20050312 brr ah usulanprogramblueprintaceh

251
1 BAB I POKJA – I TATA RUANG DAN PERTANAHAN I. LATAR BELAKANG Kehadiran gempa bumi yang diikuti dengan badai tsunami dahsyat yang terjadi akhir tahun lalu telah menimbulkan berbagai macam kerusakan di kawasan pesisir barat Nanggroe Aceh Darussalam, seperti di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Banda Aceh, dan Kabupaten Aceh Utara. Musibah itu telah menimbulkan kerugian jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana, yang sangat penting bagi kehidupan manusia, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dsb. Rumah-rumah banyak yang hancur dan rusak, yang mengakibatkan banyak warga yang kehilangan tempat tinggal. Mereka umumnya mengungsi ke tempat-tempat yang tidak mempunyai dampak langsung terhadap bencana. Kerusakan yang terjadi umumnya diakibatkan oleh besarnya energi yang menghantam kawasan pesisir, sehingga bangunan-bangunan yang umumnya tahan gempa ikut ambruk akibat hempasan itu. Puing-puing bangunan yang ikut serta dalam gelombang itu pun menjadi sangat berbahaya bagi objek-objek yang dilaluinya. Keleluasaan gelombang itulah yang membuat banyak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan. Berpijak dari model dan banyaknya kerusakan yang terjadi, nampak sekali bahwa sistem pengamanan kawasan pantai masih belum optimal. Kawasan pesisir, yang umumnya disabuki oleh tanaman-tanaman pantai seperti bakau, kelapa, dsb, keberadaannya sudah berkurang. Padahal tanaman-tanaman tersebut memiliki manfaat yang cukup spesifik dalam mengurangi energi hantaman tsunami.

Upload: maliakbar

Post on 03-Jul-2015

576 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

1

BAB I POKJA – I

TATA RUANG DAN PERTANAHAN

I. LATAR BELAKANG

Kehadiran gempa bumi yang diikuti dengan badai tsunami dahsyat yang

terjadi akhir tahun lalu telah menimbulkan berbagai macam kerusakan di

kawasan pesisir barat Nanggroe Aceh Darussalam, seperti di Kabupaten Aceh

Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Banda

Aceh, dan Kabupaten Aceh Utara.

Musibah itu telah menimbulkan kerugian jiwa, harta benda, serta sarana

dan prasarana, yang sangat penting bagi kehidupan manusia, seperti jalan,

jembatan, pelabuhan, dsb. Rumah-rumah banyak yang hancur dan rusak,

yang mengakibatkan banyak warga yang kehilangan tempat tinggal. Mereka

umumnya mengungsi ke tempat-tempat yang tidak mempunyai dampak

langsung terhadap bencana.

Kerusakan yang terjadi umumnya diakibatkan oleh besarnya energi

yang menghantam kawasan pesisir, sehingga bangunan-bangunan yang

umumnya tahan gempa ikut ambruk akibat hempasan itu. Puing-puing

bangunan yang ikut serta dalam gelombang itu pun menjadi sangat berbahaya

bagi objek-objek yang dilaluinya. Keleluasaan gelombang itulah yang membuat

banyak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.

Berpijak dari model dan banyaknya kerusakan yang terjadi, nampak

sekali bahwa sistem pengamanan kawasan pantai masih belum optimal.

Kawasan pesisir, yang umumnya disabuki oleh tanaman-tanaman pantai

seperti bakau, kelapa, dsb, keberadaannya sudah berkurang. Padahal

tanaman-tanaman tersebut memiliki manfaat yang cukup spesifik dalam

mengurangi energi hantaman tsunami.

Page 2: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

2

Belum adanya akses untuk menyelamatkan diri juga menjadi pemicu

jatuhnya korban yang banyak. Kepanikan warga semakin luar biasa oleh

karena jalan untuk menyelamatkan diri mencari tempat yang lebih tinggi atau

jauh dari pantai, menjadi sempit dan macet, oleh karena keramaian yang ada.

Warga pun tidak menemukan tempat aman atau tempat yang lebih tinggi

terdekat untuk menyelamatkan diri, terutama kawasan pesisir yang jauh dari

daerah perbukitan.

Untuk itu, kajian yang dilakukan ini adalah mengkaji dan mengusulkan

program-program strategis, untuk menata ulang kehidupan warga,

merehabilitasi kawasan, dan mengendalikan kawasan dalam meminimalisasi

dampak bencana yang sama di masa mendatang.

1.1 Tujuan

Berkaitan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada

beberapa tujuan yang diharapkan sebagai produk dari Pokja I UAR+ ini, yaitu :

1. Memberikan gambaran terhadap kerusakan kawasan dan kondisi

sebenarnya pasca tsunami.

2. Memberikan penilaian dan pertimbangan kelayakan terhadap program tata

ruang yang akan dijalankan.

3. Menyusun strategi dan usulan program tata ruang untuk menata ulang

kehidupan masyarakat Aceh.

1.2 Sasaran

1. Menghasilkan program tata ruang yang dapat memperbaiki tatanan

kehidupan warga.

2. Menghasilkan langkah-langkah strategis untuk merehabilitasi kawasan

terkena bencana.

Page 3: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

3

3. Menghasilkan langkah-langkah strategis untuk mengendalikan kerusakan

kawasan.

1.3 Cara Penyusunan

Mekanisme penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan eksplorasi data dan informasi dari berbagai pihak terkait, untuk

mengetahui kondisi sebenarnya pasca bencana tsunami.

2. Mengadakan pertemuan dengan Pokja Tata Ruang Bappenas dan Pokja

Tata Ruang NAD, untuk mengetahui rencana-rencana yang akan disusun.

3. Melakukan survey ke beberapa daerah yang terkena bencana, untuk

mendapatkan aspirasi yang sebenarnya dari masyarakat.

4. Memberikan penilaian dan kelayakan terhadap program yang akan

dijalankan, untuk mendapatkan program rehabilitasi yang cocok.

5. Menyusun strategi dan usulan program, untuk seterusnya dijalankan

dalam upaya menata kembali kehidupan masyarakat, mengendalikan tata

ruang kawasan, dan meminimalisasai dampak bencana mendatang.

6. Hasil kajian di atas dirangkum dalam suatu produk Laporan.

1.4 Tantangan

1. Terbatasnya data-data yang representif yang digunakan dalam menilai

kebutuhan dan pertimbangan kelayakan.

2. Terbatasnya waktu dalam melakukan survey-survey.

II. RONA

Untuk memahami kondisi real suatu wilayah diperlukan adanya

gambaran diskripsi wilayah tersebut untuk menjelaskan penampakan yang ada.

Penjelasan tersebut akan terkait dengan kondisi sebelum tsunami, pasca

tsunami dan kemungkinan akan terjaid pada masa akan datang. Disamping itu

Page 4: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

4

Kondisi yang ada akan memberikan gambaran kehidupan yang bagaimana

yang akan tumbuh, berkembang dan bertahan dengan kondisi yang ada.

2.1 Zona pesisir/Garis Pantai

Zona pesisir merupakan wilayah terdepan yang terkena langsung dari

gelombang tsunami. Dampak yang terjadi adalah hilangnya beberapa daerah

pesisir lama dan menjadikan garis pantai berubah. Umumnya garis pantai

bergeser semakin ke arah daratan.

Dibeberapa tempat, daerah pesisir merupakan daerah permukiman penduduk

dari skala besar (kota hingga skala kecil (dusun). Jika dilihat secara

kewilayahan, maka wilayah Barat merupakan wilayah yang banyak kehilangan

daerah pesisirnya dengan banyak hilang perkampungannya dibandingkan

dengan Wilayah lainnya dari propinsi NAD.

Adapun gambaran zona pantai sebagai berikut:

A. Pantai Barat: Terdapat 3 karakteristik:

1. Pantai dengan daratan tipis dan Tebing perbukitan. Pada saat tsunami,

umumnya gelombang menyapu bersih daratan tersebut dan menghantam

kaki-kaki perbukitan yang menyebabkan tergerus lapisan tanah dari

perbukitan tersebut. Jarak perbukitan dari pantai berkisar 0-1,5 Km,

sehingga perkampungan yang ada umumnya hilang, dan banyak

penduduk (korban sekitar 90%) tidak dapat menyelamatkan diri karena

umumnya tebing bukit/gunung hamper 90 derajat, dan berbatu cadas

(tidak bisa dipanjat). Hanya sedikit kawasan yang mempunyai akses ke

daratan tinggi melandai. Kawasan tersebut meliputi: Lho’nga, Leupung,

Jeumpa, Lhong,

2. Pantai dengan daratan dan terdapat beberapa bukit kecil di tengahnya.

Pada saat tsunami, gelombang selain menggerus bukit, juga menggerus

Page 5: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

5

daratan di sekitar bukit, sehingga bukit membentuk pulau kecil.

Masyarakat banyak yang tidak dapat menyelamatkan diri (sekitar 85%)

karena bukit-bukit tersebut sedikit terjal. Kawasan tersebut meliputi:

Lamno, Lhok Krut, Calang, Panga.

3. Pantai dengan daratan berawa-rawa. Pada saat tsunami, gelombang

masuk ke darat dan menyatu dengan daerah rawa-rawa (gambut).

Wilayah ini hampir tidak terdapat daratan yang tinggi, sehingga luas

daerah yang terkena relative luas. Kawasan tersebut meliputi: Suak Timah,

Meulaboh, Pesisir pantai Kab. Abdya.

B. Pantai Timur, dengan karakter geografisnya relative landai, umumnya air

gelombang masuk ke darat 500m hingga 1500m. Kecuali kota banda Aceh

yang merupakan kombinasi dari semua karakter, sehingga wilayah yang

terkena meliputi 4000m. Zona pantai yang rusak juga sangat beragam

dari sedikit kerusakan (5%) hingga kerusakan total (100%: Kota Krueng

Raya).

2.2 Zona Pasang Surut Air

Zona pasang surut tidak sama karakternya untuk semua pantai Propinsi

NAD. Umumnya pantai Timur lebih jauh (sekitar 200m) dibanding kawasan

barat hanya 100 m. Sehingga pantai timur relative banyak terdapat daerah

rawa-rawa berupa tambak air asin. Sedang pantai Barat, rawa-rawa yang ada

dan sangat berdekatan dengan garis pantai merupakan genangan air hujan

(rawa-rawa gambut) yang tidak dapat mengalir ke laut (akibat muara

sungai/alur tertutup oleh pasir pantai karena gelombang laut yang relative

besar setiap saat).

Di Pantai Timur, zona ini umumnya berupa daerah tambak dengan

pohon bakau di antaranya yang dikelola oleh masyarakat dan bernilai ekonomi.

Page 6: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

6

Zona ini yang memisahkan antara perkampungan dengan garis pantai. Saat

tsunami, zona ini sebagian besar rusak, dan pohon bakau umumnya

terbongkar akarnya sehingga bertumbangan, bahkan terbawa air dan

menghantam perkampungan penduduk. Namun setelah tsunami, zona ini tidak

mengalami penurunan muka tanah, bahkan semakin meninggi oleh pasir laut.

Di Pantai Barat, zona ini umumnya berupa rawa-rawa (Daerah Gambut dengan

tanaman sejenis pohon nipah, bakau, sejenis pandan besar. Luas wilayah ke

darat terkadang hanya 500m dan secara lingkungan sering membentuk

Laguna. Saat tsunami, laguna hamper menyatu dengan laut, akibat terkikis

pantai. Sedang di pesisir yang kering dan air pasang laut sangat jarang naik

kecuali musim Barat, sering ditanami penduduk berupa perkebunan pohon

kelapa, yang luas wilayah ke arah darat sekitar 20-30 baris pohon kelapa. Saat

Tsunami, air laut melewati kawasan perkebunan kelapa dan hampir tidak ada

pohon kelapa yang rusak, namun tanaman lainnya hancur bersamaan

terbongkarnya permukaan tanah.

Di kawasan perkotaan sebelum tsunami, zona pasang surut hampir tertutupi

oleh pembangunan bangunan kota (lihat kota Banda Aceh: kawasan Uleleue,

Kp. Pande, Lampaseh, Lambaro Skep, Tibang, Lingke;), sehingga saat tsunami

kawasan ini hancur dan meninggalkan genangan air. Namun setelah 2 bulan

tsunami, kawasan tersebut sebagian menjadi tempat pembuangan bengkalai

yang menutup pertapakan rumah maupun tambak. Disamping itu beberapa

kawasan menampakkan kesuburan permukaan tanah yang ditandai

tumbuhnya rerumputan.

2.3 Zona Pusat Kota/ Kecamatan/Kampung

Kawasan Kota yang kena tsunami meliputi: Kota Banda Aceh dengan

kerusakan kota sekitar 40%, Kota Meulaboh (30%), Kota Calang (90%), Kota

Suak Timah (90%), Kota Sigli (10%), Kota Lhok Seumawe (20 %). Sehingga

Page 7: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

7

secara zonase dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: kawasan kota Rusak

Berat, Rusak Sedang dan Rusak Ringan.

Kota Banda Aceh merupakan ibukota Propinsi NAD, mengalami ketiga

tingkatan kerusakan yang meliputi luasan cukup signifikan. Secara meruang

tsunami hanya melanda kawasan Utara kota yang dibatasi oleh poros jalan

Timur –Barat Kota Banda Aceh. Terdapat 3 tipe kerusakan yang dapat

diidentifikasi, yaitu:

• Kerusakan Berat ditandai dengan terbongkarnya pondasi bangunan dan

terjadi perubahan topografi kawasan. Hal tersebut terjadi pada kawasan yang

dekat dengan pantai, terdapat permukiman penduduk yang padat dan

sebagian bagian dari wilayah bersejarah kota Banda Aceh (masa Kesultanan

Aceh). Banyak terdapat peninggalan bersejarah berupa makam tua (masa

Kesultanan). Sebelum tsunami, perkampungan terbentuk umumnya secara

organic dan merupakan tanah turun menurun yang ditandai oleh adanya

perkuburan keluarga. Setelah tsunami kawasan ini hancur. Saat ini kawasan

tersebut telah dibersihkan (dilakukan Land Clearing). Kondisi tersebut telah

mengaburkan batas pemilikan lahan, pola-pola perkampungan, pusat kampong,

perkuburan, bahkan objek penting lainnya. Wilayah ini meliputi kawasan

Uleuleue, Pande. Namun beberapa bangunan mesjid selamat.

Sedang kawasan lainnya merupakan kawasan pertambakan/rawa-rawa yang

sekitar tahun 1980-an terjadi pertumbuhan permukiman dengan sistem

reklamasi mengikuti perkembangan kota Banda Aceh. Kawasan Lampaseh

(akibat pertumbuhan permukiman kota dan pertumbuhan Uleuleue), Kawasan

Kajhu (akibat perkembangan yang terkait dengan Unsyiah). Saat ini kawasan

tersebut menjadi daerah berair dan tempat pebuangan bengkalai.

• Kerusakan Sedang, ditandai dengan rusaknya sebagian konstruksi

bangunan, kondisi tanah secara umum tidak rusak. Kawasan ini umumnya

Page 8: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

8

perumahan kota, padat. Secara fisik, lingkungan yang ada tidak berubah.

Contoh kawasan tersebut: Punge, Pelanggahan, Kp. Mulya, Lingke.

• Kerusakan Ringan, ditandai dengan rusaknya kualitas bangunan tanpa

kerusakan struktur bangunan (kerusakan arsitektural). Bangunan yang ada di

kawasan ini cepat mengalami normalisasi oleh pemilik bangunannya, sehingga

tidak ada kendala bagi dimulainya kehidupan perkotaan. Kawasan tersebut

berada di pusat Kota dan sepanjang koridor jalan utama kota

Kerusakan Kota Banda Aceh menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi,

social, budaya, masyarakat kota, sehingga terjadi perpindahan sementara

aktivitas kota ketempat yang lain. Untuk kegiatan Ekonomi berpindah ke arah

Lambaro, Kegiatan perkantoran berpindah ke arah Kawasan Geuce, Jl.

Sudirman. Sedang kegiatan budaya ke agamaan berkembang di setiap mesjid

yang ada. Bahkan beberapa mesjid yang selamat dari tsunami, menjadi pusat

kegiatan masyarakat.

Pusat Kota berfungsi kembali setelah sekitar 3 minggu setelah tsunami yang

ditandai dengan berfungsinya mesjid Raya Baiturrahman. Kota Meulaboh

sebagai ibukota Aceh Barat, mengalami kerusakan total dikawasan kota

lama(Ujung Karang, Kp. Belakang, Ujung Kalak, Padang Sirahet, Pesisir

Meireubo) dan sepanjang pesisir sejauh 500m-1500m. Namun secara

fungsional, fasilitas kota tidak mengalami kerusakan yang berarti, sehingga

kota Meulaboh tidak mengalami kelumpuhan karena fasilitas, namun lebih

karena factor manusianya.

Pusat Kota Meulaboh yang baru (RUTRK 1991) berada sekitar 3-4 Km dari

pantai yang ditandai oleh mesjid Agung (bangunan baru) yang berada pada

daerah Sineubok. Fasilitas pemerintahan baru, kesehatan, perumahan baru

berada di sekitar kawasan tersebut. Kawasan ini tidak mengalami kerusakan

sama sekali.

Page 9: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

9

Kerusakan Bangunan terlihat total, karena kota lama Meulaboh umumnya

terdiri dari bangunan berkonstruksi kayu. Fasilitas yang mengalami kerusakan

berarti adalah: Oil Bunker, dan pelabuhan penyeberangan, dan Tempat

Pendaratan Ikan (TPI). Kawasan ini mengalami kehancuran dengan ditandai

hilangnya sedikit daratan dan bergesernya muara sungai Meureubo.

Kota Calang sebagai ibukota Kabupaten Abdya, mengalami kerusakan total

untuk keseluruhan kota, sehingga dapat dipikir ulang terhadap lokasi kota baru

yang benar-benar bebas dari tsunami. Kondisi geografi kota Calang yang

terdiri perbukitan dan sedikit daratan rendah, menjadi kendala utama

pengembangan kota.

2.4 Zona Permukiman Kota/Desa

Umumnya permukiman kota yang kena bencana adalah permukiman

lama/tua yang memiliki sejarah keberadaan kota tersebut, baik dimulai masa

kesultananAceh maupun masa Kolonial Belanda. Sehingga lingkungan relative

padat, bangunan berkonstruksi kayu dan campuran batu. Usia bangunan

banyak yang sudah tua, dan memiliki sistem fasilitas kota yang buruk. Sedang

permukiman baru, merupakan daerah pemekaran kota

III. PENILAIAN KEBUTUHAN

Masyarakat diharapkan dapat optimal dalam memberikan aspirasinya.

Aspirasi dari masyarakat itu perlu mendapat perhatian dalam menyusun

program-program untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Dari hasil survey

yang dilakukan di beberapa kawasan, ada beberapa kebutuhan diharapkan

oleh masyarakat, terkait dengan tanah, tata ruang kawasan, permukiman, dan

kawasan strategis lain.

3.1 Penataan Tanah

a. Penandaan Kembali Tanah

Page 10: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

10

Akibat bencana tsunami, banyak bangunan yang rusak berat dan

hilang, sehingga kesulitan dalam mengidentifikasi batas-batas dan

kepemilikan tanah yang merupakan kepunyaan warga. Untuk itu,

sebagian besar warga menginginkan untuk segera dilakukan

penandaan kembali tanah mereka, sehingga mereka dapat

membangun kembali rumahnya.

b. Pendataan Kembali Tanah

Pendataan ini diperlukan untuk mengidentifikasi kepemilikan tanah-

tanah yang ada, sehingga jelas siapa pemilik tanah tersebut, apakah

orangnya masih ada atau tidak, dan siapa-siapa saja ahli waris yang

berhak bila pemiliknya menjadi korban bencana.

c. Prediksi Tanah Yang Terpakai Untuk Zona Penyangga

Masyarakat membutuhkan informasi tentang luas zona penyangga

yang akan digunakan sebagai fasilitas perlindungan terhadap

bencana mendatang. Dengan adanya prediksi ini, maka masyarakat

bisa mendapatkan gambaran apakah tanahnya masuk dalam zona

tersebut atau tidak, dan bagaimana kompensasinya.

d. Penyediaan Tanah Cadangan Untuk Relokasi

Sekali pun keterikatan budaya, sejarah, pekerjaan, dan aspek-aspek

lain membuat sebagian besar masyarakat ingin kembali ke tempat

asal mereka, namun kemungkinan masyarakat yang ingin direlokasi

tetap ada. Untuk itu, penyediaan tanah cadangan menjadi hal yang

penting, sehingga penempatan tempat tinggal untuk mereka

menjadi jelas.

e. Menyuburkan Kembali Tanah

Ada tanah masyarakat yang merupakan perkebunan yang

menghasilkan. Akibat tsunami, tanaman-tanaman yang ada mati.

Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui kondisi

Page 11: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

11

tanah yang terkena tsunami, untuk dikaji zat-zat yang terkandung di

dalamnya. Bila mengandung zat-zat berbahaya, maka perlu

dilakukan usaha-usaha peningkatan kesuburan tanah, dalam upaya

meningkatkan kembali produktivitas tanah dan tanaman-tanaman

yang sesuai.

3.2 Penataan Kawasan

a. Masyarakat menginginkan adanya kawasan perlindungan

Bencana tsunami memang tidak diketahui secara pasti kapan terjadi

lagi. Menurut para ahli, peristiwa itu akan terulang kembali puluhan

tahun mendatang karena sudah merupakan siklus dan sifat alam

yang selalu menyeimbangkan diri. Masyarakat sudah paham akan

hal ini, sehingga untuk melindungi diri mereka dan generasi

mendatang, mereka menginginkan agar lingkungan permukimannya

difasilitasi dengan zona perlindungan dan sistem peringatan dini.

Sehingga dampak bencana dapat diminimalisasi.

b. Perlindungan terhadap kawasan bernilai sejarah

Perkembangan suatu kota tidak terlepas dari sejarahnya di masa

lampau. Ada bagian-bagian kota yang merupakan awal dari

berdirinya kota tersebut, sehingga situs-situs sejarah kemungkinan

ada di tempat tersebut. Untuk itu, bagian-bagian ini harus tetap

dilestarikan, sehingga dapat menjadi daerah pendidikan dan wisata

sejarah yang sangat bermanfaat bagi generasi mendatang.

c. Sirkulasi yang aman ketika keadaan darurat

Banyak warga yang meninggal karena jalur menuju tempat tertentu

yang dianggap aman menjadi tempat yang penuh sesak hingga

sukar untuk bergerak. Semua orang menggunakan jalur tersebut

pada waktu yang sama dengan beragam moda. Untuk itu, perlu

Page 12: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

12

ditata kembali sistem sirkulasi lalu lintas dan jalan, sehingga aman

dilalui ketika keadaan tiba-tiba menjadi darurat. Ini bisa dilakukan

dengan membuat sistem jalan grid pada bagian-bagian tertentu dan

meninjau kembali hirarki jalan yang ada.

d. Penempatan fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang, seperti TPA, perlu mendapat perhatian. Karena

keadaannya akan mempengaruhi kawasan sekitar. Hal ini perlu

dilakukan untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan

yang pada akhirnya membahayakan penduduk yang bermukim di

sekitar tempat tersebut.

3.3 Penataan Permukiman

a. Penyediaan rumah yang sesuai dengan karakter dan kebiasaan

masyarakat.

Penyediaan rumah bagi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal

akibat tsunami perlu diperhatikan. Sekali pun masyarakat setuju saja

bila dibangun tipe standar 36, namun akan lebih baik bila rumah

yang ada disesuaikan dengan pola kehidupan mereka. Misalnya,

perumahan bagi kaum nelayan.

b. Penataan Tata Letak Rumah

Kondisi tata letak rumah sebelum bencana terjadi umumnya

semraut, tanpa kejelasan akses. Sehingga banyak masyarakat yang

meminta untuk diatur kembali lahan mereka, sehingga jalan menjadi

teratur dan rapi, dan ikut mempermudah ketika terjadi bencana atau

dalam keadaan darurat.

c. Penyediaan Tempat Untuk Menyelamatkan Diri

Pada permukiman yang tetap berada di daerah yang terkena

bencana, kehadiran tempat ini menjadi sangat penting. Mereka akan

Page 13: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

13

langsung menuju tempat ini ketika tanda-tanda bencana sudah

mulai ada. Tempat ini bisa bangunan mau pun bukit buatan, yang

dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial dan

kemasyarakatan.

3.4 Penataan Kawasan Khusus

a. Menempatkan zona perlindungan dengan baik

Zona perlindungan yang diharapkan adalah berupa bakau, dan

tanaman-tanaman lain yang menghasilkan dan produktif, seperti

batang kelapa, mangga, dsb. Selain itu, perlu pula dibangun ruang-

ruang terbuka yang dapat berupa taman, lapangan bermain, jalur

hijau, dsb, yang tujuannya adalah untuk mengurangi energi yang

dihasilkan oleh gelombang.

b. Perbaikan Kembali Kawasan Pelabuhan (Laut & Udara), TPI, dan

Wisata

Untuk mempermudah transportasi, pengembangan kembali fasilitas

ini merupakan hal yang penting. Keberadaan pelabuhan harus

dintinjau kembali apakah masih dapat ditempatkan pada tempatnya

semula atau tidak. Bila berbahaya, dapat dicari lokasi lain yang tidak

berbahaya.

IV. PERTIMBANGAN KELAYAKAN

Masing-masing kebutuhan masyarakat seperti diillustrasikan dalam Bab

IV, selanjutnya dinilai kelayakannya. Ada beberapa pertimbangan dasar untuk

menentukan kelayakan kebutuhan itu, yaitu :

Menjangkau perspektif jangka panjang

Menghasilkan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

Page 14: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

14

4.1 Penataan Tanah

Masyarakat membutuhkan adanya penandaan kembali tanah,

pendataan kembali tanah, perkiraan tanah untuk zona penyangga, dan adanya

tanah cadangan untuk pengembangan kota.

Penataan kembali tanah dapat menjangkau perspektif jangka panjang,

dimana tanah yang ada merupakan aset yang dapat dimanfaatkan baik untuk

generasi saat ini mau pun generasi mendatang atau antar generasi. Selain itu,

manfaat dari segi ekonomi pun ada, dimana nilai tanah akan terus bertambah

seiring dengan pertambahan waktu.

Dari sudut pandang lingkungan, penataan kembali tanah akan membuat

tanah kembali produktif. Sehingga tidak ada tanah yang terbengkalai tanpa

pemanfaatan yang kurang baik dampaknya terhadap lingkungan. Kondisi sosial

masyarakat yang membuat masyarakat, walau bagaimanapun, tetap akan

kembali ke tempat semula. Sehingga prinsip lebih mengutamakan revitalisasi

daripada relokasi tetap bisa dijalankan, sekali pun harus difasilitasi dengan

daerah pengaman pantai dan escape facilities.

Dengan demikian, maka kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan

penataan tanah ini layak dilakukan.

4.2 Penataan Kawasan

Dalam penataan kawasan, kebutuhan masyarakat adalah adanya

adanya kawasan perlindungan, kawasan bernilai sejarah, sirkulasi yang aman

ketika keadaan darurat, dan penempatan fasilitas penunjang.

Penataan kawasan dibuat untuk dapat menjangkau perspektif jangka

panjang. Apalagi dengan adanya buffer zone, sebagai zona penyangga untuk

perlindungan, maka kejadian serupa dapat diminimalisasi dampaknya bila

dikemudian hari terjadi lagi.

Page 15: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

15

Selain itu, zona penyangga juga dapat berfungsi untuk kelestarian

lingkungan, dan memiliki nilai ekonomi bila tanaman yang ada didalamnya

merupakan tanaman yang produktif, kelapa misalnya. Demikian juga dengan

konservasi kawasan sejarah, dimana manfaatnya dapat dirasakan hingga

generasi mendatang atau antar generasi.

Sirkulasi lalu lintas yang aman ketika terjadi bencana juga untuk

kepentingan jangka panjang. Di satu sisi dapat menjadi tempat untuk sirkulasi

berbagai moda hingga bermanfaat sosial dan ekonomi. Escape facilities pun

memiliki manfaat lingkungan bila bukit (escape hill) dijadikan sebagai hutan

kota dengan tanaman-tanamannya dan/atau bangunan tinggi (escape

building), yang dapat dijadikan sebagai fungsi kegiatan sosial dan ekonomi.

Dengan demikian, kebutuhan masyarakat yang menyangkut penataan

kawasan ini layak dilakukan.

4.3 Penataan Permukiman

Dalam hal penataan permukiman, kebutuhan masyarakat adalah

disediakannya rumah yang sesuai dengan karakter dan kebiasaan masyarakat,

penataan tata letak rumah, penyediaan tempat untuk menyelamatkan diri.

Kawasan permukiman yang ditata dengan baik umumnya dapat

bermanfaat bagi generasi mendatang. Rumah itu pun sebaiknya sesuai dengan

karakter dan kebiasaan masyarakat, misalnya nelayan. Penataan tata letak

rumah yang baik juga akan memperjelas letak jalan, sehingga akses untuk

melakukan evakuasi atau menyelamatkan diri tetap lancar. Dalam hal ini,

penataan menjangkau prespektif jangka panjang, dan memiliki manfaat yang

luas untuk sosial dan pendukung ekonomi masyarakat.

Perlindungan terhadap kawasan permukiman merupakan prioritas yang

sangat penting. Seperti yang sudah diuraikan di atas, kawasan pesisir akan

selalu dilindungi oleh buffer zone dengan tanaman-tanaman yang kokoh dalam

Page 16: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

16

mengurangi energi tsunami, seperti beberapa jenis bakau, kelapa, dsb, yang

juga bermanfaat untuk tujuan konservasi lingkungan hidup.

Dengan demikian maka kebutuhan untuk menata permukiman ini layak

dilakukan.

V. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

Berikut ini akan diuraikan strategi dan usulan program yang perlu

dilakukan untuk menata kembali Aceh adalah sebagai berikut.

5.1 Strategi

Ada beberapa strategi yang dilakukan dalam kaitannya dengan tata ruang ini,

yaitu :

1. Menyiapkan rencana atau program-porgram untuk memfungsikan kembali

permukiman kota beserta lingkungannya yang terkena bencana.

2. Menyiapkan lahan cadangan untuk pengembangan kawasan-kawasan

perkotaan baru.

3. Menyiapkan areal yang akan dimanfaatkan untuk daerah konservasi dan

zona penyangga.

5.2 Usulan Program

1. Penataan Tanah

Kajian tentang kepemilikan tanah (land ouwnership)

Kajian tentang pelaksanaan konsolidasi tanah (land consolidation) /land

readjustment.

Kajian kesesuaian lahan dan struktur tanah untuk permukiman dan pertanian.

Kajian kesesuaian lahan untuk zona penyangga

Pembuatan site plan (lahan untuk pertanian, permukiman, lahan usaha, fsilitas

pendukung, dsb).

Page 17: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

17

2. Penataan Kawasan

Pembuatan rencana detail zona

Pembuatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada kawasan-

kawasan khusus (bangunan, taman, dsb).

Pembuatan Detail Engineering Design (konstruksi bangunan, buffer zone, dan

escape fasilities).

Pembuatan building code untuk bangunan tahan gempa dan tsunami.

3. Penataan Permukiman

Kajian konstruksi tahan gempa dan tsunami

Kajian bentuk rumah yang sesuai karakter pemilik, misalnya rumah nelayan,

petani, dsb.

Pembuatan site plan untuk buffer dan escape facilities

Penataan kembali hirarki jalan dan akses untu escape.

Kajian struktur tanah untuk permukiman

Perbaikan permukiman yang mengalami kerusakan

4. Penataan Kawasan Khusus

Pembuatan RDTRK dan RTBL

Kajian kesesuaian lahan untuk kawasan khusus

Desain TPA dan fasilitas pendukung

Desain buffer untuk kawasan khusus

VII. REVIEW TATA RUANG DAN PERTANAHAN

• Daerah pesisir Barat dan Utara Provinsi NAD/Kota Banda Aceh bagian utara,

beberapa waktu lalu (26 Desember 2004) hancur akibat terjangan tsunami,

dan mengurangi luas daratan yang ada (laut masuk ke daratan). Akibat di atas,

banyak lingkungan terbangun dan lahan-lahan permukiman yang hilang.

Page 18: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

18

• Kota tidak berfungsi sebagaimana harusnya, bahkan ditinggali penghuninya. Di

sisi yang lain, Kota Banda Aceh harus kembali menjalankan perannya sebagai

mana sebelum tsunami: sebagai kota permukiman (masyarakat kota/jasa,

Nelayan), kota Bandar (kaitan dg IMT-GT), kota administrasi (ibukota Propinsi).

• Pemerintah melalui Bappenas telah melakukan tindakan aktif memulai

perencanaan bagi pembangunan kembali Aceh, bersama-sama masyarakat

Aceh Diharapkan Perencanaan pembangunan Aceh khususnya Rencana Tata

Ruang Kota Banda Aceh dan propinsi merupakan perencanaan yang berasal

dari masyarakat.

• Dalam kapasitas sebagai bagian dari masyarakat Aceh yang berasal dari unsur

perguruan tinggi (akademisi), maka Unsyiah dengan Task Force: Unsyiah For

Aceh Reconstruction (UAR+) merasa berkewajiban membantu Bappenas

melalui pemberian beberapa masukan yang khususnya menyangkut hal-hal

yang spesifik tentang Aceh.

HASIL REVIEW

Secara umum Draft Rencana Tata Ruang Kota Banda Aceh Pasca Tsunami

telah memenuhi beberapa pertimbangan, khususnya dari aspek geografis (lingkungan

Fisik). Berdasarkan hal di atas terdapat beberapa hal yang perlu dicermati:

1. Perencanaan Kota Banda Aceh yang dikerjakan oleh pusat, memiliki visi dan misi

yang kurang jelas. Produk yang dihasilkan adalah sebuah perencanaan yang

menghindari bahaya laut dan tidak bersahabat dengan kondisi alam yang telah

ada. Selain itu, kurang memfokuskan pada aspek Masyarakat Aceh yang islami)

2. Konsep Ruang Kota sangat teknis dan hanya pertimbangan efek dari Tsunami

3. Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 zona yang peruntukannya sangat bernuansa

geografis (perhatikan dasar pertimbangannya)

4. Kawasan Buffer yang tidak jelas karakter pengembangannya,

Page 19: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

19

5. BWK I, peruntukan bagi daerah perikanan, yang kurang memperhatikan aspek

sejarah lokasi.

6. Letak CBD Baru, hanya mengikuti gerak pasar (kegiatan ekonomi utama) yang

ada saat ini, (cermati kegiatan pasar ini sebelum Tsunami)

7. Penentuan Sub Orde Kota, (spt:Ule Kareng ), pertimbangan lokalitas yang kurang

terpahami

8. Kawasan Pendidikan yang dikelilingi daerah persawahan, yang tidak sesuai

dengan eksisting yang ada.

PEMBAHASAN

1. Pengembangan Kota Banda Aceh yang direncanakan terkesan tidak memiliki

visi yang jelas, seperti membangun kota baru yang takut dengan laut (laut hanya

dilihat sebagai ancaman). (Lihat latar belakang pada point 1.2. yang tidak

menyinggung aspek masyarakat Aceh yang Islami)

Kota Banda Aceh saat ini merupakan kota yang telah diletakkan dasar-

dasarnya sejak masa awal kerajaan kesultanan Aceh (abad XIII). Konsep kota yang

Islami (mungkin juga hasil percampuran dengan konsep kota Hindu), telah

menempatkan posisi strategis bagi: Mesjid Raya, Pendopo (dahulu Istana Sultan),

dan kawasan Bandar di sekitar sungai Kreung Aceh. Peran sentral Mesjid dan

pendopo bagi masyarakat kota Banda Aceh, terus berkembang hingga kini. Nilai

Islami terlihat bahwa tidak ada pemisahan antara kehidupan agama dan dunia yang

terlihat dalam zona kegiatan keduanya.

Hasil Studi tentang peran mesjid Raya (Elysa, 2000), masyarakat Aceh masih

sangat menghormati dan mengorientasikan diri bagi mesjid Raya ini, kemudian

kegiatan lainnya mengikuti.

Jika ingin membangun Kota Banda Aceh (Aceh secara umum), nilai yang

diemban mesjid harus menjadi focus utama. Pilihan tempat harus dimulai dari:

Page 20: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

20

dimana dan bagaimana meletakkan Mesjid Raya (note bene: harus mampu menyaingi

Mesjid Raya Yang Ada). Hal ini tidak perlu menjadikan kita pesimis, karena Sultan

awal Aceh, mampu memindahkan keseluruhan aktivitas dari kota Lamuri ke Kota

banda Aceh setelah 2 abad.

Di sisi lain, masyarakat Aceh sejak dahulu terkenal sebagai masyarakat bahari

yang sangat demokrasi, mandiri dan religi. Perdagangan antar pulau sudah

membentuk masyarakat Aceh sebagai pedagang antar pulau, dan budaya yang

berkembang adalah budaya kelautan. Sehingga laut bukan menjadi daerah belakang.

Laut merupakan harapan hidup. Artinya banyak kegiatan ekonomi dimulai dari

kawasan laut.

2. Konsep Ruang Kota sangat teknis dan hanya pertimbangan efek dari Tsunami.

Secara konsepsi ruang, tidak terlihat aspek Islami, karakter masyarakat dan

sejarah kota, demikian karena terkait dengan visi (lihat point 1.3).

Beberapa pemikiran yang memuat 3 aspek di atas, yaitu konsep:

• Mengembalikan kawasan jejak-jejak perjalanan sejarah kota Banda Aceh

• Pantai merupakan bagian “depan/ terpenting” dari kota.

• Ditambahkan membangun kota yang Islami dan Bersejarah (catt: Sejarah Kota

Banda Aceh terkait dengan sejarah pertama sekali Islam masuk ke Indonesia,

sehingga eksistensi Indonsesia juga nampak dari adanya peninggalan yang

terbuktikan).

3. Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 zona yang peruntukannya sangat bernuansa

geografis (perhatikan dasar pertimbangannya).

Tampak sangat kasat mata, zona dibuat hampir mempertimbangkan jarak

jangkau tsunami. Pendekatan mengamankan asset pembangunan memang ada

Page 21: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

21

benarnya, namun kehidupan yang telah berkembang di atasnya perlu

dipertimbangkan, seperti sejarah lokasi, karakter kehidupan masyarakat.

Zona kota tidak semata-mata mengarahkan karakter pembangunan fisik saja,

namun juga karakter masyarakat Kota. Sehingga akan terjadi beragam kegiatan yang

melintasi zona-zona tersebut.

Yang paling penting diperhatikan adalah harus tampak jelas zona jejak lintasan

perjalanan sejarah kota Banda Aceh sejak dari Kota Pancu –Lamuri- Kesultanan Aceh-

Kolonial Belanda-NKRI Orde Baru-NKRI Pasca Tsunami. Saat ini peninggalan kota-

kota ini masih ada walaupun hanya tinggal kawasan kosong, tapi perlu ditandai

dengan karakter aktivitas spesifik (daerah Wisata).

Disamping itu peran sungai yang besar dapat menarik aktivitas kelautan lebih

ke arah daratan. Sehingga aktivitas tersebut aman saat musim angin Barat.

4. Kawasan Buffer yang tidak jelas karakter pengembangannya,

Kawasan Buffer tidak lalu diartikan kawasan tanpa kehidupan, masyarakat

pantai sebenarnya ikut juga menjaga aktivitas di laut, artinya Pantai-pantai kita

menjadi bertuan. Sebagai Bandingan, di sepanjang Pantai Barat, kalau dari Udara kita

hanya melihat pohon kelapa yang ketebalan kawasannya sekitar 20 pohon kelapa,

namun dibawahnya terdapat hunian masyarakat. Masyarakat dapat berperan sebagai

penjaga pantai, mereka diberi pemahaman tentang peran terdepan mereka dalam

pengamanan bencana dari laut. Pohon Mangrove, hanya kombinasi ditempat-tempat

tertentu. Pengembangan pohon kelapa sudah dilakukan sejak masa kesultanan Aceh

dan banyak tanaman lainnya.

Yang terpenting, dalam pengembangan kawasan Buffer dengan kehidupan di

dalamnya, adalah Kepadatan rendah dan menerapkan pola permukiman tertentu dan

sistem perlindungan yang sesuai.

Page 22: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

22

5. BWK I, peruntukan bagi daerah perikanan, yang kurang memperhatikan aspek

sejarah lokasi.

Terkait dengan pembahasan no I. Di dalam BWK I, merupakan lokasi dari

sejarah kota banda Aceh dan permukiman tradisional Aceh (petani, nelayan,

pedagang), justru beberapa tempat harus dipertahankan oleh kehendak pemerintah,

bukan karena kehendak rakyat saja. Rakyat harus kembali dan diberi modal untuk

mengembalikan sejarah yang hilang. Seperti kawasan Kampung Pande, dahulu

sebelum tahun 1970-an, daerah ini membuat kerajinan khas Aceh dari logam

(tembaga, Perunggu, emas, perak). Kerajinan ini hilang karena masyarakat lebih

“mencintai” produk Luar (India, Malaysia). Jika ini dibangkitkan kembali, perjalanan

sejarah kota Banda Aceh akan lebih mudah diujudkan.

6. Letak CBD Baru, hanya mengikuti gerak pasar (kegiatan ekonomi utama) yang

ada saat ini, (cermati kegiatan pasar ini sebelum Tsunami)

Lambaro menggeliat karena pasar Aceh dan Peunayong tidak berfungsi secara

fisik, namun sebagai “pasar” yang terkait dengan peran kota Banda Aceh dengan

Mesjid Raya Sebagai central kehidupan, maka kawasan Lambaro, akan sulit

berkembang. Kecuali akan ada mesjid Raya sekaliber yang sekarang di sekitarnya.

Kalaupun lokasi kawasan pemerintahan akan dikembangkan di sekitar lambaro,

namun kegiatan pemerintahan tidak menjadi orientasi masyarakat Aceh secara umum,

kecuali pegawai negeri. Aktivitas harian masyarakat termasuk rekreasi adalah di

sekitar mesjid raya, sehingga secara logika di mana banyak terdapat penumpukan

massa maka akan muncul kegiatan ekonomi dalam arti yang sebenarnya.

7. Kawasan Pendidikan yang direncanakan dikelilingi daerah persawahan, yang

tidak sesuai dengan eksisting yang ada.

Saat ini justru kawasan di sekitar luar kampus telah berkembang sebagai

daerah permukiman (mahasiswa). Jika benar CBD Baru akan ke Lambaro, yang jarak

Page 23: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

23

dengan kawasan pendidikan relative jauh, maka akan mendorong pertumbuhan

kawasan sekitar luar kampus. Secara eksisting, kampung-kampung lama juga

terdapat di sekitar kampus dan persawahan relative hampir hilang. Perkembangan

kawasan Selatan kampus terkait juga dengan adanya jalan inspeksi sungai Banjir

Kanal.

Page 24: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

24

BAB II POKJA – 2

LINGKUNGAN DAN SUBER DAYA MANUSIA

I. LATAR BELAKANG

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada hari minggu, 26 Desember

2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara

(Sumut), telah meluluh lantakkan kehidupan masyarakat, struktur

perekonomian, dan infrastruktur. Gempa yang berkekuata 9.0 pada skala

richter dan berpusat di dasar laut dengan kedalaman antara 20 sampai dengan

530 km ini, diikuti oleh gelombang tsunami yang sangat tinggi, sehingga

menghancurkan lingkungan dan sumber daya alam di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD) sampai jarak 5 km dari garis pantai.

Gempa bumi dan tsunami tersebut yang telah melanda sebagian besar wilayah

pesisir Provinsi NAD dan sebagian Provinsi Sumatera Utara (Sumut), perlu

ditanggapi secara cepat, positif, konkret, konstruktif, dan terkoordinasi,

sehingga perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kembali wilayah

terlanda bencana dapat berjalan dengan baik. Bencana ini telah membawa

dampak semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengevaluasi

dan memformulasikan konsep penataan ruang yang terintegrasi, baik di

tingkat nasional maupun di tingkat di bawahnya, dengan memperhatikan

unsur lingkungan dan sumber daya alam.

Penyusunan rencana induk tata ruang selayaknya mengikuti

pendekatan ekologi lingkungan dengan memperhatikan potensi bencana dan

potensi dayadukung pada suatu wilayah. Aspek lingkungan dan sumber daya

alam perlu mendapatkan prioritas dalam penyusunan kerangka rehabilitasi dan

rekonstruksi kawasan yang terlanda bencana di NAD dan sebagian Sumut.

Perubahan garis pantai akibat tsunami telah menyebabkan pergeseran

tataruang pemukiman dan meningkatkan kebutuhan ruang baru untuk

Page 25: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

25

masyarakat yang terkena bencana. Berbagai permukiman baru, fasilitas publik

harus dibangun dan tak terkecuali membuang/mengolah reruntuhan, lumpur

dan berbagai jenis sampah. Apabila tidak hati-hati, pemilihan lokasi atau

penentuan ruang baru ini dapat menimbulkan konflik dan persoalan

lingkungan baru, dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Disamping itu

upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang tidak terarah dikhawatirkan akan

melampaui daya dukung lingkungan.

Pendekatan perencanaan yang berwawasan lingkungan harus

diketengahkan dan dipertegas, karena aspek lingkungan sangat menentukan

keberlanjutan dan kenyamanan masyarakat yang tinggal disekitarnya dalam

jangka panjang. Prencanaan berbasis lingkungan tidak hanya menekankan

aspek ekosistim flora dan fauna, akan tetapi juga harus mencakup manusia

dan ekosistem alam secara keseluruhan. Namun, kendala yang dihadapi

terutama berkaitan dengan terbatasnya waktu yang tersedia untuk

penyusunan dokumen ini,sementara data-data lapangan yang tersedia hasil

dari berbagai environment rapid assesment lembaga pemerintah/non

pemerintah masih bersifat umum dan kurang lengkap. Untuk bisa

mengintegrasikan perencanaan lingkungan secara baik, perlu diusahakan

adanya data tentang lingkungan yang detail dan menyeluruh.

1.1 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun pedoman penyusunan

Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan

Sumber Daya Alam Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pasca

bencana gempa dan tsunami yang meliputi:

a. Penyusun Draft awal Blueprint (cetak biru) Rehabilitasi dan Rekonstruksi

NAD dan sebagian Sumut (Nias).

Page 26: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

26

b. Penyusunan rencana induk (masterplan) maupun rencana rinci (detail plan)

pemanfaatan ruang kawasan perkotaan maupun kawasan pesisir lainnya

di NAD

c. Penyusunan rencana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan

perkotaan dan pesisir di NAD dan Sumut

d. Pedoman bagi Pokja lainnya yang terkait dalam penyusunan rencana buku

rinci masing-masing

Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini meliputi:

a. Tersusunnya kebijakan dan strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam di Provinsi NAD

pasca bencana gempa dan tsunami. Informasi ini akan memberi masukan

untuk Pokja Tata Ruang dan Pertanahan, melalui kriteria kelayakan

lingkungan (termasuk untuk pokja lainnya);

b. Tersusunnya pedoman penyusunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Wilayah Provinsi

NAD pasca bencana gempa dan tsunami.

c. Tersusunnya pedoman pelaksanaan pemberdayaan di bidang Lingkungan

Hidup dan Sumber Daya Alam masyarakat Provinsi NAD pasca bencana

gempa dan tsunami. Dengan demikian, konsep ini akan menjadi pedoman

bagi sektor/instansi terkait untuk merumuskan program rehabilitasi dan

rekonstruksi.

1.2 Ruang Lingkup

Pedoman penyusunan rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Provinsi NAD pasca

bencana gempa dan tsunami diperuntukkan bagi seluruh wilayah Provinsi NAD

Page 27: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

27

dan mencakup 16 kabupaten/kota di Provinsi NAD yang terkena dampak

bencana gempa dan tsunami, yaitu:

1) Banda Aceh,

2) Aceh Besar,

3) Aceh Jaya,

4) Aceh Barat,

5) Nagan Raya,

6) Aceh Barat Daya,

7) Aceh Selatan,

8) Aceh Tenggara,

9) Aceh Singkil

10) Aceh Timur,

11) Aceh Tamiang

12) Aceh Tengah,

13) Bener Meriah

14) Gayo Lues

15) Pidie,

16) Aceh Utara,

17) Bireuen,

18) Sabang,

19) Simeulue,

20) Lhokseumawe,

21) Langsa

1.3 Metode Pendekatan

Penyusunan pedoman rehabilitasi dan konstruksi lingkungan hidup dan

sumber daya alam Provinsi NAD pasca bencana gempa dan tsunami dilakukan

dengan menggunakan prinsip-prinsip perencanaan yang bersifat responsif,

Page 28: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

28

partisipatif, dan terdapat integrasi horizontal dan vertikal. Perencanaan yang

bersifat responsif harus dapat menjawab secara cepat dan tepat persoalan

yang terjadi di daerah bencana gempa dan tsunami Provinsi NAD dengan

menentukan program yang tepat.

Pendekatan partisipatif dibutuhkan untuk dapat mengakomodasi aspirasi dan

kebutuhan masyarakat NAD yang terkena bencana gempa dan tsunami.

Integrasi horizontal dilakukan untuk menggabungkan berbagai program

Rehabilitasi dan Rekonstruksi dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber

Daya Alam di wilayah NAD yang dibutuhkan secara cepat untuk menjawab

kebutuhan pada masa sekarang sedangkan integrasi vertikal dilakukan untuk

menggabungkan berbagai program rehabilitasi dan rekonstruksi di Wilayah

NAD dalam skala makro dan mikro.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN LINGKUNGAN

HIDUP DAN SUMBER DAYA ALAM1

2.1 Total perkiraan nilai kerusakan dan kerugian

Berdasarkan makalah POKJA II Bappenas dalam Lokakarya

penjaringan aspirasi masyarakat bidang lingkungan dan sumber daya alam

pada tanggal 4 Maret 2005 di Banda Aceh, perkiraan nilai kerugian dan

kehancuran di NAD, adalah sebagaimana tertera dalam tabel rangkuman.

Potensi penurunan kualitas lingkungan juga terjadi selama kegiatan ‘relief’

(pertolongan) dan tanggap darurat. Dampak lingkungan tersebut mencakup

persoalan sanitasi di lokasi pengungsian, pencemaran lingkungan akibat

kegiatan pembersihan puing-puing, dan penimbunan sisa tsunami. Tanpa

pengelolaan dampak lingkungan paska tsunami dengan tepat, maka

1 Data pada bagian ini dikutip dari Makalah POKJA II Bappenas, yang disampaikan dalam Lokakarya

Penjaringan Aspirasi Masyarakat, pada tanggal 4 Maret 2005, di Banda Aceh.

Page 29: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

29

dikhawatirkan akan timbul dampak lebih lanjut terhadap kesehatan manusia

khususnya pekerja, relawan, pengungsi, dan masyarakat lainnya.

