refrat kolestatis

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi System Hepatobilier 2.2 Definisi Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. Kolestatis adalah gangguan pembentukan, skresi dan pengaliran empedu. Mulai dari hepatosit saluran empedu

Upload: ajeng-tri-septiani

Post on 09-Aug-2015

150 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat kolestatis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi System Hepatobilier

2.2 DefinisiKolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam

jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari

hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis

didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti

bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara

patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel

hati dan sistem bilier.

Kolestatis adalah gangguan pembentukan, skresi dan pengaliran empedu.

Mulai dari hepatosit saluran empedu intrasel, extrasel,dan extrahepatal. Hal ini dapat

menyebabkan indikator biokimia, fisiologis, morfologis dan klinis karena terjadi

retesi bahan-bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestastis apabila kadar bilirubin

direct lebih dari 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin total.

Kolestatis neonatus adalah sebagai peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi

yang berkepanjangan dalam serum umru 14 hari pertama.

Page 2: Refrat kolestatis

2.3 Epidemiologi

Kolestatis pada bayi terjadi kurang lebih 1:25000 kelahiran hidup. Insiden

hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia billier 1:10000 – 1:13000, defisiensi

α-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki

adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.

Di Indonesia sendiri tepatnya di Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo antara tahun

1999-2004 dari 19270/penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal

kolestatis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus

5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%).

2.4 Etiologi

Kolestasis Intrahepatik

1. Idiopatik

Hepatitis neonatal idiopatik

Lain-lain : Sindrom Zellweger

2. Anatomik

1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil

2. penyakit Caroli

3. Sepsis

4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat

5. Mutasi transpor empedu

6. Sirosis bilier primer

7. Reaksi penolakan transplantasi hati

Page 3: Refrat kolestatis

Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi

3. Kelainan Metabolik

1. Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu

2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme

4. Infeksi

1. Hepatitis virus A, B, C

2. TORCH, reovirus, dll

5. Genetik/ kromosomal

1. Sindrom Alagile

2. Sindrom Down, Trisomi E

6. Lain-lain

Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom

polisplenia, lupus neonatal

Kolestasis Ekstrahepatik

1. Atresia bilier

2. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

3. Massa (kista, neoplasma, batu)

4. Inspissated bile syndrome , dll

Page 4: Refrat kolestatis

Saluran empedu ekstrahepatik

Biliary atresia

Choledochal cyst dan choledochocele

Biliary hipoplasia

Choledocholithiasis

Bile duct perforation

Neonatal sclerosing cholangitis

Saluran empedu intrahepatik

Syndromic paucity

(sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)

Nonsyndromic Paucity

Hypothyroidism

Bile duct disgenesis

Congenital hepatic fibrosis

Ductal plate malformation

Polycystic kidney disease

Caroli’s disease

Hepatic cyst

Cystic fibrosis

Langerhans cell histiocytosis

Hyper-Ig-m syndrome

Hepatocytes

Sepsis-associated cholestasis

Neonatal hepatitis

Viral infections

Hepatitis B

Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)

Page 5: Refrat kolestatis

2.5 Klasifikasi

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan

kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan

saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab

utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan

Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya

penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal.

Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai

kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler.

Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi

pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah

umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik

disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu

intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin

dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak

menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan

proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam

duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung

untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai. Jika terjadi

obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus dapat terlihat

dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus interlobuler. Pada

kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu dan sinusoid.

Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada

saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.

Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh:

· Batu empedu

Page 6: Refrat kolestatis

· Carsinoma pancreas dan ampula

· Striktur saluran empedu

· Cholangiocarsinoma

· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder

Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal :

1. Oedema jaringan ikat

2. Proliferasi duktus

3. Infiltrasi neutrofil

Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus

obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus

porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier

yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler

pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan

taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan

terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.

Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat

ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu dalam

waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis.

Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau

karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan

kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan

pemeriksaan Ultrasonografi dengan konfirmasi pada saat tindakan operasi.

Primary Sclerosing Cholangitis

Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena adanya

stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Karakteristik Sklerosis

kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik pada saluran empedu (periduktus

ekstra hepatik) yang menyebabkan fibrosis obliterasi dan striktur pada sistem bilier.

Gambaran patologi anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel

polimorfonuklear, kadang makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak

inflamasi periduktus. Tahap lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus

bilier yang kecil (“onion skin appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan

jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi substansi cooper dengan “piecemeal

necrosis” (Sherly, 2006).

Page 7: Refrat kolestatis

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu

intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut)

maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya

saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan

hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang

disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai

kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati

maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum

transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali

fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai

saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,

dan tanda-tanda hipertensi portal.

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan

paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari

sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan

haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975

merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang

(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang

spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu

yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala

organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis

neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan

kerusakan pada saluran empedu.

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan

dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang

sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang

Page 8: Refrat kolestatis

rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni

virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari

respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal

hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,

endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang

serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler

dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan

kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa

akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik

tidak dapat ditemukan.

