resume harian_igd (1-2)

31
RESUME HARIAN Keperawatan Gawat Darurat (Revisi) Nama/NIM : Rizka Rahmaharyanti Bangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Hari/Tanggal : Senin/28 Oktober 2013 Inisial Pasien : Ny. W Usia : 53 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosa Medis : CHF Primary Survey : A : Tidak ada sumbatan jalan nafas (sekret, benda asing, dll), airway clear. B : Nafas spontan Pasien merasa sesak RR 32 x/menit, nafas pendek pergerakan dada simetris perkusi sonor . C : Nadi 80 x/menit TD 110/70 mmHg Edema ekstremitas bawah Pitting edem (>3detik) Konjungtiva anemis Akral hangat, namun lembab CPR < 2 detik Bunyi jatung S III D : GCS = E4 M5 V6 (15) Kesadaran compos mentis Pasien terlihat lemah dan kelelahan Sulit untuk bangun Duduk dan berdiri harus dengan bantuan Diagnosa Keperawatan : Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi Rencana Keperawatan : NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam, keseimbangan cairan Ny.W terpenuhi, dengan skala : Intervensi Fluid management - Pasang kateter urin - Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,

Upload: rizka-rahmaharyanti

Post on 25-Oct-2015

301 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

RESUME HARIANKeperawatan Gawat Darurat

(Revisi)

Nama/NIM : Rizka RahmaharyantiBangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaHari/Tanggal : Senin/28 Oktober 2013

Inisial Pasien : Ny. WUsia : 53 TahunJenis Kelamin : PerempuanDiagnosa Medis : CHFPrimary Survey :

A : Tidak ada sumbatan jalan nafas (sekret, benda asing, dll), airway clear.

B : Nafas spontanPasien merasa sesakRR 32 x/menit, nafas pendek

pergerakan dada simetrisperkusi sonor

. C : Nadi 80 x/menitTD 110/70 mmHgEdema ekstremitas bawah Pitting edem (>3detik)

Konjungtiva anemisAkral hangat, namun lembabCPR < 2 detikBunyi jatung S III

D : GCS = E4 M5 V6 (15)Kesadaran compos mentisPasien terlihat lemah dan kelelahan

Sulit untuk bangunDuduk dan berdiri harus dengan bantuan

Diagnosa Keperawatan: Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi

Rencana Keperawatan : NOCSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam, keseimbangan cairan Ny.W terpenuhi, dengan skala :1 = Keluhan ekstrim2 = Keluhan berat3 = Keluhan sedang4 = Keluhan ringan5 = Tidak ada keluhan yang dibuktikan dengan indikator :

No Indikator Awal Tujuan

1. Terbebas dari edema 2 42. Tidak ada

dyspneu/ortopneu3 4

3. Vital sign dalam batas normal

3 4

IntervensiFluid management- Pasang kateter urin- Monitor hasil lab yang sesuai

dengan retensi cairan (BUN, hematoktrit, osmolalitas urin)

- Monitor vital sign (TD, nadi dan RR)

- Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)

- Kaji lokasi dan luas edema- Kolaborasikan pemberian diuretik - Batasi masukan cairan

Fluid Monitoring- Tentukan kemungkinan faktor

resiko dari ketidakseimbangan

4. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan

3 4cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )

- Monitor perubahan irama jantung- Catat secara akurat intake dan

output

Implementasi :

- Memasang kateter urin- Mengambil sample darah untuk mengetahui hasil lab yang sesuai dengan retensi

cairan (BUN, hematoktrit, osmolalitas urin)- Memonitor vital sign (TD, nadi dan RR)- Memonitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena

leher, asites)- Mengkaji lokasi dan luas edema- Mengkolaborasikan pemberian diuretik - Membatasi masukan cairan- Menentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (Hipertermia,

terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )- Memonitor perubahan irama jantung (EKG)- Mencatat secara akurat intake dan output

Evaluasi :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam :

S : Pasien mengatakan bengkak pada kedua tangan dan kakiPasien mengatakan kesulitan untuk bergerak karena lemas.