Table 1: Rangkuman Penilaian kerusakan dan kerugian

Sektor Kerusakan Kerugian Total Sektor sosial, termasuk: perumahan, pendidikan, kesehatan, agama dan budaya

15,657 532 16,186

Sektor infrastruktur, termasuk : transport, komunikasi, energy, air dan sanitasi, bendungan

5,915 2,239 8,154

Sektor Produksi, termasuk : agribisnis, perikanan, industri dan perdagangan

3,273 7,721 8,154

Lintas Sektor , termasuk : lingkungan, Pemerintahan, bank dan Keuangan

2,346 3,718 6,064

Total (Rp. trilliun ) 27.191 14,210 41,401 Sumber : Bappenas dan WB 18 Januari 2004

Potensi penurunan kualitas lingkungan juga terjadi selama kegiatan ‘relief’

(pertolongan) dan tanggap darurat. Dampak lingkungan tersebut mencakup

persoalan sanitasi di lokasi pengungsian, pencemaran lingkungan akibat

kegiatan pembersihan puing-puing, dan penimbunan sisa tsunami. Tanpa

pengelolaan dampak lingkungan paska tsunami dengan tepat, maka

dikhawatirkan akan timbul dampak lebih lanjut terhadap kesehatan manusia

khususnya pekerja, relawan, pengungsi, dan masyarakat lainnya.

Perkiraan awal nilai kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat gempa

bumi dan tsunami di Provinsi NAD dan Provinsi Sumatera Utara hasil Analisis

Badan Donor melalui UNEP dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 30: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

30

Table 2: Ringkasan Perkiraan Biaya Kerusakan dan Pencemaran

Lingkungan

No Jenis Dampak Lingkungan Perkiraan Biaya (US$)

1 Pencemaran Air 2,5 – 4 juta Perbaikan sungai 1,5 - 3 juta Pencemaran air tanah 1 juta

2 Pencemaran Limbah Padat 3,44 juta 3 Pencemaran Udara Belum diketahui 4 Pencemaran dan kerusakan Terumbu

Karang dan Mangrove US$ 9,4 - 245 juta

pertahun 5 Pertanian, kehutan dan ekosistem

daratan lainnya 86,24 – 172,68 juta

pertahun 6 Kehilangan Potensi Kegunaan Lahan 23,5 – 47,1 juta 7 Potensi Kontaminasi dari Industri Belum diketahui Total 127.58- 476.22 juta

Page 31: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

31

2.2. Kerusakan/Kehilangan 2.2.1 Kematian/ Kehilangan Sumber Daya Manusia

Berdasarkan data Departemen Kehutanan per tanggal 17 Januari 2005 pukul

15.00 WIB, tercatat jumlah karyawan Departemen Kehutanan di Kabupaten &

Kota dan karyawan Dinas Kehutanan Provinsi NAD sebanyak 464 orang,

terdiri dari 173 orang karyawan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA)

NAD, 43 orang karyawan Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS)

Krueng Aceh, 26 orang karyawan Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan

(BSPHH) Wilayah I, 20 orang di Balai Taman Nasional Gunung Leuser

(BTNGL), dan 38 orang di Dinas Kehutanan. Pasca bencana gempa bumi dan

tsunami tercatat 115 orang selamat, 26 orang meninggal dan160 orang

belum diketahui.

2.2.2 Kerusakan Infrastruktur dan Sarana Pendukung

Data sementara kerusakan infrastruktur Departemen Kehutanan yang masuk

baru mencakup lingkup BKSDA NAD dan BP-DAS Krueng Aceh. BKSDA adalah

Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Ditjen Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), sedangkan BP DAS Krueng Aceh

merupakan UPT dari Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS),

Departemen Kehutanan. Rincian jenis dan jumlah bangunan dan sarana

pendukung yang rusak terlihat pada tabel 2 berikut ini.

Table 3: Kerusakan infrastruktur di lingkungan BKSDA dan BP-DAS

No. JENIS BANGUNAN VOL KETERANGAN 1 Kantor Resort KSDA Banda Aceh

(Ex Kantor Sub Balai KSDA DI Aceh) Luas tanah 1000M2, Bangunan 350 M2

1 unit

Hancur total, perlu bangunan baru

Page 32: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

32

2 Pondok kerja Banda Aceh, Tipe 70 1 unit

Hancur total, perlu bangunan baru

3 Kantor BKSDA Meulaboh, Aceh Barat Luas tanah 600 M2, Bangunan 120 M2

1 unit

Perlu direhap

4 Pos jaga di Alue Bili dan Lami, Aceh Barat

2 unit

Hancur total, perlu bangunan baru

5 Pusat Informasi di Sabang 1 unit Perlu direhab

6 Kantor Resort KSDA Iboih 1 unit Perlu direhab

7 Pintu gerbang TWA P. Weh Sabang 1 unit

Hancur total, perlu bangunan baru

8 MCK di TWA P. Weh Sabang 1 unit

Hancur total, perlu bangunan baru

9 Shelter di TWA P. Weh Sabang 1 unit

Hancur total, perlu bangunan baru

10 Pembangunan rumah pegawai Balai KSDA Prov, NAD yang terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami

42 unit

11 Kantor BP-DAS, 480 M2 1 unit Rusak 50 persen

12 Gedung Kantor Pemerintah, 3000 M2

1 unit Rusak 50 persen

13 Rumah Dinas 2 unit Rusak 50 persen

14 Lapangan tempat parker, 1.206 M2 1 unit Rusak 50 persen

Sumber : Departemen Kehutanan

2.2.3 Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove

Menurut Wetlands International-Indonesia Programme hingga tahun 2000

hutan mangrove yang kondisinya baik di Nanggroe Aceh Darussalam hanya

seluas 30 ribu ha termasuk mangrove yang terdapat di pesisir P.Simeuleu.

Hutan mangrove yang rusak mencapai 25 ribu ha dan hutan mangrove yang

rusak sedang seluas 286 ribu ha.

Page 33: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

33

Table 4: Letak dan luas mangrove

Letak pantai Panjang grs pantai (km) Luas total mangrove (ha)

Pantai utara-timur 761 296,078

Pantai Barat - Selatan 706 49,760

Pulau-pulau Simeuleu 1000 1,000

Sumber : Siaran Pers Dephut No.S.32/II/PIK-1/2004 dan Data Dephut 2001 dan WI-IP

Luas hutan mangrove di NAD pada tahun 1996 menurut Departemen

Kehutanan adalah seluas 54.300 Ha dengan areal dominan berada di

Kabupaten Aceh Timur. Kondisi ekosistem mangrove yang berada di berbagai

daerah kabupaten dalam wilayah Propinsi Aceh Nanggroe Darussalam dapat

digolongkan menjadi a) rusak, b) rusak sedang dan c) rusak berat.

Kerusakan hutan manggrove lebih disebabkan oleh perluasan areal tambak,

pengambilan kayu mangrove untuk dijadikan arang dll, dan pengalihan untuk

lahan pemukiman dll. Hingga saat ini belum terlihat adanya upaya dari

pemerintah untuk melakukan perbaikan terhadap kerusakan dari ekosistem

mangrove.

Demikian pula hingga saat ini belum terdapat informasi kuantitatif pasti

mengenai tingkat kerusakan ekosistem mangrove akibat Tsunami. Informasi

hanya dapat diperoleh dari laporan penduduk dan relawan kemanusiaan yang

sempat melihat kondisi lapangan serta intrepretasi terhadap foto-foto pesisir

yang sempat terekam. Berdasarkan informasi tersebut dapat diperkiraan

bahwa tingkat kerusakan mangrove adalah sbb:

Page 34: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

34

Table 5: Daerah dan tingkat kerusakan magrove

Daerah Tingkat kerusakan

Luas lahan manggrove yang rusak

Aceh Besar, 100% 26,823 ha

Banda Aceh, 100% < 500 ha

Pidie 75% 17,000 ha

Aceh Utara dan Bireun 30% 26,000 ha

Aceh Barat, 50% 14,000 ha Sumber : Wetlands International-Indonesia

Data kerusakan tersebut diatas mungkin lebih besar dari yang sebenarnya,

karena dipastikan adanya kerusakan yang terjadi sebelum bencana tsunami.

Mangrove termasuk jenis tanaman yang sulit mengatasi tantangan alam serta

rentan terhadap pencemaran. Selain itu, mangrove termasuk tanaman yang

tumbuhnya sangat lambat. Untuk mencapai ukuran yang relatif besar,

tanaman mangrove membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun. Saat ini

terdapat 6 juta hektar hutan mangrove di Indonesia dan

600.000 hektar diantaranya rusak parah. Kawasan terparah kerusakannya

adalah di Pantai Utara Jawa serta Pantai Barat dan Timur NAD. Daerah-

daerah yang hutan mangrovenya terpelihara merasakan dampak tsunami

yang lebih ringan. Dengan demikian dipastikan bahwa kerusakan hutan

mangrove di NAD telah terjadi sebelum terjadi bencana tsunami.

Page 35: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

35

Table 6: Luas Kawasan Mangrove Berdasarkan Kerusakannya sebelum Tsunami (2001)

Berdasarkan interpretasi citra satelit yang dikeluarkan WCMC, perkiraan

wilayah mangrove lebih banyak tersebar di pantai timur NAD, dan hanya

terdapat beberapa spot di wilayah barat dan pantai utara.

Data satelit hanya mengindikasikan mangrove di wilayah pantai timur dan

keberadaan spot mangrove di pantai Barat dan Utara NAD ditemukan melalui

observasi langsung di lapangan. Hal ini sesuai dengan laporan UNEP dan

World Bank untuk Bappenas. Diperkirakan total luasan mangrove di wilayah

pantai timur dan beberapa spot di wilayah pantai barat dan utara lebih

Page 36: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

36

kurang 150.000 Ha (laporan World Bank tidak menyebutkan jumlah luasan).

Hampir bisa dipastikan hampir seluruh mangrove di wilayah

pantai barat dan utara NAD dikategorikan rusak berat karena tsunami.

2.3 Inventaris Kerusakan dan Kerugian Sektor Pertanian

2.3.1 Kematian / Kehilangan SDM

Dampak bencana alam gempa dan gelombang Tsunami juga telah

mengakibatkan lumpuhnya fungsi pelayanan pemerintah dalam bidang

pangan dan pertanian. Fungsi pelayanan pemerintah dalam bidang pangan

dan pertanian di wilayah bencana mengalami kelumpuhan karena beberapa

prasarana dan sarana kerja mengalami kerusakan serta beberapa aparatur

Dinas di tingkat propinsi dan kabupaten meninggal dunia dan belum diketahui

keberadaaanya, dan sebagian lagi mengalami trauma. Dari 1.083 orang

pegawai lingkup pertanian, sebanyak 98 orang meninggal, 63 orang cidera,

97 orang belum diketahui, dan 213 orang kehilangan rumah/tempat tinggal.

Dinas yang paling banyak kehilangan pegawainya karena meninggal dan

belum diketahui adalah Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan, yaitu masing-

masing 35 orang dan 34 orang. Jumlah pegawai yang kehilangan rumah

paling banyak terjadi pada Dinas Perkebunan dan Pertanian, yaitu masing-

masing 106 orang dan 51 orang. Selain itu, beberapa pegawai di Dinas-dinas

tersebut mengalami kehilangan anggota keluarganya. Seperti Dinas Pertanian

Kabupaten Aceh Besar kehilangan sebanyak 30 orang, dan keluarga dari para

pegawai BPTPH sebanyak 45 orang.

2.3.2 Kerusakan Infrastruktur dan Sarana Pendukung

Hasil assessment sementara menunjukkan bahwa gedung/kantor dan

Page 37: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

37

saran kerja lingkup instansi pertanian di Banda Aceh yang mengalami rusak

berat dan perlu rehabilitasi total atau pembangunan kembali sebanyak 5 buah,

yang terdiri dari : (i) kantor Kimbun Dinas Perkebunan, (ii) Kantor Dinas

Peternakan, (iii) Balai Karantina Tumbuhan dan Hewan di pelabuhan laut, (iv)

kantor Badan Ketahanan Pangan, dan (v) Balai Proteksi Tanaman Pangan

dan Hortikultura. Selain bangunan gedung yang rusak, juga sarana penting

untuk menunjang fungsi pelayanan kantor tersebut mengalami kerusakan

seperti sarana furniture, pengolahan data, peralatan laboratorium dan

telekomunikasi. Selanjutnya gedung/kantor yang mengalami kerusakan

ringan meliputi kantor Dinas Pertanian Propinsi, dan kantor Balai

Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura

(BPSBTPH) beserta perumahannya. Sedangkan untuk kantor Dinas

Pertanian di kabupaten Meulaboh Aceh Barat diduga kuat mengalami

kerusakan total. Berdasarkan hasil assessment sementara oleh Departemen

Pertanian, lahan sawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan berat

(puso) diperkirakan mencapai 23.330 Ha dan ladang 24.345 Ha. Lahan

ladang yang mengalami puso sebagian besar biasanya digunakan untuk

membudidayakan tanaman palawija dan hortikultura dan sedikit perkebunan

kelapa. Tercatat 9 kabupaten/ kota yang terkena tsunami dan mengalami

kerusakan lahan pertanian cukup besar yaitu di: di kabupaten Aceh Besar,

Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Bireun, Piddie, Bireun. Sedangkan

jumlah ternak yang mati atau hilang diperkirakan mencapai 1,9 juta ekor yang

sebagian besar adalah ternak unggas, dan sisanya ternak ruminansia seperti

sapi, kerbau, kambing/domba. Kerusakan pada lahan usaha tani tersebut

terjadi juga kerusakan pada antara lain jaringan irigasi, bangunan irigasi,

jaringan saluran di tingkat usaha tani, jalan usaha tani, pematang (sawah),

terasering (lahan kering), serta bangunan petakan lahan usaha tani.

Kerusakan pada lahan akibat gempa dan gelombang tsunami , menyebabkan

masuknya air laut (salinitas) dan tebalnya sendimen, berdasarkan survey FAO

Page 38: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

38

yang dilakukan pada tanggal 11-14 januari 2005 menyebabkan kerusakan

berat di wilayah Aceh bagian barat dengan tingkat salinitas lahan mencapai

lebih dari 1000 ppm atau sekitar 40 kali tingkat yang dapat ditoleransi oleh

tanaman1. Pengaruh air laut masuk kedaratan sampai ketinggian 20 meter

diatas permukaan laut. Oleh karena itu upaya rehabilitasi di wilayah pantai

barat membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Kerusakan di wilayah pantai timur

relatif lebih ringan, dan membutuhkan waktu 1-2 th untuk merehabilitasi

lahan. Prakiraan kehilangan produksi bidang pertanian : US $78.8 juta dan

prakiraan kerusakan infrastruktur sebesar US$ 33.4 juta.

NO Kabupaten dan Kota

Kerusakan Lahan Pertanian Ternak Hilang

Sawah (ha)

Kebun (pohon)

Ladang (ha)

(ekor)

1 Sabang 4,147 32,061

2 Banda Aceh 75 50 332,505

3 Aceh Besar 5,611 7,048 9,465 500,000

4 Pidis 1,859 11,304 3,072 238,301

5 Bireun 2,118 9,575 567 153,961

6 Aceh Utara 1,224 612 74,460

7 Kota Lhokseumawe 27,292

8 Aceh Timur 2,119

14 Aceh Barat 1,432 14,950 1,114 251,962

15 Nagan Raya 757 14,895 1,560 137,765

16 Aceh Jaya 1,645 12,240 3,068 156,280

17 Simelue 3,410 14,937 79

18 Aceh Selatan 9,636

19 Aceh Barat Daya 3,080 3,729 4,758

Page 39: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

39

20 Aceh Singkil

Jumlah 23,330 102,461 24,345 1,904,587

Sumber : Tim Penanggulangan Bencana Nasional Departemen Pertanian

2.3.4 Inventarisasi Kerusakan dan Kerugian Sektor Perkebunan

Lahan perkebunan yang mengalami kerusakan diperkirakan mencapai

56 - 102 ribu Ha (FAO, Departemen Pertanian) yang meliputi lahan perkebunan

karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, cengkeh, pala, pinang, coklat, nilam, dan jahe.

Lahan perkebunan yang paling luas mengalami kerusakan adalah tanaman

kelapa yang tumbuh di sepanjang pesisir. Sedangkan berdasarkan wilayah,

lahan perkebunan yang paling banyak mengalami kerusakan berada di wilayah

kabupaten Aceh Barat, Simeulue, Nagan Raya, dan Aceh Jaya. Belum ada data

menganai prosentase dari kerusakan lahan perkebunan terhadap total lahan

perkebunan yang ada di NAD

2.5 Inventarisasi Kerusakan dan Kerugian Sektor Lingkungan Hidup

dan Sumber Daya Alam

2.5.1 Kerugian dan Kerusakan Institusi Pengelola Lingkungan Hidup

Tsunami juga mempengaruhi pengelolaan lingkungan hidup yang ada di

daerah bencana. Data yang ada baru terkait dengan kerusakan di Banda Aceh.

Data-data kerusakan terkait dengan institusi pengelolaan lingkungan hidup

dapat dilihat di tabel berikut ini :

Table 7: Kerusakan institusi pengelolaan lingkungan hidup di NAD

No Lembaga

Dampak

meninggal Kerusakan keterangan

1. Bapelda Propinsi di Banda Aceh

7 org

Page 40: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

40

2. Bapeldada Kota Banda Aceh

5 org Gedung kantor dan seluruh peralatan mengalami kerusakan total

3. Laboratorium lingkungan Gedung dan seluruh peralatan leb hancur 1 bobil lab hancur 2 mbl operasional hancur

Status masih milik KLH karena belum diserahkan ke bapeldada Provinsi

4. LSM Lingkungan 2 org Kerusakan pd kantor Peralatan kantor hancur 1 mobil operasional hancur/ hilang

Direktur WALHI Aceh meninggal.

Sumber : KLH

2.5.2 Pencemaran Air Permukaan dan Air Tanah

Secara umum gambaran awa pencemaran ir terjadi diidentifikasi karena :

Pemantauan kualitas lingkungan telah dilaksanakan di Banda Aceh, dengan

mengambil sampel air sumur, air tanah, air sungai, air laut (pesisir pantai),

udara dan sedimen/lumpur, disertai dengan data pemetaan lokasi pengambilan

sampel tersebut. Sampel diambil dari wilayah yang rusak karena dampak

tsunami maupun wilayah yang tidak terkena banjir tsunami (sebagai kontrol).

a. terlepasnya material limbah dari

tangki penimbunan bahan-bahan yang bersifat

limbah berbahaya dan beracun (B3)

b. kontaminasi dari jenazah manusia dan bangkai hewan di badan air, serta larian air

hujan yang terkontaminasi jenazah manusia dan bangkai hewan. c. kontaminasi air laut ke dalam air tanah d. genangan sisa air tsunami

e. kontaminasi mikroorganisme pathogen dan infeksius dalam air tanah dan air sumur

Page 41: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

41

Parameter yang dipantau meliputi:

a. Sampel air: pH, suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), DHL, warna, BOD,

COD, TSS, NH3, PO4, NO3, NO2, As, Hg, Sulfida, Fenol, Cu, Cd, Total coliform, E.coli.

b. Sampel udara: partikel (TSP), kebauan (NH3, H2S) c. Sampel sedimen/lumpur: pH, uji karakteristik dan logam berat (Pb, Cu, Cd,

Mn, Zn, As, Hg)

Hasil pengamatan terhadap kondisi air menunjukkan kondisi berwarna coklat

sampai kehitaman, keruh, berbau. Kondisi kualitas udara pada kondisi terang

hari cenderung berdebu. Lumpur menutup jalan, halaman kantor, rumah,

dengan ketebalan bervariasi antara 18 cm – 80 cm.

Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air menunjukkan kecenderungan

(pada mayoritas sampel) konsentrasi amoniak (NH3, 8 – 19 mg/l) melebihi baku

mutu (1,5 mg/l). Konsentrasi Total coliform (74.105 – 107.106/100ml) dan

E.coli (1.104 – 9.104/100 ml) jauh melebihi baku mutu (1000/100ml dan

100/100ml) (Lihat Gambar 3). Tingginya konsentrasi Total coliform terdapat

pada sampel dari wilayah yang rusak maupun yang dari wilayah tidak rusak

akibat tsunami. Tingginya tingkat kedua parameter tersebut diduga terkait

dengan pencemaran limbah organik yang mengalami dekomposisi

(pembusukan).

Page 42: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

42

Gambar 1: Peta sebaran Amoniak di Banda Aceh

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2004 Gambar 2: Peta sebaran Ecoli di Banda Aceh

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup

Page 43: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

43

2.5.3 Pencemaran Limbah Padat

Pemantauan kualitas lingkungan untuk pencemaran limbah padat telah

dilaksanakan di Banda Aceh, dengan mengambil sampel sedimen/lumpur,

disertai dengan data pemetaan lokasi pengambilan sampel tersebut. Sampel

diambil dari wilayah yang rusak karena dampak tsunami maupun wilayah yang

tidak terkena banjir tsunami (sebagai kontrol).

Parameter yang dipantau meliputi: Sampel sedimen/lumpur: pH, uji

karakteristik dan logam berat (Pb, Cu, Cd, Mn, Zn, As, Hg).

Pencemaran limbah padat terjadi sebagai akibat dari :

a. limbah puing-puing bangunan

b. limbah benda-benda dan bahan milik masyarakat

c. material laut

d. bangkai hewan

e. lumpur tsunami

Pembersihan sampah secara besar-besaran telah dilakukan di Banda Aceh dan

sekitarnya. Sampah yang tertumpuk tersebar dimana-mana terdiri dari berbagai

jenis sampah seperti , puing-puing bangunan, plastik, besi-besi, balok dan akar

kayu, pohon dan semak, kendaraan, barang-barang rumah tangga, sampai

jenazah. Pembersihan dilakukan secara cepat , karena itu material sampah

diletakkan di tepi jalan, di pinggir kota, di ruang-ruang terbuka sampai masuk

5 – 10 km masuk ke kota Banda Aceh.

Pada umumya kerugian dari penumpukan sampah adalah :

a. Tidak berfungsinya aliran air , drainase dan septic tank, sehingga terjadi

pencemaran pada sumber-sumber air oleh air laut ,lumpur,E-coli dan limbah

berbahaya.

b. Banyak genangan air yang menjadi sarang nyamuk dan bibit penyakit.

Page 44: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

44

c. Puing-puing bangunan masih banyak terlihat diletakkan di pantai, sehingga

akan menghambat tahap rehabilitasi daerah tersebut.

d. Limbah berbahaya seperti dari rumah sakit dibuang di tempat-tempat umum

sehingga dapat menularkan berbagai penyakit.

e. Pembakaran sampah di tempat-tempat tertentu dapat mengancam

kesehatan masyarakat.Sampai sekarang belum ada tempat pembuangan

sampah yang pasti,sehingga akan timbul ancaman penyakit-penyakit infeksi

(epidemic) dan pencemaran yang meluas , apalagi dimusim hujan.

Pencemaran Udara

Pemantauan kualitas lingkungan khususnya aspek pencemaran udara

telah dilaksanakan di Banda Aceh, dengan mengambil sampel udara disertai

dengan data pemetaan lokasi pengambilan sampel tersebut. Sampel diambil

dari wilayah yang rusak karena dampak tsunami maupun wilayah yang tidak

terkena banjir tsunami (sebagai kontrol). Parameter yang dipantau meliputi

Sampel udara: partikel (TSP), kebauan (NH3, H2S)

Hasil analisis sampel udara menunjukkan tingkat debu partikulat (615 ug/m3) di

beberapa lokasi yang melebihi baku mutu (230 ug/m3).

Pencemaran udara terjadi melalui :

a. Bau, debu dan penyebaran mikroorganisme pathogen ke udara dari

berbagai sumber antara lain kegiatan pembersihan dan pengangkutan

material sisa tsunami

b. Kerusakan ekosistem terumbu karang dan mangrove

c. Kerusakan lahan pertanian, hutan, dan ekosistem daratan

d. Kehilangan potensi lahan, khususnya pada lahan sekitar garis pantai

e. Potensi kontaminasi limbah, berupa : limbah rumah sakit, laboratorium,

dan industri dari dua depot Pertamina (di Banda Aceh dan Meulaboh) dan

Page 45: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

45

pabrik PT. Semen Andalas Indonesia, serta sekitar 1.300 industri kecil dan

menengah di Banda Aceh.

Page 46: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

46

III. RONA LINGKUNGAN

Keadaan lingkungan dan Sumber Daya Alam di Provinsi NAD pasca tsunami dapat di paparkan sebagai berikut:

3.1. Kawasan Pesisir dan Tambak

3.2. Kawasan Pertanian

3.3. Kawasan Pemukiman

IV. PENILAIAN KEBUTUHAN 4.1 Dasar Pemikiran

Dalam rangka menyusun rencana rehabilitasi dan rekonstruksi

lingkungan dan sumber daya alam, maka penilaian kebutuhannya sebaiknya

haruslah disusun atas dasar 5 (lima) pertimbangan, yaitu:

a. Mengembalikan kondisi lingkungan dan sumber daya alam kepada keadaan

dimana fungsi lingkungan menjadi normal atau lebih baik lagi untuk

pembangunan berkelanjutan.

b. Mengelola dan melindungi lingkungan hidup dan sumber daya alam sedini

mungkin (early pre-caution) guna mengantisipasi ancaman bencana alam

di masa depan.

c. Memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dengan meningkatkan nilai tambah

yang dapat diperoleh dari lingkungan dan sumber daya alamnya secara

sinergis antara konsep, kebijakan, dan kebutuhan.

d. Mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan oleh semua kegiatan

rehabilitasi dan rekontruksi masyarakat Aceh dan Nias (Sumut).

e. Mengintegrasikan konsep lingkungan hidup dan sumber daya alam dengan

pembangunan wilayah pantai, pertanian, kehutanan, perairan, dan udara

secara utuh sebagai suatu sistem yang saling bergantungan

Page 47: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

47

4.2. Masukan dan Rekomendasi Masyarakat Aceh

Berdasarkan aspirasi masyarakat yang diperoleh dari hasil lokakarya

yang makalahnya masing-masing dari Pokja II Bappenas, Kementerian

Lingkungan Hidup, Working Group Aceh Recovery (IPB), IAGI, WALHI, lembaga

donor (UNDP), Bappeda NAD dan Universitas Syiah Kuala, Tokoh Masyarakat

(Kepala Desa Korban Tsunami), nara sumber serta masukan dari hasil diskusi

yang berkembang selama Lokakarya berlangsung terutama dari tokoh

masarakat, ulama, praktisi, cendekiawan, ilmuan, mahasiswa, lembaga sosial

masyarakat dan pengusaha, pemerintah daerah tingkat I, pemerintah daerah

tingkat II, berbagai organisasi nasional, dan internasional, serta undangan

lainnya, maka hasil Lokakarya Pokja II Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber

Daya Alam dapat disimpulkan, sebagai berikut :

1. Pembangunan kembali Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, bukan hanya

difokuskan pada pembangunan sarana dan prasarana, tetapi juga

membangun kembali lingkungan yang telah hancur menjadi lingkungan

yang lestari guna mewujudkan “green province”, untuk melindungi

kehidupan dan jaminan kesinambungan produktivitas masyarakat serta

dunia usaha agar perekonomian dapat ditingkatkan. Pembangunan ini harus

berorientasi kepada pembangunan nilai-nilai kemanusian dan sosial budaya

2. Akselerasi pembangunan lingkungan bagi masyarakat Aceh, diharapkan

dapat terlaksana secara sinergis dan terpadu antara kebijakan, konsep,

kondisi dan kebutuhan masyarakat, sehingga kerusakan lingkungan hidup

dan sumberdaya alam pasca Tsunami dapat dikendalikan.

3. Penataan lingkungan pasca Tsunami bukan hanya melakukan penataan

pembangunan lingkungan pada wilayah yang tersapu Tsunami, tetapi yang

lebih penting adalah melakukan penataan lingkungan secara keseluruhan

dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk itu selain

Page 48: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

48

diperlukan mediasi antara masyarakat dengan pengambil kebijakan, juga

dibutuhkan kegiatan sosialisasi penataan lingkungan yang terpadu.

4. Konsep pembangunan berwawasan lingkungan bukan hanya dilakukan

untuk kawasan pesisir pantai yang terkena tsunami tetapi harus merupakan

satu kesatuan dengan kawasan yang terdapat di wilayah pertanian,

perkebunan dan kehutanan serta tidak mengganggu fungsi lahan dan

kawasan yang telah ada melalui konsep “agro-ecopolitan”.

5. Untuk memperbaiki ekosistem pantai, perlu adanya “buffer zone” berupa

tanaman pantai, seperti mangrove, cemara pantai, ketapang, kelapa, waru,

pandan dan lain-lain, yang dapat berfungsi sebagai pemicu perkembangan

ekosistem baru, perikanan pantai dan dapat mendukung perekonomian

masyarakat pesisir, disamping juga sebagai peredam energi gelombang

tsunami.

6. Usaha rehabilitasi mangrove dan tanaman pantai lainnya haruslah

mempunyai manfaat ganda dengan melibatkan masyarakat baik pada

pembibitan maupun penanamannya.

7. Rehabilitasi ekosistem pesisir termasuk terumbu karang dan habitat yang

terancam lainnya harus dilakukan sedini mungkin agar kelangsungan

kehidupan biota laut dapat terlindungi.

8. Perbaikan kembali permukiman nelayan perlu mempertimbangkan

keamanan lingkungan dan bila penempatan ke lokasi semula tidak

memungkinkan, maka relokasi harus dilakukan atas dasar kesepakatan

dengan para nelayan dan panglima laot, sehingga tidak meminimalisir

peluang nelayan untuk meneruskan profesinya. Untuk itu perlu adanya

percontohan desa nelayan yang ramah lingkungan.

9. Rehabilitasi wilayah pantai yang rusak akibat tsunami harus segera

dilakukan terutama untuk memperbaiki akses dari dan ke laut bagi para

nelayan dengan melakukan pengerukan kuala/muara yang menyempit dan

Page 49: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

49

dangkal, serta pembersihan pantai dan tambak dari sampah serta material

buangan.

10. Masalah utama dibidang lingkungan dan sumberdaya alam yang

memerlukan penanganan segera pasca Tsunami adalah sampah Tsunami

dan Domestik, persediaan sumber air bersih dan sanitasi, kerusakan

ekosistem, dampak pembangunan konstruksi terhadap lingkungan dan

sumberdaya alam serta keterbatasan sarana dan sumberdaya manusia.

11. Sampah tsunami yang relatif cukup banyak perlu ditangani dengan baik

melalui pengurangan volume dengan cara daur ulang, pemanfaatan dan

penggunaan kembali material yang masih baik, serta pemilahan menjadi

material pengolahan lainnya.

12. Sampah tsunami yang terlanjur dibuang pada lahan masyarakat seperti

sawah, tambak, pantai dan tanah rumah harus segera diselesaikan secara

arif sehingga tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari, dan perlu

segera dilakukan suvey lebih lanjut untuk mencari tempat pembuangan

akhir (TPA) sampah tsunami dan sampah domestik yang ramah lingkungan.

13. Selain penempatan TPA perlu dipertimbangkan pula kelengkapan Instalasi

Pengolah Limbah Tinja (IPLT) , Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta Insinerator bagi limbah

rumah sakit.

14. Penanganan dan pembersihan sampah tsunami mengakibatkan sejumlah

saluran pembuangan tersumbat, sehingga sistim drainase kota dan

pemukiman penduduk tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu perlu

penanggulangan segera, baik pembersihan, maupun pemeliharaan atau

perbaikan sistem, agar tidak memicu bahaya banjir dan menimbulkan

berbagai penyakit pada masyarakat di sekitarnya.

15. Pencemaran air, udara dan tanah pasca Tsunami di beberapa wilayah telah

menimbulkan pencemaran diatas baku mutu, sehingga perlu dilakukan

Page 50: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

50

penelitian lebih lanjut agar hasilnya dapat segera diinformasikan secara

akurat kepada masyarakat untuk menghindari dampak yang dapat

ditimbulkannya.

16. Perlu dilakukan penelitian dan inventarisasi data tentang tingkat dan jenis

bahan yang mencemari air dan tanah serta tingkat kedalaman air tanah

yang layak dikonsumsi untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

penanganan selanjutnya.

17. Penyediaan peta dasar lingkungan untuk penyusunan status lingkungan dan

Neraca Kualitas Lingkungan Daerah perlu dilakukan sekaligus sebagai bahan

data dan informasi bagi semua pihak yang memerlukannya.

18. Pencemaran yang terjadi pada sumber air bersih yang dikonsumsi dari

sumur-sumur masyarakat perlu segera diatasi melalui “water treatment

“ atau upaya lainnya.

19. Pencemaran yang terjadi terhadap lahan pertanian/tambak yang digunakan

untuk kepentingan ekonomis oleh masyarakat perlu dilakukan “clean up”

agar fungsinya dapat digunakan kembali.

20. Pemulihan lingkungan dan sumberdaya alam kedepan harus

memperhatikan pula peningkatan kapasitas kelembagaan (Capacity Building).

Kegiatan yang perlu dilakukan adalah perbaikan tempat kerja dan sarananya,

rehabilitasi laboratorium dan kelengkapan penelitian, pelatihan, pendataan

dan penyediaan informasi termasuk melakukan sosialisasi program serta

meningkatkan kepedulian masyarakat.

21. Perlu adanya pelestarian sumber-sumber keanekaragaman hayati, khususnya

keanekaragaman hayati kawasan pantai dan terumbu karang baik secara in vivo

di ekosistemnya yang alami, maupun in vitro di laboratorium yang lebih efisien

dan mudah.

22. Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam mengimplementasikan kegiatan

perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian secara berkala dan

Page 51: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

51

berkesinambungan agar upaya penanggulangan pencemaran lingkungan hidup

dan sumber daya alam dapat terwujud dengan baik.

23. Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan merupakan kebijakan pemerintah yang harus

dilaksanakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam upaya

mewujudkan pelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.

24. Masyarakat segera ingin kembali ke desa asal dengan membangun

perumahan yang baru serta mendapatkan modal usaha pada

matapencaharian yang sama dengan sebelumnya

25. Masyarakat sangat mendambakan adanya sitem sanitasi lingkungan yang

bersih dan tertata rapi

26. Masyarakat sangat mengharapkan adanya sistem penyediaan air bersih yang

terjamin.

27. Masyarakat memahami fungsi mangrove dan mengharapkan wilayah sekitar

mareka segera dibangun buffer zone, tetapi dengan menghormati hak-hak

adat masyarakat setempat.

28. Partisipasi masyarakat sangat antusias untuk ikut serta dalam proses

rehabilitasi dan rekontruksi.

29. Keberlanjutan pengelolaan kawasan pantai sangat tergantung kepada peran

masyarakat yang berdasarkan kepada sosial budayanya.

Hasil suvey yang dilakukan dibeberapa lokasi bencana beberapa waktu lalu

menunjukkan bahwa masyarakat Aceh mengharapkan kepada pemerintah

dalam hal-hal sebagai berikut:

Page 52: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

52

No Harapan msyarakat Persentase (%) 1 Modal usaha 23.46 2 Perumahan 23.17 3 Peralatan nelayan 7.33 4 Pengadaan ternak 4.40 5 Pengadaan bibit tanaman 4.11 6 Pengadaan perahu 4.40 7 Mesin jahit 3.81 8 Pembuatan tambak 3.52 9 Bantuan pakaian dan alat masak 3.52 10 Pemberian Sembako 3.23 11 Penanaman hutan bakau 2.64 12 Pemberian kredit 1.47 13 Penataan ulang lingkungan desa 1.18 14 Perbaikan ekonomi rakyat 1.18 15 Air bersih 0.88 16 Peralatan tani 0.88 17 Pembangunan sekolah/pasantren 0.88 18 Biaya sekolah 0.88 19 Tempat usaha/toko 0.88 20 Pembuatan tanggul di tepi sungai 0.88 21 Perbaikan jalan 0.59 22 Peralatan berdagang (timbangan dll) 0.59 23 Listrik yang stabil 0.29 24 Fasilitas MCK 0.29 25 Membuka lapangan kerja 0.29 26 Pembuatan dapur bata dan garam 0.29 27 Sumur bor 0.29 28 Alat pertukangan 0.29 29 Pembangunan Tempat Pendaratan Ikan 0.29 30 Pemecah ombak 0.29

Catatan: survei dilakukan di Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, dan Banda Aceh dari tanggal 27 Februari s/d 7 Maret 2005 oleh Tim Pokja II Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Unsyiah dengan jumlah sampel 180 orang dengan karakteristik 78% tinggal di wilayah pantai, 17% persen kawasan pertanian, 5% di kawasan lain (rawa-rawa, semak/hutan).

Page 53: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

53

4.3. Sektor Lingkungan dan Sumber Daya Alam

Rapid environment assesment yang disusun oleh KLH mengidentifikasi akar

masalah dan kegiatan yang sedang berlangsung dilapangan. Dengan table dibawah

ini disusun sebab dan implikasi serta rekomendasi terhadap isu lingkungan tertentu.

a. Air tanah

b. Persampahan

Ada 2 akar penyebab pencemaran (biologis, kimiawi), sebagai akibat dari

sampah tsunami, yaitu:

a) Barang hancur dalam jumlah yang besar dan tersebar pada area yang luas

b) terlalu cepatnya operasi pembersihan limbah dari satu lokasi ke lokasi yang

lain (termasuk ada yang dibuang kesungai atau laut).

Salah satu rekomendasi adalah pembuatan pengolahan sampah akhir (TPA) yang

fixed (tidak berpindah-pindah) untuk jangka waktu yang lama (minimal 30

tahun) dan hal tsb ditetapkan dalam rencana tata ruang, dimana penentuan

lokasinya harus berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan dengan mengacu

pada standar SNI, dan mempertimbangkan aspek kerentanan kawasan terhadap

bencana. Diusulkan untuk menggunakan teknologi sanitary landfill (bukan open

dumping), tempat pengolahannya selain fixed juga bersifat dapat diguna ulang

(reusable) dan proses pengolahannya menggunakan pendekatan 3R (reduce,

reuse, recycle). Selanjutnya analisa sebab dan implikasi serta rekomendasi dalam

aspek persampahan secara singkat dapat dilihat di tabel berikut ini

c. Pengolahan Limbah Cair

Perlu direncanakan lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpadu untuk

limbah cair domestik dan rumah sakit skala kota yang fixed dan sesuai dengan

standar, yang didukung oleh jaringan saluran air limbah yang melayani seoptimal

Page 54: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

54

mungkin pemukiman yang ada. Pembangunan IPAL Terpadu tersebut juga harus

didukung oleh disain sistem proses dan teknologi pengolahan air limbah yang

sesuai standard. ( sumber BPPT)

d. Pengadaan Kayu

Rehabilitasi dan rekonstruksi seluruh NAD diperkirakan membutuhkan bahan

baku kayu dalam jumlah besar. Penilaian kebutuhan awal yang dilakukan

Greenomics dan WWF Indonesia menyebutkan jumlah kebutuhan kayu untuk

barak penampungan, perumahan sederhana (panggung dan tidak panggung),

perkantoran, rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, dan kapal penangkap ikan

mencapai 1,6 juta – 3,2 juta meter3 kayu gergajian atau setara dengan 4-8 juta

meter3

kayu bulat. Bila disasumsikan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut

dilakukan dalam waktu 5 tahun, maka kebutuhan rata-rata per tahun kayu bulat

adalah antara 814,5 – 1,58 juta meter.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu adanya sumber kayu dalam negeri,

sehingga tidak menganggu keberadaan hutan lindung dan daerah konservasi.

Beberapa sumber yang tersedia adalah : a) kayu sitaan/temuan, b) sumbangan

propinsi sekitar, c) hasil landclearing, dan d) pelepasan hutan.

Page 55: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

55

V. PERTIMBANGAN KELAYAKAN LINGKUNGAN2

5.1 Pertimbangan-pertimbangan lingkungan yang mendasar

a. Pertimbangan lingkungan yang terintegrasi untuk rekonstruksi berkelanjutan

Permasalahan lingkungan sebaiknya harus dipertimbangkan dalam semua

rencana dan pelaksanaan rekonstruksi sektoral. Mengikuti peraturan EIA

Indonesia, diterapkan dengan cara-cara yang tepat dengan demikian rencana

rekonstruksi proyek tidak akan mengalami penundaan dalam

implementasinya.

b. Tata Ruang yang ramah lingkungan dan tahan bencana alam Prinsip-prinsip

dan strategi dari Tata Ruang dikembangkan menjadi proyek rekonstruksi

sektoral. Setelah proyek rekonstruksi disusun tidak mudah untuk merubah

land use yang telah ditentukan. Selama merencanakan Tata Ruang perlu

menjadikan isu-isu seperti implikasi lingkungan dan ketahanan terhadap

bencana alam/gempa pertimbangan dalam perencanaannya.

c. Perencanaan perumahan dan permukiman yang berwawasan lingkungan.

Lamanya penggunaan perumahan dan permukiman sementara, tergantung

pada proses rekonstruksi itu sendiri. Pemilihan lokasi untuk perumahan dan

permukiman sementara perlu mempertimbangkan potensi implikasi

lingkungan dalam waktu yang lama.

d. Peran- serta membangun kembali lingkungan hidup. Kebutuhan komunitas

dan organisasi masyarakat sipil menjadi dasar untuk memastikan supaya isu-

isu lingkungan menjadi pertimbangan dalam proses rekonstruksi, sehingga

dapat memastikan keberlanjutannya dalam jangka panjang.

e. Restorasi berdasarkan pada ekosistem. Kerusakan lingkungan dapat

diperbaiki. Sedapat mungkin restorasi dapat mengembangkan potensi

2 Dikutip sesuai dengan makalah yang disampaikan oleh POKJA II Bapenas, dalam Lokakarya Penjaringan Aspirasi Masyarakat, tanggal 4 Maret di Banda Aceh.

Page 56: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

56

pemulihan ekosistem dan cara bagaimana ekosistem dapat menciptakan

mata pencaharian bagi penduduk setempat.

f. Penilaian lingkungan yang komprehensif terhadap kerusakan yang

disebabkan oleh bencana alam. Suatu penilaian lingkungan yang

komprehensif ttg kerusakan yg disebabkan oleh bencana alam ,perlu menjadi

tindak-lanjut dari penilaian awal saat ini. Upaya penilaian ini dapat dilakukan

dengan cara mengembangkan kapasitas nasional dan lokal melalui penilaian.

Selanjutnya kapasitas monitoring lingkungan dapat dikembangkan untuk

memonitor faktor-faktor lingkungan untuk mengurangi dampak bencana alam

dan persiapannya.

g. Membentuk kelembagaan yg effektif pada tingkat nasional, propinsi dan

kabupaten. Dalam pembetukkan kembali struktur kelembagaan dalam

pengelolaan lingkungan suatu struktur ,dengan akuntabilitas yang effektif dan

tanggung jawab yang jelas, hendaknya dirumuskan pada tingkat nasional,

propinsi dan kabupaten

5.2 Pengertian dan Kriteria Kawasan

Table 6: Pengertian Dan Kriteria Kawasan

Pengertian Kriteria Kawasan

Kawasan Hutan Lindung adalah

hutan yang memiliki sifat khas

dan mampu memberikan

perlindungan bagi kawasan

sekitarnya maupun kawasan

bawahnya sebagai pengaturan

tata air, pencegahan banjir dan

Harus memenuhi salah satu dan atau lebih

kriteria berikut.

-Kelerengan rata-rata > 45

-Ketinggian di atas 2000 m dpl

-Jenis tanah yang rentan terhadap erosi

dengan nilai 5 (tanah regosol, litosol,

organosol, dan rezina) dan lereng 15 % -

Page 57: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

57

erosi, serta pemeliharaan tanah Kawasan memiliki skor > 175 menurut SK

Menteri Pertanian No. 837/Um/11/1980

Guna keperluan khusus ditentukan oleh

Menteri Kehutanan.

Kawasan Pertanian Tanaman

Pangan Lahan Basah : kawasan

yang diperuntukkan bagi

pertanian tanaman pangan

lahan basah di mana

pengairannya dapat diperoleh

secara alami atau teknis.

Kawasan yang sesuai untuk pertanian

tanaman pangan lahan basah : Mempunyai

sistem dan atau Pengembangan Perairan

yang meliputi :

-Ketinggian < 1000 m.

- Kelerengan < 40

-Kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm -

Curah hutan antara 1500-4000 mm per

tahunan

Kawasan Tertanian Tanaman

Pangan Lahan Kering : kawasan

yang diperuntukkan bagi

pertanian tanaman pangan

lahan kering, seperti palawija,

holtikultura atau tanaman

pangan lainnya.

Kriteria Kawasan Yang Sesuai Untuk

Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering :

tidak mempunyai sistem dan atau

Pengembangan Perairan yang meliputi: -

Ketinggian < 1000 m

- Kelerengan < 40

-Kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm -

Curah hutan antara 1500-4000 mm per

tahunan

Kawasan Perikanan : kawasan

yang diperuntukkan bagi

budidaya perikanan, baik

berupa pertambakan (kolam)

atau perikanan darat lainnya

dan perikanan laut.

Kawasan yang sesuai untuk perikanan

secara fisik ditentukan oleh faktor utama

adalah

- Kelerengan < 8

- Persediaan air cukup

Page 58: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

58

Kawasan Permukiman :

kawasan diperuntukkan bagi

permukiman baik kota maupun

desa.

Kawasan yang sesuai untuk kawasan

permukiman

-Kesesuaian lahan dengan masukan

teknologi yang ada

-Ketersediaan air terjamin

-Lokasi yang terkait dengan kawasan

hunian yang telah ada

-Tidak terletak di kawasan lindung,

kawasan pertanian lahan basah, kawasan

hutan produksi tetap dan kawasan hutan

produksi terbatas.

Kawasan industri : kawasan

yang diperuntukkan bagi

industri berupa tempat

pemusatan industri dan atau

unit kegiatan industri.

Kawasan industri yang sesuai adalah -

Kawasan memenuhi persyaratan industri -

Tersedia sumber air baku cukup

-Adanya sistem pembuangan limbah yang

baik

-Tidak menimbulkan dampak sosial negatif

yang berat

-Tidak terletak di kawasan pertanian

pangan lahan basah yang teririgasi dan

yang berpotensi bagi pengembangan irigasi

- Tidak terletak di kawasan berfungsi

lindung dan hutan produksi tetap maupun

hutan produksi terbatas

Page 59: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

59

Kawasan Pertambangan :

Kawasan yang diperuntukkan

bagi pertambangan, baik

wilayah yang sedang maupun

yang akan segera dilakukan

kegiatan pertambangan.

Kawasan pertambangan yang sesuai

adalah

-Tersedianya bahan baku yang cukup dan

bernilai tinggi

-Adanya sistem pembuangan limbah yang

baik

-Tidak menimbulkan dampak sosial negatif

yang berat

-Tidak terletak di kawasan pertanian

pangan lahan basah yang teririgasi dan

yang berpotensi bagi pengembangan ingasi

-Kriteria rinci ditentukan oleh Dept.

Pertambangan

Kawasan pariwisata : Kawasan

yang dikembangkan untuk

kegiatan pariwisata.

Kawasan yang sesuai bagi kegiatan

pariwisata adalah

-Keindahan alam dan panorama alam yang

indah dan diminati wisatawan(wisata alam)

-Masyarakat dengan kebudayaan yang

bernilai tinggi

-Bangunan peninggalan sejarah / budaya

yang memiliki nilai sejarah/budaya tinggi

Kawasan Pantai Berhutan

Bakau : Kawasan pesisir laut

yang merupakan habitat alami

bakau (mangrove) yang

memberi perlindungan

kehidupan pantai dan lautan

Kawasan minimal 130 kali rata-rata

tunggang air pasang tertinggi tahunan

diukur dari garis air surut terendah ke arah

darat.

Page 60: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

60

Untuk buffer zone yang akan Tipe vegetasi hutan pantai yang dapat digunakan

dikembangkan, khususnya untuk antara lain adalah: bakau-bakauan, tancang

wilayah coastal forest buffer zone, (Broguiera spp.), dan ketapang.

Pada daerah berpasir sepanjang garis pantai dapat digunakan tumbuhan antara

lain: cemara laut (Casuarina equasitifolia), waru laut (Hibiscus tiliaceus) dan

pandan (Pandanus spp.).

Untuk zoning code, perlu dilakukan pembatasan alih fungsi lahan pada daerah

buffer zone, misalnya setidaknya 60% dari kawasan buffer zone sama sekali

tidak boleh dialihfungsikan.

