refrat tonsilitis kroik.doc

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri telan 1

Upload: silvie-nurlia-dewi

Post on 02-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refrat tonsilitis kroik.doc

TRANSCRIPT

Page 1: refrat tonsilitis kroik.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun

1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%,

sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% -

82%. Sebagai salah satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan

masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar 66% diduga

disebabkan ISPA. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena

anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak

diterapi adekuat atau dibiarkan. Berdasarkan data epidemiologi penyakit

THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis

kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%. Insiden

tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya

pada usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode

April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis

kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Secara klinis pada

tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri telan

ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun,

nyeri kepala dan badan terasa meriang.1

Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat

tidur; gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering

mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang

baik. Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari

hasil/prestasi belajarnya. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah

jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan

rasa tidak nyaman.1

Hal ini sesuai dengan kesan masyarakat bahwa tonsilektomi dapat

meningkatkan prestasi belajar pada anak yang menderita penyakit

amandel (tonsil) sehingga banyak orang tua yang menginginkan operasi

1

Page 2: refrat tonsilitis kroik.doc

amandel untuk meningkatkan prestasi belajar anaknya, meskipun belum tentu

tonsilnya sakit. Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat

menghasilkan perubahan berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses

dan hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi

fisiologis dan psikologis diri individu. Perubahan perilaku akibat belajar

tersebut menandai keberhasilan proses belajar dan mengajar dan digunakan

sebagai indikator prestasi belajar.2

Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa tonsilitis kronik dapat

mengganggu kondisi fisiologis dan psikologis anak sehingga dapat

mengganggu proses belajar.2

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang bagaimana patofisiologi serta etiologi tonsilitis kronis.

2. Mengetahui bagaimana manifestasi klinik tonsilitis kronis.

3. Mengetahui penatalaksanaan tonsilitis kronis.

2

Page 3: refrat tonsilitis kroik.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TONSILITIS KRONIS

2.1 Definisi

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian

dari cincin Waldeyer. Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada

tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau

infeksi subklinis dari tonsil.2.3

Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan

tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar

serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai

pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.3

2.2 Etiologi

Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu

kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus

viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus, Hemophilus influenza,

namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif.3

2.3 Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu :4

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.4 Patologi

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil .Karena proses

radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga

3

Page 4: refrat tonsilitis kroik.doc

pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut.

Jaringan ini akan mengerut sehingga kripti akan melebar, ruang antara

kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati,

sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat

berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul

dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada

anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.4

Gambar 1. Hipertrofi tonsil

Dikutip dari

http://www.besthealth.com/besthealth/bodyguide/reftext/images/tonsil.jpg.2

2.5 Manifestasi Klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis

akut yang berulang-¬ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus

pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang

mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan

berbau.3

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis

Kronis yang mungkin tampak, yakni :4

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke

jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang

purulen atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang

seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis,

kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

4

Page 5: refrat tonsilitis kroik.doc

Gambar 2. Ukuran tonsil

Di kutip dari

sumber: http://www.besthealth.com/besthealth/bodyguide/reftext/images/tonsil.jpg.2

Ukuran tonsil dibagi menjadi :2

T0: Post tonsilektomi

T1: Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris

T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian

(pilar posterior)

T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median

T4 : Sudah melewati garis median

2.6 Diagnosis

1. Anamnesis

Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang

terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, kadang-

kadang ada demam dan nyeri pada leher.2

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.

Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat

diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta

membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat

pada kripta.3

5

Page 6: refrat tonsilitis kroik.doc

3. Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan

apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman

dengan berbagai derajat keganasan, seperti Streptokokus beta hemolitikus

grup A, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.5

2.7 Diagnosis Banding

Terdapat beberapa diagnosis banding dari tonsilitis kronis, di

antaranya:

1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan pseudomembran atau adanya

membran semu yang menutupi tonsil /tonsilitis membranosa5

a. Tonsilitis Difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua

orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini

tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin

sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar

imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, lokal

dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala

infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu

makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan.

Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi

bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk

pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung

dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf

kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot

pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.5.6

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39°C), nyeri di mulut,

gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah

berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran

6

Page 7: refrat tonsilitis kroik.doc

putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus

alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau

(foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.6

c. Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran

semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul

perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan

regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit

mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah

kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah

merah domba (Reaksi Paul Bunnel).6

2. Penyakit kronik faring granulomatus.7

a. Faringitis Tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien

buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat

di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar

limfa leher.

b. Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder

atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang

sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma

bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra (Lues)

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring

kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan

yang luas dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis Faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri,

bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan

dasar jaringan granulasi yang lunak.

7

Page 8: refrat tonsilitis kroik.doc

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan

dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti

berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan/kultur, X

ray dan biopsi.