O : Pasien terlihat lebih tenang, namun masih tampak kelelahan TD: 110/70 mmHgRR : 30x/menitNadi : 80x/menitUrin sedikit, berwarna kuning kecoklatanKemungkinan faktor resiko:diahnosa medis pasien CHF (gagal jantung)Lokasi edema pada ekstremitas atas dan bawah sepankang ruang tangan dan kaki

A : Masalah teratasi sebagian

No IndikatorSaat ini

Awal

Tujuan

1. Terbebas dari edema 2 2 42. Tidak ada dyspneu/ortopneu 4 3 43. Vital sign dalam batas normal 4 3 44. Terbebas dari kelelahan,

kecemasan atau kebingungan3 3 4

P : Lanjutkan intervensi- Memonitor prubahan irama jantung (EKG)- Mengkolaborasikan pemberian diuretik

ANALISA SINTESATINDAKAN KEPERAWATAN

Nama/NIM : Rizka RahmaharyantiBangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaHari/Tanggal : Senin/28 Oktober 2013

Kasus : Tindakan Suction

Teori Suction

1. Pengertian

Suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir yang dilakukan dengan

memasukkan selang kateter suction melalui hidung atau mulut. Bertujuan untuk

membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, mencegah terjadinya infeksi

paru (RS Harapan kita, 2002).

2. Kontraindikasi

Klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring

terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema

laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000).

3. Indikasi

Indikasi penghisapan sekret endotrakeal diperlukan untuk (Protap RSUP Dr.

Kariadi, 2004) :

a. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)

1) Pasien tidak mampu batuk efektif

2) Dicurigai ada aspirasi

b. Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :

1) Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas

tambahan

2) Dicurigai ada sekresi mukus di dalam saluran napas

3) Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan

c. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium

d. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi

e. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal

4. Standar alat

a. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.

b. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa.

c. Pinset steril atau sarung tangan steril

d. Cuff inflator atau spuit 10 cc

e. Arteri klem

f. Alas dada atau handuk

g. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset

h. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter

i. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah dipakai

j. Ambubag / air viva dan selang O2

k. Pelicin / jelly

l. Nacl 0,9 %

m. Spuit 5 cc

5. Standar pasien

a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakuakan.

b. Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan

6. Prosedur

Prinsip dilakukannya tindakan suction ialah steril. Adapun prosedur umum

tindakan suction adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

b. Sebelum dilakukan penghisapan sekresi

1) Memutar tombol oksigen menjadi 100 %

2) Menggunakan air viva dengan memompa 4–5 kali dengan kosentrasi oksigen

15 liter

3) Membuka kemasan kateter suction pastikan masih dalam keadaan steril

c. Memakai sarung tangan steril

d. Menghidupkan mesin penghisap sekresi

e. Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan–lahan

dimasukakan ke dalam mulut melalui saluran atau alat pembuka jalan nafas yang

terpasang (ETT, OPA, dll)

f. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke

mulut

g. Menarik kateter penghisap kira–kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk

mencegah trauma pada carina

h. Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisap kemudian suction kateter

ditarik dengan gerakan memutar

i. Mengobservasi hemodinamik pasien

j. Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara baging

k. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali

l. Masukkan Nacl 0,9 % sebanyak 3-5 cc untuk mengencerkan sekresi

m. Melakukan baging

n. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan

desinfektan dalam tempat yang sudah disediakan

o. Mengobservasi dan mencatat

a) Tensi, nadi, dan pernafasan

b) Hipoksia

c) Tanda perdarahan, warna, bau, konsentrasi

d) Disritmia.

