa tidak, saban kali proyek dilelang, tawaran uang menggiurkan mengalir dari para kontraktor yang ingin perusahaannya menang. Rayuan berbuat curang itulah yang tiap hari dilaluinya sejak dia bertugas sebagai panitia lelang pada awal 2006. Saya memang orang baru di panitia lelang, tapi saya mencoba untuk berbuat sesuai dengan peraturan, katanya suatu kali. Rudi mengadu, suatu saat sebuah perusahaan pernah menawarinya uang sebanyak Rp 50 juta. Tujuannya jelas, main mata untuk mengegolkan perusahaan tersebut dalam sebuah proyek. Dia menolak uang itu mentahmentah. Selain itu, bentuk kecurangan yang ditemukan panitia lelang Aceh Barat adalah pengaturan proses pelelangan. Modusnya, beberapa kontraktor bersepakat memasukkan perusahaannya guna pengerjaan sebuah proyek. Tapi telah diatur dulu siapa yang berhak mendapatkannya. Perusahaan lain berhak mendapatkan fee dari pemenang lelang itu. Kecurangan tersebut dipergoki panitia lelang, sehingga tender proyek dibatalkan. Kemarin kami baru saja membatalkan sebuah tender proyek karena mengetahui akalakalan itu, ungkap Rudi bangga.Sumber: Kompas Cyber Media, 19 September 2006. Laporan Wartawan Kompas Ahmad Arif

RUDI

Langkah preventif yang ditempuh BRR agar pengadaan barang/jasa sesuai dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 antara lain mengidentifikasi faktor penghambat penerapan Keppres tersebut. Pertama, kondisi Aceh dan Nias pascabencana merupakan kondisi tak lazim, maka perlu upayaupaya di luar kebiasaan, terutama penyediaan rumah bagi para korban bencana, padahal Keppres Nomor 80 Tahun 2003 didesain untuk kondisi biasa dan normal. Selain itu, pada awal masa rehabilitasi dan rekonstruksi, sangat sedikit personel yang paham Keppres tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terutama di tingkat pelaksana yang menjadi ujung tombak pengadaan barang/jasa di BRR. Kendala pertama diatasi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2005 tertanggal 15 November 2005 tentang Perubahan Ketiga dari

Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Peraturan tersebut memberikan kewenangan kepada BRR NADNias untuk melakukan penunjukan langsung guna mempercepat pekerjaan jasa konsultasi dalam menyusun desain dan perencanaan BRR NADNias. Kemudian terbit pula Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2006 tertanggal 8 September 2006 tentang Perubahan Kelima dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Berdasarkan ketentuan tersebut, pekerjaan pengadaan perumahan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi NADNias yang pengadaannya dilakukan sebelum 31 Desember 2006 dapat dilaksanakan dengan penunjukan langsung. Sementara itu, untuk pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan dana nonAPBN (offbudget), dibuatkan prosedur operasional standar (standard operating procedures atau SOP) yang memuat proses pengadaan barang dan pengawasannya di lapangan. Terkait dengan hal tersebut, Badan Pelaksana BRR NADNias menerbitkan Peraturan Kepala Badan Pelaksana BRR Nomor 2/PER/BPBRR/I/2006 tertanggal 4 Januari 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Trust Fund dan Pengadaan Barang dan Jasa atas Beban Trust Fund.

Petugas Pengadaan Barang/ Jasa memeriksa dokumen tender proyekproyek BRR NADNias di Banda Aceh, 14 Juni 2006. Foto: BRR/Arif Ariadi

Bagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

41

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

Untuk membekali staf direktorat dan staf Satker sebagai pelaksana terdepan, diselenggarakan pelatihan para personel pengadaan barang/jasa pemerintah bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LPKPP). Pelatihan telah 12 kali dilaksanakan dengan jumlah peserta 2.446 orang. Dari jumlah tersebut, 544 personel di antaranya telah memperoleh sertifikasi bidang pengadaan barang/jasa. Bekal pengetahuan belum lengkap jika tidak disertai komitmen teguh menghindarkan diri dari korupsi. BRR mewajibkan para pelaku pengadaan barang/jasa, yakni Kepala Satker, panitia lelang/pengadaan, dan penyedia barang/jasa, menandatangani Pakta Integritas untuk menghindari praktikpraktik menyimpang.