3. Tumor tonsil

2.8 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke

daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari

tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai

berikut :8

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya

trismus dan abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber

infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami

supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah

bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring,

sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os

petrosus.

d. Abses retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya

terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang

retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh

jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada

tonsil berwarna putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

8

Page 9: refrat tonsilitis kroik.doc

f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam

jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi ke organ jauh :

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Terapi Medikamentosa

Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin

yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk

membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran

jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau

berulang-ulang.8

2.9.2 Tindakan Operatif

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang

diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi).

Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama

kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).8

1) Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of

Otolaryngology, Head and Neck Surgery : 8

Indikasi absolut:

a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan

nafas atas, disfagia menetap, gangguan tidur atau

komplokasi kardiopulmunar

b) Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan

medis

c) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

9

Page 10: refrat tonsilitis kroik.doc

d) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis

(dicurigai keganasan)

Indikasi relatif

a) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau

lebih dalam setahun meskipun dengan terapi yang

adekuat

b) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang

menandakan tonsilitis kronis tidak responsif terhadap

terapi media

c) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman

streptococus yang resisten terhadap antibiotik

betalaktamase

d) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan

neoplasma

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa

harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi

tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan

obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk

tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang

dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik.

Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh

mengakibatkan terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan

indikasi absolut untuk pembedahan. Pada kasus yang ekstrim,

obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan hipoventilasi

alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner.8

2) Kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :

Kontraindikasi relatif

a) Palatoschizis

b) Radang akut, termasuk tonsilitis

c) Poliomyelitis epidemica

10

Page 11: refrat tonsilitis kroik.doc

d) Umur kurang dari 3 tahun

Kontraindikasi absolut

a) Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik,

hemofilia

b) Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit

jantung, dan sebagainya.

a. Teknik operasi

Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah

sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik

memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada

tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi

difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan

pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan

peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.10

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan

saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi . Beberapa teknik

tonsilektomi diantaranya :10

1) Guillotine

Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara

cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine

digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa

tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya

terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.

2) Teknik Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode

diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel

dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan

menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga

menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle

knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

11

Page 12: refrat tonsilitis kroik.doc

3) Teknik elektrokauter

Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil

disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah

listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk

menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan

dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz.

Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya

gangguan konduksi saraf atau jantung.

4) Radiofrekuensi

Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung

kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi

untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan

panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak

mengecil dan total volume jaringan berkurang.

5) Skapel harmonik

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk

memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan

jaringan minimal.

6) Teknik Coblation

Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang

untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium

yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari

coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi

bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang

akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar

elektroda. Kelompok plasma tersebut akan mengandung suatu

partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel

yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan

tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga

menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-

70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.

12

Page 13: refrat tonsilitis kroik.doc

7) Intracapsular partial tonsillectomy

Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang

dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi.

Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk

tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat

menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan

jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

8) Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP

(Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat

jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan

menghilangkan reses pada tonsil yang menyebabkan infeksi

kronik dan rekuren.

b. Komplikasi Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan

anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan

merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi.9.10

1) Komplikasi anestesi

Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan

pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa :

Laringospasme

Gelisah pasca operasi

Mual muntah

Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan

hipotensi dan henti jantung

Hipersensitif terhadap obat anestesi.

2) Komplikasi bedah

13

Page 14: refrat tonsilitis kroik.doc

Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah

operasi atau di rumah. Kematian akibat perdarahan terjadi

pada 1:35.000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali

karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama

membutuhkan transfusi darah.

Nyeri

Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan

serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan

spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan

siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh

mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.

Komplikasi lain

Demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara

(1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula,

insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir,

lidah, gigi dan pneumonia.

14

Page 15: refrat tonsilitis kroik.doc

BAB III

KESIMPULAN

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut

yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang

terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil

tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat

membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

apabila tonsil ditekan keluar detritus.

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri

tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering

mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan

pengangkatan tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada

kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal

untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik

adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan

rasa tidak nyaman.

15

Page 16: refrat tonsilitis kroik.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan

Perilaku Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan

penyakit ISPA dan pnemonia. Bul. Penelit. Kes. 2003; 31:60-71.

2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan aluran Nafas

Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok,

kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara;

1994 : 194-224.

3. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan

pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL,

Palembang, 2001: 8-12.

4. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr.

Kariadi Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI,

Medan, 1980: 249-55.

5. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil

dan jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi.

Kumpulan naskah ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP

Undip;1999: 193-205.

6. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed..

Philadelphia: WB Saunders Co; 1959: 239-57.

7. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome

:http://www.emedicine.com/ped/topic 1630.htm.2002.

8. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive

sleep apnea. Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16

9. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of

Otolaryngology. th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368

16

Page 17: refrat tonsilitis kroik.doc

10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183

17