7. Komplikasi yang dapat terjadi akibat penghisapan sekret endotrakeal sebagai berikut

(Setianto, 2007):

a. Hipoksia / Hipoksemia

b. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal

c. Cardiac arest

d. Arithmia

e. Atelektasis

f. Bronkokonstriksi / bronkospasme

g. Infeksi (pasien / petugas)

h. Pendarahan dari paru

i. Peningkatan tekanan intra kranial

j. Hipotensi

k. Hipertensi

Analisa Tindakan

Airway pasien Ny. W dengan diagnose medis hemiparesis dextra mengalami masalah,

yaitu terdengarnya suara gurgling, yang menandakan adanya penumpukan cairan atau sekret

pada jalan nafas pasien. Hal tersebut sesuai dengan indikasi dilakukannya suction, yaitu ada

sekresi mukus di dalam saluran napas dengan tujuan membersihkan jalan napas (branchial

toilet), untuk itu segera dilakukan suction untuk mengeluarkan cairan atau sekret tersebut.

Pada teori, disebutkan bahwa prinsip melakukan tindakan suction ialah steril, namun

pada pelaksanaan tindakan suction kasus di atas, perawat melakukannya dengan prinsip

bersih. Sarung tangan yang digunakan sudah terpapar pasien dan kateter steril sudah

dikeluarkan dan tersentuh oleh perawat yang lain sehingga alat sudah tidak steril saat

dimasukkan ke mulut pasien melalui OPA (oropharingeal airway) yang sudah terpasang

sebelumnya. Pelaksanaan prosedur setelahnya dan persiapan alat sudah dilakukan dengan

baik, serta penanganan yang cepat dan tepat sesuai dengan konsep gawat darurat di ruangan.

RESUME HARIANKeperawatan Gawat Darurat

(Revisi)

Nama/NIM : Rizka RahmaharyantiBangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaHari/Tanggal : Selasa/29 Oktober 2013

Inisial Pasien : Tn. KUsia : 27 TahunJenis Kelamin : Laki - lakiDiagnosa Medis : CKRPrimary Survey :

A : Terdapat lesi dan luka robek pada bagian mulut dan bibir bagian dalam pasien. Terdapat perdarahan di bagian luka robek, namun tidak masif, sehingga bunyi pernafasan pasien masih normal.

B : Nafas spontanRR 18 x/menitpergerakan dada simetrisperkusi sonor

Tidak terdapat jejasSuara nafas vesikulerTidak terdapat krepitasi, flailchest ataupun fraktur iga

.C : Nadi 84 x/menit

TD 110/70 mmHgCPR < 2 detikKonjungtiva anemis

Perdarahan pada luka robek di mulut, gigi patah, luka pada bahu, tangan dan kaki

D : GCS = E4 M5 V6 (15)Kesadaran compos mentis

Pasien terlihat kesakitan dan kesulitan bergerakReaksi pupil isokor

Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik

Rencana Keperawatan : NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam, integritas kulit Tn.K utuh, dengan skala :1 = Keluhan ekstrim2 = Keluhan berat3 = Keluhan sedang4 = Keluhan ringan5 = Tidak ada keluhan yang dibuktikan dengan indikator :

No Indikator Awal Tujuan

1. Tidak ada luka/lesi pada kulit

2 4

NIC : - Tutup luka robek dengan hecting- Lakukan perawatan luka- Kaji / catat ukuran, warna, keadaan

luka dan perhatikan daerah luka- Observasi tanda – tanda infeksi

2. Perfusi jaringan baik 3 43. Integritas kulit yang

baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

3 4

4. Bebas tanda infeksi 3 4

Implementasi :

- Menjahit luka robek (vulnus laceratum) / Hecting- Melakukan perawatan luka- Mengkaji / mencatat ukuran, warna, keadaan luka dan perhatikan daerah luka- Mengobservasi tanda – tanda infeksi

Evaluasi :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam :

S : Pasien mengatakan kebal pada daerah mulut dan bibir setelah dijahit.Pasien mengatakan sakit pada daerah luka di bibir, bahu, tangan dan kaki.