42

Menepis Rumor dengan Transparansi dan Pengawasan KetatAcehNias, yang merupakan kerja raksasa, mendapat sorotan dari banyak pihak. Ada rumor yang beredar tentang adanya satuan kerja, pejabat, ataupun calo yang bermain dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi ini. Rumorrumor tersebut secara tidak langsung memang berpengaruh terhadap citra BRR NADNias. Upaya BRR menepis rumor miring adalah dengan menegakkan transparansi. Kendati begitu, tidak mudah rupanya menjalankan kebijakan manajemen yang transparan di tengah lingkungan yang serba skeptis. Skeptis karena pengalaman di masa lampau memang penuh dengan cerita kesewenangan, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, campur aduk antara kepentingan politik dan bisnis, serta ketidakjelasan aturan main. Skeptisisme itu kembali meruap ketika BRR menjalankan proses prakualifikasi untuk proyek pembangunan perumahan secara transparan dan terbuka, yang dimulai dengan pemasangan iklan berukuran besar di sembilan media cetak, baik nasional maupun lokal. Indikasinya, beberapa informasi yang masuk malah menunjukkan adanya

PROSES rehabilitasi dan rekonstruksi

sekelompok orang yang merespons kebijakan itu dengan miring, bahkan cenderung nyinyir. Begini contohnya: Ah, BRR naif sekali. Sudah diberi kewenangan untuk menunjuk langsung dan memilih kontraktor, kok, masih pasang iklan segala. langsung saja tunjuk. Kalian terlalu demokratis, kata salah satu tokoh penting. Obrolan di berbagai forum dan warung kopi juga banyak yang bernada seirama: BRR kayak enggak tahu lingkungan, mau main bersih di lingkungan yang kotor. Susahlah, palingpaling nanti kontraktor ramairamai mendaftar, dapat kontrak, ambil uang muka, terus kabur. Ada lagi yang mengatakan, Ya, BRR memang tidak mau KKN dengan kontraktor, tapi proyekproyek dibagi di antara mereka (pejabat BRR) sendiri. Tapi itulah konsekuensi menegakkan sistem yang berpihak pada rakyat, yang membela kepentingan masyarakat banyak, bukan berpihak pada segelintir orang yang terus ingin menikmati ketidakjelasan aturan main. Satu hal yang sangat menggembirakan, kebijakan transparansi dan keterbukaan disambut antusias dan dipuji oleh banyak pihak. Termasuk oleh lSM asing, negaranegara donor, PBB, komunitas internasional, dan juga Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Transparansi dalam Kualifikasi dan Pelelangan Melalui EProcurementBagian 3. Sapu Bersih Segala Bidang

Prosedur lain yang ditegakkan BRR menyangkut pengadaan barang/jasa ialah transparansi rencana prakualifikasi dan pelelangan kepada masyarakat. Setiap rencana prakualifikasi dan pelelangan diumumkan melalui media massa, papan pengumuman, dan jaringan rekanan terdaftar sesuai dengan kebutuhan barang/jasa yang akan diadakan. Dalam pengumuman yang disebarluaskan itu, BRR selalu mencantumkan situs http://www.eacehnias.org sebagai referensi informasi lebih lengkap dan alamat pengunduhan (download) dokumen secara elektronik, disertai layanan khusus surat elektronik [email protected]. Dengan sistem berbasis Internet ini diharapkan pelaporan dan proses pengadaan barang/jasa bisa lebih efektif, efisien, terbuka, akuntabel, transparan, dan adil. Dalam perkembangannya, Satker yang banyak dengan bidang kerja dan wilayah cakupan program yang begitu luas memunculkan kebutuhan akan sistem pengadaan barang/jasa yang cepat, efisien, dan transparan. Setelah persiapan selama dua tahun, BRR mulai menerapkan eprocurement pada Tahun Anggaran 2008. Penggunaan sistem pelelangan dengan teknologi informasi berbasis Internet ini mengurangi jumlah personel yang terlibat dalam pelaksanaan. Mekanisme eprocurement membuat BRR mengubah sistem tender dari prakualifikasi menjadi postkualifikasi, sehingga berhasil menyaring semua peserta tender berdasarkan keahlian dan pengalaman kerja. Penerapan eprocurement mengedepankan kemudahan, kecepatan, dan integrasi. Tak satu pun rekanan bisa memanipulasi data dan informasi karena semua harus dilampirkan secara online oleh mereka sendiri. Pihak pelaksana dan panitia pengadaan barang/jasa dapat memonitor semua proses secara cepat dan terbuka melalui Internet. Sistem yang digunakan BRR pada dasarnya merupakan sistem yang dikembangkan dari eprocurement Pemerintah Kota Surabaya sebagai salah satu praktik terbaik di Indonesia. Di masa depan, sistem ini dapat digunakan Pemerintah Provinsi Aceh dan semua pemerintah kabupaten/kota di seluruh Aceh. Mengingat hampir separuh staf kantor regional BRR berasal dari lingkungan pemerintah daerah, diharapkan mereka memainkan peran aktif untuk menjaga keberlanjutan sistem eprocurement di kantor asal masingmasing.

