refrat koma

26
BAB I PENDAHULUAN Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan 2,6. Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam penangan koma 1,3,6 . 1

Upload: marie-obrien

Post on 12-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refrat KOMA

TRANSCRIPT

Page 1: refrat KOMA

BAB I

PENDAHULUAN

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau

keadaan‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua

rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan 2,6.

Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling

sering ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan

klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan

penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di

bidang medis sangat perlu untuk memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu

dilakukan dalam penangan koma 1,3,6.

1

Page 2: refrat KOMA

BAB II

PEMBAHASAN

\

A. DEFINISI

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang

apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun

reaksi motorik.

Dalam keadaan normal, rangsangan kesadaran menerima masukan visual dari mata,

suara dari telinga, sentuhan dari kulit dan masukan dari setiap organ sensorik lainnya

untuk melengkapi tingkat kesiagaan yang tepat. Jika sistem rangsangan atau

hubungannya dengan bagian otak yang lain tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka

sensasi tidak lagi mempengaruhi tingkat rangsangan dan kesiagaan otak secara tepat. Jika

hal ini terjadi, maka akan timbul gangguan kesadaran.

Gangguan kesadaran ini bisa berlangsung singkat atau lama dan bisa bersifat ringan

atau sama sekali tidak memberikan respon.

Istilah-istilah yang masih tetap dipakai di klinik ialah komposmentis, somnolen,

stupor atau spoor, dan koma. Terminology ini bersifat kualitatif. Tetapi penurunan

kesadaran ini juga dapat dinilai secara kuantitatif dengan menggunakan GCS (Glasgow

Coma Scale).

Komposmentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca

indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik

dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaan awas dan

waspada.

Somnolen atau drowsiness atau clouding of cinsiousness, berarti mengantuk, mata

tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat

menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap

sekitar menurun.

Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup, dengan rangsang

nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya

berupa gerakan mengelak tehadap rangsang nyeri.

2

Page 3: refrat KOMA

B. ETIOLOGI

Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan keledai

menjadi kalimat “SEMENITE”. Selain itu ada juga beberapa buku yang menggunakan

jembatan keledai yang berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Dari jembatan

keledai ini kita juga dapat membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma

bihemisferik ataupun koma diensefalik 1,2.

S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)

E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll

M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu kinerja otak.

(gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).

E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).

N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan penekanan

intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi, muntah).

I ; Intoksikasi – keracunan.

T ; Trauma – kecelakaan.

E ; Epilepsi.

C. PATOFISIOLOGI

Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan derajat kesadaran. Jumlah (kuantitas)

input/rangsangan menentukan derajat kesadaran, sedangkan kualitas kesadaran ditentukan

3

Page 4: refrat KOMA

oleh cara pengolahan input yang menghasilkan output SSP. Pada topik koma kita lebih

menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran.

Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi dua,

spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merujuk kepada perjalanan impuls aferen yang

khas dimana menghasilkan suatu kesadaran yang khas pula. Lintasan yang digunakan

impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada

tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer (penghantarannya berlangsung dari titik

ke titik), yang berarti bahwa suatu titik pada kulit yang dirangsang mengirimkan impuls

yang akan diterima oleh sekelompok neuron dititik tertentu daerah reseptif

somatosensorik primer. Setibanya impuls aferen di tingkat korteks terwujudlah suatu

kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik, yaitu perasaan nyeri di kaki atau

di wajah atau suatu penglihatan, penghiduan atau suatu pendengaran tertentu.

Input yang bersifat non-spesifik adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang

disalurkan melalui lintasan aferen non-spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai “diffuse

ascending reticular system”) yang terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia

retikularis medulla spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus

(inti intralaminar).

Inti intralaminar yang menerima impuls non-spesifik tersebut akan menggalakkan

dan memancarkan impuls yang diterimanya menuju/merangsang/menggiatkan seluruh

korteks secara difuse dan bilateral sehingga timbul kesadaran/kewaspadaan.

Karena itu, neuron-neuron inti intralaminar disebut “neuron penggalak

kewaspadaan”, sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan

disebut “neuron pengemban kewaspadaan” 2,3,4,5.

Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang

terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron pengemban

kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau oleh sebab

‘neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban

kewaspadaan (koma diensefalik)’ 4.

Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarkan susunan anatomi,

koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik 1,3,4.

1. Koma kortikal bihemisferik 1,4.

Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur,

metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis.

4

Page 5: refrat KOMA

Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab

bahan baku seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan

untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh ‘blood brain

barrier’.

Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka

pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit.

Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai

untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur

neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi.

Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang

berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel.

Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi

neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.

Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik.

Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain:

- Hipoventilasi

- Anoksia iskemik.

- Anoksia anemik.

- Hipoksia atau iskemia difus akut.

- Gangguan metabolisme karbohidrat.

- Gangguan keseimbangan asam basa.

- Uremia.

- Koma hepatik

- Defisiensi vitamin B.

2. Koma diensefalik.

Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah

mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma

diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi

infratentorial.

Lesi supratentorial.

Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium kea rah

foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluaruntuk suatu proses desak

didalam ruang tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan

(diensefalon) mengalami distorsi dan penekanan.

5

Page 6: refrat KOMA

Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia

retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang

disertai gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf otak okulomotorius

dan trokhlearismerupakan cirri bagi proses desak ruang supratentorial yang sedang

menurun ke fossa posterior serebri. Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara

lain; tumor serebri, abses dan hematoma intrakranial.

Lesi infratentorial.

Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior).

Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak system retikularis.

Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system

retikularis batang otak.

Proses yang timbul berupa (i).penekanan langsung terhadap tegmentum

mesensefalon (formasio retikularis). (ii) herniasi serebellum dan batang otak ke rostral

melewati tentorium serebelli yang kemudian menekan formation retikularis di

mesensefalon. (iii) herniasi tonsiloserebellum ke bawah melalui foramen magnum dan

sekaligus menekan medulla oblongata. Secara klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan.

Biasanya berbauran dan tidak ada tahapan yang khas.

Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum,

neoplasma, abses, atau edema otak.

D. DIAGNOSA

Untuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang

menjadi masalah adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi

koma yang sedang dihadapinya ( tenang, herniasi otak, atau justru agonia).

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus dimulai dengan anamnesia,

dilanjutkan dengan pemeriksaan intern, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan

tambahan sesuai dengan kebutuhan.

1. Anamnesa.

Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari

orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya. Hal yang harus

diperhatikan antara lain:

- Penyakit penderita sebelum koma.

- Keluhan penderita sebelum tidak sadar

6

Page 7: refrat KOMA

- Obat yang digunakan.

- Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak

sadar.

- Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?. Gejala apa saja yang

nampak oleh orang-orang disekitarnya?.

- Apakah ada trauma sebelumnya

- Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.

2. Pemeriksaan intern/fisik.

Tanda-tanda vital.

Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)

Kulit ; turgor (dehidrasi), warna (sianosis - intoksikasi CO, obat-obatan), bekas

injeksi (morfin), luka-luka karena trauma.

Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun)

Kepala; *Opistotonus (meningitis), *Miring kanan/kiri (tumor fossa posterior).

*Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?. *Hematom disekitar

mata (Brill hematoma) atau pada mastoid (Battle’s sign). *Apakah ada fraktur

impresi?.

Leher; Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk.

Thorax; paru & jantung.

Abdomen; Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-).

Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai.

3. Pemeriksaan neurologis.

a. Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

b. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.

Observasi umum.

Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi bibir. Bila

(+), prognosis cukup baik.

Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk).

Disebabkan oleh gangguan metabolik.

Lengan dan tungkai.

( i ).Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity) => gangguan di hemisfer,

batang otak masih baik.

7

Page 8: refrat KOMA

( ii ). Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) => kerusakan di

batang otak.

Pola pernafasan.

Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi keadaan apnea,

kemudia timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar

amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak, akan menurun lagi proses

di hemisfer dan/batang otak bagian atas.

Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat dan dalam

disebabkan gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons). Letak

prosesnya lebih kaudal dari pernafasan cheyne-stokes, prognosisnya juga

lebih jelek.

Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti oleh

poenghentian ekspirasi selama beberapa saat. => Gangguan di pons.

Prognosis lebih jelek daripada hiperventilasi neurogen sentral karena

prosesnya lebih kaudal.

Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat, dan tidak

teratur => Terganggunya formation retikularis di bagian dorsomedial dan

medulla oblongata. Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut

sebagai tanda menjelang ajal.

Kelainan pupil.

Untuk menentukan letak kelainan di batang otak, yang harus diperhatikan adalah

(1)besarnya, (2)bentuknya, (3)refleks pupil. Jangan menggunakan midriatikum

karena akan menghilangkan refleks pupil. Kelainan gerakan dan/atau kedudukan

bola mata dapat menunjukkan topical dari lesi :

a) Lesi di hemisfer => Deviation Conjugee (mata melihat kearah hemisfer yang

terganggu), pupil & refleks cahaya normal.

b) Lesi di thalamus => Kedua bola mata melihat kearah hidung. Kadang

hemianestesia (badan, tungkai, wajah). Dystonic posture (lengan dalam

posisi aneh)

c) Lesi di pons => Kedua bola mata di tengah, tidak ada gerakan walau dengan

perubahan posisi (doll’s eye maneuver abnormal), pupil pinpoint, refleks

cahaya (+), kadang ada ocular bobbing.