O : - Pasien terlihat lebih tenang, luka robek telah ditutup dengan 8 jahitan pada bibir dan gusi, perdarahan berkurang

- Luka lecet di bahu, tangan dan kaki mulai kering (darah tidak keluar)- Terdapat kemerahan dan bengkak pada luka di bibir, bahu, tangan dan kaki pasien

A : Masalah teratasi sebagian

No IndikatorSaat ini

Awal Tujuan

1. Tidak ada luka/lesi pada kulit

3 2 4

2. Perfusi jaringan baik 4 3 43. Integritas kulit yang

baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

4 3 4

4. Bebas tanda infeksi 4 3 4P : Lanjutkan intervensi

- Observasi tanda – tanda infeksi

ANALISA SINTESATINDAKAN KEPERAWATAN

Nama/NIM : Rizka RahmaharyantiBangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaHari/Tanggal : Selasa/29 Oktober 2013

Kasus : Tindakan Pemasangan Infus

Teori Pemasangan Infus1. Definisi

            Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan

cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui

intravena.

2. Indikasi

a. Kehilangan cairan yang banyak

b. Dehidrasi

c. Syok

3. Tujuan Utama Terapi Intravena:

a. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.

b. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi

c. Transfusi darah dan produk darah

d. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi

4. Prosedur

a. Persiapan

1) Persiapan Klien

a) Cek perencanaan Keperawatan klien

b) Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

2) Persiapan Alat

a) Standar infus

b) Cairan infus dan infus

set sesuai kebutuhan

c) Bidai / alas infus

d) Bengkok

e) abocath (ukuran disesuaikan)

f) Perlak dan torniquet

g) Plester dan gunting

h) Sarung tangan bersih

i) Kapas alkohol dalam tempatnya

b. Pelaksanaan

1) Perawat cuci tangan

2) Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran

3) Mengisis selang infus

4) Membuka plastik infus set dengan benar

5) Tetap melindungi ujung selang seteril

6) Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus

mengarah keatas

7) Menggantung cairan infus di standar cairan infus

8) Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan (tapi jangan sampai

terendam)

9) Mengisi selang infus dengan cairan yang benar

10) Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan

11) Cek adanya udara dalam selang

12) Pakai sarung tangan bersih bila perlu

13) Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus

14) Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan dilakukan

pemasangan infus

15) Memilih vena yang tepat dan benar

16) Memasang torniquet

17) Desinfeksi vena dengan teknik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik

sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus

18) Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan, jika tidak, lakukan

penusukan pada vena yang telah dipilih

19) Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila

ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan

perlahan-lahan

20) Torniquet dicabut

21) Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan

cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit

22) Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh

area penusukan untuk fiksasi

23) Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa

seteril kering

24)  Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter /

abocath agar tidak tercabut

25) Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien

26) Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien, perawat cuci tangan

c. Evaluasi

Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian

tindakan

d. Dokumentasi

Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan,

reaksi/respon klien terhadap pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan,

nomor abocath, vena yang dipasang, dan perawat yang melakukan ) pada catatan

keperawatan.

Analisa Tindakan

Ny. W dengan diagnosa medis dyspneu dilakukan tindakan pemasangan infus RL

dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit serta sebagai jalan

pemberian obat - obatan. Desinfeksi daerah penusukan pada teori dengan teknik sirkular (dari

dalam ke luar) atau sekali usap dari atas ke bawah atau sebaliknya. Pada proses pemasangan

infus, desinfeksi sangatlah penting untuk mengurangi resiko infeksi, namun di ruangan

perawat melakukan desinfeksi dengan diusapkan berkali – kali dari atau kebawah ke atas dan

ke bawah lagi. Hal tersebut tentu tidak menghasilkan daerah penusukan yang steril dari

mikkroorganisme, bahkam menyebabkan penumpukkan kembali mikrroorganisme di daerah

yang semula sudah steril.