2.6 Patofisiologis

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung

asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein,

dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar

dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari

aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel

epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang

permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel

terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah

dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses

tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari

bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut

dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral,

dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi

bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter

mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam

Page 9: Refrat kolestatis

empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh

transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam

empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan

hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi,

gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier

menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.

Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

1. Pembentukan bilirubin berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati

3. Gangguan konyugasi bilirubin

4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik

dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik

Metabolisme bilirubin

Hemoglobin

Heme

Hemoksigenase

Biliverdin

Biliverdin - reductase

Bilirubin indirek (bebas) Lipofilik

kompleks bilirubin - albumin

Ambilian : protein - y ; protein – z

Konjugasi (glukuronil transferase)

Bilirubin direk (conjugated) Hidrofilik

Hidrolisis bakteri usus

Bilirubin :

Sterkobilin

ERITROSIT

HATI

EMPEDU

USUS

SIKLUS enterohepatik

Page 10: Refrat kolestatis

Urobilinogen

Metabolisme Bilirubin

Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstrahepatik. Penyebab

intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus

biliaris.Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam

bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan kedalam duktus

hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian

bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan

duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-

kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis didaerah ekstra

hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh

batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak

Page 11: Refrat kolestatis

terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.

Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang

menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan

invasi kedinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis

biayanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme

(kholestasis dan hepatitis). Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran

empedu kedalam usus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi

dalam darah. Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu

diduktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista duktus

kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.

Perubahan fungsi hati pada kolestasis

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:

A. Proses transpor hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari

hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu, dan

lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.

B. Transformasi dan konjugasi dari obat dan zat toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan

gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konjugasi akan

terganggu.

C. Sintesis protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi

serum protein albumin-globulin akan menurun.

D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan

kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA

reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer

sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas

hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi

produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.

E. Gangguan pada metabolisme logam

Page 12: Refrat kolestatis

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila

kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu

mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.

F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir

dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya

akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis.

Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.

G. Mekanisme kerusakan hati sekunder

1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan

hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan

melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas

membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran

seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport

membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui

membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga

terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah

bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan

hati pada kolestasis adalah asam empedu.

2. Proses imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal

pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu

sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit.

Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.

2.7 Manifestasi Klinis

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah

ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul

manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.

Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.

Page 13: Refrat kolestatis

2.8 Diagnosis

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis

intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan

medikamentosa.

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus

dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat

badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan

Page 14: Refrat kolestatis

dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih

awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam

atau disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan

suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).

Pemeriksaan fisik

a. Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin

sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila

kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera

mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin,

sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.

b. Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota

pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan

permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada

epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang

normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson

karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi

portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar

tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin

suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik.

Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang

memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan

mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.

Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria

tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ±

82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi

hati (Alagille D, 1992).

Pemeriksaan Penunjang:

Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :

Page 15: Refrat kolestatis

A. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen

bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu

dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar

bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar

SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah

ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan

peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.

Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan

kemungkinan atresia bilier.

Data laboratorik awal kolestasis pada bayi

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik

Bilirubin total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6

Bilirubin direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8

< 5 X N >10 X N />800U/l

SGPT < 5 X N >10 X N />800U/l

GGt >5X N / >6000U/l < 5 X N/N

2. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup

sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari

pemeriksaan visualisasi tinja.

B. Pencitraan

1. Pemeriksaan ultrasonografi

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan

kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris

intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus

Page 16: Refrat kolestatis

onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris

yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis

melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk

membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan

karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari

duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra

hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi

ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan

duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris

yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double

vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel

channel sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran

cincin ganda membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka

duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat

berdilatasi dan berkelok-kelok.

2. Schintigrafi hati

Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem

bilier termasuk atresia bilier ( Arce et al, 2000).

3. Pemeriksaan kolangiografi

Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang

kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan

ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta

keterampilan yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi ( Whitington,

1996 ).

C. Biopsi Hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di

tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai

95% sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi

eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran

empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di

daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu

dapat terjadi.

Page 17: Refrat kolestatis

Algoritme diagnosis kolestasis

Page 18: Refrat kolestatis

2.9 Tatalaksana

Tujuan tatalaksana Kolestasia adalah :

A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :

Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif

dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi

portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8

minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan

pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga.

Menstimulasi aliran empedu dengan :

- Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-

450 dan NaKATPase. Dosisnya 3 – 10 mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.

- Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik

serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta

sekunder. Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap

Page 19: Refrat kolestatis

asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile

flow inducer. Dosis : 10-30 mg/kgbb/hari

- Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr

- Menyerap empedu toksik

- Menghilangkan gatal

Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr

- aktivitas mikrosom

- Menghambat ambilan empedu

B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :

Terapi nutrisi

- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang

banyak mengandung kuprum.

Vitamin yang larut lemADEK

- A 5.000 – 25.000 U/ hr

- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr

- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr

- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig

Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe

Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan

kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70%

disebabkan oleh atresia bilier.

2.10 Prognosis

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat

dioperasi,gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan

pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka

angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8

minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak

dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-

rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam.

Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan

operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya

duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal

Page 20: Refrat kolestatis