8

Page 9: refrat KOMA

d) Lesi di serebelum => Bola mata ditengah, pupil besar, bentuk normal,

refleks cahaya (+) normal. Sering karena perdarahan yang meningkatkan

TIK, sehingga mengganggu N.VI.

e) Gangguan N.Okulomotorius Pupil anisokor, refleks cahaya negative (pada

pupil yang lebar), sering disertai ptosis. Gangguan pada N.III sering

merupakan tanda pertama akan terjadinya herniasi tentorial. Adanya

perdarahan atau edema di daerah supratentorial akan mendorong lobus

temporalis ke bawah. Desakannya akan menekan N.III, yang bila proses

berlanjut akan menekan batang otak, dan menyebabkan kematian.

Refleks sefalik

a) Refleks pupil ; Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi).

Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh

karena itu pada penderita koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan

konsensual. Bila refleks cahaya terganggu => gangguan di mesensefalon.

b) Doll’s eye phenomenon => gangguan di pons (refleks okulo-sefalik

negative).

c) Refleks okulo-vestibular => menggunakan tes kalori. Jika (-) berarti

terdapat gangguan di pons.

d) Refleks kornea => merangsang kornea dengan kapas halus akan

menyebabkan penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di

pons.

e) Refleks muntah => sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini

hilang pada kerusakan di medula oblongata.

Reaksi terhadap rangsangan nyeri.

Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum. Rangsangan

tersebut akan menimbulkan refleks sbb:

a) Abduksi => fungsi hemisfer masih baik (high level function).

b) Menghindar (Flexi dan aduksi) => hanya ada low level function.

c) Flexi => ada gangguan di hemisfer.

d) Extensi kedua lengan dan tungkai => gangguan di batang otak.

Secara garis besarnya, pemeriksaan untuk menentukan letak lesi dapat dilihat pada kolom

dibawah ini, dimana masing-masing lesi memiliki gejala tertentu / gejala yang khas

secara klinis 1,2,3,4,7.

9

Page 10: refrat KOMA

Fungsi traktus piramidalis.

Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi kerusakan struktur

susunan saraf pusat amat sering terganggu. Bila traktus piramidalis tidak

terganggu, kemungkinan besar kelainan disebabkan oleh gangguan metabolisme.

Adanya gangguan pada traktus piramidalis dapat diketahui dengan adanya:

a) Paralisis (kelumpuhan)

b) Refleks tendinei (otot) => bila traktus piramidalis terganggu, akan terdapat

penurunan refleks sisi kontralateral. (penurunan refleks tendon hanya

sementara, pada akhirnya refleksnya meningkat)

c) Refleks patologik (+)positif.

d) Tonus => pada fase akut terjadi penurunan tonus kontralateral. Bila lesi

piramidalis sudah lama, tonus akan meningkat (pada umumnya kita hanya

menemukan peningkatan tonus).

Pemeriksaan laboratorium.

Darah rutin, fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), fungsi hati (LFT, SGOT,

SGPT), elektrolit, glukosa darah. Liquor serebrospinalis harus diperiksa bila

diduga ada infeksi intarakranial (meningitis, meningoensefalitis). Kontraindikasi

LP dalah peningkatan tekanan intracranial. Pada pemeriksaan liquor

serebrospinalis harus diperhatikan:

Warna ; normalnya jernih. Bila ada perdarahan, dihitung jumblah eritrosit.

- < 50/mm kemungkinan suatu emboli.

- 1000/mm kemungkinan perdarahan intraserebral.

10

Page 11: refrat KOMA

- 10.000/mm kemungkinan infark haemorhage.

- 25.000/mm kemungkinan perdarahan subarakhnoid.

Jumblah sel ; Normal < 5/m.

- Bila meningkat meningitis/meningoesefalitis.

- Peningkatan mononuclear menunjukkan adanya meningitis serosa,

yang dapat disebabkan oleh TB, virus, atau jamur.

- Peningkatan sel polimorfonuklear meningitis purulenta.

Protein ; Kadar protein liquor normalnya 0,15-0,45 g/l. Meningkat pada

keradangan/perdarahan.

Glukosa ; kadar glukosa liquor normalnya 2/3 kadar glukosa darah. Kadar

glukosa yang menurun => ada infeksi (TBC, bacterial).