Penusukan abocath pada teori hanya bisa dilakukan satu kali pada satu pasien, apabila

penusukan pertama tidak berhasil dan harus pindah lokasi ke pembuluh vena di atasnya,maka

abocath harus diganti dengan yang baru, sehingga bisa melanjutkan prosedur pemasangan

infus. Prinsip steril menjadi dasar penggunaan abocath satu kali untuk satu lokasipada satu

pasien. Abocath yang sudah digunakan untuk penusukan pada satu lokasi pembuluh vena dan

kembali digunakan pada lokasi penusukan lain sudah kehilangan prinsip sterilnya,karena

ujung jarum sudah terkontaminasi kulit pasien di lokasi sebelumnya sehingga akan

memperbesar resiko infeksi pada pasien tersebut.

RESUME HARIANKeperawatan Gawat Darurat

(Revisi)

Nama/NIM : Rizka RahmaharyantiBangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaHari/Tanggal : Rabu/30 Oktober 2013

Inisial Pasien : Ny. KUsia : 70 TahunJenis Kelamin : PerempuanDiagnosa Medis : DyspneuPrimary Survey :

A : Terdapat penumpukan sputum di jalan nafas, pasien batuk, mual dan muntah mengeluarkan lendir bening kecoklatan.

B : Nafas spontanPasien merasa sesakRR 36 x/menitPergerakan dada simetris

Irama nafas tidak beraturan (kadang cepat, kadang lambat)Perkusi sonorPasien mengatakan nyeri di ulu hati Bunyi nafas tambahan (krekels)

. C: Nadi 98 x/menit

TD 200/130 mmHgCPR < 2 detik

Konjungtiva anemisAkral hangat

D : GCS = E4 M5 V6 (15)Kesadaran compos mentis

Pasien terlihat lemahSulit untuk bangun

Diagnosa Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret

Rencana Keperawatan : NOCSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 5 jam, keseimbangan cairan Ny.W terpenuhi, dengan skala :1 = Keluhan ekstrim2 = Keluhan berat3 = Keluhan sedang4 = Keluhan ringan5 = Tidak ada keluhan yang dibuktikan dengan indikator :

No Indikator Awal Tujuan

Intervensi- Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya

bunyi nafas, missal mengi, krekels, ronki

- Kaji/pantau frekuensi pernafasan. - Catat rasio inspirasi dan ekspirasi- Catat adanya derajat dispnea misalnya

gelisah, ansietas, dan distress pernafasan.

- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur

- Dorong/bantu latihan nafas abdomen

1. RR dalam batas normal

2 4

2. Irama nafas dalam batas normal

4 5

3. Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas

3 4

4. Bebas dari suara nafas tambahan

3 4

atau bibir.- Tingkatkan masukan cairan sampai

3000 ml/hari sesuai toleransi jantung- Berikan air hangat- Anjurkan masukan cairan sebagai

pengganti makanan- Kolaborasikan pemberian terapi

oksigen kanul nasal 3-4 liter per menit dan obat sesuai indikasi, contoh: Bronkodilator (epinefrin)

Implementasi :

- Melakukan auskultasi bunyi nafas. Mencatat adanya bunyi nafas, missal mengi, krekels, ronki

- Mengkaji/memantau frekuensi pernafasan. - Mencatat rasio inspirasi dan ekspirasi- Mencatat adanya derajat dispnea misalnya gelisah, ansietas, dan distress pernafasan.- Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman misal peninggian kepala tempat tidur,

duduk pada sandaran tempat tidur- Mendorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.- Meningkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung- Memberikan air hangat- Menganjurkan masukan cairan sebagai pengganti makanan- Mengkolaborasikan pemberian terapi oksigen kanul nasal 3-4 liter per menit dan obat

sesuai indikasi, contoh: Bronkodilator (epinefrin)

Evaluasi :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam :

S : Pasien mengatakan lebih nyaman pada posisi duduk bersandar (semi fowler 45˚)O : Pasien terlihat lebih tenang,

RR : 32x/menitIrama nafas mulai teraturMasih terdapat bunyi nafas tambahan (krekels)Pasien mengeluarkan sputum lewat batuk efektif