5.3 Prinsip Dasar Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Sumut

5.3.1 Membangun kembali NAD dan Sumut secara berkelanjutan.

a. Penataan ruang yang mempertimbangkan factor-faktor geological hazard dan

sosiocultural;

(i) Indonesia berada di wilayah rawan bencana, baik tektonik maupun

vulkanik;

(ii) Nilai kearifan lokal dan nilai agama harus mewarnai penataan ruang

Page 61: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

61

(iii) Keterikatan masyarakat setempat terhadap sejarah dan tanah NAD dan

SUMUT menjadi pertimbangan dalam penataan ruang.

b. Pembangunan kembali prasarana dan sarana perdesaan, perkotaan dan

regional tidak mengganggu wilayah/ kawasan dengan fungsi lindung;

c. Konversi lahan khususnya wilayah pertanian dan perikanan sedapat mungkin

tidak di lakukan, kecuali dengan selalu mempertimbang-kan unsur kapasitas

teknologi dan aspirasi masyarakat setempat;

d. Dalam penyusunan perencanaan tata ruang kota harus mengalokasikan ruang

terbuka hijau dengan selalu mempertimbangan aspirasi masyarakat setempat

e. Pemantauan kualitas udara dan variabilitas iklim di daerah yang terkena

bencana harus dilakukan secara kontinu sebagai bagian integral dari upaya

penataan ruang

5.3.2 Mengembalikan dan memulihkan kapasitas lingkungan

Mengembalikan dan memulihkan kapasitas lingkungan pada keadaan yang layak

dengan memperhatikan daya dukung lingkungan yang optimal dalam

meminimalisasikan dampak bencana alam (natural disaster) maupun bencana

yang disebabkan perilaku manusia (man-made disaster);

a. Pengembangan daerah penyangga hijau (green belt area) di wilayah pesisir

dengan memperhatikan aspirasi masyarakat setempat:

(i)Pengembangan vegetasi perintis (formasi baringtonia dan rescaprae)

sebagai formasi awal ekosistem baru

(ii) Rehabilitasi terumbu karang (coral reef) di pantai barat (mayoritas) dan

hutan bakau atau mangrove di pantai timur

b. Air permukaan, Air Tanah dan Air Laut

(i) Pengembangan permukiman dan wilayah berbasis kegiatan ekonomi harus

membuat system pengolahan limbah baik individual atau pun komunal

Page 62: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

62

(ii) Dalam fase rehabilitasi, Pengeboran air tanah dilakukan lebih dari 25 meter

c. Upaya pembersihan Lumpur, sampah dan puing dilaksankan melalui

pengelolaan (pengumpulan, pembuangan, dan pengolahan) yang

memperhatikan dampak terhadap kesehatan serta fungsi ekologis termasuk

upaya daur ulang.

d. Penanganan limbah B3 menjadi prioritas utama, dengan didahului oleh

identifikasi dan perkiraan tumpahan, baik jenis maupun kuantitas, yang

terpaparkan ke dalam ekosistem. Hal tersebut dilakukan dengan mengacu

kepada peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan B3.

e. Penetapan garis sepadan pantai yang aman terhadap bencana alam untuk

pemanfaatan kegiatan ekonomi;

5.3.3 Membangun kesadaran masyarakat

Membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan

dan kesiapan dalam mengantisipasi kejadian bencana alam:

a. Early warning system di NAD dan SUMUT yang akan dibangun harus

terintegrasi dengan early warning system pada tingkat nasional dan regional;

b. Pemanfaatan nilai kearifan local sebagai bagian yang melengkapi sistem

peringatan dini;

c. Standar, operasi dan prosedur (SOP) untuk respon darurat bencana alam

harus dikembangkan di NAD dan Sumut serta menjadi bahan pertimbangan

dalam penyusunan rencana tata ruang;

d. Pengetahuan umum tentang bencana alam dan SOP bagi respon darurat

bencana alam menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah;

5.3.4 Memulihkan kembali kelembagaan SDM dan LH

Memulihkan kembali kelembagaan SDM dan LH pengelolaan sumber daya alam

Page 63: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

63

dan lingkungan hidup di daerah;

a. Melengkapi dan mengisi kembali formasi pegawai (tenaga ahli dan tenaga

pendukung) agar lembaga pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup

berfungsi kembali;

b. Memulihkan sarana dan prasarana kantor pengelola sumber daya alam dan

lingkungan daerah agar segera dapat beroperasi kembali;

5.3.5 Prinsip Dasar dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh

Prinsip utama merefleksikan kepedulian yang disampaikan Pemerintah Indonesia

kepada masyarakat internasional selama rapat awal laporan ini. Kesemuanya

juga sesuai dengan pelajaran yang didapat dari pengalaman intenasional

terhadap bencana alam dan emergensi lingkungan.

a. Rehabilitasi dan rekonstruksi lingkungan haruslah dipusatkan pada

kemanusiaan dengann keterlibatan alam: Titik tolak manajemen lingkungan

yang benar haruslah berangkat dari kepentingan untuk melibatkan dan

mengikutsertakan penduduk setempat.

b. Fokus pada yang papa: Penting sekali untuk memfokuskan upaya ini pada

segmen masyarakat termiskin, sering timbul kesulitan besar ketika mereka

harus menghadapi penyesuaian terhadap perubahan keadaan lingkungan dan

kebiasaannya. Karena itu pekerjaan dan pengaturan pendapatan mereka

menjadi hal penting dalam program merehabilitasi dan merekonstruksi

lingkungan.

c. Membangun kembali kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap

manajemen lingkungan: upaya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi harus fokus

tidak saja pada proyek tertentu, tetapi juga pada pembangunan kembali

pelayanan dan kelembagaan (publik, swasta maupun sipil) yang dapat

mewujudkan layanan dan manajemen lingkungan yang baik.

Page 64: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

64

d. Ekologi Umum meliputi sekitar program rekonstruksi: isu lingkungan pada

umumnya cross-cutting terhadap alam, sehingga sangatlah penting untuk

memastikan konsistensi serta efektifitas sekitar program2 sektoral.

e. Transparansi Fiskal: keterlibatan monitoring yang efektif harus menjadi bagian

yang tidak terlepas dari desain proyek apapun.

5.4 Pertimbangan Kelayakan Lingkungan dalam Pengembangan Kawasan Pesisir

sebagai Kawasan Penyangga (Buffer Zone) 1

Dalam pengembangan penataan ruang NAD maka kawasan pesisir akan

diposisikan sebagai kawasan penyangga yang memiliki peran yang sangat

penting dalam mengurangi dampak kerusakan dan jumlah korban manusia

akibat bencana, khususnya bencana gempa dan tsunami. Pengembangan

kawasan penyangga di kawasan pesisir dilakukan melalui penetapan penggunaan

lahan yang didominasi oleh :

a. Ekosistem mangrove

b. Tanaman pantai

c. Perikanan/ Tambak

Mengingat bahwa kawasan peisir di Prop. NAD memiliki tipologi yang beragam,

mulai dari bertipologi berawa, berlumpur, bermeander, pedataran aluvial,

berpasir, berbatu dan bergunung, dan setiap tipologi pantai tersebut mengalami

tingkat kerusakan akibat gelombang tsunami yang berbeda-beda pula, maka

penataan zona pantai dan zona perikanan / tambak harus berdasarkan pada

analisa kesesuaian lahan yang memasukkan faktor tipologi pantai, dinamika

gelombang, dan kondisi bathymetri.

Dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tsunami maka perlu

Page 65: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

65

dilakukan terlebih dahulu penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir Laut

dan Pulau-Pulau Kecil, dengan mengacu pada pertimbangan eko sistem

lingkungan dan ancaman tsunami. Pertimbangan tingkat kerawanan tsunami,

yakni kawasan rawan bahaya limpasan tsunami pada pesisir, baik yang

berbentuk terbuka maupun teluk.

a. Pada kawasan pesisir berbentuk terbuka dng topografi landai diindikasi sbb :

(i) Pada kawasan yang mempunyai hutan mangrove (dengan ketebalan lebih

kurang 400m), maka kawasan bahaya hanya kurang lebih 400m.

(ii) Pada kawasan tanaman keras tanpa hutan mangrove, maka kawasan

bahaya dapat mencapai minimal 200m.

(iii) Pada kawasan semak belukar, tanpa mangrove dan tanaman keras, maka

kawasan bahaya dapat mencapai minimal 3,5 km.

b. Pada kawasan pesisir berbentuk teluk dengan topografi landai diindikasi sbb :

(i) Pada kawasan yang memiliki hutan mangrove (dng ketebalan 400m),

maka kawasan bahaya hanya 1000m

(ii) Pada kawasan tanaman keras, bangunan gedung tanpa hutan mangrove,

maka kawasan bahaya dapat mencapai minimal 3500m.

(iii) Pada kawasan semak belukar, tanpa mangrove dan tanaman keras,

maka kawasan bahaya dapat mencapai 550meter.

Belajar dari kasus tsunami di Banda Aceh dan Simeuleu, diperoleh fakta-fakta

berikut :

a. Gelombang tsunami akan semakin jauh ke daratan jika tipe pantai teluk. Pada

pantai terbuka dampaknya lebih kecil. (Aceh merupakan pantai teluk,

sedangkan Simeuleu merupakan pantai terbuka).

b. Gelombang tsunami akan semakin jauh ke daratan jika tipe pantai datar. Hal

sebaliknya pada pantai curam. (Aceh merupakan pantai datar, sedangkan

Page 66: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

66

Simeuleu merupakan pantai berbukit).

c. Gelombang tsunami akan semakin jauh ke daratan jika kondisi pesisirnya

miskin mangrove. Hal sebaliknya pada wilayah pesisir dengan mangrove

intensif. (Ketebalan mangrove sekitar 1200 m dapat mengurangi gelombang

tsunami sekitar 2 km).

d. Gelombang tsunami semakin pendek ke daratan pesisir pada lahan pesisir

dengan kebun ekstensif dan massa bangunan bertingkat yang memnuhi

persyaratan teknis bencana. Hal sebaliknya akan terjadi. (Massa bangunan di

kawasan perdagangan, perhotelan dan kantor-kantor pemerintahan dapat

bertahan dari kehancuran dibanding massa bangunan di kawasan perumahan.

5.4.2 Pertimbangan penetapan zonasi kawasan pesisir2

Penentuan zona pemanfaatan di wilayah pesisir rawan tsunami dilakukan dengan

mempertimbangkan zona konservasi, zona penyangga dan zona pemanfaatannya.

Adapun pertimbangan yang perlu dilakukan dalam upaya menata ruang kawasan

pesisir di daerah rawan tsunami adalah;

a. Seberapa jauh batas minimal zona konservasi pada kawasan pesisir rawan

tsunami.

b. Seberapa jauh batas minimal zona penyangga pada kawasan pesisir rawan

tsunami.

c. Bagaimana menentukan pola dan struktur tata ruang pada kawasan pesisir

rawan tsunami dengan meminimasi kemungkinan bahayanya.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pola pemanfaatan ruang kawasan pesisir

rawan tsunami diklasifikasi menjadi 3 zona, yang meliputi;

a. Zona I, yaitu zona konservasi kawasan pesisir rawan tsunami.

Page 67: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

67

(i) Fungsi kegiatan langsung berhubungan dengan laut atau ekosistem pesisir

dan laut, contoh : hutan mangrove, pertambakan, prasarana kelautan dan

perikanan.

(ii) Kegiatan tidak menciptakan munculnya perkembangan penduduk secara

besar-besaran, contoh : tempat latihan militer, pos keamanan, jalan dan

perkebunan.

(iii) Kegiatan tidak berperanan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas,

artinya jika terjadi kehancuran akan menyebabkan kelumpuhan total.

Misalnya tidak menempatkan fasilitas ; kelistrikan, telekomunikasi,

pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-lain.

b. Zona II, yaitu zona penyangga kawasan pesisir rawan tsunami.

(i) Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut tetapi berkaitan

dengan produksi hasil laut dan perikanan, contoh : permukiman nelayan,

industri hasil perikanan, wisata bahari.

(ii) Kegiatan tidak menciptakan munculnya perkembangan penduduk secara

besar-besaran dalam 24 jam, contoh : perkebunan, perhotelan, pasar iakan,

fasilitas lingkungan.

(iii) Kegiatan tidak berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas, artinya jika

terjadi kehancuran akan menyebabkan kelumpuhan total. Misalnya tidak

menempatkan fasilitas ; kelistrikan, telekomunikasi, pemerintahan,

keuangan, logistik, dan lain-lain.

c. Zona III, yaitu zona bebas bahaya tsunami.

(i) Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut. Contoh :

perkotaan, perindustrian, pemerintahan, perdagangan dan jasa.

(ii) Kegiatan menciptakan munculnya perkembangan penduduk perkotaan,

contoh : fasilitas pendidikan, perdagangan dan jasa.

(iii) Kegiatan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas, contoh ;

kelistrikan, telekomunikasi, pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-

Page 68: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

68

lain.

5.4.4 Kriteria Penataan Kawasan Pesisir sebagai Buffer Zone (usulan BPPT)

a. Berdasarkan hasil ekspedisi Tim KMNRT BPPT ke Propinsi NAD pada tanggal

16 Januari – 4 Februari 2005, diperoleh masukkan bahwa kerusakan pada

zona dengan pengaruh energi gelombang yang besar terjadi lebih parah pada

kawasan dengan jalur mangrove (lebar + 250 m), sedangkan kawasan dengan

jalur kelapa yang rapat (lebar 100-200 m) mengalami kerusakan yang lebih

ringan. Contoh: Jalur kelapa dan kelapa sawit yang rapat mampu melindungi

kawasan di belakangnya sejauh 0,5-1 km dari garis pantai. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan potensi gempa hingga 9 Skala Richter, fungsi

buffer zone tidak akan optimal bila tanaman maupun bangunan pelindung

pantai yang dibangun tidak mampu mereduksi intensitas dampak bencana.

b. Sebelumnya perlu dilakukan Detail Engineering Design (DED) untuk kawasan

buffer-zone yang diharapkan mampu mereduksi gelombang tsunami hingga

40% seperti yang disyaratkan dalam Konsep Tata Ruang yang diajukan oleh

Tim Rehab. Aspekaspek yang diatur dalam detail engineering design tersebut

antara lain meliputi : model / teknologi buffer zone yang sesuai (apakah

natural protection, hard protection, atau kombinasi keduanya), bila natural

protection : apa jenis tanaman yang sesuai, berapa kerapatannya, bagaimana

pola penanamannya, dsb.

c. Untuk meminimalkan dampak terhadap ekosistem pantai, kegiatan tambak

pada zona perikanan / tambak sebaiknya adalah yang sifatnya ramah

lingkungan (environmentally sound aquaculture) antara lain melalui penerapan

Page 69: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

69

silvofishery, yaitu tambak tumpang sari dengan mangrove

5.4.5 Konsep pengembangan Agro Ecopolitan bagi Rehabilitasi Kawasan Pesisir 3

a. Wilayah pesisir direncanakan akan dibangun agro ecopolitan sebagai

penyangga vegetasi seperti penanaman hutan mangrove selebar 200 meter

dari garis pantai, dan penyangga fisik pemecah gelombang, dan perikanan

tambak. Kendalanya : kondisi areal yang rusak berat, struktur permukaan

tanah yang berubah, disepanjang pantai dipenuhi tumpukan puing banguan /

sampah (tempat pembuangan), sehingga perlu “konsep yang jelas” dalam

mengembalikan fungsi-fungsi lahan pertanian, konservasi wilayah pesisir

berbasis mitigasi bencana

b. Prinsip dasar konsep agro ecopolitan adalah memadukan antara unsur

pertanian dalam arti luas (perikanan, peternakan, tanaman pangan,

hortikultura dan perkebunan) dikaitkan dengan pengetahuan tentang bencana

gempa tsunami dan lingkungan hidup, dalam upaya membangun sistem

pembangunan berkelanjutan.

c. Kegiatan budidaya pertanian yang dapat dikembangkan : tambak dengan

sistem silvo-fishery pada jarak 500 meter dari garis pantai, kelapa diselingi

kemlanding, dan sayuran.

d. Zonasi dan tata letak : zona lindung, zona permukiman, zona perkantoran dan

pelayanan umum, zona khusus.

3

Disampaikan oleh Prof Hadi S Aliqodra dalam diskusi “pembangunan sector

pertanian pd wilayah terkena bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumut,

tgl 3 Februari 2005

5.4.6 Pengembangan mangrove dan habitat pantai

Page 70: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

70

Beberapa jenis mangrove yang dapat mendukung fungsi pesisir sebagai zona

penyangga adalah:

(i) Avicennia (tahan terhadap salinitasi tinggi)

(ii) Rhizopora Sp (sistem perakaran napas)

(iii) Bruguira (sistem perakaran lutut)

(iv) Soneratia

(v) Xylocarpus

(vi) Nipah.

Beberapa jenis tanaman lain yang dapat digunakan antara lain:

(i) Ketapang (Terminalia Catappa) (ii) Waru (Hibicus Seleacius) (iii) Camara pantai (Casuarina Sp) (iv) Kelapa (v) Pohon kuda-kuda (vi) Jamblang (vii) Mangga

Pola penanaman yang disarankan antara lain :

(i) Greenbelt buatan mangrove selebar 100-500 meter dengan jarak tanam

1x1 meter

(ii) Wana mina (silvo fishery) : empang, parit, kakao, kemplayan.

5.5 Konsep dan Kriteria Pengelolaan Persampahan

Sesuai dengan paradigma baru pengelolaan sampah saat ini, maka tempat

pembuangan sampah tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk membuang,

tetapi harus dapat menjadi tempat pengolahan sampah, dimana dapat dihasilkan

kembali produk-produk yang berguna seperti energi dan kompos. Dengan

Page 71: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

71

demikian, tempat pengolahan sampah merupakan pusat kegiatan produksi yang

dapat menyerap tenaga kerja.

Mengingat bahwa sampah merupakan produk dari proses metabolisme

kota yang sifatnya kontinyu, tidak pernah berhenti berproduksi dan volumenya

terus bertambah sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk serta

meningkatnya kegiatan perkotaan, maka perlu ditetapkan lokasi pengolahan

sampah yang tetap, tidak berpindah-pindah serta secara kontinyu dapat

digunakan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya.

Rehabilitasi dan rekonstruksi kota-kota di Propinsi NAD pasca bencana

gempa dan tsunami merupakan kesempatan kepada untuk merencanakan lokasi

dan detail design tempat pengolahan sampah terpadu, serta merencanakan

detail design teknologi yang sesuai dengan standar teknis serta sesuai untuk

kota-kota yang rawan bencana.

5.5.1 Konsep Tempat Pengolahan Sampah Akhir – Reusable Sanitary Landfill

(TPSA-RSL)

a. Menyediakan tempat pengolahan sampah akhir untuk dapat diguna-ulang

(reusable) dengan teknologi sanitary landfill. Tempat Pengolahan Sampah

Akhir – reusable sanitary landfill tersebut merupakan kombinasi dan

penyempurnaan antara teknologi Sanitary Landfill, Anaerobic Bioreactor

Landfill *)/Anaerobic Composting, Landfill-Mining dan Reuse/Pakai Ulang,

sehingga dapat memenuhi kebutuhan tempat pembuangan sampah yang

dapat mengolah sampah secara kontinyu, sejalan dengan perilaku proses

produksi sampah padat yang juga kontinyu, sehingga sustainability layanan

kebersihan dan kesehatan lingkungan kota terjaga.

b. Model pengolahan sampah ini dilakukan pada sebidang lahan yang dibagi

Page 72: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

72

minimal menjadi 2 bagian dengan luasan tertentu, dimana secara berurutan

Sampah Padat dari seluruh sumbernya pada akhirnya dikumpulkan pada

bagian 1, diolah sehingga komponen anorganik yang masih dapat

dimanfaatkan/diserap, sedangkan sisanya ditimbun, diratakan, dipadatkan

dan diamankan agar truk sampah, binatang pengganggu, gas sampah, air

lindi/leachate tidak mencemari lingkungan sekitarnya, dan akhirnya

ditinggalkan bila kapasitas tampung bagian 1 tersebut terpenuhi. Kemudian,

kegiatan yang sama dipindahkan pada bagian 2. Demikian seterusnya, bila

kapasitas tampung pada bagian 2 telah terpenuhi, kegiatan pengolahan

sampah dipindahkan kembali ke bagian 1. Gas Sampah (CH4) dihasilkan

dikendalikan, dimanfaatkan untuk pembangkit energi terbarukan.Bila produksi

Gas Sampah (CH4) pada bagian 1 telah mencapai produksi minimum,

dilakukan proses pengosongan ruang melalui proses Penambangan (Landfill-

Mining) dan Pengolahan Kompos Matang, proses rehabilitasi ruang

penampung sampah dan proses Pengisian Ulang Sampah Padat bagian 1,

demikian seterusnya secara bergantian. Fasilitas ini adalah akhir dari

rangkaian proses penanganan sampah padat yang berasal dari kawasan

pemukiman.

c. Lokasi tempat pengolahan akhir sampah ini harus tetap dan dialokasikan

dalam rencana tata ruang kota, serta berada pada kawasan yang layak

secara teknis untuk sanitary landfill (sesuai dengan standar SNI) dan sesuai

untuk kota yang rawan bencana. Untuk itu, penentuan lokasi tempat

pengolahan akhir sampah tersebut harus berdasarkan pada studi kelayakan

(feasibility study) yang pelaksanaannya dapat sejalan dengan proses

penyusunan Rencana Rinci Zoning (Site Plan) kota, dan hasilnya menjadi

masukan bagi penyusunan Site Plan kota tersebut.

5.5.2 Kriteria Spasial Untuk Penerapan Tempat Pengelolaan Sampah Akhir

Terpadu-Reuseable Sanitary (TPSA-RSL) dalam Sistem Tata Ruang.

Page 73: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

73

a. Lokasi berada dalam radius 30 km dari pusat pemukiman. Semakin dekat

jarak dari pusat kota, semakin baik karena semakin ekonomis untuk biaya

transportasi.

b. Persyaratan lokasi sesuai dengan SK-SNI Pemilihan Lokasi TPA (slope, jenis

tanah / batuan, porositas tanah, jarak dari sumber air, jarak dari ground

water table, dan sebagainya)

c. Batas Lahan berjarak minimum 250 - 300 meter dari pemukiman.

d. Berada dihilir arus angin dominan yang melintasi pemukiman.

e. Tidak berada pada kawasan rawan banjir.

f. Kapasitas volume harus mampu menampung sampah padat terus-menerus

selama minimum 15 tahun dari kawasan pemukiman yang dilayaninya.

g. Kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kedalaman landfilling 10-25 meter,

dengan kepadatan sampah 800-1000 kg / m3, ditambah 2-4 ha untuk leachet

treatment pond, 2-4 ha untuk area penerimaan sampah, dan 10% dari luas

lahan untuk buffer zone berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH).

h. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dibuat di sekeliling TPSA selebar minimum 100

meter.

i. Jalan Masuk-Keluar Utama sedapat mungkin tidak melewati kawasan

pemukiman padat dan mempunyai ROW sesuai untuk jalan 2 jalur Truk

Container 40 feet.

j. Lokasi TPSA-RSL harus dilengkapi dengan Sistem Pengendalian Air Lindi agar

tidak mencemari air tanah dan air permukaan disekitarnya, Sistem

Pengendalian Gas Sampah (CH4, CO2, H2S, bau dll), Sistem penampungan

air hujan untuk keperluan pencucian truk sampah dan pemeliharaan Buffer-

Zone (Ruang Terbuka Hijau/RTH), Sistem penutupan permukaan sampah

harian agar populasi lalat dan fauna pengganggu dapat dikurangi, fasilitas

recycling material anorganik yang laku di pasar (misalnya PVC, PET) dan

Fasilitas penunjang operasi TPSA-RSL.

Page 74: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

74

k. Lokasi TPSA-RSL dapat diterima oleh masyarakat di sekitarnya.

Sesuai dengan kriteria di atas, maka sebaiknya TPSA-RSL tidak dilokasikan di

Zona Pantai dan Zona Perikanan / Tambak yang rawan bencana seperti pada

konsep yang diusulkan, karena selain tidak didukung oleh kondisi

geomorfologi yang sesuai untuk TPSA (rawan banjir, batuan bersifat porous,

intrusi air laut tinggi, kondisi tanah tidak rigid/aluvial), juga dapat

mengganggu kegiatan tambak/perikanan serta rentan terhadap dampak

tsunami sehingga potensial mencemari lingkungan bila terjadi bencana

tsunami. Oleh sebab itu, penentuan lokasi TPSA-RSL harus didahului dengan

studi kelayakan.

VI. STRATEGI DAN USUL PROGRAM JANGKA PENDEK, MENENGAH, &

PANJANG

6.1 Strategi Utama

Rencana rehabilitasi dan rekontruksi lingkungan hidup dan sumber daya

alam di Provinsi NAD, harus dilandaskan pada tata ruang, tata kawasan, tata

kota, tata guna dan sosial budaya masyarakat Aceh dengan memperhatikan

kepada prinsip-prinsip berikut:

a. Rekonstruksi Lingkungan dan SDA yang berbasis Keadilan Antargenerasi.

Prinsip ini bertolak dari suatu gagasan bahwa generasi masyarakat Aceh

sekarang menguasai sumberdaya alamnya sendiri yang ada di bumi Aceh

sebagai titipan atau warisan untuk dipergunakan generasi masyarakat Aceh

yang akan datang. Setiap generasi merupakan penjaga atau pengelola untuk

kemanfaatan generasi berikutnya, dan sekaligus sebagai penerima manfaat

dari generasi sebelumnya.

Page 75: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

75

b. Rekonstruksi Lingkungan dan SDA yang berbasis Keadilan dalam Satu Generasi

Prinsip keadilan dalam satu generasi masyarakat Aceh merupakan prinsip

tentang keadilan di antara satu atau sesama generasi, termasuk di dalamnya

upaya pengurangan kesenjangan antara individu dan kelompok-kelompok

dalam masyarakat untuk pemenuhan kualitas hidup.

c. Prinsip Pencegahan Dini

Prinsip ini mengandung suatu pengertian apabila terdapat ancaman yang

berarti atau ancaman adanya kerusakan lingkungan yang tidak dapat

dipulihkan, upaya-upaya pencegahan kerusakan lingkungan secara dini

tersebut harus diprioritaskan. Prinsip ini merupakan respon terhadap

kebijakan lingkungan dan tata ruang yang konvensional dan sering tidak

mempertimbangkan aspek resiko bencana termasuk tsunami.

d. Perlindungan keanekaragaman hayati

Upaya perlindungan keanekaragaman hayati tidak saja menyangkut soal

moral dan etika akan tetapi juga soal hidup dan matinya manusia (survival

imperatives). Prinsip ini sangat terkait dengan prinsip-prinsip lainnya. Urgensi

perlindungan keanekaragaman hayati merupakan prasyarat bagi berhasil atau

tidaknya melaksanakan prinsip keadilan antargenerasi dan prinsip keadilan

dalam satu generasi.

e. Keseimbangan tiga pilar pembangunan yang meliputi unsur ekonomi, sosial

dan lingkungan.

Tujuan pembangunan berkelanjutan dalam Rencana rehabilitasi dan

rekonstruksi Aceh akan terfokus pada ketiga dimensi, keberlanjutan laju

pertumbuhan ekonomi yang tinggi (economic growth), keberlanjutan

kesejahteraan sosial yang adil dan merata (social progress), serta

Page 76: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

76

keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang

(ecological balance). Rencana rehabilitasi dan rekonstruksi Lingkungan dan

SDA yang berkelanjutan mencakup antara lain: menjaga aktifitas penduduk

agar tetap seimbang dengan daya dukung lingkungan untuk berproduksi;

melakukan konservasi dan menambah sumberdaya yang tersedia;

mengintegrasikan kebijakan ekonomi dengan kebijakan lingkungan dalam

pengambilan keputusan.

Kelima strategi tersebut diintegrasikan secara spasial ke dalam strategi

pengembangan wilayah dan kota mencakup strategi tata ruang, pertanahan,

dan lingkungan hidup. Strategi penataan ruang diharapkan dapat menghasilkan

zonasi kawasan sebagai arahan untuk penetapan kawasan budidaya berbasis

bencana dan pelaksanaan pembangunan kembali infrastruktur wilayah pasca

bencana gempa dan tsunami.

6.2 Program Jangka Pendek (0 – 6 bulan) :

Tujuan: Memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kerugian

lingkungan yang disebabkan Tsunami dan gempa bumi.

6.2.1. Pengelolaan Sampah dan Puing-Puing Bangunan a. Tujuan : Membantu Pengumpulan dan pembuangan sampah dan

puing-puing bangunan dengan cara yang berwawasan lingkungan.

b. Program:

• Membangun fasilitas pembuangan sementara

• Pemanduan dan pelatihan penanganan sampah

• Penyediaan perlengkapan/alat-alat penanganan sampah

• Membangun program daur ulang penanganan sampah

• Studi alternatif-alternatif perlindungan pantai dengan penimbunan

Page 77: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

77

• sampah gempa bumi dan tsunami

c. Mitra

• PEMDA • Personil TNI • Lembaga NGO • Masyarakat Lokal

d. Dampak yang Diinginkan

• Mengurangi dampak lingkungan akibat pembuangan sampah

• Meningkatkan keamanan personel yang menangani sampah

• Berkurangnya aliran sampah dan biaya pembuangan akibat adanya

kegiatan daur ulang sampah

• Peningkatan keamanan dan perlindungan partai.

e. Waktu Pelaksanaan : 6 bulan (April - September 2005)

f. Perkiraan Biaya

• Fasilitas Pembuangan : US $ 150.000 • Pelatihan : US $ 20.000 • Perlengkapan : US $ 25.000 • Daur Ulang : US $ 10.000 • Studi : US $ 15.000 • f. Biaya Operasi : US $ 120.000

Total : US $ 340.000

6.2.2 Kajian Yang Komprehensif Tentang Kerusakan Lingkungan

a. Tujuan : Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang kerusakan lingkuangan beserta faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan tsunami dan gempa bumi.

b. Program • Melakukan suatu kajian yang menyeluruh terhadap kerusakan lingkungan

yang diakibatkan gempa bumi dan tsunami.

Page 78: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

78

• Mengidentifikasi kondisi ekosistim pesisir, termasuk tingkat kerusakan tanaman pantai dan kesesuaian lahan untuk tanaman pengganti pada tahap rehabilitasi

• Mengkaji hubungan kondisi lingkungan dengan gempa bumi dan tsunami melalui GIS dan perubahan ekosistem.

c. Mitra

• Lembaga dan organisasi nasional dan Internasional • Perguruan Tinggi • Pemda • Lembaga masyarakat.

d. Waktu Dampak yang Diharapkan • Ketersediaan Informasi/data yang lengkap untuk perencanaan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi

f. Perkiraan Biaya : US $ 700.000

6.2.3. Kajian Keterpaduan Lingkungan Dalam Seluruh Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi

a. Tujuan: Untuk menjamin seluruh rencana rehabilitasi dan rekonstruksi

adalah dikaji berdasarkan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan fasilitas fasilitas kehidupan manusia.

b. Program - Kajian dampak lingkungan akibat rehabilitasi dan rekonstruksi c. Mitra • Lembaga perencanaan, • Lembaga pemerintahan, • NGO • Perguruan tinggi

d. Dampak yang Diharapkan - Rencana menyeluruh untuk rehabilitasi dan rekonstruksi akan meningkatkan kegiatan pembangunan berkesinambungan.

e. Waktu Pelaksanaan : 1-2 bulan (Juni-Juli 2005)

g. Perkiraan Biaya : US $ 300.000

Page 79: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

79

6.2.4. Perencanaan Tata Ruang Sebagai Bangunan Terpadu dari Perencanaan Rekonstruksi.

a. Tujuan :

Untuk menjamin bahwa implementasi rencana rekonstruksi adalah berdasarkan kepada rencana tata ruang yang terpadu dan berwawasan lingkungan

b. Program • Perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya • Perencanaan system zonasi untuk pencegahan bencana kemanusiaan

dan kerusakan yang sangat besar • Review rencana tata ruang oleh ahli lingkungan

c. Mitra

• Masyarakat local • Pihak penguasa terkait • Lembaga nasional dan internasional • Perguruan tinggi

d. Dampak

• Perbaikan rencana tata ruang • Diketahuinya faktor-faktor pencegahan bencana dan kerusakan

lingkungan yang terukur. • Adanya framework untuk menyediakan input bagi proses tata

ruang e. Waktu pelaksanaan : 0 - 2 tahun (2005-2007) f. Perkiraan Biaya : US $ 2.000.000

6.3. Program Jangka Menengah (6 bulan-2 tahun) :

Tujuan : Untuk mengendalikan kerusakan lingkungan akibat gempa bumi

dan tsunami

6.3.1 Rehabilitasi mangrove dan program pengelolaannya a. Tujuan : Merehabilitasi, mencengah dan mengembangkan mangrove baik

untuk perlindungan pantai maupun pemanfaatannya sebagai

Page 80: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

80

pemicu perkembangan perikanan pantai dan ekosistem baru yang

berkelanjutan.

b. Program

• Kajian prioritas lokasi penanaman mangrove yang dibutuhkan untuk

rehabilitasi

• Pengelolaan mangrove yang telah ditanami

• Membangun kelembagaan untuk pengelolaan mangrove

• Memasukkan program rehabilitasi dan pengelolaan mangrove kedalam

perencanaan tata ruang

• Pembangunan akuakultur dan kebijakan-kebijakan local

c. Mitra • Perguruan Tinggi,

• Lembaga ilmiah,

• Lembaga pemerintah,

• NGO national dan international

d. Dampak

• Adanya progress yang terukur dari kegiatan rehabilitasi fungsi ekosistem.

• Meningkatnya keahlian lokal dalam pengelolaan mangrove

• Terbangun/teradapsinya kebijakan lokal dalam rehabilitasi dan

pengelolaan mangrove.

• Meningkatnya perlindungan dan keamanan pantai dan

perumahan sekitar pantai.

e. Waktu Pelaksanan : 6-12 buan (Juli 2005- Juni 2006)

f. Program Mitra Yang Sudah Ada

• LIPI, IMF, Wetland

• IPB, ISME, KEHATI,

Page 81: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

81

• Mentri kelautan dan perikanan.

g. Perkiraan biaya : US $ 7.000.000

6.3.2. Pengelolaan dan Monitoring Terumbu Karang

a. Tujuan : Mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan dan konservasi ekosistem terumbu karang.

b. Program

• Penilaian prioritas wilayah terumbu karang • Membangun kelembagaab pengelolaan terumbu karang • Pengelolaan dan monitoring ekosistim terumbu karang dijadikan

bagian yang tak terpisahkan dari manajemen pantai • Memasukkan pengelolaan terumbu karang kedalam perencanaan tata

ruang. • Pembangunan akuakultur dan kebijakan local.

c. Mitra

• Lembaga pemerintah • Perguruan Tinggi • Lembaga Ilmiah • LSM • Organisasi Nasional dan Internasional

d. Dampak Yang Diharapkan

• Tersedianya informasi pemulihan ekosistem terumbu karang • Meningkatnya keahlian lokaldalam pengelolaan terumbu karang dan • sumber daya kelautan.

b. Program

• Penyediaan infestasi produktif dan penyedian infrastruktur yang berbasis pendekatan masyarakat.

• Membangun dan memberdayakan kelompok masyarakat yang representatif

• Mengidentifikasi prioritas dan rencana pembangunan dengan bantuan teknis dan proyek pengelolaan.

• Pemberian kredit kecil beserta bantuan teknis untuk individu bagi pembangunan kehidupan berkelanjutan.

c. Mitra

Page 82: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

82

• Organisasi nasional dan internasional • Penyedia kredit kecil • LSM

d. Dampak yang diharapkan

• Peningkatan pendapatan masyarakat • Tertampungnya tenaga kerja di desa

e. Waktu pelaksanaan : 6-12 bulan

f. Program mitra yang ada:

• Pengelolaan rehabilitasi terumbu karang • Proyek pengelolaan sumber daya pantai dan laut • COFISH ( Proyek pengelolaan sumber daya perikanan dan masyarakat

pantai • Pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan pedesaan • Proyek pembangunan kecamatan (World Bank) • Proyek Pembangunan Kawasan Miskin (World Bank)

g. Perkiraan Biaya: US $ 40.7 juta

I. Meliputi 27 ribu rumah tangga di 13 kawasan pedesaan (27 juta dolar) a. 200 US dolar untuk pelatihan dan bantuan teknis b. 300 US dolar untuk hibah biaya awal c. 500 US dolar untuk kredit kecil

II. Skala masyarakat 10 juta dolar ( 200 x 50.000 US dolar) III. Administrasi dan monitoring 10 % + 3.7 juta dolar

6.3.3. Program Pengelolaan Kawasan Pantai a. Tujuan: Untuk menyediakan suatu pandangan landscape pantai dan bentuk

pembangunan alam untuk sekarang dan masa depan. Semua kelanjutan pekerjaan rehabilitasi akan tergantung kepada hal ini. Pandangan tersebut harus dibangun sebelum strategi perencanaan zona pantai dimulai di dalam bentuk Rencana pengelolaan Kawasan Pantai Tradisinal.

b. Program

• Penyediaan basis bagi rencana pembangunan jalan, rel kereta api, jembatan, dan daerah perumahan

• Perencanaan dan relokasi dialamatkan di dalam framework Pengelolaan Kawasan Pantai Terpadu (PKPT)

c. Mitra

Page 83: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

83

• Penguasa Lokal dan Nasional • Organisasi dan Pusat Pengetahuan nasional dan internasional

d. Dampak yang diharapkan • perbaikan basis rencana tata ruang • Rekonstruksi dan perlindungan masyarakat dan infrastruktur serta

ekosistem di kawasan pantai. e. Waktu pelaksanaan

- Paling kurang satu tahun (8-12 bulan) untuk mempersiapkan PKPT f. Program Mitra yang telah ada

• COFISH (Proyek Pengelolaan Sumber Daya Perikanan dan Masyarakat • Pantai) • Pengelolaan Rehabilitasi Terumbu Karang • Proyek Pengelolaan Sumber Daya Pantai dan Kelautan

g. Perkiraan Biaya

Pembangunan PKPT: 12-15 juta dolar (20 orang staf ahli internasional, 30 orang staf ahli lokal, peralatan dsb.

6.4. Program Panjang (Di atas 5 tahun) Tujuan: Meningkatkan Pembangunan Berkesinambungan yang berwawasan

lingkungan.

6.4.1. Pembangunan Kemampuan Penguasaan Pengelolaan Lingkungan

a. Tujuan: penguatan dan pembangunan kembali lembaga pengelola lingkungan, terutama daerah terkena bencana.

b. Program:

• Pelatihan tentang bagaimana mengorganisasi dan mengelola dampak lingkungan, terutama di dalam screening dan analisis dampak lingkungan (Eia-Andal)

• Pengumpulan data yang mendukung analisis dampak lingkungan • Pengelolaan dampak dan monitoring dampak lingkungan akibat

rehabilitasi dan rekonstruksi. c. Mitra:

• Lembaga pemerintahan, • Lembaga akademik dan ilmiah, • LSM, • NGO nasional dan internasional

d. Waktu pelaksanaan : setelah 6 bulan- 5 tahun

Page 84: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

84

e. Partner yang telah punya program • Lembaga Pengelolaan Lingkungan Lokal • Bangun Praja • AMDAL • USDRP (Urban Sector Development and Reform Project)-World Bank • COFISH • Proyek Pengelolaan sumber daya pantai dan kelautan fase 2, • Pengelolaan terumbu karang

f. Perkiraan biaya: 1.5 juta dolar

6.4.2. Perbaikan koleksi data lingkungan dan monitoring rehabilitasi dan rekonstruksi

a. Tujuan: • Untuk menyediakan informasi lingkungan secara berkala untuk kegiatan

rehabilitasi dan rekonstruksi kepada setiap perencana • dan pelaksana • untuk memonitor pengaruh lingkungan terhadap aktifitas • rehabilitasi dan rekonstruksi

b. Program • menciptakan suatu clearing house (database) untuk membangun data

lingkungan yang ada, termasuk informasi yang dihasilkan selama fase bantuan.

• Membangun sistem informasi lingkungan yang berbasis Web • Membangun network untuk memonitor kualitas lingkungan (udara, air,

tanah, daratan, dan keanekaragaman hayati, yang hasilnya dipublikasikan melalui Web

c. Mitra • Organisasi nasional dan internasional • Universitas dan lembaga penelitian • Pemda • LSM

d. Waktu pelaksanaan: • Database 0-6 bulan • Sistem informasi lingkungan setelah 6 bulan • Monitoring setahun pertama

e. Perkiraan biaya: 800 ribu dolar • 50 ribu clearing house; personel dan office • 250 ribu sistem informasi lingkungan • monitoring 100 ribu x 5

6.4.3 Pengelolaan sampah padat Jangka panjang

Page 85: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

85

a. Tujuan: untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat dan pihak swasta untuk pengumpulan sampah.

b. Program • Rehabilitasi sistem pengelolaan sampah padat kota • Rehabilitasi dan modernisasi tempat pembuangan sampah. • Meningkatkan program pengurangan, rekoveri, dan daur-ulang sampah.

c. Mitra • Pemerintah lokal • Sektor swasta • LSM

d. Dampak yang diharapkan • Perbaikan kualitas hidup untuk penghuni kota melalui kegiatan

pemindahan sampah yang tepat. • Meningkatnya pelayanan coverage • Mengurangi dampak lingkungan di TPA

e. Waktu pelaksanaan : 0-5 tahun f. Mitra yang telah punya program

• Pengelolaan sampah padat jangka panjang • Proyek Urban Poverty (World Bank) • Proyek Urban Sector Development and Reform (Word Bank)

g. Perkiraan Biaya • Pelayanan rehabilitasi 4 kota ( 1 x 5 tahun = 5 juta dollar) • Rehabilitasi Tempat Pembuangan ( 4 tempat x 150 ribu = 600 ribu) • 3R program (4x25.00 = 100 ribu dollar) Total 5.7 juta dollar

6.4.4. Rehabilitasi Landscape Pantai a. Tujuan: untuk merehabilitasi landscape pantai b. Program

• Mengembalikan kondisi ekosistem pantai • Reklamasi pantai • Perlindungan pantai • Rehabilitasi infrastruktur (tidak termasuk jalan, rel, jembatan, pelabuhan

dll) c. Mitra

• Pemerintah Lokal • Kontraktor swasta • Masyarakat Lokal • Organisasi nasional dan internasional

d. Waktu pelaksanaan (0-5 tahun) e. Mitra yang sudah ada program

Page 86: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

86

• COFISH • Pengelolaan rehabilitasi terumbu karang

f. Perkiraan Biaya : 147.8 juta dollar

6.4.5. Rehabilitasi ekosistem pantai dan habitat kritis a. Tujuan : untuk mengembalikan fungsi ekologi pada ekosistem pantai, habitat

kritis, dan rawa guna memperbaiki basis kehidupan dari kemiskinan dan nilai ekosistem.

b. Program • Menyempurnakan proyek pengelolaan kawasan pantai • merehabilitasi dan membangun kembali berbagai ekosistem, rawa, hutan

bakau dan terumbu karang. c. Mitra

• Pemerintah lokal • Kontraktor swasta • Masyarakat lokal • Organisasi lokal, nasional dan internasional

d. Dampak yang diharapkan • Perbaikan dasar kehidupan bagi penduduk pantai yang miskin • Terpeliharanya nilai keanekaragaman hayati di dalam ekosistem yang

kritis e. Waktu pelaksanaan: 0.5 – 5 tahun f. Mitra yang telah punya program

• COFISH • Pengelolaan rehabilitasi terumbu karang • Proyek pengelolaan sumber daya pantai dan kelautan fase 2

g. Perkiraan Biaya: 147.8 juta dolar

6.4.6. Pelestarian Keanekaragaman Hayati Mangrove

a. Tujuan : menyediakan alternatif bahan pembangunan untuk generasi mendatang seandainya musnahnya keanekargaman hayati akibat bencana alam maupun akibat tingkah manusia

b. Program • Pelestarian ekosistem amngrove alamiah di suatu kawasan cagar alam • Konservasi plasma di laboratorium yang lebih efesian

c. Mitra • Perguruan Tinggi • Lembaga Ilmiah

Page 87: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

87

• Pemerintah Lokal • Masyarakat lokal • Organisasi nasional dan internasional

d. Dampak yang diharapkan • Terpeliharanya nilai keanekaragaman hayati di dalam ekosistem yang

kritis • Tersdianya bahan pemuliaan untuk menghasilkan tanaman baru

produktif e. Waktu Pelaksanaan 0.5 – 5 tahun f. Perkiraan Biaya yang dibutuhkan: 500 ribu dolar

Catatan: Perkiraan Biaya didasarkan kepada perkiraan yang dikeluarkan

oleh World Bank, Januari 2005.

Page 88: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

88

BAB III POKJA – 3

PRASARANA DAN SARANA UMUM

A. SUB BIDANG GEDUNG DAN PERUMAHAN

I. LATAR BELAKANG

Bencana alam gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 telah

mendatangkan kerugian besar berupa kehilangan jiwa manusia lebih dari

200.000 orang dan berbagai jenis hewan, serta menghancurkan sarana dan

prasarana berupa gedung sekolah, perkantoran, rumah sakit, perumahan rakyat,

jembatan, jalan raya dan lain-lain di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Kerugian aset dan fasilitas diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah. Pasca

peristiwa ayat-ayat kauniyah ini, kita benar-benar harus mengambil

pelajaran untuk memperbaiki kualitas kehidupan kita dalam arti yang seluas-

luasnya. Sebagai wujud tanggung jawab bersama, kita harus mengevaluasi

keruntuhan bangunan, baik akibat gempa dan atau akibat tsunami dan apa

upaya kita guna mengurangi resiko bagi pengguna dan meningkatkan

keandalan struktur gedung dalam menghadapi bencana alam dalam lingkup

yang luas (gempa, tsunami, angin, dan lain-lain) yang bakal terjadi di masa

mendatang.

Tujuan laporan ini adalah untuk melahirkan rekomendasi dan kebijakan yang

berkenaan dengan pembangunan gedung dan perumahan dalam rangka

rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana dan sarana umum yang rusak di

Nanggroe Aceh Darussalam. Output lain secara langsung adalah pengusulan

program-program dan kebutuhan dana untuk kedua tahapan kegiatan yaitu

rehabilitasi dan rekonstruksi.

Page 89: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

89

Lingkup dan sasaran laporan disini adalah terbatas pada fisik gedung saja

seperti, perkantoran, rumah sekolah, rumah sakit, pertokoan, rumah penduduk

dalam Nanggroe Aceh Darussalam, walaupun belum semua data dapat

dikumpulkan baik kondisi gedung dan perumahan sebelum maupun setelah

tsunami.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN RONA PASCA TSUNAMI

Sebagai pedoman dan keseragaman terminologi yang dipakai serta untuk

memudahkan pemahaman, maka evaluasi kerusakan gedung akibat gempa dan

atau tsunami, secara umum dibagi kedalam tiga katagori kerusakan yaitu:

a. Kerusakan berat, yaitu, kerusakan struktural dengan deformasi atau

perpindahan permanen, seperti keruntuhan total, runtuhnya salah satu

lantai bangunan, kolom yang patah atau miring, balok yang melendut yang

tidak mungkin diperbaiki (Severe damages or collapse);

__________________________________________________________________

*) Laporan ini sebagai bahan tambahan materi Lokakarya terpadu bidang prasarana

dan sarana umum yang diselenggarakan oleh BAPPENAS, 11-13 Maret 2005 **) Anggota Pokja Infrastruktur, Unsyiah for Aceh Reconstruction b. Kerusakan sedang, yaitu kerusakan struktural ringan seperti retak kecil/

sedang pada balok, kolom, dan elemen lainnya tanpa deformasi permanen

yang masih mungkin diperbaiki dan tidak mempengaruhi keseimbangan

struktural bangunan secara keseluruhan (medium damages); dan

c. Kerusakan ringan, yaitu kerusakan elemen non struktural, kelengkapan

ornament interior dan eksterior, seperti pintu, jendela, dinding, flavon yang

masih dapat diperbaiki atau diganti dengan elemen yang baru, tanpa

berpengaruh sama sekali pada elemen struktural bangunan (slight damages).

Page 90: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

90

Dalam bagian ini dipaparkan fakta keruntuhan dan kerusakan bangunan gedung

dalam lingkup NAD sesuai dengan data yang tersedia. Sesuai dengan data yang

telah terkumpul, maka kondisi gedung dan perumahan yang rusak akibat

gempa dan tsunami, jumlah unit masing-masing katagori rusak berat adalah

sebagai berikut:

1. Gedung Kantor Pemerintah: 10 ***)

2. Gedung Hotel/Super Market/Kantor swasta: 20 ***)

3. Perguruan Tinggi:5 ***)

4. Rumah Sakit/Puskesmas: 10 ***)

5. Sekolah SD/MIN; SMP/MTs; SMA/MA:639; 145; 358

6. Perumahan Permanen: 132.625

7. Perumahan Nonpermanen: 328.484.

***) Data belum lengkap

Wilayah kehancuran gedung dan perumahan diatas 90% akibat tsunami rata-

rata mencapai 2 km dari garis pantai untuk wilayah datar dan 0.5 -1 km untuk

daerah berbukit atau gunung, tergantung jaraknya bukit/kaki gunung dari tepi

pantai. Wilayah genangan tsunami daerah datar umum berkisar 3 – 5 km.

Kerusakan yang disebabkan oleh tsunami umumnya adalah gedung/rumah

hancur rata tanah atau tidak berbekas hanya terlihat pasangan keramik lantai

dasar dan sebagian kecil gedung/rumah yang masih berdiri dimana dindingnya

dibawa oleh tsunami.

Studi khasus dalam Kota Banda Aceh, kerusakan gedung yang disebabkan oleh

gempa, fakta menunjukkan tiga ragam (mode) keruntuhan yang sejalan

dengan tiga katagori kerusakan diatas yaitu:

a. Keruntuhan salah satu lantai atau lebih, termasuk keruntuhan total

(collapse) yang diawali dengan keruntuhan geser pada kolom-kolom lantai

lemah (weak story) akibat “open frame” yang dimulai dari lantai I dan

Page 91: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

91

kemudian disusul lantai II dan seterusnya. Pada ragam keruntuhan ini,

balok dan system lantai beton bertulang tidak mengalami retak serius;

b. Keruntuhan pada struktur balok yaitu retak gaser dan atau retak lentur

pada balok dengan kombinasi retak atau tanpa retak pada kolom,

umumnya katagori kerusakan sedang;

c. Keruntuhan non structural yaitu retak dinding yang mengikuti bentuk

frame/portal dan retak geser/diagonal pada satu pias dinding dimana

frame (kolom dan balok) masih dalam kondisi baik atau retak halus. Dalam

katagori ini, terdapat ragam keruntuhan yang tidak lazim yaitu lepasnya

top gevel (pasangan batu bata dibelakang tolak angin) dari tempatnya

dengan kombinasi rusak bersama kuda- kuda atau tanpa kerusakan pada

kuda-kuda. Paling tidak ada lima gedung yang mengalami keruntuhan top

gavel yaitu: gedung PLN Wil. NAD, PLN Cab.Banda Aceh, Walikota Banda

Aceh (runtuh bersama kuda-kuda), Bappeda NAD dan Umar Diyan

Indrapuri.

Sebagai salah satu contoh, dilakukan diskusi tentang keruntuhan gedung

dengan frame beton bertulang akibat gempa yang difokuskan pada keruntuhan

salah satu lantai atau lebih dimana termasuk katagori ”collapse”. Dari fakta

lapangan dapat dikemukakan beberapa kemungkinan penyebab terjadinya

keruntuhan gedung, yaitu:

a. Lemahnya kekakuan (stiffness) kolom-kolom frame tanpa panel/dinding.

Hal ini tidak memenuhi filosofi desain frame kolom kuat balok lemah

(strong column weak beam). Hal ini perlu studi lanjutan untuk melihat

perilaku keruntuhan gedung per gedung;

b. Kemungkinan mutu material (beton dan baja) di bawah spesifikasi yang

ditetapkan, akibat kontrol mutu yang kurang baik pada saat pelaksanaan.

Hal ini diperlukan kontrol mutu material di lapangan dan atau di

Page 92: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

92

laboratorium. Juga memerlukan investigasi lanjutan untuk memeriksa

material di lapangan dan menganalisa gambar pelaksanaan ( as built

drawing);

c. Spesifikasi baja beton yang tidak memenuhi standar (diameter begel

kurang dari D10 dan atau minimnya persentase tulangan pokok). Hal ini

harus mengacu pada SNI-03-2847-2002;

d. Lemah dalam hal details (sambungan, pertemuan kolom dan balok,

panjang penyaluran/penjangkaran, kait-kait dan lain-lain);

e. Kemungkinan terjadinya resonansi pada gedung tersebut; dan

f. Sistem monitoring dan control pembangunan gedung swasta belum

memadai, termasuk dalam hal keterlibatan yang menerbitkan IMB.

Kehancuran bangunan gedung akibat tsunami lebih disebabkan oleh kelebihan

beban atau overload. Peraturan beban belum mengkafer beban dinamik jenis

tsunami, sedangkan beban gempa dan angin telah didefinisikan dalam

peraturan pembebanan yang ada selama ini. Jadi perlu kajian lebih lanjut

bagaimana membuat simulasi beban tsunami yang bekerja pada gedung atau

bangunan lainnya.

Disamping masalah structural yang didiskusikan diatas, untuk mengisi cetak

biru (Blue Print) Aceh Baru, kiranya masalah standarisasi gedung perlu diatur

lebih lanjut. Misalnya masalah ketinggian lantai bangunan, ukuran pintu/jendela,

system evakuasi saat emergency, lahan hijau, jarak bangunan ke tepi jalan dan

lain-lain.

