resume perpetaan pertemuan 2

14
RESUME PERPETAAN PERTEMUAN 2 PROYEKSI PETA Proyeksi peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bias digambarkan diatas bidang datar (peta) atau metode merubah permukaan lengkung (3D) menjadi representasi dalam bidang datar (2D). Karena bentuk bumi berupa bentuk ruang 3D yang melengkung, maka untuk merepresentasikan bumi ke dalam bentuk datar atau 2D perlu dilakukan transformasi dengan melakukan metode proyeksi peta. PROYEKSI PETA YANG DIPAKAI DI INDONESIA Proyeksi Polyeder Proyeksi polyeder merupakan proyeksi Lambert Conformal Conic . Proyeksi polyeder adalah proyeksi kerucut, normal ,tangent dan conform. Proyeksi ini digunakan untuk daerah 20 x 20 (37 km x 37 km), tiap daerah kecil ini merupakan satuan proyeksi sendiri yang dinamakan bagian derajat. sehingga bisa memperkecil distorsi. Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan untuk pemetaan topografi dengan cakupan: 94° 40’ BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap 20 atau menjadi 139 bagian, 11° LS - 6° LU, yang dibagi tiap 20 atau

Upload: rahmaan-p-alam

Post on 25-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Resume Perpetaan Pertemuan 2

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Perpetaan Pertemuan 2

RESUME PERPETAAN PERTEMUAN 2

PROYEKSI PETA

Proyeksi peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil

pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bias digambarkan diatas

bidang datar (peta) atau metode merubah permukaan lengkung (3D) menjadi

representasi dalam bidang datar (2D). Karena bentuk bumi berupa bentuk ruang

3D yang melengkung, maka untuk merepresentasikan bumi ke dalam bentuk

datar atau 2D perlu dilakukan transformasi dengan melakukan metode proyeksi

peta.

PROYEKSI PETA YANG DIPAKAI DI INDONESIA

Proyeksi Polyeder

Proyeksi polyeder merupakan proyeksi Lambert Conformal Conic.

Proyeksi polyeder adalah proyeksi kerucut, normal ,tangent dan conform.

Proyeksi ini digunakan untuk daerah 20 x 20 (37 km x 37 km), tiap daerah kecil ini

merupakan satuan proyeksi sendiri yang dinamakan bagian derajat. sehingga

bisa memperkecil distorsi. Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan untuk

pemetaan topografi dengan cakupan: 94° 40’ BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap

20 atau menjadi 139 bagian, 11° LS - 6° LU, yang dibagi tiap 20 atau menjadi 51

bagian. Pada proyeksi ini, disetiap derajat dibatasi oleh dua garis parallel dan dua

garis meridian yang masing masing berjarak 20’. Diantara kedua parallel tersebut

terdapat garis parallel rata-rata yang disebut parallel standard dan garis

meridian rata-rata disebut meridian standar. Titik potong antara garis parallel

standard dan meridian standar disebut sebagai “titik nol” (ϕ0, λ0) bagian derajat

tersebut. Setiap bagian derajat proyeksi polyeder diberi nomor dua digit angka.

Digit pertama menggunakan angka romawi menunjukkan letak garis parallel

Page 2: Resume Perpetaan Pertemuan 2

standar (ϕ0) sedangkan digit kedua menggunakan angka arab menunjukkan garis

meridian standarnya (λ0).

Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :

Paralel standar : dimulai dari I (ϕ0=6°50 LU) sampai LI (ϕ0=10°50 LU) ′ ′

Meridian standar : dimulai dari 1 (λ0=11°50 BT) sampai 96 (λ0=19°50 BT)′ ′

Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta

(λjakarta=106°48 27 ,79 BT) ′ ′′

Keuntungan proyeksi polyeder :

Paralel Standar

Meridian Standar

(ϕ0, λ0)20’

20’

Bagian Derajat Proyeksi Polyeder

Proyeksi Polyeder

Page 3: Resume Perpetaan Pertemuan 2

Keuntungan proyeksi polyeder:

Karana perubahan jarak dan sudut pada satu bagian derajat 20 x 20 ,′ ′

sekitar 37 km x 37 km bisa diabaikan, maka proykesi ini baik untuk digunakan

pada pemetaan teknis skala besar.