A : Masalah teratasi sebagian

No IndikatorSaat ini

Awal Tujuan

1. RR dalam batas normal

3 2 4

2. Irama nafas dalam batas normal

5 4 5

3. Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas

4 3 4

4. Bebas dari suara nafas tambahan

3 3 4

P : Lanjutkan intervensi

- Mengkolaborasikan pemberian bronkodilator

ANALISA SINTESATINDAKAN KEPERAWATAN

Nama/NIM : Rizka RahmaharyantiBangsal : IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata PurbalinggaHari/Tanggal : Rabu/29 Oktober 2013

Kasus : Tindakan EKG

Teori EKG

Definisi EKG  (Elektrokardiografi) 

Elektrokardiografi ( EKG atau ECG ) adalah alat bantu diagnostik yang digunakan

untuk mendeteksi aktivitas listrik jantung berupa grafik yang merekam perubahan potensial

listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu. Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven

pada tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu

instrumen yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan

(milivolt) jantung (Sundana, 2008).

 

Indikasi Pemasangan EKG

Menurut panduan skill lab Sistem Kardiovaskuler Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar, 2009 :

1)      Pasien dengan kelainan irama jantung

2)      Pasien dengan kelainan miokard seperti infark

3)      Pasien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis

4)      Pasien dengan gangguan elektrolit

5)      Pasien perikarditis

6)      Pasien dengan pembesaran jantung

7)      Pasien dengan kelainanPenyakit inflamasi pada jantung.

8)      Pasien di ruang ICU

Sadapan pada EKG

Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang jelas terhadap

jantung. Menurut Sundana, 2008, Sadapan mesin EKG terbagi menjadi dua:

1. Sadapan bipolar (I,II,III)

Sadapan ini dinamakan bipolar karena merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode.

Sadapan ini memandang jantung secara arah vertikal (atas ke bawah dan kesamping)

Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan dari

jantung melalui empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-

masing LA(left arm), RA (right arm), LF(left foot), dan RF(right foot). Dari empat electrode

ini akan dihasilkan beberapa sudut atau sadapan sebagai berikut:

Sadapan I. Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial listrik antara RA yang

dibuat bermuatan (-) dan LA yang dibuat bermuatan (+) sehingga arah listrik jantung

bergerak ke sudut 0o(sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan demikian bagian lateral jantung

dapat dilihat oleh sadapan I

Sadapan II. Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang dibuat bermuatan

(-) dan LF yang dibuat bermuatan (+)sehingga arah listrik bergerak sebesar +60o(sudutnya ke

arah  inferior) Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat dari sadapan II

Sadapan III. Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang dibuat  bermuatan(-) dan

RF yang bermuatan (+) sehingga listrik bergerak sebesar sudut +120o(sudutnya ke arah

inferior). Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh sadapan III.

 

Gambar 1. Sadapan Bipolar

2. Sadapan Unipolar

a) Unipolar Ekstremitas

Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik pada satu

ekstremitas. Gabungan electrode pada ekstremitas lain membentuk

electrode indifferent(potensial 0). Sadapan ini diletakkan pada kedua lengan dan kaki

dengan menggunakan kabel seperti yang digunakan pada sadapan bipolar. Vector dari

sadapan unipolar akan menghasilkan sudut pandang terhadap jantung dalam arah

vertical.

Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA yang

dibuat bermuatan (+) dengan RA dan LF yang dibuat indifferent sehingga listrik

bergerak kearah -30o(sudutnya kearah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral

jantung dapat dilihat juga oleh sadapan aVL.

Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF yang

dibuat bermuatan (+) dengan RA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak

kearah +90o (tepat kearah inferior). Dengan demikian bagian inferior jantung selain

sadapan II dan III dapat juga dilihat oleh sadapan aVF

Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA

yang dibuat bermuatan (+) dengan LA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik

bergerak ke arah berlawanan dengan arah listrik jantung -150o (arah kanan ekstrem).

Sadapan bipolar dan unipolar ekstremitas  belum cukup sempurna untuk

mengamati adanya kelainan di seluruh jantung. Sehingga akan dilengkapi dengan

unipolar prekordial.