Page 93: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

93

III. PENILAIAN KEBUTUHAN

Berikut ini beberapa kebijakan dan rekomendasi diusulkan untuk meningkatkan

keandalan struktur gedung dan perumahan di masa depan guna mengurangi

resiko bagi para pengguna, seperti uraian berikut ini:

a. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari semua unsur pelaksana

(perencana, pelaksana, suvervisi, pemerintah) untuk mengimplimen-

tasikan standar gedung (Codes) yang telah ada termasuk spesifikasi

minimum, ketentuan perencanaan, fasilitas evakuasi saat emergensi, dan

lain-lain;

b. Dalam penerbitan IMB, pertimbangan structural harus masuk dan prioritas,

terutama untuk gedung yang dibangun oleh pihak swasta, seperti

pertokoan, rumah penduduk dan lain-lain. Juga dilakukan monitoring saat

pelaksanaan bangunan oleh pihak pemberi izin, disamping mengikuti

prosedur pelaksanaan diatas (butir a);

c. Diperlukan standar praktek profesi, terutama detail elemen struktur untuk

menjamin pelaksanaan yang benar dan tidak keliru, misalnya dalam hal

penempatan tulangan struktur beton bertulang pada elemen kritis, seperti

sambungan, hubungan/joint dan lain-lain, begitu pula untuk konstruksi

baja dan konstruksi kayu;

d. Adanya penegasan pemerintah tentang penerbitan sertifikat mutu material

dari industri atau pabrik pembuat material bangunan, seperti baja, pipa

pralon, aluminium dan material lainnya serta larangan produksi untuk

material yang tidak memenuhi spesifikasi minimum material bangunan;

e. Perlu investigasi lebih lanjut mengenai penyebab keruntuhan gedung akibat

gempa, kasus perkasus dengan melakukan uji mutu material dilapangan

serta analisa gambar pelaksanaan gedung yang bersangkutan;

Page 94: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

94

f. Perlu formulasi baru mengenai standar pembebanan akibat tsunami untuk

perencanaan struktur gedung di wilayah yang dekat dengan pantai (paling

tidak sampai jarak satu sampai tiga kilometer dari garis pantai berdasarkan

persitiwa tsunami 26 Desember 2004 yang lalu) atau mengikuti formulasi

tata ruang yang ada;

g. Perlu dibuat standarisasi gedung pada lingkup non structural, termasuk

masalah ketinggian bangunan, keseragaman bentuk bangunan, jarak

bangunan dengan tepi/as jalan, lahan hijau, dan lain-lain.

IV. PERTIMBANGAN KELAYAKAN

Untuk menentukan criteria gedung dan perumahan yang masih tersisa

diperlukan evaluasi cepat (tim terpadu yang ditunjuk oleh PEMDA NAD).

Umumnya gedung dan perumahan yang mengalami rusak berat harus

dibangunan baru. Sedangkan gedung dan perumahan dengan katagori rusak

sedang dan rusak ringan dilakukan rehab agar dapat berfungsi kembali dengan

baik.

a. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

Berpedoman kepada data yang ada program rehabilitasi dan rekonstruksi,

maka program yang diusulkan terbatas pada gedung sekolah dan perumahan

seperti uraian berikut ini:

• Sekolah SD/MIN; SMP/MTs; SMA/MA:639 rusak berat; 145 rusak

• sedang; 358 rusak ringan;

• Perumahan Permanen: 132.625 rusak berat

• Perumahan Nonpermanen: 328.484 rusak berat.

Dari kondisi gedung dan perumahan diatas maka usulan program dibagi dua:

Page 95: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

95

a. Rehabilitasi gedung sekolah sebanyak 503 gedung sekolah, yaitu 145 rusak

sedang dan 358 rusak ringan.

b. Rekonstruksi gedung sekolah 639 unit, rumah permanen 132.625 unit dan

rumah non permanen 328.484 unit.

b. ESTIMASI PENDANAAN

Berpedoman kepada data yang ada program rehabilitasi dan rekonstruksi

diatas (Bagian 5), maka estimasi pendanaan gedung dan perumahan dalam

rupiah adalah sebagai berikut:

a. Rehabilitasi gedung sekolah 145 rusak sedang @ 100.000.000 sejumlah

14,5 milyar;

b. Rehabilitasi gedung sekolah 358 rusak ringan @ 50.000.000 sejumlah

17,9 milyar;

c. Rekonstruksi gedung sekolah 639 unit @ 200.000.000 sejumlah 127.8

milyar;

d. Rekonstruksi rumah permanen 132.625 unit @ 100.000.000 sejumlah

13 triliyun;

e. Rekonstruksi rumah non permanen 328.484 unit @ 50.000.000

sejumlah 16.4 triliyun.

B. SUB BIDANG TRANSPORTASI 1. LATAR BELAKANG

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri dari 21 Kabupaten/kota

dengan total luas daerah 57.365 km2, dilayani fasilitas transportasi darat, laut

dan udara. Panjang jalan yang melayani berjumlah 3.484,6 km, yang terdiri dari

jalan Nasional 1.782,78 km dan jalan Provinsi 1.701,82 km. terdapat 9

Page 96: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

96

pelabuhan laut dan 8 pelabuhan penyeberangan. Dalam bidang transportasi

udara terdapat 9 Bandar Udara termasuk lapangan terbang Perintis.

Berdasar kawasan pelayanan, fasilitas transportasi tersebut dikelompokkan

menjadi 4 kawasan.

1. Kawasan pelayanan Pantai Utara – Timur;

2. Kawasan pelayanan Pantai Barat – Selatan;

3. Kawasan pelayanan Bagian Tengah Nanggroe Aceh Darussalam;

4. Kawasan pelayanan kepulauan.

Pelayanan transportasi pantai Utara – Timur relatif lancar, baik

transportasi darat, laut dan udara. Pada kawasan ini terdapat 5 pelabuhan laut

dan 3 lapangan terbang, juga sedang dibangun jalan kereta api, jarang terjadi

gangguan dan lalu lintas dapat dikatakan tak pernah terputus. Pemilihan

terhadap moda darat, laut dan udara masih mungkin dilakukan walaupun tidak

Kesemua tujuan perjalanan.

Pelayanan pantai Barat – Selatan, bagian Tengah Nanggroe Aceh

Darussalam dan Kepulauan, belum lancar. Jalan darat pantai Barat – Selatan

dan bagian Tengah Nanggroe Aceh Darussalam sangat peka terhadap bencana

alam. Bila musim hujan tiba sering terjadi longsoran pada badan jalan hingga

lalu lintas terputus, karena memang lintasan tunggal tanpa ada lintasan

alternatif. Kondisi jalan juga dengan kualitas rendah, kecepatan rencana antara

40 – 60 km/jam.

Ada tiga lapangan terbang perintis di bagian pantai Barat – Selatan, yang

dilayani sekitar 4 kali penerbangan perminggu. Operasionalnya atas subsidi

pemerintah daerah, tapi sering terjadi gangguan pelayanan akibat

ketidaksiapan pesawat.

Pelabuhan laut pelayanan tidak efektif, utamanya karena ketiadaan

armada regular yang melayani. Pelayanan hanya untuk kebutuhan tertentu non

Page 97: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

97

regular, kecuali ada pelayanan penyeberangan antara pantai barat dengan

kepulauan (Simeulue).

Pelayanan kawasan kepulauan sangat minim sekali, jalan darat belum

tersambung kesemua kota dan lokasi, masih merupakan lintasan terputus-putus.

Perjalanan antar kelompok masyarakat dilakukan transportasi laut secara

tradisional, yaitu perahu dan tongkang. Kelompok kepulauan ini adalah pulau

Beras dan pulau Nasi di Aceh Besar, pulau Simeulue di pantai Barat dan pulau-

pulau Banyak di pantai Selatan.

Akibat bencana gempa dan gelombang Tsunami 26 Desember 2004,

kerusakan terjadi terhadap Sarana dan Prasarana jalan nasional dan jalan

provinsi 32 % = 915 km dari 3484,6 km jalan yang ada. Kerusakan jembatan

mencapai 25 % dari 16.0687,70 m jembatan di jalan nasional dan 18.181,30 m

jembatan di jalan provinsi. Untuk ruas jalan kabupaten/kota kerusakannya

sedang diinventarisir.

Kondisi dan kerusakan sarana dan prasarana transportasi lainnya adalah

seperti dicantumkan pada tabel 5.1.

Page 98: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

98

Tabel 5.1 Kondisi Sarana Dan Prasarana

Sub-Bidang Transportasi

No PRASARANA JUMLAH YANG ADA DI PROV.

NAD

TINGKAT KERUSAKAN DI PROV NAD KET

BERAT RINGAN

1. Transportasi Darat a. Terminal Bus 10 1 9 - Terminal Meulaboh b. Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) 1 1 - - PKB Banda Aceh

c. Jembatan Timbang 3 - 3 d. Stasiun Bus DAMRI 1 1 - - DAMRI Banda Aceh e. Halte Bus 30 - 30 - Tersebar f. Pelabuhan Penyeberangan 8 2 6 - Pel. Ulee Lheu

- Pel. Meulaboh

2. Transportasi Laut a. Pelabuhan Laut 9 3 6 - Pel. Malahayati

- Pel. Meulaboh - Pel. Calang

b. Pelabuhan Rakyat 4 1 9 - Pelra. Kuala Tari

3. Pelabuhan Udara a. Bandar Udara 9 1 7 - Bandara Cut Nyak Dhien -

Meulaboh - Bandara Lasikin - Sinabang

b. Kantor SAR dan Peralatannya 1 - -

Page 99: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

99

Sedangkan kerusakan jalan kereta api yang telah dipasang tubuh jalan

sepanjang 33,806 km dari perbatasan Sumatera Utara ke Seuneubuk Punti

di Aceh Timur, belum dilaporkan kondisinya.

Akibat kerusakan-kerusakan tersebut lalu lintas terputus, banyak

masyarakat yang terkurung dan tak dapat dijangkau oleh tim penyelamat

apalagi untuk memberikan bantuan berupa bahan makanan, obat-obatan

dan sebagainya.

Untuk itu perlu dilakukan penanganan dalam tiga tahap sebagai berikut :

Tahap Pertama adalah :

1. Penanganan darurat dengan membuka “Entry Point” dan jalur jalan

utama;

2. Rehabilitasi prasarana dan sarana perhubungan yang rusak;

3. Perencanaan dan pembangunan kembali prasarana dan sarana

perhubungan hingga dapat berfungsi optimal dan meminimalisir gangguan

bencana alam tiap penggantian musim.

Tujuan penanganan darurat adalah untuk dapat membuka entry point

dan menjangkau masyarakat yang terisolir untuk penyelamatan dan

penyaluran bantuan.

Tujuan rehabilitasi adalah membangun kembali saranan dan prasarana

yang rusak pada lokasi yang sama hingga dapat berfungsi kembali seperti

sedia kala.

Tujuan perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana

perhubungan yang baru ialah :

a. untuk daerah yang terkena pengaturan tata ruang baru, memindahkan

fasilitas kelokasi baru sesuai dengan penataan ruang yang dilakukan;

b. khusus untuk jalan raya lintas Tengah Nanggroe Aceh Darussalam dan

pantai Barat – Selatan ialah :

• Agar alinemennya ditingkatkan hingga mencapai kecepatan

rencana paling kurang 80 km/jam;

Page 100: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

100

• Untuk memfasilitasi jalur alternatif dengan asal dan tujuan

perjalanan yang sama, dengan demikian kerusakan yang terjadi

pada salah satu lintasan tidak sampai terjadi hubungan macet;

• Lebar tubuh jalan di pegunungan yang sebahagian besar masih 6

m (lebar perkerasan 4,5 m dan bahu kiri kanan 1,5 m), perlu

dilebarkan menjadi 10 m (lebar perkerasan 6 m dan bahu kiri

kanan 4 m).

c. Untuk lalu lintas kepulauan, selain yang dari syarat untuk bagian

Tengah dan pantai Barat – Selatan tersebut, diperlukan membangun

jalan baru hingga tersambung dari asal dan tujuan. Tidak ada lagi jalan

yang terputus.

Sasaran kegiatan tersebut adalah terselenggaranya, terpeliharanya

kapasitas dan kualitas pelayanan transportasi baik inter moda maupun

antar moda tanpa dampak yang berati dari gangguan musim dan

transportasi selalu lancar tidak pernah terputus, baik karena efektifnya

pelayanan antar moda maupun karena tersedianya lajur alternatif.

2. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

Fasilitas jalan raya sepanjang 3.484,60 km tersebut tersebar pada

berbagai kawasan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Penyebarannya oleh Dinas Praswil Nanggroe Aceh Darussalam dibagi

menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok Lintas Timur, Lintas Barat, Lintas

Tengah, Lintas Kepulauan, Lintas Strategis dan Lintas Perkotaan, seperti

diperlihatkan pada Tabel 5.2 dan Peta 5.1. Kualitas pelayanan dan kondisi

jalan pada masing-masing kawasan tersebut sangat bervariasi, yang pada

dasarnya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan lintasan dan mutu teknis

jalan yang ada. Lintas Timur yang melayani pantai Utara – Timur Nanggroe

Aceh Darussalam merupakan lintasan dengan kualitas pelayanan yang

terbaik.

Page 101: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

101

Akibat bencana gempa dan gelombang Tsunami 29 Desember 2004, lintasan

ini sepanjang 207,48 km mengalami rusak ringan dan 57,17 km mengalami

rusak berat. Secara rinci kondisi jalan tersebut pasca bencana 26 Desember

2004 dimuat pada Tabel 5.3.

Lintas Barat, Lintas Tengah dan Lintas Kepulauan merupakan lintasan

yang paling kritis. Lintas Barat yang melayani pantai Barat – Selatan Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam, membentang melintasi daerah pegunungan dan

dataran rendah.

Ketika terjadi bencana, gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 jalan lintas

Barat sepanjang 684,29 km ini mengalami rusak berat sepanjang 309,09 km,

rusak ringan : 132,05 km. kerusakan yang terberat terjadi pada lintasan

Banda Aceh – Meulaboh dengan panjang jalan yang ada 245 km mengalami

kerusakan sepanjang 214 km. Sisa kerusakan secara sporadis terjadi pada

lintasan dari Meulaboh ke batas Sumatera Utara. Secara rinci daftar

kerusakan pada Lintas Barat ini dimuat pada Tabel 5.4.

Pada Lintas Tengah terdapat lintasan jalan sepanjang 509,92 km,

sepanjang 375,2 km sudah beraspal, 120,65 km jalan kerikil, sedang sisanya

14,07 km masih berupa jalan tanah. Ketika terjadi bencana gempa dan

Tsunami 26 Desember 2004, sepanjang 184,9 km jalan ini mengalami rusak

ringan sementara 155,96 km rusak berat. Oleh karenanya pemanfaatan jalan

ini sebagai jalan alternatif pasca bencana tidak terlalu mulus; hanya dapat

dilalui dengan susah payah oleh kendaraan roda dua. Secara rinci kondisi

jalan Lintas Tengah ini diperlihatkan pada Tabel 5.5

Lintas Kepulauan, merupakan jaringan jalan yang ada di pulau Weh, pulau

Simeulue, pulau – pulau Aceh dan pulau Banyak. Pada daerah kepulauan ini

jalan yang telah ada masih sangat minim. Akibat bencana alam gempa dan

Tsunami tanggal 26 Desember 2004; sepanjang 167,05 km jalan ini

mengalami rusak ringan dan sepanjang 87,56 km rusak berat. Secara rinci

kondisi jalan lintas kepulauan ini diperlihatkan pada Tabel 5.6.

Lintas Strategis, merupakan jalan-jalan strategis dalam kota, jalan

kepelabuhan, jalan tembus dari pantai Utara – Timur ke pantai Barat Selatan,

Page 102: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

102

maupun jalan – jalan baru yang menghubungkan bagian Tengah Aceh ke

pesisir Utara – Timur atau pantai Barat Selatan. Ketika terjadi bencana 26

Desember 2004, sepanjang 508,53 km jalan ini rusak ringan serta 637,62

km rusak berat. Secara rinci kondisi jalan lintas strategis ini dimuat pada

Tabel 5.7.

Lintas perkotaan merupakan jalan-jalan dalam kota – kota Meulaboh,

Sabang, Banda Aceh, Takengon dan Sigli yang banyak mengalami kerusakan

akibat gempa dan Tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Panjang

jalan keseluruhan adalah 25,73 km dengan lebar perkerasan sebahagian

besar 4,5 m. sebahagian besar sudah di aspal, hanya 3,5 km jalan kerikil

dan 1,19 km jalan tanah.

Ketika bencana alam 26 Desember 2004, semua jalan mengalami kerusakan,

dengan kategori 21,51 km rusak ringan dan 4,22 km rusak berat. Secara

rinci kondisi jalan tersebut dimuat pada tabel 5.8.

Untuk kota Banda Aceh, kerusakan akibat bencana alam tanggal 26

Desember 2004 diperlihatkan pada Tabel 5.9 dan dimuat pada Peta 5.2

Kondisi sarana dan prasarana sub bidang transportasi, seperti terminal bus,

pengujian kendaraan bermotor (PKB), jembatan timbang, stasiun bus DAMRI

dan halte bus kota juga mengalami kerusakan akibat bencana alam 26

Desember 2004. jumlah fasilitas tersebut yang ada di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam dan jumlah kerusakannya diperlihatkan pada

Tabel 5.1 .Terdapat 8 pelabuhan penyeberangan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Akibat bencana 26 Desember 2004 2 buah yaitu Ule-Lheu dan

Meulaboh mengalami rusak berat, sedang 6 sisanya rusak ringan.

3. RONA

Akibat bencana gempa dan gelombang Tsunami 26 Desember 2004,

prasarana dan sarana perhubungan yang berlokasi di lintasan pantai Barat –

Selatan, khususnya dari Banda Aceh – Lamno – Calang – Meulaboh – Nagan

Raya mengalami kerusakan yang sangat parah. Jalan nasional sepanjang

245 km, mengalami kerusakan sepanjang 214 km, atau 88% rusak. Fasilitas

Page 103: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

103

transportasi lainnya seperti bandar udara, pelabuhan laut mengalami

kerusakan 30%.

Akibatnya sangat fatal, hubungan terputus. Perbaikan dalam bentuk

rehabilitasi tanpa pemindahan tidak mungkin lagi. Perlu relokasi ke lintasan

yang lebih aman untuk memfungsikannya kembali.

Sementara kondisi sarana dan prasarana lalu lintas yang berada

diluar pantai, terutama yang melalui daerah pegunungan kondisinya belum

siap untuk menjadi lintasan alternatif, terutama prasarana jalan raya.

Kondisi ini disebabkan oleh :

1. Belum siapnya dibangun lintasan-lintasan alternatif tersebut; belum

beraspal dan sebagainya;

2. Rendahnya mutu perencanaan jalan yang diterapkan, seperti tanjakan

yang besar, lebar tubuh jalan 6 m dan sebagainya.

Dengan demikian dapat disimpulkan, jalur alternatif belum dapat

berfungsi menanggulangi kemacetan pada lintasan utama. Pembangunan

fasilitas baru perlu penyesuaian dengan perubahan tata ruang yang

diusulkan

4. PENILAIAN KEBUTUHAN

Akibat bencana gempa dan gelombang Tsunami 26 Desember 2004, kota-

kota Banda Aceh, Lamno, Meulaboh dan kota lain sepanjang pantai Barat

mengalami kerusakan sekitar 70%. Prasarana dan sarana transportasi rusak

dan tidak berfungsi.

Diperlukan strategi penanganan sebagai berikut :

a. Optimalisasi sarana dan prasarana transportasi yang telah ada melalui

rehabilitasi dan peningkatan. Pembangunan fasilitas baru dilakukan jika

dirasa lebih efektif dan efisien serta menyesuaikan dengan penataan

ruang;

b. Secepatnya meningkatkan fasilitas, lintasan alternatif untuk

mengantisipasi kelambatan dalam rehabilitasi;

Page 104: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

104

c. Mendorong partisipasi masyarakat, Community – Based Development

untuk pekerjaan Low – Tech, skala kecil dan batas beneficiaries yang

jelas.

5. PERTIMBANGAN KELAYAKAN

Prinsip dasar usulan program rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai berikut :

a. Memantapkan pelayanan fasilitas pengganti (Lintasan alternatif) sambil

menunggu pekerjaan rekonstruksi yang memerlukan tahap – tahap

survey, perencanaan dan konstruksi sendiri;

b. Dalam hal penanganan hubungan jalan darat Banda Aceh – Meulaboh,

diupayakan memantapkan pelayanan jalan alternatif : Beureunun –

Tangse – Geumpang – Tutut – Meulaboh. Lintasan tidak terkendala

dengan penyesuaian tata ruang baru, hanya meningkatkan konstruksi

jalan yang sudah ada;

c. Rehabilitasi dan rekonstruksi jalan Banda Aceh – Meulaboh, pelabuhan

laut dan bandara yang rusak berat, dilakukan setelah ada penetapan

tentang tata ruang baru;

d. Melakukan peningkatan jalan – jalan lintas Tengah Nanggroe Aceh

Darussalam seperti jalan Ladia Galaska dan jalan – jalan di kawasan

kepulauan Nanggroe Aceh Darussalam.

6. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

Arah kebijakan pembangunan transportasi darat laut dan udara

pasca bencana 26 Desember 2004 adalah :

1. Merehabilitasi prasarana perhubungan darat yang mengalami

kerusakan akibat bencana 26 Desember 2004, sejauh lokasi, lintasan

dan pemanfaatannya mash sesuai dengan tata ruang baru yang

diterapkan.

2. Melakukan pemindahan, pengalihan lokasi dan lintasan prasarana

perhubungan darat, apabila lintasan dan pemanfaatannya sudah tidak

sesuai dengan tata ruang baru yang ditetapkan. Pembangunan

Page 105: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

105

prasarana yang dipindahkan atau dialihkan tersebut diusahakan

dengan standar yang lebih baik; menyangkut kecepatan rencana,

lebar tubuh jalan, lebar daerah penguasaan jalan, jarak pandangan,

dan sebagainya.

3. Membangun jalan-jalan alternatif untuk setiap lintasan, sehingga bila

ada gangguan pada suatu lokasi, baik karena banjir, longsor tanah

dan sebagainya, yang biasa terjadi tiap tahun, lalu lintas tidak

terputus. Jalan alternatif ini dapat dilakukan dengan peningkatan

jalan-jalan Lintas Tengah yang saat ini kondisinya masih dibawah

standar, baik dari segi geometrik, lebar tubuh jalan dan tanjakannya.

4. Membuka bagian pedalaman dan kepulauan Nanggroe Aceh

Darussalam hingga mempunyai hubungan yang lancar, baik ke pantai

Utara – Timur, maupun ke pantai Barat – Selatan, atau antara

Kabupaten/Kota yang berbatasan langsung; hingga tidak perlu

dengan jalan melingkar, atau bahkan harus melalui provinsi tetangga

(Sumatera Utara)

Program – Program Pembangunan

A. Program Transportasi Darat

1. Lintas Timur

a. Perbaikan jalan rusak ringan sepanjang : 207,48 km;

b. Perbaikan jalan rusak berat sepanjang : 57,17 km.

2. Lintas Barat

a. Survey dan design lintasan baru, sepanjang : 214 km;

b. Membangun baru jalan Banda Aceh – Meulaboh sepanjang : 214

km;

c. Perbaikan jalan rusak berat : 95,09 km;

d. Perbaikan jalan rusak ringan : 132,05 km

3. Lintas Tengah

a. Relokasi lintasan untuk memperkecil tanjakan jalan sepanjang :

153 km (30%);

Page 106: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

106

b. Perbaikan tubuh jalan dari 6 m menjadi 10 m sepanjang : 353,99

km; termasuk pembangunan parit kiri kanan dan pelebaran

perkerasan dari 4,5 m menjadi 6 m dan pengaspalan;

c. Perbaikan rusak ringan : 184,99 km;

d. Perbaikan rusak berat : 155,96 km.

4. Lintas Kepulauan

a. Pelebaran tubuh jalan dari 6 m menjadi 10 m sepanjang : 292,28

km; termasuk pembuatan parit kiri kanan jalan dan pelebaran

perkerasan dari 4,5 m menjadi 6 m dan pengaspalan;

b. Pemasangan perkerasan dan pengaspalan sepanjang : 163,21 km.

c. Melakukan perbaikan terhadap jalan yang rusak ringan,

sepanjang : 167,95 km;

d. Melakukan perbaikan terhadap jalan yang rusak berat sepanjang :

87,56 km.

5. Lintas Strategis

a. jalan dalam kota Banda Aceh :

- Perbaikan rusak berat : 12,77 km;

- Perbaikan rusak ringan : 19,50 km.

b. Perbaikan rusak berat (tersebar) : 625 km;

Perbaikan rusak ringan (tersebar) : 490,52 km.

c. Pembangunan jalan belum tembus : 77 km.

6. Lintas Perkotaan

a. Perbaikan rusak berat : 4,22 km;

b. Perbaikan rusak ringan : 21,51 km;

c. Pengaspalan dan perkerasan : 4,69 km.

Kota Banda Aceh

- Jaringan jangan terpusat;

- Perbanyak penyeberangan sungai jalan P. Nyak Makam teruskan

dengan jembatan ke Lhueng Bata, sehingga Lhoknga – Darussalam

tak perlu lewat Simpang Lima dan sampai dengan Jambo Tape;

- Pusat pembangunan kota terpencar :

Page 107: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

107

- Ulee Kareng – Keutapang Dua – Lambaro tentu akan bergeser ke

selatan dan ke timur;

7. Perbaikan Terminal Bus :

a. Rusak ringan : 9 buah;

Rusak berat : 1 buah;

b. PKB rusak berat : 1 buah;

c. Jembatan timbang rusak ringan : 1 buah;

d. Stasiun bus DAMRI rusak berat : 1 buah;

e. Perbaikan Halte bus rusak ringan : 30 buah;

f. Perbaikan pelabuhan penyeberangan :

- rusak berat : 2 buah;

- rusak ringan : 6 buah.

B. Program Transportasi Laut

a. Perbaikan pelabuhan laut

- rusak berat : 3 buah;

- rusak ringan : 6 buah;

b. Perbaikan pelabuhan rakyat

- rusak berat : 1 buah;

- rusak ringan : 3 buah;

C. Program Transportasi Udara

a. Perbaikan Bandar Udara

- rusak berat : 2 buah;

- rusak ringan : 3 buah;

b. Perbaikan kantor SAR dan peralatannya : 1 buah.

7. ESTIMASI PENDANAAN

Perkiraan dana yang diperlukan untuk program sektoral, rehabilitasi dan

rekonstruksi infra struktur perhubungan adalah sebagai berikut :

a. Perhubungan Darat

1. Program pengembangan transportasi sungai, danau dan penyeberangan.

Page 108: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

108

A. Peningkatan/Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan

Rp. 23.165.000.000,-

B. Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Rp. 123.789.700.000,-

2. Pembangunan Infra Struktur

A. Rehabilitasi Rp. 873.175.000,-

B. Rekonstruksi Rp. 2.196.000.000.000,-

3. Search And Rescue (SAR)

A. Rekonstruksi Rp. 26.610.000.000,-

b. Perhubungan Laut

1. Program Pengembangan Pelayanan Transportasi Laut

A. Pembangunan/Peningkatan Prasarana dan Sarana Transportasi Laut

Rp. 335.483.221.000,-

B. Rehabilitasi Pelabuhan Rakyat (PELRA) Rp . 2.272.170.000,-

c. Perhubungan Udara

1. Program Pengembangan Pelayanan Transportasi Udara

A. Rehabilitasi Banda Udara Rp. 17.012.648.000,-

B. Pengembangan/Pembangunan Banda Udara Rp. 710.660.179.270,-

d. Pos dan Telekomunikasi

1. Program Pengembangan Jasa Telekomunikasi

A. Pengembangan Fasilitas telekomunikasi pedesaan Rp. 3.843.750.000,-

Total Rp. 3.439.709.813.000,-

(Tiga Trilyun Empat Ratus Tiga Puluh Sembilan Milyar Tujuh Ratus Sembilan Juta Delapan Ratus Tiga Belas Ribu Rupiah). Secara Rinci Perkiraan (Tentative) dana yang diperlukan tersebut dicantumkan pada Tabel 5.10.

Page 109: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

109

C. SUB BIDANG SUMBER DAYA AIR

1.1 LATAR BELAKANG

PSA atau Pengembangan Sumberdaya Air (water resources

development) di Aceh mulai giat dilakukan sejak adanya program

pembangunan lima tahunan (Pelita). Kegiatannya meliputi meningkatkan

fungsi prasarana yang sudah ada, inventarisasi sumber-sumber air, dan

pembangunan prasarana dasar pengairan dan air baku. Lebih dari tiga

dekade, PSA di Aceh telah banyak berbuat dan telah menjangkau hampir

seluruh wilayah provinsi hingga ke wilayah kepulauan, termasuk pulau Weh

dan Simeulue.

Dalam programnya, PSA diarahkan pada pemanfaatan sumber air

untuk menunjang semua kegiatan masyarakat dan mengontrol atau

mengendalikan perilaku air, yaitu banjir. Dengan meningkatnya jumlah

penduduk dan jenis aktivitas masyarakat yang berkait langsung dengan alam

atau sumber air, mengakibatkan beberapa usaha pemanfaatan PSA tidak

menunjukkan tingkat keberhasilan (peformance) yang masih dibawah

nilai rencana. Permasalahan pemeliharaan konstruksi dan manajemen

pengelolaannya juga merupakan dua hal yang masih menjadi masalah

dalam program PSA di Aceh.

Dengan adanya kejadian bencana alam gempa bumi dan tsunami

yang melanda Aceh tanggal 26 Desember 2004 dengan kerusakan akibat

bencana yang sifatnya total, maka hal ini memperpanjang permasalahan

PSA di Aceh. Banyaknya anggota masyarakat dari berbagai tingkatan yang

menjadi korban dan rusaknya prasarana dasar (PSD) baik pengairan dan air

baku, maka diperlukan penanganan secara sempurna dalam mencapai dan

memulihkan program PSA di Aceh. Luasnya permasalahan pada PSA

sehingga penanganannya harus dilakukan secara integral dalam sistem

manajemen dan holistik dalam hal penanganan fisik.

1.2 Tujuan dan Sasaran Program

Page 110: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

110

Tujuan penanganan PSA pasca bencana adalah untuk memposisikan

kembali program ini dalam koridor yang sudah ada dengan melakukan usaha

refunctioning and upgrading prasarana dasar yang sudah ada. Jadi

secara umum tujuan ini adalah menyiapkan tersedianya infrastruktur yang

handal untuk penunjang kegiatan pada pencapaian sasaran pembangunan.

Sasaran program adalah pembangunan PSA dalam mencapai

masyarakat yang adil makmur sejahtera melalui pemanfaatan sumbardaya

air dengan tetap memperhatikan kaidah kelestarian lingkungan yang

berkesinambungan.

1.3 Cara Penyusunan Program

Semua program merupakan bagian dari penjabaran masterplan PSA

untuk Aceh yang secara spesifik dikelompokkan dalam 8 (delapan) satuan

wilayah sungai (SWS). Jadi untuk pengembangan setiap SWS terus berjalan

baik inventarisasi, pemeliharaan, perencanaan, dan konstruksi. Dengan

adanya bencana ini maka perlu adanya recovery fungsi konstruksi yang perlu

dimasukkan dalam program pembangunan SWS. Hal yang belum

dilaksanakan dalam pengembangan SWS seperti manajemen pengelolaan

dan pemeliharaan konstruksi perlu dimasukkan dalam program

pengembangan SWS.

Penyusunan program PSA merupakan kegiatan siklus yaitu dengan

memberikan umpan balik hasil monitoring pada penyusunan program baru

untuk tahun mendatang. Karena terkait dengan kondisi sumberdaya dan

alam serta lingkungan maka dalam pengembangan PSA perlu diperhatikan

adanya daya dukung yang tidak boleh dilampaui oleh kemampuan

program pembangunan.

1.4 Tantangan Program

Tantangan program dapat dipastikan akan terkait dengan

Sumberdaya; seperti manusia, lahan, waktu, dana, teknologi, dan material,

serta peralatan. Masyarakat yang masih trauma dan kondisi tidak stabil akan

Page 111: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

111

menjadi tantangan pokok dalam penanganan program karena masyarakatlah

yang merupakan subjek pembangunan ini. Lahan pembangunan akan

menjadi masalah karena faktor sistem kepemilikan tanah akan berbenturan

dengan pekerjaan fisik konstruksi.

Karena sifatnya adalah memfungsikan kembali dan meningkatkan

kualitas hasil pembangunan PSA, maka akan berpacu dengan waktu

sehingga waktu yang relatif singkat akan menjadi tantangan tersendiri.

Sumber dana, teknologi, material dan peralatan juga akan menjadi kendala

dalam menunjang program pembangunan sektor PSA ini. Banyaknya

tantangan maka diperlukan manajemen proyek yang ‘in order’ agar

tantangan ini dapat dilalui dan membuahkan hasil yang sesuai dengan

tujuan dan sasaran pembangunan.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

2.1 Tingkat Kerusakan dan Kerugian

Bencana alam gempa dan tsunami mengakibatkan kerusakan mulai

dari tingkat terganggunya fungsi suatu sistem operasional konstruksi hingga

rusak total. Untuk memudahkan perlu dibuat kategori kerusakan mulai dari:

(1) rusak ringan (light damage);

(2) rusak sedang (medium damage);

(3) rusak berat (heavy damage); dan

(4) hancur (destroyed).

Suatu PSD dikatakan mengalami rusak ringan apabila secara

struktural tidak mengalami kerusakan hanya pada bagian-bagian tertentu

memerlukan usaha atau kegiatan pembersihan sampah-sampah dan kotoran.

Setelah usaha ini dilakukan maka sistem tersebut dapat difungsikan kembali.

Dikatakan rusak sedang apabila PSD memerlukan kegiatan perbaikan dan

rehabilitasi konstruksi untuk dapat memfungsikan kembali PSD tersebut.

Page 112: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

112

Suatu PSD dikatakan rusak berat apabila secara menyeluruh

bangunan pada sistem tersebut telah mengalami kerusakan dan perlu

perbaikan berat untuk strukturnya agar konstruksi dapat berfungsi kembali.

Apabila pembangunan menghendaki konstruksi baru dan bangunan yang

lama tidak dapat difungsikan sama sekali maka kerusakannya dikategorikan

sebagai hancur total.

Untuk memudahkan penanganan kerusakan maka pengelompokan

kerusakan menurut lokasinya dapat dilakukan. Untuk PSA lokasi kerusakan

dapat dikelompokkan dalam SWS atau Derah Tingkat II. Sektor kerusakan

dapat dikelompokkan menurut jenisnya, seperti:

(1) PSD Pengairan;

(2) PSD Air Baku;

(3) Drainase Kota;

(4) Perbaikan Sungai;

(5) Perbaikan Pantai.

Hasil kajian kerusakan PSD dan sektor pada PSA adalah sebagai

berikut. Ada sejumlah profil kegiatan sub-bidang Sumberdaya air dalam tiga

bidang yang direncanakan di luar bidang pengadaan airbaku dan drainase

kota, yaitu:

a. 20 kegiatan rehabilitasi dan 7 kegiatan rekonstruksi daerah

irigasi yang tersebar di seluruh wilayah prov. NAD;

b. rehabilitasi perbaikan sungai dan pengendalian banjir sungai-

sungai kecil (25 km), menengah (10 km), dan besar (5 km) serta

rekonstruksi normalisasi aliran sungai dan pengendalian banjir sungai-sungai

menengah (25 km), dan besar (64 km) serta kolam/waduk/polder 5 unit;

c. rehabilitasi pengamanan pantai: perlindungan abrasi 19795

km, tanggul pantai 1.9 km, tembok laut 8012 km, dan jetty 1400m serta

rekonstruksi pengamanan pantai: perlindungan abrasi 11.4 km, tanggul

pantai 5.5 km, tembok laut 8.75 km, jetty 2.3km dan floodway 2.3km.

Page 113: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

113

Secara umum tujuan, sasaran dan kegiatan pokok disajikan pada

masing-masing profil kegiatan seperti yang disajikan pada Tabel 3.1 sampai

dengan Tabel 3.5 untuk masing-masing sektor kerusakan yaitu PSD

Pengairan, PSD Air Baku, Drainase Kota, Perbaikan Sungai, dan Perbaikan

Pantai.

Lembaga kajian yang telah menganalisis hasil kerusakan tersebut di

atas adalah Dinas Sumber Daya Air Provinsi NAD dengan kondisi data

sampai akhir bulan Februari 2005.

Restrukturalisasi kembali PSD dan sektor pada PSA memerlukan

usaha dan dana yang tidak sedikit sehingga memerlukan ‘source of funds’

atau donor. Sebagai donor pembangunan kembali konstruksi dari kerusakan

akibat bencana alam gempa dan tsunami adalah negara-negara sahabat.

Page 114: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

114

II. RONA FISIK PASCA BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI

3.1 PSD Pengairan No Lokasi Nama PSD Kerusakan Tindak Lanjut

1 SWS 01.01 DI Krueng Jreue Jaringan Utama Bangunan Bendung

Rehabilitasi

2 SWS 01.01 DI Krueng Aceh Jaringan Utama Waduk Talang, jaringan tersier

Rehabilitasi

3 SWS 01.01 DI Geunteut Lamsujen & Geupeu

Jaringan Utama Saluran Drainase

Rehabilitasi

4 SWS 01.01 DI Paya Seunara Jaringan Utama Bangunan Bendung Waduk

Rehabilitasi

5 SWS 01.02 DI Lhok Keumudee Jaringan Utama Bangunan utama

Rehabilitasi

6 SWS 01.02 DI Krueng Baro Bangunan suplesi Saluran Pembuang

Rehabilitasi

7 SWS 01.02 DI Cubo/Trienggadeng Jaringan utama Rehabilitasi

8 SWS 01.03 DI Datar Diana Jaringan utama Bendung Jaringan

Rehabilitasi Rekonstruksi

No Lokasi Nama PSD Kerusakan Tindak Lanjut

9 SWS 01.03 DI Pantee Lhoong Jaringan utama Bangunan Bendung Jaringan

Rehabilitasi Rekonstruksi

10 SWS 01.03 DI Peudada Jaringan utama Bangunan Bendung Jaringan

Rehabilitasi Rekonstruksi

No Lokasi Nama PSD Kerusakan Tindak Lanjut

Page 115: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

115

11 SWS 01.03 DI Samalanga Jaringan utama Bangunan Jaringan

Rehabilitasi Rekonstruksi

12 SWS 01.03 DI Krueng Tuan Jaringan Utama Rehabilitasi

13 SWS 01.03 DI Krueng Pase Jaringan Utama Bangunan Jaringan

Rehabilitasi Rekonstruksi

14 SWS 01.03 DI Jembosei Jaringan Utama Bangunan sandtrap Jaringan

Rehabilitasi Rekonstruksi

15 SWS 01.03 DI Beurawang Gadeng Bendung Jaringan Utama

Rehabilitasi

16 SWS 01.04 DI Peunaron Jaringan Utama Waduk

Rehabilitasi Rekonstruksi

17 SWS 01.05 DI Lhok Guci Bendung Jaringan Utama

Rekonstruksi

18 SWS 01.06 DI Tangan Tangan Jaringan Utama

Rehabilitasi

19 SWS 01.06 DI Manggeng Jaringan Induk Rehabilitasi

20 SWS 01.06 DI Suak Lamatan Jaringan Utama Rehabilitasi

21 SWS 01.07 DI Sianjo-anjo Jaringan Utama Embung

Rehabilitasi

22 SWS 01.07 DI Rawa Singkil Saluran Pembuang Rehabilitasi

Page 116: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

116

3.2 PSD Air Baku No Lokasi Nama PSD Kerusakan Tindak Lanjut

1 SWS 01.01 PDAM Tirta Daroy/ Banda Aceh

Jaringan Distribusi Instalasi air Bersih Rumah Pompa

Rehabilitasi

2 SWS 01.01 Sabang Rumah Pompa Rehabilitasi 3 SWS 01.01 Aceh Besar Instalasi Air bersih Rehabilitasi 3 SWS 01.02 PDAM Sigli Jaringan Utama

Jaringan distribusi Instalasi air Bersih

Rekonstruksi

4 SWS 01.03 PDAM Bireuen Instalasi air Bersih Rekonstruksi 5 SWS 01.03 Aceh Utara Instalasi air Bersih Rehabilitasi 6 SWS 01.04 PDAM Langsa Jaringan distribusi

Jaringan tersier Instalasi air Bersih

Rehabilitasi

7 SWS 01.04 PDAM Tamiang Instalasi air Bersih Rehabilitasi 8 SWS 01.05 PDAM Abdya Instalasi air Bersih Rehabilitasi 9 SWS 01.05 Aceh Barat Sistem Jaringan

Instalasi air Bersih Rehabilitasi

10 SWS 01.05 Nagan Raya Sistem Jaringan Instalasi air Bersih

Rekonstruksi

11 SWS 01.06 Aceh Selatan Sistem Jaringan Instalasi air Bersih

Rekonstruksi

12 SWS 01.06 Simeulue Sistem Jaringan Instalasi air Bersih

Rekonstruksi

Page 117: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

117

3.3 Drainase Perkotaan

No Lokasi Drainase Kota Kerusakan Tindak Lanjut 1 SWS 01.01 Kota Banda Aceh Sistem Jaringan

Bangunan Kolam pengumpul Jaringan Pembuang utama

Rehabilitasi Rekonstruksi

2 SWS 01.02 Kota Sigli Sistem Jaringan Jaringan Pembuang utama

Rehabilitasi Rekonstruksi

3 SWS 01.03 Kota Bireuen 4 SWS 01.03 Kota Lhok

Seumawe Sistem Jaringan Jaringan Pembuang utama

Rehabilitasi Rekonstruksi

5 SWS 01.04 Kota Langsa Sistem Jaringan Jaringan Pembuang utama

Rehabilitasi Rekonstruksi

6 SWS 01.05 Kota Lamno ? 7 SWS 01.05 Kota Meulaboh ? 8 SWS 01.06 Kota Tapaktuan ? 9 SWS 01.07 Kota Subulussalam ?

Page 118: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

118

3.4 Penanggulangan Banjir

No Lokasi Konst. Banjir Kerusakan Tindak Lanjut

1 SWS 01.01 Krueng Aceh Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

2 SWS 01.01 Krueng Neng Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi

3 SWS 01.01 Krueng Titi Panyang Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi

4 SWS 01.02 Krueng Baro Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

5 SWS 01.02 Krueng Tiro Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

6 SWS 01.02 Krueng Meuruedu Pelindung talud Rehabilitasi

7 SWS 01.03 Krueng Samalanga Pelindung talud Rehabilitasi

8 SWS 01.03 Krueng Peusangan Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi

9 SWS 01.03 Krueng Nalan Pelindung talud Rehabilitasi

10 SWS 01.04 Krueng Arakundo Pelindung talud tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

11 SWS 01.04 Krueng Jambo Aye Pelindung talud tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

12 SWS 01.04 Krueng Tamiang Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi

13 SWS 01.05 Krueng Teunom Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

14 SWS 01.05 Krueng Sabee Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

15 SWS 01.05 Krueng LamBeusoi Pelindung talud Tanggul

Rehabilitasi Rekonstruksi

Page 119: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

119

3.5 Perlindungan Pantai No Lokasi Nama Pantai Kerusakan Tindak Lanjut

1 SWS 01.01 Syiah Kuala /Muara Kr Aceh

Jetty Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

2 SWS 01.01 Ulee Lheue Revetment / Breakwater Erosi (set off)

Rehabilitasi Rekonstruksi

3 SWS 01.01 Alue Naga Jetty Rehabilitasi Rekonstruksi

4 SWS 01.01 Krueng Raba Jetty Rehabilitasi Rekonstruksi

5 SWS 01.01 Ujong Asam Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

6 SWS 01.01 Keuneukai Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

7 SWS 01.01 Balohan Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

8 SWS 01.02 Mantak Tari Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

9 SWS 01.03 Krueng Mane Perlindungan Muara/jetty

Rehabilitasi Rekonstruksi

10 SWS 01.03 Samalanga Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

11 SWS 01.04 Kuala Idi Revetment Jetty

Rehabilitasi Rekonstruksi

12 SWS 01.05 Padang Sirahet Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

13 SWS 01.05 Ujong Kalak Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

14 SWS 01.05 Peunaga Revetment / Rehabilitasi

Page 120: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

120

Breakwater Rekonstruksi 15 SWS 01.05 Calang Revetment /

Breakwater Rehabilitasi Rekonstruksi

16 SWS 01.05 Babah Nipah Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

17 SWS 01.05 Teunom Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

18 SWS 01.06 Ujong Kareung Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

19 SWS 01.06 Lhok Timun Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

20 SWS 01.06 Batu Putih Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

21 SWS 01.06 Sama Tiga Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

22 SWS 01.06 Kuala Tuha Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

23 SWS 01.06 Pantai Kota Tapaktuan

Revetment / Breakwater

Rehabilitasi Rekonstruksi

Page 121: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

121

VI. PENILAIAN KEBUTUHAN REKONSTRUKSI

4.1 Usulan Masyarakat

Usul ini diperoleh melalui penjaringan aspirasi masyarakat baik yang

diperoleh melalui lokakarya pokja III pada tanggal 5 Maret 2005 ataupun di

luar forum tersebut.

4.2 Usulan Pusat Studi

Usulan dari Laboratorium Hidro Fakultas Teknik Unsyiah dan

Lembaga UP-PSDA FT Unsyiah adalah: arah kebijakan dalam rencana

kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bidang sumberdaya air ini adalah

perlunya suatu perencanaan dan manajemen sumberdaya air yang

komprehensif dalam suatu ‘framework dari regional environmental plan’.

Konsep yang disarankan dalam IWRM (integrated water resource

management) yang mengkoordinasikan manajemen dan pengembangan

sumberdaya air, lahan, dan sumber terkait lainnya yang bertujuan

memaksimalkan hasil secara ekonomis dan kesejahteraan sosial

dalam suatu kondisi yang tetap masih mempertimbangkan

ekosistem penting berkelanjutan (GWP, 2000) perlu difahami untuk

aktivitas ini. Lebih terfokus lagi dalam mengatasi permasalahan dalam

kegiatan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi bidang sumberdaya air,

studi eko-hidrolik (pendekatan yang memadukan antara rekayasa hidrolik

dan pertimbangan ekologis pada penyelesaian masalah keairan) menjadi

bagian penting dalam kegiatan ini.

4.3 Usulan Dinas Terkait

(mengambil data dari paparan Ka. Dinas SDA Prov. NAD pada

Lokakarya Pokja III)

4.4 Masterplan (Program Pemerintah)

(mengambil data dari paparan pada Lokakarya Pokja III

Bappenas/Bappeda/ Dinas SDA Prov. NAD)

Page 122: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

122

V. KELAYAKAN REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI

4.1 Kelayakan Teknis 4.2 Kelayakan Ekonomis 4.3 Kelayakan Lingkungan 4.4 Kelayakan Sumberdana 4.5 Kelayakan Kebijakan Pemerintah

VI. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

6.1 Program Penanggulangan Darurat (Rehabilitasi)

(mengambil data dari paparan Ka. Dinas SDA Prov. NAD pada

Lokakarya Pokja III)

6.2 Program Penanggulangan Jangka Menengah (Rekonstruksi)

(mengambil data dari paparan Ka. Dinas SDA Prov. NAD pada

Lokakarya Pokja III)

6.3 Program Pembangunan Jangka Panjang (Future Plan)

(mengambil data dari paparan Ka. Dinas SDA Prov. NAD pada

Lokakarya Pokja III)

VII. ESTIMASI PENDANAAN

7.1 Jenis Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada 8 SWS di Prov. NAD

dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu:

(a) PSD Pengairan;

(b) PSD Air Baku;

(c) Drainase Kota;

(d) Perbaikan Sungai;

Page 123: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

123

(e) Perbaikan Pantai.

7.2 Sumber Dana Pembangunan

Sumber dana pembangunan ini sebagian berasal dari RAPBN dan

RAPBD. Sebagian besar lagi berasal dari berbagai fihak ‘source of funds’

yang telah berjanji untuk membantu membangun Aceh Kembali. Sebagai

donor pembangunan kembali konstruksi dari kerusakan akibat bencana

alam gempa dan tsunami antara lain adalah negara-negara sahabat (yang

akan ditentukan kemudian berdasarkan persepakatan).

7.3 Kebutuhan Jumlah Dana Pembangunan

(mengambil data dari paparan Ka. Dinas SDA Prov. NAD pada

Lokakarya Pokja III)

Page 124: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

124

BAB I POKJA – IV

EKONOMI DAN KETENAGAKERJAAN

I. PENDAHULUAN

Gempa bumi dan tsunami yang dahsyat terjadi di NAD pada ahad,

26 Desember 2004 mengakibatkan sebagian besar masyarakat

hilang/meninggal dunia dan sekaligus mengalami kegoncangan berbagai

aspek sosial, ekonomi, budaya, dan infrastruktur publik dan non publik.

Penduduk kehilangan mata pencaharian yang berdampak pada pendapatan

mereka nol. Rusaknya infrastruktur publik seperti pasar, sarana produksi,

dan transportasi telah mengakibatkan tingkat harga melambung tinggi dan

sejumlah barang menjadi langka. Terhentinya kegiatan industri karena

kerusakan berat pada fasilitas kerja yang kemudian menyebabkan

bertambahnya pengangguran. Terjadinya salinasi lahan sehingga lahan yang

tadinya produktif menjadi tidak produktif. Hancurnya ekonomi masyarakat

pesisir di mana terhentinya kegiatan rutin nelayan dan sektor perikanan.

Matinya kegiatan UMKM khususnya sektor perdagangan dan jasa di daerah-

daerah pusat perbelanjaan. Lumpuhnya sistem perbankan dan lembaga

keuangan non bank, dan sejumlah permasalahan lainnya (pendidikan,

pemerintahan, budaya, kegoncangan jiwa, dan lainnya). Taksiran kerugian

semua material akibat bencana ini mencapai Rp. 41,4 triliun, dan sebagian

besar (78 persen) merupakan milik masyarakat (Bappenas).

Penderitaan masyarakat Aceh yang demikian lama akibat konflik bersenjata

yang panjang, ditambah lagi dengan bencana gempa dan tsunami, telah

menempatkan mereka pada posisi yang semakin terpuruk. Sisi lain,

administrasi pemerintahan belum optimal, KKN masih berlangsung,

kemampuan (skill) SDM rendah, dukungan perbankan dan lembaga

keuangan non-bank masih rendah, mengakibatkan semakin beratnya

pemulihan dan pembangunan kembali Aceh yang baru.