Kerugian proyeksi polyeder:

a. Untuk pemetaan daerah luas harus sering pindah bagian derajat, memerlukan tranformasi koordinat,

b. Grid kurang praktis karena dinyatakan dalam kilometer fiktif,

c. Tidak praktis untuk peta skala kecil dengan cakupan luas,

d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km.

Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)

Sistem UTM dengan system koordinat WGS 84 sering digunakan pada

pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang membungkus

ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid

(sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder

merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada system

proyeksi UTM didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan

proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua

meridian standart. Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut

dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan

memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB

hingga 174° BB, zone 2 di mulai dari 174° BB hingga 168° BB, terus kearah timur

hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai 180° BT. Batas lintang dalam

system koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat memiliki

lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS kearah utara. Bagian derajat dari

Page 4: Resume Perpetaan Pertemuan 2

bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak

digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga

64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.

Sistem Proyeksi Koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) adalah

rangkaian proyeksi Transverse Mercator untuk global dimana bumi dibagi

menjadi 60 bagian zona. Setiap zona mencangkup 6 derajat bujur (longitude) dan

memiliki meridian tengah tersendiri. Berbeda dengan koordinat geografi yang

satuan unitnya adalah derajat, koordinat UTM menggunakan satuan unit meter.

Setiap zona memiliki panjang x sebesar 500.000 meter dan panjang y sebesar

10.000.000 meter. Proyeksi ini menjadi dasar koordinat sistem global yang pada

awalnya dikembangkan untuk keperluan militer, namun sekarang sudah dipakai

lebih luas. Sehingga, zona 1 pada koordinat UTM dimulai dari 1800 BB-1740BB,

kemudian dilanjutkan dengan zona 2 yang dimulai dari 1740BB-1680 BB, zona 3

dimulai dari 1680 BB-1620 BB, dst sedangkan untuk batas lintang dibagi

berdasarkan nilai 8 derajat. Untuk Indonesia yang berada pada posisi 900BT -

1440BT dan 110LS - 60LU terbagi ke dalam 9 zona UTM yaitu zona 46 – 54.

Zona UTM Dunia

Page 5: Resume Perpetaan Pertemuan 2

Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri dengan titik nol pada

perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari

koordinat negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter.

Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari

koordinat negative ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter.

Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap

memiliki nilai ordinat 0 meter.

Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian

90° BT sampai dengan 144° BT dengan batas pararel (lintang) 11° LS hingga 6° LU.

Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93°

BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).

Zona UTM Indonesia

Page 6: Resume Perpetaan Pertemuan 2

Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat

khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :

a. Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6°.

b. Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone

c. Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator

d. Satuan : Meter

e. Absis Semu (T) : 500.000 meter pada Meridian sentral

f. Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan

10.000.000 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Selatan

g. Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)

h. Penomoran zone : Dimulai dengan zone 1 dari 180° BB s/d 174° BB,Tzone 2

dari 174° BB s/d 168° BB, dan seterusnyasampai zone 60 yaitu dari 174° B s/d

180° BT.

i. Batas Lintang : 84° LU dan 80° LS dengan lebar lintang untuk masing-masing

zone adalah 8°, kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12°.

j. Penomoran bagian derajat lintang: Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X

(notasi huruf I dan O tidak digunakan).

Ketentuan :

1. Jika menyebut posisi titik dengan UTM nyatakan dengan zona

Page 7: Resume Perpetaan Pertemuan 2

kelebihan koordinat UTM :

Proyeksinya (sistem sumbu) untuk setiap zona sama dengan lebar bujur

6 . Transformasi koordinat dari zona ke zona dapat dikerjakan dengan rumus

yang sama untuk setiap zona di seluruh dunia.

Penyimpangannya cukup kecil, antara... -40 cm/ 1000m sampai dengan

70 cm/ 1000m.

Setiap zona berukuran 6 bujur X 8 lintang (kecuali pada lintang 72 LU-84

LU memiliki ukuran 6 bujur X 12 lintang).