Gambar 2. unipolar ekstremitas

 

b) Unipolar prekordial

Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensi listrik dengan electrode

eksplorasi diletakkan pada dinding dada. Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh

dari penggabungan ketiga elektrode ekstremitas. Sadapan ini memandang jantung

secara horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral, posterior dan ventrikel

sebelah kanan).

Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat diperluas ke daerah

posterior dan ventrikel kanan. Untuk posterior dapat ditambahkan V7, V8, dan V9,

sedangkan untuk ventrikel kanan dapat dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R,

V5R, V6R, V7R, V8R, V9R.

Penempatan dilakukan berdasarkan urutan kbel-kabel yang terdapat pada

mesin EKG yang dimulai dari nomor V1-V6. Sekalipun mesin hanya menyediakan 6

elektrode prekordial, namun untuk penambahan bagian-bagian pada V7-V9 dan V1R-

V9R dapat digunakan elektrode prekordial manapun sesuai keinginan, hanya nomor-

nomornya diubah secara manual pada kertas hasil rekaman dengan menggunakan

bolpoin/tinta. Penentuan letak disesuaikan pada urutan sebagai berikut.

Penempatan elektrodaDaerah kiri

 

V1: Ruang intercostal IV garis sternal kananV2: Ruang intercostal IV garis sternal kiriV3: Pertengahan antara V2 dan V3V4: Ruang interkostal V midclavikula kiriV5: Sejajar V4 garis aksila depanV6: Sejajar V4 garis mid aksila kiri

Bagian posterior  V7: Ruang interkostal V garis aksila posterior kiriV8: Ruang interkostal V garis skapula posterior kiriV9: Ruang interkostal V samping kiri tulang belakangDaerah kanan

 

V1R diletakkan seperti V1V2R diletakkan seperti V2.V3R: Antara V1-V4RV4R:Ruang interkostal ke-5 garis midklavikula kananV5R:Ruang interkostal ke-5 antara V4R-V5RV6R: ICS ke-5 garis mid aksila kanan

 

Sebelum manambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan prekordial dari

V1-V6 dilepas terlebih dulu dari dinding dada. Selanjutnya, untuk sadapan V7-V9

dapat digunakan sadapan prekordial mana pun (elektrode prekordial V1-V3 atau V3-

V6 sesuai keinginan).

Letak jantung di lihat dari sadapan

Menurut  Sundana, 2008

Daerah jantung Sadapan

Inferior II, III, dan aVF

Anterior V3, V4

Septal V1, V2

Lateral I, aVL, V5, dan V6

Posterior V1-V4 resiprokal

Ventrikel kanan V3R-V6R

 

Kertas EKG

 

Gambar 4. kertas EKG

Ada 2 macam kotak dalam EKG yaitu kotak kecil dengan ukuran 1 mm x 1 mm atau 0,04

detik x 0,04 detik. Yang kedua yaitu kotak sedang/besar dengan ukuran 5 mm x 5 mm atau

0,20 detik x 0,20 detik.

Normal kecepatan mesin EKG sebesar 25mm/detik . Ini artinya dalam 1 detik mewakili

25mm atau 25 kotak kecil dalam bidang horizontal. Dengan standar voltase 1 mVolt, yang

artinya dengan standarisasi 1 mVolt akan menghasilkan defleksi vertikal sebesar 10 mm atau

10mm/mVolt. Jadi 1 kotak kecil sama dengan 0,1mVolt.

jadi, 

1 kotak kecil = 1 mm = 0,04 detik = 0,1 mVolt

5 kotak kecil = 5 mm = 1 kotak besar/sedang = 0,20 detik = 0,5 mVolt

10 kotak kecil = 10 mm = 2 kotak besar/sedang = 0,40 detik = 1 mVolt

25 kotak kecil = 25 mm = 5 kotak besar/sedang = 1 detik

15 kotak besar/sedang = 3 detik

30 kotak besar/sedang = 6 detik

 