Page 125: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

125

Namun di sisi lain, ada hikmah besar yang muncul secara spontan, yaitu

solidaritas yang luar biasa dari masyarakat Indonesia dan masyarakat

internasional terhadap masyarakat Aceh yang menjadi korban. Solidaritas ini

menjadi modal yang kuat untuk masyarakat Aceh untuk bangkit dan

menyongsong masa depan mereka yang lebih cerah. Ini merupakan suatu

energi besar yang dapat mengantarkan masyarakat Aceh ke era baru

kemajuan di berbagai bidang. Aceh harus bangkit, semangat Iskandar Muda

harus tegak dan Roh Islam harus jalan di bumi serambi Mekkah. Untuk itu

perlu dibuat satu Cetak Biru (Blue Print) Provinsi NAD, sehingga Aceh dapat

tumbuh dan berkembang sebagai pemenuhan tuntutan globalisasi dengan

bantuan dari berbagai pihak.

1.1 Tujuan Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yang tergambarkan dalam

cetak biru ini bertujuan untuk memberikan arah kebijakan secara lebih

akurat dan dinamis dalam pembangunan masa depan baru yang bermuara

pada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh secara keseluruhan.

1.2 Sasaran Sasaran rehabilitasi dan rekontruksi Aceh diutamakan kepada korban

tsunami baik langsung maupun tidak langsung serta kepada masyarakat

Aceh yang tidak terkena tsunami untuk merubah corak perekonomian Aceh

yang maju dan baru di masa depan secara bersama-sama dan komprehensif.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

Dampak yang paling parah (43 persen dari nilai kerusakan sektor

produktif) dirasakan oleh para nelayan dan sektor perikanan. Diperkirakan,

sekitar 85 persen perumahan permanen dan non-permanen mengalami

kerusakan. Sebanyak 220.907 orang diperkirakan kehilangan pekerjaan.

Jumlah penduduk yang terkena Tsunami sebanyak 584.559 jiwa (14,42

Page 126: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

126

persen), desa yang terkena Tsunami sebanyak 654 desa (11,4 persen).

Persentase keluarga miskin terkena Tsunami sebesar 15,16 persen (63.977

KK). UMKM yang terkena Tsunami sebanyak 20,88 persen (5.176 unit), hotel

30,41persen (59 unit), restoran 17,20 persen (1.119 unit), pasar 1,29 persen

(195 unit), dan warung sebanyak 16,71 persen (7.529 unit). Khusus

disektor perikanan, terdapat 19 unit (0,37 persen) TPI (tempat pelelangan

ikan) yang rusak dan PPI (pangkalan pendaratan ikan) 63 unit (1,24 persen).

Jumlah Bank Umum terkena Tsunami 17,61 persen (25 unit) dan BPR

sebanyak 8,89 persen (4 unit). Dari keseluruhan kredit yang diberikan sektor

perbankan sebesar Rp 3.9 triliun, sekitar Rp 2 triliun diperkirakan menjadi

kredit bermasalah (IDB, Januari 2005).

III. RONA

Banyak terjadi perubahan-perubahan pascatsunami, antara lain yang

dapat diamati adalah terciptanya pasar-pasar baru dengan intensitas

kegiatan yang padat dan tinggi, namun belum teratur dengan baik.

Munculnya lembaga-lembaga bantuan asing yang bekerjasama dengan

masyarakat (lokal dan nasional), yang mempunyai akses dana dan peralatan

yang tinggi. Tingginya arus mobilitas penduduk ke kota Banda Aceh dan

kota-kota lainnya untuk mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan peluang-

peluang yang ada.

IV. PENILAIAN KEBUTUHAN

Masukan dan rekomendasi dari berbagai pihak/lembaga, pembangunan

kembali Aceh haruslah mengandung prinsip-prinsip pokok sebagai berikut:

1. Meminimalisasi dampak dislokasi korban gempa bumi dan tsunami. Ini

berarti bahwa upaya relokasi harus dilakukan dengan arif dengan

memperhatikan aspirasi masyakarat dan unsur keadilan

Page 127: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

127

2. Memfasilitasi masyarakat dalam mendapatkan kembali pekerjaan, lokasi

usaha, dan tempat tinggalnya.

3. Mengupayakan agar berbagai kebijakan rehabilitasi sekaligus dapat

mengurangi ketimpangan yang ada.

4. Memberikan tekanan pada kegiatan padat karya

5. Memberikan perhatian utama pada masyarakat yang berada di berbagai

penampungan sementara (Internally Displaced Persons).

6. Memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi partisipasi masyarakat

Aceh dan masyarakat sipil pada umumnya.

V. PERTIMBANGAN KELAYAKAN

Berdasarkan pemahaman prinsip-prinsip dasar usulan program

rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascatsunami di atas, dapat

dipertimbangkan kelayakan program jangka pendek antara lain:

1. Menyesuaikan langkah relokasi dengan kebutuhan pengungsi.

2. Menyediakan berbagai opsi bantuan perumahan bagi masyarakat

terkena bencana.

3. Merehabilitasi dan menciptakan lapangan kerja

4. Melaksanakan crash program untuk vocational training secara massal

dalam berbagai bidang.

5. Melakukan operasi pasar yang efektif untuk mengendalikan harga

barang-barang kebutuhan pokok.

6. Pemulihan fungsi pasar dan TPI untuk menunjang pemulihan ekonomi

rakyat, terutama di kawasan pesisir.

7. Memberikan rangsangan untuk memulihkan berbagai kegiatan industri

dan investasi, khususnya industri yang menunjang kegiatan ekonomi

pesisir. Misalnya bantuan modal kerja (uang dan barang), kredit lunak,

pemutihan kredit, pengurangan rate pajak kepada investor dan subsidi

terhadap masyarakat korban tsunami.

Page 128: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

128

8. Segera menyelesaikan masalah deposit dan kredit masyarakat.

9. Memperluas jaringan bank dan lembaga keuangan syari’ah untuk

menggerakkan kegiatan usaha khususnya UMKM.

Sementara itu, kelayakan program jangka panjang, perlu

mempertimbangkan aspek pembangunan ekonomi yang berbasis

kerakyatan seperti yang telah dirumuskan dalam Deklarasi Duek Pakat di

Takengon pada tanggal 6 September 2003. Pola pembangunan ekonomi ini

bertumpu pada core kompetensi masing-masing kabupaten/kota dengan

mengoptimalkan pusat pertumbuhan (Banda Aceh, Lhokseumawe, dan

Tapaktuan) dan menjadikan pelabuhan Sabang sebagai kawasan utama

peningkatan ekspor.

Page 129: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

129

VI. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

Strategi dan usulan program dalam rencana rehabilitasi dan

rekonstruksi ekonomi dan ketenagakerjaan Provinsi NAD, dapat dilihat dalam

lampiran (matriks).

Page 130: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

130

Page 131: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

131

TAHAPAN PROGRAM DALAM RENCANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI EKONOMI

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

No. Tahapan Program Target Indikator I PROGRAM-

PROGRAM PRIORITAS (Priority Reconstruction Program=PRP)

1. Rekonstruksi asset-aset fisik (kantor pemerintah, rumah penduduk, pusat-pusat pelayanan umum) dan menghilangkan hambatan-hambatan infrastruktur dan memulihkan pelayanan masyarakat.

Memulihkan transporasi, komunikasi, keuangan, pelayanan publik

Jump-start the economy (bringing back livelihood)

Reviving the Economy and Creating jobs

Kembalinya kegiatan ekonomi rakyat seperti sebelum tsunami, walaupun di lokasi yang berbeda

Adanya pendapatan sehingga penduduk korban tidak lagi tergantung pada bantuan

Mereka yang sebelumnya hilang pekerjaan karena tsunami kembali mendapatakan pekerjaan

2. Menumbuhkan kembali kegiatan-kegiatan ekonomi lokal (jump-start) di sektor-sektor perikanan, pertanian, perkebunan,

Memunculkan kembali kegiatan ekonomi rakyat di sektor perikanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan pariwisata

Adanya kegiatan ekonomi masyarakat yang memberikan penghasilan tunai segera

Page 132: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

132

peternakan, dan pariwisata. Juga menumbuhkan kegiatan-kegiatan produktif yang quick-yielding dan menciptakan pekerjaan agar terjamin penghidupan (livelihood) normal penduduk.

3. Membangun

kelembagaan (institution building) dan melakukan reformasi kebijakan (misal kemudahan prosedur perizinan, menghapus pungutan liar, KKN, dan kebiasaan-kebiasan yang

Memberdayakan kelembagaan ekonomi masyarakat, berupa kebiasaan-kebiasaan yang produktif, dan menghilangkan kegiatan yang membebani biaya ekonomi rakyat

Semakin lancarnya arus barang masuk dan keluar ke dan dari perekonomian lokal di setiap kabupaten

Bertambahnya kesempatan kerja lokal

Page 133: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

133

memberi beban pada biaya ekonomi, untuk menjamin berlangsungnya momentum pemulihan ekonomi.

4. Melahirkan rekonsiliasi agar perdamaian abadi dapat dimulai dan berlangsung permanen. Harus ada insentif-insentif khusus untuk mendorong hal ini terjadi baik bagi pihak pembuat keputusan di pemerintahan RI, maupun bagi pihak GAM

Memberikan kompensasi secara tidak langsung kepada mereka yang terlibat insurgensi dalam bentuk pekerjaan produktif

Berkurangnya insentif bagi penduduk muda usia produktif untuk mendukung insurgensi karena kesibukan bekerja

5. Dukungan bagi penyediaan

Menyediakan fasilitas umum dan sosial yang

Kembalinya penduduk korban ke rumah-rumah (baik lama

Page 134: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

134

pelayanan masyarakat bagi penduduk yang akan kembali ke rumah-rumah mereka (antara lain perumahan, air bersih dan sanitasi, pendidikan, kesehatan, dan transportasi)

cukup maupun baru) Tersedianya air bersih dan

sanitasi bagi pemukiman lama dan baru.

II PROGRAM-PROGRAM JANGKA MENENGAH (5 TAHUN)=Medium Term Reconstruction Program)

. Memulihkan kegiatan ekonomi rakyat dengan penyediaan kredit ringan untuk UKM, kredit ringan dan bahan baku untuk pertanian, perkebunan, perikanan, dan proyek-proyek public yang menciptakan lapangan kerja.

Menyediakan kondisi yang memungkinkan perekonomian lokal, daerah dan nasional dapat tumbuh lebih cepat

Masyarakat kembali bekerja dan berusaha

Pasar-pasar hidup kembali

Page 135: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

135

2. Memulihkan infrastruktur fisik dan kelembagaan

Mengembalikan ke keadaan normal infrastruktur dasar dan fasilitas pelayanan publik, kelembagaan masyarakat, perlindungan sosial yang memadai

Transportasi dan komunikasi lancar kembali

Pelayanan sosial berfungsi kembali

3. Mendukung pemerintah daerah dengan dukungan fiscal yang memadai untuk membiayai belanja operasioanl (recurrent expenditures), juga bantuan social langsung kepada masyarakat tidak mampu

Memfungsikan kembali roda pemerintahan di daerah

Tidak ada penduduk yang terabaikan pelayanannya oleh pemerintah daerah

Masyarakat mendapat pelayanan publik yang memadai

4. Memperkuat kelembagaan masyarakat dan reformasi

Menggairahkan ekonomi rakyat. Ekonomi pasar dapat

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat bergairah

Page 136: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

136

kebijakan untuk mendukung tumbuh bergairahnya sektor swasta

berlangsung kompetitif Masyarakat menikmati pelayanan yang optimal.

Investasi baru bertambah

III PROGRAM JANGKA PANJANG (20 TAHUN) (Long-Term Development Plan)

1. Infrastruktur fisik

Jaringan jalan (perlu studi road network yang tidak mengganggu Leuser Ecosystem) dan paling optimal dari sudut pengembangan pusat-pusat pertumbuhan yang ingin dikembangkan

Highway Banda Aceh-Lhokseumawe dan Lhokseumawe-Medan (perlu studi)

Meningkatkan produktivitas masyarakat, struktur ekonomi yang seimbang, dan pertumbuhan jangka panjang yang sustainable

Tidak ada bottleneck untuk investasi baru

Investasi meningkat tajam Perekonomian lokal tumbuh Tercipta interregional linkages

sehingga ekonomi Aceh semakin integrated

Tidak terjadi backwash effect karena pertumbuhan ekonomi Sumut

Page 137: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

137

Menjadikan Pelabuhan Krueng Geukuh sebagai pelabuhan container untuk ekspor, dan ada kawasan industri sebagai pengganti industri gas dan pupuk di masa depan

Membangun pelabuhan-pelabuhan lain (Kuala Langsa, Sabang, dll.)

Listrik (meneruskan proyek Peusangan)

Air Bersih di tiap kota

Telekomunikasi Prasarana

Pendidikan dan Kesehatan

Prasarana yang mendukung

Page 138: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

138

industri, termasuk industri pariwisata

Dll.

2. Pendidikan Meningkatkan years of schooling sampai 9 tahun

Meningkatkan produktivitas

Produktivitas tenaga kerja meningkat

Pendapatan per kapita meningkat

HDI meningkat 3. Kesehatan Meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Kualitas hidup meningkat

Life Expectancy Rate meningkat

HDI meningkat 4. Jaring Pengaman

Sosial Meningkatkan pelayanan yang murah dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan di semua tempat

Tidak ada penduduk yang tidak mendapat pelayanan pendidikan, kesehatan, dan jaminan hari tua

Page 139: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

139

BAB V

POKJA – V SISTEM KELEMBAGAAN

I. PENDAHULUAN

Pada tanggal 26 Desember 2004 telah terjadi gempa bumi tektonik

dan disusul dengan gelombang pasang (Tsunami) yang menerjang wilayah

di lautan Hindia. Bencana alam ini telah merenggut ratusan ribu korban jiwa

meninggal dunia dan menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan tempat

tinggal. Becana ini merupakan salah satu musibah paling besar yang pernah

tercatat dalam sejarah.

Berdasarkan data terakhir dan penilaian dari Posko Penanggulangan

Bencana di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, dari

21 (dua puluh satu) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam sebanyak 16 (enam belas) Kabupaten/Kota mengalami

kerusakan. Dari seluruh Kabupaten/Kota yang terkena bencana Tsunami,

Kabupaten/Kota yang mengalami kerusakan terparah adalah Kota Banda

Aceh, Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Aceh Besar.

Data juga menunjukkan bahwa korban jiwa meninggal dunia di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam mencapai 166.320 orang dan lebih dari 6.245

orang dinyatakan hilang serta sekitar 100.000 orang luka-luka. Bencana

tersebut juga mengakibatkan sekitar 617.000 orang kehilangan rumah dan

terpaksa hidup di pengungsian (penampungan) sementara. Dari sejumlah

korban meninggal dunia tersebut termasuk ribuan aparatur Pemerintah

Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang tersebar di berbagai

dinas/instansi juga menjadi korban.

Bencana Tsunami yang menimpa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

telah menimbulkan korban yang sangat besar dalam berbagai bidang

kehidupan. Besarnya bencana yang terjadi telah membuat lumpuh seluruh

Page 140: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

140

sektor kehidupan yang ada, baik sektor perekonomian, sosial, agama,

pendidikan, kesehatan maupun sektor pemerintahan.

Kerusakan yang timbul pada berbagai sarana dan fasilitas kehidupan

tersebut telah mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan aparatur

pemerintahan dalam memberikan palayanan kepada masyarakat dan untuk

menangani dampak bencana alam yang begitu parah pada satu pihak,

sementara itu dilain pihak, bencama tersebut juga minimbulkan dampak

berupa penderitaan dan kesulitan hidup telah meningkatkan kebutuhan

pelayanan yang sangat besar. Untuk menangulangi permasalahan tersebut

Pemerintah Pusat telah melakukan langkah-langkah tertentu untuk

mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan umum.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

Penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efisien dan

efektif oleh aparatur pemerintahan yang secara kuantitas mendukung

kebutuhan organisasi dan secara kualitas memenuhi persyaratan

kompetensi, disamping dukungan sarana dan prasarana yang memadai.

Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami yang terjadi pada tanggal 26

Desember 2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara

telah mengakibatkan perubahan terhadap; (a) Kuantitas dan kualitas sumber

daya aparatur; (b) Sarana prasarana dalam penyelenggaraan pemerintahan

mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan

Kelurahan/Desa; (c) Kepala daerah dan pimpinan daerah; (d) Anggota

DPRD; (e) Administrasi kependudukan; dan (f) Batas Administrasi yang

digambarkan sebagai berikut:

2.1 Kuantitas Dan Kualitas Sumber Daya Aparatur.

Dari sejumlah 7.110 pegawai pada Pemerintah Daerah Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam yang tersebar di Sekretariat Daerah/Kantor dan

Dinas Provinsi, tercatat sebanyak 608 orang aparat meninggal dunia dan 519

Page 141: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

141

orang dilaporkan hilang. Berdasarkan data di lapangan, jumlah aparat

pemerintah keseluruhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Provinsi,

Kabupaten/kota) berjumlah 78.303 orang aparat. Dari jumlah tersebut

aparat yang meninggal dunia sebanyak 2.010 orang, sementara yang

dilaporkan hilang sebanyak 2.222 orang. (Tabel 1).

Sedangkan kondisi aparatur di Daerah Kabupaten/Kota yang

menjadi korban terbesar terdapat pada empat kebupaten/kota, yaitu: (1)

Kota Banda Aceh, (2) Kabupaten Aceh Besar, (3) Kabuapten Aceh Barat, dan

(4) Kabupaten Aceh Jaya, dilaporkan sebagai berikut:

a. Kota Banda Aceh. Berdasarkan data yang masuk hingga saat ini, dari

6.292 pegawai Kota Banda Aceh terdapat 140 orang meninggal dunia

dan 1408 orang hilang;

b. Kabupaten Aceh Besar, dari 7.150 pegawai, 703 orang diantaranya

dilaporkan meninggal dan 230 orang hilang;

c. Kabupaten Aceh Barat, dari 3.986 pegawai, 165 orang meninggal dunia;

d. Kabupaten Aceh Jaya, dari 1.190 pegawai, 186 orang meninggal dunia.

Untuk instansi vertikal, kondisi kepegawaian yang berhasil dikumpulkan

adalah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan Agung, TNI dan

Polri.

a. Badan Pertanahan Nasional (BPN)

- PNS meninggal 40 orang;

- Suami/isteri dan anak PNS meninggal 226 orang;

- PNS kehilangan anak 31 orang;

- PNS sakit 94 orang;

- PNS mengungsi 75 orang;

- PNS kehilangan rumah 35 orang

Dari data pegawai yang selamat pada umumnya mengalami trauma berat

kerena kehilangan suami/isteri/anak/sanak keluarga lain dan herta benda.

b. Kejaksaan Agung, PNS meninggal sebanyak 105 orang;

c. TNI, personil yang meninggal sebanyak 63 orang dan

Page 142: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

142

hilang sebanyak 302 orang;

d. Polri, personil meninggal sebanyak 170 orang dan hilang

sebanyak 952 orang.

2.2 Bangunan Sarana Dan Prasarana Gedung Perkantoran

Di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pasca bencana yang

mengalami tingkat kerusakan relatif tinggi terdapat di wilayah: (1)

Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, (2) Kota Banda Aceh, (3)

Kabupaten Aceh Barat, (4) Kabupaten Pidie dan (5) Kabupaten Aceh Jaya

(Tabel 2).

Sementara untuk Kantor Gubernur yang juga mengalami kerusakan

dengan indikasi tingkat kerusakan 70%, telah diupayakan untuk segera

difungsikan secara optimal dan saat ini telah dimanfaatkan sebagai pusat

pengendali bencana/Posko Bakornas PBP di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

Kerusakan penampakan fisik wilayah dilapangan melalui pendekatan

guessestimate tertinggi terjadi di (1) Kabupaten Aceh Jaya, dengan

perkiraan tingkat kerusakan mencapai 85%. Kabupaten/Kota lainya yang

tingkat kerusakan cukup signifikan antara lain : (2) Kabupaten Aceh Besar

(80%), Kota Banda Aceh (75%) dan Kabupaten Aceh Barat (60%).

Kondisi faktual sampai dengan tanggal 28 Januari 2005 dapat

digambarkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan baru

berfungsi pada 219 Kecamatan dari 241 kecamatan di wilayah Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten/Kota yang jumlah kecamatannya

lebih dari 50% masih belum berfungsi adalah Kabupaten Aceh Jaya.

Pada tingkat desa/kelurahan, dari 5.947 desa/kelurahan yang ada

sebanyak 430 belum dapat menjalankan fungsi pemerintahan, sedangkan

sebanyak 5.517 desa/kelurahan dilaporkan dengan status berfungsi.

(Lengkapnya lihat table 1).

Page 143: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

143

Kerusakan pada instansi vertikal yang berhasil dikompilasi adalah BPN,

Kejaksaan, departemen Hukum dan HAM, Lembaga Komunikasi dan

Informasi serta kantor Polri seperti berikut ini:

a. Kerusakan gedung kantor BPN yang terjadi disebabkan oleh gempa dan

gelombang tsunami serta terendam air meliputi: (1) Gedung Kanwil BPN

Provinsi yang berlantai 3, terjadi kerusakan pada lantai dasar, (2)

Gedung kantor BPN Kota Banda Aceh berlantai 1(satu), rusak berat dan

tidak dapat digunakan; (3) Gedung Kantor BPN Kabupaten Aceh Barat

berlantai 1, mengalami kerusakan ringan.

b. Kator yang mengalami kerusakan sarana dan prasarana kerja adalah :

Kanwil BPN Provinsi (seluruh sarana dan prasarana, termasuk komputer

yang hilang karena penjarahan), kantor BPN Kota Banda Aceh

(mobiler, perlatan kantor, komputer dan alat ukur tanah), serta kantor

BPN Kabupaten Aceh Barat (AC 1 unit, komputer 7 unit, theodolit 2 unit,

mobiller dan kompas).

c. Kanwil BPN Provinsi : Dokumen keuangan, kepegawaian dan surat

menyurat yang terdapat dilantai dasar hilang dan rusak karena

terendam air. Dokumen Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah 20%

hilang/rusak.

d. Kantor BPN Kota Banda Aceh, keadaan sampai dengan tanggal 12

Januari 2005 warkah 40% rusak. Buku tanah, surat ukur, dan gambar

situasi sebanyak 10% sedang diupayakan penyelamatannya, selebihnya

dalam keadaan baik. Blanko sertifikat rusak karena terendam air.

e. Kantor BPN Kabupaten Aceh barat, Buku tanah dan warkah 10%

basah dan sementara ini dalam proses pengeringan dan seluruh blanko

sertifikat tidak dapat dimanfaatkan karena rusak terendam air.

f. Kantor Kejaksaan yang tidak berfungsi sebanyak 6 gedung.

g. Kantor Departemen Hukum dan HAM yang tidak berfungsi sebanyak 6

gedung.

h. Kantor Lembagai Komunikasi yang tidak berfungsi sebanyak 8 gedung.

Page 144: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

144

i. Kantor Polri yang tidak berfungsi sebanyak 34 gedung dari jumlah total

174 gedung.

2.3 Kepala Daerah

Kepala Daerah/Pemerintah Daerah yang didata adalah yang

meninggal dunia, hilang dan akan berakhir masa jabatannya. Pejabat

pemerintah daerah yang meninggal adalah Walikota Banda Aceh, sedangkan

yang masih hilang adalah Bupati Aceh Barat Daya dan seorang Camat.

Kepala Daerah dan Pejabat Kepala Daerah di wilayah Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam yang akan berakhir masa jabatannya pada tahun 2005

adalah sebagai berikut:

a. Gebernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berakhir tanggal 25

November 2005;

b. Penjabat Bupati Benar Meriah berakhir tanggal 22 Januari 2005;

c. Walikota Sabang berakhir tanggal 8 Februari 2005;

d. Bupati Aceh Timur berakhir tanggal 13 Februari 2005;

e. Penjabat Walikota Banda Aceh, Bupati Aceh Tengah, Bupati Aceh

Utara, Bupati Aceh Besar, Bupati Aceh Barat, Walikota Lhokseumawe,

Walikota Langsa, Bupati Aceh Jaya, Bupati Nagan Raya, Bupati Gayo

Lues, Bupati Aceh Barat Daya, Bupati Aceh Tamiang, berakhir tanggal

18 Februari 2005;

f. Bupati Aceh Singkil berakhir tanggal 30 Mei 2005.

2.4 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dari data yang berhasil dikumpulkan tercatat sebanyak 3 (tiga)

orang anggota DPRD Provinsi meninggal dunia, sedangkan anggota DPRD

Kabupaten/Kota yang meninggal adalah sebanyak 1 (satu) orang.

2.5 Administrasi Kependudukan

Jumlah keseluruhan penduduk di Kota Banda Aceh adalah sebesar

4.204.904 orang. Dari jumlah tersebut, penduduk yang meninggal terdapat

Page 145: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

145

sebanyak 211.873 orang, hilang sebanyak 5.602 orang, luka-luka sebanyak

3.980 orang. Sedangkan pengungsi sampai tanggal 21 Februari 2005

sebesar 495.801 orang.

2.6 Administrasi Wilayah

Bencana yang terjadi telah menyebabkan adanya perubahan batas

administrasi wilayah. Dalam tabel 2 disajikan data yang menggambarkan

telah terjadinya perubahan batas administrasi wilayah, dengan hilang atau

tinggalnya beberapa desa di beberapa Kabupaten/Kota.

Tabel 2: Daftar Desa Yang Tenggelam Akibat Bencana Gelombang Tsunami

Di Kota Banda Aceh

No Kecamatan Desa Luas

Perkiraan

Tengelam Sisa Luas

% Luas (Ha)

1 Meuraxa

1. Ule Lhee 67.5

20 13.5 54

2. Asoi Nanggroe

16.8

10 1.668

15.12

2 Syiah Kuala

1. Tibang 230.8 15 34.62 196.18

2. Aleu Naga 242.6 20 48.52 194.08

3. Deah Raya 178.2 10 17.82 160.38

3 Kuta Raja 1. Gampong Jawa

150.6 10 15.06 135.54

4 Jaya Baru 1. Ulee Pata 19 10 1.9 17.1

Jumlah 905.5 133.088 772.4

III. PENILAIAN KEBUTUHAN DAN PERTIMBANGAN KELAYAKAN

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas dan dalam rangka

pemenuhan harapan masyarakat terhadap berfungsinya kembali

penyelenggaraan pelayanan pemerintah daerah di wilayah Nanggroe Aceh

Darussalam setelah bencana alam tsunami, pemerintah harus mengambil

langkah-langkah penanganan secara darurat dan tepat sasaran.

Page 146: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

146

3.1 Komponen Strategi

Ada 3 (tiga) komponen utama yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan kapasitas instansi pemerintahan. Pertama, adalah perlu

diidentifikasi terlebih dahulu keadaan yang ada sekarang melalui

assessment tata pemerintahan. Kedua, setelah dilakukan perkiraan

kebutuhan dilanjutkan dengan mengembangkan peningkatan kapasitas.

Peningkatan kapasitas ini mencakup peningkatan yang lebih permanen

(long term) dan yang segera/temporer.

Assessment tata pemerintahan (Governance Assessment)

Assesmen ini perlu dilakukan terlebih dahulu disemua Kabupaten

dan di Provinsi untuk mengetahui kapasitas pemerintahan yang ada

sekarang ini (setelah bencana Tsunami) dan tugas-tugas apa yang sekarang

perlu mereka laksanakan. Dari hasil assessment inilah kita baru dapat

menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mendukung instansi tersebut

dalam melaksanakan tugas pemerintahan.

Melalui assessment tersebut juga akan dapat ditentukan instansi

mana saja yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu untuk mendapatkan

peningkatan kapasitasnya. Karena pada kondisi darurat pasca bencana

tidak mungkin peningkatan kapasitas semua instansi pemerintahan

dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, hanya instansi-

instansi yang melayani kebutuhan darurat korban bencana yang perlu

segera ditingkatkan kapasitasnya dan hanya dengan assessment hal ini

dapat dilakukan.

Adapun tujuan assessment adalah untuk melihat personel (Staffing)

yang ada diinstansi seperti apa kedudukan, tugas serta keahlian mereka

saat ini dan sebelum bencana. Melihat kemampuan mereka menjalankan

pelayanan yang menjadi tugas mereka, paling tidak jika dibandingkan

dengan keadaan sebelum bencana. Mengindentifikasi instansi yang penting

untuk segera mendapatkan dukungan sehingga tidak menghambat

(bottleneck) pelayanan kepada masyarakat.

Page 147: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

147

Peningkatan kapasitas permanen tujuan peningkatan kapasitas

instansi pemerintah tidak hanya bersifat sementara tetapi yang lebih

penting adalah bersifat permanen (untuk jangka waktu yang lebih panjang)

yang dapat memberikan pelayanan optimal setelah masa pembangunan

kembali (reconstruction) selesai. Baik jangka pendek (sementara yang

permanen belum terbangun) maupun jangka panjang perlu dilakukan

sejak sekarang, tetapi pendekatan yang digunakan tentu berbeda.

Untuk kebutuhan yang mendesak sekarang, sangat boleh jadi ada

penyesuaian yang dilakukan sehingga hasilnya bisa dirasakan segera.

Tetapi untuk menciptakan kapasitas yang lebih permanen, tentu ada

sejumlah tahapan yang perlu dilalui dan mungkin tidak segera

memperlihatkan hasil, tetapi akan sangat bermanfaat untuk jangka

panjang, termasuk melihat peraturan yang ada. Meskipun demikian, skala

prioritas tetap dibutuhkan instansi mana dan jenis kapasitas apa yang

sebaiknya disiapkan terlebih dahulu sehingga dapat sejalan dengan

kebutuhan yang ada sekarang maupun yang akan datang.

3.2 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Meningkatkan Kemampuan

Aparatur Pemerintah Daerah

1. Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia aparatur pemerintahan.

Aspek kemampuan sumber daya ini berkaitan dengan jumlah

(kuantitas) dan kompetensi (kualitas). Menyangkut dengan berkurangnya

jumlah aparatur pemerintahan karena menjadi korban bencana Tsunami

(meninggal dunia) dapat diatasi dengan tindakan pemutasian pegawai antar

bagian dalam satu instansi atau mutasi antar Kabupaten/Kota dalam

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil assessment akan sangat

bermanfaat bagi pemecahan masalah ini. Apabila ternyata dibutuhkan

penambahan pegawai baru, maka hal ini dapat dilakukan dengan

pengangkatan pegawai honorer atau guru-guru bakti menjadi PNS/guru.

Pertimbangannya adalah mereka adalah sudah memiliki kemampuan untuk

Page 148: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

148

menjalankan tugas sebagai aparaur pemerintahan dan sudah mengenal

lingkungan dimana di ditempatkan.

Aspek kemampuan (kualitas) dapat dilakukan dengan

melaksanakan pendidikan dan pelatihan khusus. Untuk memenuhi

kemampuan optimal atau kompetensi yang dibutuhkan segera, baik dari

instansi/lembaga permanen maupun instansi/lembaga khusus yang

berfungsi melaksanakan fungsi rehabiliatsi dan rekonstruksi maka lembaga

administrasi negara dapat membantu mendesain pelatihan.

Disamping itu juga dapat dilakukan pemanfaatan tenaga-tenaga

ahli terlatih yang selama ini belum dimanfaatkan. Banyak alumni dari

berbagai pelatihan di daerah selama ini belum dipromosikan sesuai

dengan tujuan dan jenjang pelatihan, yang paling penting lagi adalah

pemerintah daerah harus mampu memproyeksikan kebutuhan terhadap

tenaga terlatih untuk kebutuhan pembangunan lebih lanjut dan rencana

pelatihannya.

2. Peningkatan Kemampuan Instansi Atau lembaga Aparatur Pemerintah

Upaya peningkatkan kemampuan dari lembaga permanen yang

berfungsi melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan dilakukan dengan penyusunan organisasi yang proporsional

sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara tepat (right-sizing).

Upaya peningkatan kemampuan lembaga pelaksana ditujukan untuk

meningkatkan kemampuan mengenai program-program rehabilitasi terhadap

kerusakan/kerugian yang timbul akibat gempa bumi dan Tsunami. Program

peningkatan kemampuan aparatur untuk menangani kegiatan rehabilitasi

harus singkron dengan program rehabilitasi itu sendiri.

Page 149: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

149

3. Perbaikan Prosedur

Upaya perbaikan prosedur ini menyangkut tiga pihak, yaitu pembuat

kebijakan, pelaksana dan masyarakat. Sebuah kebijakan akan menjadi baik

apabila pembuatan kebijakan itu berdasarkan data dan informasi yang

akurat. Kebijakan ini baik yang merupakan kebijakan pelayanan umum

maupun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi dan

rekonstruksi.

Pelaksana akan melakukan kegiatan dengan baik apabila ada motivasi

untuk melakukan kegiatan pelayanan atau kegiatan rehabilitasi dan

pengawasan yang baik. Motivasi timbul apabila ada intentif dan rasa

kebersamaan kepentingan atau keprihatinan terhadap masyarakat.

Pengawasan dapat dilakukan melalui kesempatan dan prosedur yang

terbuka untuk menyampaikan keluhan dari masyarakat. Dengan demikian

kebijakan pelayanan umum dan rehabilitasi selalu terbuka untuk perbaikan.

Masyarakat harus mendapatkan tempat dan kesempatan untuk

menyampaikan keluhan dan informasi dari masyarakat.

3.3. Koordinasi Tentang Pelaksanaan Tugas

Dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, lembaga

permanen atau badan pelaksana harus melakukan koordinasi dan

melibatkan pihak-pihak dalam proses itu. Pihak yang harus terlibat itu

adalah instansi/lembaga permanen, privat sektor (stakeholder) dan civil

society. Hal ini sangat diperukan karena pemerintah tidak akan dapat

melakukan proses rehabilitasi dan rekonstruksi tanpa melibatkan mereka.

Lagi pula keterlibatan stekholder dan sivil society tersebut merupakan

jaminan bagi adanya transparancy dan accuntability.

3.4. Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan

Dalam masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat

banyak lembaga-lembaga informal seperti:

Page 150: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

150

- Imeum Mukim;

- Tuha Peut;

- Panglima Laot.

Lembaga-lembaga tersebut, meskipun informal tetapi masyarakat

memberikan pengakuan yang sangat tinggi. Orang yang menjadi pimpinan

lembaga ini adalah orang memiliki kharisma dan oleh karena itu masyarakat

menjadikannya sebagai panutan. Mereka dengan efektif dapat menjalankan

roda kepemimpinannya.

Sesungguhnya pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah

memformalkan keberadaan lembaga ini. Usaha itu dibuktikan dangan

mengatur eksistensi dari lembaga ini dalam berbagai peraturan di daerah

(Qanun). Dengan demikian lembaga ini sudah menjadi lembaga yang

memiliki dasar hukum yang jelas (legitimate). Akan tetapi dalam

kenyataanya keberadaan lembaga ini tidak berperan sebagaimana yang

diharapkan. Oleh karena itu, harus didorong oleh pemerintah dengan cara

memberikan tempat dan melibatkan lembaga ini dalam proses rehabilitasi

dan rekonstruksi Aceh pasca Tsunami.

3.5. Revisi Terhadap Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Perubahan terhadap undang-undang tersebut mendesak perlu

dilakukan terhadap beberapa pasal yang mengatur materi masing-masing.

Pasal -pasal yang perlu direvisi itu adalah pasal-pasal yang mengatur

tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, pasal tentang

bagi hasil dana minyak dan gas, pasal-pasal yang mengatur tentang

keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta pasal yang

mengatur tentang pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung) di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Khusus untuk pasal tenang pemilihan kepala daerah langsung perlu

segera di revisi dan disesuaikan dengan undang-undang yang baru yaitu

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tantang Pemerintahan Daerah, yang

Page 151: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

151

dalam undang-undang baru ini juga terdapat pengaturan tentang

pemilihan secara langsung kepala daerah. Meskipun undang-undang ini

mengakaui keberadan Undang-undang No 18 Tahun 2001 sebagai acuan

bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam, tetap saja perlu dilakukan penyesuaian

segera, revisi juga perlu dilakukan terhadap Qanun tentang Pemilihan

Kepala Daerah yang sudah disahkan yang dibetuk berdasarkan

kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang No. 18 Tahun 2001.

Masyarakat sangat merindukan kehadiran seorang pemimpin yang

jujur, memiliki integritas pribadi yang tinggi. Media yang diperlukan untuk

melahirkan kepemimpinan itu adalah melalui pelaksanaan pemilihan

kepala daerah secara langsung. Supaya pelaksanaan pemilihan kepala

daerah secara langsung di Provisni Nanggroe Aceh Darussalam itu

memiliki dasar hukum yang pasti, maka diperlukan tindakan-tindakan revisi

terhadap Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam .

Page 152: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

152

Tabel 1 : Data Kondisi Aparat Di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Bencana Alam Gempa Bumi Dan Tsunami

No PROVINSI KAB./KOTA

KORBAN APARAT PEMDA

KORBAN PEGAWAI BPN

KORBAN PERSONIL TNI

KORBAN PERSONIL POLRI

KORBAN JAKSA

KORBAN ANGGOTA DPRD

M H S JLH M H S JLH M H S JLH M H S JLH M H S JLH M H S JLH 1 KOTA BANDA ACEH 140 1408 4.744 6.292 2 KAB. ACEH SELATAN 14 - 1.303 1.321 3 KAB. BESAR 703 230 6.217 7.150 4 KAB. ACEH UTARA 18 6 6.315 6.339 5 KAB. ACEH BARAT 185 - 3.801 3.986 1 6 KAB. ACEH PIDIE 76 24 7.831 7.931 7 KAB. BIREUN 0 20 6.421 6.441 8 KOTA LHOKSEUMAWE 11 - 1.705 1.716 9 KAB. ACEH JAYA 186 - 1.004 1.190 10 KAB. NAGAN RAYA 7 - 1.909 1.916 11 KAB. ACEH BARAT DAYA 8 - 1.005 1.013 12 KAB. ACEH TIMUR 1 - 5.276 5.277 13 KOTA LANGSA - - 2.131 2.131 14 KAB. ACEH TENGGARA - 1 3.576 3.577 15 KAB. ACEH TENGAH - 7 4.803 4.810 16 KAB. SIMEULUE - 6 1.464 1.470 17 KAB. GAYO LUES 4 - 926 930 18 KAB. ACEH SINGKIL 0 0 1.944 1.944 19 KAB. ACEH TAMIANG 1 - 2.686 2.687 20 KOTA SABANG 48 - 1.399 1.447 21 KAB. BENER MERIAH - 1 1.624 1.625 22 PROVINSI NAD 608 519 5.983 7.110 3

JUMLAH 2.010 2.222 74.071 78.303 40 507 63 303 170 952 105 4

Ket: M : Meninggal; H : Hilang, S : Selamat. Data Depdagri versi Ferbruari 2005

Page 153: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

153

BAB VI

POKJA – VI PENDIDIKAN, SOSIAL BUDAYA & SDM SERTA KESEHATAN

A. SUB BIDANG PENDIDIKAN I. LATAR BELAKANG

Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah pendidikan Islami,

pendidikan yang berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadits, falsafah Pancasila,

UUD45, kebudayaan Aceh dan nilai-nilai universal.

Upaya pembangunan pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Aceh telah gangguan hebat oleh bencana alam gempa dan tsunami.

Bencana tersebut telah memporak porandakan kehidupan masayarakat Aceh,

khususnya dalam bidang pendidikan. Karena itu, diperlukan upaya yang

serius untuk membangun kembali pendidikan di Aceh secara mendasar,

menyeluruh, terpadu, arif dan berencana. Penyiapan blue print (master plan)

pendidikan, dalam konteks ini karenanya harus dipahami sebagai langkah

konkret bagi pembangunan pendidikan Aceh ke depan kea rah yang lebih

baik.

Tujuan dan sasaran rehabilitasi dan rekonstruksi pendidikan di Provinsi

Nangroe Aceh Darussalam pasca tsunami hendaknya mempertimbangkan:

1. Pembangunan pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

harus sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

dan Qanun Pendidikan Aceh.

2. Ditujukan untuk mengembalikan fungsi-fungsi lembaga pendidikan

ke tingkat normal sehingga memungkinkan anak-anak belajar

kembali dan secara terus menerus berupaya mengembangkannya ke

tingkat yang ideal.

Page 154: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

154

3. Tujuan pembangunan pendidikan Aceh adalah melahirkan manusia

yang beriman dan bertaqwa, berilmu pengetahuan dan

berketerampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, mau dan

mampu mengamalkannya untuk kepentingan masyarakat, berakhlak

mulia serta bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, negara

dan agama.

4. Pembangunan pendidikan di Aceh mencakup pemerataan

kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan,

perbaikan/peningkatan manajemen pendidikan dan pemantapan

sistem pendidikan Islami.

5. Pembangunan pendidikan di Aceh secara fisik dan non fisik harus

memenuhi kebutuhan standar minimal penyelenggaraan pendidikan

yang diakui secara internasional.

Cara Penyusunan

Penyusunan blue print pembangunan Pendidikan ini seharusnya

menggunakan metode Synthesis Inquiry and Fit Design. Ia diawali oleh

kajian asumtif dalam kerangka berfikir teoritis tentang kebutuhan minimal

lembaga pendidikan. Pendekatan berikutnya berlandaskan pada kajian

empirik terhadap kondisi obyektif pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam baik sebelum maupun setelah musibah gempabumi dan tsunami

terjadi. Akan tetapi, karena situasi yang dihadapi tidak normal dan sangat

imerjensi maka rangkaian langkah dan kegiatan yang semestinya dilalui

terpaksa ditinggalkan. Pembahasan dalam draft ini difokuskan pada sistem

pendidikan, masalah–masalah yang dihadapi, program yang diusulkan,

strategi yang ditempuh dan sistem pendanaannya.

Secara operasional program kerja yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu:

Page 155: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

155

1. Persiapan, pencarian dan penganalisisan kelengkapan data pendukung

untuk kegiatan penyusunan draft blue print pendidikan Kegiatan-kegiatan di

atas berlandaskan pada prinsip partisipatoris.

2. Penyusunan draft blue print rehabilitasi dan rekonstruksi pendidikan Aceh .

3. Sosialisasi draft blue print pendidikan untuk penajaman draft sekaligus

untuk memperoleh legitimasi publik.

4. Mengadakan uji publik bagi legitimasi untuk dijadikannya sebagai master

plan pendidikan.

5. Penetapan Qanun tentang master plan pendidikan.

Tantangan: Penyusunan blue print pembangunan Pendidikan ini seharusnya

menggunakan metode Synthesis Inquiry and Fit Design. Ia diawali oleh

kajian asumtif dalam kerangka berfikir teoritis tentang kebutuhan minimal

lembaga pendidikan. Pendekatan berikutnya berlandaskan pada kajian

empirik terhadap kondisi obyektif pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam baik sebelum maupun setelah musibah gempabumi dan tsunami

terjadi. Akan tetapi, karena situasi yang dihadapi tidak normal dan sangat

imajiner maka rangkaian langkah/tahapan penusunan draft yang semestinya

dilalui terpaksa ditinggalkan.

Tantangan lain yang dihadapi dalam penyusunan draft blue print ini adalah

dalam hal koordinasi. Blue print pembangunan Aceh kembali khususnya

dalam bidang pendidikan melibatkan banyak pihak, waktu yang tersedia

sangat singkat, problematika yang dihadapi beserta harapan yang

digantungkan kepada tim penyusun sangat besar sehingga untuk

menampung semua aspirasi menghadapi kendala koordinatif dan kendala

dalam uji publik.

Page 156: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

156

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN Realiata menunjukkan bahwa pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam sebelum gempa dan gelombang tsunami pun memang lemah.

Indikasi lemahnya pendidikan di Aceh antara lain ditandai oleh rendahnya

mutu pendidikan dan kurangnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan

masyarakat, pemerataan dan keadilan dalam pelayanan pendidikan belum

mampu diwujudkan. Adapun variable-variabel penting yang ikut

mempengaruhi lemahnya pendidikan di Aceh ini adalah faktor guru yang

secara kualitas dan kuantitas masih kurang, sarana dan parasarana

pendidikan yang tidak memadai, manajemen pendidikan lemah, motivasi dan

semangat belajar siswa rendah, koordinasi antar pihak terkait lemah, kondisi

social-ekonomi keluarga rendah dan partisipasi masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan amat kurang. Kondisi yang tidak kondusif

demikian semakin memburuk sebagai efek dari konflik di Aceh yang

berkepanjangan.

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 desember 2004 telah

menghancur-luluhkan sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah daerah

di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banyak guru dan siswa yang

meninggal, hilang dan mengalami trauma hebat. Sendi-sendi ekonomi

masyarakat hancur, tempat tinggal siswa, guru dan masyarakat hancur,

hilang dan rusak. Semua itu berdampak amat luas dalam bidang pendidikan,

sehingga proses pembelajaran tidak berlangsung sebagai mana mestinya

bahkan dengan terpaksa harus terhenti.

Dalam table berikut disajikan sebagian data tentang situasi pendidikan di

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebelum dan sesudah tsunami.

Page 157: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

157

III. KEBUTUHAN PROGRAM

Program rehabilitasi dan rekonstruksi pendidikan Aceh mencakup:

1. Pembangunan gedung, sarana dan prasarana pendidikan untuk semua jenis,

jenjang dan jalur pendidikan,termasuk Dayah, berlandaskan kepada

standard yang telah ditetapkan, dengan tidak mengulangi kembali

kekekeliruan yang telah dilakukan pada masa-masa lalu.

2. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka pelayanan

pendidikan di tempat-tempat pengungsian dan di masa tanggap

darurat.

3. Pemberian beasiswa, terutama kepada anak-anak korban dan siswa anak

orang miskin dan tidak mampu.

4. Penyempurnaan system pendidikan, dan kurikulum pendidikan sehingga

mendukung pelaksanaan aktivitas pendidikan dalam rangka

perwujudan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

5. Pengadaan guru-guru bantu, baik untuk masa tanggap darurat maupun

untuk memelihara kelangsungan pendidikan di Aceh pada umumnya.

6. Peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru.

7. Pembenahan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) untuk

melahirkan calon-calon guru berkualitas dan professional.

8. Pemberdayaan dan peningkatan program-program Pendidikan Luar Sekolah

dan Pendidikan Dalam Keluarga, dan Masyarakat, yang difokuskan

kepada program pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pendidikan

nilai.

9. Mengupayakan santunan kepada keluarga guru/karyawan di lembaga-

lembaga pendidikan yang meninggal/hilang akibat tsunami.

Page 158: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

158

IV. PRINSIP-PRINSIP DASAR

Pembangunan Pendidikan di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam pasca

Tsunami haruslah berdasarkan prinsip-prinsip pokok sbb:

• Islami

• Komprehensif

• Sistemik dan Terpadu

• Berkesinambungan

• Fleksibel

• Skala perioritas

• Akuntabel dan transparan

• Berwawasan ke depan

• Kesetaraan (gender)

• Berpusat pada masyarakat

V. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

Rehabilitasi dan rekonstruksi pendidikan di provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam haruslah mempertimbangkan strategi dan kebijakan-kebijakan

berikut:

a. Dilaksanakan secara simultan dalam tiga tahapan, yaitu tahap

emergensi, tahap rehabilitasi dan tahap rekonstruksi.

b. Dilaksanakan dengan kerjasama yang terkordinir, transparan,

akuntabel dan partisipatip.

c. Memberdayakan tenaga lokal semaksimal mungkin, mulai dari

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring, sekaligus memberi

peluang yang luas kepada institusi/pihak lain untuk berpartisipasi.

Page 159: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

159

d. Memberi perhatian yang besar kepada pembenahan Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK ) dan peningkatan mutu dan

profesionalisme guru.

e. Mengembangkan dan memberdayakan pendidikan luar sekolah

sebagai pendidikan alternatif.

f. Pengadaan sarana, prasarana dan dana oendukung yang cukup

sehingga seluruh aktivitas pendidikan berjalan dengan baik dan lancar.

g. Untuk memaksimalkan penghimpunan dana yang sudah dijanjikan

(pledge) oleh donator di perlukan kebijakan yang mengatur standard,

norma-norma dan proses penggunaan dana pendidikan yang

akuntabel dan transparan.

h. Memberdayakan masyarakat khususnya korban gempa tsunami untuk

berperan aktif dalam pembangunan pendidikan.

i. Perlu mempertimbangkan pemenuhan hak dan akses pendidikan bagi

anak-anak cacat (difabel) pada sekolah-sekolah umum.

j. Mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan, termasuk pendidikan

dayah.

k. Rehabilitasi dan rekonstruksi pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam dilaksanakan oleh sebuah badan khusus yang sangat

kredibel di mata masyarakat, pemerintah daearah, pemerintah pusat,

donatur dan dunia internasional.

l. Badan tersebut melakukan kordinasi dengan semua unsur terkait

dengan menggunakan prinsip-prinsip pembangunan partisipatoris.

m. Badan tersebut melaksanakan program rehabilitasi dan rekonstruksi

dengan mengikuti standard yang telah ditetapkan

VI. ESTIMASI PENDANAAN

Rehabilitasi dan rekonstruksi pendidikan Aceh secara mendasar dan

menyeluruh membutuhkan dana yang sangat besar. Dana tersebut

bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, Donatur.

Page 160: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

160

B. SUB BIDANG SOSIAL BUDAYA

I. LATAR BELAKANG

Bahwa nilai sebuah bangsa atau suku bangsa sangat ditentukan oleh budaya

yang dianutnya. Budaya yang baik akan melahirkan ethos yang baik. Ethos

yang baik akan melahirkan karakter bangsa yang baik, dan produktif

menurut kapasitasnya masing-masing.

Pembangunan budaya harus ditunjang oleh tiga pilar: rumah tangga,

lembaga pendidikan dan masyarakat. Dengan demikian maka, pembangunan

budaya harus dimulai di rumah tangga, disempurnakan di lembaga

pendidikan, dan difungsikan di masyarakat.

Sayangnya, sejauh ini, pembangunan budaya secara bersahaja dan terpadu

belum mendapat perhatian khusus dalam sistim negara kita. Merebaknya

kejahatan dan pelanggaran, meluasnya praktik korupsi, buruknya pelayanan

birokrasi adalah bukti bahwa pembinaan budaya bangsa belum berhasil.

Musibah gempa bumi dan tsunami yang terjadi tanggal 26 Desember 2004

telah menelan korban jiwa dan menghancurkan lingkungan hidup manusia

yang terbesar dalam sejarah manusia.

Maksud dan Tujuan

Pembangunan budaya adalah pembangunan manusia seutuhnya sehingga ia

bisa menjadi aset dan investasi bagi masyarakat dan bangsa. Dengan

demikian maka manusia sebagai sentral budaya akan melahirkan karya

budaya dalam berbagai bentuknya, baik fisik maupun non fisik.

Pembangunan manusia dimaksudkan agar penduduk Aceh, terutama yang

tertimpa musibah, baik sebagai pribadi atau masyarakat dapat berfungsi

kembali dan berkembang dengan baik untuk memenuhi kebutuhan diri dan

keluarganya serta juga dapat berkontrusi kepada masyarakat dan bangsa,

yang selanjutnya dapat berkontribusi kepada kedamaian dunia.