MEMBACA INDEKS PETA

Ukuran lembar peta

Semua lembar peta harus tepat antara satu dengan lainnya, demikianpula

ukurannya harus sama untuk setiap lembar. Ukuran lembar peta tergantung

dari skala peta yang dibuat. Ukuran lembar Peta Rupabumi Indonesia

mengacu pada sistem grid UTM sebagai berikut :

Ukuran lembar peta berdasarkan skala peta

Skala Peta Ukuran Lintang (L) Ukuran Bujur (B)

1 : 1.000.000 4 6

1 : 500.000 2 3

1 : 250.000 1 1 30’

1 : 100.000 30‘ 30’

1 : 50.000 15’ 15’

1 : 25.000 7’ 30” 7’ 30”

1 : 10.000 2’ 30” 2’ 30”

Page 8: Resume Perpetaan Pertemuan 2

Dari table diatas dapat kita lihat terjadi beberapa variasi luas cakupan

area peta, sehingga pembagian suatu nomor lembar peta (NLP) memberikan

jumlah matriks yang tidak seragam, misalnya berjumlah 4 atau 9. Seri nomor

lembar peta rupabumi dimulai dari skala 1:250.000 (4 digit) lalu diturunkan

sampai ke skala 1:10.000 (8 digit).

Page 9: Resume Perpetaan Pertemuan 2

Sistematika ukuran peta mulai dari skala 1:1.000.000 sampaiskala 1:10.000 (Sumber: BAKOSURTANAL, 1998 dengan modifikasi)

Nomor Lembar Peta

Setiap negara mempunyai sistem penomoran peta masing-masing.

Olehkarena itu nomor peta umumnya unik. Sistem penomoran peta

rupabumiIndonesia dalam bentuk kode numerik. Dari nomor tersebut dapat

diketahuilokasi dimana suatu daerah berada lengkap dengan skala petanya. Seri

petadasar Rupabumi yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL mengikuti

aturansebagai berikut, sebagai contoh:

1209Nomor lembar peta skala 1 : 250.000, format 1x130’ Satu NLPdibagi menjadi 6 NLP pada skala 1:100.000 masing-masingberukuran 30’ x 30’

1209 - 1Nomor lembar peta skala 1 : 100.000, format 30’ x 30’. Satu NLPdibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 50.000 masing-masingberukuran 15’ x 15’

1209 - 43Nomor lembar peta skala 1 : 50.000, format 15’ x 15’ Satu NLPdibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 25.000 masing-masingberukuran 7’30” x 7’30”

1209 - 224Nomor lembar peta skala 1 : 25.000, format 7’30”x7’30” Satu NLPdibagi menjadi 9 NLP pada skala 1 : 10.000 masing-masingberukuran 2’30”x2’30”

1209 - 6229 Nomor lembar peta skala 1 : 10.000, format 2’30”x2’30”

Page 10: Resume Perpetaan Pertemuan 2

Contoh urutan penomoran Peta Rupabumi Indonesia (sumber: BAKOSURTANAL, 1998 dengan modifikasi)

DAFTAR PUSTAKA

Kuswondo,Dodo 2012, Jenis-Jenis Proyeksi Peta, diakses dari

http://geoexpose.blogspot.com/2012/01/jenis-jenis-proyeksi

peta.html,diakses pada 10 September 2014

Wirabuana, 2011, Sistem Koordinat, diakses dari

http://madewirabuana.blogspot.com/2011/12/acara-iii-peta-rbi-dan-

tematik.html, diakses pada 10 September 2014

BAKOSURTANAL, 2003. Spesifikasi Pemetaan Rupabumi, Keputusan Kepala

BAKOSURTANAL No: HK.00.04/41-KA/XII/2003, BAKOSURTANAL, Bogor

Page 11: Resume Perpetaan Pertemuan 2

TUGAS MATA KULIAH PERPETAAN

RESUME PERTEMUAN 2

Oleh :

RAHMAAN PERKASA ALAM

115.130.097

KELAS A

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

Page 12: Resume Perpetaan Pertemuan 2

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2014