43

Inventarisasi dan Pemaparan Kasus PenyimpanganWalau telah memiliki sistem pengadaan barang/jasa canggih dengan para pelaksana yang bertameng Pakta Integritas dan paham betul peraturan pengadaan barang/jasa, BRR tetap melakukan inventarisasi dan berupaya memaparkan berbagai kasus penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa.

PENGAWASAN: Kikis Korupsi Tanpa Toleransi

BRR Ancam Blacklist Kontraktor NakalBadan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias mengancam akan menjatuhkan sanksi tegas terhadap sejumlah kontraktor yang dinilai nakal, terutama mereka yang meninggalkan pekerjaan borongan rumah dan yang bekerja di bawah standar. Dari 800 kontraktor yang mengerjakan 10.600 unit rumah bantuan BRR tahap I tahun 2006 lalu, sebanyak 16 perusahaan konstruksi (2 persen) dilaporkan akan segera diblacklist karena meninggalkan pembangunan rumah yang sedang dikerjakannya. Kontraktor yang meninggalkan pekerjaannya akan kita beri sanksi yang tegas, yakni memblacklist atau memasukkan perusahaan tersebut dalam daftar hitam, dan tidak dibenarkan lagi untuk ikut dalam kegiatan proyek fisik rehab dan rekon BRR, kata Ketua Badan Pelaksana BRR NADNias Kuntoro Mangkusubroto kepada Serambi, Selasa (2/4) lalu. Selain itu, ungkap Kuntoro, masih ada lagi sekitar 36 perusahaan (6 persen) yang dinilai berkinerja buruk, dan sekitar 128 perusahaan (16 persen) lainnya dinilai berkinerja lamban. Bagi perusahaan yang berkinerja buruk, seperti membangun rumah yang diborongnya belum sesuai bestek, misalnya, masih diberikan peluang untuk memperbaiki pembangunan rumahnya. Begitu juga terhadap perusahaan yang terlambat memulai atau menyelesaikan rumahnya, kita minta untuk segera menyelesaikannya dengan kualitas standar, katanya.

BANDA ACEH:

Klasifikasi K1 dan K2Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Program Deputi Perumahan BRR NADNias Wisnu Broto mengungkapkan hal senada. Hasil evaluasi tim pengawas rumah, kontraktor rumah yang paling banyak meninggalkan pekerjaan dan berkinerja buruk pada umumnya yang berklasifikasi K1 dan K2 atau yang mendapat pekerjaan 610 unit rumah. Tapi tidak semua demikian, dan ada juga yang bagus hasil kerjanya. Wisnu mengatakan, pada pembangunan rumah tahap I, BRR melibatkan kontraktor klasifikasi kecil dengan niat yang tulus dan ikhlas, yaitu membantu memberdayakan pengusaha kecil di Aceh yang telah terkena musibah agar bisa bangkit kembali. Tapi tujuan baik dan kepercayaan BRR tersebut tidak dijaganya dengan baik. Kontraktor yang meninggalkan pekerjaan tidak hanya mengecewakan BRR sebagai pengelola dana rehab dan rekon NAD, tapi juga telah menyengsarakan korban bencana gempa dan tsunami yang akan menerima bantuan rumah BRR dan NGO. Karena itu, kata Wisnu, jika kontraktor yang meninggalkan pekerjaan atau tidak mengerjakan sama sekali borongan rumahnya setelah mencairkan uang muka sebesar 20 persen diberi sanksi blacklist, itu merupakan hukuman yang pantas bagi yang tidak amanah dalam menjalankan profesinya.

44

Kembali PLkanDirektur Manajemen Konstruksi II Deputi Perumahan BRR Junaidi Raharjo mengatakan, pada OktoberDesember 2006, pihaknya sudah mengontrakkan pembangunan rumah bantuan BRR tahap II sebanyak 9.656 unit yang bersumber dari dana DIPA APBNP. Sebelumnya, pada tahun yang sama, JuniOktober, BRR juga sudah memPlkan 10.600 unit rumah kepada 800 perusahaan. Untuk membangun 9.565 unit rumah bantuan BRR tahap II, jumlah perusahaan yang dilibatkan lebih sedikit. Untuk membangun rumah tahap I sebanyak 10.600 unit, perusahaan yang dilibatkan mencapai 800 kontraktor, tapi untuk tahap II cuk