Page 161: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

161

Rehabilitasi pembangunan sosial budaya bertujuan mengembalikan lagi

kehidupan penduduk Aceh, terutama yang tertimba musibah, seraya

mengembangkannya lagi ke taraf yang lebih baik, baik sebagai pribadi atau

kelompok masyarakat

Sasaran rehabilitasi sosial budaya

- perorangan

- keluarga

- kelompok masyarakat

- lembaga-lembaga sosial

- sarana penunjang budaya

Strategi

- merevitalisasi potensi perorangan, keluarga dan masyarakat

- - merevitalisasi nilai-nilai budaya, tradisi, ksenian ke arah yang lebih

positif

- Mengembangkan sistim pewarisan budaya melalui pendidikan yang

islami

- Mengutamakan pendidikan nilai dan moral di samping kecerdasan

dan ketrampilan

- Menempatkan orang-orang, petugas, dan pejabat yang jujur dan

penuh dedikasi untuk menjalankan tugas-tugas di atas

II. PENILAIAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN

1. non materil

124.505 jiwa yang meninggal

114921 jiwa yang hilang

3431 orang yang perlu perawatan jiwa

15.731 orang yang perlu pengobatan fisik

443.200 orang yang menjadi pengungsi

Runtuhnya rasa percaya diri perorangan dan masyarakat

Page 162: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

162

Terganggunya fungsi sosial, budaya dan agama yang telah berjalan

selama ini

2. Materil

Hilang dan rusaknya sumber mata pencaharian masyarakat

30.242 unit rumah yang runtuh total atau rusak

34 buah panti asuhan yang rusak

4 buah makam palawan rusak

2700 unit masjid/mushalla/meunasah rusak

169 unit dayah/pesantren rusak/runtuh

8 unit gereja rusak

2 unit vihara/pura rusak

Kondisi sosial budaya pasca tsunami sangatlah memprihatinkan. Ketika

sejumlah orang tercabut dari lingkungannya dan tinggal di tempat-

tempat penampungan atau menumpang di rumah keluarga terjadi hal-

hal sebagai berikut:

- kesedihan yang sangat dalam dialami oleh yang langsung tertimpa

musibah, baik karena kehilangan keluarga dan/atau harta benda

- terganggunya proses belajar mengajar

- terganggunya kegiatan keagamaan secara normal

- terganggunya kegiatan sosial

- Goncangnya jiwa sejumlah orang bahkan sampai mengalami

gangguan yang serius

- Tidak produktifnya sejumlah orang sebagaimana mestinya

- Tidak atau kurang berfungnya sejumlah kantor/lembaga pelayanan

umum atau swasta karena sejumlah karyawannya wafat/hilang atau

trauma.

- Berkurangnya rasa sosial dan setia kawan anggota masyarakat,

karena setiap orang mengalami musibah yang relatif hampir sama

Page 163: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

163

- Bergesernya nilai-nilai standar dan moral masyarakat, terutama di

kalangan yang hidup dalam tenda-tenda dan barak-barak.

- Berkurangnya gizi terutama bagi anak-anak, karena terbatasnya

dukungan

- Menurunnya produktivitas perorangan atau masyarakat

- Menurunnya kegiatan intelektual akademisi

- Bertambahnya jumlah perorangan yang makin kurang kreatif dan

hanya menunggu belas kasihan

III. PENILAIAN KEBUTUHAN

Apa yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini, terutama yang

tercabut dari lingkungannya adalah:

- masing-masing orang atau kelompok masyarakat untuk kembali ke

habitatnya

- penyediaan/perbaikan sarana tempat tinggal sehingga layak

ditempati

- penyediaan/rehabilitasi sarana jalan, listrik dan air bersih

- pembangunan dan perbaikan sarana pendidikan

- pembangunan dan perbaikan sarana sosial budaya, seperti bale

gampong, meunasah, kantor keuchik/lurah, masjid, puskesmas,

pasar, rumah sekolah dsb.

- Pembinaan moralitas perorangan dan masyarakat

- Pendidikan agama yang memadai

- Pelatihan ketrampilan

- Penyadaran masyarakat pada pentingnya gizi dan kesehatan ibu

hamil dan balita

- Modal dan sarana kerja

IV. PERTIMBANGAN KELAYAKAN

Dari pengamatan lapangan dimaklumi bahwa apa yang sangat

dibutuhkan masyarakat (tercantum pada IV di atas) adalah sesuatu

Page 164: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

164

yang sangat layak dan mendasar. Kalau itu semua dapat dipenuhi,

maka hasil yang akan diharapkan adalah:

- stabilitas perorangan dan kelompok masyarakat akan cepat

pulih

- fungsi-fungsi sosial akan berjalan normal kembali

- lembaga-lembaga pemerintah dan swasta akan dapat

dimaksimalkan perannya

- peroraangan dan kelompok masyarakat yang selama ini

konsumptif akan produktif kembali

- stabilitas sosial, ekonomi dan politik masyarakat akan

berangsur pulih

V. STRATEGI DAN USULAN PROGRAM

Program rehabilitasi ini hanya akan berhasil kalau dilakukan secara

lintas sektoral dan terpadu. Pelaksananya dapat berupa pemerintah,

swasta, masyarakat ataupun donor asing. Namun pelaksanaannya

haruslah berada dalam satu kordinasi yang sinergis yang berada pada

satu badan setingkat kementrian negara dan dipimpin oleh orang yang

memahami, mampu, terpercaya dan mempunya akses yang luas,

termasuk ke donor luar.

Program yang diusulkan sebagai berikut:

a. Pengembalian orang-orang atau kelompok ke habitatnya

b. penyediaan/perbaikan sarana tempat tinggal sehingga layak

ditempati

c. penyediaan/rehabilitasi sarana jalan, listrik dan air bersih

d. pembangunan dan perbaikan sarana pendidikan

e. pembangunan dan perbaikan sarana sosial budaya, seperti

bale gampong, meunasah, kantor keuchik/lurah, masjid,

puskesmas, pasar, rumah sekolah dsb.

f. Pembinaan moralitas perorangan dan masyarakat

Page 165: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

165

g. Pendidikan agama yang memadai

h. Pelatihan ketrampilan sehingga mampu bersaing dalam

lapangan kerja

i. Penyadaran masyarakat pada pentingnya gizi dan kesehatan

ibu hamil dan balita

j. Pemberian modal dan sarana kerja bagi yang butuh dan

mampu mengelolanya

Lembaga donor yang akan terlibat ada yang dalam negeri dan ada yang

asing, antara lain:

a. Bazis pusat dan daerah

b. Indonesia Peduli

c. Organisasi Muhammadiyah

d. PMI

e. WALUBI

f. Global Peace, Malaysia

g. Turkish Foundation

h. WHO

i. UNICEF

j. IOM

k. UNHCR

l. FAO

m. German Aid

n. USAID

o. Australia Aid

p. European Union

V. ESTIMASI PENDANAAN

Sebagaimana halnya usulan program, maka pendanaan untuk bidang

sosial budaya juga terkait dengan bidang lain, seperti pendidikan,

Page 166: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

166

kesehatan, dan agama. Khusus bidang sosial budaya dapat dirincikan

sebagai berikut:

a. Pengembalian 450 ribu pengungsi ke tempat tinggalnya

b. penyediaan/perbaikan sarana tempat tinggal sehingga layak

ditempati

c. Rehabilitasi sarana jalan,

d. Penyambungan fasilitas listrik

e. Penyediaan dan rehabilitasi fasilitas air bersih

f. pembangunan dan perbaikan sarana pendidikan

g. pembangunan dan perbaikan sarana sosial budaya, seperti

bale gampong, meunasah, kantor keuchik/lurah, masjid,

puskesmas, pasar, rumah sekolah dsb.

h. Program Pembinaan agama dan moralitas masyarakat

i. Pelatihan ketrampilan.

j. Program Penyadaran masyarakat pada pentingnya gizi dan

kesehatan ibu hamil dan balita

k. Pemberian modal dan sarana kerja

Page 167: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

167

C. SUB BUDAYA

I. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya yang dinamakan etnis Aceh itu berasal dari bermacam ras

dan suku bangsa. Artinya yang menjadikan apa yang dikatakan sekarang

orang Aceh adalah campuran sejumlah pendatang baik dari luar Nusantara

maupun dari dalam Nusantara itu sendiri. Percampuran itu tentu saja terjadi

dengan masyarakat asli yang telah berada di bumi Aceh lebih dahulu. 3

Persentase campuran tentu tidah mudah melacaknya. 4 Paling kurang ia

dapat dilihat dari sub-budaya yang masih tersisa dan postur penampilan

kelompok tertentu. Dari segi bahasa (Aceh) dapat dilihat bahwa unsur

Melayu, Arab, Parsi, India, Campa, Cina, bahkan vocabulary Eropa ada di

dalamnya. Dari segi makanan dapat dirasa, adanya unsur, Melayu, Cina,

Keling, Batak, Minang, dll. Dari segi warna kulit ada yang hitam pekat, yang

sawo matang, sampai yang putih. Dari segi rambut, ada yang lurus,

setengah keriting dan yang sangat keriting. Dari postur tubuh ada yang kecil

mungil sampai yang tinggi besar. Dari segi pakaian, senjata, alat dan jenis

kesenian dan lain-lainnya, tutur kata dapat dibedakan dari mana asal

usulnya, tentu dengan pengkajian yang bersahaja.Ini semua menjelaskan

kepada kita bahwa yang disebut dengan orang Aceh berasal dari berbagai

keturunan anak manusia.

Berbilangnya asal muasal masyarakat Aceh cendrung telah menjadikan ia

lebih dinamis dibanding dari masyarakat yang lebih homogen. Dengan letak

geografis yang sangat strategis di penghujung utara pulau Sumatera dan di

persimpangan jalur yang menghubungkan antar benua menjadikan

percampuran ini seolah tidak pernah berhenti. Dengan demikian maka apa

yang menjadi budaya orang Aceh-pun berkembang sepanjang zaman.

3Sangat mungkin orang Aceh yang telah lebih dahulupun berasal dari pendatang juga. 4Untuk memproleh data yang lebih sahih tentu perlu kajian antropologis yang memadai.

Page 168: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

168

Budaya ini terbentuk dari unsur-unsur yang paling “primitive” sampai dengan

yang kontemporer. Di dalamnya terakomodir unsur-unsur yang berasal dari

peninggalan leluhur, tradisi, agama, peradatan dan sentuhan dengan orang

luar.

Dari sekian elemen yang menjadikan budaya Aceh: apakah itu yang berasal

dari unsur agama, adat istiadat, hubungan dengan unsure asing, maka

unsur agama Islam telah menjadikan budaya Aceh mencapai kulminasinya.

Artinya unsur primitive, Hindu, Budha, dan persentuhan dengan bangsa-

bangsa dan suku lain menjadi “final” dan mencapai bentuknya yang

sekarang setelah agama Islam mengakar di Aceh. Oleh karena itu apapun

pengaruh yang datang kemudian, baik itu Kristen, Katolik, atau ajaran

apapun tidak menjadikan budaya Aceh berubah bentuk, walau dia

mengalami pasang surut. Pola dan warna budaya itulah yang akan dijelaskan

di bawah ini untuk menjadi bahan pertimbangan perencanaan pembangunan

masyarakat dan negeri Aceh ke depan.

Budaya Aceh pada dasarnya adalah hasil rekayasa para petinggi kerajaan,

elit masyarakat, orang kaya, dan ‘ulama. Prilaku merekalah yang sebenarnya

sebahagian diterima dan kemudian diikuti oleh masyarakat. Namun dalam

perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran dari nilai-nilai yang telah berlaku

itu, baik ia bersumber dari agama, kebiasaan, atau interaksi dengan orang

lain. Untuk tetap konsistennya pola kehidupan bersama itu perlu penjagaan

yang kuat. Artinya bahwa langgengnya perjalanan budaya harus ada

orang/orang-orang yang terus bersikap dan memberikan tauladan yang baik

kepada masyarakat. Pembudayaan ini dapat disebut dengan ethos atau

“ethosisasi.” Adanya usaha meng ethoskan ini akan menjadikan anggota

masyarakat sadar akan pola hidup yang “wajar,” atau “baik” yang harus

dijalani. Untuk ethosisasi ini perlu media utama, antara lain:

1. Ketauladanan para pemimpin: eksekutif, legislatif, yudikatif, tokoh,

ulama, guru dan cendekia,

2. penegakan aturan hukum, atau sistim dan kebijakan yang pasti,

Page 169: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

169

3. penyelenggaraan pendidikan yang baik,

4. ketersediaan sarana dan dana yang memadai dan layak.

Tanpa ini semua maka apa yang dimaksudkan dengan pembinaan sosial

budaya masyarakat untuk menghasilkan sumber daya manusia (sdm) yang

memadai tidak akan pernah tercapai.

A. Pola realisasi budaya Aceh dalam kehidupan sehari-hari

Budaya Aceh baru dapat diindrai ketika ia teraktualisasi dalam beberapa

aspek kehidupan, antara lain: pendidikan, kehidupan rumah tangga,

lapangan kerja, keberagamaan, makan dan makanan, kesehatan,

peradatan, hubungan antar kerabat, hubungan antar gender, khanduri, dan

hubungan dengan orang luar.

I. Pendidikan

Pada dasarnya masyarakat Aceh sangat mementingkan pendidikan.

Lembaga pendidikan yang mulanya bernama dayah kemudian madrasah

dan selanjutnya sekolah itu menjadi bahagian dari kehidupan

masyarakat. Lembaga guru adalah sakral.5 Ini berarti bahwa kehidupan

anak Aceh harus melalui lembaga pendidikan dan peran guru dapat

menggantikan orang tua, bahkan dalam beberapa hal lebih dari itu.6

Ketika lembaga pendidikan tidak ada di kampungnya maka sang anak

akan dikirim untuk “meudagang,” yang berarti merantau ke tempat

yang jauh khusus untuk mencari ilmu, khususnya ilmu agama. Belajar

harus tuntas, artinya selesai sampai “jenjang” tertentu. Bagi yang tidak

5Banyak sekali pepatah dan pantun yang meng-elu-elukan kemuliaan dan faedah berguru dan guru,

antara lain; Ta’ek u gle tajak koh kayee panyang ta koh lhee paneuk koh dua. Meuhan tapateh nasihat guree akhee meuteumee apui nuraka.” “Ta‘zhim keu guree meuteumee ijazah, ta ‘zhim keu nangmBah meuteumee areuta.”

6Ketika orang tua menyerahkan anaknya untuk dididik pada sang guru maka kalimat yang

diucapkan ketika penyerahan kira-kira: “meunyo mantong udep teungku peurunoe, menyo kam mate teungku peuleumah jrat.” Artinya ialah bahwa kalau seandainya sang muirid meninggal dunia dalam tangan guru tidak akan dipersoalkan oleh orang tuanya.

Page 170: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

170

menyelesaikannya, apapun alasannya, akan merasa terhina, atau

sekurangnya berani tampil dalam masyarakat.7

II. Pola mendidik anak dalam keluarga

Pendidikan anak dalam keluarga lebih banyak dilakukan oleh ibu. Ibulah

yang selalu berada di rumah bersama anak-anak. Sedangkan ayah

biasanya berada di luar untuk mencari nafkah. Sehaingga ada nuansa

hubungan anak dengan ayah agak renggang, terutama anak laki-laki.

Adakalanya anak-anak kalau mau berkomunikasi dengan orang tuanya

harus lewat ibunya. Ada gaya “serem” ayah di mata sang anak. Anak-

anak jarang makan bersama orang tuanya. Bahkan adakalanya suami

dan isteri tidak makan bersama, kecuali ketika baru jadi pengantin.

Tidak intimnya hubungan anak dengan orang tua (terutama ayah) telah

menimbulkan dampak tersendiri. Dalam hal begini maka, biasanya

profesi ayah tidak diikuti oleh anak. Kalau ayahnya guru, atau teungku

maka sang anak cendrung melanjutkan hidup dalam profesi lain, atau

kecuali lingkungannya yang tidak memungkinkan berbuat lain seperti

petamnak ikan atau petani. Kalau ayahnya toke (pedagang) maka sang

anak akan berjiwa royal, konsumtif. Makanya sangat jarang dayah di

Aceh yang berusia panjang, atau perusahaan orang Aceh yang tahan

lama, karena keturunan langsung biasanya sudah beralih profesi.

Rasanya tidak banyak waktu khusus di mana ayah dapat menurunkan

legasinya kepada anak-anak nya. Kalaupun ada sepertinya sambilan

saja. Kalau ada pertengkaran antara ayah dengan ibu maka sang anak

biasanya akan memihak ibunya, lebih-lebih anak laki-laki.

7Ada kata petuah: ulok-ulok raya badan akai tan ubee pureh, dak na jibeut meu aleuham, hana

jipham meusilapeh.”

Page 171: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

171

III. Pekerjaan/mencari nafkah/lapangan kerja

Secara tradisional maka lapangan kerja utama orang Aceh adalah

bertani, mencari ikan (di laut dan di darat), berternak, bertukang,

mencari rotan dan berdagang.

Pekerjaan pokok orang Aceh adalah bertani dan mencari ikan. Pertanian

dapat terjadi di sawah, di ladang, dan di bukit-bukit.8 Pertanian harus

didukung oleh ternak sapi dan kerbau, sebagai tenaga pembajak yang

kemudian juga berkembang sebagai komoditi dagang. Mencari ikan ada

dua cara menjadi nelayan (pelaut) di sungai, dan kemudian berkembang

dengan peternakan ikan di tebat-tebat. Hasilnyapun beragam, dari padi,

lada, cengkeh, pala, ikan bandeng, udang, sampai sapi dan kerbau.

Kecuali padi maka hasil pertanian/peternakan orang Aceh itu

diutamakan yang laku di pasar bahkan di pasar dunia.9 Dengan orientasi

ke pasar, maka orang Acehpun terlatih untuk jadi pedagang (mugee).

Medan, Pulo Pinang, Pulau Keuleumbu (Colombo) bahkan Istanbul

sudah dikenal orang Aceh sejak dulu.

IV. Pola Keberagamaan

‘Aqidah orang Aceh adalah Islam dengan pemahaman teologis yang

lebih dekat kepada jabariyah. Artinya adalah bahwa Tuhanlah yang

maha Kuasa dan manusia hanya melakoni apa yang sudah

ditetapkanNya. Peran manusia sangat terbatas dan peran Tuhan adalah

mutlaq. Apa yang terjadi pada manusia itu semua ada dalam ketetapan

Tuhan yang azali tanpa amandemen.

Pemahaman ‘aqidah ini sangat kuatnya, bahkan ada yang menyebutnya

fanataik, sehingga ia telah menjadi identitas orang Aceh. Bahwa yang

disebut Aceh adalah Islam, dan Islam adalah ruh orang Aceh. Tidak

8“panghulee buet meugoe, pruet troe aneuk na.” 9“Bek ‘oh trok kapai tapula lada.”

Page 172: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

172

terbayangkan kalau ada orang Aceh yang bukan Islam.10 Oleh karena

itu orang Aceh akan bersedia mati membela diri kalau ia dikatakan

“kafir,” dan kata sejenisnya, walaupun ia tidak menjalankan ibadat,

seperti salat, puasa, dlsb. sesuai dengan tuntunan fiqh.

Amalan fiqih orang Aceh berdasarkan mazhab al-Syafi‘iyyah. Artinya

‘amalan itu mengikuti pemahaman pengikut imam Syafi‘i dan tidak

harus sama dengan Imam al-Syafi‘i itu sendiri. Pola ini tentu saja ada

kaitan dengan sejarah penyebaran Islam waktu dulu. Memang ada

keyakinan sejarah bahwa Islam itu datang ke Aceh dibawa oleh ‘ulama-

‘ulama yang datang dari Gujarat, India yang bermazhab Syafi‘i.

Dalam hal ‘amalan ‘ibadat orang Aceh tidak ketat. Mengambil kasus

puasa dan shalat maka dapat diamati bahwa yang meninggalkan ibadah

puasa lebih banyak laki-laki dan yang meninggalkan shalat lebih banyak

perempuan.11 Kalau masa kini di waktu shalat banyak warung masih

buka nampaknya ketekunan amal ‘ubudiyah orang Aceh tambah longgar.

Amalan agama orang Aceh itulah yang tercermin dalam dalam

peradatan. Makanya orang Aceh mengatakan: “adat ngon hukom lagee

zat ngon sifeut.” Artinya Adat Aceh adalah penjabaran agama dalam

prilaku se hari-hari masyarakat Aceh. Sayangnya zakat, puasa, haji,

shalat, adalah inti agama bukan menjadi amalan sehari-hari orang Aceh,

sehingga sering terabaikan. Cinta kepada Nabi Muhammad

direalisasikan dalam adapt khanduri mawlud, bukan dalam mengikuti

amaran Nabi.

10Walau mungkin saja sekarang ini ada satu, dua orang Aceh yang berpindah agama. 11Statemen ini mengikuti sebuah survey di sebuah kabupaten di Aceh lebih sepuiluh tahun yang lalu.

Page 173: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

173

V. Pola Makan dan Makanan

Makanan orang Aceh cenderaung mengutamakan dan mengandalkan

karbo hidrat. Untuk ini maka nasi adalah makanan pokok. Di samping

itu baru didukung oleh ubi, ketela, sagu, boh gadong, sampai boh

janeng (masa paceklik). Ikan dan sayur dianggap penting tapi sekundair.

Ikan dan sayur dimakan sebagai pendamping untuk menselerakan

makan nasi.12 Ia tidak dimakan secara berlebihna. Kenyang nasilah yang

dianggap puncak makanan. Makanan lain dianggap pelengkap saja.

Daging dimakan (secara formal) setahun 3 kali, ma’meugang puasa,

ma’meugang uroe raya puasa dan ma’meugang uroe raya haji.13 Di luar

itu daging hanya ada kalau kebetulan ada khanduri orang kaya, baik

khanduri udeep atau khanduri matee.

Penganan umumnya dibuat yang tahan lama. Dodoi, wajeb, meuseukat,

haluwa dibuat dengan sangat manis untuk tahan berbulan. Bahkan kueh

loyang, keukarah, bungong pala, dapat bertahan berhari-hari dan

dibawa ke tempat yang jauh.

Ikan dan dagingpun sering dibuat tahan lama. Keumamah (dari tuna,

atau tongkol), dan sejumlah ikan sering dikeringkan untuk tahan lama.

Untuk tahan lama daging itu dikeringkan dan/atau dimasak khusus (sie

balu) dan masak pakai gapah supaya tahan lama berbulan.

Tumbuhnyan warung-warung (beng, keude klep, kok, panteu) pada

awalnya untuk mendukung para pekerja laki-laki yang jauh dari rumah.

Misalnya mereka membuka seuneubok baru, ladang baru, tebat, melaut.

12Bahkan kepada anak-anak tidak sangat digalakkan makan ikan secara berlebihan. Bahkan sering

dikatakan, “jangan banyak makan ikan nanti cacingan.” 13Makan daging tiga kali ini sudah dianggap seperti tradisi “sakral.” Siapapun kepala keluarga akan

berusaha membawa pulang daging ke rumah di pagi hari-hari tersebut. Akan merasa sangat ‘aib bagi yang tidak mampu melakukannya.

Page 174: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

174

Yang paling utama dari fungsi warung ini adalah untuk minum/makan

pagi para pekerja tersebut.14

Pola makan orang Aceh sangat terikat dengan nasi oriented menu.

Bahwa tiga kali makan satu hari sangat dipentingkan, dan makanan

pokok nasi. Di ketiga waktu ini kalau belum makan nasi maka dianggap

seperti belum makan. Pada makan pagi ada sedikit variasi. Orang laki-

laki ada yang sarapan di warung kopi, dengan segala variasi

pelengkapnya.

Perihal minum, pada umumnya orang Aceh kurang minum. Artinya di

luar momen tertentu seperti waktu makan pagi, siang, malam, orang

Aceh tidak sering minum. Kebutuhan air minum minimum 2 liter perhari

sangat sedikit terpenuhi. Minuman plus adalah kopi. Orang Aceh sedikit

yang minum teh. Laki-laki diindentikkan dengan minum kopi. Minum teh

umumnya untuk anak-anak dan perempuan. Adanya warung kopi di

pinggir jalan seolah khusus untuk menunjang selera laki-laki untuk

mengopi setiap hari terutama pagi. Banyknya warong kopi telah

menimbulkan dampak baru, waktu senggang laki-laki Aceh terhabiskan

di warung kopi.

Selain itu rokok adalah santapan orang laki-laki Aceh bahkan tidak ada

pantangan masyarakat, asalkan ia sudah dewasa dan sanggup mencari

nafkah sendiri.15 Seolah image kejantanan itu ditandai dengan merokok.

Bagi anak-anak ada larangan merokok (dulunya) dari masyarakat.

Sayangnya selama ini pantangan ini sudah sangat mengendur, bahkan

hampir tidak ada lagi. Larangan orang tua sang anak sangat tidak

berarti, karena kehidupan anak lebih banyak di luar rumah.

14Misalnya pelaut harus turun ke laut jam 5 pagi. Maka warung kopi dan penganan (biasanya bu leukat, pulot) yang terbuat dari beras ketan, akan sangat membantu mereka dalam sarapan sebelum berangkat kerja dan bisa tahan sampai siang.

15Ketika sang ibu melarang anak laki-lakinya merokok mengatakan: “Hai aneuk bek ka meurukok,

luka cabok tutong ija,” sang anak akan menjawaaab: “pakon hai ma bek lon meurukok, tanoh lon catok bakong lon pula.”

Page 175: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

175

VI. Kesehatan, gizi, dan sanitasi

Penyakit yang sangat ditakuti orang Aceh adalah busung lapar dan

malaria. Para orang tua mengatakan: “yang penting anak saya kenyang

perutnnya dan tidak digigit nyamuk.16” Penyakit puru, teurijoe (eksim

kronis), kurap tidak jadi masalah. Bahkan pada suatu saat dulu,

(ber)puru dianggap sebagai bahagian dari keharusan hidup (rite of

passage), yang harus dialami oleh seseorang sebagai pertanda

menjelang dewasa.

Obat utama orang Aceh adalah herbal, khususnya peundang. Air

rebusan peundang (sejenis akar kayu gunung) diberikan kepada orang

yang sudah sakit kronis, dengan diet khusus yang ketat. Rajah adalah

obat ”generik” yang diberlakukan kepada pasien mana saja. Herbal lain

dikenal dengan ma’jun, ramuan daun 44, jadam, dan madu lebah.

Pola makanan yang kurag variatif membuat kesehatan masyarakat Aceh

juga kurang prima. Ketika kurang minum akan menimbulkan dampak

juga. Mau banyak minum tidak mudah mendapatkan tempat buang air

yang layak.

Sanitasi masyarakat Aceh sangat tidak memadai. Pembuangan air ke

luar rumah sangat sembangarangan, sehingga menimbulkan “aden.”

Tempat pembuangan itu sendiri disebut leubeung. Leubeung dan aden

berkonotasi kotor yang sangat luar biasa. Tapi seolah itu telah menjadi

bahagian dari rumah.

16Takut jangan busung lapar maka sangat ditekankan agar makan nasi banyak-banyak; untuk tidak

kena malaria usahakan jangan digigit nyamuk pasang kelambu atau menghidupkan perapian (sale) di bawah rumah, rangkang, atau di bawah tempat tidur.

Page 176: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

176

Masalah kakus lebih parah lagi. Fungsi kakus pada mulanya dilakukan di

belukar dekat rumah, sungai/selokan yang air mengalir, dan tepi pantai

(bagi yang tinggalnya dekat pantai. Kalau ada kakus yang dibuat maka

itu berkonotasi darurat dan tidak bersih, karena tidak ada air di situ.

Hanya kakus meunasah atau masjid yang ada sumurnya, tapi hampir

tidak pernah terawat kebersihannya. Ketika program pemerintah

memperkenalkan kakus porselin, kebersihan masih juga terabaikan.

Oleh karena itulah masalah kebersihan dan sanitasi masyarakat Aceh

dapat dikatakan seperti belum tersentuh “pembudayaan.”

VII. Hubungan dengan orang luar/asing

Pada awalnya Aceh adalah campuran ras dan bangsa. Dengan demikian

hubungan dengan “asing” adalah bahagian dari jati dirinya. Sebegitu

dominannya unsur atau pengaruh “asing” dalam masyarakat Aceh dapat

dilihat dalam penempatan petinggi kerajaan. Yang namanya sultan

Iskandar Muda (1606 – 1637) sangat mungkin keturunan Turki.17 Yang

namanya Sultan Iskandar Thani (1637-1642) adalah pangeran asal

Pahang. Yang namanya syech Syamsuddin Al-Sumatrani adalah orang

Pasei, asal Timur Tengah. Yang namanya Hamzah Fansuri adalah orang

Barus. Yang namanya Nuruddin Ar-Raniry adalah orang yang datang

dari Surat (India) yang lahir dan wafat di sana. Mereka semua telah

berperan sangat sentral dalam kerajaan, masyarakat, agama dan

budaya orang Aceh. Tidak pernah mereka dianggap orang asing di Aceh.

Suasana ini berjalan terus beratus tahun tanpa ada perubahan. Itulah

sifat keluasan budaya masyarakat yang receptive kepada, yang

namanya “luar.” Kapan rasa atau peka “asing” muncul di Aceh adalah

sejak sesudah tahun 50-an, ketika Aceh mulai melihat ke dalam, ketika

17Menurut pendapat A. Hasjmy.

Page 177: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

177

hubungan ke luar telah terbatas, ketika politik nasional telah dirasa

membelenggu, ketika pendidikan tidak dapat menyaingi daerah lain,

terutama pulau jawa, ketika kemakmuran rakyat tidak meningkat, ketika

muara produksi lokal berupa pelabuhan laut, satu-satu mati, ketika rel

kereta api yang menghubungkan secara langsung antara Aceh dan

Medan dibungkam, dan selanjutnya.

Dapat dikatakan factor (anti asing/anti luar) itu adalah sesuatu yang

baru dan ada faktor-faktor pendukungnya.

VIII. Pola Peradatan

Adat Aceh Mengacu kepada Islam. Yang dimaksud dengan adat Aceh

adalah kebiasaan yang telah menjadi tradisi masyarakat (yang

sebahagiannya berasal dari nenek moyang yang Hindu atau Budha, atau

primitif) yang telah disesuaikan atau dianggap sesuai dengan syari‘at

Islam. Dulunya adata sangat dipegang kuat. Sehingga martabat suatu

kaum diperhitungkan dengan seberapa kuat ia mengikuti adat yang

berlaku.

Ada beberapa tingkatan “adat.” Yang tertinggi adalah hukum,

kemudian adat, kemudian qanun, baru reusam. Masing-masing-punya

sumber referensi dan pola eksekusinya. Awal mulanya Adat bersumber

dari raja, Qanun dari permaisuri, Hukum dari ‘ulama dan Reusam dari

petinggi kerajaan.

IX. Pola hubungan antar kerabat

Hubungan antar kerabat ada dua sisi: sisi laki-laki dan sisi perempuan.

Sisi laki-laki disebut wali, dan sisi perempuan disebut karong. Yang

disebut wali adalah kerabat pihak ayah dan karong adalah kerabat pihak

ibu. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya hubungan karong lebih intim

dari hubungan wali. Ada hubungan saling memberi dan saling menerima.

Sedangkan hubungan wali agak sedikit kaku. Namun kelebihannya.

Page 178: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

178

Kalau terjadi apa-apa pada seseorang maka wali-lah yang akan

membela mati-matian. Harga diri wali sangat tinggi. Sebaliknya kalau

berkaitan dengan warisan, maka wali pula yang lebih dahulu meminta

haknya. Seringkali terjadi ketegangan dengan pihak wali dalam masalah

warisan.

X. Pola khanduri/slametan/hajatan

Khanduri utama masyarakat Aceh adalah khanduri maulud. Ini sangat

erat kaitannya dengan pemahaman agama masyarakat. Sezhalim atau

sebodoh seseorang tapi tetap harus mencintai Nabinya. Realisasi

kecintaan itu adalah dengan berqurban dengan cara khanduri. Seringkali

khanduri mawlud ini dinamakan dengan “khanduri keu panghulee.”18

Semiskin-miskin orang akan ikut serta dalam khanduri maulud ini,

bahkan kalau ia harus mempersiapkannya selama satu tahun, sedikit

demi sedikit. Akan sangat ‘aib rasanya kalau tidak ikut dalam khanduri

ini.

Selain khanduri maulud adalah khanduri kematian, yang dilakukan pada

hari ke tujuh kematian seseorang. Walaupun ada juga pada hari-hari

lain seperti hari ke 3, ke 5, ke 15, ke 20, ke 30, ke 40, ke 100, dsb.

Yang telah sangat baku adalah hari ketujuh dan disebut dengan

seunujoh. Khanduri ini juga ada martabatnya sendiri. Bagi yang tidak

berkhanduri akan muncul satu ejekan bagi ahli warisnya: “seperti mati

kerabu saja, tidak dikhanduri,” atau: “takut hartanya atau hak

warisannya akan berkurang, maka dia tidak mau khanduri.” Tentu

ejekan ini akan sangat menyakitkan. Untuk itu tidak jarang orang akan

gadaikan kebun, atau sawah untuk memenuhi upacara ini. Sayangnya

kalau yang ditinggalkan si mati ada anak yatim dan miskin lagi.

18Artinya berkhanduri untuk memuliakan dan mencintai Penghulu Segala Nabi, yatu Nabi

Muhammad SAW.

Page 179: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

179

Sesudah ini ada khanduri-khanduri lain, seperti khanduri peresmian

perkawinan, khanduri khitan, khanduri blang, khanduri la’ot. Sedangkan

khanduri ‘aqiqah, peutron aneuk, khanduri ‘asyura, ada juga dilakukan

tapi tidak banyak.

XI. Pola hubungan antar gender

Pada umumnya lelaki lebih dominant dalam masyarakat Aceh, namun

sinergis. Artinya walau laki-laki yang menentukan putusan akhir tapi

existensi dan keikut sertaan perempuanlah yang putusan itu jalan.

Dalam setiap pertemuan laki-laki musti di depan dan perempuan di

belakang. Laki-laki (saja) yang biasanya berbicara sedangkan

perempuan sangat sedikit yang angkat bicara. Dalam beberapa hal

perempuan seolah ta‘luk saja pada kemauan laki-laki. Namun tidak

selalu.

Ada kalanya perempuan sangat dominant dalam keluarga. Urusan

dalam dalam keluarga biasanya mutlak urusan isteri atau ibu dari anak-

anak. Ketika dalam keluarga terjadi kematian suami, maka anak-anak

yang tinggal akan diasuh oleh ibu dan biasanya akan jadi orang.

Alasannya sang ibu cukup kasih sayangnya dan (seandainya) dia kawian

lain akan mengutamakan anak-anak-nya di samping suaminya (yang

baru). Namun kalau dalam keluarga sang ibu yang meninggal dunia

maka anak biasanya akan kucar kacir, dan cendrung tidak jadi. Soalnya

si bapa akan kawin lain dan anak-anak nya biasanya akan ikut saudara

ibu atau saudara ayah. Sedikit anak-anak yang hidup bersama ibu

tirinya.

Dalam proses perkawinan laki-laki lah yang mencari perempuan bukan

sebaliknya. Makanya kalau terjadi sebaliknya disenut dengan “mon mita

tima” (sumur yang mencari timba).

Page 180: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

180

XII. Pola kehidupan keluarga

Hubungan suami isteri atau ayah ibu dalam keluarga Aceh biasanya

sinergis. Artinya masing-masing sangat berperan untuk membina

keluarga. Dalam hal bertani maka pekerjaan membajak menjadi

tanggung jawablaki-laki. Pada kerja meuyuet-yuet (membuang rumput

sebelum ditabur benih) hampir mutlak perempuan. Pekerjaan lainnya

dalam bertani hampir sama porsi. Tapi cendrung yang lebih banyak

menggunakan tenaga seperti mu‘ue, meucreuh, angkot pade, cemeulho,

itu bahagian laki-laki yang lainnya perempuan atau sama-sama.

Dalam banyak hal kehidupan keluarga banyak dinamikanya. Persaingan

antar adik abang, kakak sering terjadi. Adakalanya peran orang tua

berfungsi, adakalanya harus turun tangan petuha dari kerabat.

Persaingan terjadi ketika sikap orang tua dirasa beda antara sang anak.

Hubungan abang adik (laki-laki) agak kaku, tidak saling bergurau seperti

dengan kerabat lain. Hal ini terjadi ketika anak-anak sudah beranjak

dewasa, sedangkan ketika masih kecil hubungan mereka biasa saja.

XIII. Pola berpakaian

Pada dasarnya pola berpakaian orang Aceh itu longgar, untuk mudah

bergerak dan bekerja. Oleh karena itu pakaian jenis celana itu telah

biasa dipakai oleh lelaki dan juga perempuan, sejak lama, walau dengan

cara ikat yang berbeda. Celana perempuan diikat dengan sedikit dililit di

pinggang. Seolah ada nuansa rok pada cara pakainya. Di atasnya baru

dipakai kain sarung. Bedanya kain sarung bagi laki-laki digantung

sebatas lutut dan kain sarung untuk perempuan diturunkan sampai ke

mata kaki. Pada laki-laki celana diikat langsung dengan tali/tali pinggang

yang dimasukkan dalam bahagian atas celana atau ditindih dengan ikat

pinggang yang lumayan besar. Baju laki-laki biasanya terbuka bahagian

Page 181: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

181

depannya, terutama bahagian atas. Tutup kepala orang laki-laki terdiri

dari tangkulok, atau seureuban, atau kupiah hitam atau kupiah riman.

Bagi yang sudah pulang haji biasanya memakai kupiah haji warna putih

(skull cap). Perempuan Aceh tidak mengenal jilbab sebagai yang

dipahami sekarang. Penutup kepala perempuan Aceh adalah kain batik

atau (bahkan) kain sarung yang ditarik ke depan menutup dada mereka.

Dengan demikian tutup kepada agak sedikit longgar di bahagian depan.

Kain sarung terkenal dahulu adalah kain sarong Lamgugop atau kain

silong atau kain sarung Samarinda. Selain itu kain sarung palikat dari

India sangat digemari.

Anak-anak jarang dipakaikan baju di waktu kecil. Apa yang sangat

dipentingkan bagi bayi adalah tali pinggang “khusus.” Khusus di sini

berarti bukan tali pinggang biasa yang dipahami sekarang ini. Tali

pinggang ini terbuat dari emas, perak, tembaga, atau benang biasa,

tergantung status sosial sang orang tua. Tali pinggang ini kecil saja

berbentuk rantai atau benang yang dililitkan di pinggang sang bayi.

Biasanya pada bahagiang depan atau samping diikatkan sejenis ‘azimat

penangkal roh jahat. Khusus bagi bayi perempuan di bahagian

depannya diikatkan ceuping kira-kira sebesar telapak tangan bayi

tersebut sebagai penutup ‘aurat vitalnya. Ceuping juga ada klasnya, dari

emas sampai tempurung kelapa sesuai kemampuan sang orang tua.

XIV. Ethos kerja

Ethos kerja orang Aceh ada dualisme antara fatalisme dan percaya diri.

Kedua jenis ethos ini dalam banyak hal bersinergi, yang kadang logis

kadang tidak. Ada kalanya orang Aceh menyerahkan diri pada nasib, di

samping juga ada yang hanya mengandalkan usaha yang benar dan

sungguh-sungguh. Petuah-petuah orang tua telah berceritera banyak.19

19Yang fatalis akan mengatakan: “Meunyo ka si kai han jeut si cupak beurangho tajak ka dup nan

kada.” Yang dinamis berpegang pada: “Tapak jak urat nari, na tajak na raseuki.” Meumeot-meot jaroe,

Page 182: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

182

Kedua ethos ini telah menjiwai semangat kerja orang Aceh. Pada saat

tertentu di lingkungan tertentu ethos fatalis lebih dominant, pada saat

yang lain di lingkungan yang lain ethos dinamis yang lebih dominan.

Antara kedua itu etos ini dinamis percaya diri nampaknya lebih dominan,

paling kurang ia diamalkan oleh labih banyak orang dibandingkan

dengan fatalisme.Oleh karena itu pepatah tentang etos kerja ini lebih

banyak dengan pepatah fatalisme. Bukti konkritnya adalah banyak

orang Aceh yang keluar Aceh jadi pedagang dan ketika masa perang

bersedia melawan musuh dengan gigih dan tidak mudah

menyerah.Dalam hal ini peran ulama, pemimpin adat, keuchik, teungku

imum, atau guru pengajian di lingkungan tertentu sangatmenentukan.

B. Kesimpulan

1. Karena budaya masyarakat pada dasarnya berasal dari pemimpin,

orang kaya, ulama, tokoh adat, guru, maka untuk melestarikan dan

merawatnya diperlukan ketauladanan mereka.

2. Untuk menjadikan mereka tetap berperan sebagai tauladan, maka

siapapun yang akan menjadi pemimpin, tokoh, ulama, dsb haruslah

diberikan kompetensi yang memadai.

3. Kompetensi ini dapat dicapai melalui pendidikan, pembinaan,

pelatihan, dan percontohan. Dengan demikian maka lembaga

pendidikan (formal, informal, non formal), pembinaan, pelatihan dan

percontohan harus diadakan dan dimaksimalkan perannya dan

didukung oleh sistim yang baik.

4. Siapapun yang tidak memenuhi syarat dimaksud, maka ia tidak

berhak menempati atau menduduki posisi pemimpin, tokoh, ulama,

guru, dan sebagainya. Sebaliknya bagi siapa saja yang

meu’ek gigoe.” “Ta tangah u langet, langet, ta teukui u bumoe, bumoe.” “Meunyoe tan ta oseuha, pane teuka rhet di manyang, meunyo na ta oseuha adak han kaya udeep seunang.” “Geutakot keu angkatan, geumalee keu pakaian.”

Page 183: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

183

melanggarnya harus diberi sanksi yang tegas sesuai dengan sifat

posisi dan tugas yang diembannya.

Page 184: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

184

D. SUB BIDANG KESEHATAN

I. LATAR BELAKANG Gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26

Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam, telah menyebabkan

kehancuran insfrastruktur, dan lumpuhnya sebagian sistem & tatanan

kegiatan masyarakat dan pemerintah, serta kehilangan sekitar ¼ juta

sumber daya manusia.

Dibidang kesehatan, banyak infrastruktur/fasilitas kesehatan hancur,

terutama di Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie,

Biruen, Aceh Utara dan pulau Semelue. Kerusakan tersebut mulai

infrastruktur terendah seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos

Bersalin Desa (Polindes) yang terdapat di hampir setiap desa, Puskesmas

Pembantu (Pustu), Puskesmas sampai Rumah Sakit. Sebanyak 41 dari 260

Puskesmas rusak dengan skala rusak total sampai rusak sedang. Di

Kabupaten Aceh Jaya, 7 dari 8 Puskesmas rusak total (totally destroyed).

Table 1

Health Infrastructure Pre and Post Tsunami in Province of Nanggroe Aceh Darussalam

Health Infrastructures Pre-Tsunami Damaged by Tsunami

General Hospitals (RSU) - Government

Hospitals 1 - Army/Policy

Hospitals 2 - Private Hospitals 3

16 4 12

3 1 2

Mental Hospital 4 1 1 Health Offices

- Provincial Health Offices 5

- District Health Offices 6

1 21

1 2

Port Health Offices 7 5 3 Drug Storage 8 22 3 Public Health Training 1 1

Page 185: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

185

Centre 9 Community Health Centers 10

259 41

Auxiliary Com. H Centers 10

821 75

Village Maternity Posts 11 3758 n.a Health Institution Academy 11

n.a 6

Village Health Posts 11 4478 n.a Maternity Hospitals 11 60 n.a Polyclinics 11 92 n.a Doctor, private practices 11

399 n.a

Nurse, private practices 11 831 n.a Pharmacy 11 152 n.a Village drug outlets 11 299 n.a Other drug sellers 11 256 n.a Ambulance 11 n.a 14 Sources: Provincial/Districts Health Offices, Susenas, 2002/3, Assessment conducted by WB, Gadjah Mada University & WHO, MOH and AusAIDS.

1. RSU Meuraxa totally destroyed, RSU Zainoel Abidin moderately damaged; and RSU Calang totally destroyed (but the hospital still in construction phase, not finish and not operational yet when tsunami destroyed it)

2. Police Hospital, severely damaged 3. RSU Permati Hati severely damaged and RSU Moderately damaged 4. Mental Hospital moderately damaged 5. Provincial health offices severely damaged 6. Banda Aceh health offices moderately damaged and Aceh Jaya district health offices, totally

destroyed. 7. Sabang Port Offices, Ujong Bate, Aceh Besar Port Office, and Melaboh Posrt Office 8. Provincial Drug Office and Banda Aceh Drug Offices severely damaged, Aceh Jaya Drug Offices

totally destroyed 9. Community health center at provincial level with function not only providing basic health services but

also as training center for other community health centers. 10. The highest percentages damage was in four districts: Aceh Jaya, Aceh Besar, Banda Aceh, Aceh

Barat respectively. 11. A numbers these facilities damaged by tsunami but not such assessment was conducted

Beberapa Puskesmas tidak dapat diidentifikasi lagi lokasi semula, karena

sampai sekarang masih teremdam air laut (sebagian daratan telah menjadi

laut). Begitu juga Kantor Dinas Kesehatan, hancur total. Di Kota Banda Aceh,

Puskesmas dan RS Meuraxa juga totally destroyed. Sedangkan di Kab. Aceh

Besar sebanyak lima Puskesmas masuk dalam kategori totally destroyed.

Perincian kerusakan infraskruktur kesehatan, baik milik pemerintah maupun

swasta di tiap kabupaten/kota.

Page 186: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

186

Tujuan Umum

Tujuan umum kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi pembangunan kesehatan

di Nanggroe Aceh Darusslam adalah untuk menata kembali sistem

pembangunan & pelayanan kesehatan di Nanggroe Aceh Darusslam mulai

dari sistem perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi

kegiatan-kegiatan pembangunan yang dapat menjamin masyarakat Aceh

untuk hidup lebih sehat dan lebih produktif.

Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi pembangunan

kesehatan adalah sebagai berikut:

a. untuk membangun infrastruktur kesehatan yang modern mulai dari

fasilitas kesehatan di desa sampai ke fasilitas kesehatan rujukan

tingkat puskesmas, kabupaten/kota dan propinsi dalam wilayah

Nanggroe Aceh Darussalam;

b. untuk membangunan sistem informasi kesehatan dan koordinasi yang

lebih efektif intra dan antar unit/fasilitas kesehatan yang ada dalam

wilayah Nanggroe Aceh Darussalam;

c. untuk membangunan sistem perencanaan dan penganggaran

kesehatan yang terpadu dan efektif;

d. untuk mengembangkan sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan

yang lebih efisien dan efektif;

e. untuk meningkatkan health human capacity building dalam berbagai

aspek keahlian sehingga sistem kesehatan di Nanggroe Aceh

Darussalam dapat berjalan dengan baik;

f. untuk membangunan sistem pemberdayaan, keterlibatan dan

keikutsertaan aktif masyarakat dan stakeholders dalam kegiatan

pembangunan kesehatan di Nanggroe Aceh Darussalam;

Page 187: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

187

g. mengembangkan sistem deteksi dini dan rapid response terhadap

kejadian berbagai kejadian penyakit, terutama yang berpotensi untuk

terjadinya wabah;

h. Membangunan sistem dan tatanan yang mampu menjamin mutu dan

kualitas pelayanan kesehatan.

Sasaran kegiatan yang akan dicapai mencakup:

a. Seluruh anggota masyarakat Aceh terutama yang menjadi korban

gempa bumi dan tsunami memperoleh pelayanan kesehatan baik

pelayanan fisik maupun pelayanan kejiwaan sesuai dengan kebutuhan;

b. Seluruh sumber daya manusia kesehatan yang bekerja di berbagai

fasilitas kesehatan;

c. Seluruh sarana dan prasarana kesehatan dapat berfungsi dan ditingkat

kembali;

d. Lingkungan fisik yang mempunyai efek langsung maupun tidak

langsung terhadap kesehatan;

e. Pranata sosial-budaya masyarakat yang mempunyai dampak terhadap

kesehatan masyarakat.

b. RONA Selama ini (sebelum tsunami), pemerintah daerah sedang membenahi sistem

dan tatanan kesehatan di Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka mencari

jawaban mengapa kinerja sistem kesehatan selama ini masih belum

mengembirakan, padahal fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas,

Pustu telah dibangun bahkan Polindes telah dibangun sampai ke polosok desa.

Berbagai stakeholder berpartisipatif aktif dalam mencari model dan

mendukung berbagai reform yang dilakukan untuk meningkatkan

performance system kesehatan di Nanggroe Aceh Darussalam yang masih

tertinggal jauh dibandingkan dengan propinsi lain, apalagi dengan Negara

tetangga seperti Singapore dan Malaysia. Namun demikian, system dan

Page 188: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

188

pranata yang telah dibangun belum begitu kuat dan membudaya (strong

culture). Sehingga dengan mudah system dan tatanan yang baru saja

dibangun tersebut terganggu dan tidak berfungsi lagi sejak tsunami

meluluhlantahkan sebagian besar daerah Aceh. Sehingga rehabilitasi dan

rekonstruksi yang akan dilakukan, tidak hanya membangun fasilitas

kesehatan kembali yang lebih modern, namun juga membangun sistem

kesehatan yang kuat, mampu mendongkrak kinerja sistem kesehatan serta

dapat meningkatkan derajat kesehatan ummat.

Cara pandang dalam membangun Aceh kembali juga perlu dirubah. Rakyat

Aceh yang jumlahnya sekitar 4 juta lebih harus dipandang sebagai asset

utama dalam pembangunan Aceh kembali. Pengalaman (lesson learned)

negara seperti Malaysia, Singapore, dan Korea Selatan yang memandang

manusia sebagai asset dalam membangun telah menunjukan pertumbuhan

ekonomi yang sangat mengesankan dan rakyatnya hidup dengan tingkat

kesejahteraan yang tinggi. Walaupun paradigma ini kurang popular bagi

pihak-pihak yang menginginkan return of investment dalam waktu singkat

(satu-dua tahun), namun pilihan ini merupakan alternatif terbaik bila kita

ingin melihat kemajuan Aceh 15-20 tahun ke depan.

Bila ingin membangunan sumber daya manusia, proses dan fokus

pembangunan harus dimulai sejak dalam kandungan, bahkan sejak akad

nikah. Pembangunan kesehatan harus mengikuti alur siklus hidup manusia.

Tiap phase kehidupan manusia mempunyai special needs terhadap program

dan pelayanan kesehatan. Program tersebut juga harus komprehensif yang

meliputi upaya promosi kesehatan (promotive), pencegahan (preventive),

pengobatan (curative) dan upaya rehabilitasi. Pembangunan kembali Aceh

juga harus mampu melahirkan sistem kesehatan yang kuat, dan mencetak

sumber daya yang mampu melaksanakan program kesehatan secara

komprehensif dan berkesinambungan.