Menghitung laju jantung

jarak R-R 

1 kotak sedang                                                : 300x/menit

2 kotak sedang                                                : 150x/menit

3 kotak sedang                                                : 100x/menit

4 kotak sedang                                                : 75x/menit

5 kotak sedang                                                : 60x/menit

6 kotak sedang                                                : 50x/menit

hitung jumlah R-R dalam 6 kotak besar = 6 detik. Jumlah Rx10 = heart rate/ menit 

1500/jarak R-R (dalam mm) = heart rate/ menit 

 

Cara Merekam EKG

Persiapan Pasien sebelum Prosedur EKG 

- Persiapan pemasangan

- Persiapan Pasien

- Beri penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan

- Atur posisi pasien terlentang,

- Anjurkan pasien untuk tidak melakukan gerakan selama pemeriksaan berlangsung

- Pertahankan privasi pasien

- Persiapan alat dan bahan

Menurut Waluya, 2009 :

Persiapan alat :

Persiapkan alat EKG, misalnya EKG dari “Fukuda” model FJC-7110 yang memiliki

dua tombol untuk power, lengkap dengan kabel power, kabel pasien, kabel ground, elektroda

ekstermitas dan elektroda precordial serta kertas perekam khusus atau termal paper.

Persiapan bahan:

a. Pasta/jelly elektroda

b.Alkohol 70 %

c. Kapas

Prosedur

1. Mempersiapkan alat EKG

2. Menghubungkan kabel power ke Saklar.

3. Menghubungkan kabel ground ke saluran ledeng atau ke tanah dengan kabel

dibungkus kasa lembab

4. Memastikan alat berfungsi dengan baik.

5. Mempersiapkan Pasien               

6. Pasien dipersilahkan membuka baju atas dan kaos dalamnya serta berbaring di atas

tempat tidur, dan dianjurkan untuk tidak tegang  (rileks) serta memberitahu prosedur

yang akan dilakukan.

7. Membersihkan tempat-tempat yang akan ditempel elektroda dengan kapas alkohol 70

% pada bagian ventral kedua lengan bawah (dekat pergelangan tangan) dan bagian

lateral ventral kedua tungkai bawah ( dekat pergelangan kaki), serta dada. Jika perlu

dada dan pergelangan kaki dicukur.

8. Keempat elektroda ekteremitas diberi jelly.

9. Oleskan sedikit pasta elektroda pada tempat-tempat yang akan dipasangkan elektroda.

10. Pasang keempat elektroda ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan

kaki, dengan ketentuan sbb:

Merah : lengan kanan (RA)

Kuning : lengan kiri (LA)

Hijau : Tungkai kiri (LF)

Hitam : tungkai kanan (RF)

11. Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi untuk elektroda

12. Pasang elektroda prekordial (V1-V6) disesuaikan dengan kabel.

13. Tekan “On” untuk menghidupkan alat.

14. Atur posisi jarum penulis agar terletak ditengah lebar kertas, kemudian membuat

rekaman kalibrasi.

15. Membuat rekaman EKG dari ; Lead I, Lead II. Lead III, aVR, aVL, aVf, V1, V2, V3,

V4, V5, dan V6.

16. Rekaman setiap sadapan dibuat minimal 3 siklus.

17. Setelah selesai membuat rekaman tekan power “Off “, elektroda dilepas, sisa pasta

elektroda pada orang coba dibersihkan dan dipersilahkan mengenakan baju kembali.

18. Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempat seperti semula.

Analisa Tindakan

Ny. W datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas. Dari pengkajian awal

didapatkan data : TD: 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, RR: 32x/menit, pasien terlihat sesak

dan sulit bergerak. Terdapat edema ekstremitas dan pitting edema. Bunyi jantung S III. Atas

data tersebut maka dilakukan pemeriksaan EKG untuk menegakkan diagnosa CHF.

Referensi :

Sundana, K. 2008. Interpretasi EKG, Pedoman Untuk Perawat. EGC : Jakarta.

Waluya. (2009) . Pemeriksaan Elektrokardiogram. http://www.pjnhk.go.id. Pada tanggal

29Oktober 2013