Bakteriologi ; Pemeriksaan pengecatan gram dan kultur bila dicurigai adanya

infeksi intracranial.

Pemeriksaan khusus ;

- Keganasan => sitologi

- TB => pengecatan ziehl-nelson

- Neurosifilis => VDRL / TPHA.

-

Pemeriksaan dengan alat.

CT scan – merupakan pemeriksaan yang paling sering atau umum

digunakan

Oftalmoskop : Pada setiap penderita koma, fundus okuli harus diperiksa

untuk melihat adanya (1).papiledema. (2).tanda-tanda arteriosclerosis

pembuluh darah di retina. (3).Tuberkel di koroidea.

Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau fokal. Harus

dibandingkan antara hemisfer kiri dan kanan. Serial EEG diperlukan untuk

evaluasi penderita koma.

Eko-ensefalografi ; menggunakan gelombang ultrasound. Midline echo pada

orang normal menandakan posisi ventrikel III. Yang perlu diperhatikan

adalah dorongan dari midline echo untuk menentukan lateralisasi.

Doppler ( B scan) ; alat untuk mengukur kecepatan aliran darah di arteria

karotis dan pembuluh darah kolateral (temporalis,orbita). Pemeriksaan ini

penting untuk mengetahui adanya stenosis pada arteri.

11

Page 12: refrat KOMA

Arteriografi ; pemeriksaan invasive dengan memasukkan kontras ke dalam

pembuluh darah. Hanya dilakukan pada pasien dengan dugaan kelainan

pembuluh darah

MRI (magnetic resonance imaging).

E. GAMBARAN KLINIS

Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakan

akan tidur pulas atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan/atau berteriak. Manifestasi

klinik penurunan kesadaran bervariasi, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau

komplikasi yang muncul setelah terjadinya penurunan kesadaran.

Gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain; demam, gelisah, kejang,

muntah, retensi lendir atau sputum di tenggorokkan, retensi atau inkontinensia urin,

hipertensi, hipotensi, takikardi, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka,

ikterus, sianosis, pucat, perdarahan subkutis, dan sebagainya. Pada lesi intrakranial dapat

terjadi hemiplegia, defisit nervi kranialis, kaku kuduk, deviasi mata, perubahan diameter

pupil, edema papil. Pada trauma kapitis dapat terjadi braile hematoma, hematoma

belakang telinga (battle sign), perdarahan telinga dan hidung, dan likorea.

Koma kortikal bihemisferik disebut juga “koma metabolik”, dimana pada koma

jenis ini terdapat penyakit primer yang mendasari (penyakit non-saraf) timbulnya koma.

Gejala klinisnya : ‘organic brain syndrome’ dan gangguan neurologist yang bilateral.

Koma diensefalik timbul akibat gangguan fungsi atau lesi struktur formation

retikularis (batang otak) akibat proses desak ruang. Gejala klinisnya : semua manifestasi

gangguan neurologik menunjukkan ciri lateralisasi seperti hemiparese, anisokor, dll 1,3,4,7.

Diagnosis banding koma 2:

1) Afasia global akut – pada keadaan ini penderita tidak mengerti dan tidak dapat

berbicara, tetapi refleks-refleks sefalik lainnya masih baik.

2) Lock in syndrome – pada sindroma ini didapatkan paralysis keempat ekstrimitas,

penderita tidak dapat berbicara, tetapi penderita masih dapat elakukan kedipan

dan gerakan bola mata. Gerakan ini dapat dipakai untuk berkomunikasi.

Sindroma ini dijumpai pada lesi di mesensefalon.

12

Page 13: refrat KOMA

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut

prinsip 5 B yaitu 1,2,4,7 :

1) Breathing => Jalan napas harus bebas dari obstruksi. Posisi penderita miring agar

lidah tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi. Bila

pernapasan berhenti segera lakukan resusitasi.

2) Blood => Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke

otak. Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat. Komposisi

kimiawi darah dipertahankan semaksimal mungkin, karena perubahan-perubahan

tersebut akan mengganggu perfusi dan metabolisme otak.

3) Brain => Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita

kejang sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau karbamezepin 3 dd

200 mg per os atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantoin diberikan intravena

secara perlahan.

4) Bladder => Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi. Kateter

harus dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun infeksi.

5) Bowel => Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin. Pada

penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang memperburuk edema otak,

hal ini harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kesukaran menelan dipasang sonde

hidung. Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.

Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan

berdasarkan urutan SEMENITE ;2

1) Sirkulasi

a. Perdarahan subaranoidal Asam traneksamat 4 dd 1 gr iv perlahan-lahan

selama 2 minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk mencegah

kemungkinan rebleeding. Nimodipin (ca blocker) untuk mencegah vasospasme.

Setelah 3 minggu sebaiknya dilakukan arteriografi untuk mencari penyebab

perdarahan, dan bila mungkin diperbaiki dengan jalan operasi.

b. Perdarahan intraserebral. Pengobatan sama seperti diatas. Pembedahan hanya

dilakukan bila perdarahan terjadi di lokasi tertentu, misalnya serebelum.

c. Infark otak, keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun emboli.

Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok :

- Pengobatan terhadap edema otak, mis. Dengan mannitol

13

Page 14: refrat KOMA

- Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, mis. Dengan citicholine /

codergocrine mesylate / piracetam

- Pemberian obat antiagregasi trombosit dan antikoagulan.

Penatalaksanaan secara lebih detil mengenai gangguan sirkulasi dapat dibaca

pada tulisan-tulisan lain mengenai CVA.

2) Ensefalomeningitis.

Meningitis purulenta => antibiotic

Meningitis tuberkulosa => dipakai kombinasi INH, rifampisin, kanamisin, dan

pirazinamide.

3) Metabolisme.

Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya.

Penatalaksanaannya terletak di bagian penyakit dalam.

4) Elektrolit dan endokrin.

Bagian penyakit dalam. Kalium selain menyebabkan gangguan saraf juga dapat

menyebabkan gangguan jantung.

5) Neoplasm.

Dilakukan oleh ahli bedah saraf.

6) Intoksikasi => penderita koma karena intoksikasi diberikan activator metabolic dan

diuresis paksa untuk mengeluarkan penyabab intoksikasi. Bila memungkinkan

berikan antidotnya.

7) Epilepsi 8.

- Secara umum, pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 x bangkitan dalam

setahun. Tegakkan diagnosis, jelaskan kepada keluarga penderita seputar tujuan

pengobatan dan efek samping.

- Sesuaikan jenis obat dengan jenis serangan epilepsy yang dijumpai, sebaiknya

MONOTERAPI.

- Mulailah dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap sampai tercapai dosis

efektif.

- Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan

naikkan obat kedua bertahap.

- Jika serangan tetap tidak terkontrol meskipun sudah mendapat monoterapi / terapi

optimal, sebaiknya rujuk ke spesialis saraf.

- Pada status epileptikus :

14

Page 15: refrat KOMA

o Bayi dan anak ; dosis 15-20 mg / kgBB i.v, pemberian secara perlahan-

lahan kurang dari 1-3 mg / kgBB / menit.

o Dewasa : dosis 10-15 mg / kgBB perlahan-lahan < 50 mg / menit disusul

dengan dosis rumatan 3-4 x 100 mg / hari, oral / i.v

G. PROGNOSIS

Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala seperti di bawah ini lebih dari 3 hari:

1. Adanya gangguan fungsi batang otak, seperti doll’s eye phenomenon negative,

refleks kornea negative, refleks muntah negative.

2. Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya.

3. GCS yang rendah (1-1-1).

15

Page 16: refrat KOMA

BAB III

KESIMPULAN

1) Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang

disebabkan oleh berbagai faktor.

2) Kesadaran / kewaspadaan berhubungan dengan impuls non-spesifik.

3) Neuron-neuron inti intralaminar disebut “neuron penggalak kewaspadaan”,

sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut “neuron

pengemban kewaspadaan”

4) koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron pengemban kewaspadaan

sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau oleh sebab ‘neuron

penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban

kewaspadaan (koma diensefalik)’.

5) Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat “SEMENITE”.

6) Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurology, dan

pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laborat dan pemeriksaan dengan alat

(CT-scan, dll).

7) DD koma ; afasia global akut dan lock in syndrome.

8) Penatalaksanaannya berdasarkan 5B dan etiologi.

16

Page 17: refrat KOMA

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah

Mada University Press.

2. Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf

FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya,.

3. Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi,

Dian Rakyat.

4. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit

Dian Rakyat.

5. J.G.Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Diterjemahkan

oleh dr. Andri Hartono, Gadjah Mada University press, cetakan ke empat 1993.

6. Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik

dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

7. Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

8. Dr. Manfaluthi, SpS, Dr. Nizar Yamani, SpS, Dr. Lina Soertidewi, SpS, dan

kawan-kawan PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia)

cabang jakarta, Buku Panduan / Modul Penanggulangan Epilepsi Mudah Aman

& Sederhana (EMAS), tahun 2004, PERPEI.

17