Dengan demikian, arah dan kebijakan rehabilitasi dan rekontruksi kesehatan

juga tidak hanya menfokuskan pada aspek fisik semata, namun juga yang

Page 189: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

189

lebih penting pada aspek non fisik, dan dilakukan secara komprehensif. Lebih

lanjut, pengembangan program-program kesehatan di Nanggroe Aceh

Darussalam harus mempertimbangkan aspek social cultural dan adat istiadat

masyarakat Aceh sehingga timbul sense of belonging dan sustainability dari

setiap kegiatan pembangunan kesehatan.

Langkah-langkah kegiatan Langkah-langkah kegiatan mencakup tiga phase: 1. phase tanggap darurat; 2.

phase rehabilitasi, dan 3. phase rekontruksi. Namun fokus uraian berikut ini

pada phase rehabilitasi and rekontruksi. Phase tanggap darurat dianggap

sudah selesai.

Phase Rehabilitasi

Beberapa kegiatan yang perlu mendapatkan prioritas pada phase rehabilitasi:

1. Membangun jaringan sistem informasi kesehatan

2. Pengembangan sistem deteksi dini dan rapid response terhadap kejadian

berbagai kejadian penyakit

3. Peningkatan mutu sumber daya manusia

4. Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran kesehatan

Phase Rekonstruksi

Untuk kegiatan rekonstruksi yang perlu mendapatkan prioritas:

1. Pembangunan infrastruktur kesehatan

2. Pengembangan sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan

3. Pengembangan sistem peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan

Indikator Keberhasilan dan matrik kegiatan terlampir.

Page 190: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

190

1. Pembangunan Infrastruktur kesehatan No URAIAN PENJELASAN 1 Latar Belakang • Beberapa daerah belum memiliki fasilitas

kesehatan yang memadai • Banyak fasilitas kesehatan yang rusak akibat

gempa dan gelombang tsunami 2 Tujuan Untuk membangun infrastruktur kesehatan yang

modern mulai dari fasilitas kesehatan di desa sampai ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat puskesmas, kabupaten/kota dan propinsi dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam;

3 Nama Program/kegiatan

Pembangunan Infrastruktur kesehatan

4 Sasaran Terlaksananya : 1) Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan 2) Pembangunan dan rehabilitasi :

1. Rumah Sakit Zainoel Abidin 2. Rumah Sakit Meuraxa 3. Rumah Sakit Calang

3) Pembangunan dan rehabilitasi dan relokasi: 1. Kantor Dinas Kesehatan Provinsi 2. Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Jaya. 4) Pembangunan dan Relokasi Puskesmas:

1. Puskesmas Lhong, Aceh Besar 2. Puskesmas Lhok Nga, Aceh Besar 3. Puskesmas Kajhu, Aceh Besar 4. Puskesmas Meuraxa, Kota Banda Aceh 5. Puskesmas Kuala Unga/Kolam Itek,

Cinamprong, Aceh Jaya 6. Puskesmas Lhok Kruet, Aceh Jaya 7. Puskesmas Pateek, Aceh Jaya 8. Puskesmas Lageum*, Aceh Jaya 9. Puskesmas Panga*, Aceh Jaya 10. Puskesmas Teunom, Aceh Jaya 11. Puskesmas Krueng Raya *, Aceh Besar 12. Leupung, Aceh Besar 13. Baitussalam*, Aceh Besar 14. Samatiga, Aceh Barat 15. Arongan Lambalek, Aceh Barat 16. Meurebo, Aceh Barat

5) Pembangunan Kembali Puskesmas:

Page 191: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

191

1. Puskesmas Latihan 2. Puskesmas Peukan Bada. 3. Puskesmas Pulau Aceh, Aceh Besar 4. Tanah Pasir, Aceh Utara 5. Seuneudon, Aceh Utara 6. Syiah Kuala, Banda Aceh 7. Kuta Alam, Banda Aceh 8. Trienggadeng, Pidie 9. Pante Raja, Pidie 10. Kuala, Nagan Raya 11. Muara Dua, Lhokseumawe 12. Simpang Jernih, Aceh Timar 13. Puskesmas Calang, Aceh Jaya

6) Rehabulitasi Sedang Puskesmas: 1. Simeulue Timur, Simeulue 2. Alapan, Simeulue 3. Peureulak, Aceh Timur 4. Darussalam, Aceh Besar 5. Kota Sigli, Pidie 6. Gandapura, Bireuen 7. Bendahara, Aceh Tamiang 8. Darul Makmur, Nagan Raya 7) Rehabilitasi berat Puskesmas:

1. Simeulu Barat, Simeulue 2. Pulau Banyak, Singkil 3. Kuala Batee, Aceh Selatan 4. Samalanga, Bireun 5. Iboih, Sukakarya, Sabang

8) Pembangunan dan Relokasi Puskesmas Pembantu

9) Pembangunan Puskesmas Pembantu 10) Rehabilitasi Puskesmas 11) Pembangunan dan Relokasi Polindes 12) Pembangunan Polindes 13) Pembangunan dan Relokasi Kantor Kesehatan

Pelabuhan 14) Pembangunan Puskesmas Terapung 15) Pembangunan Gedung Obat:

• Gudang Obat Dinkes Provinsi NAD • Gudang Obat Dinkes Aceh Jaya • Gudang Obat Dinkes Kota Banda Aceh

16) Bantuan Pembangunan RS Swasta • RS Permata Hati

Page 192: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

192

• RS Fakinah • RS Malahayati

Kelompok Sasaran Rumah Sakit, Kantor Dinas Kesehatan, Puskesmas, Pustu, Polindes, Gudang Obat, KKP

Lokasi Banda Aceh, Sabang, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Singkil, Semelue, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timar, Aceh Tamiang.

Cakupan Kegiatan Pembangaunan dan rehabilitasi fasilitas kesehatan mulai dari fasilitas kesehatan primer hingga tersier, pembangunan kantor Dinas, fasilitas pendukung lainnya serta bantuan terhadap pembangunan fasilitas swasta.

Indikator Keberhasilan Pembangunan fasilitas fisik terlaksana (progress report), sarana kesehatan berfungsi minimal seperti semula hingga 2008.

Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005 Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008

Keterkaitan dengan Program Lain

1. Pokja IV 2. Pokja VI 3. Pokja IX

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas Kimpraswil Dinas Kesehatan

Perkiraan Biaya Fase Rehabilitasi : 50.000.000.000 Fase Rekontruksi : 270.000.000.000

Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor 2. Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang • Belum memiliki fasilitas yang menunjang

Pengembangan Sistem Informasi Manajemen kesehatan yang memadai baik diseluruh fasilitas kesehatan.

• Belum dikembangkan system informasi Kesehatan berbasis GIS diseluruh Daerah kabupaten Kota dalam Privinsi NAD dalam menangani akibat gempa dan gelombang tsunami

Tujuan Untuk membangunan sistem informasi kesehatan dan koordinasi yang lebih efektif intra dan antar unit/fasilitas kesehatan yang ada dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam;

Nama Program/kegiatan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan .

Page 193: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

193

Sasaran 1) Pengangkatan dan penempatan diploma computer di Puskesmas

2) Pelatihan Sistem Informasi Kesehatan SIM dan SIK serta GIS

3) Pengadaaan Fasilitas Komputer dan jaringannya untuk puskesmas, dinas Kes Kabupaten/Kota, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya

4) Pengadaan GPS untuk semua Kabupaten/Kota dalam wilayah NAD.

5) Pertemuan 3 bulanan untuk Updating data di tingkat Kabupaten dan Provinsi.

Kelompok Sasaran Petugas, fasilitas kesehatan di seluruh Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit dan Unit Kesehatan lainnya

Lokasi Seluruh Kabupaten/Kota dalam Prov.NAD Cakupan Kegiatan Pelatihan petugas dan pengadaan peralatan jaringan

pendukung SIK dan GIS di Prop NAD. Indikator Keberhasilan 1) Tersedianya SDM pada seluruh Puskesmas, Dinas,

RS yang menangani kegiatan SIM, SIK GIS. 2) Tersedianya peralatan dan jaringan pendukung

SIK dan GIS 3) Terselenggaranya pertemuan tribulan 4) Tersedia profil dan data yang uptodate secara

berkala Jadwal Waktu Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008 Keterkaitan dengan

Program Lain Menunjang Pengembangan Kegiatan disemua sektor Kesehatan Masyarakat dan Perorangan

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas Kesehatan Dinas Infokom

Perkiraan Biaya 3.000.000.000 Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 194: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

194

3. Pengembangan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang Belum adanya Sistem Perencanaan dan

Penganggaran kesehatan yang terpadu baik ditingkat Kabupaten/Kota maupaun di Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi NAD dalam menangani akibat gempa dan gelombang tsunami

Tujuan Untuk membangunan sistem perencanaan dan penganggaran kesehatan yang terpadu dan efektif

Nama Program/kegiatan Pengembangan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu bidang Kesehatan

Sasaran 1) In house training P2KT untuk tenaga Perencanaan Kesehatan ditingkat Puskesmas , Dinas Kesehatan kabupaten / Kota dan Prov dan RS.

2) Pengadaan Modul Pelatihan untuk P2KT 3) Pelatihan Manajemen Keuangan dibidang

Kesehatan 4) Pengembangan model kabupaten/kota P2KT 5) Asistensi Kegiatan Perencanaan dan

Penganggaran Kelompok Sasaran Petugas Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Rumah

Sakit Kabupaten dalam Prov.NAD Lokasi Seluruh Kabupaten/kota dalam Prov.NAD Cakupan Kegiatan Pelatihan P2KT untuk tenaga Perencanaan

Kesehatan ditingkat Pukesmas , Dinas Kesehatan kabupaten / Kota dan Provinsi, Pengadaan Modul Pelatihan untuk P2KT dan pengembangan model kabupaten P2KT.

Indikator Keberhasilan 1) Seluruh tenaga perencanaan puskesmas, dinas pada akhir 2006

2) Perencanaan program Puskesmas, Dinas sudah menerapkan prinsip P2K

3) MONEV dijalankan secara konsisten Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni 2005 – Desember 2005

Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008 Keterkaitan dengan

Program Lain Pokja IX (Pendanaan) Poja Kelembangaan

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas Kesehatas Dirjen Anggaran

Perkiraan Biaya 500.000.000 Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 195: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

195

4. Pengembangan Sistem dan Mekanisme Pembiayaan Kesehatan No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang Sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan di

Kabupaten, Aceh besar, Pidie dan Aceh Utara masih belum efektif dan efesien

Tujuan Untuk mengembangkan sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan yang lebih efisien dan efektif

Nama Program/kegiatan Pengembangan Sistem dan mekanisme pembiayaan Kesehatan

Sasaran 1) Penelitian Model Pembiayaan kesehatan 2) Pengembangan model pembiayaan kesehatan

dengan model DRG (Diagnostic Related Group) di salah satu Rumah Sakit

3) Pembahasan, pengesahan dan sosialisasi Qanun (peraturan daerah) yang mengatur system dan mekanisme pembiayaan kesehatan.

Kelompok Sasaran Tenaga dan fasilitas kesehatan Lokasi Seluruh kabupaten/kota Cakupan Kegiatan Pengembangan Sistem dan model pembiayaan

Kesehatan Indikator Keberhasilan 1. Tersedianya rekomendasi model pembiayaan

kesehatan yang efektif 2. Adanya model pembiayaan kesehatan yang efektif 3. Disahkan dan tersosialisasi Qanun sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan

Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005 Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008

Keterkaitan dengan Program Lain

Pokja IX (Pendanaan) Poja Kelembangaan

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas kesehatan

Perkiraan Biaya 50.000.000.000 Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 196: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

196

5. Peningkatan SDM Kesehatan No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang Jumlah dan kualitas SDM tenaga kesehatan

Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainya masih kurang dan belum memadai

Tujuan Untuk meningkatkan health human capacity building dalam berbagai aspek keahlian sehingga sistem kesehatan di Nanggroe Aceh Darussalam dapat berjalan dengan baik

Nama Program/kegiatan Peningkatan SDM Kesehatan Sasaran 1) Pelatihan dan pendidikan petugas

kesehatan baik dalam maupun luar negeri 2) Pendidikan Magister Kesehatan

Masyarakat Kelompok Sasaran Tenaga Kesehatan Lokasi Seluruh kabupaten/kota Cakupan Kegiatan 1) Pelatihan dalam bidang kesehatan

lingkungan, kesehatan ibu dan anak, gizi, P2M, akreditasi, dan lainya

2) Pendidikan bergelar: epidemiologi, biostatistik, health financing, health planning, untuk Dinas Kesehatan dan Rumah sakit Umum Kabupaten/Kota

Indikator Keberhasilan 1) Adanya pelatihan, lokakarya, kursus singkat dan Pendidikan S2 Kesmas

2) Minimal terdapat seorang tenaga ahli dalam masing bidang dari seluruh kab/kota pada akhir fase rekontruksi

Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005 Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008

Keterkaitan dengan Program Lain

Pokja IV Pokja VI Pokja X

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas Kesehatan

Perkiraan Biaya 300.000.000.000 Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 197: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

197

6. Peningkatan Peran Serta Masyarakat (stakeholder) No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang Keterlibatan dan keikutsertaan Stakeholder

secara aktif dalam pembangunan Kesehatan diseluruh Daerah kabupaten Kota dalam Provinsi NAD masih rendah dalam pembangunan kesehatan

Tujuan untuk membangunan sistem pemberdayaan, keterlibatan dan keikutsertaan aktif masyarakat dan stakeholders dalam kegiatan pembangunan kesehatan di Nanggroe Aceh Darussalam

Nama Program/kegiatan Peningkatan Peran Serta Masyarakat (stakeholder)

Sasaran 1) Pembentukan District Health Forum di setiap Kabupaten / Kota.

2) Pembentukan Hospital Governing Board/Badan

3) Pertemuan Berkala 3 bulanan.. Kelompok Sasaran Tokoh Masyarakat, LSM, Legislatif dan

stakeholder lainnya dalam Kabupaten /Kota dalam Prov.NAD

Lokasi Di seluruh kabupaten/kota Cakupan Kegiatan Peningkatan peran serta masyarakat pada

seluruh lini jajaran kesehatan. Indikator Keberhasilan Terlibatnya anggota masyarakat dalam

perencanaan, dan monev baik pada tingkat Puskesmas hingga RS dan Dinas Kesehatan

Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005 Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008

Keterkaitan dengan Program Lain

Pokja IX (Pendanaan) Poja Kelembangaan

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas kesehatan

Perkiraan Biaya 300.000.000. Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 198: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

198

7. Peningkatan dan Pengembangan Surveilens Epidemiologi No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang Belum berjalannya sistem deteksi dini dan

respons cepat terhadap kejadian kegawatan berbagai jenis penyakit yang berpotensi untuk wabah

Tujuan mengembangkan sistem deteksi dini dan rapid response terhadap kejadian berbagai kejadian penyakit, terutama yang berpotensi untuk terjadinya wabah

Nama Program/kegiatan Peningkatan dan Pengembangan Surveilens Epidemiologi

Sasaran 1) Pelatihan Tenaga surveilens Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Provnsi NAD.

2) Pengadaan peralatan penunjang surveilans

3) Pengembangan sistem surveilans 4) Pembentukan SAR kesehatan

Kelompok Sasaran Tenaga surveilens puskesmas dan dinas Kesehatan kabupaten / kota dalam provinsi NAD

Lokasi Suluruh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kab/kota di Prop NAD

Cakupan Kegiatan Pelatihan dan monev dan pengadaan peralatan penunjang surveilans pada seluruh Kab/kota di Prop NAD

Indikator Keberhasilan 1) Terlaksana pelatihan bagi seluruh petugas surveilans pada akhir 2007.

2) Adanya mata anggaran dalam APBD 3) Tersedianya informasi mengenai penyakit

dan status gizi yang uptodate 4) Terbentuknya tim SAR

Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005 Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008

Keterkaitan dengan Program Lain

Pokja IX (Pendanaan) Poja Kelembangaan

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit

Perkiraan Biaya 50.000.000.000 Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 199: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

199

8. Pengembangan sistem peningkatan mutu dan kualitas pelayanan

kesehatan No URAIAN PENJELASAN Latar Belakang 1) Belum ada standar mutu pelayanan

kesehatan masyarakat 2) Masih rendahnya kualitas pelayanan

kesehatan 3) Masih rendahnya tingkat kepuasan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan Tujuan Membangun sistem dan tatanan yang mampu

menjamin mutu dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat

Nama Program/kegiatan Pengembangan sistem peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan

Sasaran 1) Sosialisasi peningkatan mutu dan kualitan pelayanan kesehatan masyarakat

2) Terbentuknya unit kendali mutu diseluruh unit pelayanan kesehatan masyarakat

3) Pengembangan SOP di semua unit pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan

Kelompok Sasaran Seluruh unit pelayanan kesehatan di Prop NAD.

Lokasi Seluruh Prop NAD Cakupan Kegiatan Tersosialiasi dan terlakasana pelayanan

bermutu pada semua petugas. Indikator Keberhasilan 1) Peningkatan tingkat kepuasan masyarakat

terhadap pelayanan 2) Terbentuknya gugus kendali mutu di setiap

unit pelayanan kesehatan 3) Adanya SOP di setiap unit pelayanan

kesehatan Jadwal Waktu Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember

2008 Keterkaitan dengan

Program Lain Pokja IX (Pendanaan) Poja Kelembangaan

Instansi Pelaksanaan dan Penanggung Jawab

Dinas kesehatan dan rumah sakit

Perkiraan Biaya 1.000.000.000. Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor

Page 200: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

200

PROGRAM SFESIFIK BIDANG KESEHATAN Upaya Kesehatan Masyarakat

1. Estimasi kebutuhan biaya Puskesmas untuk melaksanakan PKD, khususnya biaya operasional pelayanan kuratif dan program kesehatan masyarakat sehingga alokasi biaya yang sesuai dengan hasil estimasi.

2. Penempatan SKM di Puskesmas 3. Revitalisasi Posyandu dengan mengembangkan model-model baru yang

sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat 4. Reassessment keberadaan Pustu dalam konteks Pelayanan Kesehatan

Dasar (PKD) 5. Legitimasi klinik-klinik non-pemerintah dalam Sistem Kesehatan

Pembangunan Fisik Bidang Kesehatan

1. Untuk pembangunan RS baru, perlu studi kelayakan guna menentukan model RS yang akan dibangun.

2. Pengembangan model pelayanan yang diwarnai oleh Syariah Islam 3. Peningkatan kemampuan manajemen RS (training) 4. Penerapan program QA/QI/Audit Medik di RS 5. Pengembangan Badan Perwakilan Masyarakat (Hospital Governing Board)

dalam sistem manajemen RS. Pencegahan/pemberantasan Penyakit

1. Peningkatan kemampuan surveilans 2. Penggunaan LAN, IT dan GIS untuk data epidemiologi 3. Kerjasama lintas daerah dalam program PPMPL untuk pembentukan Badan

Kerjasama Kesehatan (BKK) atau di daerah lain disebut JHC 4. Pelatihan Manajemen PPMPL Terpadu Berbasis Wilayah utk staf Kabupaten

dan Puskesmas 5. Perkuat kemampuan Dinkes untuk melakukan analisis faktor resiko

lingkungan dan resiko perilaku Program Tambahan

1. Pembentukan Forum Kesehatan (District Health Forum) pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten.

2. Keterlibatan Ulama dalam Promosi Kesehatan 3. Pengembangan Program Promosi Kesehatan berbasis sosial budaya

masyarakat Aceh (PM Toh, Hikayat, Seudati, Didong, Rebana, Saman, Laweut, dll)

4. Insentif utk dokter relawan: pengakuan sbg menjalankan program PTT

Page 201: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

201

Page 202: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

202

BAB VII POKJA – VII

HUKUM

I. LATAR BELAKANG

Gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalalam (NAD) pada tanggal 26 Desember 2004, telah menimbulkan derita

kemanusiaan yang tak terperikan. Bencana alam yang luar biasa tersebut telah

menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dunia, kehilangan tempat tinggal dan

harta benda, serta lumpuhnya sektor ekonomi, infra dan suprastruktur bidang

pertanahan. Semua ini mengakibatkan timbulnya keresahan dan kekhawatiran

masyarakat menyangkut status dan hak mereka atas tanah.

Selain dari pada itu telah menimbulkan persoalan pelik serta kompleks di bidang

hukum keluarga, misalnya, hilangnya sebagian atau seluruh ahliwaris, banyaknya

anak yang memerlukan pengasuhan/perwalian, serta hilangnya dokumen identitas

kependudukan, perkawinan, dan harta benda.

Secara kelembagaan, bencana gempa dan tsunami tersebut juga mengakibatkan

rusak/hancurnya pranata yang berfungsi sebagai penentu tegaknya status hukum

keluarga di Aceh, misalnya, rusaknya prasarana dan sarana di lingkungan

mahkamah syar’iyah.

Selain kerusakan terhadap prasarana dan sarana hukum di Provinsi NAD, juga

telah mengakibatkan meninggal/hilangnya sejumlah aparatur penegak hukum dan

tenaga administrasi dan tenaga teknis. Hal ini tentunya berpengaruh pada proses

pelayanan dan penegakan hukum di Provinsi NAD.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

A. Bidang Hukum Pertanahan

Kerusakan infrastruktur di bidang pertanahan meliputi: kerusakan tanah +

68.966,60 hektare yang tersebar di sepuluh kabupaten/kota se-Provinsi NAD,

serta hilang/rusaknya dokumen dan sertifikat hak atas tanah. Permasalahan

Page 203: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

203

hukum bidang pertanahan yang paling mendesak dan harus segera ditangani

adalah bagaimana hak-hak keperdataan di bidang pertanahan dapat dipulihkan

kembali, dijamin, dan dilindungi, sementara banyak prasarana/sarana, serta

infrastruktur pertanahan yang hancur dan musnah. Rehabilitasi dan rekonstruksi

pertanahan harus segera diwujudkan dengan memperhatikan aspek-aspek

kultural, agama, adat, dan kondisi daerah.

Adapun inventarisasi kerusakan dan kerugian di bidang hukum pertanahan adalah

sebagai berikut

a. Musnah/rusaknya objek hak (tanah);

b. Hilang/rusaknya sertifikat hak atas tanah;

c. Hilangnya batas-batas tanah, baik yang disebabkan oleh bencana alam

gempa dan tsunami maupun perbuatan manusia;

d. Hilang/rusaknya dokumen-dokumen pertanahan;

e. Meninggal/hilang atau tidak diketahuinya keberadaan pemilik

tanah/ahliwaris;

f. Adanya tanah-tanah yang belum terdaftar;

g. Rusaknya sarana teknis dan nonteknis yang dipakai untuk mengetahui

batas-batas tanah, dan

h. Banyaknya saksi kepemilikan tanah dari masyarakat, tokoh

masyarakat, aparatur pemerintahan desa/gampong yang

meninggal/hilang atau tidak diketahui keberadaannya.

B. Bidang Hukum Keluarga

Akibat bencana alam gempa/tsunami telah menimbulkan kerugian yang cukup

besar terhadap prasarana dan sarana peradilan yang akan menyelesaikan masalah

hukum keluarga, meliputi:

a. Rusaknya Gedung Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD,

b. Rusaknya Gedung Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh,

c. Rusaknya Gedung Mahkamah Syar’iyah Meulaboh,

Page 204: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

204

d. Hancurnya Gedung Mahkamah Syar’iyah Calang,

e. Hilangnya kendaraan opersaional baik roda dua maupun roda empat, dan

f. Mobiler dan sarana lainnya hancur total.

C. Bidang Sarana dan Prasarana

Kerusakan dan kerugian akibat gempa/tsunami di Aceh, mencakup:

a. Kanwil Hukum dan HAM serta unit pelaksana teknis (UPT) berupa LP, Rutan,

Cabang Rutan, Bapas, Kantor Imigrasi, dan Rumah Penyimpanan Barang

Sitaan Negara (Rupbasan). Dan Sarana lainnya.

b. 1 (satu) Mahkamah Syar’iyah Provinsi dan 7 (tujuh) Mahkamah Syar’iyah

kabupaten/kota Dan Sarana lainnya.

c. 1 (satu) Pengadilan Tinggi NAD dan 9 (sembilan) pengadilan negeri Dan

Sarana lainnya.

d. 1 (satu) Kejaksaan Tinggi dan 4 (empat) kejaksaan negeri Dan Sarana

lainnya.

e. Rumah dinas Kanwil Hukum dan HAM/jajarannya Dan Sarana lainnya.

f. Rumah dinas PT dan jajarannya serta Mobilernya.

g. Rumah dinas Mahkamah Syar’iyah Provinisi dan jajarannya serta Mobilernya.

h. Rumah dinas Kejaksaan Tinggi dan jajarannya serta Mobilernya.

D. Bidang SDM Hukum

Data mutakhir yang berhasil dihimpun, jumlah korban yang meninggal/hilang

adalah sbb:

- hakim : 4 orang,

- jaksa : 6 orang,

- tenaga fungsional : 15 orang,

- tenaga teknis/administratif :123 orang,

2. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN PADA TAHAPAN TANGGAP DARURAT

A. Bidang Hukum Pertanahan

Page 205: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

205

a. Penyuluhan tentang jaminan/perlindungan hukum terhadap hak atas tanah

masyarakat, baik melalui media cetak maupun elektronik;

b. Menerima laporan masyarakat tentang sertifikat hak atas tanah yang

hilang/rusak;

c. Menginventarisasi kerusakan-kerusakan tanah pascagempa dan tsunami;

d. Mengevakuasi dokumen-dokumen pertanahan yang masih tersisa, dan

e. Menginventarisasi subjek dan objek hak atas tanah.

B. Bidang Hukum Keluarga

Upaya yang telah dilakukan:

a. Pembentukan posko pelayanan hukum di bidang hukum keluarga,

b. Mengevakuasi dokumen yang masih tersisa, dan

c. Koordinasi dengan instansi terkait dalam penataan dokumen hukum keluarga.

C. Bidang Sarana dan Prasarana

Upaya yang telah dilakukan pada tahap tanggap darurat meliputi:

a. Pendataan korban dan kerusakan lainnya.

b. Pembentukan posko-posko pelayanan hukum.

c. Pembersihan kantor-kantor/rumah dinas.

d. Rehabilitasi yang bersifat darurat.

D. Bidang SDM

Hingga saat ini, upaya yang telah dilakukan baru bersifat pendataan serta

pelaporan ke induk instansi masing-masing.

3. TAHAPAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN

A. Bidang Hukum Pertanahan

a. Mengaktifkan kembali Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan

(Pokmasdartibnah),

Page 206: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

206

b. Melakukan identifikasi subjek dan objek hak atas tanah baik terhadap tanah

yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar, dan

c. Membuat/mengeluarkan sertifikat pengganti bukti hak baru.

B. Bidang Hukum Keluarga

a. Inventarisasi masalah hukum keluarga,

b. Menyusun perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi,

c. Menjaring aspirasi yang berkembang dalam masyarakat tentang pembangunan

kembali tatanan hukum yang berlandaskan syariat Islam sesuai dengan UU

Nomor 44/1999 dan UU 18/2001, dan

d. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat, terutama dalam hal

penetapan ahliwaris untuk keperluan pengurusan rekening pada bank dan

Taspen, pemeliharaan anak , serta penetapan status harta yang tak ada

pemiliknya.

C. Bidang Sarana dan Prasarana

Hingga saat ini, upaya yang telah dilakukan baru bersifat pendataan serta

pelaporan ke induk instansi masing-masing.

D. Bidang SDM

a. Pendataan,

b. Pelaporan,

c. Permintaan kebutuhan/penyusunan formasi,

d. Rekruitmen berbagai tenaga yang dibutuhkan.

4. DETAIL RENCANA KEGIATAN

A. Bidang Hukum Pertanahan

a. Bidang Pokja : - Pokja Hukum

- Jenis Prioritas: Bidang Hukum Pertanahan

Page 207: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

207

b. Nama program : Pembangunan Hukum

c. Nama Kegiatan : Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bidang Hukum

Pertanahan

d. Sasaran (Kualitatif)

1. Tata Ruang

a. Penggunaan ruang/tanah sesuai dengan fungsi dan kualitasnya,

b. Terciptanya akses semua elemen/kepentingan masyarakat terhadap

ruang/tanah yang memadai, termasuk untuk kepentingan umum dan

tempat ibadah, sesuai prinsip-prinsip ekologis.

c. Terjaminnya perlindungan hak-hak masyarakat pemilik tanah

sehubungan dengan adanya perubahan perencanaan dan

penggunaan ruang/tanah.

2. Jaminan kepastian hukum hak atas tanah (tanah yang telah terdaftar).

a. Melakukan inventarisasi subjek dan objek tanah,

b. Pembuatan kembali tugu titik dasar teknis yang rusak/hilang,

c. Pengembalian batas-batas tanah,

d. Pemberian sertikat pengganti, dan

e. Rehabilitasi dokumen pertanahan.

3. Perlindungan hukum hak atas tanah (tanah yang belum terdaftar).

a. Melakukan inventarisasi subjek dan objek tanah,

b. Pembuatan kembali tugu titik dasar teknis yang rusak/hilang,

c. Penetapan batas-batas tanah,

d. Pembuatan/pemberian alat bukti hak, dan

e. Rehabilitasi dokumen pertanahan.

e. Kelompok Sasaran:

1. Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan).

2. Masyarakat pemilik/pemegang hak atas tanah.

f. Lokasi Kegiatan:

Page 208: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

208

Mencakup seluruh wilayah yang terkena bencana gempa bumi dan gelombang

tsunami, meliputi:

1. Kota Banda Aceh,

2. Kota Sabang,

3. Kota Lhokseumawe,

4. Kabupaten Aceh Besar,

5. Kabupaten Pidie,

6. Kabupaten Bireuen,

7. Kabupaten Aceh Utara,

8. Kabupaten Aceh Barat,

9. Kabupaten Aceh Jaya, dan

10. Kabupaten Nagan Raya.

g. Cakupan Kegiatan:

- Meliputi pendaatan objek dan subjek tanah hingga pembuatan sertifikat.

h. Indikator Keberhasilan

1. Tersedianya ruang/tanah sesuai dengan fungsi dan kualitas ruang/tanah,

2. Tersedianya akses semua elemen/kepentingan masyarakat terhadap

ruang/tanah yang memadai,

3. Terlindunginya hak-hak masyarakat pemilik tanah akibat terjadinya

perubahan perencanaan dan penggunaan ruang/tanah,

4. Tersedianya data tentang subjek dan objek tanah yang terkena gempa

dan tsunami,

5. Tersedianya kembali tugu titik dasar teknis yang rusak/hilang,

6. Tersedianya kembali batas-batas bidang tanah,

7. Dimilikinya sertifikat pengganti oleh pemegang hak atas tanah (tanah

yang terdaftar),

8. Tersedianya kembali dokumen pertanahan, dan

9. Tersedianya alat bukti hak atas tanah yang belum terdaftar.

Page 209: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

209

i. Jadwal Waktu Pelaksanaan: Tahun 2005

j. Keterkaitan dengan program/kegiatan lain

Sasaran kegiatan Pokja Hukum bidang prioritas pertanahan ini

sangat terkait dengan sasaran bidang prioritas hukum keluarga,

prasarana dan sarana, SDM, kebutuhan masyarakat terhadap keadilan

serta sasaran semua Pokja lainnya, terutama Pokja Tata Ruang dan

Pertanahan, Lingkungan hidup dan SDA, Pokja Prasarana dan Sarana

Umum, Pokja Agama, Sosbud, SDM dll.

k. Instansi pelaksana, penanggung jawab:

1. Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN dan Kantor Pertanahan).

2. Instansi terkait.

l. Perkiraan biaya (Rp)

m. Sumber pembiayaan: APBN, APBD, atau sumber lain.

B. Bidang Hukum Keluarga

a. Bidang Pokja : Hukum

b. Nama Program: Pembangunan Hukum

c. Nama Kegiatan: Rehabilitasi dan Rekonstrusi Bidang Hukum Keluarga

d. Sasaran

1. Penetapan tentang kepastian hilang/meninggalnya seseorang,

2. Penetapan mengenai status hukum ahliwaris dan objek warisan,

3. Penetapan hak pengasuhan/perwalian anak,

4. Penetapan status perkawinan,

5. Penetapan status kelahiran, dan

6. Penetapan status harta-benda yang tidak ada lagi pemiliknya.

e. Kelompok Sasaran

- Masyarakat yang menjadi korban gempa dan gelombang tsunami.

Page 210: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

210

f. Lokasi Kegiatan

Kegiatan mencakup seluruh kabupaten/kota/kecamatan/desa dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam yang mengalami musibah bencana.

g. Cakupan Kegiatan

Meliputi pendataan, penyediaan dan penggantian dokumen yang berkaitan

dengan hukum keluarga, dan penetapan status perkawinan, perwalian, dan

kewarisan.

h. Indikator Keberhasilan

1. Terlayaninya masyarakat yang memerlukan informasi dan pelayanan di

bidang hukum keluarga,Adanya penetapan tentang status orang

hilang/meninggal,

2. Adanya penetapan mengenai status hukum ahliwaris dan objek warisan;

3. Adanya penetapan hak pengasuhan/perwalian anak, Adanya penetapan

mengenai status perkawinan,

4. Adanya penetapan status kelahiran, dan

5. Adanya penetapan status harta-benda yang tidak ada lagi pemiliknya.

i. Jadwal waktu pelaksanaan

27 Maret 2005 – sebelum tahun 2008.

j. Keterkaitan dengan program/kegiatan lain

- Program ini terkait dengan instansi seperti Kepolisian, Kanwil BPN,

Kanwil Departemen Hukum dan HAM, dan pemerintah daerah.

k. Instansi pelaksana dan penanggung jawab

- Mahkamah Syar’iah Provinsi NAD beserta jajarannya.

l. Perkiraan biaya (Belum dikalkulasi)

m. Sumber Pembiayaan: APBD, ABPN, dan sumber lain.

C. Bidang Sarana dan Prasarana

Page 211: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

211

b. Bidang Pokja Hukum

c. Nama Program Rehabilitasi Prasarana dan sarana hukum

d. Nama Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Hukum

e. Sasaran:

-. Membangun baru kantor yang hancur.

- Merehab kantor yang rusak berat.

- Merelokasi kantor yang rawan banjir/tsunami.

- Membangun Lapas khusus wanita.

- Membangun Lapas khusus untuk anak.

- Membangun/merehab rumah dinas.

- Pengadaan sarana kantor dan rumah dinas.

D. Bidang SDM

a. Bidang Pokja : Hukum

b. Nama Program : Penambahan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia

c. Nama Kegiatan : Peningkatan SDM

d. Sasaran :

1. Penambahan tenaga hakim dan jaksa,

2. Penambahan tenaga fungsional dan administratif, dan

3. Peningkatan kualitas dan kapasitas hakim, jaksa, dan aparatur hukum

lainnya.

5. MEKANISME PELAKSANAAN:

A. Bidang Hukum Pertanahan

Secara teknis diatur oleh BPN Pusat dan Kanwil BPN Provinsi NAD.

B. Bidang Hukum Keluarga

Secara teknis diatur oleh Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, antara lain, melalui

cara-cara berikut:

Page 212: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

212

1. Penyelesaian harta warisan pada hakikatnya dapat dilakukan secara

kekeluargaan oleh para ahliwaris secara damai di hadapan kepala

desa/lurah, tokoh masyarakat setempat. Namun, apabila penyelesaian

damai tidak membawa hasil, para ahliwaris atau salah satu seorang dari

ahliwaris dapat mengajukan gugatannya ke Mahkamah Syar’iyah di

kabupaten/kota, tempat objek tersebut berada.

2. Penetapan ahliwaris untuk keperluan pengurusan rekening pada bank dan

Taspen, pengesahan pemeliharaan anak yang dalam istilah hukum Barat

disebut adopsi, dapat diajukan langsung ke Mahkamah Syar’iyah. Demikian

pula perkara lain seperti pengesahan nikah, wakaf, dan lain-lain yang

menjadi kewenangan Mahkamah Syar’iyah.

3. Status harta yang pemiliknya tidak ada lagi dan tidak pula meninggalkan

ahli waris, maka sesuai dengan ketentuan syariat Islam, harta tersebut

menjadi milik Baital Mal. Untuk kepastian hukumnya diperlukan penetapan

pengadilan (Mahkamah Syar’iyah).

C. Bidang Sarana dan Prasarana

Secara teknis operasional dilakukan oleh masing-masing instansi.

D. Bidang SDM

Secara teknis operasional dilakukan oleh masing-masing instansi. Khusus untuk

rekruitmen tenaga hakim dan jaksa, dilakukan melalui crash program. Sedangkan

untuk tenaga teknis dan administratif dilakukan dengan cara reguler.

6. MEKANISME MONITORING DAN EVALUASI:

Dilaksanakan oleh suatu tim yang dibentuk dan memiliki mandat khusus untuk itu.

Monitoring dan evaluasi dilakukan mulai dari tahap perencanaan sampai semua

program selesai dilaksanankan. secara bertahap dan kontinyu selama dan setelah

program dilaksanakan.

Page 213: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

213

BAB VIII POKJA – VIII

PEMULIHAN KETERTIBAN, KEAMANAN DAN REKONSILIASI

I. PENDAHULUAN

1.1. Ketertiban Pratsunami

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan salah satu

provinsi yang banyak menuai masalah dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Selama puluhan tahun rakyat di NAD hidup dari suatu kondisi

yang penuh dengan konflik, baik konflik vertikal maupun konflik horizontal.

Konflik yang berkepanjangan itu membawa akibat yang cukup dalam bagi

ketertiban dan keamanan, dan juga bagi terciptanya suatu rekonsiliasi

antara pihak-pihak yang bertikai, dan antara pemerintah dengan masyarakat

di NAD.

Kondisi ketertiban sebelum terjadinya tsunami adapat dijelaskan dalam 2

(dua) kategori, yaitu tertib sipil dan tertib birokrasi. Kedua bentuk

ketertiban ini juga mempunyai karakteristik yang dapat dibedakan lagi dalam

bentuk tertib sipil yang berasal dari kesadaran masyarakat sendiri dan tertib

sipil yang merupakan perintah atau kehendak dari penguasa. Selanjutnya

tertib birokrasi juga mempunyai karakteristik yang yang hampir sama

dengan tertib sipil di atas; ketertiban birokrasi kadang kala baru muncul jika

ada suatu paksaan atau tekanan dari pihak penguasa.

Tertib sipil yang muncul akibat dari kesadaran masyarakat adalah suatu

proses ketertiban dimana masyarakat menjadi pilot dari pelaksanaan

ketertiban. Maksudnya masyarakat menciptakan ketertiban demi menjaga

keutuhan dan ketentraraman hidup dalam lingkungan di tempat masyarakat

itu berada. Ini dapat terjadi misalnya karena adanya kesadaran masyarakat

itu sendiri untuk menjaga lingkungan meraka dari rasa ketidak-nyamanan

atau gangguan-gangguan keamanan. Ketertiban dalam konteks ini

mencerminkan bahwa masyarakat ingin selalu menjaga agar lingkungan

Page 214: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

214

mereka jauh dari ganguan-gangguan pihak lain yang tidak bertanggung-

jawab. Kondisi tertib sipil ini biasanya didapati pada daerah-daerah yang

mempunyai sistem keamanan yang cukup baik misalnya di komplek-komplek

perumahan sebuah perusahaan.

Di lain sisi, kondisi tertib sipil yang bersifat perintah atau kehendak penguasa

biasanya terjadi di daerah-daerah yang menjalankan ketertiban itu atas

dasar suruhan atau perintah dari pihak penguasa di daerah. Ketertiban yang

demikian ini lebih dikarenakan adanya perintah dari penguasa, khususnya

aparat TNI/Polri dan aparat pemerintah yang berwenang lainnya. Jadi peran

penguasa darurat baik darurat militer/sipil cukup besar pada fase dan

kategori ini, sehingga ketertiban itu baru ada jika telah ada perintah dari

penguasa. Karena itu sebelum terjadi tsunami, kondisi ketertiban sipil di

provinsi NAD lebih disebabkan kepada ke dua hal tersebut.

Ketertiban birokrasi pada dasarnya hampir sama dengan kondisi ketertiban

sipil, dimana ketertiban birokrasi yang terjadi selama ini di NAD selain atas

dasar aparat pemerintah itu juga ada yang lebih banyak dipengaruhi oleh

adanya perintah dari penguasa darurat. Kehadiran penguasa darurat telah

mempengaruhi tatanan sistem pelayanan kepada masyarakat maupun

dalam lingkungan tata pemerintahan itu sendiri. Adanya perintah untuk

melaksanakan ketentuan-ketentuan dan aturan yang bermacam-macam

dalam pengurusan suatu dokumen dapat menyebabkan ketentraman

kehidupan masyarakat terganggu. Masyarakat merasa terpaksa dalam

melakukan suatu kegiatan yang berhubungan dengan proses birokrasi,

masyarakat dihadapkan pada masalah untuk memilih dalam proses birokrasi

ini, sehingga kadang kala masyarakat melakukan tindakan diluar dari

harapan yang selalu diinginkan yaitu proses birokrasi yang berjalan lancar.

Proses penyuapan dan sogokan untuk mempermudah urusan merupakan

salah satu indikasi dari kurang tertibnya birokrasi dalam pemerintahan dan

pelayanan. Kondisi ini sudah berlangsung cukup lama, dan sukar untuk

diberantaskan.

Page 215: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

215

1.2. Keamanan Pra-Tsunami Hampir sama dengan aspek ketertiban, aspek keamanan pra-tsunami

sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari status NAD sebagai wilayah konflik

bersenjata dan dari peran kondisi berlakunya daeran NAD sebagai salah satu

daerah dibawah penguasa darurat militer/sipil. Kondisi keamanan sebelum

terjadinya tsunami sangat dipengaruhi oleh berlakunya dua masa keadaan

darurat yaitu masa darurat militer dan darurat sipil. Pada masa darurat

militer kondisi keamanan tentunya lebih buruk dibandingkan pada saat

berlakunya darurat sipil. Pada masa darurat militer bahkan kondisi

keamanan sempat menjurus kepada pemberlakuan jam malam, sehingga

masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya sedikit terganggu bahkan

untuk aktivitas di malam hari hampir lumpuh total. Kondisi keamanan masa

berlakunya darurat militer sangat buruk, dan untuk menjaga agar keamanan

di setiap desa/gampong masyarakat diwajibkan untuk jaga malam yang

tujuan dan sasarannya adalah untuk mengantisipasi adanya gangguan dari

pihak Geraka Aceh Merdeka (GAM) atau ada GAM yang masuk

desa/gampong. Kondisi ini telah membuat masyarakat serba ketakutan baik

dalam menghadapi GAM yang masuk desa/gampong maupun patroli aparat

yang jika mengetahui ada masyarakat yang tidak jaga malam maka

masyarakat itu mendapat perlakuan yang tidak wajar. Kondisi ini terus

berlanjut bahkan sampai akhir masa darurat militer.

Kondisi keamanan pada masa darurat sipil sedikit lebih membaik, ini dapat

dilihat dari tidak ada lagi pemberlakuan jam malam, dan masyarakat sudah

bisa melakukan beberapa aktivitas di malam hari. Hanya saja menyangkut

dengan keamanan desa/gampong tetap diberlakukan jaga malam seperti di

masa berlakunya darurat militer. Pemberlakuan jaga malam di masa DS

tetap mengacu kepada ketentuan yang berlaku di masa darurat militer,

namun ada beberapa desa/gampong ritme jaga malamnya tidak lagi seperti

di masa darurat militer.

Page 216: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

216

Kehadiran masyarakat dalam melaksanakan kegiatan jaga malam tentunya

telah memberikan suasa tersendiri dalam kehidupan masayarakat di

desa/gampong. Karena konsep jaga malam sebenarnya jarang diberlakukan

di desa/gampong-gampong tempo dulu. Menyangkut keamanan, dulu

masyarakat desa/gampong sangat tergantung pada masyarakat itu sendiri;

masyarakat yang berada di desa/gampong, khususnya para pemuda, lebih

banyak menghabiskan malamnya di surau/meunasah di gampong-gampong.

Jagi keamanan di desa/gampong secara tidak langsung telah terjaga dengan

banyaknya pemuda tidur di Surau/Meunasah dan mereka selalu bersama-

sama menjaga keamanan gampong mereka dari pihak-pihak lain yang ingin

mengacaukan atau melakukan kejahatan.

Di lain sisi, kondisi yang cukup ideal yang terjadi di desa/gampong pada

masa lalu itu telah berubah dengan adanya konsep jaga malam yang

merupakan bentuk pelaksanaan keamanan yang diperintahkan bukan atas

dasar kesadaran sendiri warga masyarakatnya. Bahkan kondisi ini telah

meluas kembali dengan membentuk suatu institusi yang seperti dibentuk

atas keinginan dan dorongan pemerintah seperti adanya kekuatan rakyat

(ada yang menyebutnya dengan milisi) yang belum jelas maksud dan tujuan

pembentukannya. Di satu sisi kehadilan milisi dimaksudkan untuk menjaga

keamanan dari gangguan gerakan anti NKRI seperti GAM. Milisi sepertinya

menjadi suatu organisasi yang tidak resmi yang tujuannya untuk menjaga

kedaulatan negara NKRI dari gerakan saparatis GAM, namun kehadiran

mereka kadang kala juga menimbulkan persoalan lain di dalam masyarakat.

Masyarakat mulai tidak nyaman dan keamanannya terganggu, karena milisi

tidak hanya bertugas melawan, mencari dan menemukan GAM, tetapi juga

dapat menjadi informan bagi aparat untuk mendiskriminasikan seseorang di

desa/gampong. Bahkan dalam sejumlah kasus, milisi melakukan

penyanderaan terhadap anggota keluarga GAM. Benih-benih konflik

horizontal mulai tumbuh dan berkembang di beberapa wilayah di NAD.

Page 217: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

217

1.3. Rekonsiliasi pratsunami

Pada tataran akademik, rekonsiliasi (tidak sekedar proses resolusi atau

penyelesaian) diperlukan untuk memulihkan hubungan-hubungan sosial,

politik dan moral yang retak di dalam masyarakat. Konsekuensi dari tidak

terlaksananya rekonsiliasi adalah berlakunya suatu kondisi kerapuhan

kemasyarakatan yang kronis, berupa ketiadaan saling percaya antar anggota

masyarakat, masyarakat dengan pemerintah dan sebaliknya, yang terjadi

secara berkelanjutan sehingga melemahkan persatuan antara pemerintah

dan rakyat.

Rekonsiliasi dalam konsepnya yang ideal, belum pernah dilaksanakan di

NAD. Konflik bersenjata antara GAM dan Pemerintah RI, telah diupayakan

diselesaikan dengan cara dialog, dibawah fasilitasi Hendry Dunant Center

(HDC), sebuah lembaga yang berkedudukan di Switzerland. Sejak tahun

2000 sampai dengan 2002, telah dilangsungkan beberapa kali perundingan

antara Pemerintah RI dan GAM, yang diantaranya menghasilkan dua bentuk

perjanjian penting, yaitu (a) Joint Understanding for Humanitarian Pause

dan; (b) Cessation of Hostilities. Namun, sebagaimana kemudian dapat

dilihat, perjanjian-perjanjian tersebut tidak menghasilkan dampak positif

yang signifikan bagi penyelesaian konflik antara GAM dan Pemerintah RI.

Di pihak lain, ada masalah besar lainnya dalam hubungan antara pemerintah

(pusat) dengan rakyat di NAD. Masalah ini menyangkut dua hal;

pelanggaran HAM pada masa Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM),

dan imbas terkait dengan itu, yaitu ketidakadilan dalam bidang sosial dan

ekonomi. Kasus-kasus DOM ternyata tidak diselesaikan, namun dalam

bidang sosial ekonomi telah terlihat sejumlah perbaikan, khususnya setelah

adanya UU No. 18/2001 tentang Provinsi Dista Aceh sebagai NAD.

1.4. Kondisi Ketertiban, Keamanan dan Rekonsiliasi Pasca Tsunami

Pada dasarnya, kondisi ketertiban, keamanan dan rekonsiliasi pasca

tsunami, masih sulit untuk diukur dalam rentang waktu yang hanya dua

bulan, sampai dengan saat diajukan konsep-konsep untuk mendukung cetak

Page 218: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

218

biru NAD setelah gempa dan tsunami. Namun, memang terlihat suasana

yang sangat tidak tertib karena faktor bencana, baik dalam hubungannya

dengan kehidupan masyarakat sehari-hari maupun dalam hubungannya

dengan pelayanan birokrasi.

Kehancuran prasarana dan sarana yang sedemikian besar, dan kehilangan

staf atau pegawai dan personil yang demikian banyak, telah secara

signifikan mempengaruhi segala aspek kehidupan bernegara dan

bermasyarakat, khususnya masyarakat yang menjadi korban karena tsunami.

Di wilayah yang terkena dampak tsunami, berbagai bentuk hukum tidak

diindahkan, dan pelayanan hukum pun tidak berjalan. Fungsi hukum sebagai

alat kontrol masyarakat (social control), alat rekayasa sosial (social

engineering), dan sebagai alat penyelesaian sengketa (dispute settlement),

tidak terlihat implementasinya dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Masyarakat korban hidup tanpa identitas, yang sangat rawan bagi ketertiban,

sekaligus membahayakan keamanan pribadi korban itu sendiri. Pelayanan

birokrasi juga sangat tidak tertib, karena berbagai dokumen hilang dan rusak

karena tsunami.

Dari segi aspek keamanan, gangguan keamanan (khususnya dalam

kaitannya dengan kontak senjata antara GAM dan TNI/Polri) ternyata juga

tetap terjadi di berbagai tempat. Tsunami terlihat tidak memberi pengaruh

kepada aktivitas GAM, bahkan GAM seperti memanfaatkan kehadiran

berbagai lembaga asing untuk memperlihatkan bahwa GAM masih eksis di

NAD. Sejumlah anggota GAM dan beberapa anggota TNI/Polri tewas dalam

kontak senjata karena tsunami. Ini merupakan pertanda bahwa kondisi

bencana ternyata tidak memberi pengaruh kepada intensitas kontak senjata.

Satu halyang menarik adalah bahwa kedua pihak yang bertikai, GAM dan

Pemerintah RI secara tiba-tiba meneruskan kembali perundingan yang telah

pernah dilaksanakan oleh kedua pihak sebelumnya pada tahun 2000-2002.

Page 219: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

219

Kedua pihak melakukan pertemuan sebanyak dua kali di Helsinki, dan kali ini

difasilitasi oleh Crisis Management Initiative. Namun, sampai dengan akhir

pertengahan Maret 2005, belum ada hal yang signifikan yang dihasilkan dari

perundingan tersebut.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN, RONA

Belum diperoleh data yang komprehensif terhadap kerusakan dan

kerugian dalam sector ketertiban, keamanan dan rekonsiliasi pasca tsunami.

Namun, secara umum terdapat dua kategori kerusakan atau kehancuran:

infrastruktur dan korban jiwa. Ketertiban memerlukan dukungan administrasi

dan juga dukungan dari personil dan masyarakat, namun system

administrasi dan kehandalan personil hancur karena tsunami. Demikian juga

halnya dalam bidang keamanan, kehancuran yang demikian besar dalam

sector fisik dan jiwa manusia telah mengakibatkan terganggunya upaya

penegakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Terjadi disorientasi

terhadap tugas dan fungsi aparat yang berkaitan dengan ketertiban dan

keamanan merupakan dampak lain dari tsunami. Untuk satu bulan lebih,

suasana tidak tertib sangat terasa di dalam berbagai kegiatan pemerintahan

dan public.

Di tengah-tengah masyarakat sendiri, terjadinya perubahan-perubahan

dalam kaitannya dengan kondisi kehidupan social ekonomi masyarakat dan

birokrasi. Setelah tsunami, terjadi banyak kasus penjarahan harta benda

korban tsunami dan yang bukan korban tsunami, pengkaplingan tanah

secara tidak bertanggung jawab, pelecehan seksual di beberapa tempat

pengungsian, dan berbagai tindak criminal lainnya, yang diantaranya

disebabkan oleh kesulitan ekonomi. Sebagaimana disebutkan di atas, kondisi

keamanan juga tidak berubah, antara lain ditunjukkan dengan adanya

kontak senjata yang telah menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak

dan juga kepada masyarakat. Gangguan keamanan juga terjadi terhadap

sejumlah pekerja kemanusiaan di beberapa tempat di NAD.

Page 220: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

220

III. PENILAIAN KEBUTUHAN, PROGRAM DAN STRATEGI

• Dari proses penjaringan pendapat dengan berbagai kelompok masyarakat

secara formal dan informal, maka setelah tsunami mutlak dibutuhkan

upaya-upaya untuk mengembalikan atau memulihkan ketertiban,

keamanan, dan juga upaya-upaya untuk menyelesaikan konflik bersenjata

antara GAM dan TNI/Polri.

• Kebutuhan dalam berbagai aspek ini menyangkut dua hal; kebutuhan atas

strategi yang memungkinkan kondisi menjadi kembali aman dan tertib,

dan kebutuhan terhadap prasarana dan sarana yang akan memberi

dukungan kepada terimplementasinya strategi tersebut, khususnya

menyangkut kebutuhan dana.

• Dalam masa pascatsunami, penanganan potensi perselisihan dan

pertikaian di kalangan masyarakat perlu mendapatkan perhatian dari

pemerintah dan masyarakat. Perhatian khusus perlu diberikan kepada

masalah kepemilikan tanah, ketimpangan akses ke sumberdaya, dan

kecemburuan antar kelompok-kelompok masyarakat.

• Institusi POLRI, sebagai aparat penegak hukum dan pemelihara ketertiban

umum perlu ditingkatkan kapasitasnya, terutama dalam menangani dan

menyelesaikan masalah-masalah masyarakat. Paralel dengan peningkatan

kapasitas POLRI, adalah peningkatan kapasitas kejaksaan dan pengadilan,

yang merupakan institusi terpenting dalam criminal justice system.

• Pemerintahan yang baik dan bersih adalah sumber kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah dan aparat-aparatnya. Karena itu,

penegakan hukum hendaknya perlu dilakukan terhadap pelanggaran

termasuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat TNI dan POLRI.

Kepercayaan masyarakat akan menguat apabila profesionalisme TNI dan

POLRI benar-benar menjadi sebuah kenyataan.

Page 221: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

221

3.1. Prinsip-prinsip dasar Program

• Menurut aspirasi yang berkembang, prinsip terpenting yang harus

diperhatikan adalah prinsip partisipatif, akuntabel, koordinatif dan

transparan, dengan memperhatikan nilai-nilai sosial budaya lokal dan

Islam.

• Konsep aman dan tertib merupakan dua konsep tak terpisahkan, karena

itu dalam kaitannya dengan upaya menciptakan ketertiban dan keamanan,

maka upaya itu harus dilakukan secara paralel, tidak terpisah satu sama

lain. Suasana tertib hanya akan muncul apabila ada rasa aman.

3.2. Program

Didasarkan pada masukan-masukan yang diperoleh dari masyarakat

dan diskusi-diskusi yang dengan sejumlah pihak, akademisi, aktivis LSM,

mahasiswa dan sebagainya, maka perlu dilakukan program-program dan

strategi yang dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu:

(a) Pemulihan Ketertiban dan Pemulihan Keamanan;

(b) Pelaksanaan Rekonsiliasi.

3.3. Strategi

Sebagaimana sudah diterangkan di atas, konsep ketertiban dan

keamanan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Sehubungan

dengan itu, maka perlu diterapkan strategi di dalam mana pemerintah,

khususnya aparat penegak hukum, dapat bersama-sama dengan masyarakat

membangun suasana aman dan tertib di dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan ini, langkah-langkah berikut ini dapat merupakan

strategi ke arah tercapainya suasana tertib dan aman:

• Pertemuan dengan kelompok-kelompok masyarakat pada tingkat kampong,

dengan menggunakan strategi Focus Group Discussion (FGD), untuk

mengetahui apa konsep “tertib” dan “aman” menurut pemahaman

masyarakat.

Page 222: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

222

• Pertemuan dengan kelompok-kelompok masyarakat untuk

mengidentifikasi strategi atau teknik menciptakan rasa aman dan tertib

dengan partisipasi penuh masyarakat, dan sekaligus mengidentifikasi

sumberdaya apa saja yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut.

• Membangun kesadaran masyarakat tentang perlunya partisipasi

masyarakat untuk menciptakan rasa aman dan tertib melalui program

Radio, TV, dan surat kabar.

• Membentuk jaringan masyarakat sipil yang bertemu secara berkala untuk

melakukan rukar pendapat mengenai isu-isu ketertiban dan keamanan dan

mencari solusi terhadap masalah yang ada

• Melaksanakan program “policying community.”

Dalam kaitannya dengan rekonsiliasi, maka perlu ada kejelasan di dalam

blue print tentang siapa yang akan terlibat dalam rekonsiliasi, atau

rekonsiliasi antara siapa dengan siapa. Dari penjaringan pendapat, maka

rekonsiliasi harus terjadi dalam poros sebagai berikut:

• GAM-Pemerintah Indonesia (TNI/POLRI)

• GAM-Masyarakat NAD

• Pemerintah Indonesia-Masyarakat NAD

Dalam kaitannya dengan rekonsiliasi antara GAM-Pemerintah Indonesia

(TNI/POLRI) perlu dilakukan dengan dialog terlebih dahulu, dengan mediasi

dari lembaga yang dipercayakan oleh kedua belah pihak. Beberapa catatan

penting perlu diperhatikan dalam rekonsiliasi, khususnya dialog:

• Membangun mekanisme implementasi yang dapat menjamin terwujudnya

proses perdamaian yang berkelanjutan dengan melibatkan pihak ke tiga

yang bersifat netral serta memiliki kewenangan penuh untuk menjaga

perdamaian.

• Civil Society perlu diakui sebagai pihak yang berpihak pada perdamaian

dan kemanusiaan, dan oleh karena itu perlu diperkuat dan diberi ruang

Page 223: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

223

partisipasi yang luas.

• Proses rekonsiliasi di NAD harus berangkat dari kesatuan NAD sebagai

satu unit administrasi.

• Proses rekonsiliasi di NAD perlu dilakukan di berbagai tingkat dan

menyangkut berbagai proses penanganan masalah-masalah mendasar. Ini

mencakup antara lain rekonsiliasi pemerintah RI-GAM, rekonsiliasi

pemerintah-masyarakat, dan implementasi peradilan HAM. Penerapan

otonomi khusus dengan menyeluruh dan berkesinambungan dapat

menjadi kerangka bagi proses rekonsiliasi tersebut.

• Proses rekonsiliasi di NAD yang menyeluruh memerlukan upaya

menghilangkan kesenjangan pembangunan antar-wilayah dan antar-sektor

yang selama ini terjadi di NAD. Upaya menghilangkan kesenjangan ini

perlu dilakukan supaya Aceh yang utuh, bersatu, dan setara dapat

terwujud.

Pengalaman Rekonsiliasi Afrika Selatan

Salah satu negara yang telah menerapkan rekonsiliasi (dengan membentuk

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi—KKR) adalah Afrika Selatan, sekalipun

terdapat berbagai kekurangan di dalam implementasinya, khususnya dalam

hubungannya dengan ganti kerugian kepada para korban pelanggaran HAM.

Pada level praktis, KKR di Afsel itu adalah “Confess your crime, apply for

amnesty and you will go free. If you don’t come forward, you will be

prosecuted.” (Pelaku pelanggaran HAM harus mengakui perbuatannya di

hadapan KKR, dan minta pengampunan, yang jika diberikan maka mereka

akan bebas. Jika mereka tidak datang ke KKR, maka mereka akan dihukum).

KKR dianggap istimewa dalam hal ukuran dan cakupannya. KKR

dimaksudkan untuk memberi arti kepada suara korban secara individu,

Page 224: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

224

pelurusan sejarah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa besar pelanggaran

HAM, pendidikan dan pengetahuan publik, memeriksa pelanggaran HAM

sistematis menuju reformasi kelembagaan, memberikan assesment tentang

akibat pelanggaran HAM terhadap korban, dan pertanggungjawaban pelaku

kejahatan. KKR juga erat kaitannya dengan konsep transitional justice

(keadilan transisional). Tidak sebagaimana ketentuan amandemen kedua

UUD 1945 yang tidak menganut asas retroaktif (berlaku surut), maka dalam

konsep keadilan transisi ini asas retroaktif tersebut dimungkinkan untuk

dilaksanakan guna menghindarkan terus terjadinya impunitas. Rejim

otokratik, baik secara institusional maupun individual, harus bisa diminta

pertanggungjawabannya secara terbuka atas pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukannya terhadap HAM pada waktu yang lalu.

Sekalipun disadari bahwa upaya-upaya yang dilakukan atas dasar

transitional justice pada asasnya lebih cenderung ke arah penyelesaian-

penyelesaian yang bersifat pragmatik untuk kepentingan jangka panjang,

demi integrasi bangsa, namun ada dua hal yang cukup jelas:

keberpihakannya pada korban menjadi dasar penyelesaian utama, dan

akuntabilitas para pelanggar tetap dituntut.

Khusus mengenai kompensasi kepada korban DOM di Aceh, pemerintah

pusat dan pemerintah daerah sebenarnya telah menjanjikan bantuan

misalnya membangun kembali rumah-rumah yang terbakar dan juga

memberikan kesempatan kepada anak yatim korban DOM untuk sekolah dan

atau mendapat pekerjaan. Namun harus diakui, bahwa realisasi bantuan

tersebut sangat tidak memuaskan, baik karena kendala birokrasi maupun

karena sesungguhnya program-program yang demikian itu lebih

berlandaskan pada belas kasihan, bukan dalam kerangka mencapai keadilan.

Para pelaku tetap tidak tersentuh, di samping juga adanya dugaan

Page 225: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

225

penyelewengan dalam penyaluran bantuan dan dalam proses rekruitmen

korban DOM menjadi pegawai negeri.

Jika KKR dijadikan pilihan dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM

di Aceh, maka siapapun yang telah melakukan pelanggaran HAM baik

semasa DOM maupun pascaDOM diminta untuk mengaku perbuatannya,

kemudian minta amnesti atau pengampunan, dan selanjutnya dibicarakan

kompensasi dan reparasi kepada para korban. Jika KKR telah disetujui, dan

masih didapati orang-orang yang melanggar HAM yang tidak melaporkan diri

dan atau tidak membuat pengakuan, maka orang tersebut kemudian ditahan

dan selanjutnya diproses menurut ketentuan hukum yang berlaku

Prasyarat rekonsiliasi

• Penyelesaian masalah keamanan dan pembangunan ketertiban

memerlukan efektifitas peran pemerintah, baikpusat maupun daerah,

dengan tidak mengesampingkan pentingnya keterbukaan ruang publik

bagi partisipasi masyarakat dalam menjalankan agenda-agenda

kemanusiaan dan sosial.

• Civil Society perlu diakui sebagai pihak yang berpihak pada perdamaian

dan kemanusiaan, dan oleh karena itu perlu diperkuat dan diberi ruang

partisipasi yang luas.

• Peran TNI hendaknya difokuskan pada upaya menjalankan fungsi-fungsi

pertahanan, sementara itu, peran POLRI difokuskan pada upaya

menjalankan fungsi-fungsi keamanan.

• Lembaga-lembaga masyarakat berpartisipasi dalam proses pemeliharaan

keamanan dan ketertiban serta dalam upaya-upaya rekonsiliasi.

Strategi untuk program rekonsiliasi

Page 226: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

226

Dalam kaitannya dengan strategi, maka perlu ada kesadaran bahwa

berbagai kelompok kerja yang lain memiliki pengaruh kepada lancar atau

tidaknya proses rekonsiliasi. Namun secara umum, rekonsiliasi dilakukan

dengan strategi sebagai berikut:

• Memfasilitasi perundingan antara GAM-Pemerintah RI, dan membahas lebih

lanjut penerapan otonomi khusus

• Menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, memberi pelatihan-pelatihan

kepada aparat kepolisian dan TNI mengenai HAM

• Melakukan pelatihan tentang prinsip-prinsip HAM dan toleransi sosial

kepada pemuda

Page 227: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

227

BAB IX POKJA – IX

AKUNTANBILITAS DAN GOVERNANCE

I. LATAR BELAKANG

Bencana alam gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2005

pada pukul 07.58 WIB terjadi di wilayah pesisir Nanggroe Aceh Darussalam

& Sumatera Utara telah

menghancurkan Banda Aceh, Meulaboh, wilayah pantai Aceh Besar, Aceh

Jaya, Nagan Raya, Simeuleue, Aceh Utara, dan Aceh Timur dan 8 kab/kota

lainnya di NAD dan Kab Nias di Sumut. Wilayah yang rusak mencapai 10.000

km2 di 22 kab/kota. Gempa dan Tsunami tersebut merupakan yang terbesar

keempat setelah yang terjadi pada tahun 1900 dan yang terbesar setelah

Gempa di Prince William Sound, Alaska (1964)

Jika ditinjau dari data inventarisasi kerusakan dan kerugian akibat

musibah ini tercatat 1,3 juta rumah dan bangunan, 8 pelabuhan, 4 depot

BBM, 85% sarana air bersih, 92% sarana sanitasi, 120 km jalan,18 jembatan,

dan 20% jaringan distribusi listrik.

Dari data yang dikemukakan di atas dapat diperkirakan bahwa total

kerugian dan kerusakan adalah ± 4,5 Milyar Dollar (Rp 40 Trilyun). Angka ini

menggambarkan 2,2% dari GNP dan 97% dari GDP Provinsi NAD.

Ditinjau dari sektor yang terkena dampak musibah ini, berdasarkan data

yang diperoleh dari Bank Dunia dapat diperinci sebagai adalah Lingkungan

(11%), Sosial (termasuk perumahan) (34%), Infrastruktur (37%), dan

lainnya (2%).

Page 228: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

228

Tabel 1. Ringkasan Kerugian dan Kerusakan (Dalam Milyar US)

Kerusakan Kerugia

n

Total

Sektor Social Perumahan Pendidikan Kesehatan Agama dan

Budaya

1,684 1,398 119 82 83

57 39 9 9 0

1,7411,43712892 83

Infrastruktur Transportasi Komunikasi Energi Air dan Sanitasi Flood control

636 391 19 68 27 132

241 14

5 3 0 3 89

87753622 68 30 221

Sektor Produksi PErtanian PErikanan Indusatri dan

perdagangan

352 84 102 167

830 14

1 40

9 28

0

1.182225511447

Lintas sektoral Lingkungan Governance dan

administrasi. Perbankan dan

keuanngan

252 155 84 14

400 39

4 5 0

65254989 14

Pengeluaran darurat

0 0 0

TOTAL 2,924 1,528

4,452

Ditinjau dari besarnya komitment dan besarnya realisasi sampai

dengan tanggal 18 Februari dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 229: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

229

Tabel 2. Total Komitmen dan Realisasi Bantuan Asing

No. Negara

Jumlah Bantuan

Total Komitmen

(juta)

Realiasi Bantuan (juta)

1. Jepang USD 500.00 USD 22.81 2. Amerika Serikat USD 350.00 3. Australia AUS$ 385.00 AUS$ 23.00 4. Kanada CDN$ 80.00 5. Selandia Baru US$ 7.20 6. Swedia US$ 75.00 7. Korea Selatan US$ 50.00 US$ 15.00 8. Uni Emirat Arab US$ 20.00 9. Cina RMB 107.17 10. Spanyol EUR

0.00

11. Malaysia US$ 3.40 Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa masih banyak komitmen

negara donor yang belum terealisir. Oleh sebab itu upaya mewujudkan

komitmen harus mulai dilakukan.

II. PERMASALAHAN

Alokasi APBN dan APBD yang tidak banyak berubah akan berdampak

pada minimnya dana untuk recovery dan reconstruction pembangunan Aceh.

Sumber terbesar APBD Aceh berasal dari transfer Pemerintah Pusat, berupa

dana migas dan DAU, juga tidak mampu meng-backup keperluan ini. Oleh

sebab itu pemaksimalan bantuan asing (foreign finance) perlu mendapat

perhatian serius, karena tingginya komitmen yang diberikan oleh negara

asing melalui forum CGI. Perwujudan komitmen-komitmen yang telah

dinyatakan oleh negara-negara donor perlu ditindaklanjuti dengan

pemenuhan syarat-syarat bantuan dari negara donor.

Page 230: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

230

Informasi yang diekspose dari hasil pertemuan Paris Club (CGI Forum)

menggambarkan estimasi komitmen dari donor berjumlah antara US$ 4

milyar sampai US$ 5 milyar. Pengalaman dari beberapa negara yang

mengalami bencana alam dalam mencairkan komitmen berada pada tingkat

5% - 16% dari plafon, hal ini disebabkan antara lain oleh kendala

perencanaan, prosedural dan ketidakmampuan memenuhi persyaratan yang

ditentukan oleh negara donor.

Dari total komitmen donor tersebut, proporsi untuk penanggulangan

bencana stunami untuk Aceh berada pada angka %0% sampai 60% (US$ 2

milyar sampai US$ 3 milyar) dan kemampuan memenuhi prasyarat untuk

merealiasikan komitmen tersebut berada pada kemampuan, misalnya, 20%

saja, maka dana yang dapat digunakan untuk rekonstruksi Aceh hanya

US$ 0,4 milyar samapi US$ 0,6 milyar (Rp 3,6 Trilyun sampai Rp 5,4 Trilyun)

dari taksiran kebutuhan dana awal untuk rekonstruksi Aceh sebesar Rp 40

Trilyun.

Selain kendala ketidakmampuan negara penerima komitmen memenuhi

prasyarat negara donor, kemungkinan gagalnya realisasi antara lain:

1. Perubahan politik negara dan komitmen, jadi kita harus cepat

merebutnya

2. Berakhirnya periode anggaran negara donor

3. Terjadinya bencana berskala internasional di negara lain

4. Terganggunya mekanisme akuntabilitas sehingga menurunkan

kepercayaan dari negara donor.

Oleh sebab itu usaha-usaha yang mengarah pada terealisasinya

komitmen negara donor harus segera dilakukan, antara lain dengan

membentuk special envoy (duta khusus) guna “me-remind” negara-negara

donor akan janji mereka. Special envoy juga bertugas mensosialilasikan

program-program kerja yang telah disusun oleh masing-masing kelompok

kerja. Output yang didapat dari kelompok kerja akan memberikan hasil

berupa:

o Keandalan data penyusunan program

Page 231: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

231

o Keandalan daya penetapan angka yang dibutuhkan untuk

pendanaan

o Matching antara perencanaan dan freferensi negara donor.

III. PRINSIP-PRINSIP POKOK YANG DIPERLUKAN BAGI UPAYA

REKONSILIASI

Untuk menjalankan recovery dan reconstruction pembangunan Aceh

diperlukan prinsip-prinsip pokok, yaitu:

• Prinsip Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fatanah

Prinsip ini harus dijunjung tinggi oleh setiap individu, organisasi,

pemerintah, dan semua pihak yang terlibat dalam pembangunan

Aceh kembali yang bermartabat dan ber-Syariat Islam. Prinsip ini

adalah prinsip dasar yang menjadi “roh” dalam upaya rekonsiliasi.

• Prinsip Tranparansi dan Partisipasi

Prinsip ini dimaksudkan agar data/informasi recovery dan

reconstruction pembangunan aceh ini dapat dapat diakses oleh

stakeholders, termasuk perumusan kebijakan dan pelaksanaan kerja

organisasi. Sedangkan prinsip partisipasi dimaksudkan agar

stakeholders baik secara langsung maupun melalui institusi yang

mewakili kepentingannya dapat berpartisipasi aktif dan konstruktif

dalam pengambilan keputusan.

Penerapan prinsip transparansi dan partisipasi :

- Sumber dana

- Organisasi, manajemen dan personil

- Pelaksanaan

- Pengadaan barang dan jasa

- Penyaluran danabantuan kemanusiaan

- Pelaporan hasil

• Prinsip Akuntabilitas

Page 232: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

232

Prinsip ini adalah kjewajiban untuk mempertanggungjawabkan

pelaksanaan program termasuk keberhasilan dan kegagalan program

yang dijalankan.

• Prinsip Penegakan Hukum

Program ini harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Operasional terhadap prinsip-prinsip di atas dapat dilakukan dengan

ketentuan:

- Kejelasan tentang entitas penyelenggara proses rekonstruksi (Badan

Otorita Khusus vs Badan Pelaksana Pembangunan)

- Tersedianya cukup dana untuk di-manage.

- Adanya mekanisme penetapan prioritas

- Pengaturan (mekanisme) dana keluar:

- Procurement

- Disbursement

- Tersedianya system pengendalian yang efektif, melalui:

- Planning – participatory

- Accounting

- Monitoring – structural and social control

- Auditing – due diligence

IV. ARAH-ARAH KEBIJAKAN

Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Tingginya komitmen yang

diberikan oleh negara asing bagi negara-negara yang terkena dampak

tsunami mengharuskan kita untuk lebih serius menggarapnya. Hal ini

disebabkan bahwa selain Indonesia terdapat negara lain yang terkena

dampak tsunami yaitu antara lain, Thailand, Srilangka, Maladewa,

Banglades. Oleh karena itu negara-negara yang terkena dampak tsunami

tersebut merupakan saingan negara kita untuk mengekploitasi komitmet

yang telah dijanjikan dalam sidang CGI tersebut. Memang diakui bahwa

Page 233: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

233

negara yang paling besar terkena dampak tsunami adalah Indonesia, karena

itu lada logicnya bantuan itu lebih banyak mengalir ke negara kita, tetapi

kita musti kuatir bantuan asing tidak akan masuk kenegara kita karena

lemahnya kepercayaan negara luar terhadap Indonesia. Untuk itu diperlukan

upaya penyusunan suatu mekanisme pendanaan yang akuntable, sehingga

akan dapat memperbaiki citra negara Indonesia sebagai salah satu yang

kurang bersih.

Mekanisme pendanaan yang disusun diharapkan akana memaksimumkan

pencairan dana dari sejumlah komitmen yang telah disampaikan. Mekanisme

ini juga akan merangsang bantuan baru dari negara donor. Mekanisme

pendanaan tersebut melibatkan unsure dari negara donor, pemerintah dan

masyarakat local (local community).

V. MEKANISME DAN KELEMBAGAAN

Ada dua sudut pandang untuk mendesain mekanisme dan

kelembagaan dalam membangun kembali Aceh. Sudut pandang tersebut

adalah sumber dana (source of fund) dan alokasi dana (allocation of fund).

Sumber dana dapat dibagi dalam sumber dana dalam negeri dan sumber

dana luar negeri. Sumber dana dalam negeri menggunakan mekanisme dan

kelembagaan APBN dan APBD sebagaimana yanng tertuang dalam

perundang-undangan, namun untuk penggunaan APBN/APBD lebih

difokuskan untuk mempercepat proses recovery Sedangkan sumber dana

yang berasal dari luar negeri yang berbentuk kas harus dibentuk dalam

trust fund.

Trust fund yang mungkin dibentuk terbagi dalam Multi Donors

Trust Fund (MDTF) dan Aceh Trust Fund (ATF). MDTF adalah

mekanisme yang telah dikembangkan World Bank yang merupakan

konsensus beberapa negara untuk membentuk trust fund yang dilengkapi

dengan steering committe, yang terdiri dari wakil negara donor, Pemerintah

RI, dan masyarakat lokal. Mekanisme ini akan menjadikan MDTF sebagai

Page 234: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

234

one stop center untuk mengakses dana multidonor. Namun perlu

diperhatikan bahwa MDTF memiliki keterbatasan, antara lain:

• Adanya batasan masa operasi

• Adanya individu (people) yang ingin langsung memberikan bantuan

tanpa melalui mekanisme MDTF.

• Should we put all eggs in one basket

• Perlu dikaji tentang bottleneck

• Perlu dikaji tentang kelemahan single authority

Untuk mengatasi keterbatasan MDTF di atas perlu dipikirkan

alternatif lain dalam trust fund, maka akan dibentuk Aceh Trust Fund

(ATF) yang juga dilengkapi dengan steering committe yang terdiri dari

masyarakat lokal. ATF dibentuk dengan alasan untuk menampung dana dari

individu (people) yang ingin menyalurkan dananya bagi pembangunan Aceh.

Individu (people) ini dapat berupa individu lokal, nasional, maupun

internasional.

Namun prasyarat utama dari dibentuknya trust fund adalah

dibentuknya executing egency sebagai badan independen yang mengelola

trust fund ini bekerja sama dengan steering committe. Badan ini mutlak

harus ada untuk memangkas hambatan-hambatan birokrasi guna percepatan

rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Badan ini harus dibentuk dengan

ketentuan:

o Badan ini harus setingkat Menteri yang langsung

bertangngungjawab kepada Presiden

o Dapat mengkoordinasikan Menteri lain agar bisa melakukan

tugasnya dengan efektif.

o Mempunyai masa tugas tertentu

o Mampu memberdayakan seluruh sumber daya yang ada, termasuk

Pemerintah Lokal, guna percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi

Aceh.

Page 235: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

235

Mekanisme dan kelembagaan pendanaan yang ditawarkan oleh

Kelompok Kerja IX tentang Akuntabiltas dan Governance adalah seperti yang

tergambar dalam flowcart berikut:

VI. AKUNTABILITAS PENDANAAN

Akuntabilitas pendanaan sangat berkaitan erat dengan empat pertimbangan

sebagai berikut:

1. Tumbuhnya kepercayaan dari negara-negara yang telah memberikan comitmennya dan atau lembaga yang akan memberikan comitmennya sehingga bantuan bantuan luar negeri dapat dimaksimalkan (maximization of foreign finance)

2. Terbentuknya dukungan pembiayaan sepenuhnya terhadap proyek-proyek yang telah disepakati dalam program rekonstruksi aceh (full financing of the project).

Page 236: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

236

3. Munculnya dorongan berbagai pihak yang terlibat dalam rekonstruksi aceh untuk menyusun proposal pendanaan yang benar, sehingga berperan sebagai alat komunikasi yang efektif dengan negara donor. Penyusunan perencanaan, monitoring pelaksanaan, dan evaluai kinerja perlu diefektifkan dengan cara: a. Due process prosedure b. Proses perencanaan diarahkan untuk menjadikan masyarakat Aceh

sebagai “champion” , jangan menjadikan masyarakat yang terkena musibah menjadi objek.

c. Menumbuhkan minat kontraktor untuk memulai pekerjaan proyek setelah mendapat approval (Proses building tuntas)

4. Memungkinkan masuknya unsur masyarakat (share holder) dalam pendanaan, dan pengakuan kepemilikan masyarakat dalam proyek-proyek yang dapat menciptakan penghasilan dan mempunyai dampak jangka panjang.

5. Memberikan ruang akses untuk publik untuk mengakse informasi mengenai recovery aceh pasca tsunami melalui media masa (surat kabar, televisi, web, dan memasang display untuk informasi ditempat proyek yang dilaksanakan.

Guna meningkatkan akuntabilitas dari entitas yang dibentuk melului trust fund, maka diperlukan adanya Lembaga Pengawas yang bersifat Public Oversight Boby. Keanggotaan dari Lembaga Pengawas terdiiri dari:

- Wakil negara donor - Pemerintah - Tokoh Masyarakat - Akademisi - LSM

Standar Prosedur Operasional badan pengawas adalah : - Mengembangkan operating prosedure pengawasan - Mengembangkan audit program untuk kinerja dan keuangan - Menyusun laporan pengawasan untuk berbagai pihak yang terlibat.

Pembentukan Badan Pengawas ini harus dilakukan melalui fit and profer test. Hambatan-hambatan akuntabilitas pendanaan dapat dihindari dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Membentuk executing agency (entitas) dengan stuktur organisasi yang

solid, kredibel, capable, dan acceptable. 2. Menciptakan suatu standar biaya yang baku. 3. Merumuskan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (manual) guna

memudahkan dalam pengevaluasian dan pertanggungjawaban. 4. Menghindari kebocoran akibat uji coba pekerjaan. 5. menetapkan standar gaji. 6. Memberi peluang sebesar-besarkan bagi prefernsi negara donor.

Page 237: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

237

BAB X POKJA – X

SISTEM DAN MEKANISME PENDANAAN I. PENDAHULUAN

Bencana alam gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2005

pada pukul 07.58 WIB terjadi di wilayah pesisir Nanggroe Aceh Darussalam

& Sumatera Utara telah

menghancurkan Banda Aceh, Meulaboh, wilayah pantai Aceh Besar,

Aceh Jaya, Nagan Raya, Simeuleue, Aceh Utara, dan Aceh Timur dan 8

kab/kota lainnya di NAD dan Kab Nias di Sumut. Wilayah yang rusak

mencapai 10.000 km2 di 22 kab/kota. Gempa dan Tsunami tersebut

merupakan yang terbesar keempat setelah yang terjadi pada tahun 1900

dan yang terbesar setelah Gempa di Prince William Sound, Alaska (1964).

Karena begitu dahsyatnya dampak tsunami ini sehingga merupakan

tantangan terbesar bagi Bangsa Indonesia agar dapat membantu warganya

yang kena musibah, baik bantuan moril maupun material. Hal ini tentu

terkait pula dengan keperluan dana yang amat besar dalam upaya

membantu warga Aceh yang terkena musibah ini.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

Jika ditinjau dari data inventarisasi kerusakan dan kerugian akibat

musibah ini tercatat 1,3 juta rumah dan bangunan, 8 pelabuhan, 4 depot

BBM, 85% sarana air bersih, 92% sarana sanitasi, 120 km jalan,18 jembatan,

dan 20% jaringan distribusi listrik.

Dari data yang dikemukakan di atas dapat diperkirakan bahwa total

kerugian dan kerusakan adalah ± 4,5 Milyar Dollar (Rp 40 Trilyun). Angka ini

menggambarkan 2,2% dari GNP dan 97% dari GDP Provinsi NAD.

Page 238: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

238

Tabel 1. Ringkasan Kerugian dan Kerusakan (Dalam Milyar US)

Kerusakan Kerugian Total Sektor Sosial Perumahan Pendidikan Kesehatan Agama dan Budaya

1,684 1,398 119 82 83

57 39 9 9 0

1,741 1,437 128 92 83

Infrastruktur Transportasi Komunikasi Energi Air dan Sanitasi Pengendalian banjir

636 391 19 68 27 132

241 145 3 0 3 89

877 536 22 68 30 221

Sektor Produksi PErtanian PErikanan Indusatri dan perdagangan

352 84 102 167

830 141 409 280

1.182 225 511 447

Lintas sektoral Lingkungan Governance danadministrasi. Perbankan dan keuanngan

252 155 84 14

400 394 5 0

652 549 89 14

Pengeluaran darurat 0 0 0 TOTAL 2,924 1,528 4,452

III. PENILAIAN KEBUTUHAN

Ditinjau dari sektor yang terkena dampak musibah ini, berdasarkan

data yang diperoleh dari Bank Dunia dapat diperinci sebagai adalah

Lingkungan (11%), Sosial (termasuk perumahan) (34%), Infrastruktur

(37%), dan lainnya (2%). Dengan demikian, kebutuhan dana kedepan tentu

disesuaikan dengan sector yang terkena dampak.

Page 239: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

239

IV. KOMITMEN DAN REALISASI BANTUAN ASING

Ditinjau dari besarnya komitmen dan besarnya realisasi komitmen

bantuan asing sampai dengan tanggal 18 Februari 2005 dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Total Komitmen dan Realisasi Bantuan Asing

No. Negara

Jumlah Bantuan Total

Komitmen (juta)

Total Realisasi

(juta) Sisa Komitment

(juta) 1 Jepang USD 500 22.81 477.19 2 Amerika

Serikat USD 350

350 3 Australia AUS$ 385 23 362 4 Kanada CDN$ 80 80 5 Selandia Baru US$ 7.2 7.2 6 Swedia US$ 75 75 7 Korea Selatan US$ 50 15 35 8 Uni Emirat

Arab US$ 20

20 9 Cina US$ 107.17 107.17 10 Spanyol EUR 50 50 11 Malaysia US$ 3.4 3.4

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa realisasi komitmen negara

donor masih sangat rendah. Oleh sebab itu diperlukan upaya yang lebih

serius dalam merealisasikan komitmen ini.

V. STRATEGI MEMAKSIMUMKAN REABILISASI KOMITMEN

Alokasi APBN dan APBD yang tidak banyak berubah akan berdampak pada

minimnya dana untuk recovery dan reconstruction pembangunan Aceh.

Page 240: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

240

Sumber terbesar APBD Aceh berasal dari transfer Pemerintah Pusat, berupa

dana migas dan DAU, juga tidak mampu meng-backup keperluan ini. Oleh

sebab itu pemaksimalan bantuan asing (foreign finance) perlu mendapat

perhatian serius, apalagi dengan tingginya komitmen yang diberikan oleh

negara asing melalui forum CGI. Perwujudan komitmen-komitmen yang

telah dinyatakan oleh negara-negara donor perlu ditindaklanjuti dengan

pemenuhan syarat-syarat bantuan dari negara donor.

Disamping itu pengalaman terdahulu di negara lain bahwa komitmen untuk

mencairkan dana hanya digunakan sebesar 20%. Ini berarti US$ 2 M – 3 M

menjadi US$ 0,4 M – 0,6 M atau Rp. 24 Triliun menjadi menjadi Rp. 4,8

Trilliun dari kebutuhan Rp. 40 Trilliun.

Pengeksploitasian komitmen mestilah dilakukan secara serius dan bersifat

segera, jika tidak, maka dikuatirkan akan amat rendah realiasi komitmen

tersebut. Karena, bagaimana pun galalnya komitmen bisa disebabkan oleh

antara lain:1) Perubahan politik negara dan komitmen, jadi kita harus cepat

merebutnya; 2) Berakhirnya periode anggaran negara donor; 3) Terjadinya

bencana berskala internasional di negara lain; dan 4) Terganggunya

mekanisme akuntabilitas sehingga menurunkan kepercayaan dari negara

donor.

Itu sebabnya, usaha-usaha yang mengarah pada terealisasinya komitmen

negara donor harus segera dilakukan, antara lain dengan membentuk

special envoy (duta khusus) guna “me-remind” negara-negara donor akan

janji mereka. Special envoy juga bertugas mensosialilasikan program-

program kerja yang telah disusun oleh masing-masing kelompok kerja.

Output yang didapat dari kelompok kerja akan memberikan hasil berupa:

• Keandalan data penyusunan program

• Keandalan daya penetapan angka yang dibutuhkan untuk

pendanaan

Page 241: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

241

• Matching antara perencanaan dan freferensi negara donor.

Tingginya komitmen yang diberikan oleh negara asing bagi negara-

negara yang terkena dampak tsunami mengharuskan kita untuk lebih serius

menggarapnya. Hal ini disebabkan bahwa selain Indonesia terdapat negara

lain yang terkena dampak tsunami yaitu antara lain, Thailand, Srilangka,

Maladewa, Banglades. Oleh karena itu negara-negara yang terkena dampak

tsunami tersebut merupakan saingan negara kita untuk mengekploitasi

komitmet yang telah dijanjikan dalam sidang CGI tersebut. Memang diakui

bahwa negara yang paling besar terkena dampak tsunami adalah Indonesia,

karena itu lada logicnya bantuan itu lebih banyak mengalir ke negara kita,

tetapi kita musti kuatir bantuan asing tidak akan masuk kenegara kita

karena lemahnya kepercayaan negara luar terhadap Indonesia. Untuk itu

diperlukan upaya penyusunan suatu mekanisme pendanaan yang akuntable,

sehingga akan dapat memperbaiki citra negara Indonesia sebagai salah satu

yang kurang bersih.

Mekanisme pendanaan yang disusun diharapkan akana memaksimumkan

pencairan dana dari sejumlah komitmen yang telah disampaikan. Mekanisme

ini juga akan merangsang bantuan baru dari negara donor. Mekanisme

pendanaan tersebut melibatkan unsure dari negara donor, pemerintah dan

masyarakat local (local community).

VI. MEKANISME DAN KELEMBAGAAN

Ada dua sudut pandang untuk mendesain mekanisme dan

kelembagaan dalam membangun kembali Aceh. Sudut pandang tersebut

adalah sumber dana (source of fund) dan alokasi dana (allocation of fund).

Sumber dana dapat dibagi dalam sumber dana dalam negeri dan sumber

dana luar negeri. Sumber dana dalam negeri menggunakan mekanisme dan

kelembagaan APBN dan APBD sebagaimana yanng tertuang dalam

perundang-undangan, namun untuk penggunaan APBN/APBD lebih

difokuskan untuk mempercepat proses recovery Sedangkan sumber dana

Page 242: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

242

yang berasal dari luar negeri yang berbentuk kas harus dibentuk dalam

trust fund.

Trust fund yang mungkin dibentuk terbagi dalam Multi Donors

Trust Fund (MDTF) dan Aceh Trust Fund (ATF). MDTF adalah

mekanisme yang telah dikembangkan World Bank yang merupakan

konsensus beberapa negara untuk membentuk trust fund yang dilengkapi

dengan steering committe, yang terdiri dari wakil negara donor, Pemerintah

RI, dan masyarakat lokal. Mekanisme ini akan menjadikan MDTF sebagai

one stop center untuk mengakses dana multidonor. Namun perlu

diperhatikan bahwa MDTF memiliki keterbatasan, antara lain:

• Adanya individu (people) yang ingin langsung memberikan bantuan

tanpa melalui mekanisme MDTF.

• Should we put all eggs in one basket

• Perlu dikaji tentang bottleneck

• Perlu dikaji tentang kelemahan single authority

Untuk mengatasi keterbatasan MDTF di atas perlu dipikirkan alternatif

lain dalam trust fund, maka akan dibentuk Aceh Trust Fund (ATF) yang

juga dilengkapi dengan steering committe yang terdiri dari masyarakat lokal.

ATF dibentuk dengan alasan untuk menampung dana dari individu (people)

yang ingin menyalurkan dananya bagi pembangunan Aceh. Individu (people)

ini dapat berupa individu lokal, nasional, maupun internasional.

Namun prasyarat utama dari dibentuknya trust fund adalah dengan melibat

para negara donatur, wakil pemerintah pusat, dan wakil kumuniti lokal.

Kemudian diperlukan badan yang mengkoordinasikan bantuan, baik bersifat

hibah baik uang maupun bersifat in-kind, loan, dan dana APBN/APBD yang

ditujukan untuk rekontruksikan pembangunan di daerah yang terkena

dampak tsunami. Badan ini mutlak harus ada untuk memangkas hambatan-

hambatan birokrasi guna percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh.

Badan yang dibentuk ini, apapun namanya, apakah Badan Otoritas Khusus

ataupun Badan Pelaksana Pembangunan ini harus dibentuk dengan

ketentuan:

Page 243: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

243

• Badan ini harus setingkat Menteri yang langsung

bertangngungjawab kepada Presiden

• Dapat mengkoordinasikan Menteri lain agar bisa melakukan

tugasnya dengan efektif.

• Mempunyai masa tugas tertentu

• Mampu memberdayakan seluruh sumber daya yang ada, termasuk

Pemerintah Lokal, guna percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi

Aceh.

Mekanisme dan kelembagaan pendanaan yang ditawarkan oleh Kelompok

Kerja Sistem dan Mekanisme Pendanaan adalah seperti yang tergambar

dalam flowcart berikut:

Lembaga Pengawas: (Public Oversight Body) .Wakil negara donor .Pemerintah .Tokoh Masyarakat .Akademisi .LSM

Page 244: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

244

BAB XI POKJA – XI

SYARIAT ISLAM

I. LATAR BELAKANG

Peristiwa Gempa dan Gelombang Tsunami pada tanggal 26 Desember

2005,telah menyebabkan kerusakan yang dahsyat bagi rakyat Aceh.

Meninggal dan hilangnya jiwa melebihi 200.000,- jiwa, ditambah dengan

kehancuran pada harta benda; hilang tempat tinggal, tempat berusaha dan

sebagainya. Disamping itu, Sarana pendidikan, Masjid, sekolah, madrasah,

pesantren, balai pengajian (Meunasah). Dan juga kantor-kantor yang melayani

kehidupan keagamaan seperti KUA, Asrama haji, Kantor Dep. Agama

Kab./Kota dan Provinsi. Kondisi di atas telah menyebabkan banyak kegiatan

keagamaan menjadi porak poranda. Pelayanan terhadap masyarakat menjadi

tidak berjalan. Dan ketenangan masyarakat dalam beribadah menjadi

terganggu.

Berkaitan dengan kondisi diatas dan Aceh secara umum maka diperlukan

pembangunan kembali aceh dengan berbagai tahapan seperti Tanggap Darurat,

Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Untuk kondisi ini maka pembangunan kembali

Aceh harus didasrkan kepada Perauturan Perundang-undangan yang berlaku

sebagai yang telah berjalan yaitu UU No. 18 tahun 2001 ( Pasal 25 UU No. 18

tahun 2001) dan juga sebelumnya telah ada UU No. 44 tahun 1999 (Pasal 4

UU. No. 44/1999)

Dengan demikian Pembangunan kembali Nanggroe Aceh Darussalam harus

sesuai dengan semangat kedua UU tersebut diatas. Dan karena itu,

pembanguann diarahkan untuk mencakup hal-hal seperti berikut ini:

- Menjadikan Masjid sebagai pusat kota dan menjadikan meunasah Pusat

Kegiatan Masyarakat (Lingkungan Gampong) yang keberadaannya

mudah diakses oleh masyarakat.

- Integrasi kurikulum pendidikan pada tingkat dasar (SD dan SLTP) serta

penyediaan jam pelajaran yang memadai pada tingkat selanjutnya,

Page 245: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

245

penyediaan tenaga guru, pembinaan lingkungan yang Islami pada

sekolah, Madrasah dan Dayah seperti internalisasi nilai-nilai Islami

melalui pakaian, ketekunan, disiplin, sportifitas, keterbukaan, shalat

berjamaah dan doa.

- Penyempurnaan kurikulum yang memadai untuk belajar Syariat Islam

pada semua Fakultas Hukum di Nanggroe Aceh Darussalam dan Hukum

Nasional (hukum Acara) pada Fakultas Syariah di Nanggroe Aceh

Darussalam.

- Memberikan fasilitas untuk berkembangnya pendidikan Ekonomi dan

Keuangan Syariah pada Fakultas Ekonomi di Nanggroe Aceh Darussalam.

- Mendukung berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah sehingga

menjadi pendukung utama dalam internalisasi nilai-nilai Syariah dalam

sistem ekonomi dan keuangan.

- Mendukung pemantapan program pelatihan bagi tenaga pelaksana

Syariat Islam pada lembaga resmi seperti hakim Mahkamah Syariah,

Jaksa, Polisi, Perasuransian, Pegadaian, Baitral Mal, dan sebagainya.

Penulisan qanun-qanun tentang Syariat Islam, termasuk kodifikasi

hukum materiil dan formilnya.

- Pembimbingan pelaksanaan Syariat Islam

- Penguatan lembaga pemerintahan Gampong dan Mukim melalui

penyempurnaan peraturan, pelatihan, penyediaan panduan dan

pedoman tugas seperti peran dalam proses perdamaian adat.

- Revitalisasi Kesenian Tradisional dengan penulisan ulang shalawat dalam

bahasa Aceh, peneguhan

- Menyediakan ruang khusus bagi perempuan ditempat-tempat umum

dengan memudahkan bagi mereka untuk beristirahat, menyusui, ganti

pakaian dan sebaginya.

Page 246: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

246

1.1 Tujuan dan Sasaran

Tujuan

Membangun kembali kehidupan masyarakat berdasarkan nilai-nilai

ke Islaman dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,

dalam semua aspek kehidupan dan pembangunan.

Sasaran

Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Tantangan

Kondisi umum di Nanggroe Aceh Darussalam adalah rusaknya

tatanan kehidupan masyarakat akibat gempa dan tsunami. Bencana

tersebut memberikan dampak psikologis yang cukup berat karena

masyarakat kehilangan sanak saudara, harta benda dan tempat

tinggal serta kesempatan untuk bekerja, dan ketenangan dalam

beribadah.

II. INVENTARISASI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

Kerusakan yang terjadi pada aspek keagamaan adalah berupa

hancurnya Masjid/Meunasah/Mushalla 1.059 unit, Gedung berupa Kantor

Kanwil Agama Nanggroe Aceh Darussalam, Kantor Dep. Agama Kab/Kota 4

buah, KUA 58 unit, Gedung MPU Provinsi dan MPU Kab./Kota 3 unit, Balai

Observasi Hisab dan Rukyat 1 Unit, Gedung Asrama Haji Banda Aceh.

Ditambah dengan Kantor Dinas Syariat Islam Provinsi, 2 Kantor Dinas Syariat

Kabupaten/Kota

Dan juga hilangnya ribuan tokoh agama seperti ulama, guru

ngaji/guru agama, Imam Meunasah, Pendakwah dan Khatib Masjid. Bencana

ini telah menimbulkan hilangnya ketenangan dan ketenteraman batin, hilang

dan rusaknya simbol-simbol keagamaan, hilangnya kesempatan beribadah

secara normal dan belajar agama secara baik.

Page 247: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

247

III. RONA Masyarakat Aceh yang masih hidup dan menjadi korban tsunami

mengungsi ke berbagai titik pengungsian dan rumah sanak saudara mereka.

Kondisi kehidupan dipengungsian sangat memprihatinkan karena kurangnya

fasilitas sebagai tempat penampungan.

Di samping itu, kondisi kejiwaan mereka yang labil karena

kehilangan tempat tinggal, sanak keluarga, harta benda dan kesempatan

bekerja. Juga, terganggunya ketenangan beribadah secara normal.

IV. PENILAIAN KEBUTUHAN Untuk memenuhi keperluan masyarakat di Nanggroe Aceh

Darussalam, maka hal penting yang perlu disediakan adalah:

1-Perbaikan Sarana ibadah seperti Masjid dan Meunasah

2-Memfungsikan kembali Tokoh Fungsinal Kampung seperti Imam

dan Tgk. Meunasah

3-Pelayanan keagamaan: nikah, ibadah sdan

V. PERTIMBANGAN KELAYAKAN Disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan penduduk VI. STRATEGI DAN USULAM PROGRAM Strategi:

- Melibatkan masyarakat termasuk anak-anak dan perempuan

- Meningkatkan kualitas tokoh dan pimpinan masyarakat

- Pembinaan yang berkesinambungan

Usulan Program: Program yang akan dilaksanakan dalam pembangunan kembali Aceh meliputi empat aspek:

Page 248: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

248

1. Rehabilitasi berupa pembangunan kembali sarana ibadah seperti Masjid

dan Meunasah serta gedung-gedung perkantoran

2. Pelayananan seperti:

- Penggantian dokumen yang hilang berupa buku nikah dan akta wakaf

- Peningkatan pelayanan peribadatan:

- Peningkatan kualitas petugas Masjid dan Meunasah melalui

pemberian insentif dan pelatihan

- Penyediaan guru-grur agama dan peningkatan biaya operasional

pengajian gampong

- Sosialisasi dan Pengawasan pelaksanaan syariat Islam

3. Pelatihan para :

-Khatib Masjid

-Ta’mir/Imam Masjid

-Petugas Baital Mal/Wakaf/Zakat

-KUA

-Penataran Penguatan dan Perluasan wawasan keagamaan bagi

tokoh/pimpinan ormas Islam

4. Penguatan Lembaga Keagamaan/Ormas Islam berupa insentif untuk

biaya operasional

VII. ESTIMASI PENDANAAN Pembiayaan akan dilakukan terhadap berbagai kegiatan dan jumlah dana yang diperlukan:

Kegiatan Satuan Jumlah Waktu Ktr. Perbaikan Masjid dan Meunasah

1.059 x Rp. 200.000.000,-

Rp. 211.800.000.000.

3 thn

Kanwil Agama 1 Rp. 2.000.000.000

Kandepag 4 Rp. 4.000.000.000

KUA 58 x 300.000.000

Rp. 17.400.000.000

Page 249: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

249

Observasi hisab rakyat 1 Rp.

1.000.000.000

Asrama Haji 1 Rp.10.000.000.000.

Gedung MPU: - Gedung MPU

Nanggroe Aceh Darussalam - Gedung MPU Kab/kota

1 3

Rp. 5.000.000.000 Rp. 2.000.000.000

Dinas Syari’at islam:

- NAD - Kab/Kota

1 2

Rp. 2.000.000.000 Rp. 2.000.000.000

Pelayanan: a. Penggantian Dokumen akta nikah dan wakaf

25.000 x 2 x Rp.50.000 Rp. 250.000.000

1 thn

1000 Lbr Akta wakaf

1000x50x20.000 Rp. 100.000.000 1 thn

b. Peningkatan Kualitas petugas : - Masjid 3000 buah - Meunasah 6000 buah

3000 x 2 orang x Rp. 1.000.000,-

Rp. 6.000.000.000

3 thn

6000 x 1 orang x Rp. 1.000.000,-

Rp. 6.000.000.000

c. Iinsentif guru agama untuk 6000 desa

6000 x 1 orang x Rp. 1.000.000,-

Rp. 6.000.000.000

1 thn

d. Sosialisasi dan pengawasan pelaksanan syariat Islam

22 kab/kota x Rp.100.000.000

Rp. 2.200.000.000

3 thn

Pelatihan: a. Khatib 3000 Masjid

2 orang x3000x Rp. 1.000.000,-

Rp. 6.000.000.000

3 thn

Page 250: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

250

b.Imam Masjid 3000

2 orang x 3000 x Rp. 1.000.000,-

Rp. 6.000.000.000

3 thn

c.Imam Meunasah

6000 meunasah x 1 orang x Rp.1.000.000,-

Rp. 6.000.000.000

3 thn

d. Petugas Baital Mal/Zakat/Wakaf

22 Kab/Kota x 10 orang x Rp. 1.500.000,-

Rp. 330.000.000

3 thn

e. Penataran perluasan wawasan keagamaan bagi tokoh/pimpinan ormas Islam

22 Kab/kota x 12 orang x Rp. 1.000.000,-

Rp. 264.000.000

3 thn

Penguatan Lembaga Keagamaan/Ormas Islam

a. Biaya operasional

22 Kab/Kota x 7 0rmas x Rp. 5.000.000,-/tahun

Rp. 770.000.000

2 thn

Page 251: 20050312 BRR ah UsulanProgramBluePrintAceh

Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala

251